POLA PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH
ADI GUMELAR JUNGJUNAN
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus sp.) di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Adi Gumelar Jungjunan NIM C44120016
2
ABSTRAK ADI GUMELAR JUNGJUNAN. Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur (Trichiurus sp.) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Dibimbing oleh MULYONO S BASKORO dan MUSTARUDIN. Pengembangan usaha perikanan tangkap yang tepat dan berkelanjutan di suatu daerah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat nelayan, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi umum perikanan layur di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah, menentukan jenis alat tangkap ikan layur yang terbaik dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi, serta merumuskan strategi pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan menggunakan analisis Deskriptif, Metode Skoring, dan Analisis SWOT. Hasil analisis ini menunjukkan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan layur adalah jaring insang hanyut monofilamen (1394 unit), jaring rampus (1429 unit), payang (142 unit), dan trammel net (876 unit). Sedangkan jumlah kapal yang digunakan untuk menangkap ikan layur sebanyak 1.429 unit. Terkait alat tangkap ikan layur yang paling tepat untuk dikembangkan (prioritas I) di Kabupaten Cilacap berdasarkan analisis yang telah diperhitungkan adalah jaring rampus dengan nilai VA sebesar 2,02, sedangkan alat tangkap layur yang menjadi prioritas II (Back up) adalah payang dengan nilai VA-Gab sebesar 1,19. Terkait strategi yang tepat dalam pola pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap adalah peningkatan volume produksi produk perikanan layur berkualitas baik, penetapan harga dasar ikan layur oleh PEMDA, peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan, kemudahan akses pemodalan dan promosi produk ikan layur, dan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar. Kata kunci: alat tangkap, pengembangan, perikanan layur
3
ABSTRACT ADI GUMELAR JUNGJUNAN. The Pattern of Ribbon (Trichiurus sp.) Fishing Business Developmentin Cilacap, Central Java. Supervised by MULYONO S BASKORO and MUSTARUDIN. The appropriate business development of catch fish continuity in some area is the most important thing to reach the fishermen prosperity to open the field of job and to increase the regional revenue (PAD) especially in Cilacap Regency Central Java. The purpose of the research is to analize the general condition of ribbon fishery in Cilacap, to determine the best fishing gear to catch ribbon fish from technical aspect, environment, social, economic, and formulating the strategy of fishery industry business there. This research used survey method and descriptive analysis, scoring method, and SWOT analysis. These analysis resulted the fishing gear to catch ribbon fish are monofilamment drift gill net (1394 units), monofilament bottom gill net (1429 units), pelagic danish seine (142 units), and Trammel net (876 units). Where as the number of fishing boat as many 1.429 units.Based on the analysis calculation that monofilament bottom gill net valued VA-Gab measured 2,02 is the best fishing gear of ribbon fish to be developed (priority 1) in Cilacap, while pelagic danish seine is the priority (back up) valued VA-Gab measured 1,19.Related to the right strategy and the development of fishery industry business of ribbon fish in Cilacap are the increase of good quality of ribbon fish production , the basic price determination by the Cilacap goverment (PEMDA), increase capacity of fishing vessel, capital access and product promotion and socialization to the society about the importance of keeping the surounding environment. Keywords : fishing gear, development, ribbon fishery
4
POLA PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH
ADI GUMELAR JUNGJUNAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
5
7
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini penulis buat sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada : 1. Prof.Dr.Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc dan Dr. Mustaruddin, STP sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis hingga selesainya skripsi ini. 2. Dr. Iin Solihin, S.Pi, M.Si sebagai Ketua Komisi Pendidikan Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap dan Dr. Gondo Puspito, M.Sc sebagai dosen penguji saat ujian yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini. 3. Keluarga tercinta khususnya ayah dan ibu yang telah banyak memberikan semangat, motivasi, dan arahan serta do’a kepada penulis serta seluruh pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentunya masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Maret 2016 Adi Gumelar Jungjunan
8
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Penelitian Terdahulu 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE PENELITIAN 3 Waktu dan Tempat 3 Alat dan Bahan 3 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3 Metode Analisis Data 5 Analisis kondisi umum perikanan layur 5 Analisis penentuan alat tangkap terbaik 5 Analisis strategi pengembangan perikanan layur 6 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Kondisi Umum PerikananLayur di Kabupaten Cilacap 9 Kondisi kapal dan alat tangkap ikan layur 9 Karakteristik nelayan perikanan layur 10 Daerah penangkapan ikan layur 11 Produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap 12 Pemilihan Teknologi yang Tepat Untuk Pengembangan Perikanan Layur di Kabupaten Cilacap 13 Kinerja Alat Tangkap Ikan Layur 13 Aspek teknis 13 Aspek lingkungan 14 Aspek sosial ekonomi 16 Hasil analisis teknologi pengembangan perikanan layur 17 StrategiPengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur 18 Faktor internal 18 Faktor eksternal 20 Strategi pengembangan perikanan layur 22 SIMPULAN DAN SARAN 24 Simpulan 24 Saran 25 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 28 RIWAYAT HIDUP 35
9
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Responden penelitian Pembobotan setiap faktor-faktor SWOT Matriks SWOT Jumlah alat tangkap layur di perairan Kabupaten Cilacap Karakteristik nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap Produksi ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap tahun 2014 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis 9 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan 10 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan 11 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek sosial ekonomi 12 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek sosial ekonomi 13 Hasil penilaian gabungan aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi 14 Hasil standarisasi pemilihan teknologi perikanan layur 15 Faktor internal pengembangan perikanan layur (matriks IFAS) 16 Faktor eksternal pengembangan perikanan layur (matriks EFAS) 17 Matriks SWOT pengembangan perikanan layur
4 7 8 9 11 12 13 14 14 15 16 17 17 18 19 21 23
DAFTAR GAMBAR 1Peta lokasi penelitian 2Alat tangkap ikan layur 3Peta daerah penangkapan ikan layur
3 10 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Data aspek teknis alat tangkap Data aspek lingkungan alat tangkap Data aspek sosial ekonomi alat tangkap Unit penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap Sumberdaya ikan layur di Kabupaten Cilacap
28 29 31 34 35
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perikanan tangkap adalah suatu upaya/kegiatan yang menyangkut pengusahaan suatu sumberdaya laut atau perairan umum melalui cara penangkapan baik secara komersial maupun tidak komersial (Putra 2015). Kegiatan Perikanan tangkap erat kaitannya dengan konsep pengembangan perikanan yang berkelanjutan.Menurut Charles (2001) menyatakan bahwa konsep pengembangan perikanan yang berkelanjutan mencakup aspek ekologi, teknologi, ekonomi, dan etika kelembagaan sebagai pengelola dan pengawasan pemanfaatan sumberdaya secara keseluruhan. Keterpaduan aspek-aspek tersebut dapat menciptakan pengelolaan perikanan tangkap yang baik dan berkelanjutan. Pengembangan usaha perikanan tangkap yang tepat dan berkelanjutan di suatu daerah menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat nelayan, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Usaha perikanan tangkap di Kabupaten Cilacap yang perlu dikembangkan yaitu perikanan layur, hal tersebut berkaitan karena volume produksi hasil tangkapan ikan layur yang masih rendah dan mengalami fluktuasi. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap (2014) mencatat bahwa volume produksi ikan layur pada tahun 2014 sebesar 338,2 Ton. Angka tersebut masih di bawah target tahunan DKP2SKSA Kabupaten Cilacap yaitu sebesar 620 Ton. Perikanan layur di Kabupaten Cilacap memiliki potensi untuk dikembangkan karena ikan layur memiliki harga ekonomis yang cukup tinggi dan merupakan komoditas ekspor ke beberapa negara Asia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2015) mencatat bahwa harga ikan layur di PPS Cilacap pada bulan Februari 2015 sebesar Rp.39.333/kg. Adapun volume ekspor ikan layur di PPS Cilacap pada tahun 2014 yaitu sebesar 17,06 Ton (PPS Cilacap 2014).Selain itu ikan layur merupakan jenis komoditi unggulan di Kabupaten Cilacap selama 5 tahun dari tahun 1999 sampai tahun 2003. Komoditas unggulan tersebut dapat menjadi prioritas pengembangan komoditas ikan di Kabupaten Cilacap. Dengan pengembangan perikanan berbasis komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan volume produksi perikanan layur sehingga pendapatan nelayan dan perekonomian di Kabupaten Cilacap meningkat (Kohar dan Suherman 2006). Permintaan ikan layur untuk tujuan ekspor cenderung meningkat terutama pada musim ikan. Menurut Utami et al (2002) permintaan ekspor ikan layur mencapai 100-500 ton/bulan, kondisi ini menyebabkan perikanan layur mempunyai peluang yang cukup besar di pasar internasional.Berkaitan dengan hal tersebut diatas, oleh karena itu pengembangan usaha perikanan layur di Kabupaten Cilacap perlu dilakukan. Pola pengembangan usaha pada perikanan tangkap sangat dibutuhkan untuk merancang strategi pengembangan usaha perikanan tangkap yang tepat serta keberlanjutan sebuah usaha penangkapan ikan. Adanya suatu pola pengembangan usaha tersebut diharapkan dapat mengoptimalkan hasil tangkapan ikan layur serta dapat menunjang tingginya permintaan ikan layur untuk konsumsi dalam negeri serta tujuan ekspor. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan penelitian
2
tentang pola pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian dan kajian telah banyak dilakukan terkait dengan pengembangan perikanan layur diantaranya : 1. Astuti (2008) melakukan penelitian mengenai pola dan pemanfaatan sumberdaya ikan layur di perairan Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Menyimpulkan bahwa usaha penangkapan ikan layur yang dapat dikembangkan di perairan Palabuhanratu adalah pancing ulur. 2. Sholeh (2012) melakukan penelitian mengenai pengelolaan sumberdaya ikan layur di PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Menyimpulkan bahwa perlu ditetapkan suatu teknologi alat penangkapan ikan layur yang selektif dan memiliki produktivitas yang tinggi agar ikan layur yang masih produktif tetap hidup bebas di alam guna melakukan proses pemulihan (recovery sumberdaya) serta pengurangan effort (khususnya alat tangkap jaring rampus) yang menjadi ancaman utama terhadap kelestarian stok ikan layur. 3. Wewengkang (2002) melakukan penelitian mengenai analisis sistem usaha penangkapan ikan layur di Palabuhanratu dan kemungkinan pengembangannya. Menyimpulkan bahwa kebijakan pengelolaan dan fasilitasfasilitas pendukung berperan sangat penting dalam memepertahankan kelangsungan sumberdaya ikan layur dan memenuhi kebutuhan para pelaku sistem yang terlibat.
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis kondisi umum perikanan layur di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. 2. Menentukan jenis alat tangkap ikan layur yang terbaik dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. 3. Merumuskan strategi pengembangan usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Membantu pemerintah daerah dalam program pengembangan perikanan layur yang berkolaboratif antar stakeholders perikanan. 2. Mendukung pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan usaha penangkapan ikan layur. 3. Memberikan arahan kepada pelaku perikanan dalam pengembangan alat tangkap ikan layur.
3
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Gambar 1). Terdapat 3 lokasi pengambilan data pada penelitian iniyaitu TPI Sentolokawat, TPI Pandanaran, dan TPI PPS Cilacap. Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu kurang lebih satu bulan, yaitu pada bulan Oktober 2015.
Gambar 1 Peta Lokasi Pelaksanaan Penelitian di Perairan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kuesioner sebagai pedoman pengumpulan data, kamera digital, dan laptop untuk melakukan analisis data.
Jenis dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilaksanakan dengan metode survei terhadap objek nelayan khususnya nelayan perikanan layur. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Secara umum, jenis data primer dan data sekunder yang dikumpulkan adalah :
4
a. Data tentang kondisi umum perikanan layur (data produksi, alat tangkap, kapal/perahu, nelayan perikanan layur dan daerah penangkapan ikan). b. Data teknis terkait dengan ukuran alat tangkap, kelengkapan peralatan pendukung produksi, kapasitas muat ikan, kapasitas muat es, jumlah nelayan, kapasitas mesin, dan ukuran kapal. c. Data lingkungan terkait tingkat selektivitas alat tangkap, keramahan alat tangkap terhadap habitat, kualitas hasil tangkapan, keamanan penggunan alat tangkap oleh nelayan, keamanan produk bagi konsumen, by-catch rendah, dampak terhadap biodiversity, dan keamanan terhadap ikan yang dilindungi. d. Data sosial ekonomi terkait penerapan teknologi tepat guna, jumlah hasil tangkapan, tingkat keuntungan, biaya operasional, kemandirian terhadap pembuatan dan perawatan alat tangkap ikan, dan memenuhi perundangundangan yang berlaku. e. Data terkait kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan teknik waawanacara dipandu dengan kuesioner yang diberikan kepada responden, dan pengamatan langsung.Jumlah responden yang diambil sebanyak 60 orang dengan rincian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Responden penelitian No
Jenis data
1
Data untuk analisis deskriptif
2
3
Data untuk analisis skoring Data untuk analisis SWOT
Metode Pengumpulan Data
-
Jumlah Responden (orang) -
langsung Telaah pustaka Wawancara Random sampling
Nelayan
40
Wawancara Purposive sampling
Nelayan Pegawai
20
Pengamatan
Asal Responden
DKP2SKSA Cilacap Pegawai UPT PPS Cilacap Total
60
Penentuan jumlah responden tersebut didasarkan pada pertimbangan jumlah responden untuk penelitian deskriptif yaitu minimal 10% dari jumlah populasi (Sumarsono 2004). Penentuan responden dalam penelitian ini yaitu dipilih secara sengaja (purposive sampling) dan acak (random sampling). Penentuan responden dengan purposive sampling ini bertujuan agar informasi yang diberikan lebih akurat dan tepat. Sedangkan wawancara dilakukan secara terstruktur kepada stakeholders yang mengetahui banyak informasi terkait perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Stakeholders tersebut antara lain nelayan perikanan layur, pegawai Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap, dan pegawai UPT PPS Cilacap.
5
Metode pengumpulan data sekunder pada penelitian ini yaitu melalui telaah pustaka yang diperoleh dari dokumen atau arsip-arsip pihak Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap, dan pihak PPS Cilacap.
Metode Analisis Data
Analisis kondisi umum perikanan layur Analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi umum perikanan layur adalah analisis deskriptif. Menurut Sugiyono (2010) analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menganalisis data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Data yang akan dideskripsikan dalam analisis deskriptif ini meliputi jenis alat tangkap ikan layur, jumlah alat tangkap ikan layur, jumlah kapal perikanan layur, ukuran kapal penangkapan ikan layur, karakteristik nelayan perikanan layur, daerah penangkapan ikan layur dan produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Hasil analisis tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik atau gambar yang relevan. Analisis deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang kondisi terkini perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Analisis penentuan alat tangkap terbaik Metode yang digunakan untuk menentukan alat tangkap ikan layur terbaik adalah metode skoring. Menurut Putra (2015) metode skoring disebut juga sebagai metode analisis multi klinearitas, karena metode ini berkaitkan dengan beberapa kriteria/aspek yang menjadi fokus utama dalam pemilihan keputusan pengelolaan. Dalam penerapannya metode skoring menggunakan skor-skor tertentu maupun nilai rill untuk mengidentifikasi atau menilai obyek yang dikaji. Metode skoring dalam penelitian ini digunakan untuk memilih alat tangkap yang tepat untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Analisis ini juga dikaitkan dengan analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi. Menurut Kuntoro dan Listiarini (1983)rumus perhitungan analisis skoring dalam penelitian adalah : ( )=
( )=
− 1− ( )
Dengan keterangan sebagai berikut : Untuk i = 1,2,3,.....,n
6
V (X) = Fungsi nilai dari parameter X X = Nilai parameter X yang ke-i X₁ = Nilai tertinggi untuk parameter X X0 = Nilai terendah untuk parameter X V (A) = Fungsi nilai dari alternatif A V1(X1)= Fungsi nilai dari alternatif pada kriteria ke-i i=1,2,3,.....n (opsi teknologi alat tangkap yang digunakan) Terkait aspek teknis parameter yang digunakan pada metode skoring ini terdiri dari beberapa parameter meliputi ukuran alat tangkap, kelengkapan peralatan pendukung, kapasitas muat ikan, kapasitas muat es, jumlah nelayan, kapasitas mesin, dan ukuran kapal. Aspek lingkungan parameter yang digunakan meliputi selektifitas alat tangkap, keramahan alat tangkap terhadap habitat, kualitas hasil tangkapan, keamanan penggunaan alat tangkap terhadap nelayan, keamanan produk bagi konsumen, by-catch rendah, dampak positif terhadap biodiversity, dan keamanan terhadap ikan yang dilindungi (FAO 1995). Parameter yang digunakan dalam aspek sosial ekonomi meliputi penerapan teknologi tepat guna, jumlah hasil tangkapan, keuntungan, biaya operasional, kemandirian terhadap pembuatan dan perawatan alat tangkap, dan memenuhi perundang-undangan yang berlaku. Nilai X pada perhitungan analisis skoring dalam penenlitian ini merupakan nilai rata-rata dari setiap parameter untuk aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi dari alat tangkap. Nilai parameter tersebut menggunakan skor dengan kisaran 1-4, dimana 1, 2, 3, dan 4 masing-masing menyatakan tidak baik, cukup baik, baik, dan sangat baik ataupun menggunakan istilah yang setara maupun nilai rill. Penentuan nilai parameter untuk metode skoring ini ditentukan sendiri oleh nelayan perikanan layur.
Analisis strategi pengembangan perikanan layur Analisis yang digunakan untuk menentukan strategi yang tepat untuk pengembangan perikanan layur adalah analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2000) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strength) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Analisis SWOT pada penelitian ini digunakan untuk menyusun strategistrategi pengembangan usaha penangkapan ikan layur. Analisis SWOT tersebut dengan mempertimbangkan faktor lingkungan internal strength dan weaknesess serta lingkungan eksternal opportunities dan threats yang dihadapi dalam usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi suatu pola pengembangan usaha perikanan layur yang tepat di Kabupaten Cilacap. Analisis SWOT diawali dengan mengidentifikasikan faktor internal dan eksternal perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Menurut Septifitri (2010)
7
menyebutkan bahwa proses yang harus dilakukan agar mendapat hasil yang lebih tepat pada proses analisis SWOT yaitu melalui berbagai tahapan sebagai berikut : 1) Tahap pengambilan data yaitu dengan evaluasi faktor internal dan eksternal 2) Tahap analisis yaitu dengan pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT, dan 3) Tahap pengambilan keputusan Tahap pengambilan keputusan dalam analisis SWOT ini berguna untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Setelah mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal dalam perikanan layur, maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks internal eksternal. Menurut Septifitri (2010) sebelum melakukan penyusunan matriks analisis SWOT terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor strategi eksternal dan internal dengan pembobotan. Tahapan pembobotan yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) Menyusun faktor-faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktorfaktor strategi eksternal (peluang dan ancaman) sebanyak 5 sampai dengan 10 strategi. 2) Memberikan bobot masing-masing faktor strategi internal dan eksternal, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pembobotan setiap faktor-faktor SWOT Faktor-faktor internal Kekuatan Bobot Kelemahan Bobot S1 W1 S2 W2 S3 W3 S4 W4 Wn Sn Sumber: Septifitri (2010)
Faktor-faktor eksternal Peluang Bobot Ancaman Bobot O1 T1 O2 T2 O3 T3 O4 T4 On Tn
Penentuan bobot dalam setiap faktor-faktor SWOT ditentukan langsung oleh penulis sendiri dengan mempertimbangkan faktor yang paling berpengaruh sampai tidak berpengaruh terkait perikanan layur sesuai dengan wawancara dengan nelayan. Skala yang digunakan dalam pembobotan setiap faktor ini mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,00 (tidak penting). Setelah pembobotan masing-masing faktor strategi dirangking dan dihubungkan keterkaitannya, maka selanjtunya menyusun beberapa alternatif strategi dengan menggunakan matrik analisis SWOT (Tabel 3). Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternalnya yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Septifitri 2010). Pola pengembangan usaha penangkapan ikan layur yang dijelaskan pada penelitian ini merupakan perpaduan antara berbagai faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada suatu usaha penangkapan ikan layur, sehingga didapatkan alternatif strategi yang tepat dan terbaik untuk dikembangkan pada usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Matriks SWOT disajikan pada Tabel 3.
8
Tabel 3Matriks SWOT IFA/EFA OPPORTUNITIES (O)
TREATHS (T)
Sumber: Septifitri (2010)
STRENGTH (S) Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran I Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II
WEAKNESS (W) Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika berada pada kuadran III Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran IV
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Perikanan Layur di Kabupaten Cilacap Kondisi kapal dan alat tangkap ikan layur Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap terdiri dari payang, jaring insang hanyut monofilamen, jaring rampus, dan Trammel net. Tabel 4 menyajikan jumlah alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap, Jawa tengah. Tabel 4 Jumlah alat tangkap layur di perairan Kabupaten Cilacap tahun 2014 Jenis Alat Tangkap
Ukuran <5GT 5-10 GT 142
Payang Jaring insang hanyut monofilamen 827 Jaring rampus 1429 Trammel net 746 Total Sumber : DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014)
567 130
Jumlah 142 1394 1429 876 3841
Jumlah alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 sebanyak 3841 unit. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan layur di Kabupaten Cilacap yaitu jaring rampus dengan jumlah 1429 unit dengan menggunakan kapal berukuran < 5GT. Kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap umumnya motor tempel (Outboard Engine). Menurut DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014) kapal yang digunakan untuk menangkap ikan layur pada tahun 2014 yaitu sebanyak 3.332 unit. Kapal tersebut sebagian besar masih berukuran kecil yaitu < 5GT. Desain alat tangkap layur di disajikan pada Gambar 3.
(a) Payang (danish seine)
10
(b) Jaring Insang Hanyut Monofilamen (monofilament drift gillnet)
(c) Jaring Rampus (monofilament bottom gillnet)
(d) Trammel Net Gambar 2Desain alat tangkap layur di perairan Indonesia ( Subani dan Barus, 1989, KEPMENKP RI, 2010).
Karakteristik nelayan perikanan layur Nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah mayoritas adalah nelayan penduduk lokal Kabupaten Cilacap dan termasuk ke dalam kategori nelayan skala kecil. Sebagian besar nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap melakukan operasi penangkapan ikan layur menggunakan kapal dengan ukuran < 5 GT dan menggunakan mesin motor tempel. Secara umum nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap terbagi ke dalam beberapa klasifikasi sesuai dengan Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan. Dalam Undang-Undang tersebut nelayan terbagi ke dalam 3 klasifikasi yaitu :
11
1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. 2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain. 3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Klasifikasi nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Karakteristik nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap No 1 2 3
Karakteristik Nelayan penuh Nelayan sambilan utama Nelayan sambilan tambahan Total
Jumlah Nelayan (orang) 300 70 30 400
Persentase Nelayan (%) 75 17,5 7,5 100
Sumber: Hasil Analisis Data Sebagian besar nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap merupakan nelayan penduduk lokal Kabupaten Cilacap yang dikategorikan sebagai nelayan penuh dengan persentase sebesar 75%. Untuk nelayan sambilan utama yaitu sebesar 17,5% sedangkan nelayan sambilan tambahan sebesar 7,5% (Tabel 5).
Daerah penangkapan ikan layur Secara umum daerah penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap yaitu di sekitar perairan Teluk Penyu dan Pantai Barat Nusakambangan (Gambar 3). Menurut Putra (2015) perairan di sekitar Teluk Penyu mempunyai karakteristik oseanografi perairan yang baik, yaitu adanya gaya pembangkit pasang surut, suhu yang relatif stabil, dan intensitas upwelling yang cukup sering dan terjadi di banyak tempat terutama yang dekat dengan selat atau muara. Upwelling tersebut banyak membawa komponen nutrien, dan sirkulasi arus yang baik membawa danmenyebarkan komponen nutien tersebut ke lokasi-lokasi yang menjadi habitat ikan, sehingga lokasi di sekitar Teluk Penyu tersebut merupakan daerah penangkapan ikan layur yang potensial dan kaya akan sumberdaya ikan. Selain Teluk Penyu lokasi daerah penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap berada di sisi barat Teluk Penyu (sekitar Pantai Barat Nusakambangan). Lokasi daerah penangkapan ikan tersebut dapat ditemukan beberapa spesies ikan demersal dan pelagis. Jenis ikan pelagis yang tertangkap di perairan ini meliputi ikan tembang, kembung, cakalang, tenggiri, dan tongkol,sedangkan jenis ikan demersal meliputi ikan kerapu, kakap, bawal, layur, ekor kuning, baronang, kurisi, dan berbagai jenis udang lobster serta jenis ikan lainnya (KKP 2012). Daerah penangkapan ikan di sekitar Pantai Barat Nusakambangan menjadi potensial karena daerah tersebut berada dekat dengan lokasi Segara Anakan yang
12
merupakan kawasan nursery ground dan kawasan mangrove. Daerah tersebut merupakan tempat perkembangbiakan ikan dan migrasi ikan sehingga kawasan tersebut menjadi daerah penangkapan ikan yang potensial.
Gambar 3 Daerah penangkapan ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap
Produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap Ikan layur merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan juga komoditas ekspor penting. Ikan layur di Kabupaten Cilacap merupakan jenis ikan sebagai penunjang produksi perikanan disamping ikan tuna, tongkol, cakalang, dan udang. Berikut disajikan tabel produksi ikan di Kabupaten Cilacap. Tabel 6 Produksi ikan layur di perairan Kabupaten Cilacap tahun 2014 Jenis Ikan Layur
Triwulan I Ton Ton
Data Produksi Triwulan II Triwulan III
Triwulan IV
Total Tahun 2014
TonTon Ton
42,4833,6467,34194,74338,2
Sumber : DKP2SKSA Kabupaten Cilacap (2014) Berdasarkan Tabel 6,ada kecenderungan produksi layur pada triwulan IV lebih tinggi dari pada triwulan I, triwulan II, dan triwulan III. Hal ini mengindikasikan bahwa musim tangkap layur di perairan Kabupaten Cilacap terjadi di Triwulan IV yaitu pada periode Oktober-Desember. Hal tersebut terjadi
13
karena ikan layur merupakan ikan musiman dan ikan tersebut tidak terus menerus melimpah sepanjang tahun. Total produksi ikan layur pada tahun 2014 tersebut masih rendah apabila dibandingkan dengan target tahunan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap sebesar 620 ton.
Pemilihan Teknologi yang Tepat untuk Pengembangan Perikanan Layur di Kabupaten Cilacap Kinerja alat tangkap ikan layur Aspek teknis Dalam pemilihan teknologi yang tepat untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa tengah dianalisis melalui kinerja alat tangkap berdasarkan aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Hasil analisis kinerja alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek teknis tersebut disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis No 1 2 3 4
Alat tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
X1
X2
2,40 2,20 3,40 2,60
2,30 2,40 2,70 2,50
X3
X4
X5
X6
X7
192,00 2,20 200,00 2,30 290,00 4,50 368,00 4,60
2,00 2,00 8,00 5,00
13,00 12,50 23,00 21,50
1,90 1,85 7,00 6,00
Keterangan : X1 = ukuran alat tangkap; X2 = kelengkapan peralatan pendukung X3 = kapasitas muat ikan X4 = kapasitas muat es X5 = jumlah nelayan X6 = kapasitas mesin X7 = ukuran kapal.
Berdasarkan Tabel 7, alat tangkap jenis payang unggul untuk kriteria ukuran alat tangkap (X1) dengan nilai sebesar 3,40. Alat tangkap payang tersebut memiliki panjang 100-120 meter, sedangkan jaring insang hanyut monofilamen, jaring rampus, dan trammel net hanya memiliki ukuran panjang 50-80 meter. Terkait kelengkapan peralatan pendukung (X2) alat tangkap jenis payang unggul dengan nilai sebesar 2,70 karena memiliki alat pendukung penangkapan ikan seperti kompas. Untuk kapasitas muat ikan (X3)unit penangkapan jenis trammel net unggul dengan nilai sebesar 368,00. Untuk menampung ikan hasil tangkapan pada unit penangkapan trammel net menggunakan blong dengan kapasitas sebesar 90 kg. Sedangkan unit penangkapan payang, jaring insang hanyut monofilamen dan jaring rampus menggunakan box plastik dan box sterofoam yang hanya memiliki kapasitas sebesar 70 kg dan 40 kg. Kapasitas muat ikan ini menentukan jumlah hasil tangkapan yang bisa didaratkan oleh nelayan di pelabuhan. Semakin besar kapasitas muat ikan, hasil tangkapan yang bisa dimuat akan semakin
14
banyaksehingga ikan yang didaratkan bisa semakin banyak pula. Unit penangkapan trammel net unggul dalam hal kapasitas muat es (X4) dengan nilai sebesar 4,60 karena menggunakan blong untuk menampung ikan. Blong tersebut memiliki ruang penyimpanan es yang lebih besar dibandingkan box plastik dan box sterofoam. Terkait jumlah nelayan (X5) unit penangkapan payang unggul karena memiliki penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan jaring jaring insang hanyut monofilamen, jaring rampus, dan trammel net. Tenaga kerja yang digunakan dalam unit penangkapan payang sebanyak 8 orang. Untuk kapasitas mesin (X6) dan ukuran kapal (X7) unit penangkapan payang unggul karena memiliki ukuran mesin lebih besar yaitu 23 PK dan 7 GT. Kapal dengan ukuran lebih besar dapat membawa hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan kapal dengan ukuran lebih kecil. Secara teknis ukuran kapal mempengaruhi produksi dalam mencapai daerah penangkapan ikan yang lebih jauh. Ukuran kapal yang lebih besar memungkinkan melakukan penangkapan yang lebih jauh dari daerah penangkapan biasanya, sehingga dapat mengontrol pertumbuhan sumberdaya ikan (Irnawati 2004). Hasil standarisasi alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek teknis tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek teknis No Alat tangkap 1 Jaring insang hanyut monofilamen 2 Jaring rampus 3 Payang 4 Trammel net
V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
VA
UP
0,17 0,00 1,00 0,33
0,00 0,25 1,00 0,50
0,00 0,05 0,56 1,00
0,00 0,04 0,96 1,00
0,00 0,00 1,00 0,50
0,05 0,00 1,00 0,86
0,01 0,00 1,00 0,81
0,22 0,34 6,52 5,00
4 3 1 2
Keterangan : V1-7 = fungsi nilai dari kriteria 1-7, VA = fungsi nilai total, dan, UP = urutan prioritas kinerja.
Alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis payang merupakan alat tangkap yang memperoleh urutan prioritas I dengan kinerja paling baik dari aspek teknis dengan nilai VA sebesar 6,52 (Tabel 8), sedangkan alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap yang menjadi urutan prioritas II yaitu trammel net dengan nilai VA sebesar 5,00. Untuk alat tangkap jenis jaring rampus dan jaring insang hanyut monofilamen memperoleh urutan prioritas III dan IV, dengan nilai VA sebesar 0,34 dan 0,22.
Aspek lingkungan Hasil analisis kinerja alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap dari aspek lingkungan disajikan pada tabel 9. Tabel 9 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan No 1 2 3 4
Alat tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
2,80 3,60 1,30 2,70
3,50 3,80 3,60 3,20
3,50 3,70 2,10 2,70
3,20 3,50 2,50 3,10
3,50 3,60 3,40 3,30
3,40 3,80 1,60 3,10
3,60 3,70 2,30 3,30
3,30 3,60 1,80 3,20
15
Keterangan : X1 = selektifitas alat tangkap; X2 = keramahan alat tangkap terhadap habitat X3 = kualitas hasil tangkapan X4 = keamanan penggunaan alat tangkap terhadap nelayan X5 = keamanan produk bagi konsumen X6 = by-catch rendah X7 = dampak positif terhadap biodiversity X8 = keamanan terhadap ikan yang dilindungi.
Berdasarkan Tabel 9, alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis jaringrampus unggul untuk semua kriteria dari aspek lingkungan. Untuk hal selektivitas alat tangkap (X1) dan by-catch rendah (X6), jaring rampus ini unggul karena memiliki selektifitas yang tinggi yaitu hanya menangkapan ikan dengan ukuran dan jenis tertentu sesuai dengan ukuran mata jaring 2 inchisehingga bycatch ikan rendah. Ikan yang tertangkap oleh jaring rampus yaitu layur, bawah hitam, dan bawal putih. Terkait keramahan alat tangkap terhadap habitat (X2) dan dampak positif terhadap biodiversity (X7), alat tangkap jaring rampusunggul dengan nilai sebesar 3,80 dan 3,70. Jaring rampus tersebut bersifat tidak merusak habitat ikan dan sangat ramah terhadap habitat serta penggunaannya yang bersifat tidak destruktif sehingga memberikan dampak yang baik terhadap biodiversity. Terkait kualitas ikan hasil tangkapan (X3) dan keamanan produkbagi konsumen (X5), alat tangkap jaring rampus unggul karena ikan hasil tangkapan memiliki kualitas yang cukup tinggi. Ikan tersebut terjerat pada bagian insang atau pada bagian badan, sehingga bentuk ikan tetap utuh dan bagian tubuh ikan tidak rusak serta sangat aman untuk dikonsumsi.Terkait keamanan penggunaan alat tangkap terhadap nelayan (X4), alat tangkap jaring rampus unggul karena metode pengoperasian alat tangkap tersebut yang dipasang di dasar perairan serta tidak mengganggu keberadaan alat tangkap lain, sehingga alat tangkap jaring rampus bersifat aman dan tidak membahayakan nelayan serta tidak menimbulkan konflik antar nelayan. Alat tangkap jenis jaring rampus unggul dalam hal keamanan terhadap ikan yang dilindungi (X8) karena tidak menangkap ikan yang dilindungi sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tabel 10 menyajikan hasil standarisasi alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek lingkungan. Tabel 10 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek lingkungan No Alat tangkap 1 Jaring insang hanyut monofilamen 2 Jaring rampus 3 Payang 4 Trammel net
V1
V2
V3
V4
V5
V6
V7
V8
VA
UP
0,65 1,00 0,00 0,61
0,50 1,00 0,67 0,00
0,88 1,00 0,00 0,38
0,70 1,00 0,00 0,60
0,67 1,00 0,33 0,00
0,82 1,00 0,00 0,68
0,93 1,00 0,00 0,71
0,83 1,00 0,00 0,78
5,97 8,00 1,00 3,76
2 1 4 3
Keterangan : V1-8 = fungsi nilai dari kriteria 1-8, VA = fungsi nilai total, dan, UP = urutan prioritas kinerja
Alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis jaring rampus merupakan alat tangkap dengan kinerja paling baik dari aspek lingkungan dengan nilai VA
16
sebesar 8,00 (Tabel 10). Alat tangkap jenis jaring rampus tersebut memperoleh urutan prioritas I berdasarkan aspek teknis, sedangkan alat tangkap layur jenis jaring insang hanyut monofilamen memperoleh urutan prioritas II dengan nilai VA sebesar 5,97. Untuk alat tangkap jenis trammel net dan payang memperoleh urutan prioritas III dan IV dengan nilai VA sebesar 3,76 dan 1,00.
Aspek sosial ekonomi Tabel 11 menyajikan hasil analisis kinerja alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek sosial ekonomi. Tabel 11 Hasil analisis kinerja alat tangkap layur dari aspek sosial ekonomi No 1 2 3 4
Alat tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
X1 2,10 2,50 2,40 2,30
X2
X3
7,60 228000,00 165,00 4950000,00 64,50 1935000,00 3,60 108000,00
X4
X5
X6
3,40 3,80 2,30 2,50
3,30 3,60 3,40 3,20
3,40 3,60 2,90 3,20
Keterangan : X1 = penerapan teknologi tepat guna; X2 = jumlah hasil tangkapan X3 = keuntungan X4 = biaya operasional X5 = kemandirian terhadap pembuatan dan perawatan alat tangkap X6 = memenuhi perundang-undangan yang berlaku.
Alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis jaring rampus unggul untuk semua kriteria dari aspek lingkungan (Tabel 11). Jaring rampus unggul dalam hal penerapan teknologi tepat guna (X1) dengan nilai sebesar 2,50 karena penggunaan alat tangkap tersebut sesuai dengan habitat ikan layur yang berada di dasar perairan. Terkait jumlah hasil tangkapan jaring rampus unggul dengan nilai sebesar 165,00 karena hasil tangkapan yang diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan jaring insang hanyut monofilamen, trammel net, dan payang. Hasil tangkapan yang diperoleh untuk sekali melaut menggunakan alat tangkap jaring rampus sebanyak 100-200 kg ikan layur. Terkait keuntungan (X3) alat tangkap jaring rampus unggul karena memiliki tingkat keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan alat tangkap layur lainnya. Keuntungan yang diperoleh nelayan untuk sekali melaut mencapai Rp.4.950.000. Terkait dalam hal biaya operasional (X4) alat tangkap jaring rampus unggul karena biaya operasional yang dikeluarkan relatif murah dan bisa dipenuhi oleh nelayan yaitu hanya sekitar Rp.200.000. Keunggulan lain dari alat tangkap jaring rampus yaitu dalam hal kemandirian dan pembuatan alat tangkap (X5) dengan nilai sebesar 3,60. Nelayan hanya membeli benang jaring dan pelampung, setelah itu nelayan membuat alat tangkap tersebut secara mandiri sehingga menghemat biaya pembuatan alat tangkap. Dalam hal memenuhi perundang-undangan yang berlaku alat tangkap jenis jaring rampus ini unggul dengan nilai 3,60 karena sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan berdasarkan KEPMEN KP RI 2010 tentang alat tangkap yang boleh beroperasi di perairan Indonesia. Tabel 12 menyajikan hasil
17
standarisasi alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek sosial ekonomi. Tabel 12 Hasil standarisasi penilaian kinerja alat tangkap layur dari aspek sosial ekonomi No 1 2 3 4
Alat tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
V1
V2
V3
V4
V5
V6
VA
UP
0,00 1,00 0,75 0,50
0,02 1,00 0,38 0,00
0,02 1,00 0,38 0,00
0,73 1,00 0,00 0,13
0,25 1,00 0,50 0,00
0,71 1,00 0,00 0,43
1,75 6,00 2,00 1,06
3 1 2 4
Keterangan : V1-6 = fungsi nilai dari kriteria 1-6, VA = fungsi nilai total, dan, UP = urutan prioritas kinerja
Alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis jaring rampus merupakan alat tangkap dengan kinerja paling baik dari aspek lingkungan dengan nilai VA sebesar 6,00 (Tabel 12). Alat tangkap jenis jaring rampus tersebut memperoleh urutan prioritas I berdasarkan aspek teknis, sedangkan alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap yang menjadi urutan prioritas kedua yaitu payang dengan nilai VA sebesar 2,00.
Hasil analisis teknologi pengembangan perikanan layur Teknologi pengembangan perikanan layur yang tepat dan potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Cilacap berkaitan dengan penilaian aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi, sehingga alat tangkap layur yang nantinya dikembangkan dapat berjalan optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penilaian gabungan dari aspek tersebut dalam pemilihan teknologi yang tepat untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil penilaian gabungan aspek teknis, lingkungan, sosial ekonomi No 1
Alat tangkap Jaring insang hanyut monofilamen 2 Jaring rampus 3 Payang 4 Trammel net Keterangan : X1 = aspek teknis; X2 = aspek lingkungan X3 = aspek sosial dan ekonomi.
X1
UP1
X2
UP2
X3
UP3
0,22 0,34 6,52 5,00
4 3 1 2
5,97 8,00 1,00 3,76
2 1 4 3
1,75 6,00 2,00 1,06
3 1 2 4
Berdasarkan Tabel 13 alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap jenis payang unggul dalam aspek teknis (X1). Sedangkan jaring rampus unggul dalam aspek lingkungan (X2), dan sosial ekonomi (X3). Hasil standarisasi alat tangkap layur di
18
Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek teknis, lingkungan, sosial ekonomi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Hasil Standarisasi pemilihan teknologi perikanan layur No 1 2 3 4
Alat tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
V1
V2
V3
0,00 0,02 1,00 0,76
0,71 1,00 0,00 0,39
0,14 1,00 0,19 0,00
VAGab 0,85 2,02 1,19 1,15
UP 4 1 2 3
Keterangan : V1-3 = fungsi nilai dari aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi, VA-Gab= fungsi nilai total gabungan dari aspek teknis, lingkungan, sosial dan ekonomi, UP = urutan prioritas pemilihan teknologi/alat tangkap
Berdasarkan Tabel 14alat tangkap layur jenis jaring rampus merupakan teknologi/alat tangkap yang paling tepat (prioritas I) untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Hal tersebut berdasarkan pada nilai VAGab sebesar 2,02. Sedangkan alat tangkap payang menempati urutan prioritas II dengan nilai VA-Gab sebesar 1,19. Dengan demikian alat tangkap payang dapat menjadi back-up alat tangkap jaring rampus untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Alat tangkap ikan yang dikembangkan di perairan Kabupaten Cilacap perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada di lapangan sebenarnya. Sobari et al. (2003) menyatakan bahwa teknologi penangkapan ditawarkan kepada masyarakat nelayan harus handal dan mengakomodir berbagai kepentingan pengelolaan. Hal ini penting untuk menghindari dampak negatif terhadap kelangsungan sumberdaya, menghindari konflik, dan dapat menjamin penghidupan nelayan yang lebih baik. Sedangkan menurut Pangesti (2011) teknologi/alat tangkap yang tepat adalah yang dalam penggunaannya ramah lingkungan, dapat meningkatkan produksi, memberi kesejahteraan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan, sehingga berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas alat tangkap jaring rampus paling cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Cilacap karena unggul dalam aspek lingkungan dan sosial ekonomi.
Strategi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur Faktor internal Strategi pola pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap disusun dengan mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kegiatan perikanan tersebut. Tabel 15menyajikan hasil analisis SWOT terkait faktor internal yang berperan penting dalam pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap.
19
Tabel 15 Faktor internal pengembangan perikanan layur (matriks IFAS) Faktor Internal Kekuatan : 1. Ikan layur memiliki harga ekonomis yang cukup tinggi 2. Banyak tersedia tenaga kerja 3. Ikan layur mudah diolah dalam berbagai macam bentuk olahan 4. Kemandirian nelayan perikanan layur dalam pembuatan dan perawatan alat tangkap
Kelemahan : 1. Armada penangkapan ikan layur umumnya masih skala kecil 2. Teknologi alat pendukung untuk penangkapan ikan yang masih terbatas 3. Produktivitas penangkapan yang masih rendah 4. Kualitas SDM masih rendah 5. Kurangnya modal yang dimiliki Total
Bobot
Rating
Skor
0,15 0,07
4 3
0,6 0,21
0,05
3
0,15
0,11 0,5
4
0,44
0,16
2
0,32
0,09 0,07 0,05 0,13 0,5
2 1 1 2
0,18 0,07 0,05 0,26 2,76
Harga ekonomis ikan layur yang cukup tinggi (dengan bobot = 0,15; rating = 4) merupakan faktor kekuatan yang berpengaruh penting dalam menentukan kemajuan pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap (Tabel 15). Dengan harga ikan layur yang cukup tinggi nelayan bisa mendapat keuntungan yang lebih sehingga bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Untuk faktor pendukung lainnya seperti potensi perikanan layur yang besar ( dengan bobot = 0,12; rating = 4) juga memberikan dampak positif untuk pengembangan perikanan layur karena masih tersedia sumberdaya ikan layur yang melimpah untuk dimanfaatkan.Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap (2002), mencacat bahwa potensi perairan laut Kabupaten Cilacap sebesar 865.100 ton yang dibedakan berdasarkan jenisnya. Untuk ikan pelagis yang meliputi ikan layaran, kakap, layur, tuna, tongkol, tenggiri, dan lain-lain sebesar 275.000 ton. Terkait kemandirian nelayan perikanan layur dalam pembuatan dan perawatan alat tangkap (dengan bobot = 0,11; rating = 4) juga merupakan faktor pendukung yang berperan penting untuk pengembangan perikanan layur karena nelayan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk pembuatan dan perawatan alat tangkap, sehingga biaya untuk pembuatan dan perawatan alat tangkap tersebut dapat mereka alokasikan untuk keperluan penting lainnya. Terkait ketersediaan tenaga kerja juga merupakan faktor yang cukup berperan penting bagi pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap (bobot = 0,07; rating = 3). Ketersediaan tenaga kerja ini berkaitan dengan jumlah sumberdaya manusia yang dibutuhkan untuk kegiatan pengembangan perikanan layur di kabupaten Cilacap. Pengembangan suatu perikanan di sebuah daerah sangat membutuhkan tenaga kerja yang memadai, oleh karena itu pengembangan perikanan layur di Kabupaten
20
Cilacap dapat dilaksanakan dengan baik karena tersedia banyak tenaga kerja. Adapun faktor lainnya yang menjadi kekuatan dalam pengembangan ikan layur yaitu pengolahan ikan layur yang mudah untuk dibuat berbagai macam bentuk olahan(bobot = 0,05; rating = 3), sehingga dapat menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk olahan ikan layur. Faktor internal terkait armada penangkapan ikan layur yang umumnya masih skala kecil (bobot = 0,16; rating = 2) juga mempengaruhi kegiatan perikanan di Kabupaten Cilacap, namun cenderung melemahkan kegiatan perikanan ini. Armada penangkapan ikan yang digunakan masih berukuran <5GT, hal tersebut belum bisa menjangkau daerah penangkapan ikan dengan jangkauan yang lebih luas serta kapasitas untuk menampung hasil tangkapan belum bisa dalam jumlah yang besar. Terkait kurangnya modal yang dimiliki nelayan (bobot = 0,13; rating = 2) merupakan faktor penghambat dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan layur.Masih banyak nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yang tidak bisa melakukan aktivitas penangkapan ikan karena tidak mempunyai modal untuk melaut. Terkait dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki (bobot = 0,05; rating = 1) dalam kenyataan yang terjadi di lapangan masih banyak nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yang masih lulusan SD, hal tersebut dapat menjadi kelemahan untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Menurut Hendratmoko dan Marsudi (2010) pendidikan yang rendah menghambat transfer teknologi penangkapan ikan terutama yang berbasis digital, serta menciptakan pola kerja yang tidak disiplin dan kurang bertanggung jawab. Adapun faktor lain yang menjadi kelemahan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yaitu teknologi alat pendukung untuk penangkapan ikan yang masih terbatas (bobot = 0,09; rating = 2) dan produktivitas penangkapan yang masih rendah (bobot = 0,07; rating = 1). Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap (2002), mencacat potensi perikanan di wilayah perairan Cilacap yang baru dimanfaatkan sekitar 20%. Hal tersebut karena produktivitas penangkapan ikan yang masih rendah dan armada penangkapan ikan yang masih dibawah 10 GT. Mengatasi kelemahan tersebut perlu dilakukan peningkatkan produktivitas penangkapan ikan dengan didukung oleh teknologi alat pendukung yang memadai dan berteknologi canggih serta penambahan kapasitas muat ikan sehingga volume produksi ikan layur bisa optimal.
Faktor eksternal Kegiatan pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap sangat berkaitan dengan interaksi antara pihak PEMDA, Swasta dan stakeholder lainnya.Hasil analisis SWOT terkait faktor-faktor eksternal yang berasal dari interaksi pihak-pihak tersebut disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 terdapat beberapa faktor eksternal yang menjadi peluang dalam pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap diantaranya peluang di pasar ekspor dan dalam negeri masih terbuka luas (bobot = 0,17; rating = 4). Permintaan ekspor ikan layur dalam bentuk beku ke berbagai negara di Asia seperti Cina dan Korea masih banyak sekali, akan tetapi volume produksi layur di Cilacap masih rendah, hal tersebut yang menjadi peluang besar di pasar internasional untuk perikanan
21
layur. Terkait PEMDA khususnya Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacapdiberikan keleluasaan dalam mengelola sektor perikanan (bobot = 0,14; rating = 4) juga memberikan peluang yang besar untuk pengembangan perikanan layur karena memberi peluang dan peran yang besar bagi penentuan arah kebijakan dan rencana pengelolaan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, sehingga kebijakan yang akan dibuat diharapkan dapat sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang ada di lapangan sebenarnya. Tabel 16 Faktor eksternal pengembangan perikanan layur (matriks EFAS) Faktor Eksternal Peluang : 1. Peluang di pasar ekspor dan dalam negeri masih terbuka luas 2. Pengembangan perikanan berbasis komoditas unggulan sebagai kawasan minapolitan 3. Pemda diberikan keleluasaan dalam mengelola sektor perikanan 4. Promosi daerah melalui produk perikanan 5. Belum banyaknya produk impor untuk ikan layur yang masuk pasar lokal
Ancaman : 1. Degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove 2. Pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri di sekitar pantai 3. Pendaratan hasil tangkapan ikan yang bisa di berbagai tempat (pelabuhan) 4. Konflik antar nelayan terkait dengan pemanfaatan daerah penangkapan ikan 5. Peminat dari negara tujuan ekspor yang beralih ke komoditas perikanan lainnya Total
Bobot
Rating
Skor
0,17
4
0,68
0,08
3
0,24
0,14 0,05
4 3
0,56 0,15
0,06 0,5
3
0,18
0,09
2
0,18
0,12
2
0,24
0,08
1
0,08
0,15
2
0,3
0,06 0,5
1
0,06 2,67
Faktor lainnya yang menjadi peluang untuk pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yaitu belum banyak produk impor untuk ikan layur yang masuk pasar lokal (bobot = 0,06, rating = 3) juga menjadi peluang yang berperan penting untuk pengembangan perikanan layur, sehingga produk ikan layur dari Kabupaten Cilacap bisa banyak masuk pasar lokal serta perusahaan pengolahan ikan di berbagai daerah Indonesia. Terkait pengembangan perikanan berbasis komoditas unggulan sebagai kawasan minapolitan (bobot = 0,08; rating = 3) dan promosi daerah melalui produk perikanan (bobot = 0,05; rating = 3) juga berperan untuk mendukung pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Cilacap tersebut selaras dengan pengembangan perikanan layur sebagai komoditas unggulan, sehingga Pemda khususnya Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya
22
Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacapbisa fokus dalam mengembangkan perikanan layur. Faktor yang menjadi ancaman bagi pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap yaitu konflik antar nelayan terkait dengan pemanfaatan daerah penangkapan ikan dan pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri di sekitar pantai merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan kegiatan perikanan layur di Kabupaten Cilacap (bobot masing-masing 0,15 dan 0,12). Menurut Putra (2015) menyatakan bahwa Pencemaran lingkungan perairan di Kabupaten Cilacap disebabkan oleh limbah insdustri perminyakan, kelistrikan, dan produksi semen yang terdapat di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, sehingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan perairan di Kabupaten Cilacap. Terkait dengan ancaman lainnya yaitu degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove (bobot = 0,09; rating = 2) juga merupakan ancaman yang rumit. Telah terjadi degradasi lingkungan dan penebangan liar lahan mangrove yang merupakan tempat perkembangbiakan ikan (nursery ground). Terkait dengan pendaratan hasil tangkapan ikan yang bisa di berbagai tempat (pelabuhan) (bobot = 0,08; rating = 1) juga merupakan ancaman yang penting dalam pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap. Nelayan di daerah Cilacap sering mendarakan ikan hasil tangkapan di daerah Pangandaran, hal tersebut menyebabkan pemasukan data produksi ikan untuk daerah Pangandaran tersebut, sehingga data produksi perikanan Kabupaten Cilacap tidak secara keseluruhan mengakomodir hasil tangkapan nelayan di Cilacap. Terkait dengan ancaman peminat dari negara tujuan ekspor yang beralih ke komoditas perikanan lainnya (bobot = 0,06; rating = 1) juga merupakan ancaman yang perlu dipertimbangkan, karena apabila peminat dari negara tujuan ekspor beralih ke komoditas perikanan lainnya maka permintaan ekspor ikan layur akan menurun dan pengembangan perikanan layur tidak akan berjalan optimal.
Strategi pengembangan perikanan layur Penyusunan strstegi yang tepat untuk pola pengembangan usaha perikanan layur di Kabupaten Cilacap dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal terkait pengembangan perikanan layur. Tabel 17 menyajikan hasil analisis SWOT berdasarkan faktor internal dan eksternal pengembangan perikanan layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Berdasarkan pada Tabel 17 terdapat beberapa strategi yang bisa diterapkan untuk pengembangan usaha perikanan layur dengan memadukan berbagai faktor internal dan eksternal. Terkait dengan strategi (S-O) yang menggunakan unsur kekuatan untuk memanfaatkan peluang, yaitu dengan meningkatkan volume produksi produk perikanan layur untuk di ekspor dengan kualitas yang baik. Hal tersebut dapat diperoleh dengan cara meningkatkan produktivitas penangkapan ikan layur yang didukung dengan kapasitas armada penangkapan ikan yang memadai dan teknologi alat pendukung yang canggih seperti GPS (Global Positioning System) serta echosounder untuk mengetahui posisi tepatnya lokasi penangkapan ikan dan mendeteksi keberadaan ikan, sehingga hasil tangkapan bisa optimal. Strategi selanjutnya yaitu penetapan harga dasar ikan layur oleh Pemda. Hal tersebut menjadi strategi yang penting guna mengatasi penurunan harga ikan layur yang
23
terlalu signifikan ketika hasil tangkapan ikan layur sedang melimpah, sehingga nelayan tetap mendapat keuntungan yang cukup besar. Tabel 17 Matriks SWOT pengembangan perikanan layur IFA/EFA
OPPORTUNITIES (O) 1. Peluang di pasar ekspor dan dalam negeri masih terbuka luas 2. Pengembangan perikanan berbasis komoditi unggulan sebagai kawasan minapolitan 3. Pemda diberikan keleluasaan dalam mengelola sektor perikanan 4. Promosi daerah melalui produk perikanan 5. Belum banyaknya produk impor untuk ikan layur yang masuk pasar lokal TREATHS (T) 1. Degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove 2. Pencemaran lingkungan akibat aktivitas industri di sekitar pantai 3. Pendaratan hasil tangkapan ikan yang bisa di berbagai tempat (pelabuhan) 4. Konflik antar nelayan terkait pemanfaatan daerah penangkapan ikan 5. Peminat dari negara tujuan ekspor yang beralih ke komoditas perikanan lainnya
STRENGTH (S)
WEAKNESS (W)
1. Ikan layur memiliki harga ekonomis yang cukup tinggi 2. Potensi perikanan layur yang besar 3. Banyak tersedia tenaga kerja 4. Ikan layur mudah diolah dalam berbagai macam bentuk olahan 5. Kemandirian nelayan perikanan layur dalam pembuatan alat
1. Armada penangkapan ikan layur umumnya masih skala kecil 2. Teknologi alat pendukung untuk penangkapan ikan yang masih terbatas 3. Produktivitas penangkapan yang masih rendah 4. Kualitas SDM masih rendah 5. Kurangnya modal yang dimiliki
Strategi SO
Strategi WO
1. Peningkatan volume produksi produk perikanan layur berkualitas baik (S1, S2, O1, O2) 2. Penetapan harga dasar ikan layur oleh PEMDA (S1, S2, O3)
3. Peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan (W1, W2, W3, O3) 4. Kemudahan akses pemodalan dan promosi produk ikan layur (W5, O3, O4, O5)
Strategi ST
Strategi WT
5. Penetapan zonasi kawasan penangkapan ikan untuk menghindari konflik antar nelayan ( S2, S3, S4)
6. Sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar (W1, W2, W3)
Strategi (W-O) yang memanfaatkan peluang untuk meminimalkan unsur kelemahan yaitu dengan peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan. Peningkatan kapasitas armada penangkapan ini berguna untuk menjangkau daerah penangkapan ikan yang lebih luas dan kapasitas muat ikan bisa lebih banyak
24
untuk menampung ikan hasil tangkapan sehingga volume produksi ikan bisa optimal. Strategi selanjutnya yaitu kemudahan dalam akses pemodalan dan promosi produk ikan layur, sehingga nelayan tetap bisa melakukan operasi penangkapan ikan ketika nelayan tersebut tidak mempunyai modal untuk melaut. Strategi (S-T) yang menggunakan unsur kekuatan untuk menghadapi ancaman yaitu dengan penetapan zonasi kawasan penangkapan ikan untuk menghindari konflik antar nelayan. Penetapan zonasi kawasan ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap dengan berdiskusi dengan beberapa pihak nelayan agar tercapai kesepakan dan kesesuaian sehingga tidak menyebabkan konflik antar nelayan. Strategi (W-T) yang meminimalkan unsur kelemahan dan menghindari ancaman yaitu dengan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar sehingga warga peduli akan kualitas lingkungan perairan sekitar. Hal tersebut menjadi strategi yang penting karena telah terjadi degradasi lingkungan akibat pertumbuhan penduduk dan penebangan liar lahan mangrove, sehingga dengan diadakan sosialiasi tersebut diharapkan dapat memperbaiki kualitas lingkungan perairan sekitar. Selain itu strategi tersebut penting karena akan berdampak positif terhadap habitat sumberdaya ikan yang ada di sekitar pantai sehingga habitat ikan yang ada di sekitar pantai bisa terjaga dengan baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Secara umum produksi ikan layur di Kabupaten Cilacap cenderung masih rendah dimana pada tahun 2014 produksinya hanya mencapai 338,21 ton. Besaran angka tersebut masih dibawah target tahunan DKPSKSA Kabupaten Cilacap yaitu sebesar 620 ton. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan layur yaitu jaring insang hanyut monofilamen (1394 unit), jaring rampus (1429 unit), payang (142 unit), dan trammel net (876 unit). Jumlah alat tangkap layur di Kabupaten Cilacap pada tahun 2014 sebanyak 3841 unit. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan nelayan layur di Kabupaten Cilacap yaitu jaring rampus dengan jumlah 1429 unit dengan menggunakan kapal berukuran < 5GT. Sebagian besar nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap merupakan nelayan penduduk lokal Kabupaten Cilacap yang dikategorikan sebagai nelayan penuh dengan persentase sebesar 75%. Terdapat dua lokasi daerah penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap yaitu sekitar perairan Teluk Penyu dan Pantai Barat Nusakambangan. Jaring rampus merupakan alat tangkap ikan layur yang paling tepat untuk dikembangkan (prioritas I) di Kabupaten Cilacap (VA-Gab =2,02), karena unggul dalam aspek lingkungan dan sosial ekonomi. Sedangkan alat tangkap layur yang menjadi prioritas II (Back up) untuk dikembangkan di Kabupaten Cilacap adalah payang dengan nilai VA-Gab sebesar 1,19. Terdapat enam strategi yang dapat dipilih untuk mendukung usaha pengembangan penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap yaitu peningkatan volume produksi produk perikanan layur berkualitas baik, penetapan harga dasar
25
ikan layur oleh Pemda, peningkatan kapasitas armada penangkapan ikan, kemudahan akses pemodalan dan promosi produk ikan layur, penetapan zonasi kawasan penangkapan ikan untuk menghindari konflik antar nelayan, dan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya menjaga lingkungan perairan sekitar.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka penulis memberikan saran yaitu : 1. Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacapperlu mengadakan sosialisasi serta penyuluhan kepada nelayan perikanan layur mengenai pengembangan teknologi jaring rampus di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. 2. Koperasi nelayan mempermudah proses peminjaman modal biaya untuk melaut kepada nelayan perikanan layur di Kabupaten Cilacap.
26
DAFTAR PUSTAKA Anita. 2003. Pengendalian Mutu Produksi Ikan Layur (Trichirus. sp) di PPN Pelabuhan Ratu untuk Tujuan Eksport[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Astuti W. 2008. Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. London (UK): Blackwell Science Ltd. [DKP2SKSA] Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap. 2014. Laporan Tahunan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Tahun 2014. Cilacap (ID): DKP2SKSA Kabupaten Cilacap. [DKP2SKSA] Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan Kabupaten Cilacap. 2002. Laporan Tahunan Dinas Kelautan, Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Tahun 2002. Cilacap (ID): DKP2SKSA Kabupaten Cilacap. FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. [Internet]. [diakses 19 maret 2016].Tersedia pada:http://www.fao.org/3/a-w4493e.pdf. Hendratmoko C, Marsudi H. 2010. Analisis tingkat keberdayaan sosial ekonomi nelayan tangkap di Kabupaten Cilacap. Jurnal Dinamika Sosial Ekonomi. 6(1): hal 17. Irnawati S. 2004. Analisis Aspek Bio-Teknis Unit Penangkapan Payang di Perairan Ulak Karang, Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, InstitutPertanian Bogor. Hal 53. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan [Internet]. [diakses 2015 Maret 9]. Tersedia pada: http//pipp.djpt.kkp.go. id/profilpelabuhan/informasi/1293/produksi-harga. Kementerian Kelautan dan Perikanan 2002. Direktori Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil [Internet]. [diakses pada 23 Maret 2016]. Tersedia pada: http://www.ppk.kp3k.kkp.go.id/direktoripulau/index.php/public_c/pulau_i nfo/296. Kohar Abdul dan Suherman Agus. 2006. Analisis Location Quotient (LQ) dalam Penentuan Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Hal 7. Kuntoro M, Listiarini T. 1983. Analisa Keputusan, Pendekatan Sistem Dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandung (ID): Baskara. Menteri Kelautan dan Perikanan RI. 2010. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik IndonesiaNomorKEP.06/MEN/2010.Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Hal lampiran. Pangesti TP. 2011. Model pengelolaan sumberdaya udang Penaeidae spp di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
27
Pelabuhan Perikanan Nusantara Cilacap. 2014. Tabel Statistik Tahun 2014. Cilacap (ID) : Pelabuhan Perikanan Nusantara Cilacap. Putra D P. 2015. Pengelolaan Perikanan Udang Skala Kecil dengan Penerapan Ko-Manajemen di Kabupaten Cilacap [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 187. Sari T E. 2010. Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Provinsi Riau [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hal 6. Septifitri. 2010. Analisis Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Sumatera Selatan [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sholeh F R. 2012. Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layur di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sobari MP, Kinseng RA, Priyatna FN. 2003. Membangun Model Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Berdasarkan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Nelayan : Tinjauan Sosiologi Antropologi. BuletinEkonomi Perikanan. 5(1):41–48. Subani W dan Barus H R. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung (ID) : Alfabeta. Sumarsono Sonny. 2004. Metode Riset Sumberdaya Manusia. Graha Ilmu: Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal 35. Wewengkang I. 2002. Analisis Sistem Usaha Penangkapan Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu dan Kemungkinan Pengembangannya [Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
28
LAMPIRAN Lampiran 1 Data aspek teknis teknis alat tangkap a.kriteria ukuran alat tangkap No
Alat Tangkap
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Jaring insang hanyut monofilamen 3 2 Jaring rampus 2 3 Payang 3 4 Trammel net 2 Keterangan : R1-R10 = responden nelayan
Ratarata
1
2 3 4 3
3 3 4 3
2 3 3 3
2 2 4 3
3 2 3 2
3 2 4 2
2 2 3 3
2 2 3 3
2 1 3 2
2,40 2,20 3,40 2,60
b.kriteria kelengkapan peralatan pendukung No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Ratarata
2 3 3 2
2 2 3 3
2 3 2 2
3 2 3 3
2 2 2 2
3 2 3 3
2 2 2 3
3 2 3 3
3 2 3 2
2 3 3 2
2,40 2,30 2,70 2,50
c.kriteria kapasitas muat ikan No
Alat Tangkap
1
Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
2 3 4
Ratarata
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
220
180
180
180
180
180
220
180
220
180
192,00
220 280 360
220 280 380
220 300 380
180 280 360
220 280 360
180 300 380
180 300 360
180 300 360
180 280 360
220 300 380
200,00 290,00 368,00
d.kriteria kapasitas muat es No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
2 2 4 4
2 3 5 4
2 3 5 4
2 2 4 4
2 2 5 5
2 3 4 5
2 2 5 5
3 2 4 5
3 2 4 5
2 2 5 5
Ratarata
2,20 2,30 4,50 4,60
29
e.kriteria jumlah nelayan No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
2 2 8 5
3 2 8 5
2 2 8 6
3 3 7 5
2 2 8 6
2 3 8 5
3 2 7 5
2 3 8 6
2 2 7 5
Ratarata
3 2 8 6
2,40 2,30 7,70 5,40
R9 R10
Ratarata
f.kriteria kapasitas mesin No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2 R3
R4
R5 R6
R7 R8
2 1,5 5 5
2 1,5 2 2 2 1,5 10 5 10 5 5 10
2 1,5 2 2 10 5 5 5
2 2 2 1,5 5 5 5 5
2 2 10 5
2 2 5 10
1,90 1,85 7,00 6,00
Lampiran 2 Data aspek lingkungan alat tangkap a.kriteria selektivitas alat tangkap No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
3 4 2 3
3 3 1 3
3 4 1 2
3 3 2 3
2 3 1 3
3 4 1 2
2 4 2 3
3 4 1 3
3 4 1 2
Ratarata
3 3 1 3
2,80 3,60 1,30 2,70
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Ratarata
b.kriteria keramahan alat tangkap terhadap habitat No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
4 4 3 3
3 4 3 4
4 4 3 3
3 3 4 3
4 4 3 3
3 4 4 3
3 3 4 4
3 4 4 3
4 4 4 3
4 4 4 3
3,50 3,80 3,60 3,20
30
c.kriteria kualitas hasil tangkapan No
Alat Tangkap
1
Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
2 3 4
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
4 4 2 3
4 4 2 3
3 3 2 3
3 4 2 2
3 4 2 3
4 4 2 3
3 3 2 3
3 4 3 3
4 4 2 2
Ratarata
4 3 2 2
3,50 3,70 2,10 2,70
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Ratarata
d.kriteria keamanan penggunaan alat tangkap No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
3 3 3 3
3 3 3 3
4 4 2 3
3 3 2 3
4 4 3 3
3 4 2 4
3 4 3 3
3 3 2 3
3 4 2 3
3 3 3 3
3,20 3,50 2,50 3,10
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Ratarata
e.kriteria keamanan produk bagi konsumen No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
4 4 3 3
3 3 4 4
3 3 4 3
4 4 3 3
3 3 4 4
3 4 3 3
4 4 4 3
4 3 3 3
3 4 3 3
4 4 3 4
3,50 3,60 3,40 3,30
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Ratarata
f.kriteria by-catch rendah No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
4 4 1 3
3 4 2 3
3 4 1 3
4 3 2 3
3 4 2 4
3 4 1 3
4 4 2 3
3 3 1 3
3 4 2 3
4 4 2 3
3,40 3,80 1,60 3,10
31
g.kriteria dampak terhadap biodiversity No 1
2 3 4
Alat Tangkap
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
4 4 2 3
4 4 3 4
3 3 2 3
4 4 2 3
3 3 3 3
4 4 2 3
3 4 2 3
3 3 2 4
4 4 3 4
Ratarata
4 4 2 3
3,60 3,70 2,30 3,30
R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 R8 R9 R10
Ratarata
h.kriteria keamanan terhadap ikan yang dilindungi No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
3 3 2 3
3 4 2 4
3 3 1 3
4 4 1 3
3 3 2 3
3 4 2 3
4 4 2 3
3 4 2 3
3 3 2 4
4 4 2 3
3,30 3,60 1,80 3,20
Lampiran 3 Data aspek sosial ekonomi alat tangkap a.kriteria penerapan teknologi tepat guna No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Ratarata
2 3 2 2
2 2 2 3
2 3 3 2
2 3 2 2
2 2 3 3
3 2 3 2
2 3 2 3
2 2 2 2
2 3 3 2
2 2 2 2
2,10 2,50 2,40 2,30
b.kriteria jumlah hasil tangkapan No 1 2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Ratarata
10
8
8
7
6
8
8
6
7
8
7,60
150 60 4
200 65 3
100 65 3
200 70 5
100 70 4
200 60 4
150 60 3
150 65 3
200 60 3
200 70 4
165,00 64,50 3,60
32
c.kriteria kemandirian terhadap pembuatan alat tangkap No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Ratarata
4 3 3 3
3 4 3 4
3 3 3 3
3 4 4 3
4 4 3 3
3 4 4 3
3 4 4 3
4 4 3 4
3 3 4 3
3 3 3 3
3,30 3,60 3,40 3,20
d.kriteria memenuhi perundang-undangan yang berlaku No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Ratarata
4 3 3 3
4 4 3 3
3 3 3 4
4 4 3 3
3 3 3 4
3 4 2 3
3 3 3 3
3 4 3 3
3 4 3 3
4 4 3 3
3,40 3,60 2,90 3,20
33
e.kriteria tingkat keuntungan No 1
2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Rata-rata
300000 240000 240000 210000 180000 240000 240000 180000 210000 240000 228000,00 4500000 6000000 3000000 6000000 3000000 6000000 4500000 4500000 6000000 6000000 4950000,00 1800000 1950000 1950000 2100000 2100000 1800000 1800000 1950000 1800000 2100000 1935000,00 120000 90000 90000 150000 120000 120000 90000 90000 90000 120000 108000,00
f.kriteria biaya operasional No 1 2 3 4
Alat Tangkap Jaring insang hanyut monofilamen Jaring rampus Payang Trammel net
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Rata-rata
3 4 3 3
3 4 2 2
4 3 2 2
3 4 2 3
3 3 2 2
3 4 2 3
4 4 3 2
4 4 2 2
4 4 3 3
3 4 2 3
3,40 3,80 2,30 2,50
34
Lampiran 4 Usaha penangkapan ikan layur di Kabupaten Cilacap
usaha penangkapan jaring rampus
usaha penangkapan jaring insang hanyut
usaha penangkapan trammel net
usaha penangkapan payang
Lampiran 5 Sumberdaya ikan layur di Kabupaten Cilacap
ikan layur dalam bentuk segar
bentuk olahan ikan layur
35
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1994 dari ayah Maman Suryaman dan Enung Komala. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMA Angkasa II Halim Perdana Kusuma Jakarta Timur pada tahun 2012 dan pada tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB periode 2014/2015 sebagai staff Departemen Pengembangan Minat dan Bakat. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis antara lain, Juara 1 pada cabang olahraga futsal dalam Pekan Olahraga Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (PORIKAN) IPB pada tahun 2015 dan 2014. Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Pola Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan Layur di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah” untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.