Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
POTENSITANAMANORNAMENTAL (Aglaonemasp., Dieffenbachiasp., dan Spathiphyllumsp.)DALAM MENURUNKAN JUMLAHBIOAEROSOL Sisca Teresia1, It Jamilah2, Nunuk Priyani2 Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, 2Staf Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No.1, Kampus. USU, Padang Bulan, Medan 20155, Indonesia
[email protected] 1 Mahasiswa
ABSTRAK
Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas bakteri dan jamur beserta spora lainnya yang mampu bertahan hidup dalam ruangan ketika tingkat suhu dan kelembaban yang memadai. Keberadaannya diruangan dalam batas tertentu tidak berbahaya, namun sewaktu-waktu dapat mengganggu kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tanaman ornamental Aglaonema sp., Dieffenbanchia sp. dan Spathiphyllum sp. dalam mengurangi jumlah koloni bakteri dan jamur dalam ruangan. Isolasi mikrob bioaerosol dilakukan dengan metode air sampling dengan tiga kali ulangan sebelum dan setelah tiga jenis tanaman diletakkan pada tiga ruangan kelas yang berbeda. Tanaman Aglaonema sp. memiliki potensi paling efektif dalam menurunkan jumlah bakteri aerosol dari minggu pertama hingga minggu ke tiga, sedangkan untuk koloni jamur tidak menunjukkan adanya penurunan. Jumlah koloni bioaerosol pada control dalam ruangan masih sesuai dengan baku mutu keputusan Menteri Kesehatan RI tahun 2002. Jenis bakteri yang ditemukan seperti Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus, Pseudomonas dan Shigella, sedangkan jenis jamur yang ditemukan seperti Aspergillus, Penicillium, dan Neurospora.
Kata Kunci: Bioaerosol, Ruang kelas, Aglaonema sp., Spathiphyllum sp., Dieffenbanchia sp.
POTENCY OF ORNAMENTAL PLANT (Aglaonemasp., Dieffenbachiasp., and Spathiphyllumsp.) TO DECREASE BIOAEROSOL NUMBER Sisca Teresia, It Jamilah, Nunuk Priyani ABSTRACT Bioaerosol is dust particles consisting of bacteria and other fungal or plant spores that are able to survive in the air when the temperature and humidity level are adequate. Its presence in the air are generally harmless, but sometime causes disease. This research aimed to determine the ability of ornamental plant; Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., and Spathiphyllum sp. in decresing the number of bacteria and fungi in the class room. Bioaerosol isolation was performed by air sampling method with three repetition before and after the plant placed on three class rooms. Aglaonema sp. was the most effective in reducing the number of bacteria aerosols from the first week to the third week, whereas fungal colonies did not show any reduction. The number of bioaerosol found were still in accordance with standarts quality of air in the room based on The Health Minister of the Republic Indonesia, 2002. Bioaerosol found in the class room could be pathogen such as Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus, Pseudomonas, Shigella, Aspergillus, Penicillium, dan Neurospora.
Key words : Bioaerosol, Class rooms, Aglaonema sp., Dieffenbanchia sp., Spathiphyllum sp., Pendahuluan Lebih dari 90% orang menjalankan aktivitas kehidupannya di dalam ruangan, seperti di rumah, perkantoran dan sekolah, oleh sebab itu
mereka berhubungan dengan faktor lingkungan dalam ruangan salah satunya seperti bioaerosol yang dapat mempengaruhi kesehatan (Sekulska et al., 2007). Ironisnya masih sedikit perhatian
159
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
masyarakat atas kualitas udara di dalam ruangan, terutama di lingkungan sekolah. Kualitas udara sekolah seharusnya menjadi perhatian penting karena anak usia sekolah menghabiskan jumlah waktu yang signifikan di sekolah dan anak-anak merupakan golongan yang rentan terkena penyakit (EPA, 2004). Kualitas udara dalam ruangan merupakan faktor penting untuk kesehatan manusia. Polusi udara dalam ruangan dapat mempengaruhi kesehatan individu-individu yang dalam kondisi imunitas yang tidak baik (immunocompromise) karena status kesehatan mereka ataupun usia. Polusi mikroba di udara (bioaerosol) melibatkan ratusan spesies bakteri dan jamur yang tumbuh di dalam ruangan ketika tingkat kelembaban memadai. Paparan kontaminan mikroba secara klinis terkait dengan gejala pernapasan, alergi, asma dan reaksi imunologi (WHO, 2009). Tingkat kontaminasi mikroorganisme dalam ruangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti luas ventilasi, kepadatan dan tingkat aktivitas individu yang berada dalam ruangan tersebut (Setyaningsih et al., 1998). Penyebab polusi udara dalam ruangan juga berhubungan dengan kondisi bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam bangunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan (Fitria et al., 2008). Dalam beberapa penelitian, tanaman hias memiliki potensi dalam meningkatkan kualitas udara dalam ruangan. Tanaman hias memiliki dampak positif pada keadaan psiko-emosional penghuni (Sinicina, 2013). Hasil penelitian Kamel et al (2012) menunjukkan bahwa tanaman Aglaonema commutatum mampu menurunkan jumlah koloni bakteri E. coli, P. aeruginosa dan S. aureus yang diinokulasikan pada permukaan daun mencapai ±30%. Tanaman ini juga menunjukan adanya aktivitas daya hambat pada bakteri E. coli dan S. aureus sebesar 15 mm.
telah di tentukan yaitu di bagian tengah pada masing-masing ruangan.
Pengukuran Parameter Kualitas Fisik Udara Pengukuran terhadap kualitas fisik udara meliputi suhu, intensitas cahaya dan kelembaban udara. Pengukuran intensitas cahaya diukur dengan Luxmeter, suhu dan kelembaban udara diukur dengan alat Termohigrometer. Pengukuran tersebut dilakukan pada setiap ruangan kemudian dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruangan. Peletakkan Tanaman dalam Ruangan Tiga jenis tanaman (Aglaonema sp., Spathiphylum sp. dan Dieffenbachia sp.) masingmasing disediakan dalam empat pot dengan diameter pot ±35cm, setiap pot terdapat 20-25 helai daun, kemudian setiap tanaman diletakkan pada masing-masing ruangan kelas yang berbeda. Tanaman Aglaonema sp. diletakkan pada ruangan kelas A, tanaman Spathiphylum sp. diletakkan pada ruangan kelas B, dan tanaman Dieffenbachia sp. diletakkan pada ruangan kelas C. Tanaman diletakkan di setiap sudut ruangan pada masingmasing kelas. Tanaman disiram setiap hari sebelum proses pembelajaran berlangsung.
Isolasi Mikroorganisme Bioaerosol Prosedur isolasi mikroorganisme bioaerosol dilakukan berdasarkan metode air sampling dengan menggunakan alat Mas Exampler dengan code Mas 100 diletakkan di atas meja pada bagian tengah ruangan. Cara pengambilan sampel adalah dengan membuka tutup alat lalu meletakkan cawan petri berisi media Plate Count Agar (PCA) dalam keadaan terbuka, lalu alat ditutup dan alat dihidupkan, diatur waktu selama lima menit (Suharti, 2013). Kemudian penutup alat dibuka dan diambil cawan petri yang berisi media PCA tersebut lalu ditutup, disegel dengan wrapping plastick dan diberi label sesuai lokasi. Dilakukan hal sama pada media Sabouraud Dextroxe Agar (SDA), Manitol Salt Agar (MSA), dan Mac Conkey (MC) secara bergantian pada masing-masing kelas, setelah itu cawan petri dibawa ke laboratorium mikrobiologi LABKESDA Medan lalu diinkubasi pada suhu 370C di dalam inkubator selama ± 1-2 hari. Sampel diambil pada tiga ruang kelas secara bergantian pada saat sebelum dan sesudah
Bahan dan Metode Deskripsi Tempat Pengambilan Sampel Bioaerosol Lokasi pengambilan sampel bakteri dan jamur bioaerosol dilakukan pada tiga ruangan kelas V Sekolah Dasar 060849 Medan. Ruangan kelas ini masih menggunakan ventilasi alami dan memiliki luas 49 m2 (7 x 7 m), dengan jumlah siswa rata-rata 41 siswa/kelas. Isolasi bakteri dan jamur bioaerosol dilakukan pada satu titik yang
160
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
diletakkannya tanaman Aglaonema sp., Dieffenbachia sp., dan Spathiphyllum sp. Pengambilan sampel udara dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, sebelum tanaman diletakkan dilakukan setiap seminggu sekali pada hari ke-0 (ulangan 1), hari ke-7 (ulangan 2) dan hari ke-14 (ulangan 3) sedangkan pengambilan sampel setelah tanaman diletakkan yakni pada hari ke-21 (ulangan 1), hari ke-28 (ulangan 2) dan hari ke-35 (ulangan 3). Bakteri dan jamur yang tumbuh di hitung jumlah koloninya berdasarkan metode Total Plate Count dan dilihat perbandingan antara sebelum dan sesudah diletakkannya tanaman hias. Koloni yang tumbuh diamati dan diseleksi beberapa koloni yang paling dominan untuk diidentifikasi.
Manual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994). Identifikasi jamur dilakukan dengan menggunakan pewarnaan jamur Lactophenol Cotton Blue (LPCB) kemudian diidentifikasi jamur secara mikroskopis dengan melihat miselium, kantung spora, dan tipe hifa dan dibandingkan dengan buku kunci identifikasi jamur (Gandjar et al., 1999).
Hasil dan Pembahasan Jumlah Populasi Koloni Bakteri dan Jamur Aerosol dalam Ruangan Kelas V SD Negeri 060849 Medan Penelitian dilakukan pada tiga ruangan kelas V SDN 060849 Medan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah koloni bakteri saat sebelum diletakkan tanaman dan sesudah diletakkan tanaman dalam ruangan kelas. Sebelum diletakkannya tanaman didapatkan jumlah rata-rata koloni bakteri aerosol pada ruangan kelas A 321 cfu/m3, pada ruangan kelas B 327 cfu/m3, sedangkan pada ruangan kelas C 380 cfu/m3. Setelah diletakkannya tanaman pada masing-masing kelas, didapatkan jumlah rata-rata koloni bakteri aerosol pada ruangan kelas A (Aglaonema sp.) 288 cfu/m3, pada ruangan kelas B (Spathiphylum sp.) 208 cfu/m3, dan pada ruangan kelas C (Dieffenbachia sp.) 169 cfu/m3 (Tabel 1).
Identifikasi Mikroorganisme Bioaerosol Identifikasi bakteri dilakukan dengancara mengamati morfologi koloni yang terpisah dari media Manitol Salt Agar (MSA) untuk mengidentifikasi bakteri Gram positif dan media Mac Conkey(MC) untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif, kemudian setiap koloni dimurnikan pada media Nutrien Agar (NA). Setiap koloni yang didapat diidentifikasi dengan pewarnaan Gram serta uji biokimia bakteri Gram positif (uji katalase, manitol, dan koagulase) dan bakteri Gram negatif (uji oksidase, SIM, SCA, dan TSIA) dengan menggunakan buku Bergey’s
Tabel 1. Jumlah koloni bakteri aerosol sebelum dan setelah peletakkan tanaman Jumlah koloni bakteri aerosol (cfu/m3) Penurunan Sebelum diletakkan Setelah diletakkan koloni tanaman Tanaman bakteri (%) Kelas Minggu keMinggu keRata Rata- Jenis tanaman 1 2 3 1 2 3 rata rata 35 Aglaonema sp. 32 28 24 A 303 307 321 288 10,3 2 6 8 9 31 Spathiphylum sp. 18 21 22 B 307 356 327 208 36,4 7 1 4 8 39 Dieffenbachia sp. 10 18 22 C 366 383 380 169 55,5 2 3 2 3 Jika dilihat dari hasil rata-rata jumlah koloni Aglaonema sp. memiliki kemampuan untuk bakteri selama tiga minggu setelah diletakkan menurunkan jumlah koloni bakteri aerosol hingga tanaman, tanaman Dieffenbachia sp. memiliki minggu ke-3, sedangkan dengan perlakuan tanaman potensi tertinggi dalam penurunan jumlah rata-rata Dieffenbachia sp. dan Spathiphylum sp. pada minggu koloni bakteri dalam ruangan kelas dibandingkan ke-1 mengalami penurunan jumlah koloni bakteri dengan tanaman Aglaonema sp. dan Spathiphylum aerosol tetapi mengalami peningkatan jumlah koloni sp. Namun, jika dilihat dari minggu ke-1 hingga bakteri aerosol hingga minggu ke-3. Hal ini minggu ke-3 setelah diletakkan tanaman, tanaman menunjukkan bahwa tanaman Aglaonema sp. paling
161
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
efektif dalam menurunkan jumlah koloni bakteri aerosol dari minggu ke minggu. Jumlah koloni jamur aerosol sebelum diletakkannya tanaman didapatkan jumlah rata-rata koloni jamur aerosol pada ruangan kelas A : 4 cfu/m3, pada ruangan kelas B : 4 cfu/m3, sedangkan pada ruangan kelas C : 3 cfu/m3. Setelah
diletakkannya tanaman pada masing-masing kelas, didapatkan jumlah rata-rata jamur aerosol pada ruangan kelas A (Aglaonema sp.) : 3 cfu/m3, pada ruangan kelas B (Spathiphylum sp.) : 3 cfu/m3, dan pada ruangan kelas C (Dieffenbachia sp.) : 3 cfu/m3 (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah koloni jamur aerosol sebelum dan setelah peletakkan tanaman Jumlah koloni jamur aerosol (cfu/m3) Sebelum diletakkan Setelah diletakkan tanaman tanaman Kelas Minggu keMinggu keJenis tanaman 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata Aglaonema sp. A 3 4 5 4 4 3 2 3 Spathiphylum sp. B 5 3 4 4 3 4 3 3 C 2 4 4 3 Dieffenbachia sp. 3 3 4 3 Jumlah koloni jamur aerosol yang udara dalam ruang dikatakan baik apabila angka didapatkan sebelum dan setelah diletakkan tanaman kuman dalam ruang kurang dari 700 koloni/m3. tidak menunjukkan adanya perbedaan jumlah yang Pengukuran Faktor Fisik dalam Ruangan Kelas V kontras. Hasil penelitian Sekulska et al. (2007) juga SD Negeri 060849 Medan memperoleh jumlah koloni bakteri aerosol yang Berdasarkan hasil penelitian yang telah lebih tinggi dibanding jumlah koloni jamur aerosol dilakukan, untuk pengukuran suhu dan kelembaban dalam ruangan belajar suatu universitas, dimana sebelum diletakkan tanaman pada Minggu ke-1 dan jumlah koloni bakteri aerosol yang ditemukan Minggu ke-2 tidak ditemukan adanya perbandingan mencapai 3300 cfu/m3 sedangkan jumlah koloni jamur aerosol mencapai 1100 cfu/m3. yang kontras, sedangkan pada Minggu ke-3 terjadi Hasil penelitian yang telah dilakukan peningkatan suhu dan penurunan kelembaban menunjukkan bahwa jumlah koloni bioaerosol (Tabel 3). Perbedaan suhu dan kelembaban tersebut dalam ketiga ruang kelas tersebut masih di bawah dapat saja terjadi karena perubahan suhu harian ambang batas standar jika dibandingkan dengan pada iklim lingkungan. keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 1405/MENKES/SK/XI/ 2002 tentang Persyaratan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Kualitas Tabel 3. Faktor fisik ruangan kelas V SD Negeri 060849 selama tiga minggu sebelum peletakkan tanaman Minggu ke- Kelas Jumlah siswa Suhu (⁰C) Kelembaban(%) Intensitas Cahaya (Cd) Minggu ke-1 A 42 siswa 30 79 114 B
43 siswa
30
80
124
B
43 siswa
30
71
196
C
Minggu ke-2
A
Minggu ke-3
A
C
B C
39 siswa 42 siswa 40 siswa 41 siswa 44 siswa 42 siswa
30 29 30 32 32 33
162
78 70 69 67 62 54
149 223 111 232 218 234
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 Pengukuran suhu dan kelembaban setelah diletakkan tanaman pada Minggu ke-1, Minggu ke-2 dan Minggu ke-3 tidak menunjukkan perbedaan
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online)
yang kontras, namun pada Minggu ke-3 terdapat sedikit perbedaan yaitu terjadi peningkatan kelembaban dan penurunan suhu (Tabel 4).
Tabel 4. Faktor fisik ruangan kelas V SD Negeri 060849 selama tiga minggu setelah peletakkan tanaman Minggu ke- Kelas Jenis tanaman Jumlah Suhu Kelembaban Intensitas Siswa (⁰C) (%) Cahaya (Cd) Minggu ke-1 A Aglaonema sp. 41 siswa 30 70 224 Minggu ke-2 Minggu ke-3
B
Spathiphylum sp.
B
Spathiphylum sp.
B
Spathiphylum sp.
C
A C
A C
44 siswa
32
68
215
43 siswa
33
62
210
Dieffenbachia sp.
41 siswa
Dieffenbachia sp.
40 siswa
Aglaonema sp. Aglaonema sp.
Dieffenbachia sp.
42 siswa 42 siswa 44 siswa 41 siswa
Hasil penelitian menunjukan bahwa ratarata suhu dalam ruangan tersebut masih berada pada ambang batas yang telah ditentukan, sedangkan kelembaban dalam ruangan tersebut berada di atas ambang batas yang telah ditentukan yaitu lebih dari 60%. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1077/Menkes/Per/V/2011, suhu udara yang memenuhi syarat kesehatan dalam ruangan adalah 18-300C dan kelembaban udara yang dipersyaratkan adalah 40-60%, sedangkan untuk intensitas cahaya adalah minimal 60 Lux. Hal ini menurut Prasasti et al., (2005) yang berarti udara dalam ruangan tersebut berpotensi sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Mukono (2000), kelembapan udara ruang merupakan salah satu faktor yang memengaruhi suhu ruangan sehingga jika kelembapan tinggi suhu udara akan turun, sebaliknya jika kelembapan rendah, suhu udara naik. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan penghuni ruangan sehingga perlu diperhatikan.
Identifikasi Bakteri dari Ruangan Kelas V SD Negeri 060849 Medan Hasil dari pewarnaan dan uji biokimia bakteri Gram positif pada media Manitol Salt Agar (MSA) berdasarkan buku kunci determinasi Bergey’s (Holt et al., 1994 ) didapatkan lima jenis koloni bakteri yang berbeda dari golongan Gram positif, dua diantaranya terduga genus Streptococcus sp. dan Bacillus sp. sedangkan tiga koloni bakteri terduga genus Staphylococcus sp..
31 31 30 28 29 29
77 74 69 81 79 77
156 227 124 160 113 127
Hasil pewarnaan dan uji biokimia bakteri Gram negatif pada media Mac Conkey (MC) didapatkan lima jenis koloni bakteri yang berbeda dari golongan Gram negatif. Koloni bakteri tersebut terduga genus Shigella sp. dan terduga empat genus Pseudomonas sp.. Berdasarkan hasil uji oksidasi, didapatkan empat koloni bakteri dengan uji oksidasi positif yakni Sp1, Sp2, Sp3, dan Sp4 yang diduga genus Pseudomonas sp. Sedangkan satu koloni lagi yakni Sp5 dengan uji oksidasi negatif diduga termasuk genus Shigella sp. Hasil penelitian Mandal dan Helmut (2011) juga menunjukkan adanya beberapa persamaan genus bakteri udara yang diambil dari berbagai lokasi seperti ruang rumah sakit, museum, perkantoran, apartemen/perumahan, sekolah dan universitas.
Identifikasi Jamur dari Ruangan Kelas V SD Negeri 060849 Medan Hasil pengambilan sampel didapat empat koloni jamur yang berbeda dan dominan. Masingmasing koloni yang didapat yaitu tergolong ke dalam genus Aspergillus, Penicillium, dan Neurospora. Dua isolat yang berbeda, yakni Sp1 dan Sp4 ditemukan dari golongan genus yang sama yaitu Aspergillus. Sedangkan isolat Sp2 yang didapat dari genus Penicillium dan Sp3 dari genus Neurospora. Hasil penelitian Mandal dan Helmut (2011), juga menunjukkan adanya beberapa persamaan genus jamur pada ruang kelas sekolah seperti Aspergillus, Penicillium, Cladosporium, Rhizopus, dan Alternaria. Hasil penelitian Rohman (2011) juga menunjukkan
163
Jurnal Biosains Vol. 2 No. 3. Desember 2016 adanya beberapa golongan genus yang sama pada pengambilan sampel udara di perumahan kumuh yaitu Aspergillus, Penicillium, dan Rhizopus. Berdasarkan hasil penelitian Fitria et al, (2008), salah satu jenis kapang patogen yang sering mencemari udara di dalam ruangan adalah Aspergillus. Kapang tersebut dapat menyebabkan pulmonary aspergillosis karena menghirup udara yang terkontaminasi kapang Aspergillus. Aspergillus merupakan mikroorganisme multisel berfilamen, bersifat heterotrofik, dan dapat ditemukan pada media organik tidak hidup.
Kesimpulan Jumlah populasi koloni bioaerosol yang ditemukan dalam ruangan kelas V Sekolah Dasar Negeri 060849 sebelum tanaman diletakan masih sesuai dengan baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 Tahun 2002 yaitu jumlah koloni bakteri ±343 cfu/m3 sedangkan koloni jamur ±4 cfu/m3. Tanaman Aglaonema sp. memiliki kemampuan paling efektif dibandingkan tanaman Dieffenbachia sp. dan Spathiphyllum sp. dalam menurunkan jumlah bakteri aerosol dari minggu ke minggu, sedangkan untuk koloni jamur tidak menunjukkan adanya penurunan yang kontras. Jenis bakteri dan jamur yang ditemukan yaitu untuk jenis bakteri Gram positif ditemukan genus terduga seperti Streptococcus, Staphylococcus, dan Bacillus, untuk bakteri Gram negatif ditemukan genus terduga Pseudomonas dan Shigella, sedangkan untuk jamur ditemukan genus terduga Aspergillus, Penicillium, dan Neurospora. Beberapa spesies dari genus tertuga yang ditemukan berpotensi patogen.
Daftar Pustaka Antoniusman M. 2014. Hubungan Jumlah Koloni Bakteri Patogen Udara dalam Ruang dan Faktor Demografi Terhadap Kejadian Gejala Fisik Sick Building Syndrome Pada Responden Penelitian di Gedung X Tahun 2013. [Skripsi]. Jakarta: UIN EPA. 2004. Air Quality Criteria for Particulate Matter. Center for Environmental Research Information Office of Research and Development. Fitria L., Ririn A. W., Ema H., dan Dewi S. 2008. Kualitas Udara dalam Ruang Perpustakaan Universitas ”X” Ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik, dan Kimiawi. J. Makara Kesehatan 12(2):77. Gandjar, I., R.A. Samson, K. van den TweelVermeulen, A. Oetari dan I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
ISSN 2443-1230 (cetak) ISSN 2460-6804 (online) Holt, J.G., R.K. Noel, P.H.A., Sneath, T.S., James dan Stanley. 1994. Bergey's Manual of Determinative Bacteriology. 9th edition. The Williams and Wilkins Co. Baltimore. Kamel, Imael dan Ahmed. 2012. Effect of natural surface secretes of some common ornamental plants leaves on pathogenic microorganisms. J. Life Sci. 6 (2) :1387-1390. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1405/MENKES/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1077/Menkes/Per/V/ 2011 Tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah. Jakarta. Mandal J. dan Helmut B. 2011. Bioaerosol in Indoor Environmental-A Review with Special Reference to Residential and Occupational Locations. J. The Open Envir. & Bio. Monitoring. (4): 87-89. Moerdjoko. 2004. Kaitan Sistem Ventilasi Bangunan dengan Keberadaan Mikroorganisme Udara. Dimensi Teknik Arsitektur 32 (1):89-90. Prasasti, C.I. dan Retno A. 2013. Kualitas udara dalam ruang kelas ber-AC. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. J. Kesehatan Ling. 7 (1):14.
Prasasti, C. I., Mukono dan Sudarmaji. 2005. Pengaruh kualitas udara dalam ruangan ber – AC terhadap gangguan kesehatan. J. Kesehatan Ling. 1(2): 161-163. Sekulska, M. S., A. Piotraszewska P., A. Szyszka, M. Nowicki, and M. Filipiak. 2007. Microbiological quality of indoor air in university rooms. Polish J. Environ. Stud. 16 (4) : 623. Sinicina N., Andris S., and Andris M. 2013. Impact of microclimate and indoor plants on air ion concentration. Env. Tech. Resources Proceedings of the 9th Int. Scientific and Practical Conference. 1(1):67. Suharti N. 2013. Hubungan Antara Populasi Mikroorganisme Udara dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Medan. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara:Universitas Negeri Medan.
164