Al-Buhuts ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 Halaman 42-66 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
POTRET KETENAGAKERJAAN, PENGANGGURAN, DANKEMISKINANDI INDONESIA: Masalah dan Solusi Muhdar HM1 muhdar73@ gmail.com Abstrak Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan fotret ketenagakerjaan, pengangguran dan kemiskinan di Indonesia dan meneropong masalah dan solusinya.Ketenagakerjaan-pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah yang menjadi isu sentral di setiap negara tak terkecuali di Indonesia. Kedua hal ini saling berhubungan satu sama lainnya. Masalah ketenagakerjaan dapat menyebabkan pengangguran dan penganggguran dapat menyebabkan kemiskinan.Olehnya itu dibutuhkan suatu kebijakan-kebijakan untuk mengatasinya. Dalam pembangunan nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter diarahkan pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja perlu ditingkatkan. Guna menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung. Demikian pula, sinergisitas kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan satu kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja sangat penting untuk dilakukan. Kata Kunci: Ketenagakerjaan, Pengangguran, Kemiskinan 1. PENDAHULUAN Fenomena masalah pengangguran dan kemiskinan akan menjadi isu sentral hingga tahun 2012 bahkan tahun ini. Hal ini ditandai dengan adanya kepekaan atau elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Akibat krisis ekonomi global, Pemerintah Indonesia memperkirakan jika tahun ini jumlah tambahan pengangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK) 1
Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo.
42
Muhdar HM
mencapai 200 ribu orang. Tingginya angka PHK ini dipengaruhi oleh menurunnya pertumbuhan ekonomi dari prakiraan semula sebesar 5.5% menjadi 4.5% saja. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini salah satunya disebabkan menurunnya pertumbuhan ekspor yang diproyeksikan tumbuh 5%, namun hanya diprakirakan mencapai 2.5%. Demikian pula produktifitas nasional pun mengalami penurunan. Sedangkan untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5.5% saja, jumlah penduduk miskin akan mencapai 28 juta atau 12,68% dari total penduduk. Namun jika mencapai 4.5%,akan menyebabkan pengangguran baru yang juga diikuti dengan meningkatnya penduduk miskin hingga menjadi 30,24 juta jiwa atau 13,34% dari total penduduk. Krisis ekonomi global yang sedang melanda belahandunia ini tidak bisa dicegah apalagi dikendalikan hanya satu bangsa saja. Olehnya itu, pasti akan berdampak pada kesehatan ekonomi nasional. Guna mengatasi masalah ini, salah satu langkah yang ditempuh adalah meminimumkan dampak negatif tersebut sekaligus berpikir ulang tentang makna reformasi ekonomi. Kemiskinan dan pengangguran jangan ditempatkan sebagai turunan dan sisa dari target pertumbuhan ekonomi. Dan ini dicerminkan dengan pendekatan tambal sulam. Dengan kata lain arusutama (mainstream) para perencana pembangunan harus propopulis ketimbang berorientasi mutlak pada propasar. Padahal sejak republik ini berdiri, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan bukanlah masalah yang disepelekan melainkan menjadi prioritas penangnanan. Mengatasi pengangguran dan kemiskinan itu tidaklah dilakukan ketika masalah ini menjadi isu nasional. Hal inilah yang menjadi faktor utama mengapa pengangguran dan kemiskinan sulit dicegah karena penanganan permasalahan tidak dipersiapkan sebelumnya. Kejadian ini bermula dari mashab pemikiran para perencana pembangunan yang terlalu berorientasi pada propasar semata. Ketika pertumbuhan ekonomi terlalu mengandalkan pada industri-industri atau perusahaan besar saja, maka lambat laun usaha ekonomi rakyat akan tergilas. Sebaliknya ketika terjadi krisis global maka runtuhnya produktifitas raksasaraksasa tersebut akan berakibat pada penderitaan rakyat. Ketika itu barulah pemerintah menengok pentingnya pertumbuhan ekonomi usaha kecil dan menengah. Sebenarnya, pemerintah saat itu sudah punya kebijakan triple track strategy yakni progrowth, propoor, dan proemployment. Namun pertanyaannya apakah dalam operasionalnya sudah sesuai dengan kebijakan tersebut. Belum tentu bukan. Kenyataannya, pemerintah belum terbuka mengutarakan bagaimana kebijakan triple track strategy itu diterjemahkan dalam kebijakan makro yang komprehensif antarsektor. Misalnya apa dan bagaimana pembangunan pertanian berkaitan dengan pembangunan sektor industri, perdagangan, ketenagakerjaan, pembangunan daerah, infrasruktur, dan
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
43
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
sebagainya. Begitu pula bagaimana pembangunan di sektor nonpertanian kaitannya dengan pembangunan sektor-sektor lainnya. Kemudian instansi mana saja sebagai unsur pendukung utama untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan kebijakan pembangunan itu? Kalau belum ada yang komprehensif dan holistik, maka pendekatan pengentasan kemiskinan dan pengangguran tidak mudah diatasi. Jelas bahwa masyarakat bakal semakin lelah jika masalah pengangguran dan kemiskinan terabaikan. Secara ekonomi, daya beli mereka akan melemah dalam memenuhi kebutuhan hidup layak minimumnya. Sementara secara psikologis mereka akan menderita mental yang tidak mudah terobati. Karena itu pemerintah perlu mengoptimumkan sumberdaya yang ada sekaligus mencari sumber-sumber ekonomi lainnya yang potensial. Program-program stimulus ekonomi plus pengembangan infrastruktur ekonomi sebaiknya diarahkan pada sektor padat karya. Termasuk bagaimana sektor usaha kecil dan menengah (sektor-sektor padat karya) seperti pertanian dan industri haruslah menjadi prioritas utama pembangunan jangka panjang. Karena itu, batasan masalah yang diajukan adalah bagaimanakah masalah pengangguran dan masalah kemiskinan di Indonesia sejak tahun 2007 hingga 2011?
2. LANDASAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan aspek yang penting dalam pembangunan ekonomi karena tenaga kerja merupakan salah satu balas jasa faktor produksi. Topik mengenai masalah kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi baik dalam skla nasional maupun regional mendapat perhatian banyak orang. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan penambahan investasi dan kebijakan ekonomi yang kondusif merupakan hal penting. Dengan penambahan investasi baru diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya juga dapat menciptakan lapangan kerja baru. Dalam istilah Badan Pusat Statistik (2007), beberapa istilah ketenagakerjaan yang mesti dipahami sebagai dasar dalam memahami masalah tersebut di Indonesia di antaranya (1) tingkat partisipasi angkatan kerja yang merupakan indikator yang dapat menggambarkan keadaan penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, (2)
44
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
tingkat pengangguran terbuka, dan (3) penyerapan tenaga kerja yaitu mereka yang terserap diberbagai lapangan pekerjaan pada suatu periode.2 Dalam teori ketenagakerjaan menurut BPS (2007) digunakan Konsep Dasar Angkatan Kerja (Standar Labour Force Concept) seperti yang digunakan dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Konsep ini merupakan konsep yang disarankan dan rekomendasikan International Labour Organization (ILO). 3Lebih lanjut disebutkan bahwa penduduk dibedakan atas usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Sedang penduduk usia kerja dibedakan atas dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari penduduk yang bekerja dan pengangguran. Sedangkan bukan angkatan kerja terdiri penduduk yang periode rujukan tidak mempunyai/ melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga atau lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga bank, jompo atau alasan yang lain)4 Sementara itu, United Nation (1962) mendefisikan angkatan kerja atau penduduk yang aktif secara ekonomi sebagai penduduk yang memproduksi barang dan jasa secara ekonomi yang juga mencakup mereka yang tidak bekerja tapi bersedia bekerja.Sedang yang dimaksud dengan penduduk bekerja adalah penduduk yang melakukan kegiatan melakukan pekerjaan penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja dalam satu jam tersebut harus dilakukan secara berturut-turut dan tidak terputus. 2.2.Pengangguran Masalah pengangguran menurut Keynes dianggap selalu wujud dalam perekonomian karena permintaan efektif yang wujud dalam masyarakat (pengeluaran agregat) adalah lebih rendah dari kemampuan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa 5 Defenisi pengangguran masih beragam. Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok penduduk yang disebut akangkatn kerja. Berdasarkan kategori usia, angkatan kerja berusia 1564 tahun. Tetapi tidak semua orang yang berusia 15-64 tahun dihitung sebagai angkatan kerja. Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk 15-64 2
Badan Pusat Statistik.Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan (Hasil Sensus Sampel 2007). (Makassar: BPS Sulsel, 2007). Hal. 52. 3 Badan Pusat Statistik. Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun 2007.(Makassar: Bappeda Sulsel dan BPS Sulsel, 2007). Hal. 136. 4 Ibid. hal. 137 5 Sadono Sukirno. Pengantar Teori Makro Ekonomi. (Jakrta: Lembaga Penerbitan Universitas Ekonomi Universitas Indonesia, 1981). Hal. 169 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
45
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
tahun dan sedang mencari kerja sedangkan yang tidak mencari kerja mungkin saja sedang mengurus keluarga atau sekolah, tidak masuk angkatan kerja. Jadi tingkat pengangguran adalah persentase angakatan kerja yang tidak/belum mendapatkan pekerjaan6 Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama. 2.2.1. Jenis-Jenis Pengangguran Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:Pertama, Pengangguran Terselubung(Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu; Kedua,Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu; Ketiga, Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. 2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut: Pertama, besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja. Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi. Kedua, struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang. Ketiga, kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang. Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Keempat, Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan 6
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan Makroekonomi.(Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004). Hal. 329.
46
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
Kerja Indonesia. Kelima, penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang. Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya. 2.2.3. Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap perekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi, yaitu: Pertama, dampak pengangguran terhadap perekonomian suatu negara.Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini: (a) Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah. (b) Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun. (c) Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu. Kedua, dampak pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan masyarakat.Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya: (a) Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian; (b) Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan; (c) Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
47
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
2.3.Kemiskinan Gunawan Somodiningrat (1998) menjelaskan bahwa kemiskinan dibedakan dalam kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Dikatakankemiskinan absolut apabila tingkat pendapatan berada di bawah garis kemiskinan, ataupendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kebutuhanhidup minimum tersebut dapat diukur dengan kebutuhan pangan, sandang, kesehatan,perumahan, dan pendidikan, yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinanrelatif adalah keadaan perbandingan antara kelompok masyarakat dengan tingkatpendapatan sudah di atas garis kemiskinan. Sehingga, sebenarnya sudah tidaktermasuk miskin, tetapi masih lebih miskin dibandingkan dengan kelompok masyarakatlain. Dengan ukuran pendapatan, keadaan ini dikenal dengan ketimpangan dalamdistribusi pendapatan antargolongan penduduk, antarsektor kegiatan ekonomi maupunketimpangan antardaerah.7 Sedangkanberdasarkan penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian:kemiskinan natural (alamiah), kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin, karena dari asalnya memang miskin.Kelompok masyarakat ini miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai,baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya, sehinggamereka tidak dapat ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapatkan imbalan pendapatan yang rendah.Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan hasil pembangunan yangbelum seimbang, termasuk jenis kemiskikan ini adalah kemiskinan absolut dankemiskinan relatif.Sedangkan kemiskinan kultural adalah mengacu pada sikap hidup seseorang ataumasyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya, dimana mereka sudah merasa kecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok initidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah untukmelakukan perubahan, menolak untuk mengikuti perkembangan, dan tidak mauberusaha untuk memperbaiki kehidupannya. Akibatnya, tingkat pendapatan merekarendah menurut ukuran yang dipakai umum. Dengan ukuran absolut, misalnya tingkatpendapatan minimum, mereka dapat dikatakan miskikn. Tetapi mereka tidak merasamiskin dan tidak mau disebut miskin. Dengan keadaan seperti ini, bermacam tolok ukurdan kebijakan pembangunan sulit menjangkau mereka.8 7
Gunawan Sumodiningrat. Membangun perekonomian rakyat. (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1998). Hal. 26. 8 Ibid.
48
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
Sedangkan BAPPENAS (2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needsapproach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.9 Lain lagi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Sedangkan, defenisi menurut UNDP, adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan. Setidaknya terdapat dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia, yaitu kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line). Dalam melihat kemiskinan, beberapa indikator utama yang digunakan; (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3) kuranya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; (8) dan sebagainya. 2.3.1. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan: (1) Tingkat dan laju pertumbuhan output; (2) Tingkat 9
BAPENAS, Kumpulan Bahan Pelatihan. Pemantauan dan Evaluasi Program Program Penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta: BAPPENAS, 2007) http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
49
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
upah neto; (3) Distribusi pendapatan; (4) Kesempatan kerja; (5) Tingkat inflasi; (6) Pajak dan subsidi; (7) Investasi; (8) Alokasi serta kualitas SDA; (9) Ketersediaan fasilitas umum; (10) Penggunaan teknologi; (11) Tingkat dan jenis pendidikan; (12) Kondisi fisik dan alam; (13) Politik; (14) Bencana alam; (15) Peperangan. 2.3.2. Kebijakan Anti Kemiskinan Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost effectiveness-nya tinggi. Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan, yakni:pertama,pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan; kedua,Pemerintahan yang baik (good governance), dan ketiga, pembangunan sosial. Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut waktu yaitu: Pertama, intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan; Kedua, intervensi jangka menengah dan panjang yang meliputi: Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional, APBN dan administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan, Penyediaan air bersih dan Pembangunan perkotaan. 2.3.3. Mengukur Kemiskinan Pengukuran kemiskinan di Indonesia melalui BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga kita dapat mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu. Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin, seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien Gini atau CV antar masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak guncangan perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada tingkat dan distribusi sumber daya diantara masyarkat miskin. Aksioma-aksioma atau prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan, yakni: anonimitas, independensi, maksudnya ukuran cakupan kemiskinan tidak boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara tersebut mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip monotenisitas, 50
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain tetap maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebuh tinggi dari pada sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa dengan semua hal lain konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin. Dua indeks kemiskinan yang sangat sering digunakan karena memenuhi empat kriteria tersebut adalah Indeks Send dan Indeks Foster-Greer-Thorbecke (FGT). UNDP selain mengukur kemiskinan dengan parameter pendapatan pada tahun 1997 memperkenalkan apa yang disebut Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) (Human Poverty Indeks-HPI) atau biasa juga disebut Indeks Pembangunan Manuisia (Human Development Indeks-HDI), yakni bahwa kemiskinan harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama (theree key deprivations), yaitu kehidupan, pendidikan dan ketetapan ekonomi. Kemiskinan diukur sebagai tingkat konsumsi per kapita di bawah suatu standar tertentu yang kemudian disebut garis kemiskinan. Mereka yang berada di bawah garis kemiskinan tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis kemiskinan dihitung dengan cara menjumlahkan: biaya untuk memperoleh “sekeranjang” makanan dengan kandungan 2.100 kalori per kapita per hari;dan biaya untuk memperoleh “sekeranjang” bahan bukan makanan yang dianggap “dasar”, seperti pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan. Peningkatan faktor-faktor penentu kemiskinan menggulirkan lagi perkembangan definisi kemiskinan dengan juga melibatkan dimensi-dimensi tertentu. Menurut SMERU (2005), kemiskinan berwajah majemuk sehingga untuk memahaminya harus memperhatikan dimensi-dimensi kemiskinan, yaitu: 1) kerentanan, 2) ketidakberdayaan, dan 3) ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi (voicelessness). Penyebab kemiskinan sangat banyak sehingga tidak mudah untuk disebutkan. Karakteristik kemiskinan di tiap daerah memiliki perbedaan. Dengan dimensi-dimensi kemiskinan, penyebab kemiskinan akan lebih mudah untuk diketahui dan dipahami secara utuh. Menurut SMERU, penyebab kemiskinan adalah: 1) Keterbatasan pendapatan, modal dan sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar, 2) Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi goncangan-goncangan, dan 3) Tidak adanya suara yang mewakili dan terpuruk dalam ketidakberdayaan di dalam institusi negara dan masyarakat10
10
Alex Arifianto; Ruly Marianti; Sri Budiyati. Menyediakan Layanan Efektif bagi Kaum Miskin di Indonesia: Laporan Mekanisme Pembiayaan Kesehatan (JPK-GAKIN) di Kabupaten Tabanan, Bali: Sebuah Studi Kasus. (Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU, 2005). Hal. 10 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
51
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
3. PEMBAHASAN Ketenagakerjaan-pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah yang menjadi isu sentral di setiap negara tak terkecuali di Indonesia. Kedua hal ini saling berhubungan satu sama lainnya. Masalah ketenagakerjaan dapat menyebabkan pengangguran dan penganggguran dapat menyebabkan kemiskinan.Di Indonesia, potret kemiskinan dapat dijumpai di desa maupun diperkotaan. Namun secara empiris, kasus kemiskinan banyak dijumpai di desa dibanding di perkotaan. Dalam sejarah perjalanan perekonomian Indonesia, telah terjadi beberapa kali resesi ekonomi yang cukup besar. Diantaranya krisis tahun 1965 dan yang terakhir masa krisis ekonomi tahun 1997. Pada kasus yang terakhir ini, masalah kemiskinan mengalami peningkatan yang signifikan. Pada saat itu, jumlah orang miskin meningkat drastis hingga 100% dari sekitar 25 juta jiwa membengkak menjadi 50 juta jiwa. Suatu angka yang sangat fantastis. Padahal penduduk Indonesia saat itu berjumlah sekitar 200 juta jiwa. Artinya jumlah orang miskin telah mencapai 25% dari jumlah penduduk Indonesia. 1.1. Ketenagakerjaan dan Pengangguran Di dalam UUD 1945, kehidupan masyarakat dalam bidang sosialekonomi diatur oleh pasal 27 ayat 2, pasal 33, dan pasal 34. Dinyatakan di dalam pasal-pasal tersebut bahwa setiap warganegara Indonesia berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini artinya setiap warganegara Indonesia harus mendapatkan pekerjaan agar dia dapat memperoleh penghidupan yang layak. Bahkan sesuai pasal-pasal ini, kalaupun ada warganegara Indonesia yang tidak mendapatkan pekerjaan (menganggur), dia tetap mempunyai hak untuk mendapatkan kehidupan layak. Ini berarti, jika ia bekerja, ia berhak mendapatkan upah yang manusiawi, dalam arti dengan upah tersebut ia dapat hidup layak. Sedangkan, bagi pengangguran, pemerintah mempunyai tanggung jawab penuh dalam memberikan kehidupan layak baginya. Norma ini ditegaskan di dalam pasal 34 yang mengatakan bahwa orang miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. 3.1.1. Analisis Ketenagakerjaan dan Pengangguran Terhitung Pebruari 2008 hingga Pebruari 2011, beberapa jenis kegiatan mengalami perkembangan. Dilihat penduduk berdasarkan jenis kegiatan umur terus mengalami peningkatan kecuali pada pebruari 2011 mengalami penurunan 0,21% dari tahun sebelumnya. Sedang angkatan kerja terus mengalami peningkatan. Demikian juga tingkat partisipasi angkatan kerja, dan orang yang
52
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
bekerja terus mengalami peningkatan.Sedangkan tingkat penganguran terbuka, bukan angkatan kerja, mengurus rumah tangga, dan lainnya mengalami fluktuasi. Dari data tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perbaikan dalam hal ketenagakerjaan yang ditunjukkan dengan adanya korelasi antara jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang mengalami peningkatan dari tahun pengamatan terhadap angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja, dan jumlah orang yang bekerja (tabel 1). Tabel 1. Penduduk berdasarkan Jenis Kegiatan Tahun 2008 hingga 2011 Jenis Kegiatan
2008 (Agst)
2009 (Agst)
2010 (Agst)
2011 (Agst)
Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Bekerja Pengangguran Terbuka*) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya
166 641 050
169 328 208
172 070 339
171 756 077
111 947 265 67.18
113 833 280 67.23
116 527 546 67.72
117 370 485 68.34
102 552 750 9 394 515
104 870 663 8 962 617
108 207 767 8 319 779
109 670 399 7 700 086
8.39
7.87
7.14
6.56
54 693 785 13 226 066 32 770 941
55 494 928 13 810 846 33 346 950
55 542 793 14 011 778 32 971 456
54 385 592 13 104 294 32 890 423
8 696 778
8 337 132
8 559 559
8 390 875
*) Pengangguran Terbuka : Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha, Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum dimulai Sumber :Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2008, 2009, 2010, dan 2011 Namun jika dilihat dari periode Agustus 2008 hingga Agustus 2011, beberapa jenis kegiatan mengalami peningkatan secara konsisten, diantaranya tingkat partisipasi angkatan kerja, dan jumlah orang yang bekerja. Sedangkan jenis kegiatan yang mengalami penurunan adalah pengangguran terbuka dan tingkat pengangguran terbuka, sedang yang berfluktuasi adalah pengurus rumah tangga (tabel 2).
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
53
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
Tabel 2. Penduduk berdasrkan Jenis Kegiatan Pebruari 2008 hingga Pebruari 2011 Jenis Kegiatan Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Angkatan Kerja Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) Bekerja Pengangguran Terbuka*) Tingkat Pengangguran Terbuka (%) Bukan Angkatan Kerja Sekolah Mengurus Rumah Tangga Lainnya
2008 (Agst) 166 641 050
2009 (Agst) 169 328 208
2010 (Agst) 172 070 339
2011 (Agst) 171 756 077
111 947 265 67.18
113 833 280 67.23
116 527 546 67.72
117 370 485 68.34
102 552 750 9 394 515
104 870 663 8 962 617
108 207 767 8 319 779
109 670 399 7 700 086
8.39
7.87
7.14
6.56
54 693 785 13 226 066 32 770 941
55 494 928 13 810 846 33 346 950
55 542 793 14 011 778 32 971 456
54 385 592 13 104 294 32 890 423
8 696 778
8 337 132
8 559 559
8 390 875
*) Pengangguran Terbuka : Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha, Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi belum dimulai Sumber :Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2008, 2009, 2010, dan 2011 1.1.1.1. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2008-2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2010 mencapai 7,14 persen, turun dibanding TPT Februari 2010 sebesar 7,41 persen dan TPT Agustus 2009 sebesar 7,87 persen. Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 mencapai 108,2 juta orang, bertambah 800 ribu orang dibanding keadaan pada Februari 2010 sebesar 107,4 juta orang atau bertambah 3,3 juta orang dibanding keadaan Agustus 2009 sebesar 104,9 juta orang.Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2010 mencapai 116,5 juta orang, bertambah 530 ribu orang dibanding angkatan kerja Februari 2010 sebesar 116,0 juta orang atau bertambah 2,7 juta orang dibanding Agustus 2009 sebesar 113,8 juta orang. Gambar 1. Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Penganggur Tahun 2008–2010 (juta orang)
54
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM M
Sumber : Table 1 dan 2 (data diolah) Setahun terakhir (Agustus 2009―A Agustus 2010) hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecu uali Sektor Pertanian dan Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunik kasi, masing‐masing mengalami penurunan jumlah pekerja sekitar 117 ribu orang (0,28 persen) dan 500 ribu orang (8,16 persen). Sektor Pertanian, Perdaagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2010. Pada Agustus 2010, jumlah peenduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan sebesar 32,5 juta orang (30,05 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 21,7 juta orang (20,04 perrsen) dan berusaha sendiri sejumlah 21,0 juta orang (19,44 persen). Berdasarkan jumlah jam kerja padaa Agustus 2010, sebesar 74,9 juta orang (69,25 persen) bekerja diatas 35 jaam perminggu, sedangkan pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam hanya sekitar 1,2 juta orang (1,11 persen). Pada Agustus 2010, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sekitar 54,5 juta orang (50,38 persen), sedangkan pekerja dengan pendidikan Diplloma sekitar 3,0 juta orang (2,79 persen) dan pekerja dengan pendidikan setaara Sarjana hanya sebesar 5,2 juta orang (4,85 persen). B dan Pengangguran 1.1.1.2. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, Keadaan ketenagakerjaan di Indonesiia pada semester ke dua tahun 2010 menunjukkan adanya sedikit perbaikan yaang digambarkan dengan adanya peningkatan kelompok penduduk yang bekerja, b serta penurunan tingkat pengangguran.
http://journal.iaingorontalo.aac.id/index.php/ab
55
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
Tabel 3. Penduduk Menurut Jenis Kegiatan Tahun 2008–2010(juta orang)
Pada bulan Agustus 2010, jumlah angkatan kerja mencapai 116,5 juta orang naik sekitar 530 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010 dan naik 2,7 juta orang dibanding keadaan Agustus 2009. Penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 bertambah sebesar 800 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010, dan bertambah 3,3 juta orang dibanding keadaan setahun yang lalu (Agustus 2010). Jumlah penganggur pada Agustus 2010 mengalami penurunan sekitar 270 ribu orang jika dibanding keadaan Februari 2010, dan mengalami penurunan 640 ribu orang jika dibanding keadaan Agustus 2009. Peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka pengangguran telah menaikkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,49 persen selama periode satu tahun terakhir. 1.1.1.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2010, jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2010 mengalami kenaikan terutama di Sektor Industri sebesar 772 ribu orang (5,91 persen) dan Sektor Konstruksi sebesar 748 ribu orang (15,44 persen). Sedangkan sektor‐sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Pertanian sebesar 1,3 juta orang (3,11 persen) dan Sektor Transportasi sekitar 198 ribu orang (3,41 persen). Jika dibandingkan dengan Agustus 2009 hampir semua sektor mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, masing‐masing mengalami penurunan jumlah pekerja sekitar 117 ribu orang (0,28 persen) dan 500 ribu orang (8,16 persen). Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan Sektor Industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja pada bulan Agustus 2010.
56
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
Tabel 4. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan UtamaTahun 2008–2010 (juta orang)
3.1.1.4. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Agustus 2010 sekitar 35,8 juta orang (33,06 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 72,4 juta orang (66,94 persen) bekerja pada kegiatan informal. Dari 108,2 juta orang yang bekerja pada Agustus 2010, status pekerjaan utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 32,5 juta orang (30,05 persen), diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 21,7 juta orang (20,04 persen), dan berusaha sendiri sejumlah 21,0 juta orang (19,44 persen), sedangkan yang terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap sebesar 3,3 juta orang (3,01 persen). Dalam satu tahun terakhir (Agustus 2009 – Agustus 2010) terdapat penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan sebesar 3,4 juta orang, dan pekerja keluarga sebesar 570 ribu orang. Sementara itu pada status pekerja bebas di pertanian terjadi penurunan sebesar 64 ribu orang.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
57
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
Tabel 5. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tahun 2008–2010 (juta orang)
3.1.1.5. Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Secara umum, komposisi jumlah orang yang bekerja menurut jam kerja perminggu tidak mengalami perubahan berarti dari waktu ke waktu.Pada Agustus 2010, pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam perminggu porsinya relatif kecil yaitu hanya 1,2 juta orang atau sekitar 1,11 persen dari total penduduk yang bekerja (108,2 juta orang). Sementara itu penduduk yang dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time worker), yaitu pekerja pada kelompok 35 jam keatas jumlahnya mencapai 74,9 juta orang (69,25 persen). Tabel 6. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja PermingguTahun 2008–2010 (juta orang)
3.1.1.6. Penduduk yang Bekerja Menurut Pendidikan Pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk yang bekerja menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan untuk semua golongan pendidikan mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan Agustus 2009, kecuali untuk jenjang pendidikan SD ke bawah turun sekitar 700 ribu orang (1,26 persen). Pada Agustus 2010, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih mendominasi yaitu sekitar 54,5 juta orang (50,38 persen), sedangkan 58
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi masih relatif kecil. Pekerja dengan pendidikan Diploma hanya sekitar 3,0 juta orang (2,79 persen) dan pekerja dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 5,2 juta orang (4,85 persen). Penyerapan tenaga kerja dalam enam bulan terakhir (Februari 2010–Agustus 2010) masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah. Tabel 7. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi yang DitamatkanTahun 2008–2010 (juta orang)
3.1.1.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Jumlah pengangguran pada Agustus 2010 mencapai 8,3 juta orang atau 7,14 persen dari total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) cenderung menurun, dimana TPT Agustus 2010 sebesar 7,14 persen turun dari TPT Februari 2010 sebesar 7,41 persen dan TPT Agustus 2009 sebesar 7,87 persen. Jika dibandingkan keadaan Februari 2010 TPT pada hampir semua tingkat pendidikan cenderung turun, kecuali TPT untuk tingkat pendidikan SD ke bawah yang mengalami kenaikan sebesar 0,10 persen. Pada semester ini, TPT untuk pendidikan Diploma dan Sarjana masih tetap menempati posisi tertinggi, yaitu masing‐masing sebesar 12,78 persen dan 11,92 persen. Tabel 8.Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang DitamatkanTahun 2008–2010 (persen)
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
59
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
3.1.1.8. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka MenurutProvinsi Pada Agustus 2010, tingkat pengangguran tertinggi terjadi di Provinsi Banten dan Provinsi DKI Jakarta masing‐masing sebesar 13,68 persen dan 11,05 persen sedangkan tingkat pengangguran terendah terjadi di Provinsi Bali dan Provinsi Sulawesi Barat masing‐masing sebesar 3,06 persen dan 3,25 persen. Dibanding Februari 2010, penurunan terbesar untuk persentase tingkat pengangguran terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dengan tingkat penurunan sebesar 0,88 persen dan yang mengalami peningkatan terbesar di Provinsi Riau dengan peningkatan sebesar 1,51 persen. Tabel 9. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Provinsi Tahun 2009–2010
Berdasarkan data diatas, bahwa secara umum pada bulan Agustus tahun 2010 tingkat pengangguran mengalami penurunan dibandingkan bulan Agustus tahun 2009 yaitu 8.962,6 menurun menjadi 8.319,8 pada tahun 2010. Oleh
60
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
karena itu maka perlu dicarikan solusi tentang kebijakan yang dapat digunakan oleh Pemerintah untuk terus menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia 3.1.2. Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan dan Pengangguran Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta mempunyai keterampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan, dan pendidikan anggota keluarganya. Olehnya itu, masalah ketenagakerjaan dan pengangguran harus diminimalisasi agar tidak berdampak terhadap kemiskinan. Dalam mengatasi ketenagakerjaan dan pengangguran, dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang mampu menurunkan angka pengangguran dan mengatasi masalah ketenagakerjaan, diantaranya: Pertama, dalam pembangunan nasional, kebijakan ekonomi makro yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter diarahkan pada penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Guna menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung.Program-program yang terkait dengan kebijakan fiskal dan pemberdayaan UKM meliputi: (a) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K); (b) Kelompok Usaha Bersama (KUBE); (c) Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT); (d) Program Pengembangan Kecamatan (PPK); (e) Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE). Kedua, Sinergisitas kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan satu
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
61
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. 3.2. Kemiskinan 3.2.1. Analisis Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah utama dalam sejarah perekonomian di Indonesisa. Hal ini ditandai dengan data empiris yang menunjukkan bahwa jumlah orang miskin dari tahun ke tahun berfluktuasi. Terhitung pada periode 1996-2009 jumlah dan persentase penduduk miskin11adalah: (a). Periode 19961999, penduduk miskin meningkat dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta pada tahun 1999. Jika dibandingkan di perdesaan, kemiskinan di perkotaan terbilang kecil.Pada akhir tahun 1999 penduduk miskin pedesaan meningkat dari 19,78% menjadi 26,03%, lebih besar dari perkotaan 19,41%. (b). Periode 2000-2005, penduduk miskin menurun dari 38,07 juta pada tahun 2000 menjadi 35,01 juta pada 2005. Penurunan ini terjadi juga pada persentase penduduk miskin perdesaan dari 22,38% pada tahun 2000 menjadi 19,98% pada 2005. Periode sama, persentase kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari perkotaan. (c). Periode 2005-2009, penduduk miskin tahun 2006 sempat naik dari 35,1 juta jiwa atau 15,97% menjadi 39,3 juta jiwa atau 17,75%, karena meningkatnya inflasi sehingga naik menjadi 17,95%. Di akhir tahun 2009 jumlah kemiskinan turun menjadi 32,53 juta atau 14,15% dengan persetase kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari perkotaan atau 17,35%. (d). Pada tahun 2010, penduduk miskin sebesar 31.023 ribu jiwa atau 13,33% dari jumlah penduduk Indonesia turun 4,86% dari tahun 2009 sebesar 31.023,4 ribu jiwa. Dari data di atas menunjukkan bahwa penduduk miskin di perdesaan umumnya petani. Upaya untuk menurunkan angka kemiskinanmelalui pertumbuhan ekonomi dan menerapkan pemerataan distribusi pendapatan yang baik melalui sektor pertanian. 3.2.2. Strategi dan Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Beberapa upaya dan kebijakan diambil dalam mengatasi masalah kemiskinan di Indonesias. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan disebutkan dalam Bab III pasal 3 bahwa strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan (1) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, (2) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, (3) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil, dan (4) mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
11
Badan Pusat Statistik
62
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
3.2.2.1. Mengurangi Beban Pengeluaran Masyarakat Miskin Kebijakan yang ditempuh dalam mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin adalah: pertama, Pemberian subsidi kepada kepada masyarakat miskin khususnya kebutuhan dasar seperti beras dan minyak goreng melalui operasi pasar dan konversi minyak tanah ke gas. Kedua, Pemberian bantuan langsung tunai (BLT). Pemberian bantuan ini diberikan secara bertahap (bulanan atau tribulan) dengan maksud untuk menjamin kontinuitas pemenuhan kehidupan masyarakat miskin. Ketiga, Pemberian Beras Miskin (Raskin). Pemberian beras misnin dilakukan dalam bentuk operasi pasar khusus beras (OPK beras). Kebijakan ini dilakuakan sejak 1998 yang merupakan cikal bakal program Raskin. Program raskin adalah strategi preventif mengatasi kelompok miskin rawan pangan. Sejak periode 1998-2003, melalui OPK beras/Raskin, didistribusi lebih 10 juta ton beras (rata-rata 1,7 juta ton/thn) untuk sekitar 7,1 juta rumah tangga miskin nasional.Program RASKIN mengurangi beban RTM melalui pemenuhan kebutuhan pangan pokok/beras. Program RASKIN 2008 untuk membantu 19,1 juta RTM data BPS (1 September 2006,), melalui pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 Kg/RTM/bulan selama 12 bulan dengan harga tebus Rp1.600 per kg netto di titik distribusi. Tabel 11. Realisasi Program Raskin Tahun 2005 - 2009 Tahun Kriteria Jumlah KK Miskin KK Sasaran % KK Sasaran terhadap Total Pagu Alokasi Realisasi % Real Terhadap Alokasi Penerima Manfaat % PM Terhadap KK Sasaran % PM terhadap KK Miskin
2005
2006
2007
2008
2009
15,791,884 8,300,000 52.5
15,503,295 10,830,000 69.86
19,100,905 15,781,884 82.62
19,100,905 19,100,905 100
18,500,000 18,500,000 100
1,991,897 1,991,131 99.96 11,107,297 133.85
1,624,500 1,624,089 99.97 12,706,518 117.33
1,736,007 1,731,805 99.76 16,736,411 106.05
1,866,172 1,658,082 88.85 18,770,655 98.28
3,329,514 2,691,748 80.85
70.35
81.96
87.62
98.27
Sumber: Bulog, 2010 Realisasi Raskin tahun 2005 hingga 2009 mencapai sekitar 90% sampai 99,9% yang mengindikasikan bahwa: (1) sasaran penerima manfaat meningkat mendekati kebutuhannya; (2) pencapaian penerima manfaat selalu lebih banyak daripada pagu sasaran; (3) raskin juga berfungsi sebagai alat pengendali harga beras konsumen. 3.2.2.2. Meningkatkan Kemampuan Dan Pendapatan Masyarakat Miskin
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
63
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
Kebijakan yang ditempuh dalam meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin adalah: Pertama, padat karya. Krisis moneter pada 1997 lalu mengakibatkan bertambahnya pengangguran dan meningkatknya jumlah orang miskin. Salah satu kebijakan yang ditempuh pemerintah pada saat itu adalah melakukan program padat karya. Program ini diperuntukkan kepada orang-orang yang menganggur akibat terkena PHK dan orang-orang miskin. Melalui program ini telah meningkatkan pendapatan sehingga meningkatkan daya beli khususnya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Program ini dilakukan secara sustainebel selama masa krisis hingga kondisi ekonomi mulai membaik dan akhirnya mereka kembali dapat bekerja dan menerima pendapatan yang selayaknya. Kedua, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) salah satunya adalah PNPM Mandiri seperti program pemberian modal usaha dalam bentuk dana bergulir atau dana avails kepada UKM, koperasi, dan sektor industri ril lainnya. 3.2.2.3.Mengembangkan dan Menjamin Keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil Kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menjamin keberlanjutan UMK adalah akses modal baik yang disalurkan langsung oleh Departemen Perindustri, Perdagangan, dan Koperasi dan melalui jajarannya. Selain itu juga diberikan bantuan peralatan kepada kelompok-kelompok UMK. 3.2.2.4. Mensinergikan Kebijakan Dan Program Penanggulangan Kemiskinan Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus relevan dengan kondisi masyarakat penerima manfaat. Sehingga dengan demikian perlu dijabarkan dalam bentuk program. Sinergisitas kebijakan dan program dapat dilihat dari kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Jadi program yang diluncurkan harus bersifat botton up melalui musrenbang di tiap daerah. Selain itu, lebih lanjut dalam pasal 5 disebutkan bahwa program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari (a) kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin. (b) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat; (c) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil; (d) Program-
64
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Muhdar HM
program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin. Selain program yang telah disebutkan di atas, selama ini pemerintah juga telah melaksanakan berbagai program penanggulangan kemiskinan diantaranya: (1) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), (2) Inpres Desa Tertinggal (IDT); (3) Pembangunan Prasarana Pendltukung Desa Tertinggal (P3DT); (4) Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP); (5) Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE); (6) Proyek Pembangunan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD)
4. PENUTUP 4.1. Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan: Pertama, penanganan masalah ketenagakerjaan dan pengangguran di Indonesia dilakukan dengan pendekatan sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter dan pengembangan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri dan sinergisitas kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kedua, Sedangkan penangangan masalah kemiskinan dilakukan melalui pengembangan strategi dan program penanggulangan kemiskinan. 4.2. Saran dan Rekomendasi Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka saran dan rekomendasi yang diajukan adalah: pertama, pemerintah seyogianya meningkatkan sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter dalam mendukung pengembangan usaha mikro dan usaha kecil. Kedua, perlunya pengawasan yang lebih intensif terhadap program-program penanggulangan masalah pengangguran dan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Bahan Bacaan Arifianto, Alex; Marianti, Ruly; Budiyati, Sri. 2005. Menyediakan Layanan Efektif bagi Kaum Miskin di Indonesia:Laporan Mekanisme Pembiayaan Kesehatan (JPK-GAKIN) diKabupaten Tabanan, Bali:Sebuah Studi Kasus. Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta. BAPENAS, 2007. Kumpulan Bahan Pelatihan. Pemantauan dan Evaluasi ProgramProgram Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta.
http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab
65
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah dan Solusi
Badan Pusat Statistik. 2007.Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun 2007.Bappeda Sulsel dan BPS Sulsel, Makassar. Badan Pusat Statistik. 2007.Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan (Hasil Sensus Sampel 2007).BPS Sulsel, Makassar. Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Lembaga Penerbitan Universitas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi: Mikroekonomi dan Makroekonomi. Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Payung Hukum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulanagan Kemiskinan Internet Gregorius Sahdan. Menanggulangi (http://www.ekonomirakyat.org)
Kemiskinan
Desa.
http://www.scribd.com/doc/49101647/artikel-PENGANGGURAN-DANKEMISKINAN http://indosdm.com/sulitnya-pengangguran-dan-kemiskinan-dicegah http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1 3459:pengangguran-kemiskinan-ekonomi-rakyat&catid=25:artikel&Itemid=44 www.scribd.com/doc/40800981/Artikel-PengangguranTembolok11 Mar 2010 – Artikel 1 Masalah Pengangguran dan Kemiskinan.
66
Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X