V.
5.1
DESKRIPSI USAHA KECIL MENENGAH DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI JAWA TIMUR
Profil dan Peranan Strategis UKM dalam Perekonomian Propinsi Jawa Timur Peranan usaha kecil menengah (UKM) di Jawa Timur cukup signifikan dalam
menggerakkan perekonomian daerah yang menjadi salah satu sentra UKM di Indonesia. Pada tahun 2004 peranan UKM di Jawa Timur mencapai angka 55,38 persen yang terbagi ke dalam peranan usaha kecil 40,66 persen (159,s triliun rupiah) dan usaha menengah 14,72 persen (50,3 triliun rupiah). Usaha kecil dan menengah mampu menghasilkan nilai tambah sebesar 209,8 trilun rupiah, sementara sisanya diciptakan oleh usaha besar sebesar 132,O triliun rupiah (38,61 persen). Jika dilihat kedalam sektor menurut lapangan usaha, tampak dari tabel 1 di tahun 2004 penciptaan pangsa terbesar pada skala usaha kecil adalah sektor perdagangan sebesar 62,7 triliun rupiah (39,35 persen), diitempat kedua sektor pertanian mampu menciptakan nilai tambah sebesar 60,3 triliun rupiah (37,80 persen) dengan sektor padi sebagai komoditas unggulan dengan peranan 8,97 persen (Rp. 14,3 triliun). Tabel 1. PDRB Jawa Timur menurut skala usaha tahun 2004 (juta rp)
Tingginya peranan komoditi padi di Jawa Timur karena propinsi paling ujung pulau Jawa ini adalah salah satu lumbung padi nasional dengan share 16,65 persen terhadap produksi nasional. Sementara karena letaknya yang strategis mengakibatkan jalur perdagangan antar pulau baik menuju Bali, Sulawesi dan derah timur lainnya selalu melibatkan pelabuhan-pelabuhan dan bandara yang ada di Propinsi Jawa Timur ini. Menurut Wijoyo (2002) perekonomian Jawa Timur sangat terbuka, sehingga prospek ekonominya selain dipengaruhi faktor domestik dan eksternal, juga dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi makro nasional. Secara langsung maupun tidak langsung, peranan eksternal tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh Jawa Timur. Dikatakan, Amerika Serikat dan Jepang merupakan negara yang paling mempengaruhi perekonomian Jatim. Kedua negara itu merupakan mitra dagang terbesar, yaitu sekitar 39 persen dari total ekspor nonmigas Jawa Timur, untuk itu, pemerintah daerah Provinsi Jawa Timur melalui berbagai instansi terkait diharapkan dapat membuat terobosan baru dengan kedua negara tersebut, agar perekonomian daerah ini dapat tumbuh sesuai yang diharapkan. Tabel 2. Peranan PDRB Jawa Timur menurut skala usaha tahun 2004 (persen)
Usaha besar menurut tabel 2 di atas, mendominasi sektor industri pengolahan dengan industri rokok dan tembakau sebagai primadonanya. Peranan sektor ini
adalah kedua terbesar dari seluruh nilai tambah yang tercipta dalam perekonomian Jawa Timur setelah sektor perdagangan (kecil). Hal ini didukung oleh banyaknya industri rokok yang berada di Jawa Timur. Sebut saja HM. Sampoerna salah satu industri rokok nasional terkemuka dengan jumlah pabrik yang tersebar diseluruh Jawa Timur. Model industri waralaba yang dikembangkan oleh industri rokok ini memberi dampak sangat besar pada perekonomian Jawa Timur. Setiap bulan tidak kurang dari Rp. 12 miliar digerakkan oleh 22 unit produksi diseluruh Jawa Timur karena kegiatan waralaba industri lintingan rokok ini. Tabel 3. Distribusi PDRB Jawa Timur menurut skala usaha tahun 2004 (persen)
Sektor pertanian didominasi oleh usaha kecil dimana perannya jauh diatas rata-rata yakni mencapai 91,19 persen, sementara usaha menengah dan besar cuma 6,5 1 persen dan 2,26 persen. Skala usaha besar cenderung mendominasi sektor-sektor
yang memiliki teknologi dan modal yang tinggi dimana ha1 ini terlihat dari peran sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan yang sangat besar dalam menghasilkan nilai tambah. lndustri pengolahan jelas membutuhkan mesin-mesin dan peralatan berteknologi tinggi lainnya, demikian juga halnya dengan sektor pertambangan yang membutuhkan alat-alat angkut berat, alat transportasi dan mesin pengolahan yang disamping berteknologi tinggi juga membutuhkan investasi yang mahal. Usaha menengah menonjol di sektor keuangan dimana sektor ini menjadi
media perantara antara sektor primer dan tersier yang membutuhkan jasa lembaga keuangan. 5.2.
Posisi Usaha Kecil Menengah Permintaan
dalam Struktur Penyediaan dan
Dalam era situasi globalisasi dimana UKM yang ada Jawa Timur hams siap menghadapi beragam kondisi yang terjadi dalam era globalisasi dengan berbagai risiko yang muncul. Bahwa perkembangan ekspor tidak lagi ditentukan oleh keunggulan komparatif, tetapi ditentukan oleh keunggulan kompetitif. Keunggulan komparatif (comparative advantage) bergantung kepada faktor-faktor sumber daya alam (SDA), tenaga kerja, kapital, dan iptek. lptek sering disebut keunggulan kompetitif (competitive advantage), dengan demikian, UKM perlu dikenalkan dengan iptek yang identik dengan suatu transformasi pengetahuan terhadap pelaku UKM dan ini hanya dapat dilakukan apabila derajat pendidikan pelaku UKM cukup memadai untuk memahami prosesi ini Analisis stmktur merupakan tinjauan analisis yang bersifat deskriptif dan dengan analisis ini dapat diketahui struktur perekonomian secara umum yang dicerminkan dalam tabel 1-0. Analisis yang dimaksud adalah struktur penyediaan dan permintaan, output dan input serta NTB dan rasio permintaan antara. Analisis struktur tabel 1-0 UKM Jawa Timur tahun 2004 menggunakan klasifikasi 143 sektor, merupakan klasifikasi yang lebih lengkap sehingga akan menghasilkan hasil yang lebih tepat sasaran. Perbandingan antara output domestik yang dihasilkan oleh usaha kecil, menengah dan besar serta impor yang dipergunakan untuk memenuhi konsumsi, baik permintaan antara, maupun permintaan akhir dapat dilihat dari struktur penyediaan. Analisis struktur penyediaan untuk setiap sektor dilihat berdasarkan sumber asalnya.
Besarnya persentase impor menunjukkan bahwa
ketergantungan terhadap produk impor masih diperlukan dalam perekonomian, besarnya persentase usaha kecil dan menengah menunjukkan peranan kelompok usaha ini dalam menyediakan produk produk yang dibutuhkan dalam perekonomian
secara makro, sedangkan besarnya persentase usaha besar menunjukkan dominasi yang dilakukan oleh usaha ini. Nilai total impor yang dibutuhkan dalam perekonomian Jawa Timur tahun 2004 adalah sebesar 15 1.1 triliun rupiah yang berarti merupakan 19,73% terhadap total kebutuhan barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi dan konsumsi akhir di Jawa Timur, dilain pihak kemampuan domestik untuk menyediakan kebutuhan dalam negeri adalah sebesar 614.7 triliun juta rupiah (80,27%) yang kalau dirinci menurut skala usahanya maka usaha kecil mampu menyediakan sebesar 32,73%, usaha menengah 12,54% dan usaha besar 35,00%. Berdasarkan jenis produk, persentase penyediaan dari impor terbesar terdapat pada industri pengilangan minyak sebesar 95,35%. Persentase terbesar selanjutnya adalah industri mesin dan alat perlengkapan listrik, industri alat pengangkutan dan perbaikan, angkutan rel, angkutan ASDP dan industri makanan dan minuman lainnya. Informasi mengenai penyediaan sepuluh produk yang memiliki persentase impor besar dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Struktur penyediaan sepuluh sektor yang memiliki persentase impor relatif besar tahun 2004
Tingginya kebutuhan impor untuk ketiga komoditi diatas seperti industri pengolahan minyak dan industri mesin dan alat perlengkapan listrik dan industri alat pengakutan dan perbaikan, disamping karena belum optimalnya kemampuan industri pengolahan Jawa Timur memproduksi komoditi tersebut juga karena lebih murahnya
produk-produk impor yang berasal dari China dan Korea serta Negara-negara importer lainnya seperti Jepang, Taiwan bahkan Singapura. Membanjirnya motormotor, barang elektronik China dan mesin-mesin industri pengolahan yang murah dan berteknologi hampir sama dengan produk Jepang atau Eropa cukup menguncang industri otomotif maupun industri elektronik nasional. Tabel 1-0 UKM akan lebih bermakna dengan melihat potensi penyediaan yang dilakukan oleh Usaha Kecil dan Menengah serta Ekspor yang dilakukannya. Pada tabel 5, dapat dilihat penyediaan produk yang didominasi oleh usaha kecil di beberapa sektor. Penyediaan yang didominasi oleh usaha kecil sebagian besar hanya terdapat pada produk-produk kelompok pertanian.
Misalnya pada sektor padi,
penyediaan oleh usaha kecil mencapai 99,99%, kelapa 96,92%, jagung 89,86% dan perikanan laut 89,80%. Usaha kecil mendominasi lebih dari 90% penyediaan produk sayur-sayuran, buah buahan, kelapa dan tanaman kacang-kacangan. Jasa restoran menjadi satusatunya yang bukan sektor pertanian, dimana lebih dari 90.65% kebutuhannya disediakan oleh usaha kecil. Penyediaan seluruh sektor lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran I. Produk-produk non pertanian yang penyediaannya cukup besar disediakan oleh usaha kecil antara lain adalah produk sektor jasa perorangan dan rurnahtangga (79,69%), jasa perdagangan (71,94%), bangunan (45,83%) serta jasa angkutan darat (44,64). Tabel 5. Struktur penyediaan sepuluh sektor yang memiliki persentase terbesar dari usaha kecil tahun 2004 (persen)
Dominasi oleh usaha menengah lebih bewariasi produknya dibandingkan usaha kecil yang hanya mendominasi produk kelompok pertanian, bahkan lebih banyak pada produk sekunder dan tersier. Persentase dominasi terbesar oleh skala menengah adalah pada produk Jasa lembaga keuangan sebesar sebesar 59,18%. Persentase terbesar selanjutnya adalah hotel, penggeringan dan penggaraman, industri penggilingan padi, jasa sosial kemasyarakatan, jasa sewa bangunan dan jasa perusahaan serta tebu yang masing-masing besarnya adalah 39,83%; 38,97%; 38,76%; 32,95 dan 31,21%. Dominasi penyediaan oleh skala usaha menengah dapat dilihat pada tabel 6. Produk yang relatif besar disediakan oleh skala usaha menengah adalah kehutanan, jasa penunjang angkutan, industri bambu, kayu dan rotan serta bangunan dan perdagangan yang masing-masing lebih dari 20% dan dengan melihat rasio peranan penyediaan produk yang dilakukan oleh skala usaha kecil dan menengah, maka sektor-sektor tersebut mempunyai potensi besar untuk dibina. Tabel 6. Struktur penyediaan sepuluh sektor yang memiliki persentase terbesar dari usaha menengah tahun 2004 (persen)
Pada sisi permintaan, ha1 yang menarik dari analisis struktur penyediaan dan permintaan ini adalah dengan melihat proporsi permintaan ekspor dimana dari total produksi domestik sebesar 492.9 triliun rupiah, yang digunakan untuk memenuhi
permintaan pasar ekspor adalah sebanyak 20,22% nya, permintaan antara 35,64% dan permintaan akhir non-ekspor 44,14% (gambar 3).
STRUKTUR PENYEDIAAN
STRUKTUR PERMIMAAN mv am
Gambar 3. Struktur penyediaan dan permintaan barang dan jasa tahun 2004 Besarnya persentase ekspor menunjukkan bahwa sebagian produk yang dihasilkan dipasarkan diluar Jawa Timur maupun diluar negeri, yang pada akhimya akan menghasilkan pendapatan bagi Jawa Timur. Pada analisis struktur permintaan gabungan (kompetitif antara usaha kecil, menengah dan besar), minyak dan gas bumi mempunyai persentase ekspor terbesar, berikutnya adalah industri mineral bukan logam baik kecil, menengah maupun besar, industri pengolahan dan pengawetan daging, susu, sayuran dan buah-buahan (menengah).
Pada tabel 7 dapat dilihat
sepuluh sektor yang mempunyai persentase ekspor lebih dari 55 persen, diantaranya terdapat 4 kelompok industri usaha kecil dan menengah. Sruktur permintaan menurut skala usaha (tabel 7), dapat dilihat beberapa sektor usaha kecil dan menengah yang mempunyai persentase ekspor terbesar. Pada kelompok usaha kecil, dari total permintaan sebesar 262.0 miliar rupiah, yang digunakan untuk memenuhi permintaan ekspor sebanyak 16,78%, permintaan antara sebanyak 34,76% dan permintaan akhir domestik sebanyak 48,4596. Menurut jenis produknya, maka 5 (lima) sektor usaha kecil yang mempunyai persentase kebutuhan untuk pasar ekspor terbesar adalah industri barang dari mineral bukan logam, industri pengolahan & pengawetan daging, susu, sayur dan buahbuahan, industri rokok dan tembakau, tanaman bahan makanan lainnya dan jagung.
Persentase rasio kebutuhan untuk pasar ekspor kelima sektor tersebut lebih dari 35% terhadap total permintaan ekspor. Tabel 7. Struktur permintaan sepuluh sektor yang memiliki persentase ekspor terbesar tahun 2004 (persen)
Pada kelompok usaha menengah dari total permintaan sebesar 106.5 triliun rupiah (tabel 8), yang digunakan untuk pasar ekspor sebanyak 22,25%, permintaan antara sebanyak 29,25% dan permintaan akhir domestik sebanyak 48,50%. Menurut jenis produknya, 5 (lima) sektor usaha menengah yang mempunyai persentase pasar ekspor terbesar jenisnya sama seperti kelompok usaha kecil, tetapi dengan urutan yang berbeda yaitu industri barang dari mineral bukan logam, industri pengolahan & pengawetan daging, susu, sayur dan buah-buahan, industri penggilingan padi, industri alat pengangkutan dan perbaikan dan industri pengolahan dan penyamakan barang dari kulit dengan kontribusi diatas 45% (lihat gambar 4). ~
1i
~
U.h. k c , , BDm I6YY
I
i
-tun
I
@ .. .,. ..:. .,. ..... ....,. ... RMr*un
i
!
A W 47.8,X
I
I
I
Am,.
3 5 m
ii 1 1
I RnWun
M
,A*.
'.
Gambar 4. Struktur permintaan barang dan jasa menurut kelompok usaha
~
1
i
Ekspor Indonesia telah mengalami proses diversifikasi lebih cepat sejak pemerintah mendorong ekspor non migas, khususnya industri pengolahan, tetapi dibandingkan dengan negara-negara tetangga diversifikasi ekspor Indonesia berlangsung relatif lambat dan masih dari kategori padat karya berbasis teknologi rendah, oleh karena itu masih terbuka lebar kesempatan bagi UKM untuk meningkatkan partisipasinya dalam penciptaan ekspor nasional. Pembinaan yang terus menerus dibutuhkan agar kualitas dan kuantitas ekspor usaha kecil dan menengah dapat meningkat sehingga usaha ini menjadi lebih berkembang. Berkembangnya usaha kecil dan menengah secara tidak langsung akan lebih meratakan kue pembangunan ke segala bidang dan ke setiap penduduk. Permasalahan struktural yang dihadapi oleh dunia usaha umumnya adalah rendahnya mobilitas vertikal. Usaha-usaha kecil menghadapi tembok-tembok tebal untuk menerobos menjadi usaha menengah. Tembok penyekat semakin berlapis-lapis bagi usaha menengah untuk menjadi usaha besar. Selain itu, berdasarkan data yang tersedia, mayoritas UKM sebetulnya adalah usaha rumah tanggal mikro usaha kecil. Sedang yang berukuran menengah relatif sangat tipis atau keropos di tengah (the hallow middle). Usaha menengah bisa dikatakan tenggelam terjepit di antara
dominasi usaha kecil dan mikro, namun kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) sangat rendah, dan di lain pihak usaha besar yang jumlahnya sangat sedikit sekali, namun kontribusinya terhadap PDB sangat dominan. Tampak bahwa dalam kenyataannya pola vertikal dunia usaha di Indonesia menyerupai garis-patah seperti anak tangga. Ini menandakan betapa sulitnya usaha kecil naik kelas menjadi usaha menengah dan lebih sulit lagi usaha menengah menjadi usaha besar. Sebaliknya, untuk menjadi usaha besar, pengusaha tak perlu memulai debutnya dari usaha kecil atau menengah. Seseorang atau sekelompok orang tiba-tiba dalam waktu sangat pendek bisa langsung membuat usahanya menjadi besar atau menjadi konglomerasi. Padahal, pola yang lazim dijumpai di banyak negara adalah seperti yang tercermin pada garis lengkung continuum, yang menunjukkan bahwa perkembangan dunia usaha terjadi secara alamiah dan berkesinambungan (Kokotiasa, 2002)
Dalam rangka meningkatkan potensi ekspor antara skala usaha tersebut dibutuhkan sinergi yang pas antara usaha kecil menengah dengan usaha besar dimana usaha kecil dan menengah bisa saja berperan sebagai pemasok bahan baku untuk industri besar untuk selanjutnya dilakukan ekspor keberbagai wilayah. Kerjasama yang baik dibutuhkan untuk mernberikan kesempatan tumbuhnya ruang belajar secara kolektif untuk meningkatkan kualitas produk dan pindah ke segmen pasar yang lebih menguntungkan. Terakhir jaringan bisnis yang erat a n t a skala usaha baik secara teknologi, pelatihan dan kebijakan yang tepat dapat mendukung suatu visi pengembangan
lokal
bersama
dan
memperkuat
tindakan
kolektif
untuk
meningkatkan daya saing usaha kecil dan menengah.
Tabel 8. Struktur permintaan berdasarkau persentase ekspor terbesar dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004 (persen)
5.3
Posisi Usaha Kecil Menengah dalam Struktur Output dan Nilai Tambah Bruto Output merupakan nilai produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor
produksi karena adanya faktor-faktor produksi dan dari struktur output tiap-tiap skala usaha di sektor ekonomi dapat diketahui sektor-sektor yang memiliki sumbangan relatif besar dibandingkan dengan sektor sektor lainnya bagi pertumbuhan ekonomi, selanjutnya dari analisis struktur output ini dapat dilihat peranan setiap sektor baik peranan secara makro maupun peranan disetiap skala usahanya. Pada analisis struktur output gabungan (kompetitif antara usaha kecil, menengah dan besar), sektor yang memiliki peranan output terbesar adalah jasa perdagangan (kecil) yaitu sebesar 1 1,31% dari total output yang terbentuk dalam perekonomian Jawa Timur pada tahun 2004, selanjutnya adalah industri rokok dan tembakau (besar), restoran (kecil), industri barang-barang dari kertas dan karton (besar), industri pupuk, pestisida dan kimia lainnya (besar) perdagangan (menengah) yang masing-masing mempunyai persentase peranan output sebesar 8,89%; 5,42%; 4,86%; 354% dan 3,44 (tabel 9).
Tabel 9. Struktur output sepuluh sektor yang memiliki sumbangan terbesar tahun 2004
Analisis struktur output selanjutnya adalah peranan setiap sektor di masingmasing kelompok skala usaha (tabel 10). Sektor-sektor yang mempunyai peranan output terbesar disetiap skala usaha merupakan salah satu indikator bahwa sektor tersebut mempunyai potensi untuk dibina. Pada usaha kecil, jasa perdagangan (kecil) mempunyai persentase terbesar dan menyumbang 27,73% seluruh output skala usaha kecil. Empat sektor lainnya sebagai penyumbang terbesar adalah restoran (kecil), padi (kecil) dan jasa perorangan dan rumahtangga (kecil) bangunanlkonstruksi masing masing sebesar 13,30%; 6,67%; 4,99%; dan 4,99% dan dengan demikian output dari kelima sektor tersebut menyumbang hampir 50% dari seluruh output usaha kecil yang tercipta di Jawa Timur. Tabel 10. Struktur output berbagai sektor ekonomi yang memiliki sumbaugan terbesar dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004
Pada usaha besar, sektor yang mempunyai persentase output terbesar dalam pembentukan output usaha menengah adalah industri rokok dan tembakau, kemudian berturut turut empat sektor lainnya adalah industri barang-barang dari kertas, industri pupuk, pestisida dan kimia lainnya, jasa pemerintahan umum & pertahanan serta industri logam dasar dan barang dari logam. Kelima sektor tersebut masing-masing peranannya adalah 20,37%; 11,14%, 8,11%; 7,64%; 5,85% dan dengan demikian output dari kelima
sektor tersebut juga menyumbang hampir 50% dari seluruh
output usaha menengah yang tercipta.
Tabel 11. Struktur NTB sepuluh sektor yang memiliki sumbangau terbesar tahun 2004
Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah balas jasa terhadap faktor produksi yang tercipta karena adanya kegiatan produksi. Komponen NTB terdiri atas upah dan gaji, surplus usaha (termasuk didalamnya sewa tanah, bunga dan keuntungan), penyusutan barang modal dan pajak tak langsung serta subsidi. Besarnya nilai tambah bruto pada setiap sektor ditentukan oleh besarnya output dan biaya antara
yang
dikeluarkan dalam proses produksi. Struktur peranan nilai tambah bruto tidak akan terlalu berbeda jauh dengan struktur peranan output.
Pada analisis struktur NTB gabungan (kompetitif antara usaha kecil, menengah dan besar), sektor yang memiliki peranan terbesar adalah jasa perdagangan (kecil) sebesar 50,03 triliun rupiah atau 31,37% dari total NTB yang terbentuk. Selanjutnya adalah sektor industri rokok dan tembakau (besar) sebesar 26,3 triliun rupiah, jasa pemerintahan umum & pertahanan sebesar 17.7 triliun rupiah, perdagangan (menengah) sebesar 15,9 trilun rupiah (4,65 persen) dan padi (kecil) 14,7 triliun rupiah (3.76 persen). Tabel 12. Struktur NTB beberapa sektor ekonomi yang memiliki sumbangan terbesar dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004
Analisis struktur NTB selanjutnya adalah berdasarkan skala usaha. Pada skala usaha kecil (tabel 12), jasa perdagangan (kecil) adalah sektor yang mempunyai persentase peranan NTB terbesar atau 31,13% dari total NTB usaha kecil. Selanjutnya 4 (empat) sektor lainnya berturut tumt adalah padi, restoran, jasa
perorangan dan rumah tangga dan buah buahan, masing masing 8,97%; 7,67%; 5,630% dan 4,26% dan dengan demikian NTB dari kelima sektor tersebut menyumbang hampir 50% dari seluruh NTB usaha kecil yang tercipta. Pada usaha menengah, sektor yang mempunyai persentase peranan NTB terbesar adalah jasa perdagangan, jasa sosial kemasyarakatan, sewa bangunan dan jasa perusahaan serta jasa lembaga keuangan.
Kelima sektor pada skala usaha
menengah tersebut masing masing persentasenya adalah 31,76%; 7,07%; 6,25%; 5,37%; dan 4,94% dari total NTB usaha menengah dan dengan demikian nilai tambah bruto dari kelima sektor tersebut menyumbang lebih dari 50% dari seluruh nilai tambah bruto pada kelompok skala usaha menengah. kelompok sektor-sektor dengan peranan NTB besar dan output kecil Plot data antara output dengan NTB akan menghasilkan informasi mengenai sektor-sektor yang mempunyai kemampuan meningkatkan output dan percepatan nilai tambah. Plot data output dengan NTB dilakukan di masing masing skala usaha, menghasilkan bidang empat kuadran dan masing masing kuadran menjelaskan Kuadran I adalah kelompok sektor dengan peranan NTB besar dan utput kecil. Kuadran I1 adalah kelompok sektor dengan peranan NTB besar & output besar. Kuadran I11 adalah kelompok sektor dengan peranan NTB kecil dan output kecil. Kuadran IV adalah kelompok sektor dengan peranan NTB kecil dan output kecil besar. Hasil plot output dengan NTB diperoleh sektor sektor di kuadran 11, yang mempunyai kemampuan meningkatkan output dan percepatan nilai tambah, yaitu : a. Kelompok usaha kecil adalah : padi, buah-buahan, kelapa, unggas dan hasilhasilnya, peternakan lainnya, bangunan, perdagangan, restoran, angkutan darat, jasa perorangan dan mmahtangga. b. Kelompok usaha menengah adalah : bangunan dan perdagangan.
5.4
Posisi Usaha Kecil Menengah dalam Struktur Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah salah satu faktor produksi dalam proses pembuatan barang dan jasa. Secara total jumlah tenaga kerja pada seluruh skala ekonomi di Jawa Timur pada tahun 2004 adalah 19,4 juta orang yang terdiri dari 12,5 juta (64,36 persen) pada usaha kecil, 2,6 juta orang (13,67 persen) pada usaha menengah dan sebanyak 4,3 juta orang (21,7 persen) pada usaha besar. Persentase jumlah tenaga kerja pada usaha kecil terbanyak pada sektor jasa perdagangan (kecil) sebesar 23,70% dari jumlah tenaga kerja usaha kecil, diikuti sektor padi (kecil) 13,62%. Tiga sektor lainnya yang memiliki persentase terbesar adalah restoran, buah buahan, dan peternakan lainnya masing masing sebesar 9,09%; 6,02% dan 5,60%. Tabel 13. Struktur beberapa sektor ekonomi yang memiliki tenaga kerja terbesar dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004
Jumlah tenaga kerja usaha menengah sebanyak 2,6 juta orang, merupakan 13,67% dari total tenaga kerja. Persentase jumlah tenaga kerja pada skala usaha ini terdapat pada sektor jasa perdagangan sebesar 35,85% dari jumlah tenaga kerja menengah.
Empat sektor lainnya yang memiliki persentase terbesar adalah
bangunan, jasa sosial kemasyarakatan, unggas dan lainnya dan sektor hotel, masing masing adalah 7,80%; 5,43%; 4,83% dan 4,82% (tabel 13). Jumlah tenaga kerja usaha besar sebanyak 4,3 juta orang, merupakan 21,97% dari total tenaga kerja. Persentase jumlah tenaga kerja terbesar pada skala usaha ini terdapat pada sektor pemerintah umum dan pertahanan sebanyak 21,14%, industri rokok dan tembakau 12,03%, bangunan 7,23% dan perdagangan 6,53%. Tabel 14. Produktifitas tenaga kerja terbesar dimasing-rnasing kelompok skala usaha tahun 2004 (jutalorang)
Produktifitas tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 14 diatas dimana pada usaha kecil poduktifitas tertinggi ada pada sektor jasa sewa bangunan dan jasa
perusahaan, disusul sektor lembaga keuangan dan industri mesin dan alat perlengkapan listrik. Sektor menengah produktifitas tenaga tertinggi tercipta pada sektor jasa sewa bangunan dan jasa perusahaan dan jasa lembaga keuangan dan industri pengolahan dan pengawetan
daging, susu, sayur dan buah-buahan.
Perbandingan produktifitas menurut skala usaha memperlihatkan bahwa usaha besar paling tinggi produktifitasnya karena usaha besar biasanya memiliki nilai tarnbah besar sementara tenaga kerja yang digunakan sedikit. Pada usaha kecil dan menengah terutama sektor-sektor pertanian produktifitas masih rendah (terbukti tidak ada sektor pertanian yang masuk lima besar produktifitas tertinggi), ha1 ini disebabkan karena para petani kita belum mampu mengoptimalkan tenaga kerja yang dipakai dengan penciptaan nilai tambahnya. 5.5
Rasio Permintaan Antara (RPA) dan Rasio Input Antara (RIA) Rasio Permintaan Antara (RPA) merupakan ukuran yang menunjukkan
besarnya penyediaan yang digunakan untuk memenuhi permintaan antara dalam proses produksi. Semakin tinggi RPA suatu sektor semakin tinggi pula ketergantungan sektor sektor lainnya terhadap sektor tersebut (sektor yang memiliki RPA tinggi).
Pada sisi lain, bisa dikatakan bahwa semakin tinggi RPA, berarti
semakin besar proporsi yang digunakan untuk keperluan permintaan antara, sebagai bahan baku, bahan penolong maupun input lainnya, sebaliknya semakin kecil proporsi yang digunakan untuk permintaan akhir sebagai konsumsi akhir. Sektor sektor pada kelompok usaha kecil, yang memiliki rasio permintaan antara tinggi dan nilainya mendekati 1 adalah sektor kehutanan, pertambangan lainnya, padi dan tebu masing masing adalah 0,9433; 0,8830 dan 0,8775. Pada kelompok usaha menengah tiga sektor yang memiliki rasio permintaan antara relatif tinggi mendekati nilai (satu) merupakan sektor sektor seperti skala usaha kecil yaitu kehutanan, serta peternakan lainnya, pertambangan lainnya masing masing adalah 0,9602; 0,9420 dan 0,8957.
Tabel 15. Beberapa sektor ekonomi yang memiliki Rasio Permintaan Antara (RPA) relatif tinggi dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004 (persen)
Rasio permintaan antara yang nilainya sangat signifikan (mendekati nilai satu) menunjukkan bahwa penyediaan dari sektor sektor tersebut hampir 100% diolah lagi untuk menjadi barang atau komoditas yang nilai gunanya lebih tinggi. Ketersediaan produk tersebut perlu tetap dijaga, karena jika keberadaannya sangat terbatas akan menyebabkan tersendatnya produksi lain yang berbahan baku produk tersebut (tabel 15). Rasio Input Antara (RIA) adalah indikator untuk melihat tingkat efrsiensi dari segi biaya suatu sektor ekonomi. Makin kecil rasio ini, semakin efisien sektor tersebut. Dengan rasio ini dapat pula diketahui kebutuhan biaya (bahan baku ataupun lainnya) yang sangat dominan dalam menghasilkan sebuah produk. Sektor-sektor pada usaha kecil, yang memiliki RIA relatif lebih rendah adalah buah-buahan dan peternakan lainnya yakni sebesar 0,0404 dan 0,0420. Kedua sektor ini mempunyai RIA dibawah lo%, selanjutnya adalah perikanan, kelapa, tanaman perkebunan lainnya.
Tabel 16. Beberapa sektor ekonomi yang memiliki Rasio Input Antara (RIA) relatif rendah dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004 (persen)
Pada usaha menengah empat sektor yang memiliki RIA relatif rendah adalah jasa sosial kemasyarakatan, buah-buahan, perikanan laut dan kelapa masing masing 0,0192; 0,0225; 0,0692 dan 0,0692. Tujuan dari analisis Rasio Input Antara (RIA) adalah untuk melihat tingkat efisiensi sektor dalam menghasilkan produk.
Disisi lain, analisis ini dapat
memisahkan input antara yang berasal dari domestik dan impor.
Input antara
domestik masih dapat dipisahkan lagi menjadi usaha kecil, menengah dan besar. Jika analisis difokuskan pada input antara yang berasal dari usaha besar dan impor, maka akan diperoleh sektor sektor yang mempunyai ketergantungan yang besar terhadap barang dan jasa dari usaha besar dan impor.
Tabel 17. Beberapa sektor ekonomi yang memiliki Rasio Input Antara (RIA) impor relatif tinggi dimasing-masing kelompok skala usaha tahun 2004 (persen)
Sektor pada kelompok usaha kecil yang memiliki RIA impor tinggi (tabel 17) adalah industri alat pengangkutan dan perbaikan sebesar 0,3317, selanjutnya adalah industri barang dari karet dan plastik, industri lainnya, industri makanan dan minuman lainnya serta industri pupuk, pestisida dan kimia lainnya masing masing sebesar 0,2898; 0,2422; 0,2306 dan 0,2178. Sektor pada kelompok usaha menengah yang memiliki RIA impor tinggi adalah industri lainnya, industri makanan dan rninuman lainnya, angkutan darat, industri pupuk dan kimia lainnya dan industri pengolahan dan penyamakan kulit 0,2578 ; 0,2561; 0,2545; 0,2352 dan 0,2340. Pada kelornpok usaha besar, RIA irnpornya relatif tinggi dibandingkan usaha kecil dan rnenengah. Lima sektor dengan RIA irnpor tinggi adalah angkutan ASDP, angkutan darat dan angkutan udara (0,421 3; 0,3742 dan 0,3553).
Kombinasi RIA dan RPA akan diperoleh sektor sektor yang mempunyai posisi relatif antar sektor dalam bidang empat kuadran. Masing-masing menjelaskan : Kuadran I adalah kelompok sektor-sektor dengan RIA tinggi dan RF'A rendah. Kuadran 11 adalah kelompok sektor-sektor dengan RIA tinggi dan RPA tinggi. Kuadran I11 adalah kelompok sektor-sektor dengan RIA rendah dan RPA rendah. Kuadran IV adalah kelompok sektor-sektor dengan RIA rendah dan RF'A tinggi. Hasil plot dapat menggambarkan sektor-sektor yang dapat dikembangkan untuk pengambilan kebijakan secara lebih efektif melalui pencapaian tingkat efisiensi tinggi dan kemampuan mendistribusikan produk.
Sektor-sektor yang mempunyai
RIA rendah dengan RPA tinggi yaitu: a.
Kelompok usaha kecil adalah: padi, sayur-sayuran, tebu, tanaman perkebunan lainnya, unggas dan hasil-hasilnya,
peternakan lainnya, perikanan laut,
perikanan darat, pertambangan lainnya, perdagangan, angkutan darat, jasa penunjang angkutan, jasa komunikasi, jasa lembaga keuangan, jasa sosial kemasyarakatan. b.
Kelompok usaha menengah adalah : sayur-sayuran, tebu, tanaman perkebunan lainnya, unggas dan hasil-hasilnya, peternakan lainnya, perikanan darat, pertambangan
lainnya, angkutan darat, jasa
penunjang angkutan, jasa
komunikasi, jasa lembaga keuangan.
Tabel 18. Tabel 1-0 UKM domestik atas dasar harga produsen tahun 2004,3 sektor (miliar rupiah)
Pengamatan terhadap keterkaitan perekonomian di Jawa Timur menurut skala usaha memperlihatkan bahwa usaha kecil dalam menghasilkan produk menggunakan
input antara yang berasal dari usaha kecil sebesar 15,08%, dari usaha menengah 3,78% dan usaha besar sebanyak 4,27% serta impor 7,95%, sementara usaha besar
memiliki kandungan impor paling besar dibanding usaha kecil dan menengah, dimana 13,45% usaha besar membutuhkan input dari impor untuk memproduksi outputnya, dengan demikian ketergantungan usaha besar terhadap sangat tinggi dimana ha1 ini seringkali menyebabkan kesulitan bagi usaha besar ketika terjadi fluktuasi nilai tukar. Tabel 19. Struktur input tabel 1-0 UKM domestik atas dasar harga produsen tahun 2004,3 sektor
Ketergantungan usaha kecil dan menengah terhadap usaha besar dapat pula dilihat melalui matriks penganda 1-0 UKM (tabel 20) dan bila terjadi peningkatan permintaan barang dan jasa usaha besar satu satuan, akan mendorong kenaikan produksi usaha kecil 0,19 satuan, usaha menengah 0,07 satuan dan usaha besar 1,31 satuan, sehingga total ekonomi meningkat 1,57 satuan. Kenaikan permintaan 1 satuan usaha kecil sebaliknya akan meningkatkan usaha besar 0,15 satuan, usaha menengah 0,05 satuan dan usaha kecil 1,22 satuan. Tabel 20. Matrik pengganda 1-0 UKM tahun 2004,3 sektor