i
PERAN PELABUHAN PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL PENGOLAHAN IKAN DI PPP MUNCAR JAWA TIMUR
DWI RIZKY GUSTINA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012 Dwi Rizky Gustina
iii
ABSTRAK DWI RIZKY GUSTINA, C44080037. Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur. Dibimbing oleh IIN SOLIHIN dan TRI WIJI NURANI. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar merupakan pelabuhan perikanan yang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang cukup besar. Potensi sumberdaya perikanan yang dihasilkan sebagian besar diolah di pabrik-pabrik olahan berskala besar maupun kecil. Usaha Kecil pengolahan ikan di PPP Muncar mengalami beberapa hambatan dalam pengembangnnya sehingga analisis terhadap peranan pelabuhan perlu dilakukan agar dapat dilihat seberapa besar peranan pelabuhan dapat mendukung guna mengembangkan usaha pengolahan ikan di pelabuhan. Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar, menganalisis peranan PPP muncar dari segi pelayanan dan ketersediaan fasilitas dan mengukur tingkat kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan. Pendekatan yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui aktivitas pengolahan yang terjadi, pada saat proses praproduksi, produksi dan distribusi atau pemasaran dengan melihat peranan pelabuhan terhadap pelayanan dan ketersediaan fasilitas. Metode yang digunakan untuk pengukuran tingkat kepuasan pengolah ikan menggunakan metode Importance and Performance Analysis (IPA). Hasil analisis menunjukkan bahwa peranan PPP Muncar dalam pengembangan usaha pengolahan ikan masih belum optimal. Hal ini terlihat dari beberapa fasilitas yang dibutuhkan oleh pengolah ikan kondisinya rusak, belum mencukupi dan ada beberapa yang belum tersedia.
Kata kunci: kepuasan pengolah, peran pelabuhan, usaha kecil, PPP Muncar
iv
© Hak cipta IPB, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk tanpa seizin IPB.
v
PERAN PELABUHAN PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN USAHA KECIL PENGOLAHAN IKAN DI PPP MUNCAR JAWA TIMUR
DWI RIZKY GUSTINA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
vi
Judul Skripsi
: Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur
Nama
: Dwi Rizky Gustina
NRP
: C44080037
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si NIP 19701210 199702 1001
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si NIP 19650624 198903 2 002
Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP 19621223 198703 1 001
Tanggal lulus : 2 Maret 2012
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk meemperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Adapun judul skripsi ini adalah “Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur”. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1) Bapak Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si sebagai anggota Komisi Pembimbing atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini; 2) Bapak Dr. Ir. Eko Sri Wiyono, M.Si sebagai dosen penguji dan Bapak Dr. Ir. Moh. Imron, M.Si sebagai Ketua Komisi Pendidikan Departemen PSP atas arahan dan saran yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini; 3) Bapak Kartono Umar, S.Pi selaku Kepala Pelabuhan dan Bapak Abidin, S.Pi selaku Kepala Tempat Pelelangan Ikan, dan Bapak Erlambang selaku staf pelabuhan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini; 4) Kedua orangtua, Bapak Suryo Putro dan Ibu Ida Farida yang setiap saat mendoakan dan memberikan yang terbaik. Kedua saudaraku dan teman terbaikku, Ayuningtyas, Surya Yuliyanto dan Arif atas doa dan dukungannya; 5) Teman-teman PSP 44, 45, 46 dan 47 khususnya Fifi Dewi Resti, Yasinta Anugerah dan Tabah Wira Perdana yang menemani dalam penelitian dan proses penulisan skripsi ini; dan 6) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak yang memerlukannya. Bogor, Maret 2012 Dwi Rizky Gustina
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Agustus 1990 dari pasangan Suryo Putro dan Ida Farida. Setelah lulus dari SMA PGRI 4 Bogor tahun 2008, penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama
mengikuti
perkuliahan,
penulis
mendapatkan
beasiswa
SUPERSEMAR tahun 2010-2011. Selain itu pada tahun 2011-2012 mendapatkan beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) IPB. Penulis juga aktif dalam organisasi seperti
Unit
Kegiatan
Mahasiswa
bidang
kewirausahaan
Center
of
Entrepreneurship Development for Youth (Century) dan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Himafarin) sebagai staf Divisi Penelitian dan Pengembangan Keprofesian pada tahun ajaran 2009-2010 dan staf Divisi Kesekretariatan pada tahun ajaran 2010-2011. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul ”Peran Pelabuhan Perikanan dalam Pengembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Jawa Timur”.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
x
1
2
3
4.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Tujuan ................................................................................................
2
1.3 Manfaat ..............................................................................................
2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan ..........................................................................
3
2.1.1 Definisi pelabuhan perikanan ................................................... 2.1.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan ............................................... 2.1.3 Peranan pelabuhan perikanan ................................................... 2.1.4 Fasilitas pelabuhan perikanan ...................................................
3 3 4 7
2.2 Usaha Kecil dan Menengah ...............................................................
8
2.2.1 Usaha pengolahan ikan ............................................................. 2.2.2 Pengembangan usaha kecil dan menengah ...............................
10 13
2.3 Kepuasan pelanggan ..........................................................................
15
2.3.1 Definisi kepuasan pelanggan .................................................... 2.3.2 Tingkat kepentingan pelanggan ................................................
15 16
METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................
18
3.2 Metode Penelitian ..............................................................................
18
3.4 Analisia Data .....................................................................................
20
3.4.1 Deskripsi usaha pengolahan ikan di PPP Muncar .................... 3.4.2 Peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ................................................................................ 3.4.3 Kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan .............
20 21 21
KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi ...........................................
26
4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk .................. 4.1.2 Keadaan umum perikanan di Kabupaten Banyuwangi.............
26 28
4.2 Keadaan Perikanan Tangkap di PPP Muncar ....................................
29
4.2.1 Letak dan kondisi fisik PPP Muncar ........................................
29
ii
4.2.2 Produksi hasil tangkapan .................................................. …. . . . 30 4.2.3 Unit penagkapan ikan di PPP Muncar .......................................... 32 5
6
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar ....................
36
5.2 Peran PPP Muncar terhadap Perkembangan Usaha Kecil Pengolahan Ikan ......................................................................................................
43
5.2.1 Pelayanan pelabuhan .................................................................. 5.2.2 Ketersediaan fasilitas pelabuhan ................................................
43 47
5.3 Kepuasan Pengolah Ikan terhadap Peranan Pelabuhan .......................
53
5.4 Pembahasan .........................................................................................
61
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ........................................................................................
65
6.2 Saran ..................................................................................................
66
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 67 LAMPIRAN ...................................................................................................... 69
vii
i
DAFTAR TABEL Halaman 1
Pengelompokkan pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006 ................................
4
2
Metode pengumpulan data .........................................................................
20
3
Analisis peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan .................................................................................................
21
4
Tingkat kepentingan pelayanaan penyediaan kebutuhan pengolahan ikan. ............................................................................................................ 22
5
Tingkat kinerja pelayanan penyediaan kebutuhan pengolahan ikan ............................................................................................................. 22
6
Penilaian kinerja dan kepentingan penyediaan kebutuhan produksi pengolahan ikan .........................................................................................
23
Penilaian responden terhadap atribut tingkat kinerja dan kepentingan. ...............................................................................................
23
8
Produksi penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap ...............................
28
9
Produksi penangkapan ikan di Kabupaten Bayuwangi. ....................... ….
29
10 Produksi hasil tangkapan di PPP Muncar ........................................ …….
31
11 Armada penangkapan di PPP Muncar................................................... …
32
12 Alat tangkap di PPP Muncar tahun 2006-2010 ....................................... ..
34
13 Nelyan di PPP Muncar tahun 2006-2010 ............................................. ….
34
14 Unit usaha pengolahan ikan berdasarkan jenis olahan ikan .......................
37
15 Ketersediaan bahan baku pengolahan ikan ............................................... .
39
16 Pelayanan yang di butuhkan pengolahan ikan ...........................................
44
17 Rincian kebutuhan peralatan kelompok pengasin ikan ............................ ..
46
18 Fasilitas pokok di PPP Muncar ................................................................ ..
48
19 Fasilitas fungsional di PPP Muncar ............................................................
49
20 Fasilitas penunjang di PPP Muncar ............................................................
49
21 Fasilitas yang dibutuhkan pengolah ikan ....................................................
50
7
22 Penilaian kinerja dan kepentingan pelayanan usaha kecil pengolahan ikan ..............................................................................................................
54
23 Fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan usaha kecil pengolahan ikan .....
62
viii
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Peta lokasi penelitian.................................................................................... 18
2
Diagram karteius tingkat kepentingan dan pelaksanaan atribut-atribut kepuasan pengolah ikan ............................................................................... 24
3
Produksi hasil tangkapan di PPP Muncar 2008-2010 .................................. 31
4
Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan .............................. 33
5
Jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010 ....................................... 34
6
Pertumbuhan jumlah usaha pengolahan ikan di Kecamatan Muncar .......... 38
7
Ketersediaan bahan baku pengolah terasi di PPP Muncar ..........................
8
Aktivitas pendaratan ikan............................................................................. 45
9
Fasilitas lahan yang di pergunakan pengolahan ikan ................................... 50
41
10 Aktivitas penjemuran ikan ........................................................................... 51 11 Akitivas pencucian ikan ............................................................................... 52 12 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kepuasan pelayanan pelabuhan terhadap pengolahan ikan pada proses praproduksi ..................................... 55 13 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kepuasan pelayanan pelabuhan terhadap pengolahan ikan pada proses produksi .......................... ………… 57 14 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kepuasan pelayanan pelabuhan terhadap pengolahan ikan pada proses distribusi ..................................... … 58 15 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kepuasan pelayanan yang diberikan pelabuhan .................................................................................... . 59 16 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kepuasan cara melayani yang diberikan pelabuhan .................................................................................... . 60
ix
iii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan pada proses praproduksi ..................................................................................................
70
2
Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan pada proses produksi ....................................................................................................... 71
3
Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan pada proses distribusi ...................................................................................................... 72
4
Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan terhadap pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan ................................................ 73
5
Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan terhadap cara melayani yang diberikan pihak pelabuhan ..................................................
74
6
Atribut-atribut yang dianalisis ....................................................................
75
7
Dokumentasi penelitian ...............................................................................
76
8
Layout PPP Muncar ....................................................................................
78
x
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena UKM berperan dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Dalam krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktivitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut (Hafsah, 2004). Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) jumlah UKM terus meningkat dan tetap mendominasi jumlah perusahaan. Pada tahun 2006 terdapat sekitar 48 juta UKM, dibandingkan hanya 7.200 usaha besar (UB). Dalam kesempatan kerja UKM menyumbangkan sekitar 97% dari jumlah pekerja di Indonesia. Kontribusi UKM terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) pada 2007 sebesar 54,2%, dengan laju pertumbuhan nilai tambah 6,3%. Angka pertumbuhan tersebut melampaui laju pertumbuhan nilai tambah untuk usaha besar. Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran menurut Undang-Undang No.45 tahun 2009. PPP Muncar merupakan pelabuhan perikanan di Kecamatan Muncar yang mempunyai produksi perikanan terbesar di Kabupaten Banyuwangi. Lebih dari 90% seluruh produksi perikanan didaratkan di PPP Muncar. Ikan yang didaratkan di PPP Muncar diolah di pabrik-pabrik pengolahan ikan di sekitar maupun di dalam PPP Muncar. Pengolahan ikan di Kecamatan Muncar terdiri dari Usaha Besar (UB) dan Usaha Kecil (UK). Jumlah usaha kecil pengolahan ikan di Kecamatan Muncar sebesar 47,5% pada tahun 2006 dari total 221 usaha pengolahan ikan di Kecamatan Muncar (DKP Banyuwangi, 2010). Usaha kecil pengolahan ikan di wilayah PPP Muncar mengalami hambatan-hambatan dalam perkembangannya. Saat musim paceklik dimana produksi ikan yang didaratkan menurun menyebabkan usaha kecil pengolahan ikan banyak yang menutup usahanya karena tidak mendapatkan pasokan bahan
2
baku produksi (Baya, 2011). Hambatan yang dihadapi usaha kecil pengolahan ikan lainnya yaitu keterbatasan modal dan pengetahuan mengenai manajemen dalam pemasaran (Doone dan Kurtz, 2002). Kendala-kendala yang terjadi diatas tidak terlepas dari adanya peranan pelabuahan perikanan setempat. Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi pada usaha pengolahan ikan di PPP Muncar dengan demikian penelitian mengenai peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar Jawa Timur adalah sangat perlu dilakukan. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu: 1) Mendeskripsikan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar. 2) Menganalisis peran PPP Muncar dari segi pelayanan dan ketersediaan fasilitas dalam mendukung pengembangan usaha kecil pengolahan ikan. 3) Mengukur tingkat kepuasan pengolah ikan terhadap jasa pelayanan dan ketersediaan fasilitas PPP Muncar dalam mendukung pengembangan usaha kecil pengolahan ikan. 1.3 Manfaat Manfaat yang akan dicapai dari penelitian ini adalah: 1) Sebagai informasi bagi para nelayan atau masyarakat yang ingin mengembangkan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar. 2) Sebagai informasi dan sebagai pertimbangan kepada calon pengusaha pengolahan ikan yang ikan menjalankan usahanya di daerah PPP Muncar dengan mengetahui peranan pelabuhan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan.
3
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelabuhan Perikanan 2.1.1 Definisi pelabuhan perikanan Menurut (Alonze de F.Quin, 1970 vide Lubis et al., 2010) pelabuhan perikanan merupakan suatu kawasan perairan yang tertutup atau terlindungi dan cukup aman dari pengaruh angin dan gelombang laut, diperlengkapi dengan berbagai fasilitas logistik, bahan bakar, perbekalan dan pengangkutan barangbarang. Menurut
Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
Per.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan atau bongkar-muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. 2.1.2 Klasifikasi pelabuhan perikanan Pengklasifikasian pelabuhan perikanan pada umumnya dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu tipe dan ukuran kapal, jenis perikanan tangkap yang beroperasi, distribusi dan tujuan hasil tangkapan dan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan. Berdasarkan UU No. 31 Tahun 2004 tentang perikanan, pelabuhan perikanan diklasifikasikan sebagai berikut: 1)
PP Samudera (Tipe A)
2)
PP Nusantara (Tipe B)
3)
PP Pantai (Tipe C)
4)
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
4
Tabel 1
Pengelompokkan pelabuhan perikanan berdasarkan peraturan menteri kelautan dan perikanan Nomor: PER.16/MEN/2006
Pelabuhan (Tipe) Kriteria Samudera (A) 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas; 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT; 3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; 4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus; 5. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor; 6. Tersediannya industri perikanan. Nusantara (B) 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia; 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT ; 3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m; 4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus; 5. Tersedianya industri perikanan. Pantai (C) 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT; 3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m; 4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus. Pangkalan 1. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan Pendaratan Ikan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan; (D) 2. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT; 3. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m; 4. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.
2.1.3 Peranan pelabuhan perikanan Menurut (Lubis et al., 2010) pelabuhan perikanan sangat penting peranannya terhadap perikanan tangkap karena pelabuhan perikanan merupakan center perekonomian mulai ketika ikan selesai ditangkap dari fishing ground
5
maupun ketika akan dipasarkan lebih lanjut. Dengan demikian peran utamanya adalah berkaitan dengan pelayanan jasa-jasa untuk: 1) Kapal-kapal yang telah selesai menangkap ikan dari daerah penangkapan yaitu dengan adanya fasilitas pendaratan ikan yang aman dan pemeliharaan kapal. 2) Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan yaitu dengan adanya kegiatan penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan. Secara rinci pelabuhan perikanan berperan terhadap: 1) Hasil tangkapan yang didaratkan: (1) Mampu mempertahankan mutu ikan serta dapat memberikan nilai tambah terhadap produksi hasil tangkapan yang didaratkan; (2) Mampu melakukan pembongkaran secara cepat dan menyeleksi ikan secara cermat; (3) Mampu memasarkan ikan yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun pedagang melalui aktivitas pelelangan ikan; (4) Mampu melakukan pendataan produksi hasil tangkapan yang didaratkan secara akurat melalui sistem pendataan yang benar. 2) Para penguna di pelabuhan perikanan: (1) Sebagai pusat dan tukar menukar informasi antar pelaku di pelabuhan; (2) Mampu meningkatkan pendapatan para pelaku di pelabuhan antara lain dengan adanya pelaksanaan pelelangan ikan; (3) Mampu menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi para pelaku untuk beraktivitas di pelabuhan. 3) Perkembangan wilayah, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya (1) Mampu meningkatkan perekonomian kota/kabupaten sehingga dapat menambah pendapatan asli daerah, antara lain melalui peningkatan usaha transportasi,
usaha
kepelabuhanan,
industri
yang
berkaitan
dengan
aktivitas
penyediaan bahan kebutuhan para pengguna di
pelabuhan, dan berkembangnya aktivitas perbankan; (2) Terdapatnya beragam sosial budaya akibat keheterogenan penduduknya karena urbanisasi; (3) Mampu menyerap tenaga kerja berkaitan dengan aktivitas kepelabuhanan perikanan dan aktivitas terkait di sekitarnya.
6
Menurut Solihin (2008), dalam kerangka pemanfaatan sumberdaya perikanan laut, peran prasarana pelabuhan perikanan sangat strategis. Hal ini disebabkan karena pelabuhan perikanan merupakan interface antara daratan dan lautan yang menyebabkan sumberdaya ikan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan pelabuhan perikanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perikanan tangkap dimana pelabuhan perikanan berfungsi sebagai basis usaha penangkapan (fishing base) karena segala kegiatan sebelum penangkapan ikan (penyiapan bahan perbekalan seperti es, air dan bahan bakar) dan kegiatan pasca penangkapan (pengolahan, distribusi dan pemasaran) berlangsung di pelabuhan perikanan tersebut. Menurut Undang-undang No.45 tahun 2009 tentang perikanan, pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: 1)
Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan;
2)
Pelayanan bongkar muat;
3)
Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan;
4)
Pemasaran dan distribusi ikan;
5)
Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;
6)
Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;
7)
Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;
8)
Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan;
9)
Pelaksanaan kesyahbandaran;
10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 14) Pengendalian lingkungan.
7
2.1.4 Fasilitas pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan merupakan suatu kawasan kerja yang meliputi areal daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan umum dan jasa guna memperlancar aktivitas kapal perikanan, usaha perikanan dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha perikanan. Menurut Damoredjo (1981) vide Supriatna (1993), pelabuhan perikanan harus mempunyai fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan, menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia dan mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan. Pelabuhan perikanan harus dilengkapi dengan berbagai fasilitas agar dapat berfungsi sesuai dengan perananya. Menurut (Lubis et al., 2010) fasilitas tersebut adalah fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. 1) Fasilitas pokok Fasilitas Pokok merupakan fasilitas yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh dipelabuhan. Menurut Per.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan fasilitas pokok yang dimaksud yaitu: (1) Sarana Pelindung
: breakwater, revetment, dan groin
(2) Sarana Tambat
: dermaga dan jetty
(3) Sarana Perairan
: alur pelayaran dan kolam pelabuhan
(4) Sarana Penghubung
: jembatan, jalan, drainase, gorong-gorong
2) Fasilitas Fungsional Fasilitas
fungsional
merupakan
fasilitas
yang
berfungsi
untuk
meningkatkan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat menunjang aktivitas di pelabuhan. Menurut Per.16/Men/2006 fasilitas fungsional meliputi: (1) Pemasaran hasil perikanan seperti Tempat Pelelangan Ikan (TPI); (2) Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, ramburambu, lampu suar, es dan listrik; (3) Suplai air bersih, es dan listrik; (4) Pemeliharaan kapal dan alat penangkap ikan seperti dock/slipway, bengkel dan tempat perbaikan jaring;
8
(5) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu; (6) Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan; (7) Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es; dan (8) Pengolahan limbah seperti IPAL. 3) Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung dapat meningkatkan peranan pelabuhan atau para pengguna mendapatkan kenyamanan dalam melakukan aktivitas pelabuhan. Menurut Per.16/Men/2006 fasilitas ini terdiri dari: (1) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan; (2) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan terpadu; (3) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK; (4) Kios IPTEK; (5) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan, seperti: 1) Keselamatan pelayaran; 2) Kebersihan, keamanan dan ketertiban; 3) Bea dan cukai; 4) Keimigrasian; 5) Pengawas perikanan; 6) Kesehatan masyarakat; dan 7) Karantina ikan. 2.2 Usaha Kecil dan Menengah Menurut UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dimaksud usaha mikro, kecil, dan menengah pada pasal (6) yaitu: 1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: (1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta; 2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut
9
(1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 milyar. 3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut: (1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 milyar sampai dengan paling banyak Rp 50 milyar. Menurut Doone dan Kurtz (2002) bisnis kecil (small business) sebagai perusahaan yang dimiliki dan dikelola secara independent dan tidak mendominasi bidang yang digelutinya atau bisnis kecil disebut juga sebagai perusahaan yang dimiliki dan dioperasikan secara independent, tidak mendominasi dalam bidangnya, dan memenuhi ukuran standar tertentu atas laba atau jumlah karyawan. Bisnis kecil bukan merupakan perusahaan besar dalam skala yang lebih kecil. Bisnis kecil sangat berbeda dalam bentuk organisasi, posisi pasar, kapabilitas karyawan, gaya manajerial, struktur organisasi dan sumber daya keuangan. Namun, perbedaan tersebut biasanya dilihat sebagai kekuatan bagi pemilik bisnis kecil yang mendapatkan keuntungan dalam mengelola bisnis kecil dibandingkan dengan bekerja di perusahaan besar, kuat, dan multi nasional (Doone dan Kurtz, 2002). Meskipun bisnis kecil memiliki beberapa kekuatan untuk bersaing di pasar, namun bisnis kecil pun memiliki beberapa kelemahan jika harus bersaing dengan perusahaan besar dan sudah mapan. Bisnis kecil cukup rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, terutama pada saat terjadi gejolak ekonomi. Hal ini terjadi karena bisnis kecil biasanya memiliki sumberdaya yang terabatas dibandingkan dengan pesaing yang lebih besar yang memiliki ketahanan menghadapi penurunan penjualan (Doone dan Kurtz, 2002). Kelemahan utama yang dihadapi bisnis kecil mencakup kurangnya pengetahuan manajemen, keterbatasan dana dan peraturan pemerintah. Ketiga hal tersebut kualitas dan pengetahuan manajemen, keterbatasan dana dan kemampuan
10
mensiasati peraturan serta persyaratan pemerintah memegang peran penting karena perusahaan yang memiliki kelemahan utama disatu atau dua hal diatas seringkali berakhir dengan kebangkrutan (Doone dan Kurtz, 2002). 2.2.1 Usaha pengolahan ikan Menurut Pane (2002) vide Priyanto (2007), industri pengolahan ikan adalah kelompok usaha di pelabuhan perikanan yang aktivitasnya bersifat langsung dengan upaya menghasilkan produk olahan ikan dalam arti luas yaitu ikan, crustacea, moluska, binatang air lainnya, dan tumbuhan air dari hasil tangkapan/eksploitasi alami, dan hasil budidaya dalam jumlah besar. Aktivitas pada industri ini meliputi pembekuan ikan dan pengolahan ikan. Pengolahan ikan dalam arti luas terdiri dari: 1) Pengolahan tradisional, meliputi jenis pemindangan ikan, pengeringan ikan, pengasapan ikan, fermentasi ikan (terasi, petis, kecap ikan), kerupuk ikan dan lain-lain. 2) Pengolahan semi modern, antara lain meliputi pengalengan ikan, filet ikan, pembuatan makanan jadi berbahan ikan (bakso ikan, fish nugget, dan lainlain). 3) Pengolahan modern, antara lain meliputi surimi, industri tingkat tiga “rumput laut” (bahan kosmetik, obat-obatan, dan lain-lain). Pengolahan dan pengawetan ikan dilihat dari metodenya digolongkan menjadi empat menurut Hadiwiyoto (1993) vide Priyanto (2007), yaitu: 1) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor fisikawi, yang biasanya memanfaatan suhu tinggi maupun suhu rendah dengan tujuan untuk membunuh mikroba kontaminan yang ada pada ikan dan menghentikan aktivitas enzim dalam daging. 2) Pengolahan
ikan
dengan
bahan-bahan
pengawet,
dengan
tujuan
penggunaan bahan pengawet hampir sama dengan pemanfaatan suhu pada pengolahan dan pengawetan ikan, yaitu antara lain: (1) Menghambat pertumbuhan mikroba (2) Menghambat proses enzimatik (3) Memberikan sifat fisikawi dan organoleptik (sensorik) yang khas yang dapat memberikan nilai estetika tnggi.
11
3) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metode gabungan kedua metode tersebut diatas. Pengolahan ini dikerjakan untuk mencegah resiko kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan kesehatan, meningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan tidak mengurangi mutu hasil akhir. 4) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir atau produk akhir yang mempunyai sifat fisikawi dan kimiawi sama atau berbeda dengan keadaan awalnya. Metode ini digunakan pada pembuatan tepung ikan, pengolahan minyak ikan, pembuatan konsentrat protein, pembuatan kecap ikan, pengolahan terasi, sosis ikan, pendinginan, pembekuan dan pengalengan ikan. Menurut Pane (2002) vide Priyanto (2007) industri perikanan di pelabuhan perikanan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu industri penangkapan, industri pengolahan, dan tambahan. Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) jenis-jenis hasil olahan ikan yaitu seperti: 1) Petis Petis merupakan makanan yang biasa digunakan sebagai lauk pauk atau campuran makan yang berasal dari cairan tubuh ikan atau udang yang telah terbentuk selama proses penggaraman kemudian diuapkan melalui proses perebusan lebih lanjut sehingga menjadi larutan yang lebih padat seperti pasta. 2) Kerupuk Ikan atau udang yang digunakan sebagai bahan baku kerupuk dapat berasal dari hasil sampingan proses pengolahan lain atau bahan segar, tergantung kualitas kerupuk yang diharapkan. Ikan yang digunakan biasanya tergantung masing-masing daerah, misalnya kerupuk tenggiri atau belida telah dikenal sebagai kerupuk khas Palembang. 3) Tepung ikan Tepung ikan merupakan suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung didalam tubuh ikan.
12
4) Abon ikan Abon merupakan olahan yang berwujud gumpalan-gumpalan serat daging yang halus dan kering. Pembuatan abon merupakan salah satu cara memperpanjang masa simpan daging. Kadar air abon yang jauh lebih rendah dibandingkan daging segar akan membuat mikroba sukar tumbuh berkembang biak. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi abon umumnya adalah ikan pelagis seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus sp.), tongkol (Euthynnus sp.) dll. 5) Ikan pindang Pemindangan merupakan salah satu cara pengolahan atau pengawetan ikan secara tradisional. Dalam proses pemindangan, ikan diawetkan dengan cara mengukus atau merebusnya dalam lingkungan bergaram dan bertekanan normal, dengan tujuan menghambat aktivitas atau membunuh bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim. Adapun jenis ikan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pemindangan adalah ikan air laut seperti tongkol (Euthynnus sp.), tenggiri (Scomberomorus sp.), kembung (Scomber sp.), layang (Decapterus sp.), dan ikan air tawar seperti ikan mas (Ciprynus carpio) dan nila (Tilapia nilotica) serta ikan air payau misalnya bandeng (Chanos chanos). 6) Ikan kaleng Ikan kaleng adalah salah satu produk hasil pengawetan dan pengolahan yang telah disterilisasi dan dikemas dalam kaleng. Tujuan sterilisasi dalam pengalengan
adalah
untuk
membunuh
bakteri
pembusuk
atau
mikroorganisme lain dan menjaga agar produk yang telah di sterilisasikan tidak tercemar lagi oleh bakteri atau mikroorganisme dari tempat lain. Menurut Mira et al. (2007) vide Witry (2011) jenis industri pengolahan ikan yang sudah berkembang di Muncar adalah industri pengalengan, pindang, gaplek ikan, tepung ikan, minyak ikan, dan kerupuk ikan. Kondisi ini menunjukan sudah berkembangnya kegiatan agroindustri pengolahan ikan hasil tangkapan baik dalam bentuk pengolahan tradisional maupun modern.
13
2.2.2 Pengembangan usaha kecil dan menengah Menurut UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dimaksud dengan prinsip pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah pada pasal (4) yaitu : 1) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; 2) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; 3) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; 4) Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan 5) Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Adapun tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah terdapat pada pasal (5) yaitu: 1) Mewujudkan
struktur
perekonomian
nasional
yang
seimbang,
berkembang, dan berkeadilan; 2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh, mandiri dan meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja; 3) Pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Menurut Hafsah (2004) Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan mencermati permasalahan yang dihadapi oleh UKM, maka kedepan perlu diupayakan hal-hal sebagai berikut: 1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.
14
2) Bantuan permodalan Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang
tidak
memberatkan
bagi
UKM,
untuk
membantu
peningkatan
permodalannya, baik itu melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasa finansial informal, skema penjaminan, leasing dan dana modal ventura. Pembiayaan untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebaiknya menggunakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ada, maupun non bank. Lembaga Keuangan Mikro bank antara lain BRI unit Desa dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sampai saat ini BRI memiliki sekitar 4.000 unit yang tersebar diseluruh Indonesia. Kedua LKM ini sudah tercatat sebanyak 8.500 unit yang melayani UKM. Untuk itu perlu mendorong pengembangan LKM. 3) Perlindungan usaha Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah, baik itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada saling menguntungkan (win-win solution). 4) Pengembangan kemitraan Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri. 5) Pelatihan Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui pengembangan kemitraan rintisan. 6) Membentuk lembaga khusus Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya menumbuh
15
kembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal yang dihadapi oleh UKM. 7) Memantapkan asosiasi Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan usaha bagi anggotanya. 8) Mengembangkan promosi Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produk-produk yang dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan mitra usahanya. 9) Mengembangkan kerjasama yang setara Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait dengan perkembangan usaha. 2.3 Kepuasan pelanggan 2.3.1 Definisi kepuasan pelanggan Menurut Rangkuti (2006), kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai respon pelanggan terhadap kesesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja actual yang dirasa setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang didapatkan oleh pelanggan selama menggunakan beberapa tahapan pelayanan tersebut. Ketidakpuasan yang diperoleh tahap awal pelayanan menimbulkan persepsi berupa mutu pelayanan yang buruk untuk ytahapan selanjutnya, sehingga pelanggan merasa tidak puas dengan pelayanan secara keseluhan. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli, dimana persepsi terhadap kinerja produk atau jasa yang dipilih sekurang-kurangnya memenuhi atau bahkan melebihi harapan prapembelian. Jika persepsi terhadap kinerja tidak sesuai dengan harapan, maka yang terjadi adalah ketidak puasan (Tjiptono, 2000 vide Shanticka, 2008). Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan
16
mengenai kualitas dan jasa yang berfokus pada lima dimensi jasa. Lima dimensi jasa yang mempengaruhi kualitas yaitu: 1) Responsiveness
(ketanggapan)
adalah
kemampuan
untuk
menolong
pelanggan dan ketersediaan untuk menolong pelanggan dengan baik. 2) Reliability (keandalan) adalah kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3) Emphaty (empati) adalah rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan. 4) Assurance (jaminan) adalah pengetahuan, kesopanan tugas, serta sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko. 5) Tangibels (bukti langsung) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi. Rangkuti (2006) mengemukakan beberapa pendekatan umum yang biasa digunakan dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu: 1)
Pendekatan tradisional (traditional approach) yakni pelanggan diminta memberikan penilaian atas masing-masing indikator produk yang mereka nikmati.
2) Analisis secara deskriptif, misalnya melalui perhitungan statistik secara deskriptif yaitu melalui perhitungan rata-rata nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis ini yang dapat dikembangkan membandingkan hasil kepuasan antara waktu, sehingga kecenderungan perkembangannya dapat ditentukan. 3) Pendekatan secara terstruktur (structural approach) yakni pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Salah satu teknik yang paling popular adalah semantic differncial dengan prosedur scalling. 4) Analisis Important atau Performance yakni pendekatan dimana tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation atau importance) diukur dalam kaitannya dengan yang seharusnya dikerjakan oleh perusahaan agar menghasilkan produk yang berkualitas baik. 2.3.2 Tingkat kepentingan pelanggan Menurut Panggabean (2008), tingkat kepentingan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli produk atau jasa yang akan
17
dijadikannya standar acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut. Terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan yaitu: 1) Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia. 2) Desired service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya yang merupakan gabungan dari kepercayaan pelanggan mengenai apa yang dapat dan harus diterimanya. Desired service dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga pelanggan yang mendapatkan jasa merasa puas yaitu: 1) Keinginan untuk dilayani dengan baik dan benar; 2) Kebutuhan perorangan; 3) Janji secara langsung; 4) Janji secara tidak langsung; 5) Komunikasi mulut ke mulut; 6) Pengalaman masa lalu; 7) Keadaan darurat; Sedangkan adequate service dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1) Keadaan darurat; 2) Ketersediaan alternatif; 3) Derajat keterlibatan pelanggan; 4) Faktor-faktor yang tergantung situasi; 5) Pelayanan yang diperkirakan
18
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian mengenai peran pelabuhan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2011. Penelitian bertempat di Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar, Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi Provinsi Jawa Timur.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian 3.2 Metode Penelitian Metode penelitan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus.
Penilaian
dalam
mengetahui
peran
pelabuhan
perikanan
dalam
perkembangan usaha kecil pengolahan ikan diperoleh dengan mengamati kegiatan usaha kecil pengolahan ikan yang ada di dalam kawasan pelabuhan mulai proses praproduksi, produksi dan distribusi/pemasaran yang dilakukan oleh usaha kecil dan menengah pengolahan ikan. Aspek yang diteliti yaitu aspek pelayanan dan ketersediaan fasilitas di PPP Muncar. Metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 2.
19
Tabel 2 Metode pengumpulan data No
Tujuan
Cara pengambilan data
1
Mendeskripsikan usaha pengolahan ikan di PPP Muncar
Wawancara dan pengamatan
2
Mengetahui peran pelabuhan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan
Wawancara dan pengamatan
3
Mengetahui kepuasan pengolah ikan terhadap pelayanan PPP Muncar
Wawancara dan pengamatan
Data
Jumlah usaha pengolahan ikan di PPP Muncar Jenis usaha pengolahan ikan di PPP Muncar Daerah distribusi hasil olahan ikan di PPP Muncar Kebutuhan bahan baku perproduksi usaha pengolahan Asal bahan baku produksi pengolahan ikan Ketersediaan suplai bahan baku untuk pengolahan Ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang digunakan dalam aktivitas pengolahan ikan Ketersediaan informasi mengenai harga pasar Ketersediaan sarana dan prasarana dalam pendistribusian hasil olahan ikan Ketersediaan bahan baku Kapasitas dan pelayanan fasilitas yang digunakan dalam aktivitas pengolahan ikan Ketersediaan informasi mengenai harga pasar Pelayanan sarana dan prasarana dalam pendistribusian hasil olahan ikan Program atau kegiatan pihak pelabuhan dalam pengembangan pengolahan
Jenis data
Sumber data
Data primer dan sekunder
Pengelola usaha kecil pengolahan ikan Pengelola PPP Muncar
Data primer dan sekunder
Pengelola PPP Muncar Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi
Data primer
Pengelola usaha kecil pengolahan ikan
Data yang dikumpulkan yaitu berupa data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode purposive sampling. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, jumlah atau ukuran sampel tidak dipersoalkan dan unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan tujuan
20
penelitian. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas pengolahan dari proses praproduksi, proses produksi dan pasca produksi yaitu dalam kegiatan distribusi. Pengisian kuisioner dilakukan dengan mewawancarai responden sebanyak 12 responden yang terdiri dari 10 pengolah ikan yang merupakan usaha kecil, pengelola pelabuhan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bayuwangi. Pengolah ikan yang diwawancarai yaitu pengolah ikan yang melaksanakan kegiatan usaha pengolahnannya di dalam kawasan pelabuhan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan bidang perikanan. Data sekuder didapatkan dari pengelola PPP Muncar serta Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. 3.4 Analisis Data 3.4.1 Deskripsi usaha pengolahan ikan di PPP Muncar Usaha pengolahan ikan di PPP Muncar dianalisis secara deskriptif. Analisis dimulai dari proses praproduksi, proses produksi dan distribusi dari usaha pengolahan ikan. Data yang dianalisis yaitu jumlah usaha pengolahan ikan, jenis olahan, daerah distribusi hasil olahan ikan, kebutuhan bahan baku, asal bahan baku, pelayanan dan fasilitas pelabuhan yang dipergunakan oleh usaha pengolahan ikan pada kegiatan praproduksi, produksi dan distribusi. 3.4.2 Peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan Analisis peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan
dilakukan secara deskriptif. Data yang dianalisis yaitu berkaitan
dengan ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang diberikan PPP Muncar baik saat poses proses praproduksi, produksi maupun distribusi dan pemasaran dalam pengembangan usaha pengolahan ikan. Aspek yang akan dianalisis tersaji dalam Tabel 3:
21
Tabel 3 Analisis peran pelabuhan perikanan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan Prapoduksi Pelayanaan
Ketersediaan fasilitas
1. Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan 2. Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan 3. Penyediaan informasi harga ikan 1. Cold storage 2. Pabrik es atau gudang es 3. TPI 4. Instalasi air bersih 5. Lahan
Produksi 1. Program atau pembinaan Usaha Kecil pengolah ikan
1. Instalasi air bersih 2. Instalasi listrik 3. Instalasi BBM 4. Pengolahan limbah
Distribusi / Pemasaran 1. Penyediaan informasi daerah distribusi 2. Penyediaan informasi harga pasar
1. Ketersediaan kendaraan distribusi 2. Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
3.4.3 Kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan Analisis parameter kepuasan usaha kecil pengolahan ikan dilakukan dengan menggunakan metode Importance-Performance Analysis (IPA). Metode IPA yaitu metode untuk mengukur tingkat kepentingan dan kinerja sehingga didapatkan informasi tentang tingkat kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan. Kepuasan peranan pelabuhan ini mencakup pelayanan, ketersediaan fasilitas, cara melayani dan pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan. Penilaian pengolah terhadap pelabuhan diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner yang akan dikonversikan kedalam skala 5 tingkat. Untuk penilaian tingkat kepentingan, responden diminta menilai seberapa penting atribut pelayanan menurut penilaian mereka dengan cara memberi penilaian dengan rentang 1-5 (Rangkuti, 2006). Untuk atribut yang dianggap penting dan mempengaruhi kepuasan pengolah terhadap peranan pelabuhan dapat dilihat pada Lampiran 6.
22
Tabel 4 Tingkat kepentingan pelayanaan penyediaan kebutuhan pengolahan ikan Jawaban
Nilai
Tidak Penting
1
Kurang Penting
2
Cukup Penting
3
Penting
4
Sangat Penting
5
Tingkat kinerja diukur berdasarkan kinerja aktual dari pelayanan yang diberikan pelabuhan yang dirasakan pengolah ikan. Untuk menentukan nilai tingkat pelaksanaan digunakan skala likert (rentang 1-5) dalam memberi penilaian terhadap jawaban pengolah ikan. Kelima penilaian diberi nilai sebagaimana terdapat pada Tabel 5. Tabel 5 Tingkat kinerja pelayanan penyediaan kebutuhan pengolahan ikan Jawaban
Nilai
Tidak Puas
1
Kurang Puas
2
Cukup Puas
3
Puas
4
Sangat Puas
5
Untuk mendapatkan gambaran lebih komprehensif mengenai Importance and Performance Analysis, digunakan diagram kertesius. Diagram ini merupakan suatu bangunan yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X, Y). Ada pun tahapan yang dilakukan adalah: 1) Menghitung jumlah skor kinerja (X) dan jumlah skor kepentingan (Y) pada masing-masing atribut pelayanan.
23
Tabel 6 Penilaian kinerja dan kepentingan penyediaan kebutuhan produksi pengolahan ikan No. 1
Atribut
Skor Kinerja (X)
Skor Kepentingan (Y)
∑ Xi
∑ Yi
2 … n 2)
Mengisi sumbu X pada diagram dengan tingkat kinerja dan sumbu Y dengan skor tingkat kepentingan. Setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pengolah dihitung dengan: ∑ Xi
∑ Yi
X =
……………..(1)
Y= n
n
Keterangan : X Y ∑ Xi ∑ Yi n
: Skor rata-rata tingkat kinerja : Skor rata-rata tingkat kepentingan : Jumlah skor kinerja (X) : Jumlah skor kepentingan (Y) : Jumlah responden
Tabel 7 Penilaian responden terhadap atribut tingkat kinerja dan kepentingan Responden 1 2 3 .. .. .. N ∑ Xi X
1
Atribut Tingkat Kinerja (X) 2 3 4 5
…
i
Total (∑)
∑X
24
Responden
Atribut Tingkat Kepentingan (Y) 2 3 4 5 …
1
Total (∑)
i
1 2 3 .. .. .. N ∑ Yi Y 3)
∑Y
Menghitung letak batas dua garis berpotongan dengan rumus ∑Y
∑X x=
…………………….(2)
y= i
i
Keterangan : x : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kinerja y : Rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan ∑ X : Jumlah skor rata-rata tingkat kinerja ∑ Y : Jumlah skor rata-rata tingkat kepentingan i : Bayak atribut yang mempengaruhi kepuasan pengolah Sehingga dapat dibuat diagram kartesius seperti ditunjukan oleh Gambar 2.
Kepentingan (Y)
y
X= x A
B
Prioritas Utama
Pertahankan Prestasi
C
Y=y
D
Prioritas Rendah
Berlebihan x
Kinerja (X)
Gambar 2 Diagram karteius tingkat kepentingan dan pelaksanaan atribut-atribut kepuasan pengolah ikan
25
4) Didapat titik-titik (X,Y) yang menggambarkan letak atribut ke-x pada diagram. Posisi masing-masing atribut pada keempat kuadran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Kuadran A (Prioritas Utama): Menunjukan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan. Termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakan sesuai keinginan pelanggan sehingga mengecewakan atau tidak puas. (2) Kuadran B (Pertahankan Prestasi): Menunjukan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, sehingga wajib untuk dipertahankan. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. (3) Kuadran C (Prioritas Rendah): Menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. (4) Kuadran D (Berlebihan): Menunjukan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan.
26
4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi adalah 5.782,5 km² terbagi dalam wilayah administrasi dengan 24 kecamatan, 189 desa dan 28 kelurahan. Kab Banyuwangi terletak diantara koordinat 7°43’- 8°46’ Lintang Selatan (LS) dan 113°53’ - 114°38’ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Kabupaten Situbondo dan Bondowoso
Sebelah Timur
: Selat Bali
Sebelah Selatan
: Samudera Hindia
Sebelah Barat
: Kabupaten Jember dan Bondowoso
2) Topografi dan jenis tanah Kabupaten Banyuwangi terletak pada ketinggian 0-1.000 m diatas permukaan laut, yang merupakan daratan rendah, sedikit miring arah Barat Laut ke Tenggara. Daratan tinggi terletak di bagian Barat dan Utara dimana terdapat gunung-gunung yang berbatasan dengan Kabupaten Situbondo, Bondowoso dan Jember. Sedangkan bagian timur dan selatan sekitar 75% merupakan daratan rendah persawahan. Jenis tanah yang ada di Kabupaten Banyuwangi merupakan tanah jenis regosol, lathasol, pasolik dan gambut (DKP Banyuwangi, 2010). 3) Iklim Daerah Kabupaten Banyuwangi memiliki iklim tropis dengan suhu ratarata 25°-29°C curah hujan antara November - Mei. Setiap tahun dijumpai periode bulan basah, bulan lembab dan bulan kering (theory oldeman) dimana bulan basah dengan curah hujan diatas 200 mm yaitu bulan Januari, Mei, Oktober dengan ratarata hari hujan berturut-turut 20,24 dan 19 mm. Sedangkan bulan kering adalah bulan Juli, September dan November dengan curah hujan dibawah 100 mm, bulan-bulan yang lain merupakan bulan lembab dengan tingkat curah hujan ratarata 100-200 mm. Menurut perhitungan Schmidt-Ferguson, tahun 2010 dikategorikan mempunyai iklim sangat basah dikarenakan perbandingan antara
27
rata-rata banyaknya bulan-bulan kering dan rata-rata banyaknya bulan basah berada di level 0-0,143 (DKP Banyuwangi, 2010). 4) Laut, pesisir dan pantai Kabupaten Banyuwangi memiliki wilayah laut diantaranya yaitu Selat Bali dan Samudera Hindia. Selat Bali di dominasi ikan permukaan dan hasil terbesar yaitu ikan lemuru (Sardinella lemuru). Samudera Hindia yang terletak di sebelah selatan di domisili ikan dasar, ikan pelagis kecil dan besar. Banyuwangi mempunyai pesisir pantai dengan panjang sekitar 282 km. Beberapa wilayah pesisir merupakan lahan yang potensial bagi budidaya air payau, pembenihan udang windu dan masih terdapat 15 pulau yang belum dimanfaatkan dengan baik (DKP Banyuwangi, 2010). 5) Sungai Di Kabupaten Banyuwangi terdapat 81 sungai dengan panjang keseluruhan mencapai sekitar 735 km yang berfungsi untuk pertanian dan perikanan. Sungai-sungai tersebut ada yang bermuara di Selat Bali yaitu Sungai Lo, Sungai Setail, Sungai Kalibaru, Sungai Sepanjang serta Sungai Kempit dll. Selain sungai juga terdapat 7 waduk dengan luas mencapai 4,0 ha serta 2 rawa yang luasnya mencapai 1,50 ha (DKP Banyuwangi, 2010). 6) Penduduk Berdasarkan data statistik dan dinas kependudukan, catatan sipil dan tenaga kerja jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2010 sebesar 1.613.474 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi yang bermata pencaharian sebagai nelayan / perikanan sebesar 30.535 orang atau 1,89% dengan rincian nelayan / perikanan sebesar 22.955 orang atau 1,42%, nelayan perairan umum sbesar 2.150 atau 0,13 % dan petani ikan sebesar 5.430 atau 0,33%. Kondisi penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan berada di 11 kecamatan yaitu Wongsorejo, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Siliragung, Rogojampi, Bangurejo dan Tegal Delimo. Pembudidayaan tambak dan pembenihan berada di 8 kecamatan, namun yang masih beroperasi hanya berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Wongsorejo dan Kecamatan Kalipuro. Pembudidaya ikan air tawar terdapat di hampir semua kecamatan (DKP Banyuwangi, 2010).
28
4.1.2 Keadaan umum perikanan di Kabupaten Banyuwangi Wilayah perairan di Kabupaten Banyuwangi dibatasi oleh lautan yaitu Selat Bali di sebelah Timur dan Samudera Hindia di sebelah Selatan. Selat Bali dan Samudera Hindia merupakan salah satu daerah perikanan utama di Jawa Timur. Selat Bali yang luasnya 960 mil2 memiliki potensi penangkapan maksimum lestari untuk ikan pelagis dengan hasil tangkapan yang dominan yakni lemuru (Sardinella Lemuru) sebesar 46.400 ton. Muncar memiliki potensi penangkapan maksimum lestari ikan lemuru sebesar 25.256 ton/tahun. Samudera Hindia luasnya sekitar 2.000 mil2 memiliki potensi lestari sebesar 212.500 ton/tahun, yang terdiri ikan demersal sebesar 103.000 ton/tahun dan ikan permukaan sebesar 109.500 ton/tahun. Tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan di Selat Bali sudah dilakukan secara intensif sehingga dinyatakan padat tangkap. Sedangkan tingkat pengusahaan di Samudera Hindia masih relatif rendah, sehingga masih memungkinkan untuk ditingkatkan (DKP Banyuwangi, 2010). Pengembangan usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial dilaksanakan melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Jenis alat tangkap yang dikembangkan adalah trammel net, gill net, pancing rawai dan mini purse seine dengan menggunakan perahu motor tempel dan kapal motor. Tabel 8 Produksi penangkapan ikan berdasarkan alat tangkap tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6 7
Alat Tangkap
Purse seine Payang Gill net Pancing rawai Pancing lainya Bagan Lain-lain Jumlah Sumber : DKP Kab. Banyuwangi, 2010
Produksi ton 23.435 2.240 946 908 1.005 257 470 29.264
Nilai Rp (dalam Juta) 100.573 15.760 6.407 8.985 10.694 1.004 3.937 147.362
Produksi hasil tangkapan di Kabupaten Banyuwangi berasal dari beragam daerah diantaranya yaitu dari Kecamatan Muncar, Pesanggrahan, Purwoharjo, Wongsorejo, Kalipuro, Banyuwangi, Kabat, Rogojampi, Tegal Delimo, Siliragung
29
dan Bangorejo. Nilai produksi untuk masing-masing Kecamatan terlihat pada Tabel 9. Tabel 9 Produksi penangkapan ikan di Kabupaten Banyuwangi 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kecamatan Muncar Pesanggaran Purwoharjo Wongsorejo Kalipuro Banyuwangi Kabat Rogojampi Tegaldlimo Siliragung Bangorejo Jumlah
Produksi (ton) 48.304 1.284 426 672 532 8,54 4,21 126 15 3,56 2,71 51.371
Nilai Rp (juta) 147.948 5.77 2.237 4.370 3.034 55 25 808 93 19 15 161.438
2010 Produksi Nilai (ton) Rp (juta) 27.746 137.604 411 2.831 700 3.833 160 1.265 66 468 27 196. 17 111 104 779 29 271 0 0 0 0 29.264 147.362
Sumber : DKP Kab. Banyuwangi, 2010
Pada Tabel 9 di atas tergambar bahwa produk perikanan didominasi oleh Kecamatan Muncar sekitar 94,81% dari semua produksi penangkapan ikan. Hal ini disebabkan karena usaha penangkapan di Muncar merupakan sentra kegiatan perikanan di Kabupaten Banyuwangi, disamping itu kegiatan penangkapan ikan sudah dilaksanakan secara intensif dengan armada dan alat tangkap perikanan yang cukup memadai. 4.2 Keadaan Perikanan Tangkap di PPP Muncar 4.2.1 Letak dan kondisi fisik PPP Muncar Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPP) Muncar Banyuwangi merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, yang pada tahun 1984 bernama Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPP) Muncar. UPPP Muncar berada di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Muncar terletak di Selat Bali pada posisi 08.10’- 08.50 LS atau 114.15’-115.15’BT yang mempunyai teluk bernama Teluk Pangpang, mempunyai panjang pantai sekitar 13 km dengan pendaratan ikan sepanjang 5,5 km. Jarak
30
PPP Muncar dengan ibukota kecamatan 2 km, dengan ibukota kabupaten 37 km, dan dengan ibukota propinsi 332 km. Kecamatan Muncar mempunyai penduduk 140.125 jiwa. Masyarakatnya terdiri dari Suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis. Total penduduk di Muncar, hanya sedikit yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 11.341 jiwa atau sebesar 8,59% selebihnya penduduk Kecamatan Muncar bekerja di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan lain sebagainya (DKP Banyuwangi, 2010). Luas lahan yang dimiliki oleh PPP Muncar adalah 5,5 ha dengan luas lahan kolam pelabuhan sekitar 2 ha. Kolam pelabuhan yang tersedia hanya mampu menampung sekitar 150-200 kapal, sehingga banyak kapal yang lego jangkar di luar kolam pelabuhan. Kolam pelabuhan yang tersedia nantinya akan diperluas menjadi 10 ha maka diharapkan nantinya kolam pelabuhan akan dapat menampung kapal sekitar 900-1000 unit kapal berbagai ukuran (DKP Banyuwangi, 2010). Kondisi breakwater yang berada di sisi kiri sepanjang 70 m dan sisi kanan 100 m dalam kondisi baik. Rencana pengembangan PPP Muncar berdampak pada penambahan breakwater sisi kiri menjadi 390 m dan sisi kanan 72 m. Penambahan panjang breakwater ini dapat melindungi nelayan dari hempasan gelombang. Selain itu PPP Muncar memiliki lahan komersial sekitar 16.400 m² dengan rician sebelah selatan sekitar 8.000 m² dan sebelah utara sekitar 84.000 m² (PPP Muncar, 2010). 4.2.2 Produksi hasil tangkapan Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar dapat terlihat pada Tabel 10, dimana hasil tangkapan tiap tahunnya didominasi oleh hasil tangkapan ikan lemuru. Hasil tangkapan lemuru untuk periode tahun 2006-2007 tidak terjadi suatu perubahan, akan tetapi pada tahun 2007-2008 terjadi penurunan persentase jumlah sebesar 10%. Pada periode tahun 2007-2008 terjadi peningkatan produksi lemuru kembali sebesar 9%.
31
Tabel 10 Tabel produksi hasil tangkapan di PPP Muncar Data
2006 Total produksi Ikan (ton) 58,81 Produksi Ikan Lemuru (ton) 51,16 Sumber: PPP Muncar, 2010
2007
Tahun 2008
2009
2010
60,39
35,75
32,78
22,04
52,53
27,52
28,19
17,63
Produksi hasl tangkapan di PPP Muncar dalam kurun waktu lima tahun terakhir terjadi penurunan. Penurunan ini disebabkan salah satunya oleh pencemaran air laut oleh limbah-limbah industri pengolahan. Fluktuasi produksi hasil tangkapan di PPP Muncar secara menyeluruh dapat terlihat pada Gambar 3 dibawah ini: 70000
Produksi (ton)
60000 50000 40000 30000 20000
10000 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 3 Produksi hasil tangkapan di PPP Muncar 2006-2010 Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar periode tahun 2006-2010 terlihat pada Gambar 3, dimana produksi hasil tangkapan terbanyak pada tahun 2007 dan menurun secara berkelanjutan hingga tahun 2010. Terlihat bahwa pada tahun 2007 produksi hasil tangkapan di PPP Muncar sebesar 60.393 ton, tahun 2008 menurun menjadi 35.756 ton. Hasil tangkapan pada tahun 2008 jumlahnya sedikit namun, harga ikan pada tahun 2008 meningkat. Pada Tabel 10 terlihat bahwa tahun 2007 nilai produksi ikan di PPP Muncar bernilai Rp 87,49 juta dan pada tahun 2008 nilai produksi ikan di PPP Muncar berjumlah Rp112,72 juta. Penurunan pada tahun 2008 terjadi karena kelangkaan terhadap ikan hasil
32
tangkapan tetapi banyak konsumen yang membutuhkannya, sehingga penawaran tidak sebanding dengan permintaan dan menyebabkan harga ikan naik pada tahun 2008. 4.2.3 Unit penangkapan ikan di PPP Muncar 1) Kapal/perahu penangkap ikan Kapal atau perahu penangkapan ikan yang beroperasi di PPP Muncar dapat diklasifikasi menjadi tiga jenis, yaitu kapal motor (KM), perahu motor tempel (PMT), dan perahu tanpa motor (PTM). Kapal motor terdiri dari kapal motor kurang dari 5 GT, 5-10 GT, dan 10-30 GT. Jumlah armada penangkapan ikan yang berada di PPP Muncar selama periode tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 4. Tabel 11 Armada penangkap ikan di PPP Muncar Armada (unit) a. Kapal Motor 5 GT 5 GT - 10 GT 10 GT - 30 GT Jumlah kapal motor b. Perahu Motor Tempel c. Perahu Tanpa Motor Jumlah seluruh
2006 566 319 189 1.074 508 1.263 2.845
2007 566 319 189 1.074 1.401 96 2.571
Tahun 2008 566 319 189 1.074 1.401 96 2.571
2009 566 319 189 1.074 676 121 1.871
2010 566 319 189 1.074 676 121 1.871
Sumber: PPP Muncar, 2010
Jumlah kapal atau perahu penangkapan tersebut didominasi oleh jenis kapal motor dan perahu motor tempel. Perahu motor lebih diminati oleh nelayan Muncar karena dapat menempuh fishing ground yang lebih jauh dan harganya lebih murah dibanding dengan kapal motor. Armada yang paling sedikit jumlahnya yaitu armada perahu tanpa motor. Perahu tanpa motor jumlahnya melimpah pada tahun 2006 dan menurun secara drastis pada tahun 2007 hingga tahun 2010. Hal ini terjadi karena banyak nelayan yang berpindah menggunakan perahu motor tempel pada tahun 2006, terlihat bahwa pada tahun 2007 jumlah pengguna perahu motor tempel meningkat menjadi 1.401 armada. Perahu tanpa
33
motor merupakan armada yang jumlahnya banyak dimiliki oleh nelayan dari golongan kurang mampu atau berasal dari golongan bawah (Witry, 2011). 1600
Jumlah armada (unit)
1400 1200 1000 KM
800
PMT
600
PTM
400 200 0 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 4 Perkembangan jumlah kapal/perahu penangkapan ikan di PPP Muncar Perkembangan armada penangkap ikan di PPP Muncar terlihat pada Gambar 4. Terlihat pada tahun 2006-2010 terjadi perubahan yang cukup besar untuk armada perahu tanpa motor. Pada periode tahun 2006-2007 terjadi penurunan armada secara signifikan. Penurunan jumlah untuk armada perahu tanpa motor diiringi dengan penaikkan jumlah armada perahu motor tempel, sedangkan untuk kapal motor jumlahnya merata tidak terjadi fluktuasi di setiap tahunnya (DKP Banyuwangi, 2010). 2) Alat tangkap Alat tangkap yang berada di PPP Muncar jenisnya beragam, seperti purse seine, payang, gill net, pancing tonda, rawai hanyut, pancing ulur, bagan tancap, sero dan lain-lain. Alat tangkap yang beroperasi di PPP Muncar biasanya menangkap di perairan Selat Bali dengan trip one day fishing. Alat tangkap yang bersandar di PPP Muncar tidak hanya milik nelayan asli Kecamatan Muncar tetapi banyak pula milik nelayan pendatang dari luar daerah seperti Madura dan Bali. Jumlah alat tangkap yang berada di PPP Muncar dapat terlihat pada Tabel 12.
34
Tabel 12 Jumlah alat tangkap di PPP Muncar tahun 2006-2010 Alat Penangkap Ikan Purse Seine Payang Gill Net Pancing Tonda Rawe Hanyut Pancing Ulur Bagan Tancap Sero Lain-lain
2006 166 112 276 5 181 442 174 142 1.012
2007 185 44 255 5 181 395 129 142 1.948
Tahun 2008 185 44 255 5 181 395 129 142 2.124
2009 203 42 679 5 121 516 120 224 2.124
2010 203 42 679 5 121 516 120 224 2.124
Sumber: PPP Muncar, 2010
3) Nelayan Nelayan yang berada di PPP Muncar terdiri atas nelayan asli dan nelayan andon. Nelayan andon merupakan nelayan pendatang yang berasal dari luar wilayah Kecamatan Muncar, nelayan ini biasanya berasal dari daerah Jawa Timur, Madura, dan Bali. Nelayan andon jumlahnya meningkat ketika produksi perikanan di PPP Muncar meningkat. Sedangkan nelayan asli yaitu nelayan yang bertempat tinggal di Kecamatan Muncar dan seluruh waktunya digunakan untuk melakukan penangkapan ikan. Tabel 13 Jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010 Data
2006 Nelayan 11.685 Sumber: PPP Muncar,2010
2007 12.762
Tahun 2008 12.257
2009 13.330
2010 13.360
Jumlah nelayan yang berada di PPP Muncar periode tahun 2006-2010 terjadi peningkatan dan penurunan di setiap tahunnya. Pertumbuhan jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010 dapat terlihat pada Gambar 5.
35
13500 13000
Nelayan (jiwa)
12500 12000 11500 11000 10500 2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 5 Jumlah nelayan di PPP Muncar tahun 2006-2010 Pertumbuhan jumlah nelayan di PPP Muncar terlihat pada Gambar 5 pada periode tahun 2006-2007 jumlah nelayan di PPP Muncar jumlahnya meningkat, tetapi pada periode tahun 2007-2008 jumlah nelayan yang ada menurun. Penurunan jumlah berkisar dari 12.762 orang menjadi 12.257 orang nelayan. Penurunan jumlah nelayan ini bersamaan dengan penurunan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di PPP Muncar. Penurunan jumlah nelayan ini nampaknya tidak berlangsung lama karena pada periode tahun 2008-2009 nelayan yang jumlahnya 12.257 orang meningkat menjadi 13.330 pada tahun 2009. Peningkatan ini berkelanjutan karena secara perlahan pada tahun 2010 jumlah nelayan menjadi 13.360 orang atau meningkat sebanyak 60 orang nelayan pada tahun 2010 (PPP Muncar, 2010).
36
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Usaha Kecil Pengolahan Ikan di PPP Muncar Menurut UU No 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang - Undang. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Pengolahan ikan di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2010-2011 berjumlah 194 usaha pengolahan ikan yang terbagi berdasarkan jenis olahan ikan yang diproduksinya. Usaha pengolahan ikan yang ada, 70 diantaranya merupakan kelompok usaha kecil sedangkan 124 lainnya merupakan kelompok usaha besar. Usaha kecil ikan di Kecamatan Muncar letaknya terbagi menjadi dua lokasi. Usaha pengolahan yang terdapat di dalam kawasan PPP Muncar berjumlah 28 sedangkan 42 usaha pengolahan lainya terdapat di luar PPP Muncar. Usaha kecil
pengolahan ikan di PPP Muncar terdapat dua jenis yaitu jenis usaha
pengolahan pengasinan ikan dan pembuatan terasi. Jumlah dan jenis usaha pengolahan ikan di Kecaman Muncar dapat terlihat pada Tabel 14.
37
Tabel 14 Unit usaha pengolahan ikan berdasarkan jenis olahan ikan Jenis Usaha Usaha Besar Pengalengan ikan Penepungan Mekanik Clod storage Es-esan Minyak ikan Ubur-ubur Budidaya lobster Budidaya mutiara Jumlah Usaha kecil Pemindangan Penepungan tradisional Pengasin Terasi Petis Jumlah
2005
2006
2007
2008
2009
2010
11 25 19 16 14 5 4 0 94
12 35 25 20 14 5 4 1 116
8 34 30 26 11 5 4 1 119
8 34 30 26 11 5 4 1 119
8 39 30 26 11 5 4 1 124
8 39 30 26 11 5 4 1 124
29
30
22
22
23
23
10 48 1 6 94
15 52 2 6 105
18 53 4 6 103
18 53 4 6 103
13 24 4 6 70
13 24 4 6 70
Sumber: PPP Muncar 2010
Pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa usaha pengolahan ikan yang paling banyak yaitu pengolahan penepungan mekanik dan pengasin ikan. Jumlah olahan penepungan mekanik dari tahun 2005 sampai tahun 2010 jumlahnya cenderung meningkat. Peningkatan jumlah usaha penepungan tidak berlangsung setiap tahun karena pada tahun 2007-2008 jumlahnya menurun tetapi tidak secara signifikan. Terlihat pada tahun 2009 dan 2010 jumlah olahan penepungan mekanik meningkat kembali. Berbeda dengan olahan penepungan mekanik yang merupakan usaha besar, olahan pengasinan ikan yang merupakan jenis usaha kecil jumlahnya merangkak naik dari tahun 2005 sampai tahun 2008 tetapi mengalami penurunan secara signifikan pada tahun 2009 dan 2010. Penurunan jumlah usaha pengasin ikan mencapai 49,2% dari jumlah pengasin pada tahun 2008. Penurunan terjadi karena pada tahun 2009 hingga 2010 ikan-ikan yang didaratkan di PPP Muncar jumlahnya menurun. Penurunan jumlah ikan-ikan yang didaratkan menyebabkan pengasin ikan tidak memiliki pasokan bahan baku, sehingga sebagian besar pengasin ini memilih untuk menutup usahanya.
38
Usaha pengolah (unit)
180 150 120
Usaha Besar
90 60
Usaha Kecil
30 0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Gambar 6 Pertumbuhan jumlah usaha pengolahan ikan di Kecamatan Muncar Gambar 6 di atas menjelaskan bahwa usaha pengolahan ikan skala besar di Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi mengalami peningatan jumlah pada tahun 2006. Peningkatan jumlah usaha pada tahun 2006 berlanjut merangkak naik jumlahnya pada tahun 2007 hingga pada tahun 2010 mencapai jumlah 146 usaha. Usaha kecil dan menengah pengolahan ikan di Kecamatan Muncar, pada tahun 2006 mengalami peningkatan dari 94 pengolah menjadi 105 pengolah. Peningkatan jumlah pengolah pada tahun 2006 nampaknya tidak berlangsung lama dikarenakan pada tahun 2007 jumlah usaha kecil pengolah menurun. Penurunan usaha kecil pengolah jumlahnya menjadi 103 pengolah dan pada tahun 2009 menurun secara tajam menjadi 70 pengolah ikan. Penurunan tersebut dikarenakan tahun 2007 jumlah produksi ikan di PPP Muncar menurun. Penurunan jumlah dikarenakan banyak usaha kecil pengolahan ikan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku dan memilih tidak berproduksi atau menutup usahanya. Berbeda dengan usaha kecil, pegolahan ikan usaha skala besar yang jumlahnya merangkak naik di setiap tahunnya. Usaha besar lebih memiliki modal yang cukup banyak dibandingkan usaha kecil. Usaha besar dapat memenuhi kebutuhan bahan baku meskipun PPP Muncar tidak dapat memenuhinya. Hal ini dikarenakan usaha besar dapat mendatangkan bahan baku dari luar negeri. Peristiwa tersebut sesuai dengan pendapatan Doone dan Kurtz 2002 dimana disebutkan bahwa bisnis kecil atau usaha kecil cukup rentan
39
terhadap perubahan kondisi ekonomi, terutama pada saat terjadi gejolak ekonomi. Hal ini terjadi karena bisnis kecil biasanya memiliki sumberdaya yang terbatas dibandingkan dengan pesaing yang lebih besar. Usaha besar memiliki ketahanan menghadapi penurunan penjualan dan kelemahan utama yang dihadapi bisnis kecil mencakup kurangnya pengetahuan manajemen, keterbatasan dana dan peraturan pemerintah. Produksi ikan hasil olahan usaha kecil pengolahan di PPP muncar dipasarkan atau dijual di PPP Muncar. Proses distribusi atau penjualan dilakukan di dalam pelabuhan. Proses penjualannya berlangsung ketika para saudagar atau para pemborong datang secara langsung ke tempat-tempat pengolahan ikan di pelabuhan dan membeli ikan-ikan hasil olahan dalam jumlah besar. Ikan-ikan olahan akan dijual kembali oleh para pemborong kepada para pengecer dan konsumen di luar kota maupun dalam kota. Ikan-ikan olahan yang telah dibeli oleh para pemborong akan didistribusikan ke kota Malang, Surabaya, Semarang, Bandung dan kota-kota lain di Pulau Jawa dan Bali. Ketesediaan bahan baku UKM pengolah ikan terlihat pada Tabel 15. Tabel 15 Ketersediaan bahan baku pengolahan ikan (ton) Jenis Pengolahan PENGASIN
2008
2009
2010
Layang
64,24
26,63
25,57
Teri
6,86
1,57
2,61
Lemuru
215,98
229,19
173,63
Layur
45,04
9,03
19,38
Petek
18,08
10,46
43,80
Cucut
51,74
59,20
47,14
Pari
16,06
31,14
27,10
Bang-bagan
1,46
1,01
4,72
Belanak
5,77
5,74
7,55
Manyung
2,32
2,14
2,26
Cumi-cumi
9,46
9,39
19,25
Lain-lain
15,63
18,69
23,83
Jumlah TERASI
452,67
404,25
396,89
Rebon
16,37
73,64
5,19
Jumlah
16,37
73,64
5,19
Sumber: PPP Muncar, 2010
40
Tabel 15 memperlihatkan bahwa bahan baku ikan yang dipergunakan oleh pengolah ikan asin yaitu ikan layang, teri, lemuru, layur, petek, cucut, pari, bangbagan, belanak, manyung, cumi-cumi dan lain-lain. Ikan paling dominan diolah oleh para pengasin ikan yaitu jenis ikan lemuru. Pada tahun 2008 sampai tahun 2010 ikan lemuru mendominasi dalam bahan baku pengolahan ikan asin di PPP Muncar. Jumlah lemuru yang diolah mencapai 215,98 ton pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 229,19 ton pada tahun 2009. Pada tahun 2010 ikan lemuru yang menjadi bahan baku produksi pengasin ikan di PPP Muncar menurun jumlahnya. Penurunan lemuru pada tahun 2010 menjadi 173,63 ton dari total 229,19 ton pada tahun 2009. Penurunan terjadi karena pada tahun 2010 terjadi perubahan iklim dan diduga terjadi pencemaran laut oleh limbah industri pengolahan (Baya, 2011). Ikan cucut merupakan ikan yang banyak menjadi bahan baku pengolahan ikan asin setelah ikan lemuru di PPP Muncar. Jumlah ikan cucut yang menjadi bahan baku pengasinan tahun 2008 jumlahnya menurun menjadi 51,74 ton dan meningkat kembali tahun 2009 menjadi 59,20 ton. Peningkatan jumlah ikan cucut di PPP Muncar nampaknya tidak berlangsung lama karena pada tahun 2010 jumlah ikan cucut yang diolah menurun jumlahnya menjadi 47,14 ton. Berbeda dari ikan lemuru dan ikan cucut yang mengalami sedikit peningkatan jumlah pada tahun 2009, ikan jenis layang, teri, layur, petek, pari, bang-bangan, belanak, manyung dan cumi-cumi mengalami penurunan jumlah pada tahun 2009. Terlihat pada ikan jenis teri yang pada tahun 2008 menjadi bahan baku produksi sebesar 6,86 ton menurun menjadi 1,57 ton atau sebesar 77,04%. Hal serupa pun terjadi pada ikan layur yang mengalami penurunan jumlah sebesar 79,9%. Ikan yang menjadi bahan baku olahan ikan asin di PPP Muncar rata-rata terjadi penurunan pada tahun 2009. Secara perlahan bahan baku terus menurun pada tahun 2010 hingga pada tahun 2011 dari bulan Januari sampai Mei rata-rata jumlah ikan yang menjadi bahan baku produksi pengolahan ikan asin di PPP Muncar berjumlah 7,87 ton. Ketersediaan bahan baku pengolahan ikan untuk jenis olahan terasi dapat terlihat pada Gambar 7.
41
80 73.648
Ikan rebon (ton)
70 60 50 40 30 20
16.377
10
5.198
0 2008
2009
2010
Tahun
Gambar 7 Ketersediaan bahan baku pengolah terasi di PPP Muncar Ketersediaan bahan baku pengolahan jenis terasi terlihat pada Gambar 7 dimana yang menjadi bahan baku olahan untuk pembuatan terasi yaitu udang kecil atau disebut juga rebon. Terlihat pada grafik jumlah udang rebon yang mejadi bahan baku olahan pembuatan terasi pada tahun 2008 berjumlah 16,37 ton dan meningkat tahun 2009 sebesar 77,76%
menjadi 73,64 ton udang rebon.
Peningkatan jumlah bahan baku olahan pembuatan terasi ini nampaknya tidak berlangsung secara berkelanjutan karena terlihat pada grafik ketika memasuki tahun 2010 pasokan bahan baku menurun secara signifikan mencapai 92,94% atau menjadi 5,19 ton. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 2009 terjadi ekplorasi berlebih ikan rebon sehingga pada tahun 2010 jumlah ikan rebon menurun secara drastis, selain itu pencemaran laut akibat limbah pengolahan ikan pun menjadi salah satu penyebab penurunan produksi ikan rebon. Ikan yang menjadi bahan baku untuk pengolahan ikan di PPP Muncar berasal dari ikan-ikan hasil tangkapan nelayan yang di daratkan di PPP Muncar. Ikan yang di daratkan nelayan di PPP Mucar berasal dari perairan Selat Bali, dan Samudera Hindia dengan sistem penangkapan one day fishing. Bahan baku yang tersedia di PPP Muncar tidak dapat memenuhi kebutuhan pengolah karena hasil wawancara menyebutkan bahwa tiap produksinya pengasin ikan membutuhkan 2 ton ikan dan pembuat terasi membutuhkan 1 ton udang rebon tiap produksinya. Jika bahan baku ikan yang mereka butuhkan tidak tersedia di PPP Muncar, atau
42
ketika ikan-ikan yang di daratkan di PPP Muncar jumlahnya sedikit, maka para pengolah ikan akan mendatangkan bahan baku dari luar daerah. Daerah tempat asal bahan baku ikan yaitu Situbondo, Tuban, Bali, Madura, Pancer, Jember, Lombok, Lamongan. Bahan baku pengolahan ikan pun diperoleh dari cold storage milik swasta yang lokasinya berada di PPP Muncar. Cold storage ini menampung ikan-ikan dalam jumlah banyak ketika stok ikan di PPP Muncar melimpah. Ikanikan yang berada di cold storage akan di jual ketika jumlah ikan yang didaratkan di PPP Muncar jumlahnya sedikit. Ketika ikan-ikan yang di daratkan di PPP Muncar jumlahnya sedikit maka para pengolah ikan memasok bahan baku produksi dari cold storage di wilayah sekitar PPP Muncar. Dalam pelaksanaannya usaha kecil pengolahan ikan di PPP Muncar mempergunakan jasa dan fasilitas yang diberikan oleh pihak pelabuhan. Fasilitas yang dipergunakan oleh pengolah ikan di PPP Muncar yaitu fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan kegiatan yang dilakukan pengolah ikan yaitu kegiatan pada saat praproduksi, produksi dan pasca produksi atau distribusi. Fasilitas dan jasa yang dipergunakan oleh pengolahan ikan pada saat proses praproduksi yaitu dalam penyediaan bahan baku pengolahan dimana dalam hal ini berupa pasokan ikan-ikan segar yang nantinya akan menjadi bahan baku olahan. Selain itu, jasa yang dipergukan yaitu jasa dalam pemantauan mutu ikanikan bahan baku pengolahan dan fasilitas lahan atau tempat yang disewakan oleh pihak pelabuhan. Fasilitas yang digunakan dalam proses produksi yaitu fasilitas instalasi air bersih, instalasi listrik, jasa pembinaan dan pelatihan serta fasilitas dalam pengolahan limbah dari sisa-sisa bahan yang tidak terpakai dalam proses produksi. Setelah proses praproduksi dan proses produksi dalam pengolahan ikan dilakukan proses distribusi atau pemasaran. Proses distribusi yang dibutuhkan pengolah ikan tidak disediakan oleh pelabuhan. Pihak pelabuhan tidak menyediakan fasilitas distribusi atau pemasaran yang dibutuhkan oleh pengolahan ikan. Pendistribusian dan pemasaran ikan dilakukan oleh para pengolah ikan dengan menunggu datangnnya pada pembeli atau pemborong ke tempat pengolahan mereka lalu para pemborong ini akan membeli hasil olahan mereka
43
dalam jumlah banyak dan memasarkannya ke kota-kota besar di Pulau Jawa dan Pulau Bali. 5.2 Peran PPP Muncar terhadap perkembangan usaha kecil pengolahan ikan 5.2.1 Pelayanan pelabuhan Menurut Undang-Undang No.45 tahun 2009 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: 1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan; 2) Pelayanan bongkar muat; 3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan; 4) Pemasaran dan distribusi ikan; 5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan; 6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan; 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan; 8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan; 9) Pelaksanaan kesyahbandaran; 10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan; 11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan; 12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan; 13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; 14) Pengendalian lingkungan; Pelayanan yang diberikan PPP Muncar kepada usaha kecil pengolahan ikan dibagi berdasarkan proses kegiatannya yaitu pada saat proses praproduksi, produksi dan distribusi. Pelayanan yang dibutuhkan usaha kecil pengolahan ikan dalam pengembangan usahanya yaitu dapat terlihat pada Tabel 16.
44
Tabel 16 Pelayanan yang di butuhkan usaha kecil pengolahan ikan Pelayanan Keperluan prapoduksi Bahan baku Pemantauan mutu Informasi harga ikan Keperluan produksi Pelatihan pengolah Pemodalan Keperluan Pemasaran/distribusi Informasi daerah distribusi Informasi harga pasar
Ketersediaan
Kondisi
Ada Ada Tidak ada
Kurang mencukupi Baik -
Ada Ada
Baik Masih dalam proses
Tidak ada
-
Tidak ada
-
Sumber: Pengamatan dan wawancara
Peran pelayanan terhadap fasilitas praproduksi yang dilakukan oleh PPP Muncar terlihat pada Tabel 16. Pelayanan yang diberikan yaitu menyediakan pasokan bahan baku pengolahan ikan secara berkesinambungan dan pemantauan terhadap mutu ikan. Pasokan bahan baku berupa ikan-ikan segar yang didaratkan langsung di PPP Muncar. Pemantauan mutu ikan dilakukan dengan memantau kadar formalin dalam ikan dan tingkat kesegaran ikan yang akan menjadi bahan baku produk yang akan diolah. Ikan-ikan yang didaratkan mayoritas ditangkap dari perairan Selat Bali dan mayoritas mempergunakan alat tangkap purse seine. Proses pendaratan hasil tangkapan dimulai pukul 05:00 sampai dengan pukul 06:00. Ikan yang telah didaratkan kemudian dibeli oleh para pengolah ikan tanpa melalui lelang dan langsung dibawa ke tempat pengolahan ikan yang telah disewakan oleh pihak pelabuhan kepada pengolahan ikan.
45
Gambar 8 Aktivitas pendaratan ikan Ikan-ikan yang didaratkan di PPP Muncar jumlahnya terkadang tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan pengolahan ikan terutama pada saat musim paceklik. Para pengolah membeli bahan baku dari cold storage milik swasta yang berada di Kecamatan Muncar dan mendatangkan bahan baku produksi dari luar daerah. Daerah asal ikan yang menjadi bahan baku yaitu Situbondo, Tuban, Bali, Madura, Pancer, Jember, Lombok dan Lamongan. Saat kebutuhan bahan baku untuk proses produksi belum bisa terpenuhi atau jika harga ikan dipasaran melambung maka para pengolah ikan memilih untuk tidak berproduksi dan menutup usahnya. Pemantauan mutu yang dilakukan pihak pengelola PPP Muncar dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu tahun. Pemantauan mutu ikan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ikan yang akan diolah masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Selain itu, pemantauan mutu pun dilakukan untuk mengetahui apakah ikan yang didaratkan mengandung zat kimia seperti formalin. Pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan terhadap kegiatan produksi yaitu dengan memberikan program atau pembinaan pelatihan pengolahan dan permodalan. Pelatihan yang diberikan dilaksanakan pihak pelabuhan bekerjasama dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. Pelatihan yang diberikan yaitu pelatihan dalam menjaga kualitas ikan agar tetap baik dan
46
pelatihan mengenai penanganan ikan hingga menjadi suatu produk yang akan dipasarkan. Tercatat pada tahun 2011 telah terlaksanan pelatihan pengolahan ikan yang dilakukan di BP3 Kabupaten Banyuwangi selama 6 hari dan dihadiri oleh 30 orang pengolah ikan. Dalam
pengembanganya
pihak
pelabuhan
bersama
KUD
Mino
Blambangan dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi memberikan dana bantuan bagi para pengolah, pemasar dan budidaya ikan di Kabupaten Banyuwangi. Para pengolah, pemasar dan budidaya ikan dibagi kedalam tiga kelompok yaitu KUB (Kelompok Usaha Bersama), Polahsar (Kelompok Pengolah dan Pemasar) dan Padagan (Kelompok Budidaya Ikan). Kecamatan Muncar terdapat 8 kelompok yang tergabung dalam Polahsar (Kelompok Pengolah dan Pemasar) dimana terbagi menjadi 4 kelompok pemasar ikan segar dan 4 kelompok pengolah. Empat kelompok pengolah terdiri dari 1 kelompok pembuat snack ikan dan 3 kelompok pengolah pengasin ikan. Tiga kelompok pengasin ikan yang masing-masing bernama Bintang Terang, Cahaya Terang dan Cahaya Amin letak usahanya berada di dalam PPP Muncar. Bantuan dana yang diberikan untuk membantu usaha pengolahan ini yaitu sebesar Rp50.000.000 per kelompok. Dana ini dipergunakan untuk membeli peralatan untuk proses produksi. Berikut rincian biaya yang akan diterima oleh pengolah ikan: Tabel 17 Rincian kebutuhan peralatan kelompok pengasin ikan KEBUTUHAN PERALATAN KELOMPOK Nama kelompok
Meja Salinitas Jml (unit)
Bintang Terang Cahaya Terang Cahaya Amin
Cool Box
Nilai (dalam juta) Rp
Jml (unit)
Keranjang
Nilai (dalam juta) Rp
Jml (unit)
Timbangan
Nilai (dalam juta) Rp
Jml (unit)
Nilai (dalam juta) Rp
13
26
13
6,5
13
0, 325
13
16,25
12
24
12
6
28
1,2
12
15
11
22
11
5,5
99
2,475
11
13,75
47
KEBUTUHAN PERALATAN KELOMPOK Jml Nilai (dalam juta) Rp
Jml
Pisau Nilai (dalam juta) Rp
0,32
12
0,24
50
2,10
31
0,62
50
2,47
91
1,82
50
Bak air Nilai (dalam juta) Jml Rp
Basket Nilai (dalam juta) Jml Rp
Bintang Terang
12
0, 360
13
Cahaya Terang
36
1,080
64
Cahaya Amin 66 1,96 Sumber: KUD Mino Blambangan, 2011
99
Nama kelompok
Jumlah dana bantuan yang akan diterima oleh kelompok pengasin ini disesuaikan dengan rincian kebutuhan peralatan yang dibutuhkan. Dana yang dikeluarkan akan dibagi sesuai kebutuhan masing-masing anggota kelompok. Program yang dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi ini dinamakan program PUMP (Pemberdayaan Usaha Mina Pedesaan). Selain program PUMP ini telah terlaksana program pembantuan bagi pengolah pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2009 tersalurkan bantuan pengadaan alat-alat untuk
pengolah ikan, tahun 2010
pengadaan bantuan alat rantai dingin bagi pedangan pengecer ikan segar, dan tahun 2011 pengadaan alat-alat produksi bagi pemindangan ikan. Pelayanan yang dibutuhkan dalam proses distribusi dalam hal ini pelayanan informasi daerah distribusi dan informasi harga pasar tidak disediakan oleh
pelabuhan.
Dalam
pendistribusian
pengolahan
ikan
tidak
bisa
mendistribusikan olahannya secara mandiri dalam arti tidak bisa menjual hasil olahnya langsung kepada konsumen. Keterbatasan dalam pelayanan distribusi ini dimanfaatkan oleh para pemborong yang datang untuk mencari keuntungan. Keuntungan para pemborong yaitu dengan membeli hasil olahan dengan harga yang murah kemudian para pemborong ini yang akan mendistribusikan hasil olahan kepada pedagang pengecer di pasar maupun langsung menjualnya kepada konsumen. 5.2.2 Ketersediaan fasilitas pelabuhan Pelabuhan perikanan merupakan suatu kawasan kerja yang meliputi areal daratan dan perairan yang dilengkapi dengan fasilitas yang dipergunakan untuk memberikan pelayanan umum dan jasa guna memperlancar aktivitas kapal perikanan, usaha perikanan dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha
48
perikanan. Menurut Damoredjo (1981) vide Supriatna (1993), pelabuhan perikanan harus mempunyai fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan, menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia dan mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan. Fasilitas yang berada di PPP Muncar terbagai menjadi tiga yaitu fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. Fasilitas pokok yang berada di PPP Muncar antara lain: Tabel 18 Fasilitas pokok di PPP Muncar No 1
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Rincian Tanah PPPMuncar PPI Muncar Reklamasi TPI Kalimoro (Reklamasi) Jetty/Pier Turap/Plengsegan/ Revetmen kalimati Break Water Break Water Tembok penahan tanah Dermaga Kolam pelabuhan Jalan komplek Slipway Jembatan penghubung desa Hanggar kapal patroli
Luas (M2) 55.000 13.800 41.200 1.525
Jumlah Unit 1 unit
Tahun Perolehan
Asal Dana
Ket
1 unit
1965 1994 1998
APBN II APBN Pemkab
Baik Baik Baik
800 500
LS -
1996 1994
Pemkab APBN
Rusak Baik
510
1998
1.230 800
Kn= 100 Kr=70 410 -
2010 1998
APBN APBN P-APBD APBN
Baik Baik Baik Baik
6.193 19.751 3.000 360 82
3 unit 1 unit
1998
APBN
Baik
1998 1997 1994
APBN APBD APBN
Baik Baik Baik
88
1 unit
2003
COFISH PROJECT
Baik
Sumber: PPP Muncar 2010
Selain fasilitas pokok PPP Muncar memiliki fasilitas-fasilitas fungsional yang merupakan fasilitas yang langsung dimanfaatkan utuk kepentingan manajemen pelabuhan perikanan yang dapat diusahakan oleh perorangan atau badan hukum. Fasilitas fungsional yang dimiliki PPP Muncar terlihat pada Tabel 19.
49
Tabel 19 Fasilitas fungsional di PPP Muncar No 1
Rincian Gedung: TPI Pelabuhan TPI Kalimoro TPI Tratas
TPI Sampangan 2 Kantor PPP 3 G. serba guna 4 G. Peralatan 5 Rumah tangki BBM 6 Rumah genset 7 Rumah pompa 8 Menara air 9 Tangki BBM (liter) 10 Bengkel 11 MCK 12 Pos keamanan Sumber: PPP Muncar 2010
Luas (M2)
Jumlah Unit
Tahun Perolehan
Asal Dana
Ket
1.450 200 200
1 unit 1 unit 1 unit
1994 1979 1979
APBN APBD I APBD I
200 1.450 76 300 50 36 30 11,5 50.000 110 110 28
1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 1 unit
1979 1994 1994 1994 1994 1994 1994 1994 1978 1978 1994 1997
APBD I APBN APBN APBN APBN APBN APBN APBN APBN APBN APBN APBN
Baik Baik Tidak Jalan Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Rusak Sedang Sedang Baik Baik
Fasilitas penunjang yang berada di pelabuhan merupakan fasilitas yang secara tidak langsung dapat menunjang aktivitas kepelabuhanan dan dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat. Fasilitas penunjang yang dimiliki PPP Muncar terlihat pada Tabel 20. Tabel 20 Fasilitas penunjang PPP Muncar No 1 2 3 4
Rincian Kantor KUD Mino
Kantor PLN Kantor POLAIRUD Rumah Dinas POLAIRUD 5 Kantor SYAHBANDAR 6 Balai kesehatan 7 Mushola 8 Eks pabrik es 9 Barak nelayan 10 Rumah dinas 11 Gedung saprokan 12 Gedung saprokan 13 Gedung tempat keranjang 14 Pagar keliling Sumber: PPP Muncar 2010
Luas (M2) 34,5
Jumlah Unit 1 unit
Tahun Perolehan 1977
Asal Dana
Ket
APBN
Baik
62 42 64
1 unit 1 unit 1 unit
1977 1977 1977
APBN APBN APBN
Baik Baik Baik
64
1 unit
1977
APBN
Baik
154 56 104,5 104,5 122 120 152 56
1 unit 1 unit 1 unit 1 unit 2 unit 20 unit 8 unit 10 unit
1977 1985 1977 1977 1969 2001 2001 2001
APBN APBD APBN APBN APBN APBN APBN APBN
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
710
1 unit
1994
APBN
Rusak
50
Peran Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan di PPP Muncar terlihat terhadap jasa penyediaan fasilitas yang dipergunakan oleh usaha kecil pengolahan ikan. Fasilitas pihak pelabuhan yang dibutuhkan oleh pengolahan ikan terinci pada Tabel 21. Tabel 21 Fasilitas yang dibutuhkan usaha kecil pengolah ikan Fasilitas dan Pelayanan Keperluan prapoduksi Lahan TPI Listrik Air bersih Keperluan produksi Pengolahan limbah Keperluan Pemasaran/distribusi Pasar Kendaraan distribusi
Ketersediaan
Kondisi
Ada Ada Ada Ada
Baik Tidak Berjalan Baik Baik
Ada
Rusak
Tidak ada Tidak ada
-
Sumber: Pengamatan dan wawancara
Usaha kecil pengolahan ikan di PPP Muncar dalam proses produksinya memanfaatkan fasilitas dan jasa yang diberikan pihak pelabuhan dalam menunjang kegiatan produksi usaha pengolahan ikannya. Fasilitas yang dipergunakan yaitu seperti fasilitas penyediaan tempat atau lahan untuk melaksanakan kegiatan produksi, pasokan air bersih, dan listrik.
Gambar 9 Fasilitas lahan yang dipergunakan pengolahan ikan
51
Fasilitas lahan atau tempat yang disediakan oleh pihak pelabuhan yaitu diterapkan sistem sewa lahan berukuran 6x12m3. Sewa lahan dibayarkan perbulan sebesar Rp 15.000 di awal bulan. Sistem pembayaran sewa lahan ini dikoordinir oleh ketua kelompok dari komplek pengasin ikan dan pembuat terasi yang berada di PPP Muncar. Ketika uang dari para anggota kelompok sudah terkumpul maka ketua kelompok akan menyetorkannya kepada bagian keuangan di PPP Muncar. Pengolahan ini terdiri dari 3 kelompok besar yang masing-masing anggota kelompoknya terdiri dari 10-9 orang pengolah. Nama kelompok pengolah ikan kering ini yaitu Kelompok Cahaya Amin, Kelompok Bintang Terang, dan Kelompok Cahaya Terang.
Gambar 10 Aktivitas penjemuran ikan Lahan yang telah disediakan pihak pelabuhan kepada pengolah ikan nyatanya masih kurang besar. Luas lahan yang disewakan masih belum mencukupi, ketika ikan-ikan yang diproduksi banyak jumlahnya pengolah kekurangan tempat untuk menjemur ikan-ikan tersebut. Tempat yang telah disediakan tidak dapat menampung semua ikan-ikan yang akan dijemur sehingga ikan-ikan dijemur di pelataran-pelataran dermaga pelabuhan. Lahan yang kurang memadai ini terkadang menjadi penghambat dalam proses produksi karena ikanikan yang akan dijemur terpaksa didiamkan terlebih dahulu menunggu giliran dijemur dan hasil yang diperoleh pun tidak sesuai yang diharapkan.
52
Fasilitas air bersih yang diperlukan pengolah ikan telah disediakan oleh pelabuhan. Pihak pelabuhan bekerja sama dengan Perusahaan Daerah Air Minum untuk mengizinkan pihak PDAM memasang jalur instalasi air ke kawasan pengolah ikan di dalam pelabuhan. Pengolah yang memiliki uang lebih yang memiliki akses untuk memasang instalasi air bersih. Para pengolah lain yang tidak memiliki modal tiap harinya dapat membeli air kepada pengolah yang telah memasang instalasi air seharga Rp 500 per dirigen isi 15 liter. Selain memasang instalasi air dari PDAM, para pengolah ikan di PPP Muncar diperbolehkan untuk mengebor sumber air atau sumur untuk keperluan mencuci ikan yang akan dijadikan bahan baku produksi mereka.
Gambar 11 Aktivitas pencucian ikan Fasilitas instalasi listrik yang disediakan oleh pihak pelabuhan dipergunakan oleh pengolahan ikan untuk penerangan di malam hari. Biaya yang dibutuhkan untuk membayar lisrik sebesar Rp 5.000 per bulan yang dibayarkan kepada ketua kelompok. Menurut para pengolah ikan, mereka sebenarnya tidak terlalu membutuhkan pasokan listrik untuk kegiatan produksi ikan. Produksi dilakukan pada pagi hingga sore hari dan tidak membutuhkan penerangan yang cukup banyak dan alat-alat yang dipergunakan untuk kegiatan produksi semuanya tidak membutuhkan aliran listrik. Fasilitas pengolahan limbah yang dibutuhkan pengolahan tidak disediakan oleh pihak pelabuhan. Fasilitas pengolahan limbah yang tersedia tidak berjalan
53
atau rusak. Air limbah yang telah dipergunakan untuk membersihkan ikan dibuang kedalam saluran air yang berhulu di kolam pelabuhan, sehingga kolam menjadi kotor dan banyak sampah-sampah hasil limbah pengolahan. Proses pendistribusian hasil produksi pengolah ikan, pihak pelabuhan tidak memberikan fasilitas untuk membantu proses distribusi. Proses distribusi atau pemasaran dilakukan di kios-kios produksi. Para pemborong datang langsung ke kios-kios produksi disanalah terjadi proses pembelian, sehingga para pengolah tidak harus menjual sendiri hasil olahannya ke pasar. Pemborong ini yang akan menjual produk olahan langsung ke konsumen atau kepada pengecer. Pihak pelabuhan tidak menyediakan tempat atau pasar untuk menjual hasil olahan di dalam pelabuhan. Pengolah ini memanfaatkan tempat yang disediakan oleh pelabuhan untuk mengolah ikan menjadi tempat untuk menjual hasil olahan. Peran PPP Muncar dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan dirasa kurang baik. Tahapan-tahapan proses pengolahan mulai saat ikan didaratkan hingga pada saat ikan didistribusikan peranan PPP Muncar hanya sedikit. Terlihat pada beberapa fasilitas yang rusak maupun tidak berjalan dan pelayanan yang diberikan pun kurang maksimal memenuhi kebutuhan usaha kecil pengolahan ikan. Pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan kurang maksimal dikarenakan sumberdaya manusia yang mengelola atau melayani fasilitas-fasilitas tersebut hanya dua orang. Hal ini menyebabkan tidak semua pelayanan dan fasilitas dapat terlayani dengan baik. 5.3 Kepuasan pengolah ikan terhadap peranan pelabuhan Tingkat kepuasan pengolah ikan dalam kasus kali ini dinilai berdasarkan peranan pelabuhan terhadap atribut-atribut ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang diberikan. Kepuasan pengolah diperoleh dari penilaian kepentingan dan kinerja pelabuhan terhadap pengolah ikan atau lebih dikenal dengan metode Importance and Performance Analysis. Penilaian kepentingan dan kinerja dalam kasus ini pihak pelabuhan dilakukan dengan menggunakan diagram kartesius tingkat kinerja dan kepentingan dari atribut-atribut kepuasan pelanggan. Masingmasing atribut akan menempati salah satu kuadran yang terdapat dalam diagram tersebut berdasarkan rata-rata skor kinerja (RSK) dan rata-rata kepentingan (RSP) yang dimilikinya.
54
Tabel 22 Penilaian kinerja dan kepentingan terhadap pengolahan ikan Dimensi
Praproduksi
Produksi
Distribusi
Pelayanan Yang diberikan
Atribut
RSK (X)
RSP (Y)
Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan
2,10
4,70
Kualitas mutu bahan baku pengolahan ikan
4,00
4,70
Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan
3,40
4,30
Penyediaan informasi harga ikan
1,30
4,40
Cold storage
1,40
2,10
Pabrik es atau gudang es
1,00
1,90
Program atau pembinaan pengolah ikan
3,10
4,30
Instalasi air bersih
3,30
4,30
Instalasi listrik
3,00
4,00
Instalasi BBM
2,50
2,40
Pengolahan limbah
1,50
4,20
Penyediaan informasi daerah distribusi
1,30
4,40
Penyediaan informasi harga pasar
1,10
4,10
Ketersediaan kendaraan distribusi
1,00
4,00
Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
1,90
4,00
Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan
3,30
4,10
Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan
3,50
4,30
Penyediaan informasi harga ikan
1,60
4,00
Cold storage
1,50
2,90
Program atau pembinaan pengolah ikan
3,20
3,90
Instalasi air bersih
3,00
4,10
pihak
Instalasi listrik
3,10
4,00
Pelabuhan
Instalasi BBM
2,40
3,00
Penyediaan informasi daerah distribusi
1,60
4,20
Penyediaan informasi harga pasar
1,20
4,20
Ketersediaan kendaraan distribusi
1,00
4,20
Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
1,70
4,10
Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan
3,40
4,10
Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan
3,20
4,10
Penyediaan informasi harga ikan
1,70
4,30
Cold storage
1,00
2,70
Program atau pembinaan pengolah ikan
3,70
4,10
Instalasi air bersih
3,20
4,00
Dilakukan
Instalasi listrik
3,20
4,00
Pengelola
Instalasi BBM
2,60
2,70
Pelabuhan
Penyediaan informasi daerah distribusi
1,10
4,00
Penyediaan informasi harga pasar
1,00
4,00
Ketersediaan kendaraan distribusi
1,00
4,10
Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
1,90
3,90
Cara Melayani Yang
Keterangan: Sumber: Hasil wawancara RSK : Rata-rata skor kinerja RSP : Rata-rata skor kepentingan
55
Hasil penilaian pengolah terhadap kinerja dan kepentingan untuk atributatribut penyediaan praproduksi, produksi dan distribusi terlihat pada Tabel 21. Hasil perhitungan menempatkan atribut ke dalam salah satu kuadran pada diagram kartesius tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan pelabuhan terhadap usaha kecil pengolahan ikan. Diagram kartesius dianalisis berdasarkan kegiatan praproduksi, produksi, distribusi, pelayanan dan cara melayani yang diberikan pihak pelabuhan. Diagram kartesius kegiatan praproduksi menempatkan garis yang membatasi kuadran yaitu garis X dan garis Y. Garis X = 2,2 yang merupakan nilai rata-rata kinerja dari atribut yang dianalisis dan garis Y= 3,68 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis. Nilai tersebut didapat dari penjumlahan skor hasil wawancara dengan para pengolah dibagi dengan banyaknya atribut yang dianalisis, sehingga didapatkan diagram kartesius seperti terlihat pada Gambar 12. x 5
B
A
4.5 Kepentigan
4
y
3.5
Suplai bahan baku Kualitas mutu bahan baku
3
Pemantauan mutu
2.5
Informasi harga ikan
2 1.5
C
Cold storage
D
Pabrik es
1 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Kinerja
Gambar 12
Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan pelabuhan terhadap pengolahan ikan pada proses praproduksi
Atribut-atribut yang terdapat pada kuadran A merupakan atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pengolahan ikan. Atribut dalam kuadran A merupakan unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting dan manajemen belum melaksanakan sesuai keinginan pelanggan, sehingga mengecewakan atau tidak
56
memuaskan. Untuk itu pihak pengelola atau penyedia harus berupaya meningkatkan kinerjanya agar pengelola pengolahan ikan merasa puas. Atribut dalam kuadran ini yaitu atribut seperti penyediaan informasi harga ikan dan ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan. Atribut ini tidak memuaskan karena pihak pelabuhan tidak memberikan informasi mengenai harga ikan dipasaran dan suplai bahan baku tidak kontinu. Suplai bahan baku kurang memuaskan karena ikan-ikan yang didaratkan tidak tetap jumlahnya. Saat musim puncak banyak ikan yang didaratkan, akan tetapi saat musim paceklik ikan yang didaratkan sangat sedikit. Saat musim paceklik tidak jarang para pengolah terpaksa mendatangkan ikan-ikan dari luar pelabuhan dan jika harga ikan terlalu mahal mereka memilih untuk tidak berproduksi untuk sementara waktu bahkan akan menutup usahanya. Atribut-atribut yang terdapat pada kuadran B merupakan atribut yang menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan sehingga pelabuhan wajib untuk mempertahankan. Atribut dalam kuadran B dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. Atribut yang terdapat dalam kuadran B ini yaitu atribut kualitas mutu bahan baku pengolahan ikan dan pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan. Atribut yang terdapat pada kuadran C merupakan atribut yang menunjukan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, tetapi dalam pelaksanaannya oleh pelabuhan biasabiasa saja dimana dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Atribut yang terdapat pada kuadran ini yaitu atribut seperti fasilitas pabrik es atau gudang es dan fasilitas cold storage. Atribut ini dinilai kurang penting karena para pengolah ini yang terdiri dari pengasin ikan dan pembuat terasi membeli ikan dari nelayan dan langsung diolah dengan cara dijemur sehingga tidak membutuhkan gudang es ataupun cold storage. Diagram kartesius untuk tingkat kinerja dan kepentingan kebutuhan produksi dapat terlihat pada Gambar 13.
57
4.5
Kepentingan
X
A
4
B Y
3.5
Program pembinaan Ukm
3
Air bersih
2.5
Listrik
2
BBM
1.5 1 1
1.5
2
C
2.5
Pengolahan limbah
D
C 3
3.5
4
4.5
5
Kinerja
Gambar 13 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan pelabuhan terhadap pengolahan ikan pada proses produksi Garis pembatas kuadran pada Gambar 13 yaitu garis X= 2,68 yang merupakan nilai rata-rata kinerja dari atribut yang dianalisis dan garis Y= 3,8 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis. Atribut produksi yang terdapat pada kuadran A (prioritas utama) yaitu atribut pengolahan limbah. Atribut ini dianggap sangat penting akan tetapi pihak pelabuhan belum melaksanakannya dengan baik sehingga para pengolah merasa tidak puas. Pengolah merasa tidak puas karena sampah atau limbah hasil pencucian ikan terbuang oleh saluran yang kemudian berhilir ke kolam dermaga dan akan terbawa ke laut yang nantinya akan mencemari laut. Atribut yang berada pada kuadran B (pertahankan prestasi) yaitu atribut program atau pembinaan pengolah ikan, instalasi air bersih dan instalasi listrik. Atribut ini merupakan atribut yang dinilai sangat penting dan pihak pelabuhan berhasil melayaninya sehingga wajib untuk dipertahankan. Atribut pada kuadran C (prioritas rendah) merupakan kuadran yang menetapkan atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi pengolah tetapi pelaksanaannya oleh pelabuhan biasabiasa saja. Atribut ini dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Atribut produksi pada kuadran ini yaitu atribut penyediaan BBM karena para pengolah dalam memproduksi barangnya tidak membutuhkan BBM. Semua kegiatan produksi dilakukan oleh tangan manusia tidak mempergunakan mesin. Kinerja dan kepentingan pelayanan proses distribusi pengolah ikan dapat terlihat pada Gambar 14.
58
Kepentingan
5.00
A
X
B
4.00
Y Informasi daerah distribusi
3.00
Informasi harga pasar Kendaraan distribusi
2.00
Ketersediaan pasar
C
1.00
D
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
Kinerja
Gambar 14
Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan pelabuhan terhadap pengolahan ikan pada proses distribusi
Gambar 14 menunjukkan garis pembatas kuadran yaitu garis X= 1,15 yang merupakan nilai rata-rata kinerja dari atribut yang dianalisis dan garis Y= 4,1 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis. Grafik tersebut menunjukkan bahwa seluruh atribut pelayanan dan fasilitas distribusi yang diperlukan pengolah berada di kuadran A. Kuadran A merupakan kuadran yang mempengaruhi kepuasan pelanggan yang dianggap sangat penting namun manajemen tidak melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan sehingga mengecewakan dan tidak puas. Atribut distribusi yang diperlukan oleh pengolah yaitu informasi daerah distribusi, informasi harga pasar, kendaraan distribusi, dan ketersediaan pasar untuk menjual hasil olahan. Atribut distribusi yang dibutuhkan pengolah tidak disediakan pihak pelabuhan. Pendistribusian dilakukan dengan menunggu pengepul untuk membeli hasil olahan mereka. Pengolah ini memiliki keterbatasan dalam pengadaan kendaraan distribusi dan informasi daerah distribusi sehingga mereka lebih memilih menjual hasil olahannya kepada pengepul atau pemborong yang akan menjual kembali hasil olahan tersebut kepada konsumen. Atribut lain yang perlu dianalisis yaitu atribut pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan dan atribut cara melayani yang dilakukan pihak pelabuhan. Atribut pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan merupakan atribut-atribut yang berkaitan dengan kegiatan pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan kepada para
59
pengolah dalam membatu kegiatan usaha mereka. Adapun tingkat kepuasan dan kepentingan pelayanan ini tersaji dalam Gambar 15. Garis yang membatasi kuadran adalah garis X= 2,11 yang merupakan nilai rata-rata kinerja dari atribut yang dianalisis dan garis Y= 3,9 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis. Nilai tersebut didapat dari penjumlahan skor hasil wawancara dengan para pengolah dibagi dengan banyaknya atribut yang dianalisis. Hasil perhitungan terlihat pada Gambar 15. 5.00
A
X
Suplai bahan baku
B
Pemantauan mutu
Kepentingan
4.00
Y
Informasi harga ikan Clod storage
3.00
Pembinaan Ukm Air bersih
listrik
2.00
Informasi daerah distribusi 1.00
C
D
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0
Kinerja
Informasi harga pasar Kendaraan distribusi Ketersediaan pasar BBM
Gambar 15 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kinerja pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan terhadap pengolah ikan Atribut pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan yang perlu ditingkatkan seperti suplai bahan baku, penyediaan informasi harga ikan, penyediaan daerah distribusi, penyediaan informasi harga pasar, ketersediaan kendaraan distribusi dan ketersediaan tempat untuk menjual hasil olahan ikan. Atribut tersebut terdapat pada kuadran A yang merupakan kuadran atribut yang dianggap penting tetapi mengecewakan ataupun tidak puas. Pelayanan pihak pelabuhan terdapat pada kuadran B yaitu seperti atribut pelayanan pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan, pelayanan program atau pembinaan pengolah ikan, pelayanan instalasi air bersih dan pelayanan instalasi listrik. Atribut pada kuadran B pelabuhan dianggap telah berhasil meleyani kosumen dan harus dipertahankan. Atribut pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan seperti pelayanan cold storage menempati kuadran C. Hal ini dikarenakan pihak pengolah tidak terlalu
60
membutuhkan jasa cold storage untuk produksinya karena ikan-ikan yang telah dibeli langsung dicuci dan dijemur sehingga tidak membutuhkan cold storage. Pihak pelabuhan pun tidak menyediakan cold storage di dalam pelabuhan sehingga banyak perusahaan-perusahaan swasta yang membuka cold storage sendiri di lingkungan luar pelabuhan. Atribut yang terdapat pada kuadran D menunjukkan faktor yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi dalam pelaksanaanya berlebihan. Atribut dalam kuadran ini dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. Atribut pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan kepada pengolah ikan pada kuadran ini yaitu atribut yang berkaitan dengan pelayan pada fasilitas BBM. Terlihat pada diagram cartesius bahwa fasilitas BBM ini sebenarnya tidak di butuhkan oleh para pengolah ikan akan tetapi pihak pelabuhan mengeskplor secara berlebih. SPBU yang terdapat pada pelabuhan ini memang tidak di khususkan untuk pengolah ikan tetapi untuk para nelayan yang membutuhkan bahan bakar untuk keperluan melaut. Atribut cara melayani fasilitas yang diberikan pihak pelabuhan dapat terlihat pada Gambar 16 dibawah ini: 5.00
A
X
B
Kepentingan
4.00
Y 3.00
2.00
C
D
1.00 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0
Kinerja
Suplai bahan baku Pemantauan mutu Informasi harga ikan Clod storage Pembinaan Ukm Air bersih listrik Informasi daerah distribusi Informasi harga pasar Kendaraan distribusi Ketersediaan pasar BBM
Gambar 16 Diagram kartesius tingkat kepentingan dan kinerja cara melayani yang diberikan pihak pelabuhan terhadap pengolah ikan Garis pembatas kuadran yaitu garis X= 2,27 yang merupakan nilai ratarata kinerja dari atribut yang dianalisis dan garis Y= 3,8 yang merupakan nilai rata-rata kepentingan dari atribut yang dianalisis. Atribut cara melanyani pihak pelabuhan yang terdapat pada kuadran A yaitu ketersediaan suplai bahan baku,
61
penyediaan informasi harga ikan, penyediaan informasi daerah distribusi, penyediaan informasi harga pasar, ketersediaan kendaraan dan ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan. Atribut pada kuadran A perlu ditingkatkan pelayanannya karena para pengolah telah menilai pelayanan yang diberikan pelabuhan tidak memuaskan atau mengecewakan. Atribut cara melayani dari pihak pelabuhan seperti pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan, program atau pembinaan pengolah ikan, instalasi air bersih dan instalasi listrik berada pada kuadran B. Kuadran ini menunjukan pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan memuaskan sehingga perlu dipertahankan prestasinya. Atribut yang terdapat pada kuadran C yaitu atribut cara melayani pada fasilitas cold storage yang dinilai kurang penting oleh para pengolah dan tidak diberikan pelayanan yang baik oleh pelabuhan. Atribut yang berada pada kuadran D yaitu atribut cara melayani BBM dimana pengolah ikan merasa kurang penting tetapi pelayanan yang diberikan memuaskan. 5.4 Pembahasan Peran Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan dirasa kurang baik. Terlihat dari data jumlah usaha kecil pengolah ikan di PPP Muncar yang jumlahnya menurun secara signifikan pada tahun 2009-2010. Jumlah penurunan usaha kecil pengolah ikan ini mencapai 49,2% dari total jumlah usaha kecil di PPP Muncar pada tahun 2008. Penurunan jumlah ini dikarenakan banyak pengolah ikan yang menutup usahanya karena keterbatasan modal dan kekurangan bahan baku. Hal ini sesuai menurut Doone dan Kurtz (2002) dimana disebutkan bahwa bisnis kecil atau usaha kecil cukup rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi, terutama pada saat terjadi gejolak ekonomi. Hal ini terjadi karena bisnis kecil biasanya memiliki sumberdaya yang terbatas dibandingkan dengan pesaing yang lebih besar. Usaha besar memiliki ketahanan menghadapi penurunan penjualan dan kelemahan utama yang dihadapi bisnis kecil mencakup kurangnya pengetahuan manajemen, keterbatasan dana dan peraturan pemerintah. Penurunan jumlah usaha kecil ini tidak terlepas dari peran pelabuhan setempat sebagai pusat bisnis perikanan. Menurut UU No 45 tahun 2009 pelabuhan perikanan mempunyai fungsi pemerintahan dan pengusaha guna
62
mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari proses praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Pelabuhan Perikana Pantai Muncar sebagai pelabuhan setempat memiliki peranan yang penting dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan, tetapi dalam pelaksanaanya PPP Muncar belum bisa melaksanakan fungsinya dengan baik. Hal ini dikarenakan fasilitas dan pelayanan yang diberikan kurang baik. Selain itu, beberapa fasilitas dan pelayanan yang dianggap penting oleh pengolah ikan belum tersedia sehingga para pengolah merasa kecewa. Fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan usaha kecil pengolah ikan merupakan fasilitas yang memiliki penilaian rata-rata skor tingkat kepentingan yang tinggi. Penilaian tersebut berdasarkan pada wawancara dengan pengolah ikan dan pengisian kuisioner. Fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan pengolah ikan yaitu terdapat pada Tabel 23. Tabel 23 Fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan usaha kecil pengolahan ikan No 1 2 3 4 5 6
Fasilitas Pengolahan limbah Air bersih Lahan Listrik Kendaraan distribusi Ketersediaan pasar
7 8 9 10 11 12 13
Pelayanan Suplai bahan baku Informasi harga ikan Pemantauan mutu Kualitas mutu bahan baku Pembinaan pengolah Informasi harga pasar Informasi harga ikan
Sumber: Wawancara
Hasil perhitungan tingkat kepuasan pengolah terhadap pelayanan pelabuhan menunjukkan 48,72% fasilitas dan pelayanan pelabuhan terdapat pada kuadran A diagram kartesius. Kuadran A merupakan kuadran yang unsur-unsur didalamnya dianggap penting tetapi pelabuhan tidak melaksanaknnya dengan baik sehingga tidak memuaskan atau mengecewakan. Hal ini terjadi karena beberapa fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan pengolah tidak berfungsi dengan baik dan beberapa fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan tidak tersedia. Fasilitas dan pelayanan yang dianggap penting tetapi kurang baik dalam pelaksanaanya yaitu ketersediaan bahan baku, informasi harga ikan, pengolahan limbah, informasi harga pasar, kendaraan distribusi, ketersediaan pasar dan
63
informasi daerah distribusi. Fasilitas dan pelayanan tersebut menempati kuadran A dari hasil wawancara dengan pengolah. Berdasarkan hasil wawancara menurut usaha kecil pengolah ikan ketersediaan bahan baku merupakan unsur yang sangat penting dan berpengaruh dalam usaha mereka. Ketika bahan baku tidak tersedia para pengolah bisa tidak berproduksi dan bahkan bisa merugi karena pengolah ikan ini cenderung tidak memiliki modal yang besar untuk menyimpan persediaan bahan baku. Untuk mengurangi kerugian ketika bahan baku tidak tersedia usaha kecil pengolah ikan akan membeli bahan baku dari luar daerah atau membeli ikan dari cold storage milik swasta. Informasi harga ikan dibutuhkan bagi pengolah untuk mengetahui harga ikan yang akan menjadi bahan baku produksi mereka. Menurut Lubis et al (2010) seharusnya pelabuhan perikanan berperan sebagai pusat tukar menukar informasi antar pelaku di pelabuhan, tetapi PPP Muncar belum melaksanakan peranan tersebut. Para pengolah dan penjual ikan menentukan harga kesepakatan sendiri dalam pembelian ikan. Hal ini, dapat merugikan bagi pengolah atau pun bagi penjual ikan karena harga yang telah disepakati bisa saja memberatkan salah satu pihak dari mereka. Perkembangan usaha kecil pengolahan ikan terhambat pada proses pendistribusian hasil olahan. Pengolah ikan tidak memiliki modal yang cukup untuk mendistribusikan hasil olah mereka secara mandiri. Pelabuhan tidak menyediakan fasilitas untuk menunjang proses distribusi pengolah ikan sehingga pengolah ikan mengandalkan pemborong untuk membeli produk mereka. Peran pelabuhan dalam proses distribusi ini dianggap mengecewakan terlihat pada Gambar 15 yang menjelaskan seluruh atribut distribusi berada pada kuadran A. Peran
pelabuhan
perikanan
terhadap
perkembangan
usaha
kecil
pengolahan ikan yang harus dipertahankan yaitu fasilitas dan pelayanan pemantauan mutu ikan, kualitas ikan, pembinaan pengolah, instalasi air dan listrik. Pihak pelabuhan harus mempertahankan pelayanan dan fasilitas yang telah dinilai memuaskan oleh pengolah ikan guna mengembangkan usaha kecil kedepannya.
64
Kualitas ikan-ikan yang didaratkan di PPP Muncar kondisinya masih segar dan layak untuk diolah sehingga harus dipertahankan. Letak tempat pengolahan dan dermaga bongkar berdekatan sehingga, ikan-ikan yang didaratkan masih terjaga kualitasnya dan bisa langsung dibawa dan diolah. Pembinaan dan bantuan permodalan bagi pengolah ikan dinilai sudah memuaskan tetapi lebih baik ditingkatkan kembali. Dikarenakan hasil wawancara menunjukan beberapa pengolah merasa bahwa permodalan yang diberikan masih kurang cukup untuk mengembangkan usaha mereka. Pengolah membutuhkan dana yang lebih besar lagi untuk menjalankan usaha mereka secara mandiri yaitu dengan dapat mendistribusikan hasil olahan sendiri kepada konsumen ke kota-kota besar dan di ekspor ke luar negeri. Pelabuhan sebagai fasilitator seharusnya dapat membantu para pengolah ikan agar dapat mengembangkan usahanya. Peranan pelabuhan dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan dirasa kurang optimal, hal ini dikarenakan beberapa fasilitas yang dibutuhkan belum terpenuhi dengan baik. Keterbatasan fasilitas dan pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan menyebabkan pengembangan usaha kecil pegolahan ikan pun terhambat sehingga pihak pelabuhan perlu untuk memperbaikinya. Menurut Hafsah (2004) pengembangan Usaha Kecil dan Menengah merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Upaya yang harus dilakukan yaitu menciptakan iklim usaha yang kondusif, bantuan permodalan, perlindungan usaha, pengembangan kemitraan, pelatihan, membentuk lembaga khusus, memantapkan asosiasi, mengembangkan promosi dan mengembangkan kerjasama yang setara. Dalam memperlancar pengembangan usaha kecil pengolahan ikan di PPP Muncar seharusnya pihak pelabuhan, DKP Banyuwangi dan Kementrian Negara Koperasi dan UKM dapat berkerjasama dalam mengembangkan usaha kecil pengolahan ikan. Pengembangan ini akan berdampak positif bagi masyarakat khususnya Kecamatan Muncar karena dapat menciptakan lapangan kerja lebih banyak dan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
65
6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1) Pengolah ikan didalam kawasan PPP Muncar berjumlah 28 unit. Pengolahan yang berproduksi terdiri atas dua jenis olahan yaitu pengasinan ikan dan pembuatan terasi. Pelayanan dan fasilitas yang dibutuhkan usaha kecil pengolahan ikan berkaitan dengan kegiatan praproduksi, produksi dan distribusi. Hasil olahan didistribusiakan melalui pihak ketiga yang disebut para saudagar atau pemborong. Hasil olahan didistribusikan ke kota Malang, Surabaya, Semarang, Bandung dan kota-kota lain di Pulau Jawa dan Bali. 2) Peran PPP Muncar dalam pengembangan usaha kecil pengolahan ikan dinilai kurang baik. Hal ini dikarenakan fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan pengolah ikan dalam proses praproduksi, produksi dan distribusi belum terpenuhi dengan baik. Selain itu, fasilitas dan pelayanan yang dianggap penting belum tersedia. 3) Tingkat kepuasan pengolah terhadap peranan pelabuhan dilihat dari ketersediaan fasilitas dan pelayanan yang diberikan. Hasil perhitungan didapatkan 48,72% fasilitas dan pelayanan pelabuhan terdapat pada kuadran A diagram kartesius. Kuadran A merupakan kuadran yang unsur-unsur didalamnya dianggap penting tetapi pelabuhan tidak melaksanaknnya dengan baik sehingga tidak memuaskan atau mengecewakan.
66
6.2 Saran 1) Melakukan pengadaan fasilitas dan pelayanan yang belum ada seperti fasilitas pengolahan limbah dan pelayanan terhadap jasa-jasa pemasaran dan distribusi hasil olahan ikan. 2) Pihak PPP Muncar meningkatkan dan memperbaiki fasilitas dan pelayanan yang sudah tersedia untuk menunjang kegiatan usaha kecil pengolahan ikan dimulai dari pra produksi seperti bahan baku, pemantaun mutu, informasi harga ikan, lahan, TPI, listrik, air bersih. Fasilitas produksi seperti pelatihan pengolah, pembinaan pengolah ikan sehingga dapat memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan usaha kecil pengolahan ikan untuk mengembangkan usahanya.
67
DAFTAR PUSTAKA Adiningsih S. 2005. Regulasi Dalam Revitasilasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia. Indonesian Scientific Journal Database. No.13:10-18 [Terhubung berkala]. http://isjd.pdii.lipi.go.id [1 Juni 2011] Afrianto dan Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Atharis Y. 2008. Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Baya C. 26 Januari 2011. Muncar Cemar, Ikan Buyar, Nelayan Terkapar. Radar Banyuwangi. [Terhubung Berkala]. http://radarbanywangi.com [18 Februari 2011]. Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktotat Jenderal Periknanan. 1994. Konsepsi Pengembangan Pelabuhan Perikanan dalam Rangka Mendukung Pembangunan Perikanan Nasional dalam Pelita VI. Jakarta. [DKP Banyuwangi] Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi. 2010. Buku Laporan Tahunan 2010. Banyuwangi: DKP Banyuwangi Doone dan Kurtz. 2002. Pengantar Bisnis Jilid I. PT Gelora Aksara Pratama: Jakarta. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Jilid I. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mada. Hafsah F. 2004. Upaya Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Indonesian Scientific Journal Database. No.23:40-44 [Terhubung berkala]. http://isjd.pdii.lipi.go.id [23 April 2011] [KUD Mino Blambangan] Koperasi Unit Desa Mino Blambangan. 2011. Kebutuhan Usaha Pengolah Ikan. Banyuwangi: KUD Mino Blambangan Lubis E, Solihin I, Nugroho T dan Muninggar R. 2010. Diktat Kuliah Pelabuhan Perikanan. Bagian Kepelabuhan Peikanan dan Kebijakan Pengelolaan. Depatemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Pane A B. 2002. Bahan Kuliah Industri Kepelabuhan Perikanan. Lab Kepelabuhan Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Panggabean SRH. 2007. Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di PPN Sibolga Sumatera Utara [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
68
[PPP Muncar] Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar. 2010. Laporan Tahunan Pelabuhan 2010. Banyuwangi: PPP Muncar. Priyanto N. 2007. Potensi PPS Cilacap untuk Pengembangan Industri Pengolahan Ikan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2006. Meansuring Costumer Satisfaction. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Shanticka LO. 2008. Tingkat Kepuasan Nelayan terhadap Pelayanan Penyediaan Kebutuhan Melaut di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Solihin I. 2008. Pola dan Karakteristik Distribusi Hasil Tangkapan di PPN Pelabuhan Ratu. [Terhubung Berkala]. http://www.iinsolihin.wordpress.com [16 Februari 2012] Supriatna Y.1993. Fungsi dan Peranan PPI Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat terhadap Usaha Peningkatan Taraf Hidup Masyarakat Nelayan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Tambunan T.H. 2009. UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Indonesia. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia. Witry S. 2011. Kajian Produksi Hasil Tangkapan didaratkan di PPP Muncar Kabupaten Banyuwangi Sebagai Bahan Baku Industri Pengolahan Ikan. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
69
LAMPIRAN
70
Lampiran 1 Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan pada proses praproduksi Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑ Xi X Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑ Yi Y
Atribut Tingkat Kinerja (X) 1 2 3 4 5 6 2 5 4 1 1 1 1 4 4 1 1 1 1 4 4 1 2 1 3 4 4 1 1 1 2 4 2 1 1 1 3 5 4 1 1 1 2 4 3 2 1 1 3 3 3 2 2 1 2 3 3 2 2 1 2 4 3 1 2 1 21 40 34 13 14 10 2,10 4,00 3,40 1,30 1,40 1,00 Atribut Tingkat Kepentingan (Y) 1 2 3 4 5 6 5 5 5 4 2 2 5 5 4 4 1 1 5 5 4 5 4 2 5 5 4 5 2 2 5 5 5 5 2 2 5 5 5 5 2 3 4 4 4 4 1 1 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 2 2 5 5 4 4 3 2 47 47 43 44 21 19 4,70 4,70 4,30 4,40 2,10 1,90
Nilai rata-rata kinerja (x): x =
∑ X = 13,20 = 2,20 n 6
Nilai rata-rata kepentingan (y): y =
∑ Y = 22,10 = 3,68 n 6
71
Lampiran 2 Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan pada proses produksi Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑ Xi X
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑ Yi Y
1 4 3 1 4 4 4 2 3 3 3 31 3,10
Atribut Tingkat Kinerja (X) 2 3 4 5 4 3 3 1 4 3 3 1 1 2 2 1 4 4 4 1 4 4 3 1 5 5 1 2 3 2 3 1 2 2 1 3 3 3 2 2 3 2 3 2 33 30 25 15 3,30 3,00 2,50 1,50
Atribut Tingkat Kepentingan (y) 1 2 3 4 5 5 5 4 1 5 4 4 2 2 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 5 4 4 4 2 3 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 43 43 40 24 42 4.30 4.30 4.00 2.40 4.20
Nilai rata-rata kinerja (x): x =
∑ X = 13,40 = 2,68 n 5
Nilai rata-rata kepentingan (y): y =
∑ Y = 29,10 = 3,84 n 5
72
Lampiran 3 Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan pada proses distribusi
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑ Xi X
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ∑ Yi Y
Atribut Tingkat Kinerja (X) 1 2 3 4 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 13 11 10 12 1,30 1,10 1,00 1,20 Atribut Tingkat Kepentingan (Y) 1 2 3 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 44 41 40 40 4,40 4,10 4,00 4,00
Nilai rata-rata kinerja (x): x =
∑ X = 4,6 n 4
= 1,15
Nilai rata-rata kepentingan (y): y =
∑ Y = 16,50 = 4,12 n 4
73
Lampiran 4 Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan terhadap pelayanan yang diberikan pihak pelabuhan Atribut Tingkat Kinerja (X)
Responden 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
4
1
1
4
4
4
1
1
1
1
2
2
1
4
1
2
4
4
3
1
1
1
1
2
3
1
4
1
2
4
1
1
2
1
1
1
2
4
2
4
2
1
4
4
4
3
1
1
1
1
5
2
4
1
1
3
4
4
3
1
1
1
2
6
1
3
3
1
1
3
4
4
3
1
1
1
7
1
3
1
1
4
3
3
1
2
1
1
2
8
2
2
2
1
2
1
1
3
2
2
1
2
9
2
3
2
3
3
3
3
3
2
2
1
1
10
2
4
2
2
3
3
4
3
2
1
1
2
∑ Xi
16
35
16
15
32
30
31
24
16
12
10
17
X
1,60
3,50
1,60
1,50
3,20
3,00
3,10
2,40
1,60
1,20
1,00
1,70
Atribut Tingkat Kepentingan (Y)
Responden 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
4
5
4
2
4
5
4
5
5
5
5
5
2
5
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
4
2
5
5
5
4
5
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
6
4
5
4
2
4
4
4
2
4
4
4
4
7
4
4
4
3
4
4
4
2
4
4
4
4
8
5
4
4
3
4
4
4
2
4
4
4
4
9
4
5
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
10
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
∑ Yi
41
43
40
29
39
41
40
30
42
42
42
41
Y
4,10
4,30
4,00
2,90
3,90
4,10
4,00
3,00
4,20
4,20
4,20
4,10
Nilai rata-rata kinerja (x): x =
∑ X = 25,40 n 12
= 2,11
Nilai rata-rata kepentingan (y): y =
∑ Y = 47,00 = 3,91 n 12
74
Lampiran 5 Perhitungan RSK (X) dan RSP (Y) pengolah ikan terhadap cara melayani yang diberikan pihak pelabuhan Atribut Tingkat Kinerja (X)
Responden 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
4
2
1
1
4
4
4
3
2
1
1
2
2
4
3
3
1
4
4
4
3
1
1
1
2
3
3
4
1
1
4
2
2
3
1
1
1
1
4
4
4
1
1
4
4
4
3
1
1
1
2
5
3
4
1
1
4
4
4
3
1
1
1
2
6
3
3
3
1
3
4
4
4
1
1
1
1
7
4
2
1
1
4
3
3
1
1
1
1
2
8
3
3
2
1
3
1
1
3
1
1
1
3
9
3
4
2
1
3
3
3
3
1
1
1
2
10
3
3
2
1
4
3
3
3
1
1
1
2
∑ Xi
34
32
17
10
37
32
32
29
11
10
10
19
X
3.,40
3,20
1,70
1,00
3,70
3,20
3,20
2,90
1,10
1,00
1,00
1,90
Atribut Tingkat Kepuasan (Y)
Responden 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
5
3
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
4
5
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
5
2
5
4
4
1
4
4
4
4
5
4
4
4
2
4
4
4
3
4
4
4
4
6
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
7
4
4
4
2
4
4
4
3
4
4
4
4
8
4
4
4
3
4
4
4
2
4
4
4
4
9
5
4
4
3
4
5
4
3
4
4
5
4
10
4
4
4
2
4
4
4
2
4
4
4
4
∑ Yi
41
41
43
27
41
40
40
27
40
40
41
39
Y
4,10
4,10
4,30
2,70
4,10
4,00
4,00
2,70
4,00
4,00
4,10
3,90
Nilai rata-rata kinerja (x): x =
∑ X = 27,3 n 12
= 2,28
Nilai rata-rata kepentingan (y): y =
∑ Y = 46,0 = 3,83 n 12
75
Lampiran 6 Atribut-atribut yang dianalisis Dimensi
No
Atribut
1
Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan
2
Kualitas mutu bahan baku pengolahan ikan
3
Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan
4
Penyediaan informasi harga ikan
5
Cold storage
6
Pabrik es atau gudang es
1
Program atau pembinaan pengolah ikan
2
Instalasi air bersih
3
Instalasi listrik
4
Instalasi BBM
5
Pengolahan limbah
1
Penyediaan informasi daerah distribusi
2
Penyediaan informasi harga pasar
3
Ketersediaan kendaraan distribusi
4
Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
1
Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan
2
Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan
3
Penyediaan informasi harga ikan
Pelayanan
4
Cold storage
yang
5
Program atau pembinaan pengolah ikan
diberikan
6
Instalasi air bersih
pihak
7
Instalasi listrik
pelabuhan
8
Instalasi BBM
9
Penyediaan informasi daerah distribusi
10
Penyediaan informasi harga pasar
11
Ketersediaan kendaraan distribusi
12
Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
1
Ketersediaan suplai bahan baku pengolahan ikan
2
Pemantauan mutu bahan baku pengolahan ikan
3
Penyediaan informasi harga ikan
Cara
4
Cold storage
melayani
5
Program atau pembinaan pengolah ikan
yang
6
Instalasi air bersih
dilakukan
7
Instalasi listrik
pengelola
8
Instalasi BBM
pelabuhan
9
Penyediaan informasi daerah distribusi
Praproduksi
Produksi
Distribusi
10
Penyediaan informasi harga pasar
11
Ketersediaan kendaraan distribusi
12
Ketersediaan pasar atau tempat untuk menjual hasil olahan ikan
76 76 Lampiran 7 Dokumentasi penelitian
Aktivitas pembelian bahan baku
Bahan baku pengasin ikan
Bahan baku pembuat terasi
Tampah menjemur ikan
Persiapan produksi
Persiapan penjemuran ikan
77
Lampiran 7 (lanjutan)
Penjemuran ikan
TPI
Lahan produksi
Aktivitas pendaratan ikan
Kantor KUD
Agen es
78
Lampiran 8 Layout PPP Muncar
79
Lampiran 8 (lanjutan) Keterangan gambar: 1. Desa 2. Pos jaga 3. Pintu gerbang 4. Rumah dinas LPPMHP 5. Toilet umum 6. Kantor pelabuhan 7. Masjid 8. Kantor syahbandar 9. Kantor PLN 10. Kantor KUD 11. Pos polairud 12. Kantin nelayan 13. Perbengkelan 14. Dispenser BBM 15. Tandon air 16. Lahan pengasin 17. TPI 18. Gudang alat 19. Tempat keranjang 20. Rumah pengasin 21. Tempat perakitan bambu 22. Industri ubur-ubur 23. Breakwater 24. Kolam pelabuhan 25. Desa Kalimati