POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN
WINY IRHAMNI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni
ABSTRAK WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR. Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas, pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).
Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN
WINY IRHAMNI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan
Nama
: Winy Irhamni
NRP
: C44051061
Mayor
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Iin Solihin, S.Pi, M.Si. NIP : 19701210 199702 1 001
Retno Muninggar, S.Pi, ME. NIP : 19780718 200501 2 002
Diketahui: Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP : 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus : 5 Oktober 2009
KATA PENGANTAR Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang dilakukan berjudul “Potensi Pengembangan Usaha
Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1.
Iin Solihin, S.Pi, M.Si dan Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku dosen pembimbing skripsi;
2.
Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M. Si. dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku dosen penguji tamu;
3.
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku selaku komisi pendidikan Departemen PSP;
4.
Kepala Bidang Kelautan Departeman Kelautan dan Perikanan Pandeglang (Bpk. Hasyim) dan Staf (Bu Mae) yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian;
5.
Kepala UPT Teluk (Pak Yayat), Manajer TPI (Pak Didin), Kepala Bidang Kelautan DKP Propinsi Banten (Pak Yudi) yang telah membantu pengumpulan data;
6.
Bapak H. Rasbi Sekeluarga atas bantuannya selama di Labuan
Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni
UCAPAN TERIMA KASIH Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril maupun materil yang sangat berguna bagi penulis. Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain: 1.
Orang tua tercinta Bapak dan Mamah : Drs. H. Endang Barnas, MA dan Hj.Entin Surtini atas segala doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungannya;
2.
Kakak dan adikku tersayang : Teh Wenti dan A’Ope, A’Wildan, Neng Nur, de Widi (almh) dan keponakanku Kafi Ahmad Muzakki yang tiada hentinya berdoa dan memberikan semangat untuk penulis;
3.
Reny Yuliastuti atas bantuannya dalam pengambilan data.
4.
Sahabat-sahabatku PSP 42 (Dhenis, Hafid, Intan, Ema, Yiyi, Gina, Fati, Ima, Didin, Bepe, Asep, Pakde, Septa, Meri, Eko, Leo, Bram, Noer, Ojan, Nano, Yuli, Kim, Rio, Novel, Dika, Vera, Hendri, Ziah, Ummi, Irna, Puput, Dian, Dilla, Ferty, Mirza, Meida, Arif, Hendro, Anja, Mira, Kily, Adi, Budi, Oce, Haryo, Zasuli, Feri, Sahat, Hanno, Imam, Nia, dan Fifi) untuk kebersamaan dan kekompakkan kalian semasa kuliah.
5.
Shambala Galz Crew (Ndeph, Shinta, mba Ema, Uci, dan Winda) dan crew shambala lainnya yang telah memberikan dukungan dan menemani penulis pada saat suka dan duka. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Oktober 2009 Winy Irhamni
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1987 di Bekasi, Jawa Barat dari pasangan Drs. H. Endang Barnas, MA dan Hj. Entin Surtini. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Tambun VIII, tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di MtsN Sukamanah dan lulus dari MAN Sukamanah pada tahun 2005.
Penulis diterima pada program sarjana
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2006, penulis diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB dan mengambil Supporting Course dari beberapa mata kuliah di beberapa fakultas di IPB Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan
seperti
Himpunan
Pemanfaatan
Sumberdaya
Perikanan
(HIMAFARIN) periode 2008/2009 sebagai anggota kesekretariatan dan Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (HIMPATINDO) sebagai staf departemen informasi dan komunikasi (2006-2009). Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian dan pelatihan baik Departemen Pemanfataan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB maupun IPB. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.
ABSTRAK WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR. Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas, pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).
Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xiii
1
2
3
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2
Tujuan Penelitian........................................................................
2
1.3
Manfaat Penelitian......................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan .....................
4
2.2
Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan .....................................
4
2.3
Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan ..................................
5
2.4
Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan ..................................
7
2.5
Fasilitas Pelabuhan Perikanan ....................................................
8
METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat .....................................................................
10
3.2
Metode Pengumpulan Data ........................................................
10
3.3
Analisis Data ..............................................................................
11
3.3.1
11 11
3.3.2
4
Pengembangan usaha penangkapan ikan: .................... 3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan ................................ 3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan .................................... Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan...............................................
12 17
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1
Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang .................................... 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi ................................. 4.1.2 Keadaan iklim .............................................................. 4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim ......................... 4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang .................. 4.1.5 Produksi hasil tangkapan .............................................
19 19 20 20 21 24
4.2
Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan ............................. 4.2.1 Lokasi PPP Labuan ...................................................... 4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim .........................
26 26 26
4.2.3 4.2.4 5
Unit penangkapan ikan di Labuan ............................... Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan ......................
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan .............................................. 5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan ......................... 5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis ................................... 5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal ................................ 5.1.1.3 Jenis mollusca ................................................ 5.1.1.4 Jenis crustacea ............................................... 5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif Yang Ramah Lingkungan ............................................ 5.2
5.3 6
27 30
34 34 34 36 38 39 43
Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan ........................................................... 5.2.1 Pusat aktivitas produksi ............................................... 5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran ..................... 5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan ..........................
46 48 52 54
Bahasan Terangkum ...................................................................
55
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan.................................................................................
60
6.2
Saran ...........................................................................................
60
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
61
LAMPIRAN .................................................................................................
63
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008
2
2
Data-data dan informasi yang dikumpulkan ........................................
11
3
Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap ......................
17
4
Peranan pengelola PPP Labuan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan ......................................................................
18
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 .....................................
21
Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode 2004- 2008 ..............................................................................
23
Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 ..............
24
Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 .....................................
24
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode 2004-2008 ......................................................
27
Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode 2004-2008 ...............................................................................
29
11
Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008 ......
30
12
Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ..
34
13
Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ......
35
14
Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003-2007
36
15
Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 ...
37
16
Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007 .......
38
17
Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007 ...........
39
18
Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007 ......
39
19
Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007 ..........
40
20
Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 .................
40
Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 ..............
41
Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi mollusca periode 2003-2007......................
41
5 6 7 8 9 10
21
22
x
23
Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi crustacea periode 2003-2007 ....................
42
24
jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan........................
43
25
Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan ....................................
43
Hasil perhitungan nilai masing-masing kriteria alat tangkap efektif di PPP Labuan ......................................................
44
Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan ......................................................................
47
Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya .............................
48
26 27
28
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 .....................................
22
Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 .................................................
22
Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 .....................................
23
Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 .....................................
25
Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 .....................................
25
6
Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008 ..................
28
7
Peranan pengelola terhadap penyediaan solar .....................................
48
8
Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih ..............................
48
9
Peranan pengelola terhadap penyediaan es..........................................
48
10
Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga ...............................
50
11
Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan .................
50
12
Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran ......................
50
13
Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan : tempat perbaikan jaring .....................................................................
51
Peranan pelabuhan terhadap penyediaan tempat pendaratan : slipways .............................................................................................
51
Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan : bengkel...............................................................................................
51
Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan (TPI)...............................................................
51
Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan .......................................................................
52
18
Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan.............................
52
19
Peranan pengelola terhadap penyediaan usaha koperasi .....................
54
20
Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan ....................................................................................
56
2 3 4 5
14 15 16 17
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Peta lokasi penelitian ...........................................................................
64
2
Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten Pandeglang...........................................................................................
65
3
Perhitungan LQ ....................................................................................
66
4
Hasil kuesioner penentuan alat tangkap yang efektif di PPP Labuan .....................................................................................
67
5
Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan ......................
71
6
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : solar ...........................................................
72
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : air bersih ....................................................
73
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : es ................................................................
74
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : dermaga .....................................................
75
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran .........
76
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring .............................
77
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : slipways .....................................................
78
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : bengkel ......................................................
79
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : TPI .............................................................
80
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan .............................
81
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : pasar ikan ...................................................
82
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
xiii
17
18
Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : koperasi......................................................
83
Dokumentasi penelitian .......................................................................
84
xiv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan industri melalui penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil perikanan dan menyediakan kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan nelayan, sehingga sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional. Pengembangan usaha penangkapan ikan merupakan suatu proses atau aktivitas manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pihak yang secara langsung berperan dalam perikanan tangkap. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan dengan cara mengusahakan unit penangkapan yang produktif, efisien dan sesuai dengan kondisi wilayah setempat, serta tidak merusak kelestarian sumber daya perikanan yang ada. Kegiatan pengembangan perikanan tangkap dapat dilihat dari
pengembangan
komoditas
unggulan
dan
pengembangan
teknologi
penangkapan ikan yang efektif dan efisien. Pelabuhan perikanan memiliki peran sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran lokal maupun internasional. Selain itu, dukungan pelabuhan sangat diperlukan dalam penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas untuk memudahkan keberlangsungan suatu usaha penangkapan ikan. Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi Banten. Potensi sumber daya perikanan tangkap laut tersebar di Laut Jawa, Selat Sunda, dan Samudera Indonesia.
Pengembangan perikanan tangkap masih
terkonsentrasi di Laut Jawa dan Selat Sunda. Potensi sumber daya perikanan tangkap masih besar, tercermin dari produksi tahun 2005 yang hanya 58.753,11 ton, atau 76,98 % dari potensi di wilayah perairan Kabupaten Pandeglang yang mencapai 92.971 ton (Anonim, 2007).
Potensi sumberdaya ikan di perairan
sekitar Kabupaten Pandeglang, terutama di perairan Selat Sunda dan Samudera
2
Hindia, masih dapat dimanfaatkan dan merupakan peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini. PPP Labuan memiliki prospek cukup baik karena memiliki beberapa kelebihan antara lain jumlah produksi ikan lebih besar daripada PPI lain di Kabupaten Pandeglang, hal ini terlihat dapat dilihat pada data produksi ikan tahun 2008, yaitu sebesar 1.285,62 ton. Tahun ketahun jumlah tangkapan ikan yang didaratkan di PPP Labuan mencapai 774,17 ton/tahun (TPI Labuan I) dan 511,46 ton/tahun (TPI Labuan II) yang berupa ikan pelagis dan demersal (Laporan Tempat Pelelangan Ikan, 2008). Tabel 1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6
Nama PPI PPP Labuan PPI Carita PPI Panimbang PPI Sidamukti PPI Citeureup PPI Sumur
Jumlah produksi (ton) 1.285,62 91,549 527,074 639,556 79,244 26,775
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
PPP Labuan terletak pada akses pemasaran hasil tangkapan potensial menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Serang, Cilegon, Tangerang dan Lampung. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan. Berdasarkan data tersebut PPP Labuan memiliki prospek pengembangan usaha penangkapan yang cukup besar.
Hal ini juga akan berkaitan dengan
peranan pelabuhan dalam menyediakan fasilitas yang menunjang kegiatan usaha penangkapan. Penelitian ini belum pernah dilakukan, penelitian sebelumnya di PPP Labuan adalah tentang studi alat tangkap terhadap hasil tangkapan oleh Suriawan (1982), peningkatan fungsionalisasi PPI Labuan Kabupaten Pandeglang (2007) oleh Rika Kartika, prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan Kabupaten Pandeglang-Banten (2008) oleh Fieka Rakhmania.
1.2 Tujuan Penelitian 1)
Menentukan potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang yaitu dengan menentukan komoditas ikan unggulan dan alat tangkap ramah lingkungan.
3
2)
Menentukan tingkat peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan.
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1)
Pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk mengetahui komoditas ikan unggulan sehingga berpotensi pengembangannya terhadap usaha perikanan.
2)
Pihak Dinas dan Kelautan Kabupaten Pandeglang sebagai bahan pertimbangan untuk lebih memfokuskan potensi perikanan yang ada PPP Labuan.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut Bahari (1989) diacu dalam Sultan (2004), pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya. Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari nelayan, perahu/kapal, dan alat penangkapan. Unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat, dan musim. 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia.
Langkah menuju
efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan.
Dari sisi
permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar domestik maupun internasional (Hendayana, 2003). Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan (Hendayana, 2003).
Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor
5
kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location quotient (LQ) mengukur kosentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan.
Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan
pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001).
Teknik location quotient (LQ) banyak
digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Dalam prakteknya penggunaan pendekatan location quotient (LQ) meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi saja akan tetapi dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Setiap metode analisis memiliki kelebihan dan keterbatasan demikian halnya dengan metode LQ. Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. Keterbatasannya adalah karena sederhananya pendekatan LQ ini, maka yang dituntut adalah akurasi data. Disamping itu untuk menghindari bias musiman dan tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun (Hendayana, 2003). 2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan Alat penangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang diantaranya mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat, menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversity rendah, tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial. Sembilan kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah lingkungan (Baskoro, 2006) :
6
1.
Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap tersebut.
2.
Tidak merusak habitat Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada terumbu karang, mempunyai keramahan yang tinggi.
3.
Tidak membahayakan operator Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan pada nelayan, mempunyai keramahan yang tinggi.
4.
Ikan tangkapan yang bermutu baik Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan semakin tinggi nilai keramahannya.
5.
Produk tidak membahayakan konsumen Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman dikonsumsi mendapatkan nilai keramahan yang paling tinggi.
6.
Minimum discard dan by-catch Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada ada tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan utama sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya, maka penilaian keramahan didasarkan pada ada tidaknya ikan hasil sampingan.
7.
Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati. Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada tidaknya kerusakan keragaman penangkapan tersebut.
sumberdaya hayati
akibat aktivitas
teknologi
7
8.
Tidak menangkap protected spesies. Oleh karena itu fishing ground udang ada di dasar perairan, maka tidak ada spesies ikan yang dilindungi seperti ikan napoleon dan penyu, maka nilai keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama.
9.
Diterima secara sosial Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penelitian terhadap teknologi penangkapan akan dijadikan dasar penilaian teknologi penangkapan tersebut. Selain itu juga, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang
cukup besar. Kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta secara fisik berukuran kecil. Contohnya ikan kembung, alu-alu, layang, selar, tetengek, teri, japuh, julung-julung, tembang, lemuru, belanak, tongkol, dan kuwe. Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan dan terdiri dari atas spesies antara lain : sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung, beloso, biji nangka, kurisi, gulamah, bawal, layur, kakap merah, kakap putih, pari sembilang, bulu ayam, kerong-kerong, dan remang. Ketiga adalah ikan karang, yakni kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, terdiri diri atas spesies antara lain : peneid, kepiting, rajungan, rebon, dan udang kipas. Keempat pelagis besar yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air serta secara fisik berukuran besar, terdiri atas spesies anatara lain : tuna mata besar, madidihang, albakora, tuna sirip biru, marlin, tenggiri, ikan pedang, cucut, dan lemadang. Kelima adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang potensinya paling kecil (Dahuri, 2003).
2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 yaitu pelabuhan perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.
8
Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a)
Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan,
b) Pelayanan bongkar muat, c)
Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan,
d) Pemasaran dan distribusi ikan, e)
Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan,
f)
Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan,
g) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, h) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, i)
Pelaksanaan kesyahbandaran,
j)
Pelaksanaan fungsi karantina ikan,
k) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, l)
Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan
m) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3) kebakaran, dan pencemaran). Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia menurut Anonim (1981) diacu dalam Dwiatmoko (1994) adalah : 1) Pusat aktivitas produksi Pelabuhan perikanan sebagai tempat mendaratkan ikan, persiapan operasi penangkapan dan tempat berlabuh yang sama. 2) Pusat distribusi dan pengolahan Pelabuhan
perikanan
sebagai
tempat
untuk
pengolahan
dan
mendistribusikan ikan. 3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan informasi antar nelayan dan masyarakat. 2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan Menurut
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
PER./16/MEN/2006 Pasal 22 fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas
9
pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Dari ketiga fasilitas memiliki fungsi yang lebih spesifik, yaitu : 1. Fasilitas pokok a) Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin, b) Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty, c) Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran, d) Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan, dan e) Fasilitas lahan seperti lahan pelabuhan perikanan. 2. Fasilitas fungsional a) Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti seperti tempat pelelangan ikan (TPI) dan pasar ikan, b) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas, c) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar, d) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring, e) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu, f) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya, g) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan h) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL. 3. Fasilitas penunjang a) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan, b) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu, c) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK, d) Kios IPTEK, dan e) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
3 METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan (2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis. Metode ini digunakan untuk menentukan gambaran pengembangan usaha penangkapan ikan dan dukungan PPP Labuan ditinjau dari komoditas ikan unggulan dan alat tangkap yang efektif.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di PPP Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
3.2 Metode Pengumpulan Data Survei dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek produksi hasil tangkapan, alat tangkap, dan dukungan pelabuhan perikanan. Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung di lapangan, hasil pengisian kuesioner oleh responden sebagai sampel, dan wawancara.
Dalam pengisian kuesioner, sampel diambil secara purposive
sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. diharapkan semua lapisan responden dapat terwakili.
Metode ini
Pemilihan responden
dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah berjumlah 20 orang yang terdiri dari: Kepala UPT Labuan, Manajer TPI 1, 2, dan TPI unit, Kepala Bidang Kelautan DKP Pandeglang, dan 15 orang nelayan yang berada di PPP Labuan. Sampel yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Propinsi Banten, Bappeda Kabupaten
11
Pandeglang, internet, dan sumber-sumber lainnya. Perincian kedua data tersebut adalah Tabel 2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan No 1
Tujuan Mengetahui potensi pengembangan usaha penangkapan ikan dengan menentukan : a) Komoditas unggulan
b) Alat tangkap yang ramah lingkungan 2
Tingkat peranan pelabuhan
3
Data tambahan
Data yang diambil
3.3.1
Jenis data
Jenis-jenis hasil tangkapan selama 5 tahun terakhir Data total produksi hasil tangkapan yang didaratkan selama 5 tahun terakhir (ton/tahun)
Dinas Kelautan dan Perikanan
Data Sekunder
Data alat tangkap yang ramah lingkungan dengan kriteriakriteria yang telah ditentukan Pelayanan pihak pelabuhan kepada nelayan
Pengamatan dan wawancara Pengamatan dan wawancara Bappeda Pandeglang
Data Primer
a)
b)
3.3
Sumber data
Kondisi Umum Lokasi penelitian : Letak geografis, topografi, demografi. Keadaan iklim dan musim Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pandeglang dan PPP Labuan : Jumlah dan perkembangan unit penangkapan ikan selam kurun lima tahun terakhir Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan
Data Primer
Data Sekunder
Analisis Data Pengembangan usaha penangkapan ikan:
3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan 1. Analisis pemusatan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Location quotient (LQ). Perhitungan dilakukan dengan mengelompokkan produksi ikan berdasarkan jenisnya seperti ikan pelagis, demersal, mollusca, dan crustacea. Rumus LQ sebagai berikut: LQ =
qi / qt Qi / Qt
12
Keterangan : LQ = Location quotient qi
= produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang
qt
= produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang
Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka : (1) Jika nilai LQ > 1, menunjukan terjadinya kosentrasi produksi perikanan di Kabupaten Pandeglang secara relatif dibandingkan dengan total Propinsi Banten atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Pandeglang.
Atau
terjadi surplus produksi di Kabupaten Pandeglang dan komoditas tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. (2) Jika nilai LQ = 1, maka pada Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Propinsi Banten. (3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Pandeglang. 2. Penentuan komoditas unggulan dan prioritas Tahapan-tahapannya sebagai berikut: a. Pembobotan nilai LQ jumlah dan nilai produksi Pembobotan dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ > 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1). Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot dengan nilai LQ > 1 = 2, LQ 0,80 sampai 0,99 = 1, dan LQ < 1 = 0 (Kohar & Suherman, 2003). b. Penentuan sektor unggulan Komoditas unggulan diperoleh dari hasil kedua penjumlahan bobot LQ yaitu jika bobot LQ jumlah produksi =2 dan bobot LQ nilai produksi = 2.
3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan Analisis alat tangkap ramah lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan dan wawancara terhadap alat tangkap yang sesuai dengan standarisasi yang sudah ada.
Penyeleksian alat tangkap yang efektif digunakan metode skoring
13
Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Sultan (2004). Metode ini dapat digunakan dalam penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda dengan memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang sama. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: V (X) =
X X0 X1 X 0
𝑛
V A =
𝑉𝑖 𝑋𝑖 i = 1,2,3, … … n 𝑖=1
Dimana : V (X)
= Fungsi nilai dari variabel X
X
= Nilai variabel X
X1
= Nilai tertinggi pada kriteria X
X0
= Nilai terendah pada kriteria X
V (A)
= Fungsi nilai alternatif A
V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i Penentuan kategori jenis alat tangkap efektif diberikan pada masing-masing dengan perolehan selang nilai 1 sampai 4. Dalam penelitian ini digunakan empat subkriteria untuk memudahkan dalam penilaian masing-masing kriteria. Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada panduan jenisjenis penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai dengan standar Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO pada tahun 1995, bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah 1. Memiliki selektivitas yang tinggi Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam selektivitas yang menjadi sub-kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
14
1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh. 2) Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh. 3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 2. Tidak merusak habitat Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan. Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi) 1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas. 2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit. 3) Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit. 4) Aman bagi habitat. 3. Tidak membahayakan nelayan Keselamatan
manusia
menjadi
syarat
penangkapan
ikan,
karena
bagaimanpun manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan perikanan yang produktif.
Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada
tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari rendah hingga tinggi): 1) Bisa berakibat kematian pada nelayan. 2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan. 3) Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara. 4) Aman bagi nelayan. 4. Ikan tangkapan bermutu baik Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkapan yang terlihat secara morfologis, yaitu: 1) Ikan mati dan busuk. 2) Ikan mati, segar, dan cacat fisik. 3) Ikan mati dan segar. 4) Ikan hidup.
15
5. Produk tidak membahayakan konsumen Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh oleh proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, diantaranya adalah: 1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen. 2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen. 3) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen. 4) Aman bagi konsumen. 6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum Alat tangkap yang tidak selektif (lihat no.1), dapat menangkap ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non target). Dengan alat yang tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya jenis non-target yang ikut tertangkap. Hasil tangkapan non-target ada yang bisa dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi): 1) By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar. 2) By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar. 3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar. 4) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dipasar dengan harga yang tinggi. 7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari bahan yang digunakan dan metode operasinya.
Pengaruh pengoperasian alat
tangkap terhadap biodiversity yang ada adalah (dari rendah hingga tinggi): 1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat. 2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 4) Aman bagi biodiversity.
16
8. Tidak menangkap protected spesies Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah (dari rendah hingga tinggi): 1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap. 2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap. 3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap. 4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 9. Diterima secara sosial Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: 1) biaya investasi murah, 2) menguntungkan secara ekonomi, 3) tidak bertentangan dengan budaya setempat, 4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu: 1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas. 2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada. 3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada. 4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada. Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan dapat disimpulkan sebagai berikut: X < 0,407
: Tidak ramah lingkungan
0,407 ≤ X ≤ 0,593 : Kurang ramah lingkungan X > 0,593
: Ramah lingkungan
17
Berikut standarisasi alat tangkap efektif: Tabel 3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap Alat tangkap No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kriteria
Payang
Mini purse seine
Pancing rawai
Jaring arad
Gillnet
Dogol
Jaring rampus
Memiliki selektivitas yang tinggi Tidak destruktif terhadap habitat Tidak membahayakan operator Ikan tangkapan bermutu baik Produk tidak membahayakan konsumen Minimum discard dan by-catch Tidak merusak keanekaragaman hayati Tidak menangkap protected spesies Diterima secara sosial Jumlah Rata-rata
3.3.2
Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan Analisis ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui gambaran yang terjadi sejauh mana dukungan pelabuhan berperan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Analisis ini dibatasi oleh adanya ketersediaan fasilitas pelabuhan, pemanfaatan fasilitas, dan kemudahan dalam penggunaan fasilitas di pelabuhan. Pengambilan data melalui wawancara dengan 15 nelayan yang diambil secara acak. Perhitungan tingkat peranan ini menggunakan persentase jumlah responden yang akan memilih nilai 1= tidak berperan/2= kurang berperan/3= berperan dibagi dengan total keseluruhan responden. V(X) =
Xi x100 Xn
18
Keterangan : V (X) = presentase nilai (tidak berperan, kurang berperan, dan berperan) Xi
= jumlah responden yang memilih
Xn
= total responden
Tabel 4 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Peranan
(TB) 1
Penilaian (%) (KB) 2 (B) 3
1.
Sebagai pusat aktivitas produksi a. Penyediaan perbekalan melaut Solar Air bersih Es b. Penyediaan tempat pendaratan Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran c. Penyediaan tempat perbaikan Tempat perbaikan jaring Slipways Bengkel 2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran TPI Tempat pengolahan ikan Pasar ikan 3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan Koperasi Sumber : Anonim (1998) diacu dalam Dwiatmoko (1994) direvisi kembali
Keterangan : Nilai 1 : Tidak berperan (TB) Nilai 2 : Kurang berperan (KB) Nilai 3 : Berperan (B) Kriteria-kriteria untuk setiap fasilitas yang ada : Tidak berperan
= ada fasilitas tetapi tidak berfungsi dengan baik
Kurang berperan
= ada fasilitas tetapi kurang berfungsi dengan baik
Berperan
= ada fasilitas tetapi sudah berfungsi dengan baik
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang 4.1.1 Keadaan geografis dan topografi Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6°21´-7°10´ Lintang Selatan dan 104°48´-106°11´ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 km² atau sebesar 29,98 persen dari luas wilayah Propinsi Banten. Kabupaten yang berada di Ujung Barat dari Propinsi Banten ini mempunyai batas administrasi sebagai berikut : Utara
: Kabupaten Serang
Selatan : Samudera Indonesia Barat
: Selat Sunda
Timur
: Kabupaten Lebak
Perbatasan di atas menunjukan wilayah ini memiliki potensi pengembangan yang cukup prospektif karena menghadap wilayah perairan yang kaya potensi sumberdaya ikan, yakni Selat Sunda dan Samudera Indonesia. Sejak bulan Juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan dan 335 desa/kelurahan dengan 2 (dua) tambahan kecamatan, yaitu Kecamatan Majasari dan Kecamatan Sobang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322,76 km² sedangkan Kecamatan Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,66 km². Bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya yang relatif rendah yaitu Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (620 m), Gunung Tilu (562 m), dan Gunung Raksa (320 m). Luas wilayah ini sekitar 85,07 % dari luas Kabupaten.
Sedangkan di daerah Utara Kabupaten Pandeglang
memiliki luas sekitar 14,93 % dari luas kabupaten dan merupakan dataran tinggi karena memiliki gunung-gunung yang tinggi seperti Gunung Karang (1.778 m), Gunung Pulosari (1.346 m) dan Gunung Aseupan (1.174 m) (Bappeda Pandeglang, 2007). Kabupaten Pandeglang memiliki lokasi yang strategis untuk pemasaran hasil tangkapan karena dikelilingi oleh kota-kota besar. Jarak Kota Pandeglang sebagai ibukota Kabupaten Pandeglang terletak pada jarak 111 km dari Ibukota
20
Negara yaitu Jakarta, Rangkasbitung (20 km), Tigaraksa (25 km), Tangerang (86 km), Serang (21 km), Cilegon (41 km), Bekasi (140 km), dan Bandung (298 km) (Bappeda Pandeglang, 2007). Kabupaten Pandeglang mempunyai panjang pantai kurang lebih 230 km dan luas daratan kurang lebih 274.689,91 ha termasuk 10 pulau kecil yang tersebar di perairan Selat Sunda. Perairan Selat Sunda selain memiliki potensi sumberdaya ikan yang belum tereksploitasi dengan baik juga sebagai jalur pemasaran yang cukup baik karena berdekatan dengan kota besar seperti Propinsi Lampung. Sebagai kabupaten yang memiliki daerah pantai yang cukup panjang, Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk pendukung sarana kegiatan perikanan laut, diantaranya yaitu : 1.
TPI Carita
2.
TPI Labuan
3.
TPI Sidamukti
4.
TPI Panimbang
5.
TPI Citeureup
6.
TPI Sumur
7.
TPI Taman Jaya
8.
TPI Cikeusik
9.
TPI Sukanagara
4.1.2 Keadaan iklim Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan topografi, dan pertemuan/perputaran arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak pos pengamatan. Rata-rata curah hujan selama tahun 2007 berkisar antara 133,67 mm (Bojong) sampai 300,92 mm (Cibaliung).
Suhu udara minimum dan maksimum yang terjadi di wilayah
Kabupaten Pandeglang berkisar antara 27,00° C-30,65° C dengan suhu udara ratarata 27,88° C (Bappeda, 2007). 4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang berada sekitar perairan Selat Sunda, Selatan Jawa, hingga ke Samudera Hindia dan Laut Jawa. Musim
21
penangkapan terbagi dalam tiga musim, yaitu musim barat, musim timur, dan musim peralihan. Musim-musim ini akan berdampak kepada tingkat aktivitas melaut para nelayan dan jumlah produksi hasil tangkapannya.
Musim timur
biasanya terjadi sekitar bulan Mei-Agustus. Musim peralihan terjadi dalam dua kali dalam setahun, yaitu musim peralihan awal yang terjadi sekitar bulan MaretApril dan musim peralihan akhir yang terjadi sekitar bulan September-Oktober. Musim paceklik umumnya terjadi sekitar bulan November-Februari. 4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan yang meliputi kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan. (1) Kapal Kapal atau perahu yang ada di daerah Kabupaten Pandeglang digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT), dan kapal motor (KM). Tabel 5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Jumlah armada (unit) PTM 156 156 156 156 163 157,4
PMT 115 115 105 105 119 111,8
KM 506 506 482 482 514 498
Pertumbuhan (%) 777 777 0 743 -4,38 743 0 796 7,13 773,25 0,69
Total
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang ini setiap tahunnya didominasi oleh Kapal Motor (KM) dengan rata-rata 498 unit. Sedangkan perahu tanpa motor (PTM) dan perahu motor tempel (PMT) masing-masing 157 unit dan 112 unit. Pada periode 2004-2008 perkembangan jumlah armada penangkapan ikan secara keseluruhan berfluktuasi tetapi pada tahun 2004-2005 dan 2006–2007 cenderung tidak mengalami perkembangan. Penurunan terjadi pada tahun 2005– 2006, jumlah armada penangkapan ikan menurun sebesar -4,38 % dari 777 unit menjadi 743 unit.
Penurunan drastis ini terjadi pada Kapal Motor dari 506
22
menjadi 482. Pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang mengalami peningkatan sebanyak 796 unit atau mengalami pertumbuhan sebesar 7,13 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan pengembangan skala usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Pandeglang dengan memperbesar jumlah armada
Jumlah Armada (Unit)
penangkapan. 600 500 400 300 200 100 0
PTM PMT KM 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008. (2) Alat tangkap Alat tangkap yang ada di Kabupaten Pandeglang beragam jenisnya seperti payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, pancing rawai, bagan rakit, bagan perahu, bagan tancap, arad, dogol, dan gorek. Pada tahun 2008 jenis alat tangkap yang mendominasi di Kabupaten Pandeglang adalah pancing sebesar 218 unit, bagan rakit 201 unit, bagan tancap 174 unit, arad 133 unit, dan jaring rampus
Jumlah (unit)
126 unit. 250 200 150 100 50 0
218
201
174 133
126 120
84
76 28
11
18
42
Alat tangkap
Gambar 2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Pandeglang tahun 2008
23
(3) Nelayan Berdasarkan Tabel 6, terlihat jumlah nelayan setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai 5.527 orang dan menurun drastis pada tahun 2006 sebesar 5.221 orang. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama. Jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang didominasi oleh nelayan lokal walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan yang relatif besar terjadi tahun 2005 turun sebesar -3,13 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, meningkat kembali mencapai jumlah 5.351 orang atau 2,49 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan penambahan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang. Tabel 6 menunjukan perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang rata-rata mengalami penurunan sebanyak -0,78 %. Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode 20042008 Tahun
Nelayan (Jiwa) Lokal Pendatang
2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
5.032 4.960 4.827 4.827 4.810 4.891
Total
495 394 394 394 410 417,4
Pertumbuhan
(%) 5.527 5.354 5.221 5.221 5.351 5.335
-3,13 -2,48 0,00 2,49 -0,78
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008 5.600 Nelayan (jiwa)
5.400 5.200
495 394
5.000 4.800
5.032
4.600
4.960
394
394
410
4.827
4.827
4.810
2006
2007
2008
4.400 2004
2005
Tahun Lokal
Pendatang
Gambar 3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008.
24
4.1.5 Produksi hasil tangkapan Jenis hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang sangat beragam mencapai 28 jenis ikan. Pada tahun 2008, 5 jenis hasil tangkapan yang terbanyak menurut jumlahnya adalah ikan tembang, tongkol, tenggiri, kembung, dan peperek. Berdasarkan nilai jualnya terdapat 5 jenis ikan dominan yaitu tenggiri (Scomberomorus commerson), bambangan (Lutjanus rivulatus), tongkol (Auxis sp), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan layur (Trichiurus spp ). Harga nilai jual ini didekati menggunakan rasio (Rp/kg). Tabel 7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 No
Jenis ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tembang Tongkol Tenggiri Kembung Peperek Biji Nangka Ikan Lainnya Selar Kurisi Layang Tiga Waja Layur Sebelah Bambangan Tetengkek Jumlah
2008 Ton 2.548,6 2.141,7 1.917,6 1.775,9 1.499,0 1.486,6 1.179,7 1.177,3 1.167,4 995,8 980,1 971,2 875,3 799,8 738,7 20.254,70
Rp. 000 3.962.030 16.645.200 38.391.200 13.767.900 2.248.440 2.829.690 3.597.700 3.199.300 3.904.750 4.471.350 2.163.300 7.018.200 1.688.100 11.997.000 3.530.100 119.414.260
Rasio (Rp/kg) 1.554,59 7.771,96 20.020,44 7.752,63 1.499,96 1.903,46 3.049,67 2.717,49 3.344,83 4.490,21 2.207,22 7.226,32 1.928,60 15.000,00 4.778,80 -
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Tabel 8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Volume produksi (ton) 25.354,7 25.659,5 23.606,7 23.842,8 26.864,2 25.065,6
Pertumbuhan (%) 1,20 -8,00 1,00 12,67 1,72
Nilai Produksi (Rp) 93.555.275 94.248.000 134.726.870 136.074.550 178.657.710 127.452.481
Pertumbuhan (%) 0,74 42,95 1,00 31,29 19
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama periode 2004-2008 berfluktuasi. Pada tahun 2006, volume produksi ikan
25
mengalami penurunan sebesar -8 % dari tahun sebelumnya. Tetapi dari segi nilai produksinya semakin meningkat tajam sebesar 42,95 %.
Peningkatan ini
disebabkan oleh harga jual ikan-ikan ekonomis penting yang semakin tinggi (Lampiran 2). Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2008, volume produksi yang didaratkan mencapai 26.864,2 ton dan mengalami pertumbuhan sebesar 12,67 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan semakin bertambahnya jumlah armada yang tersedia di Kabupaten Pandeglang sehingga menambah volume produksi yang didaratkan di daerah tersebut. Jumlah nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang selama periode 2004-2008 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya (Gambar 5). Dapat dilihat pada Tabel 8, rata-rata petumbuhannya 19 % dengan kisaran 0,74 % - 42,95 %. Volume produksi (ribu ton)
28 27 26 25 24 23 22 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Nilai Produksi (Juta Rp)
Gambar 4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008. 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 90 80 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008.
26
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan 4.2.1 Lokasi PPP Labuan Secara geografis PPP Labuan berada di Desa Teluk Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang-Propinsi Banten. Posisi PPP Labuan berada pada wilayah perairan Selat Sunda yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia 1 (ALKI – 1). Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, lokasi PPP Labuan berada pada wilayah WPP 3. Lokasi PPP Labuan berada pada titik koordinat 06º 24’ 30” LS dan 105º 49’ 15” BT.
Jarak lokasi PPP Labuan dengan ibukota propinsi sekitar 64 km,
sedangkan dari ibu kota kabupaten berjarak 42 km dengan kondisi jalan yang cukup baik. 4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim Lokasi penangkapan ikan di PPP Labuan adalah Selat Sunda, Selatan Jawa/Samudera Hindia dan Laut Jawa. Berdasarkan wawancara dengan nelayan daerah penangkapan Labuan yaitu disekitar perairan Selat Sunda, Tanjung Panaitan, dan Kepulauan Seribu. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pihak pengelola PPP Labuan terdapat tiga musim penangkapan yang sama dengan musim penangkapan di Kabupaten Pandeglang yaitu musim timur, musim peralihan, dan musim barat. Pada musim timur, aktivitas penangkapan ikan di PPP Labuan sangat tinggi. Alat tangkap pancing dan gillnet menggunakan perahu motor tempel dan daerah penangkapan dilakukan sekitar Teluk Labuan dengan jarak tempuh sekitar 1-2 jam perjalanan. Sedangkan penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, dogol, dan jaring arad juga dilakukan secara harian, lokasi penangkapannya di daerah Teluk dan sekitar perairan Selat Sunda dengan jarak tempuh 2-3 jam perjalanan. Proses penangkapan ikan tersebut dilakukan dalam satu hari dari mulai jam 05.00 dan tiba di tempat pendaratan sekitar jam 12.00 atau 17.00-18.00. Penangkapan yang dilakukan dengan kapal motor berukuran 8-10 GT biasanya menggunakan mini purse seine.
Pengoperasiannya dilakukan selama 3-6 hari dari mulai
perjalanan ke fishing ground hingga ke kembali ke pelabuhan. penangkapan ikan di Selat Sunda atau Samudera Hindia.
Lokasi
27
4.2.3 Unit penangkapan ikan di Labuan (1) Kapal Jumlah armada penangkapan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Jenis kapal motor yang dioperasionalkan di PPP Labuan berukuran dari 0-5 GT dan > 5 GT. Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Rata-rata
Jumlah armada (unit) PTM PMT KM 22 22 22 22 22 22
4 5 5 5 5 4,8
248 248 248 248 256 249,6
Total
Pertumbuhan (%)
274 275 275 275 283 276,4
0,36 0,00 0,00 2,91 0,82
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat, bahwa pada tahun 2005-2007 jumlah armada seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor tidak mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya perkembangan skala usaha yang dilakukan oleh dinas setempat. Selain itu, jumlah perahu tanpa motor dan perahu motor tempel cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kapal motor. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan di wilayah PPP Labuan sehingga mengakibatkan kapal-kapal motor sulit untuk keluar masuk wilayah Labuan. Berbeda pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan di PPP Labuan mengalami pertumbuhan sebesar 2,91 % dibanding tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan jumlah kapal motor yang mengalami pertumbuhan dari 248 unit menjadi 256 unit. Hal ini dikarenakan oleh mulai adanya perbesaran skala usaha dengan meningkatkan ukuran armada penangkapan ikan. Peningkatan ini secara umum juga terjadi di Kabupaten Pandeglang (Tabel 5).
(2) Alat tangkap Berdasarkan Gambar 6, terlihat ada tujuh jenis alat tangkap yang beroperasi di Labuan yaitu payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, jaring arad, dan dogol. Alat tangkap yang terbanyak yaitu jaring arad, pancing, dan gillnet;
28
masing-masing berjumlah 119 unit, 68 unit, dan 65 unit. Alat tangkap jaring arad merupakan alat tangkap dominan di PPP Labuan karena harga alat tangkap ini relatif lebih murah dibandingkan alat tangkap lainnya. Selain itu, komoditas yang ditangkap bernilai ekonomis penting seperti udang mutiara dan udang jerbung. 119 120 Jumlah (unit)
100 80 60
65
68 48
45 35
40
18
20 0 Payang Purse Jaring Gillnet Pancing Jaring seine rampus Arad
Dogol
Alat Tangkap
Gambar 6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan yang beroperasi selama periode 2004-2008 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap yang memiliki tingkat operasional tinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 409 unit sedangkan untuk yang terendahnya pada tahun 2004 sebesar 371 unit (Tabel 10). Adanya penurunan jumlah alat tangkap dari tahun 2007 ke tahun 2008 diikuti hilangnya alat tangkap bagan rakit dan bagan tancap di PPP Labuan. Hal ini disebabkan oleh usaha penangkapan bagan ini dipindahkan ke TPI Panimbang dan TPI sumur
29
Tabel 10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode 2004-2008 No
Alat tangkap
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Payang Dogol Arad Purse seine Gillnet Jaring rampus jaring klitik Bagan tancap Bagan rakit Pancing Jumlah
2004 45 48 125 16 40 30 10 8 17 32 371
2005 44 49 130 20 40 32 4 8 17 65 409
Tahun 2006 43 49 121 20 65 32 0 8 17 68 423
2007 43 49 121 20 65 32 0 8 17 68 423
2008 45 48 119 18 65 35 0 0 0 68 398
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
(3) Nelayan Mayoritas nelayan yang menetap di PPP Labuan merupakan penduduk lokal (asli). Pada tahun 2008, jumlah nelayan terbanyak di PPP Labuan berjumlah 2.284 atau sekitar 42,68 % dari total keseluruhan jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang. Berdasarkan wawancara dengan para nelayan, di PPP Labuan ini lebih berkembang daripada di PPI yang lain terutama dari segi jumlah hasil tangkapan yang didaratkan dan kondisi fasilitas pelabuhan yang ada sehingga banyak nelayan yang menetap di PPP Labuan (Tabel 1).
Selain itu,
kecenderungan nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya berdasarkan pertimbangan kedekatan relatif jarak lokasi pelabuhan dengan pemukiman nelayan. Nelayan pendatang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah seperti Tegal. Nelayan di PPP Labuan terdiri dari nelayan pemilik, tetap, dan sambilan.
30
Tabel 11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008 PPI 1. Labuan 2. Carita 3. Sukanegara 4. Panimbang 5. Citeureup 6. Sidamukti 7. Sumur 8. Tamanjaya 9. Cikeusik Jumlah
Nelayan Lokal
Jumlah
Pendatang
1.909 469 144 649 198 817 526 98 131 4.941
(jiwa)
375 15 20 410
2.284 469 144 649 198 832 546 98 131 5.351
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
4.2.4 Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan Fasilitas pokok yang dimiliki PPP Labuan hingga saat ini dapat diuraikan menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut : A. 1)
Fasilitas pokok Fasilitas pelindung : Breakwater/ Turap Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu bangunan kelautan yang
berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut (Lubis, 2005), sedangkan turap adalah suatu struktur bangunan yang berfungsi untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai dari abrasi. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan bollard untuk mengaitkan tali kapal yang sedang bertambat. Panjang breakwater yang sudah dibangun sampai dengan tahun 2006 adalah : Breakwater sisi kiri sepanjang 213,5 m dan breakwater sisi kanan sepanjang 420 m (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008). 2)
Fasilitas tambat : dermaga Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat
labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2005). Dermaga di PPP Labuan berbentuk batu bersemen dengan panjang yang dimiliki PPP Labuan adalah 350 meter. 3)
Fasilitas perairan : kolam pelabuhan Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal
yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2005). Pada wilayah kolam pelabuhan
31
ini direncanakan akan dilakukan pengerukan/pendalaman seluas 8,55 hektare dengan kedalaman yang memungkinkan kapal berukuran sampai dengan 50 GT dapat masuk ke kolam pelabuhan dengan kedalaman 2-2,5 m (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008). Daya tampung kolam pelabuhan sekitar 50 unit perahu. Tapi saat ini rencana tersebut belum direalisasikan. Salah satu fungsi kolam pelabuhan yakni adanya alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan sampai ke dermaga (navigational channels).
Alur pelayaran di PPP Labuan
berupa alur sungai dengan panjang kurang lebih 5000 m dari pantai. Lebar sungai sekitar 5 m dengan kedalaman muara 2 m. 4)
Fasilitas penghubung Fasilitas jalan utama masuk ke pelabuhan sudah tersedia dengan ukuran
panjang ± 800 m dan lebar 3 m, jalan ini langsung menuju ke TPI 2 dan di sepanjang jalan ini dipenuhi rumah-rumah nelayan. Jalan menuju TPI 1 melewati pasar tradisional melalui sungai dengan alat transportasi rakit. 5)
Fasilitas lahan : Lahan pelabuhan Lahan yang dimiliki seluas 74.710 meter persegi termasuk penambahan
lahan seluas 3 hektare yang diadakan pada tahun 2006 (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008).
B.
Fasilitas fungsional
1) Fasilitas penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya : gedung TPI, pasar ikan, dan cold storage. Gedung TPI yang dimiliki PPP Labuan berjumlah 2 (dua) unit masing– masing : TPI 1 berukuran 25 m x 30 m yang memiliki cabang TPI unit yang berada dekat dengan pasar ikan dan TPI 2 berukuran 25 m x 30 m. Penyelenggara TPI adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan sejak akhir 2007 hingga sekarang pengelolaan TPI dikelola oleh swasta yaitu CV. Abdi Bahari Pratama. Pasar ikan di PPP Labuan berada di dekat TPI unit. Pasar ikan ini berdekatan dengan pasar tradisional dan memiliki kurang lebih 15 lapak. Cold Storage di PPP Labuan telah memiliki 1 set cold storage dengan kapasitas daya tampung ikan sebanyak 10 ton. Tetapi saat ini tidak berjalan karena alat rusak dan biaya operasional yang tinggi.
32
2) Fasilitas suplai air bersih, es, tangki BBM Pelayanan kebutuhan air bersih didapatkan dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) setempat dan sumur dekat TPI. Air bersih ini digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor, sedangkan untuk operasi penangkapan ikan nelayan mendapatkan air bersih dari rumahnya masing-masing. Depot es merupakan tempat penyimpanan balok-balok es sementara sebelum disalurkan ke nelayan.
Depot es di PPP labuan dikelola secara
perorangan oleh penduduk setempat. Ada sekitar 15 unit depot es yang tersebar di sepanjang jalan PPP Labuan. Rata-rata ukurannya sekitar 2,5 m x 3,5 m x 2 m. Biasanya satu depot es menampung 50 balok es/hari tergantung permintaan nelayan. Harga satu balok es sekitar Rp. 16.000/balok. Tangki BBM di PPP Labuan berjumlah satu unit. Kapasitas dari tangki BBM 16.000 liter. Solar dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin. Frekuensi pengiriman 4-5 hari sekali. Pemasokan solar mulai berjalan dari tahun 2005, tetapi saat ini belum kembali beroperasi karena mengalami kebangkrutan. 3) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring, Sarana perbaikan mesin-mesin kapal nelayan di PPP Labuan berupa bengkel-bengkel kecil. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat.
Bengkel-bengkel ini
hanya bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja, sedangkan untuk perbaikan mesin kapal tersedia 2 unit bengkel khusus yang diusahakan perorangan. 4) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya, Kantor syahbandar PPP Labuan terletak kurang lebih 20 m dari gedung TPI ke arah utara. Ukuran kantor syahbandar 382 m² dan kondisi baik. Kantor syahbandar ini melayani izin kapal-kapal yang akan melakukan operasi penangkapan ikan.
33
5) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan Alat angkut yang tersedia PPP Labuan berupa kereta dorong yang berfungsi untuk mengangkut ikan-ikan yang ada di blong dan jumlahnya yang banyak. 6) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL. Saluran limbah air berfungsi sebagai tempat saluran pembuangan limbah cair terutama limbah dari TPI. Saluran limbah air di PPP berbentuk selokan kecil yang lebarnya kurang dari 30 cm. Tempat pengolahan limbah tidak berfungsi dengan baik karena petugas kurang mengetahui fungsi dari fasilitas tersebut. Saluran ini pun menjadi sering mampet karena banyaknya sampah dan sisa-sisa pencucian ikan sehingga menimbulkan bau tidak enak.
C. Fasilitas penunjang a.
MCK Keberadaan MCK sangat dibutuhkan untuk tempat mandi, cuci, dan kakus.
PPP Labuan mempunyai MCK seluas 3 x 4 m², terdapat di luar dan di dalam gedung TPI. Kondisinya baik dan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. b.
Mesjid PPP Labuan mempunyai sarana ibadah yang terletak di belakang tangki
BBM. Ukurannya 10 x 10 m². Mesjid ini dikelola oleh pihak DKM setempat dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. c.
Puskesmas Puskesmas berfungsi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas
ini berada di daerah kampung nelayan dekat dengan TPI I. d.
Kedai pesisir Kedai pesisir merupakan kios bahan-bahan unit penangkapan ikan di PPP
Labuan yang dikelola oleh KUD Mina Sejahtera. Kedai pesisir ini berada dekat TPI I.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengembangan usaha penangkapan 5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ). Dengan analisis ini dapat ditentukan apakah jenis kegiatan perikanan tangkap terkosentrasi pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa wilayah.
Hasil
penghitungan setiap nilai LQ dilihat dari jumlah dan nilai produksi ikan. Selain itu, data produksi perikanan tangkap dibedakan atas kelompok ikan pelagis, ikan demersal, mollusca, dan crustacea di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2003 sampai tahun 2007.
5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis Kelompok jenis ikan-ikan pelagis yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 11 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 12) dan nilai produksi ikan (Tabel 13). Tabel 12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Layang
0,9106
1,0669
1,0189
1,1428
1,1041
1,0487
2
Selar
1,0444
1,0803
0,8212
0,9420
0,9010
0,9578
3
Tetengek
0,6950
0,7506
1,0939
1,0905
1,1598
0,9579
4
Julung-julung
1,8458
1,8109
1,9863
2,0938
2,2306
1,9935
5
Teri
0,8396
0,5049
0,5040
0,1207
0,1626
0,4263
6
Tembang
0,7561
0,7023
0,7441
0,6136
0,6278
0,6888
7
Lemuru
1,0821
1,3084
1,3116
1,2841
1,2423
1,2457
8
Kembung
0,8966
0,8618
0,8497
0,8837
0,9120
0,8808
9
Kuwe
0,5409
0,6268
0,6368
0,9120
0,8822
0,7198
10
Tongkol
1,3624
1,3574
1,2400
1,2412
1,1775
1,2757
11
Tenggiri
1,3476
1,3396
1,4620
1,5597
1,6124
1,4643
Tabel 12 menunjukan terdapat 5 jenis ikan pelagis yang memiliki nilai ratarata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksi yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 1,05), julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 1,99), lemuru (Clupea
35
longiceps) (LQ = 1,24), tongkol (Auxis sp) (LQ = 1,27) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,46), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.
Hal ini sesuai dengan Laporan Akhir Rencana Pengelolaan
Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bahwa jenis ikan-ikan yang dominan mendaratkan hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang adalah ikan julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda memiliki potensi ikan pelagis yang cukup besar. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu selar (Caranx leptolepis) (LQ = 0,96), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,95), kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,88), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,69), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,72), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit produksi dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten. Tabel 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Layang
0,4780
0,5556
0,4007
0,6834
1,1041
0,5459
2
Selar
0,9616
0,9536
0,8369
0,4243
0,4026
0,7158
3
Tetengek
0,3983
0,4213
0,7561
0,5556
0,5967
0,5456
4
Julung-julung
2,1570
2,0175
2,4146
2,0454
2,1951
2,1659
5
Teri
0,7941
0,4691
0,4403
0,1963
0,2462
0,4292
6
Tembang
0,4394
0,3353
0,4260
0,3235
0,3203
0,3689
7
Lemuru
0,8790
1,1146
1,2968
1,2671
1,2848
1,1685
8
Kembung
0,6848
0,6159
0,6122
0,9325
0,9526
0,7596
9
Kuwe
0,2660
1,1719
0,3766
0,9861
0,8928
0,7387
10
Tongkol
1,7357
1,5954
1,6507
1,4502
1,4965
1,5857
11
Tenggiri
1,3246
1,2345
1,4380
1,3652
1,4019
1,3528
Tabel 13 menunjukan bahwa kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari nilai produksinya ada 4 jenis ikan yaitu julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 2,16), lemuru (Clupea longiceps) (LQ = 1,17), tongkol
36
(Auxis sp) (LQ = 1,58) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,35), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi, dari segi nilai produksi ikan layang memiliki nilai rata-rata LQ < 1. Hal ini dikarenakan oleh nilai produksi ikan layang yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang sebesar 22-25 % dari keseluruhan nilai produksi di Propinsi Banten. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 7 jenis ikan yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 0,54), selar (Caranx leptolepis) (LQ = 0,71), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,54), kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,76), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,37), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,74), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal Kelompok jenis ikan-ikan demersal yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 13 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1 , LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 14) dan nilai produksi ikan (Tabel 15). Tabel 14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003- 2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Sebelah
1,9671
1,8964
1,9565
2,0965
2,1188
2,0070
2
Manyung
0,8647
0,9027
0,9508
0,7439
0,7588
0,8442
3
Biji nangka
1,5702
1,5430
1,4538
1,5662
1,5753
1,5417
4
Bambangan
0,6851
0,7956
0,8346
1,0856
1,0942
0,8990
5
Kerapu
0,0000
0,0000
0,0000
0,6420
0,7010
0,2686
6
Kakap
0,8713
0,8303
0,9312
1,1760
1,1879
0,9993
7
Kurisi
1,1203
1,0489
1,1605
1,1047
1,0498
1,0968
8
Tigawaja
1,0974
1,2532
1,3250
1,2656
1,2332
1,2349
9
Cucut
0,6812
0,6357
1,0185
1,0490
0,9449
0,8659
10
Pari
0,4504
0,4667
0,5675
0,5516
0,5528
0,5178
11
Layur
0,4874
0,4916
0,4611
0,5197
0,4960
0,4912
12
Peperek
1,0985
1,0239
0,7851
0,6930
0,6911
0,8583
13
Bawal hitam
1,9546
1,7062
1,9549
2,0931
2,1145
1,9647
37
Tabel 14 menunjukan bahwa kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksinya ada 5 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,01), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,54 ), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,1), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 1,23), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 1,96), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 8 jenis ikan yaitu manyung (Arius spp) (LQ = 0,84), bambangan (Letrinus sanguneus) (LQ = 0,89), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,99), cucut (Squalus sp) (LQ = 0,86), peperek (Mene maculata) (LQ = 0,85), kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), pari (Dasyatis) (LQ = 0,52), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,49), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit dan merupakan komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikanikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi Banten. Tabel 15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Sebelah
3,4029
3,0852
3,0242
2,5517
2,5685
2,9265
2
Manyung
1,2851
1,3639
1,3347
0,9957
1,0216
1,2002
3
Biji nangka
2,0328
1,9156
1,5728
1,2948
1,2937
1,6219
4
Bambangan
0,8180
0,9181
0,9242
1,3688
1,3477
1,0754
5
Kerapu
0,0000
0,5888
0,7493
0,2676
6
Kakap
0,9466
0,8321
0,9243
0,8409
0,8123
0,8713
7
Kurisi
1,4041
1,5301
1,5313
0,8895
0,8124
1,2335
8
Tigawaja
0,7747
1,0566
1,1477
0,9949
0,9302
0,9808
9
Cucut
0,5094
0,4396
0,8144
1,1070
0,9578
0,7656
10
Pari
0,6575
0,5925
0,6525
0,8240
0,8056
0,7064
11
Layur
1,1454
1,0788
0,9774
0,5555
0,5434
0,8601
12
Peperek
1,3573
1,3783
0,8566
0,7156
0,7199
1,0055
13
Bawal hitam
3,3602
2,5308
3,0179
2,5363
2,5539
2,7998
0,0000
0,0000
Kelompok ikan demersal yang memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 ada 7 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,93), manyung (Arius spp) (LQ = 1,2), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,62), bambangan (Letrinus
38
sanguneus) (LQ = 1,07), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,23), peperek (Mene maculata) (LQ = 1,01), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 2,79), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,87), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 0,98), cucut (Squalus sp) (LQ = 0,76), pari (Dasyatis) (LQ = 0,71), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,86), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi untuk ikan manyung, bambangan, dan peperek memiliki nilai LQ > 1.
Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan
tersebut memiliki nilai produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan total nilai produksi di Propinsi Banten. Sedangkan untuk nilai produksi ikan kurisi dan tigawaja masuk dalam kategori LQ < 1.
5.1.1.3 Jenis mollusca Kelompok jenis mollusca yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 16) dan nilai produksi ikan (Tabel 17). Tabel 16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Kerang darah
1,2923
1,4308
0,7751
0,7976
0,9145
1,0421
2
Cumi-cumi
0,7754
0,7337
0,9555
0,9285
0,8345
0,8455
Tabel 16 menunjukan bahwa kelompok mollusca yang memiliki nilai ratarata LQ jumlah produksi > 1 hanya komoditas kerang darah (Anadara granosa) yaitu sebesar 1,04 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis cumi-cumi (Loligo sp) memiliki nilai ratarata LQ < 1 yaitu sebesar 0,84 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
39
Tabel 17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Kerang darah
1,4453
1,3712
0,4746
0,3596
0,4047
0,8111
2
Cumi-cumi
0,9516
0,9550
1,0647
1,0680
1,0577
1,0194
Kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ nilai produksi > 1 hanya cumi-cumi (Loligo sp) yaitu sebesar 1,01 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan kerang darah (Anadara granosa) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,81 sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Berbeda dengan jumlah produksi, nilai produksi untuk kerang darah memiliki nilai LQ < 1, sedangkan untuk jenis cumi-cumi nilai rata-rata LQ > 1. Hal ini dikarenakan nilai harga cumi-cumi yang relatif lebih besar bila dibandingkan dengan kerang darah.
5.1.1.4 Jenis crustacea Kelompok jenis crustacea yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 18) dan nilai produksi ikan (Tabel 19). Tabel 18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Udang putih
0,9258
1,0336
1,3033
1,3634
1,2207
1,1693
2
Udang lainnya
1,0738
0,9697
0,7553
0,7272
0,8319
0,8716
Tabel 18 menunujukan bahwa kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah udang putih (Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi lebih dari 1 yaitu sebesar 1,17 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,87 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
40
Tabel 19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007 No
Jenis ikan
Tahun 2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata nilai LQ
1
Udang putih
0,8687
0,9200
1,0644
1,0834
1,0365
0,9946
2
Udang lainnya
1,4785
1,2645
0,8260
0,7869
0,9105
1,0533
Kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 yaitu sebesar 1,05 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan jenis udang putih (Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,99 sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang. Penentuan sektor unggulan dan prioritas Dalam menentukan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang digunakan dengan teknik pembobotan nilai dengan menjumlahkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan. Tabel 20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 No
Jenis ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Layang Selar Tetengek Julung-julung Teri Tembang Lemuru Kembung Kuwe Tongkol Tenggiri
Bobot LQ jumlah produksi 2 1 1 2 0 0 2 1 0 2 2
Bobot LQ nilai produksi 0 0 0 2 0 0 1 0 0 2 2
Total bobot 2 1 1 4 0 0 3 1 0 4 4
Keterangan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Unggulan Unggulan
Tabel 20 dapat dilihat dari 11 spesies jenis ikan pelagis, ada 3 komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Ikan-ikan tersebut memiliki bobot LQ jumlah dan nilai produksi terbesar dengan total bobot 4. Ketiga ikan unggulan ini merupakan komoditas prioritas yang baik untuk dikembangkan. Sedangkan yang masuk dalam kategori
41
bukan unggulan ada 8 jenis ikan yaitu layang, selar, tetengek, teri, tembang, lemuru, kembung, dan kuwe. Tabel 21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 No
Jenis ikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Sebelah Manyung Biji nangka Bambangan Kerapu Kakap Kurisi Tigawaja Cucut Pari Layur Peperek Bawal hitam
Bobot LQ jumlah produksi 2 1 2 1 0 1 2 2 1 0 0 1 2
Bobot LQ nilai produksi 2 2 2 2 0 1 2 1 0 0 1 2 2
Total bobot 4 3 4 3 0 2 4 3 1 0 1 3 4
Keterangan Unggulan Bukan unggulan Unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Bukan unggulan Unggulan
Tabel 21 menunjukan bahwa dari 13 jenis ikan demersal yang ada di Kabupaten Pandeglang terdapat 4 komoditas ikan unggulan yaitu ikan sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Kategori bukan unggulan terdapat 5 jenis ikan yaitu ikan manyung, kerapu, pari, layur, dan peperek. Ikan-ikan tersebut tidak dapat dikembangkan, karena rendahnya jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten. Tabel 22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi mollusca periode 2003-2007 No
Jenis ikan
1 2
Kerang darah Cumi-cumi
Bobot LQ jumlah produksi 2 1
Bobot LQ nilai produksi 1 2
Total bobot 3 3
Keterangan Bukan unggulan Bukan unggulan
Pada Tabel 22 dapat dilihat ada 2 jenis ikan yang masuk dalam jenis mollusca yaitu kerang darah dan cumi-cumi. Kedua jenis ikan tersebut bukan termasuk dalam komoditas unggulan karena total bobot LQ = 3, sehingga kerang darah dan cumi-cumi ini bukan merupakan komoditas yang menjadi prioritas pengembangan di Kabupaten Pandeglang.
42
Tabel 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai produksi crustacea periode 2003-2007 No
Jenis ikan
1 2
Udang putih Udang lainnya
Bobot LQ jumlah produksi 2 1
Bobot LQ nilai produksi 1 2
Total bobot 3 3
Keterangan Bukan unggulan Bukan unggulan
Tabel 23 menunjukan bahwa dari 2 jenis crustacea yang ada di Kabupaten Pandeglang memiliki total bobot LQ = 3. Sama halnya dengan jenis mollusca, jenis crustacea yang terdiri udang putih dan udang lainnya masuk dalam kategori bukan unggulan. Dari 28 jenis ikan yang didaratkan, terdapat 7 komoditas yang dapat dijadikan sebagai salah satu prioritas pengembangan komoditas unggulan di Kabupaten Pandeglang.
Dengan pengembangan yang diprioritaskan pada
komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil tangkapan yang didapatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi perekonomian Kabupaten Pandeglang. Jenis hasil tangkapan di PPP Labuan terdapat 12 spesies (Tabel 24). Jika dibandingkan dengan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang terdapat 3 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan yaitu ikan tenggiri, tongkol, dan kurisi.
Sedangkan jenis ikan dominan yang
mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan adalah kembung, tembang, tenggiri, layur, manyung, dan tongkol.
43
Tabel 24 Jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan No
Jenis ikan
Jumlah produksi (ton)
1
Kuwe
24,597
2
Cumi
51,369
3
Tongkol
53,771
4
Tenggiri
113,712
5
Kembung
123,441
6
Layur
70,637
7
Manyung
54,578
8
Kakap
15,119
9
Kerapu
4,383
10
Kurisi
21,176
11
Pari
29,245
12
Tembang
117,443
Sumber : Laporan tempat pelelangan ikan PPP Labuan, 2008
5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif yang Ramah Lingkungan Berdasarkan survei yang dilakukan di PPP Labuan melalui wawancara dan pengamatan langsung dapat teridentifikasi ada tujuh alat tangkap yang beroperasi dan mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan yaitu payang, mini purse seine, pancing rawai, jaring arad, gillnet, dogol, dan jaring rampus. Hasil skoring 2 dari 7 jenis alat tangkap yang dikaji tergolong sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing rawai dan gillnet, 4 diantaranya masuk kategori kurang ramah lingkungan yaitu jaring rampus, dogol/gardan, payang, mini purse seine dan 1 alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu jaring arad (Tabel 25). Tabel 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan No 1
Kategori Tidak ramah lingkungan (X < 0,407)
2
Kurang ramah lingkungan (0,407 ≤ X ≤ 0,593)
3
Ramah lingkungan (X > 0,593)
Sumber : Data kuesioner yang diolah kembali
Jenis alat tangkap Jaring arad Jaring rampus Dogol/gardan Mini purse seine Payang Pancing rawai Gillnet
44
Tabel 26 Hasil perhitungan skoring pada masing-masing kriteria alat tangkap efektif di PPP Labuan Alat tangkap Payang
Mini purse seine
Pancing rawai
Jaring arad
Gillnet
Dogol
Jaring rampus
No
Kriteria
1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
0
0
1
0
0,5
0
0,5
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
1
1
1
0
1
0,5
0,5
3.
Tidak membahayakan operator
1
1
0
1
1
1
1
4.
Ikan tangkapan bermutu baik Produk tidak membahayakan konsumen
1
1
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0,5
0,5
1
0
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
1
0
0,5
0,0
0,5
5. 6. 7. 8.
Minimum discard dan by-catch Tidak merusak keanekaragaman hayati Tidak menangkap protected spesies
1
1
1
0
1
1
1
Diterima secara sosial
0
0
1
0
1
1
1
Jumlah
5
5
7
2
5,5
5
5
Rata-rata 0,556 Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan
0,556
0,778
0,222
0,611
0,556
0,556
9.
Jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah : Jaring arad Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad dengan nilai rata-rata 0,222.
Hal ini
didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada panduan jenis-jenis penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap jaring arad terutama memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas dan hasil tangkapan sampingan (by-catch) tinggi, hal ini disebabkan oleh jaring arad menangkap semua jenis ikan yang ada di areal penangkapan dari berbagai jenis dan ukuran. Arad adalah sejenis jaring yang digolongkan pukat harimau (trawl) dalam bentuk kecil. Penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun 1980.
Arad memiliki mata jaring kecil, di bawah 1 inchi (Anonim, 2007).
Kriteria tidak ramah lingkungan lainnya pada jaring arad adalah merusak habitat pada
wilayah
yang
sempit,
merusak
keanekaragaman
hayati
karena
pengoperasiannya didasar, pernah menangkap spesies yang dilindungi yaitu penyu dan alat ini bertentangan dengan budaya setempat sehingga rawan konflik antar nelayan. Penggunaan jaring arad di PPP Labuan paling banyak digunakan oleh
45
nelayan karena harga satu unit alat tangkap jaring arad relatif terjangkau sekitar Rp.300.000-Rp.700.000. Jenis alat tangkap yang kurang ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Jaring rampus Alat tangkap jaring rampus ini memiliki skor yang rendah pada kriteria selektivitas. Menurut Ayodhyoa 1981, jenis alat tangkap rampus termasuk yang tidak selektif dan menangkap semua jenis biota dasar yang hidup di dasar laut. Selektivitas yang rendah menyebabkan semua populasi ikan dan udang terambil, serta biota lainnya. Kriteria kurang ramah lingkungan lainnya adalah ikan hasil tangkapan mati, segar, dan cacat fisik karena cara ikan tertangkap ini umumnya terjerat atau terpuntal dan bycatch yang tinggi. 2.
Dogol Alat tangkap dogol memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas,
destruktif terhadap habitat dan by catch yang tinggi. Alat tangkap dogol yang beroperasi PPP Labuan dilengkapi dengan gardan yang berfungsi sebagai mesin outboard engine untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan kerja nelayan diatas kapal pada saat hauling. 3.
Mini purse seine Alat tangkap mini purse seine memiliki nilai yang rendah terutama dari
aspek selektivitas alat tangkap dan by catch yang tinggi.
Menurut muslim
tadjuddah dkk (2008) ada dua kriteria yang kurang memenuhi sebagai persyaratan purse seine sebagai alat tangkap ramah lingkungan.
Kedua kriteria tersebut
adalah : selektifitas dan biaya investasi yang tinggi dalam satu unit penangkapan. 4.
Payang Alat tangkap payang memiliki nilai yang cukup rendah pada kriteria
selektivitas dan by-catch. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada terdapat satu kriteria yang kurang ramah lingkungan memenuhi sebagai persyaratan seine net dalam hal ini payang yaitu selektifitas. Sama halnya dengan purse seine, seine net juga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal selektifitasnya ukuran catch (panjang total dan lingkar tubuh) pada suatu fishing ground tertentu.
46
Jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1.
Pancing rawai Alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang tinggi pada semua kriteria
yaitu selektivitas tinggi karena jenis dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan target utama tangkapan, tidak destruktif terhadap habitat, ikan tangkapan bermutu baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum discard dan bycatch, tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara sosial. Metode pengoperasian dan bahan yang digunakan aman bagi lingkungan, maka alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang paling tinggi sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan.
Hal ini sesuai dengan
penelitian Heriawan 2008 yang menyatakan dari analisis selektivitas alat tangkap yang dilakukan, maka yang memiliki selektivitas yang terbaik adalah pancing rawai. 2.
Gillnet Kategori yang ramah lingkungan pada alat tangkap gillnet ini adalah tidak
destrukti terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara sosial. Alat tangkap gillnet memiliki skor yang cukup rendah terdapat pada ikan tangkapan
yang dihasilkan mati, segar, dan cacat fisik karena cara
pengoperasiannya yang terjerat dan terpuntal sama seperti pada hasil tangkapan jaring rampus. Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria tersebut. Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitikberatkan pada kepentingan konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro diacu dalam Sultan 2004). 5.2
Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Pelabuhan
perikanan
merupakan
infrastruktur
mempunyai hubungan terhadap usaha penangkapan ikan.
perekonomian
yang
Fasilitas pelabuhan
perikanan dibangun dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan penangkapan,
47
pengolahan, pemasaran, dan distribusi ikan hasil tangkapan nelayan.
Hal ini
secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan. Peranan pelabuhan perikanan, yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, pusat distribusi dan pengolahan.
Peranan tersebut dapat dikatakan baik apabila
penyediaan fasilitas, pengelolaan fasilitas serta pemanfaatannya telah optimal. Dengan adanya peranan pelabuhan yang baik, diharapkan dapat mendukung usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.
Peranan pelabuhan ini akan dilihat
parameternya yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, meliputi penyediaan perbekalan melaut, penyediaan tempat pendaratan, dan penyediaan tempat perbaikan.
Pusat distribusi pengolahan antara lain yang berkaitan dengan
penyediaan tempat pengolahan dan distribusi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut, adanya dukungan modal usaha penangkapan ikan juga dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Tabel 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan Peranan Sebagai pusat aktivitas produksi a. Penyediaan perbekalan melaut Solar Air bersih Es b. Penyediaan tempat pendaratan Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran c. Penyediaan tempat perbaikan Tempat perbaikan jaring Slipways Bengkel 2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran TPI Tempat pengolahan ikan Pasar ikan 3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan Koperasi Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan
(TB) 1
Penilaian (%) (KB) 2 (B) 3
1.
Keterangan : TB
: Tidak Berperan
KB
: Kurang Berperan
B
: Berperan
60 0 53,33
40 40 46,67
0 60
0 0 0
60 53,33 53,33
40 46,67 46,67
100 86,67 66,67
0 13,33 33,33
0 0 0
0 66,67 0
13,33 33,33 33,33
86,67 0 66,67
66,67
33,33
0
48
Tabel 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Fasilitas Solar Air bersih Es/Cold storage Dermaga Kolam pelabuhan Alur pelayaran Tempat perbaikan jaring Slipways Bengkel TPI Tempat pengolahan ikan Pasar ikan Koperasi
Ketersediaan fasilitas Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Kondisi fasilitas
Pengelola
Tidak beroperasi Baik Tidak beroperasi Tahap perbaikan Pendangkalan Pendangkalan Tahap pembangunan Tahap perbaikan Baik Baik Tahap pembangunan Tahap perbaikan Baik
DKP PPP DKP PPP Syahbandar Syahbandar Perseorangan PPP Perseorangan CV. Abdi Bahari Perseorangan DKP DKP
5.2.1 Pusat aktivitas produksi Sarana yang diperlukan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan adalah mempersiapkan perbekalan melaut yang akan dibawa seperti solar, es, dan air bersih.
40% 60%
Tidak berperan Kurang berperan
Gambar 7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar.
40% 60%
Kurang berperan Berperan
Gambar 8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih.
47%
53%
Tidak berperan Kurang berperan
Gambar 9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.
49
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 15 responden nelayan sebesar 60 % menyatakan pengelola tidak berperan dalam penyediaan solar. Hal ini disebabkan oleh fasilitas SPDN belum beroperasi kembali karena mengalami kebangkrutan sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan solar dan pasokannya dipenuhi dari luar PPP Labuan. Sebesar 40 % responden nelayan menyatakan kurang berperan, walaupun SPDN mengalami kebangkrutan banyak penduduk setempat yang menjual solar eceran disekitar daerah PPP Labuan tetapi kebutuhannya masih dirasakan kurang oleh nelayan terutama untuk alat tangkap seperti mini purse seine yang membutuhkan solar dalam jumlah besar. Kondisi ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam operasi penangkapan. Gambar 8 menunjukan 60 % menyatakan bahwa peranan pengelola terhadap penyediaan kebutuhan air bersih adalah berperan.
Berdasarkan wawancara
dengan nelayan, pemenuhan kebutuhan air bersih terpenuhi untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan melaut, seperti minum, masak, dan mandi. Air bersih untuk kebutuhan melaut biasanya didapatkan dari rumah masing-masing nelayan. Air bersih juga dipasok dari PDAM yang dimiliki oleh pelabuhan biasanya digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor. Sebesar 40 % responden nelayan menyatakan kurang berperan. Bagi sebagian nelayan yang melakukan operasi penangkapan selama berhari-hari kebutuhan air bersih ini masih kurang mencukupi karena kebutuhan air bersih harus membeli ke pelabuhan. Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan bahwa pengelola tidak berperan terhadap penyediaan kebutuhan es. Hal ini disebabkan oleh pabrik es yang tidak beroperasi. Pabrik es sempat berjalan selama beberapa bulan, tetapi karena kualitas es yang dihasilkan rendah pada akhirnya pabrik es ditutup. Sebesar 46,67 % responden menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan es, walaupun banyak penduduk setempat yang mendirikan depotdepot es, tetapi masih banyak nelayan yang belum terpenuhi kebutuhannya khususnya untuk nelayan-nelayan yang mengoperasikan alat tangkap selama berhari-hari seperti mini purse seine dan pancing rawai. Fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan adalah adanya penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran.
50
40%
60%
Kurang berperan Berperan
Gambar 10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga.
47%
53%
Kurang berperan Berperan
Gambar 11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan.
47%
53%
Kurang berperan Berperan
Gambar 12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran. Gambar 10 menunjukan sebesar 60 % menyatakan peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga adalah kurang berperan. Dermaga di PPP Labuan terletak di depan TPI II terpisah oleh lebar badan jalan kurang 200 m. Jauhnya jarak dermaga menyulitkan nelayan ketika akan mendaratkan hasil tangkapannya. Sedangkan sebesar 40 % menyatakan berperan. Dermaga tambat ini sekaligus berfungsi sebagai dermaga muat. Dermaga ini menampung kapal-kapal yang berukuran > 5 GT, sedangkan beberapa kapal kecil lainnya mendaratkan hasil tangkapan di TPI I dan bertambat disisi sungai bagian selatan bangunan ini. Kawasan perairan di PPP Labuan merupakan kawasan yang terbuka langsung menghadap ke Samudera Hindia. Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan kurang berperan terhadap penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Kolam pelabuhan di PPP Labuan mengalami pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunten Agung dan area dermaga II yang merupakan batas kolam pelabuhan yang selama ini menjadi kendala kelancaran keluar masuknya kapal ke sungai atau ke TPI. Menurut hasil
51
pengamatan di lapangan ukuran kedalaman kolam pelabuhan mencapai ± 1 m. Alur pelayaran di PPP Labuan banyak mengalami kendala seperti mengalami pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dan tidak adanya rambu-rambu navigasi. Keadaan tersebut seharusnya mendapat perhatian dari pihak pengelola agar kelancaran kapal-kapal yang akan masuk menjadi teratur.
Sebesar 46,67 % responden nelayan menyatakan berperan terhadap
penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Berdasarkan hasil wawancara nelayan, hingga saat ini perbaikan dan penataan kolam pelabuhan dan alur pelayaran sering dilakukan sehingga kapal-kapal mini purse seine sudah bisa mendaratkan hasil tangkapannya lebih dekat ke dermaga.
Tidak berperan 100%
Gambar 13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat perbaikan jaring. 13% Tidak berperan 87%
Kurang berperan
Gambar 14 Peranan pengelola terhadap penyediaan slipways.
33%
Tidak berperan 67%
Kurang berperan
Gambar 15 Peranan pengelola terhadap penyediaan bengkel. Gambar 13 menunjukan bahwa penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan jaring 100 % responden menyatakan tidak berperan. Hal ini disebabkan belum ada lahan khusus yang disediakan oleh pelabuhan untuk fasilitas perbaikan jaring di PPP Labuan sehingga untuk perbaikan jaring biasanya dikerjakan di kapal atau rumah masing-masing nelayan.
52
Sebesar 86,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan terhadap penyediaan slipways. Berdasarkan wawancara dengan nelayan fasilitas slipways yang biasa digunakan untuk memperbaiki atau merawat bagian bawah kapal, misalnya lunas dan lambung kapal kurang berfungsi dengan baik karena hingga saat ini masih dalam perbaikan. Sebesar 66,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan terhadap penyediaan fasilitas bengkel.
Hal ini dikarenakan oleh kurang
berfungsinya fasilitas bengkel yang ada sehingga jika ada kerusakan mesin, nelayan biasanya memperbaiki sendiri atau meminta jasa perbaikan mesin. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat.
5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran Hal-hal yang berhubungan distribusi dan pengolahan antara lain berkaitan dengan penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran. Kegiatan distribusi dan pengolahan yang lancar akan mendorong usaha penangkapan ikan di PPP Labuan melalui peningkatan harga jual ikan dan kelancaran akses dalam pemasaran. Sarana yang digunakan untuk penjualan hasil tangkapan adalah TPI (Tempat Pelelangan Ikan), tempat pengolahan ikan, dan pasar ikan. 13% Kurang berperan 87%
Berperan
Gambar 16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan.
33%
Tidak berperan 67%
Kurang berperan
Gambar 17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan.
53
33% 67%
Kurang berperan Berperan
Gambar 18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan. Gambar 16 menunjukan sebesar 86,67 % responden menyatakan bahwa pengelola berperan terhadap penyediaan fasilitas TPI. Hal ini disebabkan oleh adanya dukungan dari proses lelang yang berjalan secara aktif dan pengelolaanya yang baik dan sebagian besar nelayan menyatakan merasa diuntungkan dengan adanya proses lelang. PPP Labuan memiliki dua TPI : TPI I yang memiliki cabang TPI unit dan TPI II. Gedung TPI I terletak di sisi aliran sungai Cipunten Agung, untuk cabangnya yaitu TPI unit berada dekat dengan pasar ikan. TPI II terletak di tepi pantai. Pembagian TPI ini berdasarkan pada ukuran kapal yang akan masuk untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI. TPI I dikhususkan kapal-kapal kecil ukuran 0-5 GT. Sedangkan TPI II untuk kapal-kapal > 5 GT. Dari segi sanitasi, lantai TPI ini cukup kotor karena masih terlihat banyak sampah dan sisa hasil pencucian ikan yang tidak terbuang.
Hal ini disebabkan oleh
pembuangan air limbahnya tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan kondisi tersebut perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga kebersihan dan sanitasi di gedung TPI. Sedangkan 13,33 % menyatakan kurang berperan. Hal ini dikarenakan oleh sebagian nelayan jaring arad yang tidak menjual hasil tangkapan ke TPI melainkan langsung dijual melalui langgan. Sebesar 66,67 % responden menyatakan pelabuhan tidak berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lahan khusus untuk usaha pengolahan di PPP Labuan. Sedangkan sebesar 33,33 % menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan.
Usaha pengolahan ikan di PPP Labuan masih tergolong tradisional,
sehingga masih dikelola perorangan. Sebesar 66,67 % responden menyatakan berperan dalam penyediaan pasar ikan karena lokasi yang bersebelahan dengan TPI unit memudahkan nelayan untuk langsung menjual hasil tangkapan dan sebesar 33,33 % responden
54
menyatakan kurang berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, kondisi lingkungan pasar yang tidak teratur dan kotor menyebabkan mutu hasil tangkapan nelayan yang akan dijual cepat menurun.
5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan Dari semua aktivitas-aktivitas tersebut, dukungan modal usaha penangkapan ikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan usaha penangkapan ikan.
33%
Tidak berperan 67%
Kurang berperan
Gambar 19 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan koperasi. Dukungan mosal usaha penangkapan ikan seperti dengan adanya koperasi sebesar 66,67 % menyatakan tidak berperan dan 33,33 % kurang berperan (Gambar 19). PPP Labuan memiliki satu koperasi yaitu koperasi Mina Sejahtera. Ada tiga program yang dijalankan yaitu: 1. Dana Ekonomi Produktif (DEP) simpan pinjam 2. Kedai pesisir, dan 3. Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN). Dari semua 3 program tersebut, hanya kedai pesisir yang berjalan aktif di PPP Labuan.
Kendala yang dijalankan program DEP simpan pinjam adalah
nelayan pribumi sulit berkembang seperti perubahan teknologi penangkapan, pengolahan masih tradisional, faktor modal operasi sangat minim, dan bakul sulit membayar langsung ikan hasil tangkapan yang telah dilelang. Sedangkan kendala untuk Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) adalah sistem pengelolaan yang kurang baik sehingga mengalami kebangkrutan.
55
5.3
Bahasan Terangkum Penentuan komoditas unggulan memberikan arahan untuk pengembangan
selanjutnya tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap perekonomian Kabupaten Pandeglang.
Komoditas unggulan dapat diartikan
dengan komoditas ikan yang memberikan nilai lebih. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Teori ekonomi mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa ditujukan untuk diekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sektor non basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi masyarakat tersebut. Sektor basis mencerminkan nilai LQ > 1 dan non basis mencerminkan nilai LQ < 1, dari bobot LQ tersebut didapatkan 7 komoditas ikan unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam sedangkan ada 12 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di daerah PPP Labuan adalah ikan kuwe, cumi-cumi, tongkol, tenggiri, kembung, layur, manyung, kakap, kerapu, kurisi, pari, dan tembang. Tiga jenis ikan diantaranya merupakan komoditas yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan tongkol, tenggiri, dan kurisi. Ikan-ikan inilah yang akan memberikan kontribusi perekonomian yang lebih jika bisa dikembangkan.
56
Penentuan komoditas unggulan
Penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan
Dukungan pelabuhan perikanan dan permasalahannya
Kendala-kendala yang dihadapi
Arah pengembangan
Gambar 20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Penyeleksian alat tangkap yang ramah lingkungan dipergunakan untuk mengelola
sumberdaya
secara
bijaksana
dalam
pembangunan
yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi / mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Alat tangkap ramah lingkungan dapat diartikan sebagai jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan.
Jenis-jenis komoditas unggulan
ditangkap menggunakan alat tangkap payang (tongkol, tenggiri, julung-julung), mini purse seine (tongkol, tenggiri, julung-julung), jaring rampus (sebelah, kurisi), gillnet (tongkol, tenggiri, kurisi), pancing rawai (tenggiri, tongkol), dan dogol (biji nangka, sebelah, bawal hitam). Melimpahnya potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang menjadikan PPP Labuan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan usaha penangkapan. Pembangunan di PPP Labuan perlu
57
ditunjang dengan keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai.
Fasilitas-
fasilitas tersebut adalah pertama, penyediaan perbekalan melaut seperti solar, air bersih, dan es. Fasilitas SPDN mulai diresmikan pada tahun 2005. Penyediaan solar langsung dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin. Namun karena pengelolaannya yang kurang baik, pada awal tahun 2008 SPDN ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga untuk kebutuhan solar di PPP Labuan hingga saat ini masih didatangkan dari luar pelabuhan. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan melaut, sebagian besar dipasok dari PDAM dan rumah masing-masing nelayan dan kebutuhannya sudah mencukupi.
Sama halnya
dengan solar, penyediaan kebutuhan es masih didatangkan dari luar pelabuhan yaitu daerah sekitar Pandeglang dan Serang. Pabrik es yang dimiliki PPP Labuan mulai dibuka pada tahun 2005, tetapi karena alat yang kurang baik dan kualitas es yang dihasilkan masih rendah seperti cepat mencair dan air yang keruh pada akhirnya pabrik es ini ditutup.
Kedua, sarana penyediaan tempat pendaratan
seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran. Sarana tersebut masih perlu perbaikan dan penataan oleh pihak pelabuhan seperti jauhnya jarak antar dermaga dengan tempat pendaratan ikan, pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran agar kapal-kapal yang berukuran > 50 GT dapat masuk ke area kolam pelabuhan. Ketiga, sarana penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan jaring, slipways, dan bengkel. Fasilitas perbaikan jaring dan bengkel ini belum disediakan oleh pihak pelabuhan tetapi diusahakan perorangan oleh penduduk setempat. Sedangkan fasilitas slipways masih dalam tahap perbaikan. Keempat, sarana pengolahan dan distribusi seperti TPI, tempat pengolahan ikan dan pasar ikan. Tempat pelelangan ikan di PPP Labuan berjalan aktif dengan proses lelang yang murni dan menjadi satu-satunya fasilitas yang dikelola dengan baik sehingga nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan. Kelima, sarana pendukung
modal
usaha
penangkapan
salah
satunya
adalah
koperasi.
Keterbatasannya adalah dalam segi peminjaman modal usaha penangkapan ikan. Biasanya untuk melakukan usaha penangkapan nelayan memiliki modal sendiri atau meminjam modal usaha ke langgan atau juragan. Langgan adalah pedagang besar (juragan ikan) yang menampung ikan hasil tangkapan dari nelayan dan menjualnya/mendistribusikannya ke pasaran.
Biasanya hasil tangkapan jaring
58
arad yang masuk ke langgan, sedangkan juragan adalah nelayan pemilik modal yang membiayai operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapannya langsung masuk ke TPI. Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan disebabkan oleh beberapa faktor.
Dalam
Laporan Tahunan Bidang Kelautan di Kabupaten Pandeglang 2008 menjelaskan ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi yaitu: 1) Masalah sumberdaya alam diantaranya adalah ketidakseimbangan ekosistem laut akibat rusaknya ekosistem terumbu kerang, hutan mangrove dan padang lamun yang fungsinya sebagai habitat dan tempat berkembangbiaknya biota laut (fishing ground), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan berakibat rusaknya dan berkurangnya sumber daya alam yang ada, serta mengancam biota laut lainnya, 2) Masalah sumberdaya manusia/masyarakat pesisir diantaranya adalah pada umumnya penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil/tradisional, permodalan masyarakat sangat lemah, masih tergantung pada juragan/pemilik kapal motor, umumnya nelayan menggunakan sarana tangkap masih sangat terbatas yang dibuktikan dengan didominasinya kapal/perahu < 5 GT, alat tangkap dan alat bantu penangkapan sangat terbatas sehingga untuk menjangkau daerah fishing ground ikan belum semua nelayan mampu, sedikitnya BBM dan harga tinggi tidak seimbang dengan hasil yang didapat, kondisi sosial dan masyarakat yang masih kumuh dan menganut kebiasaan lama, kegiatan usaha nelayan sulit berkembang dikarenakan pengetahuan, sikap, dan keterampilan masyarakat yang masih rendah, sering terjadi konflik sosial sesama nelayan, masih rendahnya penanganan hasil tangkapan ikan baik oleh nelayan atau para pengolah ikan dan penerapan teknologi pasca panen masih kurang. Kaitannya dengan pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang khususnya di PPP Labuan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan yang ada baik dari kelompok ikan pelagis (tongkol, tenggiri), demersal (kurisi). Jenis-jenis ikan inilah yang akan diutamakan untuk dimanfaatkan.
Unit penangkapan ikan yang prospek
59
untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan seperti pancing rawai dan gillnet.
Khususnya alat tangkap pancing rawai
memiliki selektivitas yang tinggi. Kategori yang masuk kedalam kurang ramah lingkungan seperti mini purse seine, payang, jaring rampus, dan dogol perlu diarahkan bukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan maupun udang yang selama ini dilaksanakan, tetapi hendaknya lebih diarahkan kepada perbaikan selektivitas alat yang diikuti pengurangan jumlah tangkapan ikan non target atau hasil tangkapan sampingan yang kurang dimanfaatkan. Kemudian perlu adanya penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring arad yang paling dominan di PPP Labuan karena jika terus dibiarkan akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan berakibat rusaknya sumber daya alam yang ada.
Dukungan pelabuhan perikanan sangat diharapkan dalam
mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Pelabuhan perikanan yang memiliki fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan sudah seharusnya mendapat perhatian dari pemerintah terutama pada jenis alat tangkap pancing rawai dan gillnet yang menangkap ikan unggulan seperti tongkol, tenggiri, dan kurisi. Fasilitas-fasilitas di PPP Labuan yang harus menunjang dalam kegiatan usaha penangkapan tersebut adalah solar, es, air bersih karena pengoperasian pancing rawai dan gillnet dilakukan selama 5-7 hari. Selain itu fasilitas dermaga, alur pelayaran, kolam pelabuhan, bengkel, TPI, slipways, bengkel, dan pasar ikan sangat dibutuhkan untuk menunjang kelancaran usaha penangkapan ikan pancing rawai dan gillnet. Fasilitas-fasilitas ini sangat diperlukan untuk kelancaran usaha penangkapan ikan sehingga perlu ada upaya perbaikan terhadap fasilitas kolam pelabuhan dan alur pelayaran, SPDN, pabrik es, slipways, bengkel, tempat perbaikan jaring, dan tempat pengolahan ikan. Selain itu, perlu dibangun fasilitas komunikasi dan navigasi seperti rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas untuk kelancaran keluar masuknya kapal.
60
6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah 1)
Komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang ada 7 jenis yaitu ikan julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Jenis alat tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah pancing rawai dan gillnet. Kategori yang kurang ramah lingkungan adalah mini purse seine, payang, dogol, dan jaring rampus. Sedangkan jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad.
2)
Responden menyatakan pelabuhan tidak berperan dalam penyediaan kebutuhan melaut seperti solar sebesar 60 %, es 53,33 %, tempat perbaikan jaring 100 %, slipways 86,67 %, bengkel 86,67 %, tempat pengolahan ikan 66,67 % dan koperasi 66,67 %. Responden menyatakan pelabuhan kurang berperan dalam memberikan pelayanan penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga sebesar 60 %, kolam pelabuhan 53,33 %, dan alur pelayaran 53,33 % nelayan. Sedangkan untuk penyediaan TPI, air bersih, dan pasar ikan masing-masing sebesar 86,67 %, 60 %, 66,67 % menyatakan pengelola berperan terhadap pelayanan penyediaan fasilitas tersebut.
6.2 Saran Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini perlu adanya : 1)
Perlu pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Pandeglang yang diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan dan penertiban alat tangkap tidak ramah lingkungan.
2)
Perhatian dari DKP dan pemerintah setempat untuk memperbaiki fasilitasfasilitas yang menunjang usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim].1981. Fungsi dan Peranan Sarana Pelabuhan Perikanan. Pertemuan Teknis Kepala Pelabuhan Perikanan. Jakarta. [Anonim]. 2007. Arad Turunkan Sumberdaya Laut. [terhubung tidak berkala]. www.suaramerdeka.com. [30 Mei 2009]. [Anonim]. 2007. Sumberdaya Alam Propinsi Banten. [terhubung tidak berkala]. www.indonesia.go.id [30 Mei 2009]. [Anonim]. 2008. Laporan Tempat Pelelangan Ikan PPP Labuan. Pandeglang. [Anonim]. 2006. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Sinar Grafika. Ayodhyoa, AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 197 hal. [Bappeda] Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Pandeglang. 2007. Kabupaten Pandeglang dalam Angka. Pandeglang: Bappeda Kabupaten Pandeglang. Baskoro, M. 2006. Didalam: M. Fedi A dan Iin Solihin, editor. Kumpulan Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung jawab: Kenangan Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 7-18. Budiharsono. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : PT Pradnya Paramita. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Laporan Statistik Perikanan. Pandeglang: DKP Kabupaten Pandeglang. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Buku Panduan Jenis-jenis Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Marina Nusantara. Dwiatmoko, HN. 1994. Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong Terhadap Aspek Produksi dari Produktivitas Nelayan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Bekelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12 (1): 658-675.
62
Heriawan, Y. 2008. Alokasi Unit Penagkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pandeglang, Banten: Menuju Perikanan Tangkap Yang Terkendali. [Tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kohar dan Suherman. 2003. Analisis Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Di dalam: M.Fedi A. Sondita, Moch. Prihatna Sobari, Domu simbolon, Gondo Puspito, dan Anwar Bey Pane, editor. Seminar Nasional Perikanan Tangkap “Menuju Paradigma Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggungjawab Dalam Mendukung Revitalisasi Perikanan”. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 372-380. Lubis, E. 2005. Pengantar Pelabuhan Perikanan.Diktat Kuliah. Bogor : Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pelabuhan Perikanan. Menteri Kelautan dan Perikanan. 2006. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. Purwandi, S. 1996. Efisiensi Usaha dan Teknis Unit Penangkapan Payang di Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pane, A.B. 2007. Bahan Kuliah “Metodologi Penelitian”. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Pelabuhan Perikanan (tidak dipublikasikan). 6 hal. Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta. Sultan, M. 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Soegiharto, R. 2008. Peran Wasdal Dalam Pengembangan Cluster Perikanan Tangkap. www.dkp-banten.go.id. [terhubung tidak berkala]. [21 Februari 2009]. Tadjuddah, M.dkk. 2009. Kajian Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Menurut Klasifikasi Statistik Internasional Standar FAO. www.muslimtadjuddah.blogspot.com. [terhubung tidak berkala]. [21 Februari 2009].
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
64
65
Lampiran 2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten Pandeglang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Jenis ikan Sebelah Peperek Manyung Biji nangka Bambangan Kerapu Kakap putih Kurisi Tiga waja Cucut Pari Bawal hitam Layang Selar Kuwe Tetengkek Julung-julung Teri Tembang Lemuru Kembung Tenggiri Layur Tongkol Udang putih Udang lainnya Kerang darah Cumi-cumi Jumlah
2003 Ton 480,6 1.862,9 608,3 1.661,8 328,8
Rp. 1000 480.600 1.862.900 4.258.100 2.492.700 2.959.200
-
-
306,0 1.126,9 841,8 386,4 322,7 472,1 987,4 962,8 307,0 251,7 697,9 1.292,4 1.629,0 702,6 2.037,0 1.840,0 333,7 2.205,8 41,3 48,2 412,5 762,0 22.909,6
2.754.000 2.253.800 631.350 966.000 806.750 2.360.500 987.400 2.888.400 1.228.000 377.550 2.093.700 3.877.200 1.629.000 1.405.200 6.111.000 18.400.000 1.835.350 13.234.800 2.065.000 964.000 618.750 7.620.000 87.161.250
Ton 507,5 1.896,4 767,8 1.871,0 446,1 297,2 1.150,4 992,2 358,3 309,0 454,0 994,8 1.160,7 321,0 299,2 1.303,4 740,9 1.588,7 882,4 2.062,2 1.787,9 335,0 2.383,5 40,3 41,9 411,7 751,5 24.155
2004 Rp. 1000 576.000 2.124.200 5.686.950 2.806.500 4.014.900 2.674.800 2.300.800 952.275 895.750 772.500 2.270.000 994.800 3.621.850 1.534.400 448.800 3.910.200 2.222.700 1.588.700 1.764.800 6.186.600 17.879.000 1.842.500 14.301.000 2.015.000 838.000 617.550 7.515.000 92.355.575
2005 Ton 735,2 1.643,1 797,7 1.274,7 487,4 -
Rp. 1000 862.050 1.790.350 5.911.650 1.912.050 4.386.600 -
365,3 1.542,3 1.277,8 635,4 414,9 480,5 964,5 1.101,5 279,8 574,3 1.269,8 666,8 1.429,8 1.076,9 2.003,1 1.821,8 291,5 1.925,6 49,0 35,2 420,8 840,3 24.405
3.287.700 3.084.600 1.229.950 1.588.500 1.037.250 2.402.500 964.500 3.397.100 1.311.500 861.450 3.809.400 2.000.400 1.429.800 2.153.800 6.009.300 18.218.000 1.603.250 11.553.600 2.450.000 704.000 631.200 8.403.000 92.993.500
2006 Ton 710,1 1.380,9 458,5 1.311,5 735,0 221,4 537,7 1.066,1 949,0 649,1 489,7 488,7 1.006,1 1.201,5 479,8 504,3 569,8 106,8 1.029,8 976,9 1.903,1 2.121,8 301,5 1.825,6 38,0 27,0 409,6 812,9 22.312
Rp. 1000 710.100 2.071.350 5.502.000 1.836.100 11.760.000 3.321.000 3.763.900 1.599.150 1.423.500 3.570.050 2.203.650 1.710.450 1.509.150 1.802.250 6.717.200 756.450 854.700 1.281.600 1.544.700 3.419.150 14.273.250 27.583.400 1.055.250 15.517.600 1.710.000 486.000 614.400 14.632.200 133.228.550
2007 Ton 899,4 1.364,8 508,7 1.332,0 744,0 297,0 528,9 1.076,2 930,2 619,9 470,5 572,7 907,1 1.192,7 443,8 532,6 691,1 144,9 1.021,8 958,7 1.913,5 1.922,8 317,7 1.787,0 40,8 36,5 415,4 747,6 22.418
Rp. 1000 899.400 2.047.200 6.104.400 1.864.800 11.904.000 4.983.600 3.702.300 1.614.300 1.395.300 3.409.450 2.117.250 2.004.450 1.360.650 1.789.050 6.080.600 798.900 1.036.650 1.797.400 1.532.700 3.355.450 14.351.250 26.131.200 1.111.950 16.456.400 1.836.000 657.000 623.100 13.456.800 134.421.550
66
Lampiran 3 Perhitungan LQ LQ =
qi / qt Qi / Qt
LQ = Location quotient qi
= produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang
qt
= produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang
Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten 1.
LQ jumlah produksi (ton)
Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2003 : LQ =
987,4 / 12.913,6 2.001,52 / 23.835,85
LQ = 0,9106 Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2004 : LQ =
994,8 / 13.524,7 1.694,5 / 24.579,6
LQ = 1,0669
2.
LQ nilai produksi (Rp.000)
Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2003 : LQ =
13.234.800 / 52.232.250 16.447.466 / 112.666.674
LQ = 1,7357 Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2004 : LQ =
14.301.000 / 54.452.850 18.084.675,7 / 109.857.313,3
LQ = 1,5954
67 Lampiran 4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap efektif yang ramah lingkungan di PPP Labuan No 1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
Alat tangkap payang Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu kurisi, tembang, tongkol, dan lemuru.
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
Aman bagi habitat karena dioperasikannya tidak sampai dasar.
3.
Tidak membahayakan nelayan
4.
Ikan tangkapan bermutu baik
Aman bagi nelayan. Ikan mati dan segar.
Produk tidak membahayakan konsumen
Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun.
Minimum discard dan by-catch
By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu tembang, pepetek, papasan.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
Tidak menangkap protected spesies
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.
5. 6. 7. 8. 9.
No
Kriteria
Diterima secara sosial
Kriteria
Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat dan perauran yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. Jumlah
Skor 1 4 4 3 4 2 3 4 3 28
1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
3.
Tidak membahayakan nelayan
Alat tangkap mini purse seine Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu tongkol, tenggiri, julung-julung, dan tembang. Aman bagi habitat karena alat tangkap ini dioperasikan dengan cara dilingkarkan dan tidak sampai ke dasar. Aman bagi nelayan.
Skor
4.
Ikan tangkapan bermutu baik
Ikan mati dan segar.
3
5.
Produk tidak membahayakan konsumen
Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun.
4
6.
Minimum discard dan by-catch
2
7.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
8.
Tidak menangkap protected spesies
4
9.
Diterima secara sosial
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat dan peraturan yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. Jumlah
1 4 4
3
3 29
68 Lampiran 4 lanjutan No 1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
Alat tangkap pancing rawai Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam yaitu tenggiri atau kakap.
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya.
4
3.
Tidak membahayakan nelayan
Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara seperti tangan yang luka-luka ketika pemasangan mata pancing.
3
4.
Ikan tangkapan bermutu baik
Ikan mati dan segar.
3
5.
Produk tidak membahayakan konsumen
4
6.
Minimum discard dan by-catch
Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar seperti gerong.
7.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
Aman bagi biodiversity. Proses pengoperasiannya tidak merusak lingkungan.
4
8.
Tidak menangkap protected spesies
4
9.
Diterima secara sosial
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Jumlah
No
Kriteria
Kriteria
1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
3.
Tidak membahayakan nelayan
4.
Ikan tangkapan bermutu baik
5.
Produk tidak membahayakan konsumen
6.
Alat tangkap jaring arad
Skor 3
3
4 32 Skor
Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh yaitu kepiting, pari, udang dan cucut. Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit karena arad ini dioperasikan di dasar perairan sehingga dapat merusak terumbu karang. Aman bagi nelayan. Ikan mati dan segar.
1
4
Minimum discard dan by-catch
Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar seperti buntal, ular laut, macam-macam ikan hias.
7.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.
8.
Tidak menangkap protected spesies
9.
Diterima secara sosial
Ikan yang dilindungi pernah tertangkap yaitu penyu. Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu biaya inventasi murah dan menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat. Satu persyaratan yang tidak dipenuhi adalah tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Jaring arad ini sering menimbulkan konflik antar nelayan. Jumlah
2 4 3
1 2 3
3 23
69 Lampiran 4 lanjutan No
Kriteria
Alat tangkap gillnet
Skor
1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.seperti bawal, tongkol, dan udang.
2
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya.
4
3.
Tidak membahayakan nelayan Ikan tangkapan bermutu baik
Aman bagi nelayan. Ikan mati, segar, dan cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal.
4
4. 5.
Produk tidak membahayakan konsumen
Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun.
4
6.
Minimum discard dan by-catch
2
7.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu papasan, gulamah. Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
8.
Tidak menangkap protected spesies
4
9.
Diterima secara sosial
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Jumlah
No
Kriteria
2
3
4 29
1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
Alat tangkap dogol Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh seperti jenis udang, sebelah, kurisi, dan biji nangka. Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit
Skor
3.
Tidak membahayakan nelayan
Aman bagi nelayan
4
4.
Ikan tangkapan bermutu baik
Ikan mati dan segar.
3
5.
Produk tidak membahayakan konsumen
Aman bagi konsumen.
4
6.
Minimum discard dan by-catch
2
7.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan. Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.
8.
Tidak menangkap protected spesies
4
9.
Diterima secara sosial
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Jumlah
1 3
2
4 27
70 Lampiran 4 lanjutan No
Kriteria
Alat tangkap jaring rampus
Skor
1.
Memiliki selektivitas yang tinggi
Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu sebelah, kurisi, udang.
2
2.
Tidak destruktif terhadap habitat
Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit.
3
3.
Tidak membahayakan nelayan
Aman bagi nelayan
4
4.
Ikan tangkapan bermutu baik
Ikan mati, segar, cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal..
2
5.
Produk tidak membahayakan konsumen
Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun.
4
6.
Minimum discard dan by-catch
2
7.
Tidak merusak keanekaragaman hayati
By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan. Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
8.
Tidak menangkap protected spesies
4
9.
Diterima secara sosial
Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Jumlah
3
4 28
71
Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan V (X) =
X X0 X1 X 0
𝑛
V A =
𝑉𝑖 𝑋𝑖 i = 1,2,3, … … n 𝑖=1
Dimana : V (X)
= Fungsi nilai dari variabel X
X
= Nilai variabel X
X1
= Nilai tertinggi pada kriteria X
X0
= Nilai terendah pada kriteria X
V (A)
= Fungsi nilai alternatif A
V1 (X1)
= Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i
Contoh perhitungan alat tangkap pancing rawai: Memiliki selektivitas tinggi = 3
V (X) =
3 1 3 1
=
1 2
=1 Tidak menangkap protected spesies = 4
V (X) =
43 43
= =1
2 2
72
Lampiran 6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : solar No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
9
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 9 x100% Tidak berperan (TB) : 15 = 60%
Kurang berperan (KB) :
6 x100% 15
= 40 %
6
(B) 3
73
Lampiran 7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : air bersih
No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
(B) 3
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
6
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 6 x100% Kurang berperan (KB) : 15 = 40 %
Berperan (B)
:
9 x100% 15
= 60%
9
74
Lampiran 8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : es No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
8
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 8 x100% Tidak berperan (TB) : 15 = 53,33 %
Kurang berperan (KB) :
7 x100% 15
= 46,67 %
7
(B) 3
75
Lampiran 9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : dermaga No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
(B) 3
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah
9
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 9 x100% Kurang berperan (KB) : 15 = 60 %
Berperan (B)
:
6 x100% 15
= 40 %
6
76
Lampiran 10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
(B) 3
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah
8
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 8 x100% Kurang berperan (KB) : 15 = 53,33 %
Berperan (B)
:
7 x100% 15
= 46,67 %
7
77
Lampiran 11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring No
Nilai
Nama responden (TB) 1
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
15
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 15 x100% Tidak berperan (TB) : 15 = 100 %
(KB) 2
(B) 3
78
Lampiran 12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : slipways No
Nilai
Nama responden (TB) 1
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
13
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 13 x100% Tidak berperan (TB) : 15 = 86,67 %
Kurang berperan (KB) :
2 x100% 15
= 13,33 %
(KB) 2
2
(B) 3
79
Lampiran 13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : bengkel No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
10
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 10 x100% Tidak berperan (TB) : 15 = 66,67 %
Kurang berperan (KB) :
5 x100% 15
= 33,33 %
5
(B) 3
80
Lampiran 14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : TPI No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
(B) 3
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
2
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 2 x100% Kurang berperan (KB) : 15 = 13,33 %
Berperan (B)
:
13 x100% 15
= 86,67 %
13
81
Lampiran 15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan No
Nilai
Nama responden (TB) 1
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
(KB) 2
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
10
Perhitungan dengan menggunakan persentase : 10 x100% Tidak berperan (TB) : 15 = 66,67 %
Kurang berperan (KB) :
5 x100% 15
= 33,33 %
5
(B) 3
82
Lampiran 16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : pasar ikan No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
(B) 3
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad) Jumlah
5
Perhitungan dengan menggunakan persentase : Kurang berperan (KB) :
5 x100% 15
= 33,33 %
Berperan (B)
:
10 x100% 15
= 66,67 %
10
83
Lampiran 17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan : koperasi No
Nilai
Nama responden (TB) 1
(KB) 2
1
Tono ( Nelayan purse seine)
2
Saidi (Nelayan payang)
3
Soleh (Nelayan jaring rampus)
4
Akyar (Nelayan gillnet)
5
Kardisan (Nelayan dogol)
6
Roni (Nelayan gillnet)
7
Sarman (Nelayan jaring rampus)
8
Syarif (Nelayan payang)
9
Rasbi (Nelayan purse seine)
10
Sunarto (Nelayan dogol)
11
Sarkian (Nelayan payang)
12
Amal (Nelayan payang)
13
Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14
Heri (Nelayan jaring arad)
15
Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah
10
Perhitungan dengan menggunakan persentase : Tidak berperan (TB)
:
10 x100% 15
= 66,67 %
Kurang berperan (KB)
:
5 x100% 15
= 33,33 %
5
(B) 3
84
Lampiran 18 Dokumentasi penelitian 1.
Penyediaan kebutuhan melaut
Depot es 2.
SPDN nelayan
Penyediaan tempat pendaratan
Kolam pelabuhan
3.
Breakwater
Penyediaan tempat perbaikan jaring
Aktivitas perbaikan jaring
85
Lampiran 18 lanjutan 4. Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran
Proses pelelangan
Tempat penjemuran ikan asin
Alat angkut ikan
5. Dukungan modal usaha penangkapan ikan : Koperasi
Kedai pesisir
Koperasi Mina Sejahtera