Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan ikan berdasarkan data penginderaan jauh
Pengembangan dan penerapan informasi spasial dan temporal zona potensi penangkapan ikan berdasarkan data penginderaan jauh
ISBN No : 978-602-14437-4-3
Dicetak dan diterbitkan oleh :
CRESTPENT PRESS Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM) Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor 16144 Telp/Fax. (0251) 8359072, email:
[email protected]
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pengantar Penerbit Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya buku dengan judul “Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan”. Buku ini membahas teknologi satelit lingkungan dan cuaca NOAA-AVHRR dan Aqua/Terra, ekstraksi suhu perukaan laut (SPL) dan klorofil-a, sebagai data utama untuk pembuatan informasi spasial zona potensi penangkapan ikan (ZPPI), informasi spasial ZPPI mingguan dan bulanan, serta beberapa contoh penerapan informasi spasial ZPPI pada beberapa daerah . Diterbitkannya buku ini dengan harapan dapat menjadi pegangan baik bagi para peneliti maupun mahasiswa jurusan perikanan dan kelautan, dan pemangku kepentingan dalam upaya lebih memahami teknologi dan potensi pemanfaatan data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan.. Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah mencurahkan energinya dalam penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan di bidang perikanan dan kelautan.
Penerbit
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
i
Kata Sambutan Kata Sambutan Wilayah Indonesia yang demikian luasnya dengan dominasi laut menuntut penggunaan teknologi satelit untuk memetakan potensi sumber daya Wilayah Indonesia yang demikian luasnya dengan dominasi laut alamnya. Untuk sumber daya alam di darat, objek tampak di permukaan dan menuntut penggunaan teknologi satelit untuk memetakan potensi sumber daya relatif mudah dikenali, seperti hutan dan lahan pertanian. Namun untuk sumber alamnya. Untuk sumber daya alam di darat, objek tampak di permukaan dan daya alam di laut, secara kasat mata sulit dikenali. Ikan, misalnya, berada di relatif mudah dikenali, seperti hutan dan lahan pertanian. Namun untuk sumber dalam air yang tidak mudah diketahui keberadaannya. daya alam di laut, secara kasat mata sulit dikenali. Ikan, misalnya, berada di dalam air yang tidak mudah diketahui keberadaannya. Dengan menggunakan teknologi satelit penginderaan jauh, parameter
utama yang diukur dari pengamatan laut adalah suhu permukaannya. Bukan Dengan menggunakan teknologi satelit penginderaan jauh, parameter hanya untuk kajian cuaca dan varibilitas iklim, data suhu permukaan laut juga utama yang diukur dari pengamatan laut adalah suhu permukaannya. Bukan ternyata memberikan informasi penting tentang zona berkumpulnya ikan. Bila hanya untuk kajian cuaca dan varibilitas iklim, data suhu permukaan laut juga informasi itu dilengkapi dengan data keberadaan fitoplankton sebagai makanan ternyata memberikan informasi penting tentang zona berkumpulnya ikan. Bila ikan, maka makin lengkaplah informasi untuk menemukan zona potensial untuk informasi itu dilengkapi dengan data keberadaan fitoplankton sebagai makanan menangkap ikan pada suatu saat. Itulah yang diidentifikasikan oleh para ikan, maka makin lengkaplah informasi untuk menemukan zona potensial untuk peneliti LAPAN sebagai Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI). ZPPI seperti menangkap ikan pada suatu saat. Itulah yang diidentifikasikan oleh para itu terus dikaji keandalannya untuk meningkatkan tangkapan bagi para nelayan. peneliti LAPAN sebagai Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI). ZPPI seperti Informasi ZPPI juga terus disosialisasikan kepada kelompok-kelompok nelayan itu terus dikaji keandalannya untuk meningkatkan tangkapan bagi para nelayan. untuk meningkatkan kemampuan mereka memanfaatkan informasi satelit Informasi ZPPI juga terus disosialisasikan kepada kelompok-kelompok nelayan penginderaan jauh. untuk meningkatkan kemampuan mereka memanfaatkan informasi satelit penginderaan jauh. Buku “Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial dan Temporal Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Penginderaan Jauh” oleh Buku “Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial dan Temporal Dr. Bidawi Hasyim memberikan bahasan yang cukup lengkap terkait dengan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Penginderaan Jauh” oleh metode dan aplikasi ZPPI tersebut. Dr. Bidawi Hasyim memberikan bahasan yang cukup lengkap terkait dengan metode dan aplikasi ZPPI tersebut. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin Prof. Dr. Thomas Djamaluddin
ii
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
ii
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
ii
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
PRAKATA Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya atas karunia rahmat dan nikmatNya sehingga buku berjudul “Pengembangan dan Penerapan Informasi Spasial dan Temporal Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Penginderaan Jauh” ini berhasil diselesaikan. Buku ini disusun dengan harapan dapat menjadi pegangan baik bagi para peneliti maupun mahasiswa jurusan perikanan dan kelautan dalam upaya lebih memahami potensi pemanfaatan data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada : 1. Prof. Dr. Thomas Djamaluddin selaku Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) atas perhatiannya dalam penerbitan buku in i. 2. Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc. selaku Deputi Penginderaan Jauh Lapan atas perhatian dan dukungannya dalam penerbitan buku ini ; 3. Dr. M. Rokhis Komarudin, S.Si., M.Si. selaku Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatjaja) Lapan; dan Syarif Budhiman, S.Pi., M.Si. selaku Kepala Bidang Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut, Pusfatja Lapan atas dukungan dan fasilitasinya dalam penerbitan buku ini. 4. Prof. Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si. dan Dr. Ir. Vincentius Siregar, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, atas bantuannya dalam memberikan koreksi dan masukannya dalam usaha penyelesaian penulisan buku ini. 5. Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Eng.Sc., Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Sc., Dr. Bambang Trisakti, Dra. Maryani Hartuti, M.Sc., dan Dr. Ety Parwati, M.Si., Pusfatja – Lapan, atas koreksi dan masukannya dalam penulisan dan penerbitan buku ini. 6. Teman-teman dari Bidang Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut – Pusfatja khususnya Puji Lestari, Spi. dan Bagus Dwi Kurniawan Nugroho, S.Pi., atas bantuannya dalam pengadaan data untuk penulisan buku ini. 7. Sugiyanto ST, Aris Maulana, dan Panji Rachman Ramadhan, S.T., Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lapan atas bantuannya dalam pengadaan gambar-gambar sistem penerima data satelit NOAA dan Terra/Aqua. 8. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan semangat dalam penulisan dan penerbitan buku ini. Penulis berharap, penerbitan buku ini dapat memotivasi teman-teman peneliti di instansi penulis bekerja untuk meningkatkan karya tulis ilmiahnya. Semoga buku ini menjadi pendorong semangat dan motivasi bagi generasi penerus untuk aktif melakukan penelitian dan inovasi. Penulis
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
iii
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
iii
DAFTAR ISI Halaman Pengantar Penerbit...............................................................................
i
Kata Sambutan …………………………………………...........................
ii
Prakata Penulis ....................................................................................
iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………........
iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….......
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….......
xii
1
PENDAHULUAN ............................................................................
1
2
PARAMETER OSEANOGRAFI DAN BEBERAPA JENIS IKAN TARGET PENANGKAPAN ............................................................
5
2.1. SPL dan Klorofil-a …………………………………………………......
5
2.2. Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis .....................................
9
2.3. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ……………………………....
13
2.4. Kebutuhan Informasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .
15
2.5. Data Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan ………….........
16
3
iv
PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERIKANAN TANGKAP ................................................................
19
3.1. Satelit Lingkungan dan Cuaca seri NOAA ......................................
19
3.2. Sensor pada Satelit NOAA .............................................................
21
3.2.1. Sensor Advanced Very High Resolution Radiomater..........
22
3.2.2. Sensor Data Collection System ..........................................
26
3.3. Satelit Terra/Aqua (MODIS) ............................................................
29
4 EKSTRAKSI PARAMETER SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A ...................................................................................
33
4.1. Koreksi Geometrik Data NOAA-AVHRR ........................................
33
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
iv
4.2. Ekstraksi Parameter SPL Berdasarkan Data NOAA-AVHRR.........
37
4.3. Ekstraksi Parameter SPL Menggunakan Data MODIS ..................
43
4.4. Ekstraksi Parameter Klorofil-a Menggunakan Data MODIS............
44
5
INFORMASI SPASIAL ZPPI DAN PERKEMBANGANNYA ........
47
5.1. Tahapan Pengolahan Data ............................................................
47
5.2. Penelitian SPL dan Upwelling/Thermal Front .................................
49
5.3. Penelitian Upwelling/Fishing Ground .............................................
50
5.4. Pengembangan Informasi Spasial ZPPI ........................................
55
5.4.1. Pengembangan Peta Zona Ikan .........................................
55
5.4.2. Pengembangan Informasi Zona Potensi Ikan (ZPI) ...........
56
5.4.3. Pengembangan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan ……………………………………...........
57
5.4.4. Pengembangan Informasi Spasial ZPPI Secara Unit Spasial ................................................................................
60
IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN MINGGUAN ………………………………………….....……………..
61
6.1. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Desember ....................
61
6.2. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Januari .........................
63
6.3. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Februari .......................
65
6.4. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Maret ...........................
67
6.5. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan April .............................
69
6.6. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Mei ...............................
71
6.7. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Juni ..............................
72
6.8. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Juli ................................
74
6.9. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Agustus ........................
77
6.10. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan September ...................
79
6.11. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Oktober ........................
82
6.12. Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Nopember ....................
84
6
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
v Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
v
7
vi
IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BULANAN ..........................................................................
87
7.1. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Desember ......................
87
7.2. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Januari ...........................
88
7.3. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Februari .........................
89
7.4. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Maret .............................
90
7.5. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan April ...............................
91
7.6. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Mei ................................
93
7.7. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Juni ...............................
94
7.8. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Juli .................................
95
7.9. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Agustus .........................
96
7.10. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan September .....................
98
7.11. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Oktober ..........................
99
7.12. Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan November ......................
100
8 UJI COBA PENERAPAN INFORMASI SPASIAL ZPPI ...............
103
8.1. Uji Coba Penerapan Informasi ZPPI di Sibolga – Sumatera .........
103
8.2. Utara Uji Coba Penerapan Informasi ZPPI di Pangandaran – Jawa Barat .....................................................................................
105
8.3. Uji Coba Penerapan Informasi ZPPI di Pekalongan – Jawa Tengah ...........................................................................................
107
8.4. Uji Coba Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura ..........................
109
8.4.1. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Mei ..
110
8.4.2. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Juni .
111
8.4.3. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Juli ..
111
8.4.4. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Agustus ...............................................................................
113
8.4.5. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan September ..........................................................................
114
8.4.6. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Oktober ...............................................................................
115
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
vi
8.4.7. Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan November ...........................................................................
117
8.5. Hubungan Sumber daya ikan dan Musim ......................................
119
9 PENUTUP ...............................................................................
121
10 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................
123
Indek ............................................................................................
125
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
vii
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman 3.1
Jenis sensor dan tata letaknya pada satelit NOAA ..............
22
3.2
Sistem penerima data NOAA-AVHRR...................................
27
3.3
Contoh citra yang dihasilkan sensor AVHRR kanal visible, diterima oleh stasiun bumi satelit lingkungan dan cuaca LAPAN di Pekayon. ..............................................................
28
Perbandingan kenampakan citra yang dihasilkan sensor AVHRR, kanal visible-1 (a), viisibel-2 (b), infra merah dekat (c), infra merah termal -1 (d), dan infra merah termal - 2 (e)
29
3.5
Sistem penerima data MODIS di Lapan Parepare ...............
32
3.6
Citra Modis hasil akuisisi stasun bumi LAPAN di Parepare .
32
4.1
Citra NOAA-AVHRR kanal 2 (visibel) hasil akuisisi tanggal 6 Mei 2013 sebelum dilakukan koreksi geometrik ...............
35
4.2
Citra NOAA-AVHRR hasil koreksi gemetrik sistematik tetapi belum dilakukan koreksi geometrik berdasarkan titik kontrol
36
4.3
Citra NOAA-AVHRR sesudah dilakukan koreksi geometrik..
36
4.4
Diagram Alir Pengolahan Data NOAA-AVHRR untuk mendapatkan nilai SPL..........................................................
41
4.5
Data NOAA-AVHRR band 4 hasil kuisisi tanggal 15 Agustus 2013 ....................................................................
42
4.6
Data NOAA-AVHRR band 5 hasil kuisisi tanggal 15 Agustus 2013 .....................................................................
42
4.7
Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) yang diturunkan berdasarkan data NOAA-AVHRR kanal 4 dan 5 menggunakan algoritma McMillin and Crosby ......................
42
4.8
Diagram Alir Pengolahan Data MODIS dari satelit Terra/ Aqua untuk mendapatkan nilai SPL .....................................
43
4.9
Sebaran Suhu Permukaan Laut berdasarkan data MODIS hasil akuisisi tanggal 15 Agustus 2013 ................................
44
4.10
Diagram Alir Pengolahan Data Data MODIS untuk ekstraksi parameter Klorofil-a ..............................................................
45
4.11
Sebaran klorofil-a yang diturunkan dari data MODIS menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh Carder ..
45
3.4
viii
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
viii
5.1
Diagram alir proses umum pembuatan informasi spasial ZPPI ......................................................................................
5.2
Citra SPL dalam 2 hari berurutan yaitu tanggal 1 Juni dan 2 Juni ....................................................................................
5.3
Sebaran SPL pada perairan pertemuan antara Laut Flores dan Laut Jawa, serta perairan sekitar NTT .........................
5.4
48 49 50
Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan pada 24 Juni 1995 ......................
53
5.5
Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 9 Agustus 1995 ............................
53
5.6
Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 17 Juli 1996 ..................................
54
Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 3 Juni 1997...................................
54
Garis kontur thermal front sebagai indikator jalur yang potensial untuk lokasi-lokasi penangkapan ikan ..................
55
Contoh bentuk Peta yang mengadopsi format papan catur atau format tabel pada perangkat lunak Excel .....................
56
Contoh bentuk Peta ZPI yang pertama kali diterapkan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur ......................................
57
Hubungan antara jarak titik zona potensi penangkapan dengan hasil tangkapan pada jarak terhadap titik tersebut dalam bentuk lingkaran dengan diamieter 10 km .................
58
Contoh format informasi ZPPI dengan ukuran unit spasial 10’ x 10’ yang dilengkapi dengan WPP................................
60
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Desember (d) .....................
62
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Januari ...............................
64
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Februari .............................
66
5.7 5.8 5.9 5.10 5.11
5.12 6.1
6.2
6.3
ix
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim) Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
ix
6.4
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Maret ..................................
68
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan April ....................................
70
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Mei .....................................
72
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Juni ....................................
74
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Juli ......................................
76
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Agustus ..............................
78
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan September .........................
81
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Oktober .............................
83
Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Nevember ..........................
85
7.1
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Desember ........................................
88
7.2
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Januari .............................................
89
7.3
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Februari ...........................................
90
7.4
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Maret ...............................................
91
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
6.10
6.11
6.12
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
x
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
x
7.5
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan April .................................................
92
7.6
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Mei ...................................................
93
7.7
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juni ..................................................
95
7.8
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juli ...................................................
96
7.9
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Agustus ...........................................
97
7.10
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan September .......................................
98
7.11
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Okttober ...........................................
100
7.12
Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan November ........................................
101
8.1
Informasi ZPI yang disosialisasikan dan digunakan pada uji coba penangkapan di Sibolga menunjukkan lokasi yang disarankan untuk kegiatan penangkapan .............................
104
8.2
Rangkaian foto kegiatan uji coba ZPPI di Sibolga ................
104
8.3
Informasi spasial ZPPI tanggal 13 Juli 2002 yang digunakan pada uji coba penerapan ZPPI di perairan laut Pangandaran ........................................................................
105
Informasi spasial ZPPI tanggal 15 dan 16 Juli 2003 yang digunakan pada uji coba penangkapan ikan di perairan laut Pangandaran ........................................................................
106
8.5
Contoh ZPPI di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura yang dipergunakan oleh nelayan Pekalongan ........
107
8.6
Contoh penggunaan informasi spasial dengan 2 (dua) ZPPI di Laut Jawa sebelah utara Tuban dan Rembang oleh nelayan Pekalongan .............................................................
108
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan feedback hasil penangkapan pada bulan Mei 2004 ............................
110
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juni 2004 ............
111
8.4
8.7 8.8
xi
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim) Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
xi
8.9
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli 2003 ..............
112
8.10
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli 2004 ...........
113
8.11
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Agustus 2003 ......
114
8.12
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan September 2004
115
8.13
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober 2003 ......
115
8.14
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober 2005 ......
116
8.15
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember 2003 ..
117
8.16
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember 2005 ..
118
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim)
xii
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
xii
DAFTAR TABEL Halaman 3.1.
Karakteristik beberapa bagian dari satelit lingkungan dan cuaca seri NOAA ...................................................................
19
3.2.
Seri satelit NOAA, waktu peluncuran, operasional, dan akhir operasinya ..........................................................................
20
3.3.
Jadual waktu lintasan dan sudut elevasi satelit NOAA-18 dan 19 masing-masing pada lintasan siang dan malam hari .
21
3.4.
Karakteristik sensor AVHRR/2 yang dibawa oleh satelit NOAA-7, 9, 11, 12 and 14 ……………………………………...
23
3.5.
Karakteristik sensor AVHRR yang dibawa oleh satelit NOAA-15, 16, 17, 18 and 19…………………………………....
24
3.6.
Nilai gain and intercept untuk data AVHRR/3 kanal visibel ...
25
3.7.
Karakteristik Satelit Terra dan Aqua .....................................
30
3.8
Karakteristik Spektral Sensor MODIS Terra/Aqua ................
31
4.1.
Posisi pixel pada sumbu X dan Y dalam citra NOAA sebelum koreksi geometrik dan titik koordinat posisi berdasarkan peta acuan, serta RMS berdasarkan hasil proses koreksi geometrik .......................................................
34
4.2.
Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan 5 sensor AVHRR
38
4.3.
SPL maksimum, minimum, dan suhu tengah-tengah berdasarkan masing-masing rumus perolehan suhu permukaan laut ......................................................................
39
Nomor, koordinat-X dan koordinat-Y dari 4 ZPPI yang ada di perairan sekitar Sibolga pada tanggal 21 Oktober 2002 .......
103
8.2
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Mei 2004 .......................................................................
110
8.3
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Juni 2004 ...................................................................... 111
8.4
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Juli 2003 ....................................................................... 112
8.1.
xiii
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim) Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
xiii
8.5
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Juli 2004 ...................................................................... 113
8.6
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Agustus 2003 .............................................................. 114
8.7
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan September 2004 ..........................................................
115
8.8
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Oktober 2003 ...............................................................
116
8.9
Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan Oktober 2005 ................................................................
116
8.10 Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan November 2003 ...........................................................
117
8.11 Feedback hasil tangkapan pada ZPPI di Selat Madura di bulan November 2005 ...........................................................
118
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (Bidawi Hasyim) xiv
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) yang luasnya sekitar 2,7 juta km2. Ini berarti bahwa Indonesia dapat memanfaatkan sumberdaya di perairan laut yang luasnya sekitar 5,8 juta km2. Potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Potensi tersebut diantaranya terdiri dari ikan pelagis besar sebesar 1,65 juta ton, ikan pelagis kecil sebesar 3,6 juta ton, dan ikan demarsal 1,36 juta ton. Nilai produksi tersebut memberikan indikasi bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%, dan sebagian besar merupakan ikan pelagis (Dahuri, 2003). Sumberdaya ikan Indonesia yang sangat besar merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat memberikan keuntungan bagi kesejahteraan masyarakat dan sumber devisa negara. Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah perairan laut yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau overfishing terutama wilayah perairan Laut Jawa. Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan sumberdaya perikanan belum dilaksanakan dengan baik, sebagai akibat belum tersedianya perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan secara akurat dan sesuai dengan kondisi spesifik perairan, sumberdaya ikan, sarana dan prasarana perikanan serta sosial budaya masyarakat. Wilayah perairan laut Indonesia memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati (ikan) yang berlimpah dan beraneka ragam. Berdasarkan hasil pengkajian stok (stock assessment) yang dilakukan oleh Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2001 bahwa, potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, diduga sebesar 6,4 juta ton per tahun, dengan rincian 5,14 juta ton per-tahun berasal dari perairan teritorial dan 1,26 juta ton pertahun berasal dari Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Salah satu masalah utama yang dihadapi dalam upaya optimalisasi penangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan. Armada penangkapan ikan berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi lebih banyak mencari lokasi penangkapan sehingga selalu berada dalam kondisi ketidakpastian tentang lokasi yang potensial untuk melakukan penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
1 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
1
Penentuan lokasi potensi penangkapan ikan yang umum dilakukan oleh nelayan sejauh ini masih menggunakan cara-cara tradisional, berdasarkan pada kemampuan individu nelayan, atau yang diperoleh secara turun-temurun. Akibatnya, nelayan tidak mampu mengantisipasi perubahan kondisi oseanografi dan cuaca yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan yang berubah secara dinamis. Sering terjadi ekspansi penangkapan nelayan besar ke daerah penangkapan nelayan kecil mengakibatkan terjadi persaingan yang kurang sehat bahkan terjadi konflik antara nelayan besar dengan nelayan kecil. Nelayan pada umumnya memerlukan waktu yang lama untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan karena harus mencari gerombolan ikan (schooling) terlebih dahulu atau dengan mencoba-coba (trial fishing) tanpa dukungan informasi atau teknologi untuk penangkapan ikan. Pencarian lokasi gerombolan ikan dengan cara trial fishing memerlukan waktu cukup lama sehingga menghabiskan bahan bakar cukup banyak berdampak pada meningkatkan biaya kegiatan penangkapan ikan, sementara hasil tangkapannya tidak dapat dipastikan. Di sisi lain, banyak faktor yang menyebabkan gerombolan ikan ada disuatu tempat, antara lain suhu, salinitas dan klimatologi khususnya curah hujan, termasuk juga faktor yang berkaitan dengan fish behavior (Wudianto, 2001). Dalam upaya meningkatkan efisiensi kegiatan penangkapan ikan, diperlukan informasi secara spasial dan temporal tentang lokasi yang prospektif untuk kegiatan penangkapan ikan. Informasi tersebut seharusnya memiliki unit spasial yang dapat dipergunakan secara operasional dan resolusi temporal dengan periode yang sesuai dengan pola penangkapan ikan oleh nelayan. Di sisi lain, saat ini telah terdapat teknologi yang dikenal dengan satelit penginderaan jauh yang memiliki kemampuan untuk mendeteksi beberapa parameter oseaografi khususnya suhu permukaan laut dan klorofil-a yang berkaitan erat dengan kehidupan ikan khususnya ikan pelagis. Penginderaan jauh yang selanjutnya disebut dengan inderaja adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena alam melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, maupun fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Di sisi kain, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan menyatakan bahwa penginderaan jauh adalah penginderaan permukaan bumi dari dirgantara dengan memanfaatkan sifat gelombang elektromagnetik yang dipancarkan, dipantulkan, atau dihamburkan oleh obyek yang diindera. Pada prinsipnya penginderaan jauh terdiri dari empat komponen penting yaitu: (1) sumber energi elektromagnetik, (2) interaksi energy dengan atmosfer, (3) interaksi antara tenaga dengan objek di permukaan bumi, dan (4) sensor. Satelit penginderaan jauh yang menggunakan sensor pasif maka sumber energinya adalah cahaya matahari, sedangkan sistem satelit penginderaan jauh yang menggunakan sensor aktif maka sumber Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
2
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
2
energinya berasal dari gelombang microwave (radar) yang ada pada satelit itu sendiri. Penulis memulai penelitian pemanfaatan data inderaja untuk mengamatan suhu permukaan laut (SPL) sudah dilakukan sejak tahun 1983 dengan menggunakan data NOAA-AVHRR (National Oceanic and atmospheric Administration – Advanced Very High Resolution Radiometer) yang diterima oleh Stasiun Bumi Nasional Satelit Lingkungan dan Cuaca – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang berlokasi di Pekayon, Jakarta Timur. Penelitian yang dilakukan masih terbatas pada ekstraksi parameter suhu permukaan laut (SPL). Dengan dibentuknya Bidang Matra Laut di bawah Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh pada tahun 1988, Penelitian Pemanfaatan data penginderaan jauh khususnya data NOAA-AVHRR untuk pemetaan SPL terus ditingkatkan. Peningkatan penelitian yang cukup signifikan terjadi pada tahun 1997, dengan dilakukannya penelitian fenomena upwelling berdasarkan data penginderaan jauh NOAA-AVHRR dalam kaitannya dengan lokasi penangkapan ikan dan tingkat keberhasilan usaha penangkapannya. Pemanfaatan data penginderaan jauh mulai dimasukkan menjadi salah satu data yang digunakan untuk mendukung pengkajian sumberdaya ikan laut melalui Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Ikan Laut. Sejak saat itu, telah dilakukan berbagai penelitian sampai akhirnya pada tahun 2009 dilakukan suatu peningkatan yang cukup berarti yaitu dengan dikembangkannya informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan yang selanjutnya biasa disebut dengan ZPPI. Pengembangan dan penerapan informasi spasial tersebut didukung dengan pemahaman tentang potensi dan karakteristik sumberdaya ikan dan klimatologi kelautan, khususnya tentang kecepatan angin dan ketinggian gelombang. Pengembangan informasi spasial ZPPI merupakan muara dari penelitian panjang tentang pemanfatan data satelit inderaja NOAA-AVHRR untuk identifikasi parameter oseanografi khususnya suhu permukaan laut (SPL), kemudian dilanjutkan dengan penelitian pemanfaatan data sebaran SPL untuk identifikasi fishing ground. Tahun 2002 merupakan awal dilakukannya uji coba penerapan informasi spasial ZPPI dalam penangkapan ikan secara langsung di beberapa daerah dan mendapat tanggapan yang sangat positif baik dari nelayan, pemilik perahu motor, maupun pemangku kepentingan terkait baik di daerah maupun di pusat. Sosialisasi penerapan informasi spasial ZPPI, memerlukan upaya yang tidak sedikit dan usaha yang sungguh-sungguh, sehingga diperlukan adanya kerjasama sinergis antara LAPAN sebagai instansi pemerintah yang mempunyai tugas utama dalam penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek inderaja dengan Pemerintah Daerah yang berkepentingan secara langsung dalam pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat nelayan. Sosialisasi dan penerapan infomasi spasial ZPPI pada usaha penangkapan ikan ini berperan antara lain dalam hal: Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
3 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
3
(1) Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pelatihan, pembinaan, dan penyediaan informasi spasial ZPPI harian untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. (2) Dapat meningkatkan efisiensi biaya operasional dan meningkatkan efektivitas dengan memperpendek masa operasi penangkapan. (3) Menjadi alat pengelolaan untuk menghindarkan konflik perebutan daerah penangkapan antar nelayan kecil/tradisional, dengan kapalkapal besar, dengan cara pengaturan pemberian informasi zona potensi ikan yang berbeda. (4) Meningkatkan produksi ikan daerah, yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah dari sektor perikanan. Pengembangan penelitian pemanfaatan ZPPI juga didasari oleh umpan balik dan pengalaman penerapan informasi spasial ZPPI di berbagai wilayah perairan Indonesia. Pengembangan informasi spasial ZPPI didasari oleh penelitian jangka panjang tentang pemanfaatan data NOAA-AVHRR untuk pemetaan SPL tahun sejak 1983, dilanjutkan dengan deteksi thermal front/upwelling dalam kaitannya dengan lokasi penangkapan ikan sekitar 1995 sampai dengan tahun 1997. Pengembangan informasi spasial ZPPI oleh LAPAN sendiri melewati penelitian dan uji coba penerapan cukup lama di beberapa daerah, mulai tahun 1999 dengan nama informasi Zona Ikan (ZI), kemudian diberi nama informasi Zona Potensi Ikan yang disingkat dengan ZPI yang waktu itu hanya menggunakan data SPL yang dihitung berdasarkan data NOAA-AVHRR. Berdasarkan Laporan Kegiatan LAPAN (2002), telah dilakukan sosialisasi ZPPI dan penerapannya di beberapa lokasi di antaranya di Situbondo, Pekalongan, Badung – Bali Selatan, dan Bengkulu. Nama informasi zona potensi ikan tersebut terakhir diubah menjadi informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) dengan mulai memasukkan parameter kandungan klorofil-a dalam penentuan ZPPI. Dalam upaya mendapatkan feedback hasil identifikasi ZPPI, telah dilakukan sosialisasi dan penerapan ZPPI ke beberapa daerah seperti Pangandaran (Jawa Barat), Pekalongan (Jawa Tengah), Bangkalan (Madura), Bengkulu, Manado, Biak, Padang, Balikpapan, Parepare (Sulawesi Selatan) dan Nusa Tenggara Timur. Uji coba penerapan ZPPI ini mendapatkan feedback hasil penangkapan pada lokasi yang ditentukan dan jenis ikan hasil tangkapan, bahkan sampai tingkat perhitungan keuntungan yang diperoleh pemilik perahu motor.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
4
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
4
BAB 2 PARAMETER OSEANOGRAFI DAN BEBERAPA JENIS IKAN TARGET PENANGKAPAN 2.1 SPL dan Klorofil-a Narendra (1993) menggunakan data satelit NOAA-AVHRR kanal 4 dan kanal 5 masing-masing dengan panjang gelombang 10,3 - 11,3 µm dan 11,5 - 12,5 µm serta resolusi spasial 1,1 km untuk mendeteksi suhu permukaan laut (SPL). SPL yang dihasilkan selanjutnya menjadi data utama dalam menentukan zona potensi penangkapan ikan. Dalam perhitungan SPL dilakukan 3 (tiga) tahap proses yaitu : (1) koreksi radiometrik; (2) koreksi geometrik; (3) perhitungan SPL. Koreksi radiometrik terhadap data NOAA-AVHRR dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh posisi matahari dan atmosfir pada saat transmisi energi dari matahari ke permukaan laut dan emisi dari permukaan laut ke sensor pada satelit. Koreksi geometrik dilakukan untuk menghilangkan efek kelengkungan permukaan bumi dan rotasi bumi pada saat observasi oleh satelit. Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari segi geometrik juga digunakan beberapa titik kontrol peta sebagai acuan pada saat koreksi geometrik. Sedangkan perhitungan suhu permukaan laut menggunakan multi kanal yaitu kanal 4 dan kanal 5, dimaksudkan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang akurat. Gastellu (1988) menyatakan bahwa, pengguna ilmiah sangat berkepentingan dengan data yang didapat dari satelit khususnya yang berkaitan dengan SPL dan dinamika oseanografi (thermal front, upwelling, dan arus eddy). Keterbatasan aspek fisik dan teknologi menyebabkan kesulitan dalam mendapatkan hasil pengamatan SPL dari satelit. Permasalahan utama disebabkan oleh kandungan uap air di atmosfir yang menyebabkan kesalahan sampai 10o C. Keragaman emisivitas permukaan laut dan noise pada sensor satelit juga merupakan faktor penyebab terjadinya kesalahan dalam perhitungan SPL. Dengan menggunakan koreksi radiometrik dan proses pengolahan yang baik dimungkinkan untuk mendapatkan SPL yang cukup teliti. Gordon (2005) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian menggunakan data MODIS Aqua dan data SeaWiFS diketahui bahwa SPL, klorofil-a, dan upwelling masing-masing sangat dipengaruhi oleh angin monsun. Dari hasil penelitian arus lintas kepulauan Indonesia diketahui bahwa, termoklin di Samudera Hindia dengan suhu dingin dan salinitas rendah bergerak memotong arus lintas kepulauan Indonesia dekat 12o LS. Perairan laut Indonesia mengalami penurunan disebabkan oleh pergerakan Arus Lintas Kepulauan Indonsia (ALKI) dan diganti oleh air laut dari termoklin Pasifik Utara melintasi lapisan bawah termoklin dan masuk pada lapisan lebih dalam, kemudian langsung diganti oleh air dari Pasifik Selatan. Air masuk yang menggantikan nampak sebagai campuran utama Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
5
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
5
pada perairan laut Indonesia. Jika tidak ada arus lintas Indonesia dan air tidak menjadi dingin, dan zona perairan dengan salinitas rendah memotong Samudera Hindia tropis maka dapat dibuat satu asumsi bahwa air yang hangat akan terdapat di perairan tropis dan Samudera Hindia bagian utara dengan salinitas tinggi. Tangdom, et.al. (2005) menyatakan bahwa, monsun Asia mempunyai pengaruh dominan pada variasi SPL. Pada bulan Agustus, ketika angin monsun tenggara bertiup dominan, area yang luas sebelah selatan lebih dingin 5oC, dengan suhu minimum pada daerah upwelling di perairan sebelah selatan Pulau Jawa dan di perairan Arafura. Air yang dingin digerakkan ke Laut Jawa bagian timur. Di Selat Makassar, ketika parameter koreolis berakhir dan hilang maka air permukaan mengalir ke arah utara searah dengan pergerakan angin. Dampak dari aliran air permukaan diperkecil oleh perluasan aliran air bagian permukaan dari Samudera Pasifik, dan sebagai hasilnya maka SPL di Selat Makassar selama musim bersangkutan lebih tinggi dari 29o C. Angin monsun sebaliknya menggerakkan massa air yang relatif dingin dan salinitas rendah dari Laut China Selatan ke lapisan permukaan Laut Jawa bagian selatan. SPL terendah dari perairan laut Indonesia terdapat di Laut Jawa bagian barat, yaitu ketika terjadi perluasan radiasi panas permukaan sehingga SPL lebih tinggi dari 29o C. Juga dinyatakan bahwa, mekanisme yang menyebabkan dan memelihara SPL pada kondisi yang tetap di lautan Indonesia terjadi sebagai akibat dari topografi yang komplek dan pertemuan antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Sebagai tambahan terhadap radiasi panas permukaan, percampuran pasang yang intensif dari permukaan laut dan termoklin yang digerakkan oleh angin di atas Samudera Pasifik dan Samudera Hindia memainkan peran dalam pergerakan dan pemeliharaan SPL. Konsekuensinya, dinamika regional lautan dan SPL menjadi faktor penting dalam iklim regional, yang berdampak penting terhadap iklim global. Wilayah Indonesia, yang juga dikenal dengan “Maritime Continent” telah diidentifikasi sebagai area yang sangat penting bagi iklim, baik secara lokal maupun global. Tangdom et.al. (2005) juga menyatakan bahwa penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di perairan tropis Asia dicirikan pada penggunaan rumpon untuk mengumpulkan ikan pelagis kecil. Sejak tahun 1971, fishing ground diperluas ke bagian timur Laut Jawa dengan mengembangkan taktik dan strategi penangkapan yang selalu bergeser berkaitan dengan perubahan lingkungan. Analisis hasil tangkapan ikan layang dalam kaitannya dengan fishing ground di sekitar Bawean, Masalembo Matasiri, dan kepulauan Kangean menunjukkan bahwa, keberhasilan penangkapan ikan terjadi selama periode salinitas tinggi (340/00). Hasil tangkapan ikan tertinggi selama periode tersebut didaratkan dari fishing ground di kepulauan Masalembo. Fenomena terjadinya pergeseran massa air dari arah timur ke barat berkorelasi dengan meningkatnya produktivitas ikan pelagis kecil di area tersebut. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
6
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
6
Hasil tangkapan ikan rata-rata di perairan sekitar kepulauan Masalembo menunjukkan adanya siklus musiman yang berkaitan erat dengan perubahan angin monsun. Hasil tangkapan (ton/hari) cenderung tinggi pada bulan Agustus hingga November, pada kondisi perairan dengan salinitas tinggi dan suhu lebih rendah, sebaliknya menurun pada bulan Desember hingga Juli dengan suhu tinggi dan salintas rendah. Kondisi yang khusus terjadi pada bulan Januari – April dengan hasil tangkapan sekitar 1,5 sampai 2,5 ton/hari. Perairan di bagian timur Laut Jawa merupakan daerah peralihan yang dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan Selat Makassar dan Laut Flores yang bervariasi mengikuti perubahan musiman. Hasil penelitian pada perairan di sekitar Pulau Matasiri dalam periode 1992 – 1994 menunjukkan bahwa SPL maksimum mencapai 30o C selama angin barat laut atau musim basah pada bulan Desember 1993, kemudian menurun hingga 26o C pada Februari 1994. Suhu minimum dengan nilai 26o C terjadi selama akhir musim angin tenggara atau musim kering pada bulan September 1993. Salinitas permukaan laut mengikuti bentuk yang berlawanan dengan nilai maksimum 34,5 o/oo terjadi pada bulan September 1992 sampai Oktober 1993, kemudian turun menjadi 31 – 32 o/oo pada bulan Februari 1994. Salinitas teringgi (34 o/oo) ditemukan pada fishing ground utama dari Bawean, Masalembo dan kepulauan Matasiri. Pengukuran SPL di perairaan sekitar kepulauan Masalembo menunjukkan bahwa SPL cenderung tinggi (290 C) selama periode Mei, November dan Desember 1992, juga pada bulan Juni, November dan Desember 1993. Kondisi lingkungan Laut Jawa; sangat dipengaruhi oleh perubahan permukaan laut dan interaksi atmosfir pada saat arus permukaan timur – barat mengikuti arah angin mengakibatkan terjadinya percampuran mulai sepanjang permukaan ke perairan yang lebih dalam melalui pengadukan secara vertikal. Proses pengadukan terus berlangsung sampai perairan laut mencapai kondisi homogen dengan salinitas tinggi (340/00) yang terjadi selama musin angin tenggara pada bulan Juli – Oktober. Proses sebaliknya terjadi dari barat laut selama monsun barat laut pada bulan November sampai Februari dengan salinitas rendah (<32 0/00) berkaitan dengan masuknya air tawar dari beberapa sungai besar selama musim hujan. Salinitas terendah pada permukaan laut terjadi pada bulan Mei 1992 (32 – 32,5 0/00) dan tertinggi tejadi pada bulan Oktober 1993 (33 – 34,5 0/00). Sediadi (2004) menyatakan bahwa, pada waktu musim timur terjadi proses upwelling di perairan Laut Banda. Untuk mengetahui effek upwelling terhadap kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan Laut Banda, dilakukan penelitian pada bulan Agustus 1997 yang mewakili musim timur dan bulan Oktober 1998 yang mewakili musim peralihan sebagai pembanding. Data kelimpahan dan distribusi fitoplankton dengan mengambil contoh fitoplankton dari kedalaman 100 m ke permukaan. Hasil pengamatan pada musim timur (Agustus 1997) menunjukkan bahwa Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
7 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
7
proses taikan air (upwelling) masih berlangsung. Hal ini terlihat dari nilai regresi antara suhu dan salinitas (r2 = 84,1 %), suhu dan nitrat (94,5%). Pada saat musim timur tercatat 33 jenis fitoplankton, komposisi jenis fitoplankton lebih bervariasi dibandingkan musim peralihan yang hanya 26 jenis fitoplankton. Berdasarkan hasil penelitian klorofil-a di Selat Bali dengan menggunakan data satelit SeaWiFS yang dilakukan oleh Gaol et al (2004) bahwa terjadi peningkatan kandungan klorofil-a secara musiman. Konsentrasi klorofil-a mengalami peningkatan pada bulan Mei dan mencapai kondisi tertinggi pada bulan September, dan berkorelasi erat dengan fluktuasi SPL. Distribusi suhu permukaan Selat Bali menunjukkan bahwa proses upwelling terjadi selama monsun tenggara. Rata-rata kelimpahan fitoplankton selama monsun tenggara adalah 35,5 x 103 cel/m3, sedangkan pada monsun timur laut adalah 35,5 x 103 cel/m3. Sementara proses upwelling di perairan Laut Jawa bagian selatan mencapai puncaknya pada saat monsun tenggara. Penelitian SPL dan klorofil-a menggunakan data SeaWiFS di perairan sekitar Nias yang dilakukan oleh Gaol et al (2007) menunjukkan bahwa, variasi SPL hasil estimasi dari sensor satelit NOAA-AVHRR dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Pada musim timur SPL cenderung lebih rendah. Variasi SPL antara musim timur dan musim barat tidak terlalu tinggi dengan rata-rata 1,5o C, namun variasi SPL akibat pengaruh iklim global cukup tinggi, rata-rata 4 o C. Fluktuasi konsentrasi klorofil-a berdasarkan sensor satelit SeaWiFS menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a juga dipengaruhi oleh perubahan musim dan iklim global. Sugimori (2006) menyatakan bahwa, lama kegiatan penangkapan ikan bervariasi mulai dari beberapa hari sampai satu musim, dengan liputan mulai dari 1 km sampai 100 km, dengan memperhatikan sirkulasi musim ikan. Kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan memperhatikan kondisi nutrien di perairan laut, masa bertelur, pengasuhan dan masa mencari makan. Deteksi ikan dengan teknologi satelit dilakukan dengan cara tidak langsung karena keterbatasan skala peta yang diperoleh dari citra satelit dan ikan berada di bawah permukaan air laut, namun dilakukan dengan mendeteksi distribusi produktivitas primer (klorofil-a), suhu permukaan lau, dan parameter oseanografi lainnya dengan menggunakan sensor penginderaan jauh. Sulistya (2007) menyatakan bahwa, pemahaman tentang karakteristik dan SPL Laut Jawa belum memadai. Analisis spektral, spasial dan temporal perlu digunakan untuk mempelajari karakteristik SPL dalam kaitannya dengan musim. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, SPL tertinggi di Laut Jawa pada umumnya terjadi pada bulan April – Mei dan bulan November, sebaliknya SPL terendah umumnya terjadi pada bulan Februari dan Agustus. Kostianoy (2004), melakukan penelitian thermal front menggunakan SPL rata-rata mingguan yang dihasilkan dari NOAA-AVHRR dengan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
8
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
8
resolusi 18 km. Untuk mendapatkan data dengan resolusi spasial maksimum, analisis tidak didasarkan pada data rata-rata bulanan, tetapi menggunakan rata-rata data mingguan pada pertengahan tiap bulan dalam 3 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 36 peta SPL (36 mingguan tiap pertengahan bulan). Untuk mendapatkan gambar dari thermal front utama di bagian selatan dari Samudera Hindia, peta SPL dikonversi menjadi peta gradien SPL. Gradien SPL dihitung untuk tiap piksel berdasarkan operator gradien dua dimensi yang menghitung perbedaan antara dua piksel yang berdekatan. Dengan menggunakan 36 peta gradien SPL mingguan untuk tiap pertengahan bulan, diperoleh indikasi secara umum tentang struktur, perluasan, keragaman, dan intensitas dari thermal front di bagian selatan Samudera Hindia. 2.2 Karakteristik Beberapa Jenis Ikan Pelagis Pengetahuan mengenai penyebaran dan bioekologi berbagai jenis ikan sangat penting artinya bagi usaha penangkapan. Data dan informasi tentang penyebaran dan bioekologi ikan pelagis sangat diperlukan dalam mengkaji ZPPI di suatu perairan. Berdasarkan habitatnya, ikan pelagis dibagi menjadi ikan jenis pelagis besar dan pelagis kecil. Menurut Komnas Kajiskanlaut (1998), diantara ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar adalah; madidihang, tuna mata besar, albakora tuna sirip biru, cakalang, marlin (ikan pedang, setuhuk biru, setuhuk hitam, setuhuk loreng, ikan layaran), tongkol dan tenggiri (tongkol dan tenggiri), dan cucut (cucut mako). Sedangkan jenis ikan pelagis kecil antara lain; ikan layang, selar, sunglir, teri, japuh, tembang, lemuru, Siro, dan ikan kembung. Tuna dan cakalang adalah ikan perenang cepat dan hidup bergerombol, kecepatan renang ikan dapat mencapai 50 km/jam. Kemampuan renang ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penyebarannya dapat meliputi skala ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk beberapa spesies yang dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudera. Kedalaman renang tuna dan cakalang bervariasi tergantung jenisnya. Umumnya tuna dan cakalang dapat tertangkap di kedalaman 0 - 400 meter. Suhu perairan berkisar 17 - 31o C. Salinitas perairan yang disukai berkisar 32 – 35 ppt atau di perairan oseanik. Madidihang (thunnus albacares) tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Panjang madidihang bisa mencapai lebih dari 2 meter. Jenis tuna ini menyebar di perairan dengan suhu antara 17 -31o C dengan suhu optimum yang berkisar antara 19o - 23o C (Nontji, 1987), suhu yang baik untuk kegiatan penangkapan berkisar antara 20o - 28o C (Wudianto, 2001). Ikan tongkol (Euthynnus spp) hidup pada suhu 20 – 22o C dengan salinitas dalam kisaran 32,21–34,40 o/oo, tersebar di perairan Kalimantan, Sumatera, pantai India, Filipina dan sebelah selatan Australia, sebelah barat Afrika Barat, Jepang, sebelah barat Hawai dan perairan pantai Pasific – Amerika. Ikan tongkol memiliki panjang tubuh mencapai 80 cm dan umumnya 30 – 50 cm. Jenis tongkol lainnya adalah axuis thazard, hidup di Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
9 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
9
daerah pantai, lepas pantai perairan Indonesia dan berkelompok besar, panjangnya mencapai 50 cm, umumnya 25 – 40 cm. Tenggiri (scomberomorus lineolatus), habitatnya di seluruh perairan pantai dengan salinitas 34,21–34,60 o/oo. Tenggiri tersebar di seluruh perairan Indonesia, Sumatera, Jaut Jawa. Perairan Indo-Pasifik, Teluk Benggala, Laut Cina Selatan dan India. Semua jenis tongkol dan tenggiri bersifat karnivora (makan ikan–ikan kecil, cumi-cumi) dan predator serta merupakan ikan perenang cepat. Pada umumnya ketiga jenis ikan tersebut ditangkap saat gelombang dan angin sedang. Ikan layang (decapterus spp.) bersifat stenohaline, hidup secara berkelompok pada kedalaman 20 – 25 meter, menghendaki perairan yang jernih dan merupakan ikan karnivora (plankton, crustacea). Sebarannya di Indonesia terdapat di perairan Ambon, Ternate, Laut Jawa. Ikan Selar atau bentong (selar cromenopthalmus) hidup berkelompok di perairan pantai yang hangat sampai kedalaman 80 m. Ikan ini bersifat karnivora (makan ikan kecil, crustacea), panjang dapat mencapai 30 cm, namun umumnya berukuran 20 cm. Ikan ini tersebar di Sumatera, Nias, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Sulawesi, Ambon, Seram, Laut Merah, Natal, Zanzibar, Madagaskar, Muskat, India, Cina, Jepang, Formosa, Filipina, sampai perairan tropis Australia. Linting (1994) menyatakan bahwa, informasi tentang musim ikan merupakan satu di antara unsur penunjang pengembangan usaha perikanan. Yang dimaksud dengan musim ikan adalah saat melimpahnya hasil tangkapan yang diperoleh dan didaratkan di suatu wilayah tanpa ada hubungan langsung dengan kelimpahan stok ikan yang ada di suatu perairan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa musim ikan dicirikan oleh tingginya hasil tangkapan dan bukan oleh tingginya indeks kelimpahan stok. Dari data yang diperoleh di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Bau-Bau (Sulawesi Tenggara), dapat diketahui bahwa beberapa jenis ikan ekonomis yang menonjol memperlihatkan fluktuasi hasil tangkapan bulanan. Fluktuasi hasil tangkapan secara rinci menunjukkan pola yang sedikit berbeda satu sama lain. Produksi rata-rata ikan layang selama periode 1985 – 1992 berkisar antara 65,7 – 191, 8 ton. Musim ikan layang dicirikan oleh tingginya produksi bulanan yang melebihi 100 ton/bulan dan terjadi selepas puncak musim barat (Februari sampai dengan Mei) dan mulai puncak musim timur sampai dengan Oktober. Ikan layang yang didaratkan terdiri atas jenis layang biasa dan jenis layang berukuran besar dari jenis Decapterus himimulatus. Ikan selar atau megalaspis cordyla, hidup di perairan pantai sampai kedalaman 60 m dan berkelompok, dari perairan tropis yang suhunya hangat. Panjang tubuh ikan ini mencapai 40 cm dan umumnya 30 cm. Sebaran ikan ini di Laut Jawa, Sulawesi, Sumatera, Selat Karimata, Bali, Sumbawa dan Ambon, Madagaskar, Teluk Bengala, Laut Cina Selatan, Selat Malaka, Formosa, Filipina, Samoa, dan Hawaii. Selar kuning (caranx leptolepis) banyak ditemukan hidup di perairan pantai sampai kedalaman Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
10
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
10
25 m dan hidup berkelompok. Ikan ini bersifat karnivora (makan ikan-ikan kecil, udang-udangan) dan pada umumnya berukuran 15 cm. Ikan ini tersebar di daerah Sumatera (Bangka, Belitung, Selat Karimata), Laut Jawa dan Selat Makasar. Ikan ini ditangkap pada kedalaman 20–25 m dan berjarak 25–30 km dari pantai dengan waktu penangkapan pada pagi hari menjelang subuh. Ikan Kuweh (caranx sexfaciathus) hidup di perairan dangkal dan pantai, hidup berkelompok, dan termasuk ikan karnivora (ikan kecil, crustacea), panjangnya mencapai 40 cm umumnya 20 – 30 cm. Ikan ini dijumpai di perairan pantai seluruh Indonesia, sepanjang pantai Laut Cina Selatan, Filipina, Cina, Formosa sampai ke perairan tropis Australia. Kuweh jenis lain yaitu alectis indicus, hidup di perairan pantai yang dangkal sampai kedalaman 20 – 25 m, termasuk ikan karnivora (makan crustacea, ikan kecil) dan hidup berkelompok. Jenis ikan ini, panjangnya mencapai 75 cm dan umumnya 40 cm, terdapat di perairan Sumatera, Laut Jawa, Bangka, Kalimantan dan Sulawesi, Teluk Benggala, Teluk Siam, Pantai Cina Selatan sampai perairan tropis Australia. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 20 m dan berjarak 2–4 mil dari pantai. Ikan Kembung laki-laki atau banyar (rastelliger kanagurta), hidup di perairan pantai dan lepas pantai dengan suhu 22 – 24o C, kedalaman 8 – 15 meter yang perairannya berkadar garam tinggi dan hidup berkelompok. Bersifat karnivora, dengan panjang mencapai 35 cm dan umumnya 20 –25 cm. Ikan ini terdapat hampir di seluruh perairan Indonesia dengan konsentrasi terbesar di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Selat Malaka, Arafuru, Teluk Siam. Kembung perempuan (rastelliger neglectus), hidup di perairan neritik, mendekati pantai dan membentuk kelompok besar. Bersifat karnivora (plankton, diatom, copepoda), melakukan migrasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, makanan dan arus. Panjangnya mencapai 30 cm dan umumnya 15 – 20 cm. Ikan ini banyak terdapat di perairan Kalimantan, Sumatera Barat, Laut Jawa, Selat Malaka, Muna, Buton, dan Arafuru. Zainuddin (2007) menyatakan bahwa, ikan kembung di perairan Sulawesi Selatan mempunyai hubungan yang signifikan antara hasil tangkapan dengan faktor oseanografi yaitu SPL, salinitas dan kecepatan arus. Ini berarti bahwa dengan ketiga faktor oseanografi tersebut, pada tingkat akurasi tertentu hasil tangkapan ikan kembung dapat diprediksi dengan persamaan. Sedangkan uji signifikansi parameter menunjukkan bahwa SPL dan kecepatan arus memberi kontribusi yang lebih nyata dalam menjelaskan variasi hasil tangkapan. Hasil pengukuran SPL yang diperoleh selama penelitian di Kabupaten Bantaeng berkisar 29°C - 31°C. Kebanyakan upaya penangkapan ikan kembung dilakukan dengan alat tangkap gillnet pada kisaran suhu 29 - 29,5° C. Secara statistik faktor SPL berpengaruh nyata terhadap variasi jumlah hasil tangkapan. Hal ini berarti bahwa variabel SPL memegang peran penting dalam memprediksi hasil tangkapan ikan kembung. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
11
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
11
Ikan lemuru termasuk jenis ikan stenohaline, pada umumnya hidup pada kedalaman 70 – 200 meter di perairan dengan salinitas 30 o/oo. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa ikan lemuru di Selat Bali hanya terdapat di paparan saja (baik paparan Jawa maupun Bali) pada kedalaman kurang dari 200 m. Pada siang hari ikan ini membentuk kelompok yang padat pada kedalaman sekitar 70 m. Sebagian besar dari jenis-jenis ikan lemuru yang tertangkap di sebagian perairan Indonesia dan sekitarnya adalah sardinella fimbriata, sardinella gibbosa, sardinella sirm. Khusus di Selat Bali, sardinella yang dominan adalah sardinella longiceps. Pet (1997) menyatakan bahwa, puncak hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Madura dan Selat Bali tercatat mulai awal musim hujan sekitar November dan Desember, sedangkan di Samudera Hindia terjadi pada musim kemarau mulai bulan Juli sampai Oktober. Aktivitas reproduksi ikan Sardinella di Selat Madura terjadi pada bulan November dan Desember, dan diperkirakan mengalami perkembangan sampai mencapai ukuran panjang sekitar 12 cm, 17 cm dan 19 cm masing-masing pada tahun pertama, kedua, dan ketiga. Di sisi lain, Lumban Gaol (2004) menyatakan bahwa lemuru merupakan pemakan plankton, namun hubungan antara fitoplankton dan lemuru di Selat Bali sampai saat ini belum diketahui secara pasti karena keterbatasan data plankton dari hasil pengukuran secara langsung. Namun demikian, citra satelit penginderaan jauh dapat memberikan informasi dan kontribusi tentang hubungan antara konsentrasi klorofil-a dan kelimpahan lemuru. Pasaribu et al (2004) menyatakan bahwa, eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di lepas pantai Laut Jawa telah dilakukan sejak tiga puluh tahun terakhir. Alat tangkap (jaring) yang dipergunakan terdiri dari beberapa macam, namun ikan yang didaratkan umumnya dilakukan dengan alat tangkap purse seine. Tangkapan ikan paling tinggi didominasi oleh ikan jenis scads (deapterus spp.), jack mackarel (rastrellin ger spp.) dan sardines (sardinella spp.). Analisis upaya yang didasarkan pada data statistik perikanan Pekalongan (Jawa Tengah) yang merupakan pangkalan perikanan utama dengan alat tangkap purse seine dalam periode tahun 1976 sampai 2000 menunjukkan bahwa, jumlah hasil tangkapan cenderung meningkat sebanding dengan jumlah perahu/kapal motor. Secara hirarkis, ikan pelagis kecil di Laut Jawa dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu ikan pelagis yang tertangkap oleh purse seine besar di wilayah laut lepas, dan ikan pelagis yang tertangkap oleh mini purse seine di perairan dekat pantai. Penyebaran ikan pelagis kecil juga ditemukan di sisi timur dari Selat Makassar dan sekitar Laut Cina Selatan. Patir et al (1995) membagi ikan pelagis kecil menjadi tiga tipe populasi yaitu : (1) Oceanic, yang tertangkap ketika air laut dari Laut Banda masuk ke Laut Jawa selama musim monsun tenggara antara Agustus sampai November. (2) Neritic, yang tertangkap sepanjang tahun. (3) Coastal, yang tertangkap sepanjang tahun dalam jumlah yang sedikit. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
12
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
12
Ikan pelagis juga banyak dipengaruhi oleh suhu perairan yang menjadi tempat hidupnya. Pengaruh suhu secara vertikal diantaranya terlihat pada saat suhu perairan tiba-tiba mengalami kenaikan cukup tajam akan meningkatkan metabolisme dalam tubuh ikan, sehingga kebutuhan oksigen pada ikan juga meningkat. Di sisi lain, kenaikan suhu justru akan menurunkan tingkat kelarutan oksigen. Kondisi ini biasa terjadi pada siang hari dan akan menyebabkan ikan lebih suka berada di lapisan lebih dalam dibandingkan di permukaan. Kepekaan beberapa jenis ikan pelagis terhadap suhu, kedalaman, salinitas, dan kecerahan air laut yang menjadi habitatnya. Penelitian tentang hubungan antara SPL dan kandungan klorofil-a berdasarkan data Aqua Modis untuk pengkajian pendugaan hasil tangkapan ikan pelagis besar (tongkol dan cakalang) di perairan Teluk Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SPL tertinggi terjadi pada bulan April 2003 yakni sebesar 30,35o C. Dengan kondisi suhu tersebut hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 6,142 ton. Sedangkan rata-rata SPL terendah terjadi pada bulan Agustus 2006 yakni sebesar 25,64 o C, dengan hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 65,195 ton. Produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002 sebesar 220 ton, dengan kondisi SPL adalah 26,65o C. Sedangkan berdasarkan kandungan klorofil-a, pada periode Juli 2002 – Desember 2006, rata-rata kandungan klorofil-a tertinggi terjadi pada bulan September 2006 yakni sebesar 1.0177 mg/m3. Dengan kondisi kandungan klorofil-a tersebut hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 145,5 ton, sedangkan rata-rata kandungan klorofil-a terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yakni sebesar 0.1083 mg/m3 dengan hasil produksi ikan yang diperoleh adalah sebesar 17,321 ton. Produksi hasil tangkapan tertinggi terjadi pada bulan Oktober 2002 sebesar 220 ton, dengan kandungan klorofil-a adalah 0.3201 mg/m3 . 2.3
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan
Meningkatnya kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut oleh berbagai pihak, mendorong adanya kompetisi di antara pelaku penangkapan dan industri perikanan tangkap. Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan tumpang tindih perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintah daerah, masyarakat setempat dan swasta, disebabkan adanya perbedaan kepentingan masing-masing pihak yang merasa berhak atas suatu wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et al., 1996). Konflik perbedaan kepentingan tersebut berakar dari masalah berikut: (1) Pihak yang berkepentingan cenderung menyusun rencana kerja secara sendiri-sendiri, dan perencanaan secara sektoral sering berbeda dengan kepentingan pemerintah daerah atau masyarakat setempat, terutama nelayan tradisional yang merupakan obyek dari perencanaan dan pengelolaan tersebut. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
13 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
13
(2) Belum ada pembagian wewenang dan kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya laut. (3) Belum ada instansi tersendiri atau instansi koordinasi yang secara khusus menangani pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. (4) Belum tersedianya data dan informasi mengenai sumberdaya wilayah lautan secara akurat. (5) Lemahnya kemampuan aparatur dan kelembagaan dalam mengelola sumberdaya lautan secara lestari. (6) Jumlah dan tingkat laju kegiatan pembangunan di kawasan pesisir dan lautan belum ditetapkan atas dasar pertimbangan daya dukung lingkungan, dan kemungkinan timbulnya dampak negatif suatu sektor pembangunan terhadap sektor lainnya. (7) Pesatnya laju degradasi dan depresi sumberdaya laut, dimana 60% ekosistem telah punah. (8) Belum ada batas pengelolaan yang tegas dan jelas tentang kawasan (wilayah) pesisir yang menjadi kewenangan setiap provinsi dan juga batas antar negara. Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan pada dasarnya meliputi kegiatan-kegiatan berikut. (1) Pengumpulan dan analisis data, meliputi seluruh variable atau komponen yang berkaitan dengan sumberdaya perikanan, meliputi aspek biologi, produksi dan penangkapan ikan, sosial ekonomi nelayan dan aspek legal perikanan. (2) Penetapan cara-cara pemanfaatan sumberdaya perikanan, meliputi perizinan, waktu serta lokasi penangkapan ikan. (3) Penetapan alokasi penangkapan ikan (berapa banyak ikan yang boleh ditangkap) antar nelayan dalam satu kelompok, antara kelompok nelayan yang berbeda, antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang dari tempat lain, atau antara nelayan yang berbeda alat tangkap dan metode penangkapan ikan. (4) Perlindungan terhadap sumberdaya ikan yang memang telah mengalami tekanan ekologis akibat penangkapan ikan atau kejadiankejadian alam, perlindungan terhadap habitat ikan, serta perlindungan yang diarahkan untuk menjaga kualitas perairan supaya tetap dalam kondisi baik. (5) Penegakan hukum dan perundang-undangan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan, sekaligus merupakan umpan balik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas hukum dan perundangundangan. (6) Pengembangan dan perencanaan pengelolaan sumberdaya perikanan dalam jangka panjang yang ditempuh melalui evaluasi terhadap program kerja jangka pendek atau yang saat ini sedang diimplementasikan. Pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi sumberdaya ikan itu sendiri maupun sumberdaya ikan beserta seluruh aspek yang berpengaruh atau dipengaruhi sumberdaya ikan tersebut. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
14
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
14
Vasconcellos (2003) menyatakan bahwa, ada tiga kriteria yang digunakan dalam pengelolaan ikan sardin di Brazilia, yaitu tangkapan ratarata, bervariasi tangkapan, dan kemungkinan stok mengalami penurunan secara drastis. Kriteria pengelolaan penangkapan ini dipilih karena memberikan gambaran tiga tujuan pengelolaan perikanan yaitu : a. memaksimumkan hasil tangkapan, peningkatan jumlah ikan hasil tangkapan mempunyai dampak lebih banyak ikan untuk industri, lebih banyak peluang keuntungan pada sektor perikanan tangkap, yang berarti membuka lebih banyak lapangan kerja; b. memaksimumkan stabilitas penangkapan : umumnya, ketertarikan terbesar dari perencanaan pengelolaan adalah untuk menjamin stabilitas hasil tangkapan, karena itu perlu memelihara pasokan ikan yang konstan untuk bahan baku industri; dan c. meminimalkan peluang kerugian pada sektor perikanan, ini merupakan tujuan dasar untuk rencana pengelolaan perikanan, dengan mempertimbangkan ekologi, faktor ekonomi dan biaya yang berhubungan dengan kerugian pada sektor perikanan.
2.4 Kebutuhan Informasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Dahuri (1996) menyatakan, agar sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, pada dasarnya diperlukan informasi yang antara lain meliputi : (1) Distribusi spasial jenis-jenis sumberdaya ikan. (2) Potensi lestari maximum sustainable yield (MSY) setiap jenis sumberdaya ikan. (3) Persyaratan ekologis bagi kehidupan dan pertumbuhan setiap jenis sumberdaya ikan. (4) Transfer energi dan materi antar tingkat trofik dalam suatu ekosistem perairan dimana sumberdaya ikan yang dikelola hidup. (5) Dinamika populasi sumberdaya ikan. (6) Siklus hidup dari sumberdaya ikan. (7) Kualitas perairan dimana sumberdaya ikan hidup. (8) Tingkat penangkapan terhadap sumberdaya ikan dalam bentuk upaya tangkap secara time series. Pengelolaan informasi untuk lingkungan perairan bagi kegiatan perikanan sangat diperlukan. Pengelolaan ini meliputi pengumpulan, pemprosesan, penelusuran, dan analisis data menjadi informasi yang bermanfaat bagi penggunanya pada waktu yang diinginkan. Dalam perspektif pembangunan perikanan, suatu lingkungan perairan beserta sumberdaya yang ada didalam-nya secara garis besar dapat dimanfaatkan bagi tiga peruntukkan yaitu : (1) Kegiatan penangkapan. (2) Budidaya perairan. (3) Kawasan perlindungan. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
15 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
15
Data spasial atau sering juga disebut data keruangan adalah data yang terikat dengan posisi koordinat ruang di permukaan bumi. Data spasial dapat berupa peta dasar atau peta tematik, data/informasi yang diperoleh dari data penginderaan jauh satelit, atau data hasil pengamatan lapangan yang dikaitkan dengan posisi koordinat yang diukur dengan Global Positioning System (GPS) atau titik acuan berdasarkan posisi koordinat pada peta dasar. Data spasial berupa peta dasar atau peta tematik antara lain : (1) peta rupabumi; (2) peta laut (kedalaman); (3) peta lingkungan pesisir dan laut. Data spasial berupa parameter fisik dan lingkungan terkini yang diperoleh dari data penginderaan jauh antara lain terdiri dari : (1) Data daerah potensi penangkapan ikan (fishing ground). (2) Data lingkungan pesisir dan pantai seperti terumbu karang, mangrove, dan kualitas perairan. (3) Daerah potensi budidaya laut. Berdasarkan catatan bahwa, hasil tangkapan ikan lemuru di Selat Bali pernah mengalami penurunan yang sangat drastis yaitu dari melebihi 6.500 ton pada tahun 1950 menjadi kurang 200 ton pada tahun 1956, tetapi kemudian naik lagi disebabkan oleh faktor-faktor atau peristiwa yang tidak diketahui. Penurunan stok ikan secara drastis dapat disebabkan oleh dua faktor yang saling berkaitan yaitu factor pertama adalah tekanan penangkapan berlebih dan pengaruh lingkungan oseanografi. Faktor kedua disebabkan oleh ketidakpastian dalam estimasi sumberdaya ikan lemuru (sandine) di Indonesia akibat kesenjangan informasi tentang distribusi ikan lemuru secara geografis dari stok ikan dalam potensi lestari (Pet, 1997). 2.5 Data Penginderaan Jauh untuk Penangkapan Ikan Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kelautan dikembangkan dengan beberapa alasan yaitu: (a) tersedianya sensor baru dengan resolusi spektral dan spasial yang dapat mengamati/mengukur parameter oseanografi dengan lebih teliti; (b) kemudahan dalam mengakses data; (c) kemampuan mengolah dan mendisseminasikan data melalui sistem pengolahan digital; (d) meningkatnya kepedulian dari pengguna dalam memanfaatkan keunggulan dari teknologi penginderaan jauh (Hartuti, 2006). Penggunaan data SPL dan kandungan klorofil-a yang dihitung dengan menggunakan data MODIS yang dihasilkan LAPAN dapat digunakan untuk prediksi zona potensi penangkapan ikan dengan analisis overlay antara citra kantur SPL dengan citra kontur kandungan klorofil-a. Wilayah tumpang tindih antara kontur SPL dan kontur klorofil-a yang merupakan indicator keberadaan ikan, dipredikasi sebagai zona potensi penangkapan ikan pelagis. Hasil penelitian yang dilakukan menujukkan bahwa ikan-ikan pelagis kecil (tembang, kembung, layang dan cakalang) cenderung tertangkap di perairan dengan suhu dalam selang 260 – 290 C dan konsentrasi klorofil-a 0,5 – 2,5 mg/m3. Di sisi lain, Santos (2000) Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
16
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
16
menyatakan bahwa pemahaman tentang interaksi antara lingkungan oseanografi dengan organisme laut masih sangat minim dan sangat sulit untuk meneliti atau mengamati melalui kegiatan eksperimen. Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh sangat penting untuk memecahkan masalah perikanan untuk mengetahui hubungan antara lingkungan oseanografi dengan penyebaran dan kelimpahan sumberdaya ikan (Sumedi, 2009).
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
17 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
17
18
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
BAB 3 PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK PERIKANAN TANGKAP Terdapat dua jenis satelit lingkungan dan cuaca yang dapat menghasilkan data parameter oseanografi yang dapat digunakan untuk pengembangan ZPPI yaitu satelit NOAA dan satelit Aqua/Terra. Satelitsatelit tersebut masing-masing membawa sensor AVHRR untuk mendeteksi SPL, sedangkan satelit Aqua/Terra membawa sensor MODIS untuk mendeteksi SPL dan klorofil-a. 3.1 Satelit Lingkungan dan Cuaca seri NOAA Satelit lingkungan dan cuaca NOAA merupakan satelit inderaja berorbit polar sun-synchronous pada ketinggian sekitar 833 – 870 km di atas permukaan bumi dengan periode orbit 102 menit, mengelilingi bumi sekitar 14 kali per hari. Satelit NOAA merupakan pengembangan lanjut dari satelit Television Infrared Observation System (TIROS) yang diluncurkan pertama kali pada tanggal 1 April 1961. Satelit NOAA dirancang dan dikembangkan dengan serangkaian satelit NOAA-K, L, M, N, P dan NPOESS yang masing-masing diluncurkan pada tahun 1998, 2000, 2002, 2005, 2006 dan 2009. Karakteristik beberapa satelit seri NOAA seperti diperlihatkan pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1. Karakteristik dari satelit lingkugan dan cuaca seri NOAA No. 1.
2. 3. 4. 5 6 7 8.
Elemen Waktu peluncuran
Masa operasi Orbit Berat Satelit Panjang/Diameter Pengendali ketinggian (Attitude) Daya
Spesifikasi NOAA-K: 13 Mei 1998. NOAA-L: 21 September 2000. NOAA-M: 24 Juni 2002. NOAA-N: 20 Mei 2005 NPOESS (Proyek Persiapan): 31 Oktober 2006 NOAA-P: Februari 2009 Minimum 2 tahun Sun-synchronous Wahana Satelit 1.478,9 kg pada orbit dan 2.231,7 kg pada peluncuran 4,18 m / 1,88 m 3-axis Transfer energi langsung
Kecepatan Transmisi Data – Real Time TIROS Information Processor 8,32 kilobits per second (kbps) (TIP)
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
19 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
19
No. 9. 10
11 12 13
Elemen High Resolution Picture Transmission (HRPT) Automatic Picture Transmission (APT)
Spesifikasi 665,4 kbps. Sekitar 2 kHz untk citra resolusi medium dari 2 kanal sensor AVHRR .
Rate Data - Perekaman Global Area Coverage (GAC) 665,4 kbps. Local Area Coverage (LAC) 665,4 kbps HRPT. Playback 2,66 Megabits per second (mbps) selama operasi normal.
Sumber : NOAA (2013).
Satelit NOAA selalu bekerja berpasangan, satu satelit NOAA beroperasi dalam lintasan ascending yaitu mengorbit arah utara selatan, sedangkan yang lain melakukan orbit discending yaitu mengorbit dari selatan ke utara. Satelit NOAA-1 yang merupakan satelit seri NOAA yang pertama diluncurkan pada tahun 1972. Satelit seri NOAA yang saat ini masih berperasi terdiri dari NOAA-18 dan NOAA-19. Satelit NOAA yang telah menyelesaikan misinya dan yang saat ini sedang mengorbit diperlihatkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Seri satelit NOAA, waktu peluncuran, operasional, dan akhir operasinya. Mulai Akhir No. Nama Satelit Peluncuran Operasional Operasional 1. TIROS-N 13-Okt-1978 19-Okt-1978 30-Jan-980 2. NOAA-6 27-Jun-979 27-Jun-1979 16-Nov-1986 3. NOAA-7 23-Jun-1981 24-Agt-1981 7-Jun-1986 4. NOAA-8 28-Mar-1983 3-Mei-1983 31-Okt-1985 5. NOAA-9 12-Des-1984 25-Feb-1985 11-Mei-1994 6. NOAA-10 17-Sep-1986 17-Nov-1986 17-Sep-1991 7. NOAA-11 24-Agt-1988 8-Nov-1988 13-Sep-1994 8. NOAA-12 13-Mei-1991 14-Mei-1991 15-Des-1994 9. NOAA-14 30-Des-1994 30-Des-1994 23-Mei-2007 10. NOAA-15 13-Mei-1998 13-Mei-1998 Masih operasi 11. NOAA-16 21-Sep-2000 21-Sep-2000 Masih operasi 12. NOAA-17 24-Jun-2002 24-Jun-2002 Masih operasi 13. NOAA-18 20-Mei-2005 30-Agt-2005 Masih operasi 14. NOAA-19 6-Feb-2009 2-Jun-2009 Masih operasi 15 MetOp-A 19-Okt-2006 20-Jun-2007 Masih operasi Sumber : NOAA (2013). Penerus satelit seri NOAA tersebut yaitu satelit NPOESS sudah mengorbit dalam melakukan observasi terhadap permukaan bumi dan atmosfir. Jika memperhatikan karakteristik lintasan satelit NOAA tersebut di atas, maka dalam sehari terdapat 2 satelit yang mengobit di atas wilayah Indonesia seperti terlihat pada Tabel 3.3 berikut. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
20
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
20
Tabel 3.3. Waktu lintasan dan sudut elevasi satelit NOAA-18 dan 19 pada lintasan siang dan malam hari. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Seri Satelit NOAA NOAA-19 NOAA-18 NOAA-18 NOAA-19 NOAA-18 NOAA-19 NOAA-18
Waktu Lintasan 13:20:57 14:46:57 16:29:14 00:29:39 01:55:55 02:10:11 03:35:18
Sudut Elevasi 79,0o 51,0 o 10,4 o 24,1 o 16,1 o 23,2 o 35,7 o
Keterangnan Lintasan Siang Hari Lintasan Malam Hari
3.2 Sensor pada Satelit NOAA Satelit seri NOAA generasi awal (dekade 1980) pada umumnya membawa 5 (lima) sensor, 4 (empat) sensor untuk melakukan pengamatan lingkungan dan cuaca sedangkan 1 (satu) sensor untuk fungsi resque. Kelima sensor utama tersebut adalah sebagai berikut: (1) Advanced Very High Resolution Radiomater (AVHRR); (2) Tiros Operational Vertical Sounder (TOVS); (3) Data Collection System (DCS); (4) Space Environment Monitor (SEM); dan (5) Search and Resque Satellite System (Sarsat). Sejalan dengan perkembangan teknologi sensor, fenomena alam, dan kebutuhan pengguna data maka sensor yang dibawa oleh satelit NOAA terus dikembangkan. Diantara pengembangan tersebut adalah mengganti sensor TOVS dengan sensor-sensor lain yang lebih baik, sehingga secara umum satelit NOAA dalam menjalankan fungsinya melakukan pengamatan serta pemantauan lingkungan dan cuaca, dilengkapi dengan 9 (sembilan) sensor sebagai berikut. (1) Advanced Very High Resolution Radiomater (AVHRR); (2) Data Collection System (DCS); (3) Space Environment Monitor (SEM); (4) Search and Resque Satellite System (Sarsat); (5) High Resolution Infrared Radiation Sounder (HIRS/3 and HIRS/4); (6) Advanced Microwave Sounding Unit-A (AMSU-A); (7) Advanced Microwave Sounding Unit-B (AMSU-B); (8) Solar Backscatter Ultraviolet Spectral Radiometer (SBUV/2); dan (9) Microwave Humidity Sounder (MHS). Sembilan sensor sebagaimana terlihat pada Gambar 3.1 di atas beroperasi secara independen, namun demikian pemanfaatan data yang dihasilkan dapat saling mendukung satu sama lainnya. Dari sembilan sensor tersebut, 2 diantaranya sangat bermanfaat untuk keperluan penelitian kelautan dan pengembangan informasi spasial ZPPI yaitu AVHRR dan DCS yang di laut menggunakan buoys. Data yang dihasilkan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
21 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
21
oleh buoys sangat bermanfaat dalam penelitian untuk meningkatkan akurasi informasi suhu permukaan laut berdasarkan data AVHRR. Oleh karena itulah, pembahasan selanjutnya tentang karakteristik dan fungsi sensor NOAA akan dititik beratkan pada sensor AVHRR dan sedikit pembahasan tentang sensor DCS.
Gambar 3.1. Sensor-sensor dan tata letaknya pada satelit NOAA, yaitu AVHRR, DCS, SEM, Sarsat, HIRS-3/6, AMSU-A/B,SBUV/2, dan MHS. (Sumber NOAA, 2013). 3.2.1 Sensor Advanced Very High Resolution Radiomater Sensor Advanced Very High Resolution Radiomater (AVHRR) mempunyai fungsi untuk mendeteksi pantulan gelombang elektromanetik oleh awan, obyek di permukaan bumi, serta gelombang emisi suhu permukaan awan dan permukaan perairan. Sensor AVHRR mempunyai 6 detektor yang bekerja pada kanal radiometer dengan panjang gelombang yang berbeda mulai dari sinar tampak (visible) dan infra merah termal. Sensor AVHRR yang pertama hanya terdiri dari 4 kanal radiometer, dibawa oleh TIROS-N yang diluncurkan pada bulan Oktober 1978. Kanal radiometer pada AVHRR kemudian disempurnakan menjadi 5 (lima) kanal radiometer yang dikenal dengan sensor AVHRR/2 dan pertama kali dibawa oleh satelit NOAA-7 yang diluncurkan pada bulan Juni 1981. Sensor AVHRR yang terakhir adalah AVHRR/3 dengan 6 (enam) kanal radiometer yang dibawa oleh satelit NOAA-15 yang diluncurkan pada Mei 1998. Data yang dihasilkan sensor AVHRR dibagi menjadi 2 jenis yaitu data Local Areal Coverage (LAC) dan Global Area Coverage (GAC). Data AVHRR dari jenis LAC mempunyai resolusi spasial 1,1 km dititik nadir lintasan satelit. Setiap orbit mampu merekam data yang mencakup lebar sapuan daerah pengamatan sekitar 3000 km sedangkan liputan utara selatannya dapat mencapai lebih dari 5.000 km. Data AVHRR dari masingInformasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
22
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
22
masing kanal mempunyai karakterisktik tertentu, sehingga potensi pemanfaatan datanya berlainan. Data kanal-kanal 1 dan 2 dapat dimanfaatkan antara lain untuk pemantauan vegetasi. Sementara itu, data kanal infra merah dan infra merah termal (kanal 3, 4, dan 5) dapat digunakan untuk estimasi suhu permukaan darat dan permukaan laut. Karakteristik sensor AVHRR yang terdiri dari panjang gelombang, spectral, dan kegunaannya sebagaimana diperlihatkan pada Tabel Tabel 3.4. Data AVHRR sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam proses estimasi suhu permukaan laut (SPL) secara global dan kontinyu dalam suatu periode pengamatan. Karena resolusi temporalnya sangat tinggi (dua kali setiap hari) maka dapat dilakukan pemetaan suhu permukaan laut dalam periode harian, mingguan atau periode-periode pengamatan lainnya. Dengan tersedianya tiga kanal dalam kisaran spektrum radiasi infra merah dan infra merah termal tersebut dimungkinkan untuk melakukan estimasi SPL menggunakan data multikanal (kombinasi data dari dua atau tiga kanal radiometer). Tabel 3.4. Karakteristik sensor AVHRR/2 yang dibawa oleh satelit NOAA-7, 9, 11, 12 and 14. Nomor Kanal
Panjang Gelombang (um)
Spektral
Kegunaan
1
0,58 - 0,68
Sinar tampak
Pemetaan awan pada siang hari, pemantauan salju dan lapisan es serta cuaca
2
0,72 - 1,10
Sinar tampak
Pemantauan perkembangan tumbuh-tumbuhan (indeks vegetasi), deteksi awan dan salju
3
3,55 - 3,93
Infra merah dekat
Penentuan awan pada malam hari, pengukuran SPL, membedakan antara daratan dan laut, memantau aktivitas vulkanik, dan monitoring kebakaran hutan
4
10,50 - 11,50
Infra merah termal
Pemetaan awan baik siang maupun malam, pengukuran suhu permukaan laut, dan penelitian air tanah
5
11,50 - 12,50
Infra merah termal
Sama seperti saluran 4 dan merupakan koreksi terhadap data saluran 4
Sumber: NOAA. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
23 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
23
Tabel di atas menujukkan bahwa sensor AVHRR/2 mempunyai 5 kanal radiometer. Kombinasi kanal 3 dan 4, digunakan untuk mendeteksi panas dan suhu permukaan laut di malam hari. Kombinasi kanal 4 dan 5, untuk pemetaan awan di siang atau malam hari, pengukuran SPL, kelengasan tanah, dan penelitian air tanah. Sensor AVHRR/3 mempunyai 6 kanal radiometer dengan penambahan pada kanal 3 menjadi kanal 3A dank anal 3B, lihat Tabel 3.5 berikut. Dalam operasinya, kanal 3A dan 3B tiidak dioperasikan secara serentak, hanya salah satu saja yang dioperasikan sesuai kebutuhan, sehingga jumlah kanal yang diterima tetap 5 kanal. Tabel 3.5. Karakteristik sensor AVHRR/3 yang dibawa oleh satelit NOAA15, 16, 17, 18 and 19. No.
Nomor Kanal
Resolusi pada Nadir
Panjang Gelombang (um)
1
1
1,09 km
0,58 - 0,68
Pemetaan awan dan permukaan di siang hari.
2
2
1,09 km
0,725 - 1,00
Pemetaan awan dan permukaan di siang hari, serta batas daratan dan air.
3
3A
1,09 km
1,58 - 1,64
Deteksi es dan salju.
4
3B
1,09 km
3,55 - 3,93
Pemetaan awan di malam hari, suhu permukaan.
5
4
1,09 km
10,30 - 11,30
Pemetaan awan malam hari dan suhu permukaan laut.
6
5
1,09 km
11,50 - 12,50
Pemetaan awan malam hari dan Suhu permukaan laut.
Sumber: NOAA (2013).
Kegunaan
Sensor NOAA-AVHRR melakukan scanning secara serentak dengan frekuensi 40 kHz, dan dikonversi menjadi 10 bit data biner dengan jumlah sampling sebanyak 2048 sampel yang selanjutnya dikenal dengan nama pixel (picture element) dan setiap pixel dikuantifikasi dalam bentuk data biner 10 bit. Dengan kata lain, sensor AVHRR melakukan pengamatan terhadap muka bumi arah barat-timur sebanyak 2048 sampel. Sementara itu, sensor NOAA-AVHRR seri sebelumnya menghasilkan data dalam bentuk biner 8 bit. Dalam kegiatan pengolahan data sehari-hari khususnya dalam analisis visual, jumlah digit dari bilangan biner dinyatakan sebagai tingkat keabuan. Jika setiap pixel dikuantifikasi menjadi 8 digit data, berarti setiap Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
24
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
24
pixel data mempunyai nilai antara 0 sampai dengan 28-1 atau 255, yang sehari-hari desebut dengan istilah 256 tingkat keabuan (grey scale). Jika dibuat citra komposit 3 kanal data, akan dihasilkan citra dengan tingkatan warna 256 x 256 x 256 = 16.777.216 atau yang dikenal dengan istilah 16 juta warna. Jika data NOAA-AVHRR yang setiap pixel mempunyai nilai biner 10 digit, berarti setiap pixel dari 1 kanal data mempunyai nilai 0 sampai dengan 210-1 atau 1023, yang sehari-hari disebut dengan istilah 1024 tingkat keabuan (grey scale). Jika 3 kanal data NOAA-AVHRR 10 bit dibentuk menjadi warna komposit, tidak berarti menghasilkan citra dengan tingkatan warna 1024 x 1024 x 1024 = 1.073.741.824 atau 1 miliar tingkat warna, tetapi tetap menghasilkan citra warna komposit 16 juta warna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan sistem visualisasi pada komputer dan kemampuan mata manusia membedakan tingkatan dan jenis warna. Disamping data hasil observasi oleh sensor AVHRR, pada setiap data yang dikirim ke stasiun bumi terdapat header data. Pada header data AVHRR yang diterima dari satelit NOAA juga terdapat data gain dan intercept yang sangat bermanfaat pada proses pengolahan awal data, yaitu pada saat melakukan konversi dari nilai pixel menjadi nilai irradians. Sensor AVHRR kanal 1,2, dan 3A sinar tampak 10 bit mempunyai dua Gain dan Intercept, seperti diperlihatkan pada Table 3.6 berikut. Table 3.6. Nilai gain and intercept data AVHRR/3 kanal sinar tampak. NOAA 1, 2 3A
Gain 0-25% 26-100 12,5% 12,6-100%
Intercept 0-500 501-1.023 0-500 501-2023
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa dalam 1 lintasan satelit NOAA-AVHRR dapat dicakup daerah pengamatan sekitar 3.000km barattimur dan lebih dari 5.000 km utara selatan. Gambaran luas liputan pengamatan sensor AVHRR tersebut sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.3. Namun demikian, untuk keperluan pengolahan data, dilakukan pemotongan untuk cakupan wilayah Indonesia saja, seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4. Gambar 3.3 memperlihatkan bahwa 1 lintasan satelit NOAA mampu meliput wilayah Nusa Tenggara Barat, Pulau Kalimantan, Pulau Jawa, sebagian Pulau Sumatera, sebagian Australia, Semanjung Malaka dan Indochina. Citra tersebut sekaligus membuktika bahwa dalam satu lintasan satelit NOAA-AVHRR mampu mencakup daerah pengamatan utara-selatan mulai dari Indochina sampai dengan Austrlia, sedangkan barat-timurnya mulai bagian timur dari Pulau Sumarera sampai sebelah timur Pulau Sulawesi. Citra sinar tampak kanal 1 dan kanal 2 menunjukkan kenampakan yang baik, kontras antara daratan dan perairan laut cukup tajam, walaupun Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
25 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
25
pada beberapa tempat tertutup oleh awan. Namun demikian, terdapat warna cerah yang membentang utara selatan di atas wilayah Kalimantan barat sampai wilayah Jawah Timur dan Nusa Tenggara Barat, diduga sebagai “sunglint”. Dampak dari “sunglint” ini kurang menguntungkan karena pada wilayah-wilayah yang terkena dampak “sunglint” tersebut tidak dapat diolah untuk memperoleh informasi khususnya SPL. 3.2.2 Sensor Data Collection System Sensor Data Collection System (DCS) juga dikenal sebagai ARGOS berfungsi mengumpulkan data dari transmitter platform yang berlokasi di daratan atau di lautan melalui frekuensi Ultra High Frequency (UHF). Program ARGOS dilaksanakan dibawah kesepakan kerjasama antara NOAA dan Centre National d'Etudes Spatiales (CNES) yaitu Lembaga Antariksa Perancis. Sistem terdiri dari platform data in-situ yang dilengkapi dengan sensor dan transmitter (pemancar frekuensi) dan peralatan ARGOS (DCS) pada satelit NOAA-KLM, N, dan N. Data hasil pengukuran oleh platform (DCP) ditransmisikan ke satelit NOAA, kemudian dikirim ke pusat data lingkungan global di Collecte Localisation Satellites (CLS) di Toulouse Perancis melalui sistem Doppler shift calculations. Setelah data diproses di CLS, selanjutnya data dikirim kembali ke stasiun bersangkutan melalui sistem satelit NOAA. Pengamatan dan transmisi data menggunakan sistem ARGOS ini memungkinkan untuk melakukan pengamatan yang bersifat dinamis (posisi berpindah-pindah) seperti monitoring drifting ocean buoys dan migrasi fauna. Karena sistem ARGOS ditempatkan pada satelit yang mempunyai orbit polar NOAA, sehingga mampu melacak platforms bergerak di manapun di seluruh dunia dengan ketelitian mencapai 150 meter, misalnya buoy di lautan, kapal penangkap ikan, pengamat curah hujan, srigala, bahkan burung. DCS/2 merupakan sistem pengamatan/pemantauan lingkungan dan sebagai pendukung NOAA dalam pelaksanaan program penelitian atmosfir global atau Global Atmospheric Research Program (GARP), memiliki sekitar 2.000 platform yang tersebar di permukaan bumi dan lautan. Platform yang di darat dikenal dengan Data Collection Platform (DCP) digunakan untuk mengamati curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin. Platform yang di lautan dikenal dengan BUOY antara lain mengamati suhu air, arah dan kecepatan angin dan arus laut, sedangkan yang di udara menggunakan balon udara khususnya untuk melakukan pengukuran parameter lingkungan di atmosfir. DCS/2 menerima data dari platform yang tetap (di darat) dan platform bergerak seperti yang terpasang di kapal laut atau balon udara, mengolah dan mengirimkan parameter lingkungan yang dihasilkan ke sistem perekaman pada wahana satelit. Rekaman data tersebut ditransmisikan ke stasiun bumi NOAA selama berkomunikasi dengan satelit
26
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
26
NOAA. Pembuatan Sistem DCS/2, rancang bangun, dan distribuai datanya dilakukan oleh CNES Prancis. NOAA-N membawa sistem DCS/2 yang dikembangkan dan selanjutnya disebut dengan peralatan Advanced Data Collection System (A-DCS), memungkinkan peralatan seperti buoys, balon udara, dan stasiun pengamat cuaca pada remote area (daerah terpencil) melakukan pengukuran parameter lingkungan dan cuaca, mengirimkannya melalui satelit, yang selanjutnya meneruskan data tersebut ke stasiun bumi NOAA yang telah melakukan kerjasama melalui sistem dan prosedur yang umum digunakan dalam DCS. Indonesia dengan wilayah perairan laut yang sangat luas sejauh ini telah memanfaatkan sistem DCS ini walaupun masih dalam lingkup dan jumlah pengguna yang terbatas. Penggunaan yang pertama yaitu, untuk buoy pengamat parameter oseanografi yang ditempatkan di beberapa lokasi di perairan laut Indonesia.
(a)
(b)
(c) Gambar 3.2. Sistem penerima data NOAA-AVHRR yang dioperasikan di Lapan Pekayon, antara lain meliputi sistem antena (Gambar 3.2.a), sistem pengendali antena (Gambar 3.2.b), sistem penerima dan pengolahan data (Gambar 3.2.c). Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
27 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
27
Gambar 3.3. Contoh citra yang dihasilkan sensor AVHRR kanal visibel, diterima oleh stasiun bumi satelit lingkungan dan cuaca LAPAN di Pekayon – Jakarta Timur tanggal 19 April 2013. Orientasi gambar memperlihatkan Citra NOAA-AVHRR yang masih belum dilakukan koreksi geometrik sehingga bentuk pulau-pulaunya tidak sebagaimana mestinya. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
28
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
28
(a) Citra AVHRR kanal-1 visibel-1
(b) Citra AVHRR kanal-2 visibel-2
(c) Citra AVHRR kanal-3 infra merah dekat
(d)
(e)
(f)
Citra AVHRR kanal-4 infra merah termal -1
Citra AVHRR kanal-5 infra merah termal - 2
Citra AVHRR Komposit RGB – kanal 321
Gambar 3.4 Perbandingan kenampakan citra yang dihasilkan sensor AVHRR, kanal visible-1 (a), viisibel-2 (b), infra merah dekat (c), infra merah termal -1 (d), dan infra merah termal - 2 (e), dan Citra komposit RGB yang dibentuk oleh citra AVHRR kanal 3, 2, dan 1 (f).
3.3 Satelit Terra/Aqua (MODIS) Data MODIS dihasilkan oleh sensor-sensor pada satelit Terra dan Aqua. Satelit Terra (EOS AM-1), diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1999, sedangkan satelit Aqua (EOS PM-1) diluncurkan pada tanggal 4 Mei 2002. MODIS merekam hampir seluruh permukaan bumi setiap hari, untuk memperoleh data dalam 36 kanal dengan 2.330 km swath (lebar cakupan sensor). Satelit Terra mengelilingi bumi dari utara ke selatan melewati Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
29
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
29
equator pada pagi hari sedangkan satelit Aqua mengelilingi bumi dari selatan ke utara melewati ekuator pada sore hari. Kedua satelit ini merekam permukaan bumi sebanyak 4 kali dalam sehari, yaitu 2 kali pada pagi hari dan 2 kali pada malam hari (Ichoku et al., 2004). Data MODIS dapat digunakan unyuk meningkatkan pemahaman tentang proses dan dinamika global yang terjadi di daratan, di samudera, dan atmosfer yang lebih rendah. Sensor MODIS dapat mengamati temperatur permukaan samudera dan daratan, tutupan permukaan daratan, awan, aerosol, uap air, profil temperatur, dan titik api. Kelebihan sensor MODIS dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah dalam hal resolusi spasial, yang terdiri dari 250 m, 500 m dan 1 km. Kelebihan lainnya berupa kalibrasi radiometrik, spasial, dan spektral dilakukan pada waktu mengorbit. Dikarenakan resolusi spasialnya, citra satelit MODIS hanya mampu menghasilkan informasi dengan skala global (1:500.000 sampai dengan 1:1.000.000). Dari data MODIS dapat diekstrak parameter SPL dan klorofil-a. Tabel 3.7. Karakteristik Satelit Terra/Aqua Elemen
Karakteristik
Orbit
Ketinggian orbit 705 km, waktu melintas puul 10:30 dengan orbit dari selatan ke utara (Terra) atau pukul 13:30 dengan orbit dari selatan ke utara (Aqua).
Kecepatan peliputan
20,3 rpm, cross track
Lebar cakupan
2.330 km
Teleskop
17,78 cm (diameter)
Ukuran
1,0 x 1,6 x 1,0 m
Berat
228,7 kg
Energi
162,5 W (Liputan satu orbit)
Kecepatan Data
10,6 Mbps (pada tengah hari); 6,1 Mbps (rata-rata per orbit)
Kuantisasi Data
12 bits
Resolusi Spasial
250 m (kanal 1-2) 500 m (kanal 3-7) 1.000 m (kanal 8-36)
Masa Operasi
6 tahun
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
30
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
30
Tabel 3.8. Karakteristik Spektral Sensor MODIS Terra/Aqua Penggunaan Utama Batas-batas daratan, awan, dan uap air Karakteristik daratan, awan, dan uap air
Warna air laut, fitoplankton, dan biologi-geologi-kimia (biogeochemistry)
Uap air atmosfir
Kanal 1 2
Lebar Spektrum 620 - 670 841 - 876 -
21,8 24,7
3 4 5 6 7
459 545 1.230 1.628 2.105
8 9 10 11 12 13 14 15 16
405 438 483 526 546 662 673 743 862
- 420 - 448 - 493 - 536 - 556 - 672 - 683 - 753 - 877
44,9 41,9 32,1 27,9 21,0 9,5 8,7 10,2 6,2
17 18 19
890 - 920 931 - 941 915 - 965
10,0 3,6 15,0
35,3 29,0 5,4 7,3 1,0
Suhu permukaan dan awan
20 21 22 23
3.660 3.929 3.929 4.020
3.840 3.989 3.989 4.080
0,45 (300K) 2,38 (335K) 0,67(300K) 0,79 (300K)
Suhu atmosfir
24 25
4.433 - 4.498 4.482 - 4.549
0,17(250K) 0.59 (275K)
Uap air awan cirus Karakteristik awan Ozon Suhu permukaan, dan awan Ketinggian puncak awan
-
479 565 1250 1652 2155
Spektral Radian
26 27 28 29 30 31 32
1.360 6.535 7.175 8.400 9.580 10.780 11.770
-
1.390 6.895 7.475 8.700 9.880 11.280 12.270
6,00 1,16 (240K) 2,18 (250K) 9,58 (300K) 3,69 (250K) 9,55 (300K) 8,94 (300K)
33 34 35 36
13.185 13.485 13.785 14.085
-
13.485 13.785 14.085 14.385
4,52 (260K) 3,76 (250K) 3,11 (240K) 2,08 (220K)
Keterangan: Panjang gelombang kanal 1-19 dalam nm, kanal 20-36 dalam µm, dan nilai spektral radian (W/M2 -µM-SR) Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
31 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
31
(a) (b) Gambar 3.5. Sistem penerima data yang dioperasikan di Balai Penginderaan Jauh LAPAN di Parepare- Sulawesi Selatan antara lain meliputi sistem antena yang salah satu kemampuannya dapat menerima data MODIS dari satelit penginderaan jauh Terra/Aqua (a), dan sistem pengolahan data MODIS (b).
Gambar 3.6 Citra MODSI hasil akuisisi sistem penerima data satelit Terra/Aqua di Balai Penginderaan Jauh LAPAN di Pare-pare Sulawesi Selatan pada tangggal 27 Februari 2013. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
32
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
32
BAB 4 EKSTRAKSI PARAMETER SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A Suhu permukaan laut (SPL) atau Sea Surface Temperature (SST) dan klorofil-a mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sumberdaya ikan termasuk ikan pelagis (ikan permukaan). Namun demikian, tidak mudah mengamati kondisi sebaran SPL dan klorofil-a perairan laut Indonesia yang sangat luas dan dinamis, ditambah lagi dengan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Pemanfaatan data satelit lingkungan dan cuaca NOAA-AVHRR merupakan alternatif yang sangat baik untuk estimasi SPL, sementara data MODIS dari satelit Aqua/Terra sangat besar manfaatnya untuk estimasi SPL dan kandungan klorofil-a. Pemanfaatan data NOAA-AVRR dan MODIS untuk pengamatan SPL dan kandungan klorofil-a memberikan banyak keuntungan dibandingkan pengamatan secara konvensional. Keuntungannya antara lain, mencakup wilayah perairan yang luas, repetitive atau pengulangan waktu pengamatan pada tingkat harian, dan near-real time dengan resolusi spasial yang memadai yaitu 1,1 km. Penggunaan data NOAA-AVHRR dan MODIS untuk pengamatan SPL perairan laut yang luas, memberikan keuntungan besar karena pengamatan dapat dilakukan secara sinoptik dengan pengulangan yang tinggi yaitu 4 kali per hari. Sejauh ini terdapat beberapa algoritma untuk perhitungan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR multikanal, antara lain algoritma yang dikembangkan oleh McClain (1981), Strong and McClain (1984), dan Singh (1984). Algoritma-algoritma tersebut dapat diterapkan di perairan laut Indonesia, namun harus dilakukan verifikasi dan validasi karena algoritma tersebut kebanyakan dikembangkan pada perairan laut di wilayah subtropis. Sejauh ini telah dilakukan beberapa penelitian perhitungan SPL menggunakan data NOAA-AVHRR di perairan laut Indonesia, sehingga dapat diperoleh algoritma perhitungan SPL yang dinilai paling mendekati kondisi sebenarnya. 4.1 Koreksi Geometrik data NOAA-AVHRR Perhitungan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR dilakukan melalui beberapa tahapan dengan menggunakan beberapa rumus. Perhitungan SPL dimulai dengan koreksi radiometrik dan koreksi geometrik data NOAAAVHRR yang diterima dari satelit NOAA. Hal ini dilakukan karena data yang diterima dari satelit NOAA masih dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kelengkungan bumi, sudut pandang sensor, dan rotasi bumi. Koreksi data NOAA-AVHRR dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, antara lain adalah sebagai berikut: (1) Menggunakan ground control points, koreksi geometrik dengan acuan titik-titik kontrol yang diamati di lapangan menggunakan GPS. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
33 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
33
(2) Menggunakan map control point, koreksi geometrik dilakukan dengan acuan titik-titk control yang ditentukan menggunakan peta dasar. (3) Menggunakan titik-titik pada citra yang sudah terkoreksi secara presisi sebagai acuan terhadap citra yang akan dikoreksi. Sebagai contoh, dilakukan koreksi geometrik terhadap citra NOAAAVHRR hasil akuisisi tanggal 6 Mei 2013 yang mencakup utara-selatan mulai wilayah Indochina sampai dengan Australia bagian utara, sedangkan barat-timurnya mencakup wilayah dari sebelah barat Aceh sampai dengan Nusa Tengga Timur. Citra tersebut belum dilakukan koreksi sehingga bentangan Pulau Jawa sampai Nusa Tenggara Timur yang pada sisi baratnya agak ke utara sedangkan sisi timurnya agak ke selatan. Dalam proses ini dilakukan koreksi geometrik menggunakan titik kontrol peta laut skala 1:200.00 yang sudah direktifikasi. Peta tersebut merupakan registrasi antara peta laut buatan Dishidros dengan citra Landat-TM yang diberi nama Indopul, yang digunakan sebagai peta acuan (referensi) dari citra NOAA-AVHRR yang akan dikoreksi, sebagaimana Tabel 4.1. Tabel 4.1. Posisi pixel pada sumbu X dan Y dalam citra NOAA sebelum koreksi geometrik dan titik koordinat posisi berdasarkan peta acuan, serta RMS berdasarkan hasil proses koreksi geometrik. NO 1.
Posisi Pixel Pada Sumbu X dan Y dalam Citra Sumbu-X Sumbu-Y 2360,97 2541,97
Titik Koordinat Pada Peta Acuan Bujur Lintang 120,45 E -10,23 N
RMS 0,19
2.
2278,22
1501,30
119,61 E
00,01 N
0,15
3.
1146,93
2295,01
108,48 E
-07,81 N
0,92
4.
1185,02
1426,98
108,85 E
00,79 N
0,97
5.
2762,84
2524,37
124,41 E
-10,17 N
0,12
6.
2502,92
1457,34
121,81 E
00,41
0,80
7.
285,92
1764,50
99,99 E
-2,50 N
0,19
8.
1770,07
1923,13
114,62 E
-4,16 N
0,59
9.
670,02
1540,17
103,77 E
-0,31 N
0,76
10.
1702,75
2373,86
113,46 E
-8,62 N
0.54
11.
2023,65
2419,45
117,14 E
-9,09 N
0,93
Gambar 4.1 memperlihatkan citra NOAA-AVHRR yang diterima oleh stasiun bumi NOAA-AVHRR di Lapan. Untuk memudahkan dan mempercepat dalam proses pengolahan data, proses koreksi geometrik hanya dilakukan untuk wilayah tertentu saja, sesuai dengan wilayah yang Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
34
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
34
akan dijadikan objek kegiatan. Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa garis pantai dari citra yang akan diolah tidak berimpit dengan garis pantai dari peta acuan. Gambar 4.3 memperlihatkan garis pantai pada citra berhimpit dengan garis pantai dari peta indopul yang dijadikan acuan dalam koreksi geometrik sebagai bukti bahwa hasil koreksi geometrik sudah sesuai dengan posisi lokasi peta referensi.
Gambar 4.1. Citra NOAA-AVHRR kanal 2 (visibel) hasil akuisisi tanggal 6 Mei 2013 sebelum dilakukan koreksi geometrik. Pada citra nampak bahwa 1 liputan NOAA-AVHRR utara-selatannya mencakup wilayah mulai dari daratan indochina bagian selatan sampai Australia bagian utara, sedangkan barat timurnya mencakup wilayah mulai sebalah barat Aceh sampai sebelah timur Sulawesi.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi
35
Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
35
Gambar 4.2. Citra NOAA-AVHRR hasil koreksi geometrik sistematik tetapi belum dilakukan koreksi geometrik berdasarkan titik kontrol.
Gambar 4.3. Citra NOAA-AVHRR sesudah dilakukan koreksi geometrik dengan menggunakan titik kontrol berdasarkan peta acuan . Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
36
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
36
4.2 Ekstraksi Parameter SPL Berdasarkan Data NOAA-AVHRR Setelah citra dikoreksi secara radiometrik dan geometrik dengan baik, langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan SPL. Perhitungan SPL menggunakan data satelit inderaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kalibrasi sensor, koreksi atmosfer, prosedur dan metoda pengolahan data, dan interaksi antara permukaan laut dengan lapisan atmosfer di atas permukaan laut. Interaksi antara lapisan atmosfer bagian bawah dengan permukaan laut terjadi melalui proses interaksi radiasi sinar matahari dengan proses pelepasan energi panas oleh permukaan laut pada saat terjadi proses penguapan air. Kedua proses tersebut sangat berpengaruh terhadap suhu permukaan laut (McClain, 1985). Di sisi lain Callison, et al., (1989) menyatakan bahwa proses yang berpengaruh pada proses ekstraksi suhu permukaan laut menggunakan data satelit inderaja, meliputi proses-proses fisis pada lapisan atmosfer, pengolahan data, proses kalibrasi dan konversi, serta faktor koreksi atmosfer. Sejauh ini terdapat beberapa metode penentuan suhu permukaan laut berdasarkan data NOAA-AVHRR. Salah satu dari beberapa metode tersebut adalah penentuan suhu permukaan laut menggunakan data dari 3 kanal radiometer NOAA-AVHRR (multi kanal) yaitu kanal 3, 4, dan 5, atau kombinasi data dari dua kanal saja yaitu data kanal 4 dan 5 yang dikenal juga dikenal dengan istilah metoda split-window (McClain, 1981). Tahap pertama dalam perhitungan SPL berdasarkan data NOAAAVHRR adalah melakukan konversi terhadap setiap pixel data NOAAAVHRR menjadi nilai radian sesuai dengan yang diterima oleh sensor NOAA-AVHR, dengan rumus berikut. Ln = Sn Cn + In …………………………………………………..…… 3.1) dengan Ln : nilai radian setiap kanal radiometer; Sn: Koefisien slope; Cn : radiometer count atau digital count setiap pixel; In : koefisien intercept; dan n menyatakan nomor kanal masing-masing untuk kanal 4 dan kanal 5. Selanjutnya dilakukan perhitungan temperatur kecerahan air laut (brighness temperature) dinyatakan dengan TBn untuk masing-masing kanal (kanal 4 dan 5) berdasarkan nilai radiant Ln masing-masing dari kanal 4 dan kanal 5, dengan rumus sebagai berikut. TBn =
b ……………….............………………………… 3.2) [ln( Ln ) − a ]
dengan : TBn : Temperatur kecerahan air laut masing-masing kanal 4 dan kanal 5, sedangkan a dan b adalah nilai konstata yang ditentukan berdasarkan panjang gelombang kanal 4 dan kanal 5. Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan kanal 5 dinyatakan dengan Tabel 4.2 berikut. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
37 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
37
Tabel 4.2. Nilai konstanta a dan b untuk kanal 4 dan 5 sensor AVHRR Kanal Radimeter Sensor NOAA-AVHR Kanal 4 Kanal 5
Nilai Konstanta a 9,213623 8947998
Nilai Konstanta b -1347,375 -1229,813
Setelah diperoleh nilai suhu kecerahan air laut masing-masing untuk kanal 4 dan kanal 5, selanjutnya dilakukan perhitungan suhu air laut (sea water temperature) yang didasarkan pada nilai suhu kecerahan air laut (TBn) untuk masing-masing kanal radiometer dengan memasukkan nilai koreksi emisivitas air laut (e) yang nilainya 0,98. Perhitungan temperatur air laut (TW n) masing-masing kanal dilakukan dengan mempergunakan persamaan sebagai berikut. TW n =
C 2Yn
C 2Yn ln[1 − e + e exp( )] TBn
....................................................... 3.3)
dimana : C2 : konstanta radiasi sinar matahari dengan nilai 1,438833 cmK; Yn : central wave number kanal infra merah jauh sensor AVHRR; Nilai Yn untuk kanal 4 dan kanal 5 masing-masing adalah 927,73cm dan 938,55cm. Sebagai tahap akhir dari proses ini adalah perhitungan SPL menggunakan algoritma yang dinilai paling tepat atau paling sesuai untuk perairan laut Indonesia. Harsanugraha (1992) menyatakan bahwa sejauh ini terdapat 8 algoritma perhitungan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR yang sering dipergunakan yaitu sebagai berikut. (1) Metode perhitungan SPL yang dikembangkan oleh Deschamps dan Phulpin (1980) dalam Pellegrini (1986). SPL = TW 4 + 2,1 (TW 4 - TW 5) – 1,28- 273,0 .............................. 3.4) (2) Metode perhitungan SPL berdasarkan McClain (1981). SPL = TW 4 + 2,93 (TW 4 - TW 5) – 0,76 – 273,0 ……...………….. 3.5) (3) Metode perhitungan SPL berdasarkan McMillin and Crosby (1984, dalam Pellegrini, et al., 1986). SPL = TW 4 + 2,702 (TW 4 – TW 5) – 0,582 - 273,0 ....................... 3.6) (4) Metode perhitungan SPL berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Singh (1984). SPL = 1,699TW 4 - 0,24 - 273,0 ..................................................3.7) Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
38
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
38
(5) Metode perhitungan SPL berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Strong and McClain (1984). SPL = 1,0346 TW 4 + 2,55 (TW 4 - TW 5) + 0,21 - 273,0 ............... 3.8) (6) Metode perhitungan SPL berdasarkan metoda yang dikembangkan oleh Callison, et al . (1989). SPL = 1,0351 TW 4 + 3,046 (TW 4 - TW 5) – 0,93 - 273,0 ..............3.9) (7) Metode perhitungan SPL berdasarkan metoda yang dikembangkan Maul (1983, dalam Pellegrini, et al., 1986). SPL = TW 4 + 3,35 (TW 4 - TW 5) + 0,32 - 273,0 ...................... 3.10) (8) Metode perhitungan SPL berdasarkan metoda yang dikembangkan oleh McClain, et al. (1983). SPL = 1, 035 TW 4 + 3,046 (TW 4 - TW 5) – 0,305 – 273,0 ........... 3.11) dimana : SPL = Suhu Permukaan Laut dalam derajad Celcius; TW 4 dan TW 5 adalah suhu air laut berdasarkan data kanal 4 dan kanal 5 NOAAAVHRR. Harsanugraha (1992), melakukan estimasi suhu permukaan laut dengan studi kasus di Selat Makassar. Estimasi suhu maksimum (TMAX), suhu minimum (TMIN), suhu tengah-tengah (TTT), dan simpangan baku/deviasi standar (SB) dilakukan terhadap 850 pixel data AVHRR pada daerah nadir, dengan hasil sebagaimana Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3. SPL maksimum, minimum, dan suhu tengah-tengah berdasarkan masing-masing rumus perolehan suhu permukaan laut. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Metode Deschamps dan Phulpin McClain (1981) McMillin and Crosby Singh Strong and McClain Callison Maul McClain (1983)
Parameter Suhu (dalam oC) TMAX TMIN NTT SB 29,26 26,68 28,05 0,42 31,74 28,48 30,22 0,52 31,38 28,31 29,95 0,49 26,98 25,57 26,30 0,29 42,21 39,21 40,81 0,48 32,33 28,94 30,75 0,54 33,82 30,21 32,14 0,58 41,92 38,54 40,35 0,54
Sumber: Harsanugraha (1992), Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
39
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
39
Penelitian yang dilakukan Harsanugraha (1992) menyatakan bahwa penerapan delapan metoda perhitungan SST menunjukkan adanya variasi TMAX, TMIN, NTT antar metode yang besar, namun demikian menunjukkan distribusi/sebaran nilai SPL yang serupa. Besarnya deviasi standar (simpangan baku) hasil perhitungan SPL dari keenam metode pada daerah penelitian untuk TMAX, TMIN, dan NTT mencapai 5,46oC. Besarnya deviasi standar kemungkinan terjadi karena penggunaan faktor nilai-nilai konstanta pada masing-masing algoritma yang kurang tepat. Namun demikian, besarnya deviasi standar tersebut dapat juga disebabkan oleh pengaruh atmosfir terhadap radiansi gelombang elektromanetik yang diterima oleh sensor sateli NOAA-AVHRR. Kondisi ini merupakan indikasi nyata dampak atmosfir terhadap data yang diterima dari satelit, sekaligus menunjukkan bahwa proses koreksi radiometrik mutlak harus dilakukan dalam proses awal untuk perhitungan SPL. Selanjutnya Harsanugraha (1992) menyimpulkan bahwa perhitungan SPL menggunakan delapan algoritma multikanal memperoleh nilai yang berbeda-beda. Perbedaan nilai perhitungan SPL masing-masing metoda menunjukkan nilai cukup besar, namun demikian menunjukkan pola sebaran yang serupa. Kondisi ini memberikan pengertian juga bahwa perhitungan SPL masing-masing metode dapat memberikan nilai absolut yang berbeda, namun dapat memberikan gambaran pola sebaran yang serupa. Hasil penelitian estimasi nilai SPL menggunaan data NOAAAVHRR untuk perairan Selat Makassar berdasarkan metode Deschamps dan Phulpin (1980) menghasilkan nilai yang lebih mendekati nilai sebenarnya dibandingkan metode lainnya. Hasil penelitian ini juga memberikan indikasi bahwa penggunaan suatu model untuk perhitungan SPL pada suatu perairan harus diawali dengan penentuan dan pengujian kelayakan model yang akan dipergunakan. Dengan memperhatikan uraian diatas, perhitungan SPL dari data NOAA-AVHRR kanal 4 dan 5 yang biasa atau paling banyak digunakan adalah berdasarkan algoritma McMillin dan Crosby (1984), sebagai berikut: SPL = Tb4 + 2,702 (Tb4 – Tb5) – 0,582 – 273,0 ................... (3.12) dengan: SPL : Suhu Permukaan Laut dalam satuan derajat Celcius (°C); Tb4 dan Tb5 : Suhu Kecerahan masing-masing untuk Kanal 4 dan Kanal 5. Data NOAA-AVHRR yang digunakan adalah level 1b, dengan tahapan proses pengolahan data NOAA-AVHRR sebagaimana dipelihatkan pada diagram alir Gambar 4.4.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) 40
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
40
Mulai Data NOAA-AVHRR Level 1b
Koreksi Geometrik Sistematik (Proses Registrasi) Export menjadi file yang kompatibel dengan perangkat lunak yang digunakan Koreksi Geometrik Berdasarkan Peta Acuan Indonesia Perhitungan SPL menggunakan algoritma McMillin dan Crosby Pembuatan layout data SPL sesuai dengan format yang ditentukan Selesai Gambar 4.4. Diagram Alir Pengolahan Data NOAA-AVHRR untuk mendapatkan nilai SPL.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
41
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
41
Gambar 4.5. Data AVHRR kanal 4 dari NOAA-18 hasil akuisisi tanggal 15 Agustus 2013.
Gambar 4.6 Data AVHRR kanal 5 dari NOAA-18 hasil akuisisi tanggal 15 Agustus 2013.
Gambar 4.7. Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) yang diekstraksi dari data AVHRR kanal 4 dan 5 dari NOAA-18 tanggal 15 Agustus 2013 menggunakan algoritma McMillin and Crosby. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
42
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
42
4.3 Ekstraksi Parameter SPL Menggunakan Data MODIS Data MODIS (Terra/Aqua) yang digunakan sebagai data masukan untuk ekstraksi informasi SPL adalah data MODIS level 2, yang sudah merupakan informasi SPL. Tahapan proses pengolahan selanjutnya disajikan pada Gambar 4.8. Penentuan SPL dari data MODIS Terra/Aqua kanal 31 dan 32 dilakukan dengan menggunakan metode Brown dan Minnet (1999), dengan algoritma sebagai berikut. SPL = k1 + k2 x Tb31 + k3 x (Tb31 – Tb32) x BSPL + k4 x (Tb31 – Tb32) x (1/cos (θ) 1) ...................................... 3.12) dimana, Tb31 dan Tb32: suhu kecerahan masing=masing untuk kanal 31 dan 32; BSPL : suhu kecerahan kanal 20; θ : sudut zenith satelit; k1 = 1,152; k2 = 0,96; k3 = 0,151; dan k4 = 2,021. Mulai Data MODIS Terra/Aqua Level 2
Koreksi Geometrik Sistematik (Map Registrasi) Export menjadi file yang kompatibel dengan perangkat lunak yang digunakan Pemisahan kelas awan, darat, dan laut (perairan laut) Perhitungan SPL menggunakan algoritma Brown dan Minnet Klasifikasi Data SPL berdasarkan interval SPL yang ditetapkan Pembuatan layout data SPL sesuai dengan format yang ditentukan Selesai Gambar 4.8. Diagram Alir Pengolahan Data MODIS dari satelit Terra/Aqua untuk mendapatkan nilai SPL. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
43 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
43
Gambar 4.9. Citra sebaran Suhu Permukaan Laut berdasarkan data MODIS hasil akuisisi tanggal 15 Agustus 2013. 4.4 Ekstraksi Parameter Klorofil-a Menggunakan Data MODIS Data klorofil-a sebagai indikator kesuburan perairan diperoleh dari internet http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/brpuse.pl karena di Indonesia belum ada sistem yang mampu menerima data dari satelit SeaWiFS secara langsung. Data SeaWiFS yang di download dari internet dan digunakan adalah data dengan waktu yang berkorelasi dengan data NOAA-AVHRR yang digunakan. Karena data yang di download dari internet bersifat global yaitu dalam area yang luas maka dilakukan cropping hanya pada daerah penelitian, sehingga dapat diperoleh citra sesuai dengan liputan dan skala citra untuk daerah penelitian. Nilai kandungan klorofil-a pada citra dibaca dengan cara membandingkan warna pada citra dengan warna pada legenda yang menyatakan konsentrasi klorofil dengan interval dari 0,1 – 5,0 mg/m3. Pengamatan konsentrasi klorofil-a di perairan laut dilakukan dengan cermat terutama untuk area perairan di wilayah pesisir. Hal ini sangat perlu untuk mencegah kerancuan antara kandungan klorofil-a yang dijadikan indikator tingginya kesuburan perairan dengan kekeruhan. Dalam penelitian ini, perolehan data klorofil-a lebih dititik beratkan yang diperoleh dari data MODIS. Data MODIS yang digunakan sebagai data masukan adalah data MODIS level 2, yang sudah merupakan informasi klorofil-a. Perhitungan konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh Carder et al. (2003), sebagai berikut. Log(chl a) = c0 + c1 x log (r35) + c2 x (log (r35))2 + c3 x (log (r35))3 ... 3.13) dengan: R35 : ref(488)/ref(551); ref(488) : reflektansi kanal 10; ref(551) : reflektansi kanal 12; c0 = 0,2818; c1 = -2,783; c2 = 1,863; dan c3 = 2,387. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
44
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
44
Mulai Data MODIS Terra / Aqua Level 2 (CHL)
Koreksi Geometrik Sistematik (Map Registrasi) Pemisahan kelas awan, darat, dan laut (perairan laut) Perhitungan sebaran SPL menggunakan algoritma Carder et al Klasifikasi Sebaran Klorofil berdasarkan interval yang ditetapkan Pembuatan layout data Klorofil sesuai dengan format yang ditentukan Selesai Gambar 4.10. Diagram Alir Pengolahan Data MODIS untuk ekstraksi parameter Klorofil-a.
Gambar 4.11. Citra sebaran klorofil-a yang diturunkan dari data MODIS menggunakan algoritma yang dikembangkan oleh Carder. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
45 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
45
46
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
BAB 5 INFORMASI SPASIAL ZPPI DAN PERKEMBANGANNYA 5.1 Tahapan Pengolahan Data Informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) yang dikembangkan menggunakan 2 parameter utama yaitu SPL dari data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR dan kandungan klorofil-a, namun dalam perkembangannya secara operasional lebih ditentukan oleh SPL saja. Dari sebaran suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a perairan diperoleh data tentang beberapa fenomena oseanografi khususnya fenomena thermal front yang berkaitan erat dengan fishing ground. Untuk membuat informasi spasial ZPPI, pertama-tama dilakukan pemetaan SPL menggunakan data NOAA-AVHRR untuk mendeteksi adanya fenomena thermal fronts, dan eddies yang diindikasikan sebagai indikator fishing ground (Narendra, 1993). Informasi spasial ZPPI dihasilkan dari implementasi parameter SPL dan kandungan klorofil-a yang berkaitan erat dengan kehidupan ikan. Proses pengolahan data dan pembuatan informasi spasial ZPPI dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) Akuisisi data NOAA-AVHRR dan data MODIS Terra/Aqua. (2) Melakukan cropping citra NOAA-AVHRR dan data MODIS Terra/Aqua sesuai dengan batas-batas daerah penelitian. (3) Melakukan koreksi radiometrik citra yang akan diproses. (4) Melakukan perhitungan suhu permukaan laut (SPL) dengan menggunakan algoritma sebagai berikut: SPL = Tb4 + 2,702 (Tb4 – Tb5) – 0,582 – 273,0 (5) Menentukan kesesuaian antara posisi pixel pada citra dalam baris dan kolom dengan posisi koordinbat pada peta acuan. (6) Rektifikasi rektifikasi citra SPL dengan titik kontrol peta acuan. (7) Pengadaan data klorofil-a untuk acuan dalam penentuan thermal front. (8) Deteksi dan analisis thermal front berdasarkan citra SPL didukung dengan data klorofil-a, dengan tahapan sebagai berikut: (a) pembuatan kontur SPL; (b) identifikasi dan analisis perbedaan SPL untuk setiap jarak 3 pixel (3,3 km) sebesar 0,5o C; dan (c) analisis nilai kandungan klorofil-a ( > 0,3 mg/l). (9) Penentuan ZPPI berdasarkan thermal front dari citra sebaran SPL didukung dengan citra klorofil-a. (10 Pembuatan layout informasi spasial ZPPI harian sesuai dengan format peta yang dipergunakan.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
47 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
47
Data NOAA-AVHRR Cropping Citra Berdasarkan Daerah Penelitian Koreksi Radiometrik
Penentuan Suhu Permukaan Laut (SPL)
Peta acuan skala 1:200.000)
Rektifikasi SPL dengan Titik Kontrol Peta Data Klorofil-a Deteksi dan Analisis ”Thermal front”
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Gambar 5.1. Diagram alir proses umum pembuatan informasi spasial ZPPI dalam penelitian identifikasi zona potensi penangkapan ikan di Selat Madura dan sekitarnya. Pengembangan dan penerapan informsi spaial ZPPI mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai berikut. (1) Mempelajari fenomena oseanografi yang berkaitan dengan ikan pelagis. (2) Penguasaan dan sosialisasi pengunaan teknologi inderaja dan pendukungnya dalam mendukung usaha penangkapan ikan. (3) Memberikan kepastian posisi yang prospektif untuk penangkapan ikan. (4) Meningkatkan hasil tangkapan. (5) Menjadi sarana pengaturan bagi yang berwenang untuk mencegah atau memperkecil terjadinya konflik perebutan lokasi penangkapan. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
48
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
48
5.2 Penelitian SPL dan Upwelling/Thermal Front Pengembangan informasi ZPPI terlaksana setelah melalui kegiatan penelitian panjang yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Penulis memulai kegiatan yang pertama dalam ekstraksi data suhu permukaan laut (SPL) berdasarkan data NOAA-AVHRR pada sekitar tahun 1984. Penelitian SPL ini mulai dilakukan sebagai salah satu implementasi dari peningkatan kapasitas Sistem Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca LAPAN. Hasil penelitian ini ditulis dan dimuat dalam Majalah LAPAN No. 41 Tahun ke XI dengan judul “Penentuan Temperatur Permukaan Laut Mempergunakan Data AVHRR dengan Analisa Berbagai Saluran” terbitan tahun1986, halaman 31–38. Penelitian SPL ini terus dikembangkan dengan menggunakan berbagai algoritma yang ada, menguji ketelitian dan kesesuaiannya dengan kondisi perairan Indonesia. Memasuki tahun 1991, kegiatan penelitian pemanfaatan data NOAAAVHRR untuk pemetaan SPL ditingkatkan untuk mendeteksi upwelling/thermal front. Penelitian juga sudah mulai melakukan korelasi antara upwelling/thermal front dengan lokasi penangkapan ikan, namun masih bersifat deskriptif. Dalam fase ini sudah mulai dirintis kerjasama dengan beberapa istansi dalam upaya memanfaatkan data NOAA-AVHRR untuk studi fenomena Upwelling/thermal front di perairan laut Indonesia. Citra pada Gambar 5.2 memperlihatkan dinamika perubahan sebaran SPL hanya dalam 2 hari berurutan. Gambar 5.2(a) memperihatkan perairan di utara Jakarta sampai Cirebon, diperairan Selat Sunda dan sampai sekitar Pelabuhan Ratu mempunyai SPL 27oC, lebih panas dari SPL perairan di sekitarnya. Sehari kemudian sudah terjadi perubahan sebaran SPL yang diperlihatkan pada Gambar 5.2(b). Perairan dengan SPL 27oC di perairan utara Jawa Barat dan Selat Sunda sudah tidak ada lagi, karena mengalami sedikit penurunan. Namun demikian, masih nampak perairan di selatan Pelabuhan Ratu (Jawa Barat) yang mempunyai SPL 27oC, memanjang ke selatan sampai ke Samudera Hindia.
Gambar 5.2. Citra SPL dalam 2 hari berurutan yaitu tanggal 1 Juni dan 2 Juni Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
49
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
49
Penelitian pemanfaatan data NOAA-AVHRR untuk pemetaan sebaran SPL juga dilakukan pada perairan laut dalam dan dengan dinamika yang cukup kompleks. Sebagai contohnya, adalah pemetaan sebaran SPL pada perairan yang merupakan pertemuan antara Laut Flores dengan Laut Jawa, guna mengetahui pola dari thermal front (Gambar 5.3). Citra tersebut menunjukkan variasi dan dinamika perairan laut Indonesia, sehingga pengamatan terhadap karakteristik perairan laut Indonesia khususnya suhu perairan memerlukan frekuensi pengamatan yang cukup tinggi. Kondisi ini membuka peluang besar dalam pemanfaatan data satelit penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk mengamatan dan pemantauan perubahan sebaran SPL di perairan laut Indonesia dan sekitarnya.
Gambar 5.3. Sebaran SPL pada perairan pertemuan antara Laut Flores dan Laut Jawa, serta perairan sekitar Nusa Tenggara Timur. 5.3 Penelitian Upwelling/Fishing Ground Perubahan organisasi LAPAN khususnya dibentuknya Bidang Matra Laut pada tahun 1989 membuka peluang pengembangan aplikasi data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan. Penulis yang diangkat sebagai Kepala Bidang Matra Laut pada tahun 1991, telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas aplikasi data penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan. Salah satu pengembangan yang dilakukan adalah dalam hal penelitian pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi fishing ground. Peningkatan penelitian pemanfaatan data penginderaan jauh ini, dimotivasi juga oleh keterlibatan penulis dalam Komisi Nasional Pengkajian Potensi Sumber Daya Ikan Laut (Komnas Kajiskanlaut). Dalam periode tahun 1995 – 1999, dilakukan penelitian intensif pemanfaatan data penginderaan jauh NOAA-AVHRR untuk identifikasi upwelling sebagai indikator fishing ground atau daerah potensi penangkapan ikan. Telah Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
50
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
50
dilakukan beberapa penelitian upwelling / fihsing ground di perairan Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Makassar, dan Samudera Hindia. Salah satu penelitian yang dinilai merupakan terobosan adalah pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi upwelling kaitannya dengan penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. Penelitian ini dilakukan dalam rangka penyelesaian tugas akhir skripsi oleh Nia Salma Priyanti (1999), dibawah bimbingan penulis sendiri bersama Vincentius Siregar. Dari penelitian tersebut, dapat diambil beberapa contoh citra sebaran SPL yang menggambarkan lokasi-lokasi terjadinya upwelling dan lokasi penangkapan ikan tuna yang dilakukan oleh perikanan Samudera Besar, yang berpangkalan di Pelabuhan Benoa, Bali. Contoh pertama adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan Samudera Hindia selatan Jawa Timur tanggal 24 Juni 1995, seperti Gambar 5.4.. Gambar 5.4 memperihatkan adanya 3 (tiga) lokasi upwelling di perairan sebalah selatan Jawa Timur. Dua upwelling terjadi pada koordinat antara 111o 00’ – 113o 00’ BT dan 8o 45’ - 10’ 30’ LS, 113o 00’ – 114o 00’ BT dan 10o 30’ - 11o 15’ LS. Namun demikian, 2 lokasi upwelling tersebut dinilai kurang layak untuk penangkapan ikan tuna. Berdasarkan pada kebiasaan penangkapan ikan tuna, nelayan melakukan penangkapan ikan tuna di lokasi antara 11o 30’ - 13o 00’LS. Dengan memperhatikan lokasi penangkapan ikan yang dilakukan di Samudera Hindia, ternyata sesuai dengan lokasi terjadinya upwelling/thermal front. Walaupun begitu, sebenarnya terdapat lokasi terjadinya upwelling dengan intensitas lebih kuat yaitu pada selang koordinat 112o 00o – 113o 00o BT dan 13o 00 o - 14o 00 o LS. Jika penangkapan dilakukan pada lokasi upwelling tersebut berpeluang mendapatkan tangkapan lebih banyak. Walaupun memerlukan bahan akar lebih banyak untuk menuju ke lokasi tersebut karena lokasinya lebih jauh, tetapi hal tersebut akan dapat diatasi (dikompensasi) dengan hasil tangkapan yang lebih banyak. Contoh kedua adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan selatan Jawa Timur tanggal 6 Agustus Juni 1995, seperti Gambar 5.5. Gambar tersebut menunjukkan perubahan cukup berarti dibandingkan dengan citra yang menggambarkan upwelling/thermal front pada tanggal 24 Juni 1995, dan jumlah kapal yang melakukan penangkapan. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa penangkapan dilakukan pada 3 lokasi, masing-masing 1 kapal pada selang koordinat 111o 00’ – 111o 30’ BT dan 12o 00 ‘ - 12o 30‘ LS, 3 kapal pada selang koordinat 111o 00’ – 112o 00’ BT dan 13o 00‘ - 14o 00‘ LS, dan 5 kapal pada 112o 00’ – 113o 15’ BT dan 13o 00‘ - 14o 45‘ LS Kapal pertama melakukan penangkapan pada lokasi upwelling/thermal front yang perbedaan suhunya tidak terlalu besar yaitu sekita 1o C dengan hasil tangkapan masuk dalam kategori sedang. Jika kapal tersebut melakukan penangkapan pada lokasi dengan selang koordinat 114o 45’ – 115o 30’ BT dan 11o.45’ - 12o 30’ LS kemungkinan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
51 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
51
mendapatkan tangkapan lebih baik karena intensitas upwelling/thermal front yang lebih kuat. Pada lokasi tersebut terdapat 3 kapal yang melakukan penangkapan dengan hasil berbeda, 2 kapal mendapatkan hasil tangkapan dengan kategori baik, dan 1 kapal mendapat tangkapan dengan kategori sedang. Selain itu, 5 (lima) kapal melakukan penangkapan pada lokasi upwelling/thermal front ketiga, 4 kapal mendapat hasil tangkapan dalam kategori baik, sedangkan 1 kapal mendapat tangkapan dalam kategori sedang. Gambar 5.5 juga memperlihatkan bahwa perbedaan suhu pada lokasi upwelling/thermal front adalah sekitar 2o C. Contoh ketiga adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan selatan Jawa Timur tanggal 17 Juli 1997, seperti Gambar 5.6 yang memperlihatkan bahwa penangkapan dilakukan pada 4 (empat) lokasi. Pada lokasi pertama, satu kapal pada selang koordinat 113 o 45’ – 114o 15’ BT dan 12o 10‘ - 12o 45‘ LS, berada pada thermal front antara SPL 28o - 29o C dengan hasil tangkapan baik. Di lokasi kedua dengan satu kapal pada selang koordinat 113o.15’ – 113o.45’ BT dan 12o 30’ - 13o 10‘ LS, berada pada upwelling/thermal front antara SPL 25o - 28o C dengan hasil tangkapan baik. Enam kapal melakukan penangkapan pada lokasi ketiga dalam selang 112o 00’ – 113o 30’ BT dan 12o 30‘ - 13o 10’ LS,12o 30’ - 13o 10’ LS, berada pada upwelling/thermal front antara perbedaan suhu 25o - 28o C, 4 kapal dengan hasil tanggapan baik, 1 kapal dengan tangkapan sedang, dan 1 mendapat tangkapan kurang. Satu kapal pada selang koordinat 114o 15’ – 114o 45’ BT dan 14o 10’ - 14o 50’ LS, pada thermal front antara suhu 28o - 30o C dengan hasil tangkapan baik. Satu kapal lainnya melakukan penangkapan pada koordinat 115o 00’ – 115o 30’ BT dan 12o 30’ - 13o 10’ LS, di lokasi thermal front antara suhu 26o - 28o C dengan hasil tangkapan sedang. Contoh keempat adalah citra sebaran SPL dan sebaran penangkapan ikan Tuna di perairan selatan Jawa Timur tanggal 3 Juni 1997, seperti terlihat pada Gambar 5.7. Berdasakan data sebaran SPL dan data penangkan dari Perikanan Samudera Besar, penangkapan dilakukan pada tiga lokasi dan secara umum mendapat hasil baik. Satu kapal melakukan penangkapan pada selang koordinat 113o 15’ – 114o 45’ BT dan 12o 00’ 12o 30’ LS, berada pada thermal front antara SPL 26 o - 28 o C dengan hasil tanggapan baik. Satu kapal lainnya pada selang koordinat 112o 45’ – 113o 15’ BT dan 12o 45’ - 13o 15’ LS, berada pada thermal front antara SPL 27o 28o C juga dengan hasil tanggapan kategori baik. Sembilan kapal secara bergantian melakukan penangkapan pada selang koordinat 111o 15’ – 112o 45’ BT dan 13o 50’ - 14o 50’ LS, pada thermal front antara suhu 26o - 29o C, tujuh kapal dengan hasil tangkapan baik, satu kapal dengan tangkapan sedang, dan satu kapal lainnya dengan tangkapan kategori kurang.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
52
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
52
Gambar 5.4. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan pada 24 Juni 1995 (Priyanti, 1999).
Gambar 5.5. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 9 Agustus 1995 (Priyanti, 1999). Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
53 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
53
Gambar 5.6. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 17 Juli 1996 (Priyanti, 1999).
Gambar 5.7. Citra sebaran upwelling di perairan Samudera Hindia dan lokasi penangkapan ikan 3 Juni 1997 (Priyanti, 1999). Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
54
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
54
5.4 Fase Pengembangan Informasi Spasial ZPPI 5.4.1 Pengembangan Peta Zona Ikan Pemikiran pengembangan informasi untuk operasi penangkapan ikan ini muncul dengan keterlibatan Bidang Matra Laut – Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam Komnas Kajiskanlaut. Pengembangan dan penerapan informasi penangkapan yang diberi nama peta zona ikan (ZI) ini dalam pola operasional dilakukan melalui kerjasama informal dan dimotivasi oleh Ir. Indradi dari PT. Geoinfo di bawah bendera kegiatan yang diberi nama “Bintang Laut”. Informasi ZI yang pertama dikembangkan dalam bentuk garis yang menandakan thermal front dan diindikasikan sebagai jalur untuk operasi penangkapan ikan. Peta Zona Ikan untuk pertama kalinya diterapkan di Kampung Dadap, Kabupaten Indramayu pada pertengahan tahun 2000. Contoh Peta ZI yang dikembangkan dan diterapkan, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5.8 berikut.
Gambar 5.8. Garis kontur thermal front sebagai indikator jalur yang potensial untuk lokasi-lokasi penangkapan ikan. Evaluasi penerapan Peta Zona Ikan di Indramayu menunjukkan hasil yang positif, dari segi hasil tangkapan dan waktu operasi penangkapan ikan. Lama operasi penangkapan ikan mengalami pemendekan dari biasanya 12-14 hari per trip menjadi 7-8 hari, yang berarti terjadi Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
55 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
55
penghematan yang sangat berarti dari segi penggunaan bahan bakar (solar), ongkos kerja anak buah kapal (ABK), dan perbekalan operasi penangkapan ikan. Penerapan Peta Zona Ikan dinilai para nelayan mampu meningkatkan efisiensi operasi penangkapan dan hasil tangkapan, sehingga menarik minat dan mendorong permintaan untuk menerapkan Peta Zona Ikan. Keberhasilan penerapan peta zona ikan ini mendorong usaha peningkatan penelitian dan penerapan pemanfaatan data penginderaan jauh lebih intensif. Sejalan dengan peningkatan penelitian, dilakukan usaha kerjasama uji coba di beberapa daerah. 5.4.2 Pengembangan Informasi Zona Potensi Ikan (ZPI) Keberhasilan penerapan Peta Zona Ikan di Indramayu, keterlibatan Bidang Matra Laut dalam Komnas Kajiskanlaut, serta kegiatan penelitian internal, mendorong upaya pemanfaatannya lebih luas dan pengembangan inovasi pemanfaatan informasi yang diekstraksi dari data satelit penginderaan jauh untuk kelautan dan perikanan. Ada dua inovasi yang dikembangkan yaitu, pertama mengganti nama Peta Zona Ikan menjadi Peta Zona Potensi Ikan yang disingkat dengan Peta ZPI, dan yag kedua membuat format informasi yang mengacu pada sistem “Papan Catur” yang merupakan konversi dari informasi berbasis koordinat ke dalam bentuk kombinasi “angka dan huruf alfabet”. Format informasi ZPI ini juga diilhami oleh format data dalam “Lotus” sekarang “Excel” yang menggunakan bentuk “baris dan kolom” dalam “huruf alfabet dan angka” (Gambar 5.9). Penggunaan format ini dimaksudkan untuk mempermudah diseminasi informasi dari pengelola informasi kepada para nelayan yang sedang melakukan operasi penangkapan ikan di laut.
Gambar 5.9. Contoh bentuk Peta yang mengadopsi format papan catur atau format tabel pada perangkat lunak Lotus/excel. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
56
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
56
Upaya perluasan penerapan Peta ZPI yang pertama dilakukan melalui kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo, sedangkan tindak lanjut penerapannya di Kampung Dadap – Indramayu sepenuhnya dilaksanakan oleh Bintang Laut dibawah PT. Geoinfo. Bentuk informasi yang diterapkan di wilayah perairan Kabupaten Situbondo masih sama dengan yang diterapkan di Indramayu, dengan contoh seperti Gambar 5.10. Penerapan Peta ZPI bagi nelayan di Kabupaten Situbondo mengalami beberapa kendala, terutama disebabkan oleh karakter nelayan yang sudah terbiasa melakukan penangkapan one day fishing. Sistem penangkapan one day fishing ini menyulitkan untuk dapat menjangkau ZPI yang agak jauh dari pantai terutama yang berada di luar zona 12 mil laut.
Gambar 5.10. Contoh bentuk Peta ZPI yang pertama kali diterapkan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
5.4.3 Pengembangan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) Penggunaan istilah Peta Zona Potensi Ikan mendapat kritik dari salah seorang anggota Komnas Kajiskanlaut, karena “potensi ikan” mempunyai arti luas dikalikan densitas ikan, sedangkan informasi spasial Zona Potensi Ikan hanya menunjukkan lokasi yang diduga sebagai tempat berkumpulnya ikan yang dalam istilah perikanan tangkap dikenal dengan istilah fish scooling (gerombolan ikan). Memperhatikan kritik tersebut, azas-azas kartografi yang harus diterapkan pada peta, dan untuk menciptakan sesuatu yang baru, maka penulis berinisiatif mengganti istilah “Peta Zona Potensi Ikan” dengan istilah yang baru yaitu Informasi Spasial “Zona Potensi Penangkapan Ikan” Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
57 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
57
yang selanjutnya dalam istilah sehari-hari disebut informasi spasial ZPPI atau hanya disebut ZPPI. Disamping pergantian nama ZPI menjadi informasi ZPPI, juga dilakukan satu inovasi penggantian bentuk zona penangkapan yang semula berbentuk “garis thermal front” menjadi tanda berbentuk gambar “ikan”. Perubahan ini pada awalnya dimotivasi oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Narendra (1993), yang menggambarkan korelasi antara jarak dari pusat zona penangkapan ikan dengan hasil tangkapan. Berdasarkan hasil uji coba penggunaan data suhu permukaan laut yang diperoleh dari data NOAA-AVHRR dalam penentuan zona yang potensial untuk penangkapan ikan yang dilakukan oleh Narendra (1993), dibuat grafik antara jarak dari titik dengan daerah yang diduga sebagai lokasi berkumpulnya ikan dengan hasil tangkapan tersebut nampak bahwa pada posisi yang ditunjuk mendapatkan hasil yang paling tinggi. Pada uji coba dilakukan klasifikasi antara jarak setiap 5 km dalam bentuk lingkaran dari titik yang ditunjuk, sehingga pendugaan dibuat dalam bentuk lingkaran dengan jari-jari 5 km, dan dikembangkan dengan jari-jari 10 km, 15 km dan 20 km. Hasil penelitian yang dilakukan di Samudera Hindia menunjukkan bahwa, hasil tangkapan tertinggi berada tepat pada titik tengah lingkaran dengan tangkapan lebih dari 600 kg. Hasil tangkapan kedua berada dalam radius 5 km dengan tangkapan 250 kg – 300 kg. Uji coba penangkapan dalam radius 10 km menghasilkan 150 kg – 250 kg, dan dalam radius terluar yaitu 15 km menghasilkan tangkapan sekitar 25 kg. Hubungan antara jarak antara titik zona potensi penangkapan dengan hasil tangkapan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5.11 berikut.
Gambar 5.11. Hubungan antara jarak titik zona potensi penangkapan dengan hasil tangkapan terhadap titik tersebut dalam bentuk lingkaran dengan diamieter 10 km. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
58
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
58
Informasi spasial ZPPI yang telah dikembangkan di LAPAN beberapa tahun lalu merupakan tindak lanjut atau muara dari penelitian suhu permukaan laut menggunakan data NOAA-AVHRR yang telah dikembangkan sejak tahun 1984 (Hasyim, 1986). Setelah melalui penelitian panjang tentang pemanfaatan data NOAA-AVHRR untuk mendapat data suhu permukaan laut sesuai dengan karakteristik perairan laut Indonesia, selanjutnya dikembangkan informasi spasial ZPPI sejak tahun 1999. Pengembangan informasi spasial ZPPI dilatar belakangi oleh beberapa hal sebagai berikut. (1) Komitmen LAPAN dalam membantu menyediakan informasi spasial sumberdaya alam pesisir dan laut terkait dengan program pengembangan ekonomi masyarakat. (2) Terbatasnya kemampuan nelayan dalam memahami kondisi oseanografi yang berkaitan dengan daerah fishing ground sehingga hasil tangkapannya menjadi tidak pasti. (3) Terbatasnya data dan informasi mengenai kondisi oseanografi yang berkaitan erat dengan daerah potensi penangkapan ikan; (4) Penelitian LAPAN dalam memanfaatkan teknologi penginderaan jauh satelit guna memantau fisik perairan sudah dilakukan sejak tahun 1986. (5) Diharapkan adanya informasi zona potensi penangkapan ikan dari penginderaan jauh satelit dapat dipergunakan untuk mendukung pengamatan dan pengelolaan perikanan tangkap. Urgensi dari pengembangan dan penerapan informasi ZPPI antara lain adalah sebagai berikut. (1) Pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pelatihan dan penyediaan informasi ZPPI untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan. (2) Adanya informasi spasial ZPPI diharapkan dapat meningkatkan efisiensi biaya operasional dan efektivitas dengan memperbanyak masa operasi penangkapan. (3) Mendukung usaha peningkatan produksi ikan daerah yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (Pusbangja, 2003). Pengembangan informasi spasial ZPPI dilanjutkan dengan kegiatan sosialisasi yang terdiri dari 3 tahap kegiatan sebagai berikut. (1) Penyuluhan dan pelatihan: meningkatkan pengetahuan para nelayan tentang teknologi inderaja untuk kelautan dan perikanan, sistem navigasi laut, pembacaan peta laut dan penggunaan alat bantu penangkapan ikan. (2) Aplikasi (uji coba) informasi spasial ZPPI menunjukkan dan membuktikan kepada nelayan bahwa pada ZPPI terdapat gerombolan ikan. (3) Evaluasi dan implementasi dilakukan untuk mengetahui respon para nelayan, lembaga swadaya masyarakat, staf dinas terkait tentang aplikasi ZPPI dan rencana tindak lanjutnya.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
59 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
59
5.4.4 Pengembangan Informasi Spasial ZPPI Secara Unit Spasial Mengacu pada penelitian Narendra (1993), wilayah penelitian untuk informasi spasial ZPPI dibuat dalam bentuk bujur sangkar atau unit spasial yang sisinya mempunyai panjang sebesar 5’ atau 10’. Penetapan ukuran unit spasial juga mengacu pada hasil kegiatan uji coba di beberapa daerah yang pernah dilakukan LAPAN serta pemikiran agar informasi ZPPI dapat digunakan dengan mudah oleh nelayan. Pembagian area yang diterapkan menggunakan unit spasial yang disesuaikan dengan sistem area pada peta dasar yang digunakan sebagai referensi serta luas area penyediaan informasi ZPPI misalnya ukuran unit spasial adalah 10’ x 10’ (18,52 km x 18,52 km). Bentuk informasi ZPPI dalam unit spasial ini pertama kali digunakan dalam penelitian untuk disertasi penulis, dengan daerah penelitian perairan Selat Madura, Jawa Timur. Ukuran unit spasial dapat disesuaikan dengan luas perairan yang menjadi target yang biasanya disebut dengan project area. Ukuran unit spasial dapat dibuat dalam ukuran 5’ x 5’, 10’ x 10’, 15’ x 15’, atau dalam ukuran yang global misalnya 2o x 2o sesuai dengan kebutuhan pemanfaatannya (Gambar 5.12). Contorh format informasi unit spasial dalam ukuran 10’ x 10’ yang dilengkapi dengan WPP
Gambar 5.12 Contoh format informasi ZPPI dengan ukuran unit spasial 10’ x 10’ yang dilengkapi dengan WPP. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
60
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
60
BAB 6 IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN MINGGUAN (Studi kasus: Selat Madura – Jawa Timur) Untuk melakukan identifikasi sebaran ZPPI bulanan dilakukan perhitungan SPL mingguan yang diperoleh dari rata-rata SPL untuk urutan minggu yang sama dalam setiap tahunnya dari data NOAA-AVHRR selama 10 (sepuluh) tahun, yaitu dalam periode Januari 1996 sampai dengan Desember 2005 hasil akuisisi Stasiun Bumi Satelit Lingkungan dan Cuaca LAPAN Pekayon, Jakarta Timur. Penentuan ZPPI dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. Membuat citra SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR yang sudah dilakukan koreksi geometrik berdasarkan citra acuan untuk mendapatkan kesamaan posisi dari setiap piksel citra SPL; b. Melakukan penggabungan citra SPL mingguan berdasarkan urutan minggu pada bulan yang sama setiap tahunnya, dengan menggunakan metode nilai minimum yaitu mengambil nilai SPL minimum dari semua citra pada urutan minggu dan bulan yang sama. c. Pengumpulan data klorofil-a bulanan yang di download dari internet http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/cgi/brpuse.pl sebagai acuan dalam mendeteksi thermal front. d. Identifikasi thermal front dari masing-masing citra SPL mingguan, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) pembuatan kontur SPL; (2) identifikasi dan analisis gradien SPL untuk setiap jarak 3 km (3 pixel) sebesar 0,5o C; dan (3) analisis nilai kandungan klorofil-a ( > 0,3 mg/l); e. Penentuan ZPPI berdasarkan thermal front dari SPL mingguan tiap tahun selama 10 tahun; f. Pembuatan layout informasi spasial ZPPI mingguan dalam format peta. 6.1 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Desember Informasi spasial ZPPI pada minggu pertama bulan Desember yang merupakan bulan pertama dari musim barat memperlihatkan penyebaran dan konsentrasi pada beberapa lokasi di perairan Selat Madura sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.1 (a). Penyebaran ZPPI terpadat pada selang koordinat 113° 20’ - 113° 45’ BT dan 7° 20’ - 7° 40’ LS, juga dalam selang koodinat 114° 05’ - 113° 35’ BT dan 7° 10’ - 7° 45’ LS, dan 114° 45’ - 113° 55’ BT dan 7° 10’ - 7° 45’ LS. Nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura punya peluang baik melakukan penangkapan pada ZPPI pada unit spasial 113° 30’ - 113° 35’ BT dan 7° 35’ - 7° 40’ LS, 113° 40’ - 113° 45’ BT dan 7° 35’ - 7° 40’ LS, serta pada unit spasial 114° 25’ 114° 30’ BT dan 7° 40’ - 7° 45’ LS. Nelayan tradisional di sisi utara Selat Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
61 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
61
Madura mempunyai peluang meningkatkan hasil tangkapannya dengan mengakses unit spasial ZPPI pada 113° 30’ - 113° 35’ BT dan 7° 20’ - 7° 25 serta pada 114° 05’ - 114° 10’ BT dan 7° 10’ - 7° 15’LS. Sedangkan nelayan dengan perahu motor 20 GT ke atas berpeluang meningkatkan hasil tangkapannya dengan mengakses ZPPI pada unit spasial yang berada pada zona di atas 20 mil mulai 113° 20’ BT sampai dengan 115° 05’ BT.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 6.1 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Desember (d). Pada minggu kedua bulan Desember terjadi pergeseran ZPPI di Selat Madura semakin ke barat dibandingkan sebelumnya. ZPPI tersebar dalam selang 113° 00’ - 113° 25’ BT dan 7° 25’ - 7° 30’ LS, dalam selang koordinat 113° 25’ - 113° 30’ BT dan 7° 25’ - 7° 40’ LS. Nelayan tradionil di sisi selatan Selat Madura hanya berpeluang mengakses ZPPI pada unit spasial 113° 40’ - 113° 45’ BT dan 7° 35’ - 7° 40’ LS, sedangkan yang di sisi utara Selat Madura ZPPI hanya terdapat pada unit spasial 114° 15’ 114° 20’ BT dan 7° 00’ - 7° 05’ LS. Nelayan dengan perahu motor di atas 20 GT berpeluang mengakses ZPPI pada 5 unit spasial yang tersebar Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
62
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
62
dalam selang koordinat 113° 00’ - 114° 20’ BT dan 7° 25’ - 7° 30’ LS, serta ZPPI pada 3 unit spasial dalam selang koordinat 114° 40’ - 115° 05’ BT dan 7° 35’ - 7° 50’ LS. Koordinat posisi lokasi dari ZPPI pada minggu kedua bulan Desember sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.1 (b). Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Desember mengalami penurunan dan tersebar lebih ke timur dibandingkan bulan sebelumnya dan terbagi menjadi 3 area, pertama dalam wilayah perairan dengan batas koordinat 113° 35’ - 113° 55’ BT dan 7° 20’ - 7° 35’ LS, kedua dalam batas koordinat 114° 10’ - 114° 25’ BT dan 7° 20’ - 7° 30’ LS, dan yang ketiga dalam batas koordinat 114° 40’ - 114° 45’ BT dan 7° 45’ - 8° 00’ LS dekat dengan perbatasan Selat Bali yang hanya mungkin diakses oleh nelayan dengan perahu motor cukup besar atau minimum 15 GT karena berada pada zona di atas 12 mil. Koordinat posisi lokasi dari ZPPI pada minggu ketiga bulan Desember sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.1 (c). Informasi spasial ZPPI pada minggu keempat bulan Desember memperlihatkan unit spasial yang dapat dijadikan target lokasi penangkapan berada pada posisi lebih ke timur dan dalam jumlah lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Di Selat Madura nampak hanya ada 4 zona potensi penangkapan dalam selang koordinat 113° 40’ - 115° 00’ BT dan 7° 15’ - 7° 40’ LS, yang hanya mungkin diakses oleh nelayan dengan perahu motor cukup besar atau minimal 15 GT. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Desember ini menandakan terjadinya kesulitan bagi nelayan kecil untuk meningkatkan hasil tangkapan karena tidak mampu mengakses ZPPI tersebut. Koordinat posisi lokasi dari ZPPI pada minggu keempat bulan Desember diperlihatkan pada Gambar 6.1 (d).
6.2 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Januari Sebaran ZPPI di di perairan Selat Madura pada minggu pertama bulan Januari menggambarkan kesulitan bagi nelayan dalam melakukan penangkapan ikan, disebabkan oleh rendahnya sebaran ZPPI. Di sisi selatan Selat Madura tidak ada ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan tradisional, sedangkan di sisi utara hanya ada 1 ZPPI dalam selang koordinat 113°25’–115° 30’ BT dan 7°15’– 7°20’ LS. Nelayan dengan perahu motor ukuran besar (20 GT ke atas) berpeluang mengakses 4 ZPPI pada kisaran koordinat 114° 10’–114° 45’ BT dan 7°15’– 7°25’ LS. Koordinat posisi lokasi dari ZPPI pada minggu pertama bulan Januari sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.2 (a). Jumlah ZPPI di Selat Madura pada minggu kedua bulan Januari sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.2 (b) mengalami peningkatan dibandingkan pada minggu pertama. Nelayan kecil di sisi selatan dan bagian timur Selat Madura berpeluang mengakses 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°10’-114°20’ BT dan 7°30’-7°35’ LS, sedangkan yang di sisi utara hanya berpeluang mengakses ZPPI dalam selang koordinat 113°25’113°30’ BT dan 7°20’-7°25’ LS. Sedangkan nelayan dengan perahu motor Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
63 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
63
di atas 20 GT berpeluang mengakses 1 ZPPI di sisi tengah dan 5 ZPPI di sisi timur Selat Madura, di atas zona 20 mil. Pada minggu ketiga Bulan Januari, konsentrasi ZPPI bergeser agak ke arah utara, sehingga membuka peluang baik bagi nelayan di sisi utara Selat Madura. Nelayan kecil di sisi utara khususnya di bagian timur Selat Madura mempunyai peluang mengakses 3 unit spasial ZPPI masingmasing pada koordinat 113°45’-113°50’ BT dan 7°15’-7°20’ LS, 114°00’114°05’ BT dan 7°15’-7°20’ LS, serta 114°10’-114°15’ BT dan 7°10’-7°15’ LS, sedangkan nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura akan kesulitan mengakses 3 ZPPI terdekat karena berada di perbatasan zona 12 mil, yaitu pada selang koordinat 113°20’-113°25’ BT dan 7°30’-7°35’ LS, 113°45’113°50’ BT dan 7°30’-7°35’ LS, dan 114°30’-114°35’ BT dan 7°35’-7°40’ LS. Nelayan dengan perahu motor di atas 20 GT dapat mengakses 4 ZPPI di atas zona 12 mil dan 3 ZPPI yang berada di perbatasan zona 12 mil. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu ketiga bulan Januari sebagaimana terlihat pada Gambar 6.2 (c).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.2 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Januari. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
64
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
64
Pada minggu keempat bulan Januari, jumlah ZPPI mengalami penurunan dibandingkan minggu sebelumnya, terlebih bagi nelayan yang berada di sisi utara Selat Madura. Nelayan di sisi selatan Selat Madura berpeluang mengakses 2 ZPPI masing-masing dalam selang koordinat 113°20'-113°25' BT dan 7°30'-7°35' LS dan 114°00'-114°05' BT dan 7°25'7°30' LS. Sedangkan nelayan yang di sisi utara Selat Madura hanya ada peluang bagi yang berpangkalan di sisi timur sehingga dapat mengakses ZPPI dalam selang koordinat 114°05'-114°10' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan besar atau yang menggunakan perahu motor sektar 15 GT dapat melakukan kerjasama penangkapan dengan nelayan kecil mengakses 3 ZPPI yang berada di perbatasan zona 12 mil tersebut. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu keempat bulan Januari sebagaimana terlihat pada Gambar 6.2 (d). 6.3 ZPPI Mingguan Bulan Februari ZPPI di perairan Selat Madura pada minggu pertama bulan Februari menyebar dari perairan bagian tengah sampai sisi timur dari Selat Madura. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Februari ini lebih menguntungkan bagi nelayan besar dibandingkan nelayan kecil karena ZPPI tersebar di perairan di atas atau di perbatasan zona 12 mil. Pada minggu pertama bulan Februari ini terdapat 4 ZPPI di atas atau di perbatasn zona 12 mil, masing-masing pada selang koordinat 113°20'113°25 BT' dan 7°25'-7°30' LS, 113°35'-113°40 BT' dan 7°30'-7°35' LS, 114°05'-114°10” BT dan 7°25'-7°30' LS, serta pada selang koordinat 114°30'-114°35” BT dan 7°30'-7°35' LS. bergeser ke arah barat di koordinat 113° 20' dan 6° 46' 41” LS. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu pertama bulan Februari sebagaimana terlihat pada Gambar 6.3 (a). ZPPI pada minggu kedua bulan Februari tersebar di perairan dalam selang koordinat 113° 35'-113°40' BT dan 7°15'-7°35' LS. Berdasarkan informasi spasial ZPPI sebagaimana diperlihatikan pada Gambar 6.3 (b), berarti bahwa nelayan kecil di selatan kesulitan menentukan lokasi penangkapan yang baik karena hanya ada 1 ZPPI untuk nelayan kecil di sisi timur pada selang koordinat 114°15'-114°20' BT dan 7°30'-7°35' LS. ZPPI di sisi utara Selat Madura bagi nelayan kecil hanya terdapat pada selang koordinat 113°40'-113°45' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan besar atau yang menggunakan perahu motor 15 GT keatas dapat mengakses 5 ZPPI yang tersebar dalam selang koordinat 113°35'-114° 20' BT dan 7°20'7°30' LS, serta 1 ZPPI di sebelah timur Selat Madura yaitu pada selang koordinat 114°45'-114° 50' BT dan 7°20'- 7°30' LS. Sebaran ZPPI di perairan Selat Madura pada minggu ketiga bulan Februari terkonsentrasi pada dua area perairan yaitu dalam selang koordinat 113°15'-113°30' BT dan 7°30'-7°40' LS, 1 ZPPI sebaiknya hanya diakses oleh nelayan kecil yaitu yang berada pada selang koordinat 113°15'-113°30' BT dan 7°30'-7°40' LS sedangkan 2 lainnya dapat diakses bersama oleh nelayan nelayan kecil dan nelayan besar dengan catatan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
65 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
65
nelayan kecil mengakses bagian ZPPI yang berada di bawah zona 12 mil sedangkan nelayan besar mengakses bagian ZPPI yang berada di atas zon 12 mil. 3 ZPP di sisi timur dalam selang koordinat 114°15'-114°25' BT dan 7°25'-7°35' serta dalam koordinat 115°00'-115°05' BT dan 7°40'-7°45' hanya mungkin diakses oleh nelayan besar, sementara ZPPI dalam selang koordinat 114°05'-114°10' BT dan 7°15'-7°20' dapat diakses bersama oleh nelayan besar dan nelayan kecil dengan catatan dilakukan pembagian antara yang di bawah dan di atas zona 12 mil. Koordinat posisi lokasi ZPPI minggu ketiga bulan Februari sebagaimana terlihat pada Gambar 6.3 (c).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.3 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat pada bulan Januari. Sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu keempat bulan Februari banyak mengalami perubahan dibandingkan pada minggu ketiga, mengalami pergeseran agak ke utara. Pergeseran ini menguntungkan bagi nelayan di sisi utara Selat Madura karena terdapat 2 ZPPI dalam selang 113°20'-113°30' BT dan 7°15'-7°20' LS yang dapat diakses oleh nelayan kecil, sedangkan di sisi selatan hanya mungkin mengakses 1 ZPPI dalam Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
66
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
66
selang koordibnat 114°00'-114°05' BT dan 7°25'-7°30' LS. ZPPI bagi nelayan besar hanya terdapat di sisi timur Selat Madura sebanyak 2 unit spasial dalam selang 114°10'-114°15' BT dan 7°15'-7°25' LS. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu keempat bulan Februari sebagaimana terlihat pada Gambar 6.3 (d). 6.4 ZPPI Mingguan Bulan Maret Informasi spasial ZPPI pada minggu pertama bulan Maret memperlihatkan peningkatan jumlah zona untuk melakukan penangkapan yang berarti menguntungkan bagi nelayan terutama nelayan tradisional di sisi utara Selat Madura. Di sisi utara bagian tengah dari Selat Madura terdapat ZPPI yang sangat dekat dan mudah dijangkau oleh nelayan kecil yaitu pada koordinat 113°20'- 113°3o' BT dan 7° 15' LS - 7° 20' LS, serta di sisi bagian timur yaitu pada koordinat 113°20'- 113°25' BT dan 7°15' LS 7° 20' LS. Sedangkan ZPPI di sisi selatan terdapat 1 ZPPI yang mudah dijangkau oleh nelayah tradisionel pada koordinat 114°20'-114°25' BT dan 7°35' LS - 7°40' LS. Terdapat 4 ZPPI di atas zona 12 mil di bagian tengat Selat Madura dalam selang koordinat 113°25'-114°00' BT dan 7°20'-7°35' LS, serta 2 ZPPI di sebelah timur Selat Madura yaitu pada selang koordinat 114°40'-114°50' BT dan 7°25'-7°45' LS yang mungkin hanya dapat dijangkau oleh perahu motor 20 GT ke atas. Koordinat posisi lokasi ZPPI minggu pertama bulan Maret sebagaimana terlihat pada Gambar 6.4 (a). Sebaran ZPPI di perairan Selat Madura pada minggu kedua bulan Maret mengalami peningkatan cukup banyak menyebar di seluruh perairan selat. Nelayan tradisional di sisi selatan Selat Madura dapat mengakses 3 ZPPI yang menyebar dalam selam koordinat 113°10'-113°55' BT dan 7°35'7°40' LS. Untuk nelayan dengan perahu motor 15GT ke atas dapat mengakses ZPP di sisi barat dalam selang koordinat 113°00'-113°15' BT dan 7°20'-7°30' LS, 4 ZPP di bagian tengah dalam selang koordinat 113°35'-114°10' BT dan 7°20'-7°35' LS, dan 5 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°15'-115°00' BT dan 7°20'-7°35' LS. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu kedua bulan Maret sebagaimana terlihat pada Gambar 6.4 (b). Jumlah ZPPI di Selat Madura pada minggu ketiga bulan Maret mengalami penurunan dibandingkan minggu kedua. Nelayan kecil di sisi utara lebih beruntung dibandingkan nelayan di sisi selatan Selat Madura, karena di sisi utara terdapat 2 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 113°20'-113°30' BT dan 7°15'- 7°25' LS dan 1 ZPPI di sisi timur dalam selang koordinat 113°55'-114°00' BT dan 7°15'- 7°20' LS. Sementara di sisi selatan, hanya terdapat 1 ZPPI yang berada di perbatasan zona 12 mil yang agak sulit dijangkau oleh nelayan kecil. Nelayan dengan perahu motor di atas 20 GT di bagian barat dan tengah dapat mengakses 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°30'-113°40' BT dan 7°25'- 7°35' LS, sementara yang di bagian timur dapat mengakses 4 ZPPI yang tersebar dalam selang koordinat 114°30'-114°50' BT dan 7°20'- 7°45' Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
67 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
67
LS. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu ketiga bulan Maret sebagaimana terlihat pada Gambar 6.4 (c). Sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu keempat bulan Maret mengalami peningkatan dibandingkan minggu sebelumnya, dan menyebar lebih ke utara sehingga lebih menguntungkan nelayan di sisi selatan Selat Madura. Nelayan kecil di sisi utara berpeluang mengakses 4 ZPPI, masing-masing 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°20'-114°35' BT dan 7°20'- 7°25' LS, dan 2 ZPPI di bagian timur 114°00'-114°05' BT dan 7°15'7°20' LS serta 114°15'-114°20' BT dan 7°15'- 7°20' LS. Nelayan kecil di sisi selatan hanya mungkin mengakses ZPPI di perbatasan zona 12 mil dalam selang koordinat 113°35'-113°40' BT dan 7°30'- 7°35' LS. Nelayan dengan perahu motor 20 GT ke atas dapat mengakses 3 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 113°25'-113°45' BT dan 7°25'- 7°30' LS, serta 6 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°05'-114°25' BT dan 7°15'7°30' LS. Koordinat posisi lokasi ZPPI pada minggu keempat bulan Maret sebagaimana terlihat pada Gambar 6.4 (d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.4 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Maret. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
68
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
68
6.5
Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan April
Informasi spasial ZPPI di Selat Madura pada minggu pertama bulan April memperlihatkan sebaran ZPPI berada di atas zona 12 mil sehingga menyulitkan bagi nelayan kecil untuk mengakses lokasi-lokasi yang perspektif untuk penangkapan ikan. Nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura hanya berpeluang mengakses ZPPI pada selang koordinat 113°25'-113°25' BT dan 7°30'-7°35' LS, sedangkan nelayan di sisi utara berpeluang mengakses ZPPI dalam selang koordinat 113°55'-114°00' BT dan 7°05'-7°10' LS dan juga dapat mengakses 3 ZPPI lainnya meskipun berbagi dengan nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°25'113°55' BT dan 7°20'-7°25' LS. Sebaran ZPPI dalam zona di atas 12 mil terbagi dalam 3 kelompok, di bagian barat terjadi konsentrasi ZPPI dalam selang koordinat 113°20'-113°55' BT dan 7°20'-7°35' LS, ZPPI di bagian tengah berada dalam selang koordinat 114°10'-114°30' BT dan 7°20'-7°25' LS, dan di bagian timur yang tersebar dalam selang koordinat 114°35'114°50' BT dan 7°20'-8°00' LS. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan April sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.5 (a). Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan April lebin menguntungkan bagi nelayan kecil baik di sisi selatan maupun di sisi utara Selat Madura. Nelayan kecil di sisi selatan berpeluang mengakses 2 ZPPI masing-masing dalam selang koordinat 113°30'-113°35' BT dan 7°30'-7°35' LS serta pada 114°35'-114°40' BT dan 7°50'- 7°55' LS. Sementara nelayan kecil di sisi utara berpeluang mengakses ZPPI dalam selang koordinat 113°40'-113°45' BT dan 7°15'- 7°20' LS, serta 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°20'114°50' BT dan 7°10'- 7°20' LS. Nelayan besar memiliki peluang mengakses 2 kelompok ZPPI masing-masing 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°40'-114°15' BT dan 7°20'- 7°55' LS, serta 2 ZPPI di bagian timur yaitu dalam selang koordinat 114°30'-114°55' BT dan 7°30'- 7°35' LS. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan April sebagaimana terlihat pada Gambar 6.5 (b). Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan April memperlihatkan pergeseran lokasi yang meningkatkan peluang bagi nelayan kecil di sisi selatan dan penurunan bagi nelayan di sisi utara Selat Madura. Nelayan kecil di sisi selatan berpeluang mengakses 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°45'-114°05' BT dan 7°25'- 7°40' LS, serta dapat melakukan kerjasama dengan nelayan besar mengakses ZPPI dalam selang koordinat 113°30'113°35' BT dan 7°30'- 7°35' LS. Nelayan kecil di sisi utara Selat Madura berpeluang mengakses 2 ZPPI masing-masing dalam selang koordinat 114°00'-114°05' BT dan 7°15'- 7°20' LS serta pada 114°45'-114°50' BT dan 7°00'- 7°05' LS. Nelayan besar memiliki peluang melakukan penangkapan pada 3 kelompok ZPPI yaitu pada selang koordinat 113°40'-114°20' BT dan 7°25'- 7°30' LS, pada selang 114°35'-114°55' BT dan 7°35'-7°40' LS, serta pada selang koordinat 114°55'-115°00' BT dan 7°00'- 7°10' LS. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan April sebagaimana terlihat pada Gambar 6.5 (c). Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
69 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
69
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.5 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan April. Jumlah ZPPI di Selat Madura pada minggu keempat bulan April mengalami peningkatan dibandingkan minggu sebelumnya dan mengalami pergeseran kearah darat dan barat daya. Nelayan kecil di sisi selatan berpeluang mengakses 2 ZPPI masing-masing dalam selang koordinat 113°45'-113°50' BT dan 7°35'-7°40' LS serta pada 113°55'-114°00' BT dan 7°30'-7°35' LS. Disamping itu dapat melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI di perbatasan zona 12 mil untuk mengakses ZPPI dalam selang 113°35'-113°50' BT dan 7°30'-7°35' LS. Nelayan kecil di sisi utara berpeluang mengakses ZPPI dalam selang 114°00'-114°05' BT dan 7°15'7°20' LS serta dalam selang 114°35'-114°50' BT dan 7°00'-7°05' LS, serta melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI yang berlokasi pada 114°40'-114°45' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan besar memiliki peluang mengakses ZPPI cukup banyak mulai dalam selang koordinat 113°30'114°50' BT dan 7°25'-7°35' LS, 114°15'-114°40' BT dan 7°25'-7°30' LS, 114°40'-114°55' BT dan 7°30'-7°45' LS, serta kerjasama penangkapan dengan nelayan yang menggunakan perahu motor 15–20 GT dalam selang Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
70
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
70
koordinat 114°55'-115°00' BT dan 7°00'-7°10' LS. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan April sebagaimana terlihat pada Gambar 6.5 (d). 6.6 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Mei Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Mei sangat menguntungkan bagi nelayan di sisi selatan Selat Madura, tetapi mendatangkan kesulitan bagi nelayan di sisi utara. Nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura berpeluang mengakses 3 ZPPI yang cukup dekat dengan TPI yaitu dalam selang koordinat 113°45'-114°15' BT dan 7°30'7°40' LS, serta kersama penangkapan dengan nelayan yang cukup besar pada ZPPI yang berada di perbatasan zona 12 mil dalam selang koordinat 113°30'-113°45' BT dan 7°30'-7°35' LS. Nelayan di sisi utara hanya berpeluang melakukan kerjasama penangkapan pada ZPPI dengan selang koordinat 114°05'-114°10' BT dan 7°15'-7°20' LS, sementara yang berada di sisi timur Pulau Madura dapat melakukan penangkapan pada ZPPI dengan selang koordinat 114°45'-114°50' BT dan 7°00'-7°10' LS. Nelayan besar berpeluang melakukan penangkapan pada 14 ZPPI di atas zona 12 mil yang tersebar mulai dari bagian barat dengan batas koordinat 113°30' BT sampai dengan 115° BT. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Mei sebagaimana terlihat pada Gambar 6.6 (a). Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Mei masih dipengaruhi oleh minggu pertama, tetapi dengan jumlah zona lebih sedikit dan letaknya lebih kebarat dibandingkan dengan sebelumnya. Terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°00'-114°05' BT dan 7°25'-7°35' LS yang dapat diakses bersama oleh nelayan kecil dan nelayan besar tentu melalui kerjasama penangkapan, sehingga dapat diatur agar nelayan kecil mengakses bagian yang berasa di bawah zona 12 mil sedangkan nelayan besar mengakses zona di atas 12 mil. Nelayan di sisi utara Pulau Jawa hanya berpeluang mengakses 1 ZPPI dalam selang koordinat 113°20'113°25' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan besar juga punya peluanga mengakses 2 ZPPI di bagian timur Selat Madura meskipun agak jauh dari TPI yaitu dalam selang koordinat 114°45'-114°55' BT dan 7°30'-7°50' LS. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Mei sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.6 (b). Pada minggu ketiga bulan Mei, ZPPI menyebar dari bagian utara Selat Bali sampai ke perairan Selat Madura bagian timur di posisi 113°45' BT. Nelayan kecil di sisi selatan bagian timur Selat Madura berpeluang besar mengakses 3 ZPPI yang tersebar dalam selang koordinat 114°05'114°35' BT dan 7°30'-7°45' LS. Begitu juga dengan nelayan tradisional di sisi utara Selat Madura berpeluang mengakses 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°45'-114°20' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan berbesar berpeluang mengakses 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°10'-114°40' BT dan 7°25'-7°30' LS, serta 2 ZPPI lainnya dalam selang koordinat 114°45'114°50' BT dan 7°35'-7°55' LS. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Mei sebagaimana Gambar 6.6 (c). Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
71 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
71
Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Mei bergeser agak ke utara dan ke arah barat. Nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura mengalami kesulitan karena ZPPI yang berada di bawah zona 12 mil hanya terdapat di bagian timur dalam selang koordinat 114°30'-114°35' BT dan 7°40'-7°45' LS. Sementara nelayan kecil di sisi utara Selat Madura berpeluang 3 ZPPI masing-masing dalam selang 113°45'-113°50' BT dan 7°15'-7°20' LS, serta 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°15'-114°25' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan besar berpeluang mengakses 4 ZPPI dalam selang koordinat 113°20'-114°15' BT dan 7°25'-7°30' LS, 3 ZPPI dalam selang 114°35'-114°55' BT dan 7°30'-7°40' LS, serta 3 ZPPI dalam selang koordinat114°35'-114°40' BT dan 7°35'-8°00' LS. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Mei sebagaimana terlihat pada Gambar 6.6 (d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.6 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Mei. 6.7 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Juni Pada minggu pertama bulan Juni menunjukkan hanya ada 1 ZPPI yang mungkin diakses oleh nelayan di sisi selatan Selat Madura dalam Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
72
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
72
selang koordinat 113°35'-113°40' BT dan 7°30'-7°35' LS. Nelayan kecil di sisi utara Selat Madura berpeluang mengakses 2 ZPPI, 1 ZPPI sangat dekat dengan pesisir dalam selang koordinat 113°35'-113°40' BT dan 7°10'-7°15' LS, 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°00'-114°05' BT dan 7°15'-7°20' LS, serta 1 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°40'-114°45' BT dan 7°15'-7°20' LS. Nelayan besar berpeluang mengakses 7 ZPPI yang tersebar di atas atau di perbatasan zona 12 mil dalam selang koordinat 113°25'-114°55' BT dan 7°20'-7°35' LS. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Juni sebagaimana terlihat pada Gambar 6.7 (a). Pada minggu ke dua bulan Juni terjadi pertambahan dan penyebaran ZPPI mulai dari bagian tengah hingga bagian timur perairan Selat Madura. Zona penangkapan untuk nelayan kecil di sisi selatan terdapat agak ke barat yaitu 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°00'-113°30' BT dan 7°30'7°35' LS serta 1 ZPPI di bagian timur yaitu dalam selang 114°35'-114°40' BT dan 7°45'-7°50' LS, sedangkan yang di sisi utara terdapat 3 ZPPI yang masing-masing sangat dekat dengan pantai yaitu dalam selang koordinat 113°35'-114°50' BT dan 7°10'-7°15' LS. Terdapat 12 ZPPI yang berpeluang diakses oleh nelayan besar khususnya yang berada di atas zona 12 mil dalam selang koordinat 113°10'-114°55' BT dan 7°15'-7°35' LS, namun demikian 1 ZPPI yang dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan dengan nelayan di sisi selatan Selat Madura, dan 3 ZPPI yang juga dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan dengan nelayan kecil di sisi utara Selat Madura. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Juni sebagaimana terlihat pada Gambar 6.7 (b). Jumlah ZPPI di perairan Selat Madura pada minggu ketiga bulan Juni, memperlihatkan penurunan dibandingkan minggu sebelumnya. Nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura berpeluang mengakses 2 ZPPI di bagian barat dalam selang 113°15'-113° 25' BT dan 7°30'-7°35' LS, serta 1 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°25'-113°30' BT dan 7°40'-7°45' LS. Nelayan kecil di sisi utara berpeluang mengakses 2 ZPPI dan itupun berada di garis perbatasan zona 12 mil, yaitu pada selang koordinat 113°45'-113°50' BT dan 7°20'-7°55' LS, juga dalam selang koordinat 114°10'-114°15' BT dan 7°10'-7°15' LS. Berdasarkan informasi spasial ZPPI ini, pada minggu ketiga bulan Juni terdapat kesulitan bagi nelayan besar untuk meningkatkan hasil tangkapannya karena hanya terdapat 2 ZPPI untuk diakses yaitu dalam selang koordinta 113°50'113°55' BT dan 7°25'-7°30' LS, serta dalam selang 114°05'-114°10' BT dan 7°15'-7°20' LS. Namun masih terbuka peluang kerjasama mengakses beberapa ZPPI yang berada di perbatasan zona 12 mil. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Juni sebagaimana terlihat pada Gambar 6.7 (c). Berdasarkan informasi spasial ZPPI pada minggu keempat bulan Juni, potensi penangkapan ikan berada di perairan utara. Nelayan kecil di sisi utara (bagian tengah) Selat Madura berpeluang meningkatkan hasil tangkapannya dengan mengakses 2 ZPPI dalam selang 113°30'- 113°35' BT dan 7°15'-7°20' LS, sedangkan yang di bagian timur dapat mengakses Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
73 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
73
1 ZPPI dalam selang koordinat 114°50'-114°55' BT dan 7°05'-7°10' LS. Begitu juga nelayan kecil di sisi selatan berpeluang mengakses 3 ZPPI yang kesemuanya berada di bagian timur, masing-masing 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°05'-114° 10' BT dan 7°30'-7°35' LS, serta 2 ZPPI dalam selang 114°25'-114°35' BT dan 7°40'-7°45' LS. Nelayan besar berpeluang mengakses 3 ZPPI di sebelah barat dalam selang koordinat 113°20'-113°50' BT dan 7°25'-7°30' LS, serta 1 ZPPI di bagian timur yaitu dalam selang koordinat 114°45'-114°50' BT dan 7°35'-7°40' LS. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Juni sebagaimana terlihat pada Gambar 6.7 (d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.7. Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Juni. 6.8 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Juli Informasi spasial ZPPI pada minggu pertama bulan Juli memperlihatkan adanya konsentrasi peningkatan zona penangkapan khususnya untuk nelayan kecil. Nalayan tradisional di sisi selatan sebelah Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
74
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
74
barat Selat Madura berpeluang mengakses 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°15’-113°30’ BT dan 07°25’-07°50’ LS, serta 1 ZPPI dalam selang 114°10’-114°15’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Nelayan kecil di sisi utara Selat Madura berpeluang mengakses 4 ZPPI masing-masing 2 ZPPI di sisi barat dalam selang koordinat 113°05’-113°25’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, 2 ZPPI di timur masing-masing dengan selang koordinat 113°50’-113°55’ BT dan 07°15’-07°20’ LS serta dalam selang 114°05’-114°10’ BT dan 07°05’-07°10’ LS. Nelayan besar berpeluang melakukan operasi penangkapan pada 10 ZPPI di atas zona 12 mil yang tersebar dari sisi barat pada koordinat 114°25’ BT sampai sisi paling timur pada koordinat 115°00’ BT. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Juli sebagaimana terlihat pada Gambar 6.8 (a). Pada minggu kedua bulan Juli terlihat ZPPI di perairan Selat Madura memiliki intensitas cukup tinggi, terbukti dengan banyaknya ZPPI yang menyebar hampir memenuhi Selat Madura dan lebih banyak dibandingkan minggu sebelumnya. Nampak juga bahwa sebaran ZPPI bergeser lebih ke barat dan lebih ke utara dibandingkan sebelumnya, sehingga lebih mengguntungkan bagi nelayan di sisi utara Selat Madura namun agak menyulitkan bagi nelayan di sisi selatan. Di sisi selatan Selat Madura hanya terdapat 1 ZPPI yang mudah diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°30’-114°35’ BT dan 07°45’-07°50’ LS, sedangkan ZPPI di sisi barat berada pada perbatasan zona 12 mil kemungkinan sulit dicapai oleh nelayan kecil. ZPPI di sisi utara Selat Madura tersebar pada 3 lokasi masing-masing, 2 ZPPI dalam selang 113°10’-113°20’ BT dan 07°15’-07°20’ LS, 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°40’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, serta 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°00’-114°10’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Ini berarti bahwa di sisi utara terdapat 7 ZPPI, sedangkan di sisi selatan hanya terdapat 1 ZPPI. Sebaran ZPPI dalam zona 12 mil dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok. Kelompok pertama terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°00’-113°15’ BT dan 07°25’07°30’ LS, kelompok kedua terdiri dari 5 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°40’ BT dan 07°20’-07°35’ LS. ZPPI kelompok kedua mungkin dapat diakses juga oleh nelayan tradisional yang menggunakan perahu motor 10-15 GT. Kelompok ZPPI ketiga terdiri dari 6 ZPPI dalam selang koordinat 114°00’-114°30’ BT dan 07°15’-07°30’ LS. Beberapa ZPPI dalam kelompok 2 dan 3 berpeluang juga diakses oleh nelayan kcil dengan bobot sekitar 15 GT. Kelompok ZPPI keempat terdapat di sisi timur Selat Madura, terdiri dari 7 ZPPI tersebar dalam selang koordinat 114°30’-115°00’ BT dan 07°15’-07°40’ LS. Di bagian timur, terdapat 1 ZPPI lain yang mungkin hanya apat diakses oleh nelayan besar yaitu pada koordinat 114°40’114°45’ BT dan 07°50’-07°55’ LS. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Juli sebagaimana terlihat pada Gambar 6.8 (b). Sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu ketiga bulan Juli, lebih terkonsentrasi ke bagian tengah dan bereser agak ke selatan jika dibandingkan minggu sebelumnya, sehingga menguntungkan bagi nelayan di sisi selatan Selat Madura. Terdapat 2 ZPPI yang dapat diakses oleh Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
75 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
75
nelayah di sisi nelatan Selat Madura yaitu dalam selang koordinat 113°20’113°25’ BT dan 07°35’-07°40’ LS serta dalam selang 113°50’-113°55’ BT dan 07°35’-07°40’ LS. Disamping itu masih mungkin mengakses 2 ZPPI di perbatasan zona 12 mil dalam selang koordinat 113°25’-113°40’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Terdapat 3 ZPPI di sisi utara yang prospektif untuk nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 113°30’-113°35’ BT dan 07°20’07°25’ LS, dalam selang 114°00’-114°05’ BT dan 07°15’-07°20’ LS, serta dalam selang 114°35’-114°40’ BT dan 07°15’-07°20’ LS. Dalam zona di atas 12 mil yang hanya mungkin dijangkau oleh nelayan besar, terdapat 7 ZPPI di sisi barat dalam selang 113°20’-113°45’ BT dan 07°25’-07°35’ LS, 2 ZPPI di bagian dengan agak ke utara dengan selang 113°55’-114°10’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, 1 ZPPI di bagian dengan agak ke selatan dengan selang 114°20’-114°25’ BT dan 07°30’-07°35’ LS, dan 7 ZPPI di sebelah timur dalam selang koordinat 114°40’-115°00’ BT dan 07°20’-07°50’ LS. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Juli sebagaimana terlihat pada Gambar 6.8 (c).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.8 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Juli. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
76
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
76
Sebaran ZPPI pada minggu keempat atau akhir bulan Juli berada pada posisi tidak terlalu berbeda dibandingkan dengan minggu sebelumnya, tetapi terjadi pertambahan dan penyebaran makin luas di bagian timur Selat Madura, bahkan menyambung ke perairan bagian utara Selat Bali. Dari informasi spasial ZPPI nampak bahwa nelayan di pesisir utara lebih beruntung dibandingkan di pesisir selatan Selat Madura karena sebaran ZPPI lebih mendekat ke utara. Terdapat 3 ZPPI yang berpeluang diakses oleh nelayan kecil yaitu 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°55’114°25’ BT dan 07°15’-07°20’ LS, dan 1 ZPPI pada posisi lokasi 114°00’114°05’ BT dan 07°05’-07°10’ LS. Disamping itu masih terdapat 3 ZPPI yang memungkinkan diakses melalui kerjasama penangkapan antara nelayan dari TPI dari kabupaten yang berdekatan yaitu dalam koordinat 113°20’-113°45’ BT dan 07°20’-07°25’ LS. Sementara sebaran ZPPI di sisi selatan berada di perbatasan zona 12 mil sehingga hanya mungkin diakses oleh nelayan kecil dengan perahu motor dan perbekalan bahan bakar yang memadai, yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’07°35’ LS. Sedangkan 1 ZPPI yang berada di perbatasan Selat Madura dan Selat Bali yaitu pada koordinat 114°35’-114°40’ BT dan 07°55’-08°00’ LS nampaknya sulit diakses, selain karena lokasinya yang cukup jauh juga kondisi angin timur yang dapat menjadi hambatan dalam operasi penangkapan. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Juli sebagaimana terlihat pada Gambar 6.8 (d).
6.9 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Agustus Informasi spasial ZPPI di Selat Madura pada minggu pertama bulan Agustus memperlihatkan zona yang potesial untuk operasi penangkapan adalah pada ZPPI dengan selang koordinat 113°30’-113°35’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, serta 2 ZPPI di sisi timur dalam selang koordinat 114°15’-114°25’ BT dan 07°15’-07°20’ LS. Sebaliknya di sisi selatan tidak terdapat satupun ZPPI yang berpeluang diakses oleh nelayan kecil, kesulitan ini ditambah dengan kemungkinan hambatan angin kencang dan gelombang cukup tinggi. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu, 2 ZPPI di bagian barat dalam selang koordinat 113°30’-113°50’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, di bagian tengah dalam selang koordinat 114°05’-114°15’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, serta di bagian timur dengan selang koordinat 114°35’-114°55’ BT dan 07°20’-07°50’ LS. Kelompok ZPPI yang dibagian timur ini kemungkinan sulit diakses karena hambatan angin dan gelomang musim timur. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan Agustus sebagaimana terlihat pada Gambar 6.9 (a). Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Agustus mengalami pergeseran ke arah barat dibandingkan minggu sebelumnya. Hanya terdapat 1 ZPPI yang potensial untuk lokasi penangkapan bagi nelayan dari sisi selatan Selat Madura yaitu pada selang koordinat 113°05’-113°10’ Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
77 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
77
BT dan 07°35’-07°40’ LS. Di sisi utara terdapat 1 ZPPI di bagian barat dengan selang koordinat 113°35’-113°440’ BT dan 07°10’-07°25’ LS, tapi operasi penangkapan pada 3 ZPPI dengan selang koordinat 114°35’114°455’ BT dan 07°20’-07°25’ LS serta 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°10’-113°20’ BT dan 07°25’-07°30’ LS yang harus dilakukan melalui kerjasama penangkapan antara nelayan dari TPI yang terdapat pada 2 daerah yang berdekatan. ZPPI di atas zona 12 mil dapat juga dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu 2 ZPPI di bagian barat dengan selang koordinat 113°10’-113°35’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, 2 ZPPI di bagian tengah yaitu dalam selang koordinat 113°50’-114°55’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, serta 5 ZPPI di bagian timur yaitu dalam selang koordinat 114°30’-114°55’ BT dan 07°35’-07°55’ LS bahkan ada yang di perbatasan dengan Selat Bali. ZPPI yang terdapat dibagian timur ini kemungkinan sulit diakses karena hambatan angin dan gelombang musim timur. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan Agustus sebagaimana terlihat pada Gambar 6.9 (b).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.9 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Agustus. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
78
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
78
Sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu ketiga bulan Agustus memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan dan pergeseran posisi dari ZPPI di Selat Madura dan sekitarnya. DI sisi selatan terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°20’ BT dan 07°30’-07°35’ LS yang tepat berada di perbatasan zona 12 mil sehingga dapat diakses melalui kerjasama penangkapan antara nelayan besar dengan nelayan kecil sehingga tidak terjadi konflik. Di sisi utara terdapat 1 ZPPI yang sepenuhnya dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu pada selang koordinat 113°45’-113°50’ BT dan 07°15’-07°20’ LS, dan 2 ZPPI masing-masing selang koordinat 113°35’-113°40’ BT dan 07°20’-07°25’ LS dan dalam selang koordinat 114°10’-114°15’ BT dan 07°15’-07°20’ LS dapat diakses melalui kerjasama penangkapan antara nelayan besar dengan nelayan kecil sehingga tidak terjadi konflik. Terdapat 3 ZPPI di atas zoa 12 mil menyebar di bagian barat dalam selang koordinat 113°25’-113°50’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, 4 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 114°05’114°20’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, serta 8 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°40’-115°00’ BT dan 07°10’-07°50’ LS. Sebagaimana minggu sebelumnya bahwa ZPPI yang terdapat di bagian timur ini kemungkinan sulit diakses karena hambatan angin dan gelombang musim timur. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Agustus sebagaimana terlihat pada Gambar 6.9 (c). Pada minggu keempat bulan Agustus, terjadi pergeseran ZPPI ke arah timur dan sedikit pengurangan jumlah zona potensi penangkapan dibandingkan minggu sebelumnya. Memperhatikan posisi sebaran ZPPI tersebut maka pada minggu keempat ini akan cukup menyulitkan bagi nelayan kecil karena di sisi selatan tidak terdapat ZPPI yang berpeluang untuk diakses, sementara di sisi utara terdapat 2 ZPPI yang tepat berada di garis zona 12 mil yaitu dalam selang koordinat 113°55’-114°05’ BT dan 07°20’-07°25’ LS. ZPPI di atas zona 12 mil tersebar pada 3 lokasi yaitu di bagian barat dalam selang koordinat 113°30’-113°55’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, 2 ZPPI di bagian tengah berada dalam selang koordinat 114°10’114°15’ BT dan 07°15’-07°15’ LS, serta 6 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°45’-115°00’ BT dan 07°20’-07°50’ LS. Sebagaimana minggu ketiga maka pada minggu keempat ini kemungkinan sulit mengakses ZPPI yang ada di bagian timur ini karena hambatan angin dan gelombang musim timur. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Agustus sebagaimana terlihat pada Gambar 6.9 (d). 6.10 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan September Jumlah dan sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu pertama bulan September jumlahnya mengalami penurunan di bandingkan minggu sebelumnya. Berdasarkan informasi spasial ZPPI tersebut, tidak ada satupun ZPPI di sisi selatan di bawah zona 12 mil yang dapat diakses oleh nelayan kecil. Sebaliknya di sisi utara terdapat 1 ZPPI yang dapat diakses Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
79 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
79
sepenuhnya oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°00’114°05’ BT dan 07°10’-07°15’ LS, dan 2 ZPPI yang dapat diakses melalui kerjasama penangkapan antar nelayan dari 2 TPI terdekat yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°35’ BT dan 07°20’-07°25’ LS. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil terbagi 2 kolempok yaitu 5 ZPPI di bagian barat dalam selang koordinat 113°20’-114°45’ BT dan 07°20’-07°30’ LS tetapi 3 diantaranya diakses melalui kerjasama penangkapan, serta 3 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°40’-115°00’ BT dan 07°35’-07°45’ LS. Kemungkinan untuk dapat mengakses ZPPI di bagian timur tersebut sangat tergantung pada kondisi angin dan gelombang dari timur atau tenggara. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan September sebagaimana terlihat pada Gambar 6.10 (a). Berdasarkan informasi spasial ZPPI, pada minggu kedua terlihat adanya peningkatan jumlah dan penyebaran ZPPI cukup besar di Selat Madura, dengan konsentrasi ZPPI berada di bagian barat dan dengan perairan Selat Madura. Di sisi selatan Selat Madura terdapat 2 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu selang koordinat 114°10’-114°15’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di sisi utara nampak 1 ZPPI yang dekat dengan pantai yaitu dalam selang koordinat 113°35’-113°40’ BT dan 07°10’-07°15’ LS, dan 4 ZPPI lainnya dapat diakses melalui kerjasama penangkapan karena berada di perbatasan zona 12 mil yaitu dalam selang koordinat 113°00’-114°00’ BT dan 07°20’-07°25’ LS. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil dapat dikelompokkan menjadi 3 lokasi yaitu, 6 ZPPI di bagian barat dalam selang koordinat 113°05’-113°45’ BT dan 07°55’-07°30’ LS, 4 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 114°05’-114°30’ BT dan 07°20’07°30’ LS. Di bagian timur Selat Madura hanya terdapat 2 ZPPI yang tersebar cukup jauh, dalam selang koordinat 114°40’-115°00’ BT dan 07°35’-07°45’ LS. Sebagaimana minggu sebelumnya bahwa kemungkinan untuk dapat mengakses ZPPI di bagian timur tersebut sangat tergantung pada kondisi angin dan gelombang dari timur atau tenggara. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan September sebagaimana terlihat pada Gambar 6.10 (b). Konsentrasi ZPPI di Selat Madura pada minggu ketiga bulan September mengalami perubahan, sebaran ZPPI mengalami pergeseran lebih ke timur dibandingkan sebelumnya Gambar 6.10 (c). Di sisi selatan hanya terdapat 1 ZPPI yang mudah dijangkau oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°00’-114°05’ BT dan 07°30’-07°35’ LS, dan ada 2 ZPPI yang mungkin dapat diakses oleh nelayan kecil melalui kerjasama penangkapan yaitu dalam selang koordinat 113°30’-113°35’ BT dan 07°30’07°35’ LS. Di sisi utara terdapat 2 kelompok ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil meski harus ada kerjasama dengan nelayan besar, kelompok pertama di bagian barat dalam selang koordinat 113°30’-113°45’ BT dan 07°15’-07°25’ LS, serta 2 ZPPI di bagian timur yaitu dalam selang koordinat 114°30’-114°45’ BT dan 07°30’-07°45’ LS. Searan ZPPI di atas zona 12 mil juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu, 2 ZPPI di bagian barat dalam selang koordinat 113°35’-113°45’ BT dan 07°35’-07°30’ LS, 3 ZPPI di Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
80
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
80
bagian tengah dalam selang koordinat 114°00’-114°15’ BT dan 07°20’07°30’ LS, dalam kelompok ketiga terdapat 5 ZPPI yang lokasinya cukup jauh, masig-masing 4 ZPPI dalam selang 114°40’-115°00’ BT dan 07°30’07°50’ LS serta 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°55’-115°00’ BT dan 07°15’-07°20’ LS.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.10 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan September. Kondisi sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu keempat bulan September hampir sama dengan minggu ketiga, tetapi mengalami pergeseran dan perluasan Gambar 6.10 (d). Di sisi selatan terdapat 1 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 113°25’-113°30’ BT dan 07°35’-07°45’ LS sera 2 ZPPI yang dapat diakses melalui kerjasama penangkapan dengan nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°25’-113°45’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Di sisi utara terdapat 3 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 113°40’-114°05’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, serta 7 ZPPI yang dapat diakses melalui kerjasama penangkapan antara nelayan kecil dengan nelayan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
81 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
81
besar yaitu pada 4 ZPPI di bagian barat dalam selang koordinat 113°30’113°55’ BT dan 07°05’-07°25’ LS, serta 3 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°30’-114°55’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Dalam zona 12 mil terdapat 2 ZPPI di bagian barat dalam selang koordinat 113°40’-113°45’ BT dan 07°25’-07°35’ LS, 4 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 114°00’-114°25’ BT dan 07°20’-07°35’ LS, serta 5 ZPPI yang lokasinya cukup jauh di bagian paling timur dalam selang koordinat 114°45’-115°00’ BT dan 07°15’-07°50’ LS. 6.11 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Oktober Informasi spasial ZPPI pada minggu pertama bulan Oktober memperlihatkan bahwa zona penangkapan ikan lebih terkonsentrasi di bagian tengah dan agak ke utara dari peraran Selat Madura sebagaimana terlihat pada Gambar 6.11 (a). Di sisi selatan hanya terdapat 1 ZPPI yang berpeluang diakses oleh nelayan kecil dan harus melalui kerjasama penangkapan antara 2 TPI terdekat karena ada di perbatasan zona 12 mil yaitu dalam selang koordinat 114°10’-114°15’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Di sisi utara bagian barat terdapat 3 ZPPI yang sepenuhnya dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 113°30’-113°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, sedangkan di sisi utara bagian timur terdapat 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-114°45’ BT dan 07°10’-07°15’ LS. Disamping itu, di sisi utara agak ke timur juga terdapat 2 ZPPI yang mungkin dapat diakses oleh nelayan kecil melalui kerjasama penangkapan dengan nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 114°15’-114°30’ BT dan 07°15’-07°20’ LS. ZPPI yang sepenuhnya berada di atas zona zona 12 mil, 2 ZPPI berada di sebelah barat dalam selang koordinat 113°30’113°40’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, serta 5 ZPPI berada di sebelah timur bahkan mendekati perbatasan Laut Bali, dalam selang koordinat 114°35’114°55’ BT dan 07°35’-07°50’ LS. Sebaran ZPPI di perairan Selat Madura pada minggu kedua bulan Oktober nampak lebih banyak dan menyebar lebih luas dibandingkan minggu pertama, namun penyebaraannya terpisah-pisah kecuali yang ada di bagian timur, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 6.11(b). Di sisi selatan hanya terdapat 1 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°30’-114°05’ BT dan 07°45’-07°50’ LS, dan 1 ZPPI yang dapat dijadikan target kerjasama penangkapan antara nelayan kecil dengan nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°15’-113°20’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Sementara itu, di sisi utara terdapat 4 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 113°00’113°45’ BT dan 07°15’-07°25’ LS. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil tersebar dalam 2 kelompok yaitu di bagian barat dengan 5 ZPPI dalam selang koordinat 113°25’-114°15’ BT dan 07°25’-07°35’ LS, serta di bagian timur dengan 6 ZPPI dan 3 diantaranya sudah mendekati perbatasan Laut Bali dalam selang koordinat 114°30’-114°55’ BT dan 07°25’-07°55’ LS. 82
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
82
Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan Oktober mengalami pergeseran ke sebelah timur dan ke sisi selatan dibandingkan minggu sebelumnya, dan hanya ada 2 zona yang berada di bagian tengah Selat Madura, terlihat pada Gambar 6.11 (c). Di sisi selatan terdapat 3 ZPPI tersebar dalam selang koordinat 113°30’-114°15’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, serta 2 ZPPI di sisi timur dalam selang koordinat 114°25’-114°35’ BT dan 07°45’-07°55’ LS. Sebaran ZPPI di sisi utara Selat Madura dapat dibagi menjadi 2 bagian juga yaitu di bagian barat dalam selang koordinat 113°40’-114°05’ BT dan 07°15’-07°20’ LS, serta 1 ZPPI di bagian timur dalam selang koordinat 114°45’-114°50’ BT dan 07°10’-07°15’ LS. Di atas zona 12 mil hanya terdapat 2 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°20’113°30’ BT dan 07°25’-07°30’ LS. Dalam kondisi sebaran ZPPI seperti ini perlu pengawasan kemungkinan terjadinya nelayan besar ke zona penangkapan nelayan kecil sehingga memicu terjadinya konflik penangkapan.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 7.11 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan Oktober. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
83 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
83
Jumlah dan sebaran ZPPI di perairan Selat Madura pada minggu keempat bulan Oktober mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya, terutama di bawah zona 12 mil yang merupakan zona penangkapan bagi nelayan kecil. Di sisi selatan hanya terdapat 1 ZPPI yang potensial untuk lokasi penangkapan yaitu dalam selang koordinat 113°25’-113°30’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Di sisi utara terdapat 2 ZPPI yang dapat dijadikan target penangkapan nelayan kecil dan sebagaimana di sisi selatan, harus dilakukan juga kersama penangkapan dengan nelayan besar dalam selang koordinat 113°30’-114°40’ BT dan 07°20’-07°25’ LS. Di atas zona 12 mil terdapat 4 ZPPI yang menyebar dalam selang koordinat 113°45’-115°00’ BT dan 07°25’-07°35’ LS, serta 1 ZPPI agak ke selatan di perbatasan Selat Bali yaitu dalam selang koordinat 114°50’-114°55’ BT dan 07°45’-07°50’ LS. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan Oktober sebagaimana terlihat pada Gambar 6.11 (d). 6.12 Informasi Spasial ZPPI Mingguan Bulan Nopember Sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu pertama bulan Nopember tidak terlalu banyak berbeda dibandingkan dengan minggu ke empat bulan Oktober. Berdasarkan informasi spasial ZPPI pada minggu pertama bulan November tersebut terdapat 3 ZPPI di sisi selatan masingmasing 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°40’-114°00’ BT dan 07°30’07°40’ LS, serta 1 ZPPI yang sangat dekat dengan perairan pantai dalam selang koordinat 114°25’-114°30’ BT dan 07°55’-08°00’ LS. Di sisi utara hanya terdapat 1 ZPPI agak ke timur yang dapat diakses langsung oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°10’-114°15’ BT dan 07°05’07°10’ LS, serta 1 ZPPI dengan lokasi agak ke barat yang dapat diakses melalui kerjasama penangkapan antara nelayan kecil dan nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°25’ BT dan 07°20’-07°25’ LS. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu di bagian barat dalam selang koordinat 113°25’-113°50’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, dalam selang 114°05’-114°15’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, serta kelompok ketiga yang ada di sebelah timur dalam selang koordinat 114°35’-114°45’ BT dan 07°25’-07°30’ LS. Sebaran ZPPI pada minggu pertama bulan November sebagaimana terlihat pada Gambar 6.12 (a). Berdasarkan informasi spasial ZPPI pada minggu kedua bulan November, terjadi peningkatan jumlah dan sebaran ZPPI yang tersebar dari perairan Selat Madura di bagian barat sampai ke sisi bagian paling timur. Di sisi selatan bagian barat terdapat 3 ZPPI yang dapat menjadi target penangkapan nelayan kecil yaitu selang koordinat 113°05’-113°15’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di sisi utara terdapat 5 ZPPI yang sepenuhnya dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu selang koordinat 113°10’-114°05’ BT dan 07°15’-07°20’ LS, dan berpeluang melakukan kerjasama penangkapan dengan nelayan besar pada 3 ZPPI di bagian barat yaitu selang koordinat 113°20’-113°55’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, juga pada 2 ZPPI selang Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI) 84
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
84
koordinat 114°20’-114°45’ BT dan 07°15’-07°20’ LS. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil tersebar 2 ZPPI di sebelah barat selang koordinat 113°20’113°30’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, di bagian tengah selang koordinat 114°05’-114°25’ BT dan 07°20’-07°25’ LS, 3 ZPPI di sebelah timur pada selang koordinat 114°50’-115°00’ BT dan 07°10’-07°40’ LS, serta 1 ZPPI di sebalah timur agak ke selatan dekat dengan Selat Bali yaitu dalam selang selang koordinat 114°40’-114°45’ BT dan 07°50’-07°55’ LS. Sebaran ZPPI pada minggu kedua bulan November sebagaimana terlihat pada Gambar 6.12 (b).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 6.12 Sebaran ZPPI mingguan di Selat Madura dan sekitarnya pada minggu pertama (a); minggu kedua (b); minggu ketiga (c); dan minggu keempat bulan November. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan November terkonsentrasi agak bagian timur dari perairan Selat Madura dibandingkan dengan minggu sebelumnya tetapi dalam areal yang lebih luas dan lebih banyak. Di sisi selatan terdapat 1 ZPPI yang sangat dekat dengan perairan pesisir yaitu dalam selang koordinat 113°15’-113°05’ BT dan 07°40’-07°45’ LS, serta 2 ZPPI yang mungkin dapat dijadikan target meski harus melalui kerjasama Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
85 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
85
operasi penangkapan yaitu dalam selang koordinat 114°00’-114°05’ BT dan 07°25’-07°30’ LS, serta dalam selang koordinat 114°15’-114°20’ BT dan 07°30’-07°35’ LS. Di sisi utara terdapat 2 ZPPI yang dapat diakses sepenuhnya oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 113°55’114°30’ BT dan 07°15’-07°20’ LS. Sebaran ZPPI di atas zona 12 mil terdapat 2 kelompok yaitu yang di bagian barat dengan 6 ZPPI dan 2 diantaranya dapat dijadikan target penangkapan melalui kerjasama operasi penangkapan antara 2 TPI terdekat yaitu dalam selang koordinat 114°00’114°35’ BT dan 07°25’-07°35’ LS, serta kelompok kedua dengan 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-114°55’ BT dan 07°25’-07°40’ LS. Sebaran ZPPI pada minggu ketiga bulan November sebagaimana terlihat pada Gambar 6.12 (c). Sebaran ZPPI di Selat Madura pada minggu keempat bulan November lebih banyak dari bulan sebelumnya dan mengalami penyebaran lebih ke barat. Di sisi selatan terdapat 3 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°00’-114°25’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, serta dimungkinkan melakukan kerjasama penangkapan dengan nelayan besar pada 1 ZPPI di batas zona 12 mil dalam selang koordinat 113°35’-115°40’ BT dan 07°30’-07°35’ LS, serta pada ZPPI dalam selang koordinat 114°35’-114°40’ BT dan 07°45’-07°50’ LS. Di sisi utara terdapat 2 ZPPI yang mudah diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°00’-114°20’ BT dan 07°10’-07°30’ LS, serta dimungkinkan melakukan kerjasama penangkapan pada 3 ZPPI di batas zona 12 mil dalam selang koordinat 113°20’-113°55’ BT dan 07°20’07°55’ LS. Di perairan Selat Madura di atas zona 12 mil terdapat 6 ZPPI yang terkonsentrasi dalam selang koordinat 114°05’-115°35’ BT dan 07°20’-07°35’ LS yang lebih diarahkan untuk penangkapan oleh nelayan besar. Sebaran ZPPI pada minggu keempat bulan November sebagaimana terlihat pada Gambar 6.12 (d).
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
86
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
86
BAB 7 IDENTIFIKASI ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BULANAN (Studi Kasus untuk Selat Madura dan Sekitarnya) Untuk memudahkan dalam pembahasan maka perairan Selat Madura dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian barat dalam selang koordinat dari sisi paling barat Selat Madura sampai dengan 113°30’ BT, bagian tengah dalam selang koordinat 113°30’ -114°30’ BT, dan bagian timur yaitu mulai dari 114°30’ BT sampai dengan 115°30’ BT. Unit spasial dibuat dengan ukuran 10’x10’ atau sama dengan 18,33km x 18,33 km. Tiap unit spasial ZPPI yang disebut dengan ZPPI saja memiliki ukur 10’x10’.
7.1 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Desember Sebaran zona potensi penangkapan ikan pada bulan Desember yang merupakan bulan pertama di musim barat sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.1. Nelayan kecil di sisi selatan Selat Madura bagian barat terdapat pada 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°00’-115°30’ BT dan 07°30’-07°50’ LS, terdapat 4 ZPPI di bagian tengah yaitu masing-masing 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°50’ BT dan 07°30’-07°50’ LS, 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°10’-114°30’ BT dan 07°30’-07°50’ LS, serta 2 unit spasial ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-114°40’ BT dan 07°30’-07°50’. Jika memperhatikan sebaran ZPPI di Selat Madura pada bulan Desember tersebut maka perlu adanya kerjasama penangkapan ikan antara nelayan dari sisi selatan bagian barat dan bagian tengah dalam mengakses ZPPI dalam selang 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di sisi utara Selat Madura bagian barat hanya terdapat 1 ZPPI dalam selang 113°00’-113°10’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°00’-114°20’ BT dan 07°00’07°20’ LS, sedangkan di sebelah timur terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-114°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Pada bulan Desember ini dapat menjadi kondisi yang menyulitkan bagi nelayan kecil di sisi utara bagian barat karena hanya terdapat 1 ZPPI, sedangkan bagi nelayan di bagian tengah khususnya di sebelah timur masih berpeluang mengakses 3 ZPPI. Dalam kondisi ini sulit dilakukan kerjasama penangkapan karena tidak ada ZPPI yang berpeluang diakses secara bersama-sama. Di perairan Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat terdapat 3 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°30’ BT dan 07°20’07°30’ LS. Di bagian timur terdapat 3 kelompok sebaran ZPPI masingmasing kelompok pertama terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-115°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, kelompok kedua di sisi selatan dengan 9 ZPPI dalam selang 114°30’-115°30’ BT dan 07°30’-07°50’ LS, Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
87 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
87
serta 3 ZPPI di sisi utara dalam selang koordinat 114°50’-114°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS.
Gambar 7.1 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Desember.
7.2 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Januari Sebaran ZPPI pada bulan Januari yang merupakan bulan kedua di musim barat sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.2, terjadi penurunan dibandingkan bulan sebelumnya. Sebaran ZPPI di bawah zona 12 mil di sisi selatan bagian barat terdapat dalam selang koordinat 113°10’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, dan terdapat 3 ZPPI di bagian tengah yaitu dalam selang koordinat 113°40’-114°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, sedangkan di bagian timur tidak ada ZPPI yang memungkinkan diakses oleh nelayan kecil. Kerjasama penangkapan antar nalayan di bagian barat dan di bagian tengah dapat dilakukan pada 2 ZPPI yang ada dalam selang 113°20’-113°50’BT dan 07°30’-07°40’ LS. Sebagaimana bulan sebelumnya, di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil hanya terdapat 1 ZPPI dalam selang 113°20’113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°10’-114°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, sedangkan di sebelah timur tidak terdapat ZPPI yang memungkinkan diakses oleh nelayan kecil. Kerjasama penangkapan antara nalayan di bagian barat dan di bagian tengah dapat juga dilakukan dalam mengakses ZPPI yang ada dalam selang 113°20’-113°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di perairan dalam zona di atas 12 mil di bagian barat hanya terdapat 2 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
88
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
88
terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°30’ BT dan 07°20’07°30’ LS. Sedangkan jumlah ZPPI di bagian timur banyak mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya dan dapat dibagi 3 kelompok sebaran ZPPI. Kelompok pertama terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-115°10’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, kelompok kedua di sisi selatan dengan 2 ZPPI dalam selang 114°30’-115°00’ BT dan 07°40’-07°50’ LS, dan di sisi utara juga hanya terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS.
Gambar 7.2 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Januari.
7.3 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Februari Sebaran ZPPI pada bulan Februari yang merupakan bulan ketiga di musim barat sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.3, dibandingkan bulan sebelumnya terdapat peningkatan di bagian barat tetapi sebaliknya penurunan di sebelah timur. Terdapat 2 ZPPI di bawah zona 12 mil di sisi selatan bagian barat yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengan terdapat 2 kelompok ZPPI masingmasing 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°50’ BT dan 07°30’07°40’ LS, serta 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°10’-114°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, sedangkan di bagian timur hanya terdapat 1 ZPPI yang memungkinkan diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang koordinat 114°30’-114°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Nelayan kecil di bagian barat dan di bagian tengah berpeluang melakukan kerjasama penangkapan dalam mengakses 2 ZPPI yang ada dalam selang 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
89 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
89
Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil kembali hanya terdapat 1 ZPPI dalam selang 113°20’-113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah terdapat 4 ZPPI dalam selang koordinat 113°40’114°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, sedangkan di sebelah timur tidak terdapat ZPPI yang memungkinkan diakses oleh nelayan kecil. Kerjasama antar nelayan kecil mungkin dapat dilakukan dalam mengakses ZPPI yang lokasinya sama dengan bulan sebelumnya yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di perairan dalam zona di atas 12 mil di bagian barat terdapat 3 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah terdapat 4 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°20’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Jumlah ZPPI di bagian timur banyak mengalami penurunan dan hanya terdapat 7 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-115°20’ BT dan 07°20’07°50’ LS.
Gambar 7.3 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Februari.
7.4 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Maret Pada bulan Maret yang merupakan bulan pertama musim peralihan pertama, terdapat 2 ZPPI di bawah zona 12 mil di sisi selatan bagian barat yaitu dalam selang koordinat 113°10’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengan terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°50’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, serta 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°20’114°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, sedangkan di bagian timur juga hanya terdapat 1 ZPPI yang terdapat dalam selang koordinat 114°30’-114°50’ BT Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
90
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
90
dan 07°30’-07°40’ LS. Kerjasama penangkapan antara nelayan kecil di bagian barat dan di bagian tengah dapat dilakukan dalam mengakses 2 ZPPI dalam selang 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil terdapat 3 ZPPI dalam selang 113°00’-113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah juga terdapat 4 ZPPI dalam selang koordinat 113°50’-114°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, sedangkan di sebelah timur terdapat 1 ZPPI yang memungkinkan diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang 114°50’115°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Kerjasama penangkapan antara nelayan kecil di bagian barat dan di bagian tengah dapat juga dilakukan dalam mengakses ZPPI dalam selang 113°20’-113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di perairan Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat kembali terdapat 3 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan besar yaitu dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Sedangkan di bagian timur terdapat 11 ZPPI yang terkonsentrasi dalam selang koordinat 114°30’-115°10’ BT dan 07°20’08°00’ LS. Sebaran ZPPI bulan Maret sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.4.
Gambar 7.4 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Maret.
7.5 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan April Jumlah ZPPI di Selat Madura pada bulan April sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.5 mengalami peningkatan dibandingkan sebelumnya, baik dibawah maupun di atas zona 12 mil. Di sisi selatan bagian barat di bawah zona 12 mil hanya terdapat 1 ZPPI yaitu dalam Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
91
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
91
selang koordinat 113°00’-113°10’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengan terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°50’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, dan juga 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°20’-114°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian timur terjadi peningkatan yang bulan sebelumnya hanya terdapat 1 ZPPI meningkat menjadi 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-114°40’ BT dan 07°30’-08°00’ LS. Memperhatikan sebaran ZPPI pada bulan April maka nelayan di sisi selatan bagian barat Selat Madura akan mengalami kesulitan karena hanya terdapat 1 ZPPI, sebaliknya di bagian tengah terdapat 2 ZPPI yang berpeluang dijadikan zona kerjasama penangkapan oleh nelayan dari 2 TPI terdekat, yaitu dalam selang 113°00’-113°50’ BT dan 07°30’-07°40’ LS.
Gambar 7.5 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan April. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil mengalami penurunan dari bulan sebelumnya yang berjumlah 3 ZPPI turun menjadi 2 ZPPI dalam selang 113°00’-113°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°50’-114°20’ BT dan 07°00’-07°20’ LS, sedangkan di sebelah timur terdapat peningkatan dari 1 menjadi 5 ZPPI dalam selang 114°30’-115°00’ BT dan 07°00’-07°20’ LS, serta 1 ZPPI lainnya dalam selang koordinat 115°20’-115°30’ BT dan 07°00’-07°10’ LS. Sebaran ZPPI antara sebelah barat dan tengah terpisah cukup jauh sehingga sulit dijadikan target zona penangkapan. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat mengalami peningkatan dari 3 menjadi 4 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan besar dalam selang koordinat 112°50’-113°30’ BT dan 07°20’07°30’ LS, di bagian tengah juga mengalami peningkatan dari 5 menjadi 6 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
92
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
92
Sedangkan di bagian timur terdapat 2 ZPPI yang terdapat dalam selang koordinat 114°30’-115°30’ BT dan 07°20’-08°00’ LS, juga 2 ZPPI di utara dalam selang 115°00’-115°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, serta 7 ZPPI di sisi selatan dalam koordinat 114°40’-115°20’ BT dan 07°30’-08°00’ LS.
7.6 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Mei Jumlah ZPPI di Selat Madura pada bulan Mei sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.6 mengalami penurunan dibandingkan sebelumnya, terutama di bagian barat dan di bagian timur di bawah zona zona 12 mil. Di sisi selatan bagian barat di bawah zona 12 mil terdapat 2 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengan terdapat 3 ZPPI masing-masing 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°50’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, dan juga 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°10’-114°20’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Terdapat 2 ZPPI yang berpeluang dijadikan zona kerjasama penangkapann antar nelayan di sisi selatan bagian barat dan bagian tengah yaitu dalam selang 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS.
Gambar 7.6 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Mei. Di bagian timur hanya terdapat 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-114°40’ BT dan 07°50’-08°00’ LS. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil hanya terdapat 1 ZPPI dalam selang 113°20’-113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 113°50’-114°40’ BT dan 07°00’-07°20’ LS, sedangkan di sebelah timur terdapat 5 ZPPI agak ke utara dalam selang 114°40’-115°50’ BT dan 07°00’-07°10’ LS. Terdapat 2 ZPPI yang agak Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
93
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
93
terpisah tetapi dapat dijadikan target lokasi penangkapan yaitu ZPPI dalam selang koordinat 113°20’-113°40’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat mengalami penurunan dari 4 menjadi 1 ZPPI dalam selang koordinat 113°20’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah juga mengalami penurunan dari 6 menjadi menjadi 5 ZPPI masing-masing dalam 1 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°40’ BT dan 07°20’07°30’ LS, serta 4 ZPPI dalam selang koordinat 113°50’-114°00’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Sedangkan di bagian timur 2 kelompok sebaran ZPPI masing-masing 8 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-115°20’ BT dan 07°20’-07°40’ LS, serta 5 ZPPI dalam koordinat 114°40’-115°30’ BT dan 07°40’-08°00’ LS. 7.7
Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Juni
Sebaran ZPPI di Selat Madura pada bulan Juni sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.7 sudah mulai dipengaruhi oleh angin dari arah timur dan tenggara, ZPPI bergeser ke arah barat dan utara dan lebih banyak terkonsentrasi di atas zona 12 mil. Di sisi selatan bagian barat di bawah zona 12 mil terdapat 3 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°00’113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengah terdapat 2 ZPPI yang lokasinya sangat menguntunkan nelayan kecil karena dekat dengan perairan pantai, masing-masing dalam selang koordinat 114°00’-114°10’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, dan juga 1 ZPPI dalam selang kotordinat 114°20’-114°30’ BT dan 07°40’-07°50’ LS. Di bagian timur terdapat 2 ZPPI yang dapat diakses oleh nelayan kecil yaitu dalam selang 114°30’-114°40’ BT dan 07°50’-08°00’ LS. Berdasarkan sebaran ZPPI yang lokasinya berbatasan dengan bagian tengah, sementara di bagian tengah terdapat 1 ZPPI yang lokasinya mendekati perbatasan bagian timur. Karena itu, dalam upaya meningkatkan tangkapan maka nelayan kecil yang ada di sebelah barat dari sisi selatan bagian tengah harus melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI terdekat yaitu dalam selang 113°20’113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil hanya terdapat 1 ZPPI yang lokasinya agak ke barat dalam selang 112°50’113°00’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah terdapat 5 ZPPI masing-masing 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°50’ BT dan 07°00’-07°20’ LS, serta 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°00’-114°20’ BT dan 07°00’-07°20’ LS. Sedangkan di sebelah timur terdapat 2 ZPPI agak ke utara dalam selang 114°30’-115°00’ BT dan 07°00’-07°20’ LS. Sebaliknya, di sisi utara bagian barat hanya memiliki 1 ZPPI yang lokasinya agak di barat, sehingga nelayan kecil harus melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI di bagian tengah yaitu dalam selang 113°30’-113°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
94
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
94
di bagian tengah terdapat 6 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°40’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Sedangkan di bagian timur 3 kelompok sebaran ZPPI masing-masing 4 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°00’ BT dan 07°00’-07°20’ LS, 6 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°20’ BT dan 07°30’-07°50’ LS, serta di sisi utara dengan 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°50’-115°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS.
Gambar 7.7 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juni.
7.8 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Juli Sebaran ZPPI di Selat Madura pada bulan Juli sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.8 terjadi peningkatan sebaran ZPPI di bagian barat dan di bagian timur, terutama dalam zona di atas 12 mil dan sangat menguntungkan bagi nelayan besar. Di sisi selatan bagian barat di bawah zona 12 mil masih terdapat 3 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°00’113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengah terdapat 3 ZPPI yang tersebar dalam selang koordinat 113°30’-114°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian timur terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-114°40’ BT dan 07°40’-08°00’ LS. Terdapat 2 ZPPI yang dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan antar nelayan kecil di sisi selatan bagian barat dan bagian tengah yaitu ZPPI dalam selang koordinat 113°20’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil terjadi peningkatan dari 1 menjadi 2 ZPPI yang lokasinya juga agak ke barat dalam selang 112°50’-113°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
95 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
95
terdapat 5 ZPPI yang masing-masing tersebar 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°00’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, serta 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°00’-114°30’ BT dan 07°00’-07°20’ LS. Sedangkan di sebelah timur terdapat 4 ZPPI agak ke utara dalam selang 114°40’-115°00’ BT dan 07°00’-07°20’ LS. Pada bulan Juni, sulit melakukan kerjasama penangkapan antara nelayan kecil yang ada di sisi utara bagian barat dan bagian tengah karena tidak terdapat ZPPI yang berada di perbatasan atau berdekatan dengan perbatasan antara kedua bagian tersebut. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah terdapat 2 kelompok sebaran ZPPI masing-masing 3 ZPPI selang koordinat 113°30’-114°00’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, serta 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°10’-114°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Sedangkan di bagian timur 3 kelompok sebaran ZPPI masing-masing 6 ZPPI dalam selang koordinat 114°30’-115°30’ BT dan 07°20’-07°40’ LS, 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°20’ BT dan 07°40’-07°50’ LS, serta di sisi utara dengan 2 ZPPI dalam selang koordinat 115°10’-115°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS.
Gambar 7.8 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Juli.
7.9 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Agustus Sebaran ZPPI di Selat Madura bagian barat dan tengah pada bulan Agustus (Gambar 7.9), mengalami penurunan dari sebelumnya dan bergeser ke utara, yaitu pada perairan di atas 12 mil. Sebaran ZPPI di bagian barat di bawah zona 12 mil yang bulan sebelumnya 3 ZPPI Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
96
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
96
menurun menjadi 2 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°00’-113°20’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengah juga terdapat 2 ZPPI dalam selang kotordinat 113°50’-114°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian timur juga terdapat 2 ZPPI tetap pada posisi seperti sebelumnya yaitu dalam selang koordinat 114°30’-114°40’ BT dan 07°40’-08°00’ LS. Sebaran ZPPI bulan Agustus memperlihatkan bahwa tidak terdapat ZPPI di perbetasan atau dekat perbatasan antara 2 bagian tersebut, sehingga agak sulit melakukan kerjasama penangkapan mengakses ZPPI.
Gambar 7.9 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Agustus. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil terjadi kondisi yang kurang menguntungkan karena tidak terdapat ZPPI sama sekali, di bagian tengah terdapat 3 ZPPI yang masing-masing tersebar 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-113°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, serta 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°10’-114°20’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Sedangkan di sebelah timur terdapat 3 ZPPI agak ke utara dalam selang 114°50’-115°20’ BT dan 07°00’-07°10’ LS. Begitu juga di sisi utara agak sulit melakukan kerjasama penangkapan karena tidak terdapat ZPPI di perbatasan atau dekat dengan perbatasan antar kedua bagian tersebut yang dapat diakses secara bersama. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat, terdapat 3 ZPPI dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah mengalami peningkatan dari 5 menjadi 6 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Di bagian timur juga terdapat 3 kelompok sebaran ZPPI masing-masing 6 ZPPI di sebelah utara dalam selang koordinat 114°50’-115°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, 6 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 114°40’-115°30’ BT dan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
97
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
97
07°20’-07°40’ LS, serta bagian selatan dengan 3 ZPPI juga tersebar dalam selang koordinat 114°40’-115°10’ BT dan 07°10’-07°20’ LS.
7.10 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan September Sebaran ZPPI di Selat Madura pada bulan September sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.10 yang merupakan bulan pertama musim peralihan kedua, secara umum mengalami pergeseran agak ke utara. Sebaran ZPPI di bagian barat di bawah zona 12 mil yang bulan sebelumnya 2 ZPPI mengalami penurunan lagi menjadi 1 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengah sedikit mengalami peningkatan dari 2 menjadi 3 ZPPI yang terkonsentrasi di sebelah timur dalam selang kotordinat 114°00’-114°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian timur juga mengalami penurunan cukup berarti, dari sebelumnya terdapat 2 ZPPI menjadi tidak ada satupun. Memperhatikan sebaran ZPPI di perbatasan antara bagian barat dan bagian tengah, hanya terdapat 1 ZPPI yaitu dalam selang 113°20’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS yang dapa dijadikan zona kerjasama penangkapan.
Gambar 7.10 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan September. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil terjadi peningkatan, yang bulan sebelumnya tidak ada satupun ZPPI maka pada bulan September terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 112°50’-113°10’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, di bagian tengah juga terjadi peningkatan yang sebelumnya hanya 3 ZPPI menjadi 4 ZPPI yang terkonsentrasi dalam Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
98
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
98
selang koordinat 113°30’-114°10’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Sedangkan di sebelah timur mengalami perununan dari 3 menjadi hanya 1 ZPPI dalam selang 114°30’-114°40’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Memperhatikan sebaran ZPPI yang agak terpisah, terdapat ZPPI yang dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan antara nelayan di bagian barat dan bagian tengah pada sisi utara Selat Madura. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat, sebaran ZPPI mengalami peningkatan dari 2 menjadi 3 ZPPI dalam selang koordinat 112°50’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah terdapat 5 ZPPI dalam selang koordinat 113°30’-114°20’ BT dan 07°20’07°30’ LS. Di bagian timur juga terdapat 3 kelompok sebaran ZPPI masingmasing 1 ZPPI di sebelah utara dalam selang koordinat 114°50’-115°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, 7 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 114°30’-115°10’ BT dan 07°20’-07°40’ LS, serta bagian selatan dengan 3 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°10’ BT dan 07°10’-07°20’ LS.
7.11 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan Oktober Pada bulan Oktober yang merupakan bulan kedua musim peralihan kedua, sebaran ZPPI di Selat Madura secara umum mengalami pergeseran agak ke barat dari bulan sebelumnya, dan jumlahnya mengalami peningkatan. Sebaran ZPPI di sisi selatan bagian barat di bawah zona 12 mil yang bulan sebelumnya terdapat 2 ZPPI mengalami peningkatan menjadi 4 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 112°50’-113°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Di bagian tengah tidak mengalami perubahan tetapi terdapat 3 ZPPI yang terpisah-pisah dalam selang kotordinat 113°30’-114°20’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, serta 1 ZPPI yang sangat dekat dengan perairan pantai yaitu dalam selang koordinat 114°20’-114°30’ BT dan 07°40’-07°50’ LS. Di bagian timur juga mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang tidak ada satupun ZPPI, pada bulan Oktober terdapat 3 ZPPI dalam selang 114°30’-114°40’ BT dan 07°40’-07°50’ LS. Terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’07°40’ LS yang dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan antar nelayan dari 2 bagian yang bersebelahan. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil, jumlah ZPPI sama dengan bulan sebelumnya tatapi posisinya mengalami pergeseran. Terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°00’-113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di bagian tengah juga tidak terjadi perubahan, terdapat 4 ZPPI tersebar dengan 1 ZPPI di sebelah barat dalam selang koordinat 113°30’-113°40’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, serta 3 ZPPI di sebelah timur dalam selang koordinat 114°00’-114°30’ BT dan 07°30’07°40’ LS. Di sebelah timur hanya terdapat 1 ZPPI dalam selang 114°40’114°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Sebagaimana halnya di sisi selatan, juga terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 113°20’-113°40’ BT dan 07°10’07°20’ LS yang dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan antar nelayan dari 2 bagian yang bersebelahan di sisi utara Selat Madura. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
99 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
99
Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat, 4 ZPPI tersebar dalam selang koordinat 112°50’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS, di bagian tengah terdapat 5 ZPPI dengan sebaran sebagaimana bulan sebelumnya yaitu dalam selang koordinat 113°30’-114°20’ BT dan 07°20’07°30’ LS. Di bagian timur juga terdapat 3 kelompok sebaran ZPPI masingmasing 2 ZPPI di sebelah utara dalam selang koordinat 115°00’-115°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, 9 ZPPI di bagian tengah dalam selang koordinat 114°30’-115°30’ BT dan 07°20’-07°40’ LS, serta bagian selatan dengan 4 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°00’ BT dan 07°40’-08°00’ LS. Sebaran ZPPI di Selat Madura pada bulan Oktober sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.11.
Gambar 7.11 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan Oktober.
7.12 Zona Potensi Penangkapan Ikan Bulan November Sebaran ZPPI di Selat Madura pada bulan Oktober yang merupakan bulan kedua musim peralihan kedua sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 7.12, secara umum mengalami penurunan, namun memiliki pola sebaran yang serupa dibandingkan bulan sebelumnya. Jumlah ZPPI di sisi selatan bagian barat di bawah zona 12 mil tidak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya tetapi mempunyai pola sebaran yang berbeda, yaitu terdapat 4 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 112°50’-113°30’ BT dan 07°30’-07°50’ LS. Jumlah ZPPI di bagian tengah tidak mengalami perubahan, terdapat 5 ZPPI yang terpisah-pisah yaitu 3 ZPPI dalam selang kotordinat 113°30’-114°00’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, serta 1 ZPPI dalam selang koordinat 114°120’-114°20’ BT dan 07°40’Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
100
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
100
07°50’ LS. Disamping itu, juga terdapat 1 ZPPI yang sangat dekat dengan perairan pantai yaitu dalam selang koordinat 114°20’-114°30’ BT dan 07°50’-07°60’ LS. Di bagian timur kembali mengalami penurunan karena tidak ada satupun ZPPI yang digunakan untuk lokasi penangkapan. ZPPI di bagian barat dan bagian tengah dalam selang 113°20’-113°40’ BT dan 07°30’-07°40’ LS, dapat dijadikan zona kerjasama penangkapan antara nelayan dari TPI terdekat. Namun demikian, dapat juga melakukan usaha peningkatan hasil tangkapan dengan mengoptimalkan penangkapan pada ZPPI yang terdekat dengan masing-masing TPI.
Gambar 7.12 Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura dan perairan sekitarnya pada bulan November. Di sisi utara Selat Madura bagian barat di bawah zona 12 mil, jumlah ZPPI mengalami penurunan yang sebelumnya terdapat 2 ZPPI turun hanya menjadi 1 ZPPI yaitu dalam selang koordinat 113°20’-113°30’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di bagian tengah mengalami sedikit peningkatan dari 4 menjadi 5 ZPPI yang tersebar menjadi 2, yaitu 4 ZPPI di sebelah barat dalam selang koordinat 113°30’-113°40’ BT dan 07°10’-07°20’ LS, serta 1 ZPPI di sebelah timur dalam selang koordinat 114°20’-114°30’ BT dan 07°30’-07°40’ LS. Sedangkan di sebelah timur tidak mengalami perubahan, tetap hanya terdapat 1 ZPPI pada lokasi yang sama yaitu dalam selang 114°40’-114°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Sebaran ZPPI di bagian barat tidak sebanyak di bagian tengah, sehingga perlu kerjasama penangkapan oleh nelayan dari kedua bagian berdekatan tersebut dalam mengakses ZPPI dalam selang 113°20’-113°50’ BT dan 07°10’-07°20’ LS. Di Selat Madura dalam zona di atas 12 mil di bagian barat, terdapat 4 ZPPI yang tersebar dalam area sebagaimana bulan sebelumnya yaitu selang koordinat 112°50’-113°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Di bagian Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
101
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
101
tengah terdapat 5 ZPPI yang memanjang dalam selang koordinat 113°40’114°30’ BT dan 07°20’-07°30’ LS. Di bagian timur juga terdapat 3 kelompok sebaran ZPPI masing-masing 3 ZPPI di sebeleh utara dalam selang koordinat 114°50’-115°10’ BT dan 07°00’-07°20’ LS, 9 ZPPI di bagian tengah tersebar dalam selang koordinat 114°30’-115°30’ BT dan 07°20’07°40’ LS, serta di bagian selatan terdapat 2 ZPPI dalam selang koordinat 114°40’-115°10’ BT dan 07°40’-07°50’ LS.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
102
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
102
BAB 8 UJI COBA PENERAPAN INFORMASI SPASIAL ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN HARIAN Pengembangan, sosialisasi, dan penerapan informasi spasial ZPPI telah dilakukan antara lain di Indramayu (Jabar), Situbondo (Jatim), Sibolga (Sumut), Dki Jakarta, Bengkulu , Ciamis (Jabar), Pekalongan (Jateng), Benoa (Bali), Makasar (Sulsel) , Manado (Sulut) , Sambas (Kalbar), Agam (Sumbar), Kupang – NTT, Garut (Jabar), Karawang (Jabar) , Parepare (Sulsel), Biak (Papua), Sabang (NAD), Bangkalan (Madura), Balikpapan (Kaltim), dan Batam (Kepri). Kegiatan sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI dilakukan atas kerjasama antara LAPAN, dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), KUD atau Koperasi Mina, dan para pemilik Kapal. Sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI pada beberapa daerah dilakukan atas kerjasama Pusat Pengembangan Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN (Pusbangja) dengan PT. Geoinfo, Yayasan Lembaga Inovasi dan Komunikasi (YLINK). Berikut ini disampaikan uraian tentang gambaran contoh keberhasilan dan kendala dalam sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI di beberapa daerah.
8.1 Uji Coba Penerapan Informasi ZPPI di Sibolga – Sumatera Utara Sosialisasi dan uji coba penerapan informasi ZPPI (waktu masih bernama ZPI) dilakukan mulai tahun 2002, dengan tanggapan yang sangat baik. Salah satu contohnya adalah sosialisasi dan uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Oktober 2002, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8.1 dan dengan koordinat posisi ZPPI sebagaimana Tabel 8.1. Uji coba penangkapan dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2002 menggunakan informasi ZPI tanggal 21 Oktober 2002 pada posisi ZPPI sebagaimana ditandai dengan kotak pada Gambar 8.1. Uji coba penangkapan dilakukan menggunakan perahu motor dengan bobot tonase 95 Gt dan alat tangkap Purse Seine, didukung alat bantu Echosounder tipe Evc, GPS Garmin 120. Pada uji coba tersebut diperoleh hasil tangkapan sebanyak 6 ton mayoritas ikan jenis sarden, dengan tangkapan sampingan ikan timpik dan ikan buncilak. Tabel 8.1 Nomor, koordinat-X dan koordinat-Y dari 4 ZPPI yang ada di perairan sekitar Sibolga pada tanggal 21 Oktober 2002. No. ZPPI Koordinat-X Koordinat-Y o 1 97 27’ 00” BT 00o 16’ 48” LU 2 98o 13’ 12” BT 00o 18’ 00” LU o 3 95 57’ 36” BT 00o 03’ 00” LS o 4 98 48’ 00” BT 00o 11’ 24” LS Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
103 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
103
Gambar 8.1. Informasi ZPI yang disosialisasikan dan digunakan pada uji coba penangkapan di Sibolga menunjukkan lokasi yang disarankan untuk kegiatan penangkapan.
Gambar 8.2 Rangkaian foto kegiatan uji coba ZPPI di Sibolga. Gambar paling atas memperlihatkan kapal yang dipakai pada kegiatan uji coba ZPPI, Nakoda kapal Sabri Naiboho, SE, dan tali utama purse seine. Gambar tengah memperlihatkan kegiatan houling untuk menaikkan hasil tangkapan. Gambar paling bawah menunjukkan ikan hasil tangkapan pada uji coba ZPPI tersebut. Kegiatan uji coba penerapan ZPPI di Sibolga ini banyak memberikan masukan yang bermanfaat bagi pengembangan lanjut informasi spasial ZPPI. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
104
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
104
8.2 Uji Coba Penerapan Informasi ZPPI di Pangandaran – Jawa Barat Perubahan organisasi LAPAN pada awal tahun 2001 dan pengangkatan penulis sebagai Kepala Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh pada Deputi Bidang Penginderaan Jauh LAPAN, merupakan titik awal peningkatan penerapan informasi spasial ZPPI. LAPAN telah melaksanakan kegiatan sosialisasi dan pelatihan penerapan informasi spasial ZPPI bagi nelayan di beberapa daerah. Penerapan informasi spasial ZPPI bagi nelayan di daerah Pangandaran dilakukan pada tanggal 9-15 Juli 2002. Kegiatan sosialisasi dan aplikasi ini diikuti oleh perwakilan nelayan dari Tasikmalaya, Cianjur, Sukabumi, dan beberapa perwakilan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa barat, serta Lembaga Swadaya Masyarakat dari Bandung dan Tasikmalaya. Pelaksanaan aplikasi data ZPPI secara langsung dalam kegiatan penangkapan ikan dilaksanakan pada tanggal 11 – 13 Juli 2002 di Pangandaran di ZPPI sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.3.
Gambar 8.3. Informasi spasial ZPPI tanggal 13 Juli 2002 yang digunakan pada uji coba penerapan ZPPI di perairan laut Pangandaran. Lapan melakukan uji coba hari pertama pada tanggal 11 Juli 2002 menggunakan data ZPPI tanggal 10 Juli 2002 di posisi titik ikan 108o 39’ 45.9” BT – 7o 47’ 16.7” LS dan kapal yang digunakan berukuran 10 GT dengan alat tangkap jaring ngambang. Hasil tangkapan yang diperoleh dalam operasi penangkapan ikan sebesar 40 kg dengan jenis ikan tongkol dan layur. Uji coba hari kedua tanggal 12 Juli 2002 dengan memakai data ZPPI 1 (satu) hari sebelumnya pada koordinat 108o 9’ 3.8” BT – 7o 55’ 33.7” LS dan bobot kapal yang dipakai berukuran sama hanya alat tangkapnya Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
105 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
105
yang beda yaitu jaring gillnet. Pada posisi titik ikan tersebut mendapatkan hasil tangkapan sebesar 30 kg dengan jenis ikan tongkol dan tenggiri. Kegiatan uji coba hari ketiga tanggal 13 Juli 2002 dengan menggunakan data ZPPI tanggal yang sama pada posisi 108o 44’ 33” BT – 7o47’ 24.3”LS dengan hasil tangkapan sebesar 40 kg dengan jenis ikan tongkol dan tenggiri. Data feedback bulan September didasarkan pada informasi ZPPI Seacorm – DKP dan informasi ZPPI dari LAPAN. Informasi data ZPPI dari Seacorm – DKP berdasarkan data Topex pada daerah penangkapan ikan sekitar perairan Gombong – Yogyakarta dengan posisi koordinat 108o 49’ 43.8” BT – 7o 57’ 36.2” LS mendapatkan jumlah hasil tangkapan ikan sebesar 945 kg. Sedangkan informasi spasial ZPPI dari LAPAN pada daerah penangkapan ikan sekitar perairan Sindangkerta dengan koordinat 107o 55’ 4.7” BT – 7o 50’ 12.4” LS memperoleh hasil tangkapan ikan sebanyak 1.325 kg. Dari tingkat keberhasilan uji coba, data ZPPI tersebut cukup memberikan pemahaman dan memuaskan para nelayan setempat tentang akurasi data dalam menentukan posisi koordinat penangkapan ikan. Para nelayan menginginkan agar informasi spasial dari LAPAN dikirim secara rutin setiap hari. Selain itu informasi posisi titik-titik ikan diharapkan berada dibawah 10 mil dari TPI setempat karena rata-rata nelayan daerah selatan Jawa Barat merupakan nelayan pesisir yang menggunakan perahu motor dengan bobot antara 1 - 2 GT dan alat tangkap masih tradisional. Kegiatan uji coba penangkapan ikan di Pangandaran juga dilakukan pada tanggal 16 dan 17 Juli 2003 menggunakan perahu motor Sumber Rejeki dengan ukuran 5 GT dengan alat tangkap gillnet nylon. Sesuai operasi sehari-hari, perahu motor membawa 5 orang anak buah kapal (ABK), uji coba penangkapan dilakukan pada tanggal 16 Juli 2003 pada ZPPI (Gambar 8.4).
Gambar 8.4. Informasi spasial ZPPI tanggal 15 dan 16 Juli 2003 yang digunakan pada uji coba penangkapan ikan di perairan laut Pangandaran. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
106
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
106
Uji coba penangkapan dilakukan pada ZPPI dengan koordinat 108°29’1’’BT dan 7°53’52’’LS, hasil tangkapan kembung, cucut dan tenggiri dengan ukuran panjang 40 cm. Uji coba dilakukan lagi pada tanggal 17 Juli 2003 pada ZPPI dengan koordinat 108° 28’ 23’’ BT - 7° 53’ 20’’ LS, dengan hasil tangkapan ikan tenggiri, kembung, cucut dan dawa dangan ukuran panjang 65 cm. Untuk mengatahui tingkat keberhasilan dalam usaha penerapan informasi spasial ZPPI ini dilakukan analisis, bahwa biaya untuk perbekalan Rp. 1.323.225, hasil tangkapan 1,192 ton, total penjualan ikan hasil tangkapan Rp. 4.107.375. Dari data tersebut berarti diperoleh keuntungan sebesar total hasil penjualan dikurang biaya perbekalan yaitu Rp. 4.107.375 - Rp. 1.323.225 yaitu sebesar Rp. 2.784.150 (dua juta tujuh ratus delapan puluh empat ribu seratur lima puluh rupiah).
8.3 Uji Coba Penerapan Informasi ZPPI di Pekalongan – Jawa Tengah Telah dilakukan juga kegiatan sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI bagi para nelayan, pemilik kapal, dan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan sosialisasi tersebut, telah dilakukan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI dengan menggunakan data tanggal 2 Agustus 2002 (Gambar 8.5).
Gambar 8.5. Contoh ZPPI di perairan Laut Jawa sebelah utara pulau Madura yang dipergunakan oleh nelayan Pekalongan. Uji coba dilakukan dengan cara menyampaikan informasi spasial ZPPI melalui komunikasi radio dengan memberikan informasi titik-titik Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
107 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
107
koordinat ZPPI kepada pimpinan awak kapal yang berada di tengah laut dan nelayan yang akan berangkat melaut. Berdasarkan kesepakatan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pekalongan yang berwenang memberikan dan mendistribusikan informasi harian ZPPI tersebut, uji coba informasi spasial ZPPI diberikan kepada 5 (lima) kapal. Hasil evaluasi uji coba menunjukan kapal yang menggunakan informasi ZPPI (Gambar 8.6) mendapatkan hasil tangkapan sebesar 45.600 Kg, jauh lebih besar dibandingkan yang tidak menggunakan informasi ZPPI. Di samping itu, bila pengiriman informasi ZPPI terlambat dan posisi koordinat titik ikan jauh dari posisi kapal mengakibatkan ikan yang berada di area tangkapan tersebut akan berpindah lokasi atau migrasi.
Gambar 8.6. Contoh penggunaan informasi spasial dengan 2 (dua) ZPPI di Laut Jawa sebelah utara Tuban dan Rembang oleh nelayan Pekalongan. Berdasarkan informasi spasial ZPPI maka zona yang potensial untuk penangkapan ikan adalah pada koordinat 113° - 114° BT dan 04 °50 - 05 °30 LS. Ketika kapal yang digunakan untuk uji coba penerapan informasi spasial ZPPI sampai pada posisi yang ditunjuk dalam informasi spasial ZPPI ternyata di lokasi tersebut sudah berkumpul 40 kapal asing sedang melakukan penangkapan dengan alat tangkat purse seine. Ikan yang tertangkap pada uji coba tersebut hanya jenis ikan layang kecil dan ikan banyar kecil. Kegiatan uji coba penggunaan informasi spasial ZPPI lainnya, juga dilakukan dengan kapal KM Sinar Kencana di sebelah utara pulau Bawean Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
108
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
108
dengan feedback bahwa, penangkapan selama 4 hari yaitu tanggal 22-27 Agustus 2002 memperoleh hasil tangkapan total 45.600 kg. Kegiatan sosialisasi dan aplikasi informasi spasial ZPPI di Makassar dilaksanakan pada tanggal 22 – 24 September 2002 di perairan Selat Makasar menggunakan kapal berukuran 6 GT dan alat tangkap jaring Purse Seine. Uji coba menggunakan informasi spasial ZPPI tanggal 22 September 2002 dengan posisi titik ikan 119o 7’ 54.8” BT – 5o 10’ 26.4” LS atau sekitar perairan Pulau Langkai sejauh sekitar 8 mil dari PPI Paotere. Dalam perjalanan menuju lokasi titik ikan tersebut atau sekitar 4 mil dari PPI Paotere terjadi gelombang besar dan cuaca buruk sehingga uji coba informasi spasial ZPPI dihentikan. Pelaksanaan uji coba dilanjutkan pada tanggal 24 September 2002 dengan menggunakan data ZPPI sebelumnya di posisi titik ikan yang sama. Perahu motor berhenti pada jarak sekitar 3 mil dari data ZPPI yaitu posisi koordinat 119o 10’ 14” BT – 5o 7’ 55” LS karena menurut informasi nahkoda bahwa daerah tersebut merupakan daerah fishing ground. Namun jaring tidak dapat diturunkan karena arus kuat dan gelombang tinggi. Selama pelaksanaan uji coba data ZPPI dapat disimpulkan bahwa faktor cuaca dan kapal serta alat tangkap ikan yang kurang mendukung akan menghambat penangkapan ikan pada saat itu, karena informasi ZPPI yang digunakan adalah data tanggal sebelumnya sehingga kondisi lapangan sudah mengalami perubahan. 8.4 Uji Coba Informasi Spasial ZPPI di Selat Madura Uji coba penerapan informasi spasial ZPPI di Selat Madura dilakukan oleh nelayan dari Kabupaten Situbondo, dilakukan atas kerjasama antara Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Situbondo. Penerapan informasi spasial ZPPI dilaksanakan oleh nelayan dari PPI Pondok Mimbo, TPI Tanjung Jangkar, dan PPI Besuki, dengan operasi penangkapan ikan di Selat Madura. Hasyim dkk. (2009) menjelaskan uji coba penerapan ZPPI di perairan Selat Madura dilakukan pada bulan Mei 2004, Juni 2004, Juli 2003 dan 2004, Agustus 2003, September 2004, Oktober 2003 dan 2005, serta November 2003 dan 2005 Hasil uji coba penangkapan berdasarkan informasi spasial ZPPI di Selat Madura untuk musim yang berbeda menunjukkan bahwa, sumberdaya ikan yang paling dominan adalah ikan lemuru, tongkol, layang, dan kembung. Feedback hasil tangkapan dibagi menjadi 3 kategori yaitu : a. unit spasial ZPPI dengan hasil tangkapan ikan diatas 200 kg; b. unit spasial dengan tangkapan kurang dari 200 kg; dan c. unit spasial yang menunjukkan uji coba penangkapan ikan menggunakan informasi spasial ZPPI yang dilakukan secara bersama oleh nelayan dan tim dari Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh LAPAN. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
109 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
109
8.4.1 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Mei Informasi spasial ZPPI yang digunakan sebagai dasar operasi penangkapan ikan pada bulan Mei 2004 yang menunjukkan adanya konsentrasi penangkapan ikan dengan jumlah tangkapan yang sangat tinggi pada posisi 113° 33' 59” - 113° 44' 3” BT dan 7° 23' 56” - 7° 33' 41” LS atau sebelah utara antara Paiton dan Besuki. Data feedback lokasi penangkapan ikan oleh nelayan selanjutnya digabungkan dengan ZPPI bulan Mei 2004 (Gambar 8.7). Hasil tangkapan selama bulan Mei 2004 pada umumnya didominasi oleh ikan jenis lemuru berjumlah antara 50 kg sampai 5.000 kg (Tabel 8.2).Masalah yang dihadapi dalam penangkapan bulan Mei yaitu gelombang besar, angin kencang, dan arah arus sering berubah-ubah, Masalah ini mengakibatkan jaring banyak yang rusak atau robek dan sangat merugikan bagi nelayan.
Gambar 8.7 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan feedback hasil penangkapan pada bulan Mei 2004. Tabel 8.2 Feedback hasil tangkapan pada bulan Mei 2004 Tanggal 10-5-2004 11-5-2004 12-5-2004 13-5-2004 17-5-2004 18-5-2004 19-5-2004 21-5-2004 24-5-2004 25-5-2004 26-5-2004 27-5-2004
Posisi Bujur (BT) O 113 29' 48" O 113 40' 01" O 113 48' 13" O 113 36' 38" O 113 47' 01" O 113 59' 30" O 113 19' 42" O 113 39' 10" O 113 39' 33" O 113 43' 52" O 113 33' 59" O 113 44' 03"
Lintang (LS) O 7 31' 02" O 7 27' 29" O 7 20' 48" O 7 31' 04" O 7 35' 53" O 7 28' 17" O 7 19' 20" O 7 32' 27" O 7 23' 56" O 7 33' 52" O 7 28' 21" O 7 33' 41"
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
110
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
Kg
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
170 1.500 150 100 50 500 2.000 4.000 700 1.700 5.000 1.000
Lemuru Lemuru, selar Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru 110
8.4.2 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Juni Penerapan informasi ZPPI dalam kegiatan penangkapan pada bulan Juni 2004 dilaksanakan di perairan Selat Madura pada posisi 113O 38' 20" 113O 54' 50" BT dan 7O 23' 57" - 7O 35' 56" LS dengan ZPPI sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 8.8, dan hasil tangkapan ikan antara 260 – 4000 kg dengan jenis ikan lemuru (Tabel 8.3). Data feedback lokasi penangkapan ikan oleh nelayan selanjutnya digabungkan dengan ZPPI bulan Juni 2004. Menurut keterangan nelayan terjadi gelombang besar dan arus serta angin kencang sehingga tidak bisa tebar jaring.
Gambar 8.8 Informasi spasial zona potensi penangkapan ikan dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juni 2004. Tabel 8.3 Feedback hasil tangkapan pada bulan Juni 2004 Tanggal 16-6-2004 21-6-2004 22-6-2004 23-6-2004 24-6-2004
Posisi Bujur (BT) O 113 48' 37" O 113 46' 37" O 113 38' 20" O 113 41' 15" O 113 54' 50"
Lintang (LS) O 7 35' 56" O 7 25' 54" O 7 27' 30" O 7 29' 56" O 7 23' 57"
Kg
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
260 1.000 4.000 500 2.500
Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru
8.4.3 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Juli Hasil pengolahan citra yang digunakan untuk uji coba bulan Juli 2003 menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 26 ZPPI, menyebar mulai dari Laut Jawa, Selat Madura hingga Laut Bali, sedangkan nelayan melakukan operasi penangkapan hanya pada 3 zona di Selat Madura (Gambar 8.9). Dari penggabungan antara data informasi ZPPI dengan operasi penangkapan ikan oleh nelayan, hanya ada 1 (satu) zona yang sama, yaitu Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
111 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
111
pada koordinat 113o 25’ – 113o 30’ BT dan 7o 30’ – 7o 35’ LS dengan jumlah hasil tangkapan cukup tinggi berupa ikan lemuru (Tabel 8.4).
Gambar 8.9
Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli 2003. Tabel 8.4 Feedback hasil tangkapan pada bulan Juli 2003 Tanggal
28-7-2003 29-7-2003 30-7-2003 31-7-2003
Posisi Bujur (BT) O 113 32' 07" O 113 42' 05" O 113 28' 12" O 113 27' 33"
Lintang (LS) O 7 27' 10" O 7 30' 21" O 7 30' 15" O 7 33' 40"
Hasil Tangkapan Kg Jenis Ikan 120 250 215 230
Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru
Uji coba penerapan informasi ZPPI pada penangkapan ikan di bulan Juli 2004 dilakukan pada minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat, dengan hasil tangkapan sangat rendah. Dari 10 kegiatan penangkapan hanya 1 kali operasi yang mendapatkan hasil tangkapan ikan. Rendahnya hasil tangkapan disebabkan karena kondisi gelombang besar, arus dan angin kencang sehingga tidak memungkinkan untuk menebar jaring, walaupun pada alat fishfinder menunjukkan banyak ikan. Kegiatan penangkapan ikan hanya dilakukan tanggal 28 Juli 2004 pada posisi 113O 40' 45" BT dan 7O 29' 35" (Gambar 8.10) dengan tangkapan seluruhnya berupa lemuru sebanyak 200 kg (Tabel 8.5).
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
112
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
112
Gambar 8.10 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Juli 2004. Tabel 8.5 Feedback hasil tangkapan pada bulan Juli 2004 Tanggal 12-7-2004 13-7-2004 14-7-2004 19-7-2004 20-7-2004 21-7-2004 22-7-2004 26-7-2004 27-7-2004 28-7-2004
Posisi
Bujur (BT) O 113 42' 47" O 113 35' 50" O 113 36' 29" O 113 33' 42" O 113 41' 22" O 113 42' 13" O 113 36' 38" O 113 38' 18" O 113 41' 26" O 113 40' 45"
Lintang (LS) O 7 29' 56" O 7 23' 24" O 7 25' 44" O 7 25' 14" O 7 29' 5" O 7 21' 35" O 7 30' 13" O 7 31' 01" O 7 30' 20" O 7 29' 35"
Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200
Hasil Tangkapan Jenis Ikan Lemuru
Di samping faktor angin dan gelombang, jenis perahu dan alat tangkap yang digunakan nelayan kurang mendukung sehingga menyulitkan dalam operasi penangkapan. Hasil integrasi data penangkapan berdasarkan feedback dari nelayan dengan ZPPI menunjukkan distribusi potensi ikan menyebar di perairan Selat Madura dan Laut Jawa. Zona penangkapan ikan dari data feedback terkonsentrasi di sebelah utara Besuki pada koordinat 113° 36' 38” - 113° 42' 47” BT dan 7° 29' 5” - 7° 31' 0” LS, juga di utara Pondok Mimbo pada jarak ± 13 mil dari garis pantai.
8.4.4 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Agustus Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan untuk bulan Agustus 2003 dilakukan pada 5 (lima) ZPPI dari 19 ZPPI (Gambar 8.11). Data feedback menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan dilakukan di perairan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
113 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
113
selat Madura dengan jenis hasil tangkapan berupa ikan lemuru (Tabel 8.6). Penggabungan kedua data tersebut menunjukkan bahwa ada 2 (dua) lokasi yang sama antara ZPPI dengan kegiatan penangkapan ikan dengan hasil cukup tinggi.
Gambar 8.11 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Agustus 2003.
Tabel 8.6 Feedback hasil tangkapan pada bulan Agustus 2003 Tanggal 1 2 3 4 5
Posisi Bujur (BT) O 113 25' 20" O 113 25' 20" O 113 40' 10" O 113 25' 0" O 113 30' 40"
Lintang (LS) O 7 20' 0" O 7 22' 30" O 7 25' 42" O 7 27' 20" O 7 32' 32"
Kg 160 220 200 360 310
Hasil Tangkapan Jenis Ikan Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru
8.4.5 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan September Kegiatan uji coba penangkapan ikan bulan September di perairan Selat Madura dilakukan di sebelah utara Besuki dan Tanjung Pecinan. Integrasi ZPPI bulan September 2004 dengan hasil pelaksanaan operasi penangkapan ikan seperti pada Gambar 8.12. Ikan hasil tangkapan nelayan dari tanggal 6-9 September 2004 adalah jenis lemuru dengan jumlah 700–1,500 kg (Tabel 8.7). Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
114
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
114
Gambar 8.12 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan September 2004. Tabel 8.7 Feedback hasil tangkapan pada bulan September 2004 Tanggal 6-9-2004 7-9-2004 9-9-2004
Posisi
Bujur (BT) O 113 56' 12" O 113 51' 50" O 113 42' 28"
Lintang (LS) O 7 24' 35" O 7 34' 59" O 7 28' 17"
Kg
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
1.500 700 1.200
Lemuru Lemuru Lemuru
8.4.6 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI pada bulan Oktober Berdasarkan data feedback dari nelayan bahwa kegiatan penangkapan pada bulan Oktober 2003 dilakukan pada 9 lokasi dalam selang koordinat posisi 113O 26' 37" - 114O 7' 42" BT dan 7O 25' 58" - 7O 36' 24" LS. Integrasi antara ZPPI bulan Oktober 2003 dengan kegiatan penangkapan ikan pada bulan Oktober 2003 sebagaimana Gambar 8.13. Ikan yang diperoleh umumnya lemuru, layang, tongkol, kembung, dan selar (Tabel 8.8).
Gambar 8.13 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober 2003. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
115 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
115
Tabel 8.8 Feedback hasil tangkapan pada bulan Oktober 2003 Tanggal
Posisi
16-10-2003 17-10-2003 20-10-2003
Bujur (BT) O 113 33' 34" O 113 52' 07" O 113 53' 10"
20-10-2003 21-10-2003 22-10-2003 23-10-2003 24-10-2003 30-10-2003
114 07' 42" O 113 44' 46" O 113 47' 17" O 113 46' 14" O 113 46' 48" O 113 44' 54"
O
Lintang (LS) O 7 25' 58" O 7 30' 56" O 7 29' 28" O
7 36' 24" O 7 33' 35" O 7 30' 12" O 7 31' 58" O 7 26' 36" O 7 27' 49"
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
Kg 250 2.000 1.500 1.500 1.000 1.800 1.500 900 20
Lemuru Lemuru Lemuru, Layang dan Tongkol Lemuru Lemuru dan tongkol Lemuru dan tongkol Lemuru Lemuru dan tongkol Selar dan tongkol
Uji coba penangkapan untuk periode bulan Oktober (musim peralihan kedua), dilakukan oleh nelayan dari PPI Besuki pada bulan Oktober 2005 pada 13 lokasi penangkapan ikan. Integrasi antara ZPPI bulan Oktober 2005 dengan pelaksanaan penangkapan ikan ditunjukkan seperti Gambar 8.14.Jenis ikan yang dominan tertangkap adalah lemuru, selar, layang dan tongkol, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 8.9.
Gambar 8.14 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Oktober 2005. Tabel 8.9 Feedback hasil tangkapan pada bulan Oktober 2005 Tanggal 10-10-2005 11-10-2005 12-10-2005 13-10-2005 14-10-2005 15-10-2005
Posisi Bujur (BT) O 113 44' 37" O 113 44' 35" O 113 41' 46" O 113 44' 09" O 113 40' 40" O 113 40' 09"
Lintang (LS) O 7 25' 12" O 7 25' 20" O 7 36' 11" O 7 32' 02" O 7 25' 11" O 7 28' 11"
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
116
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
Hasil Tangkapan Kg Jenis Ikan 800 Lemuru 1.200 Lemuru dan Selar 600 Lemuru 1.000 Layang dan Tongkol 700 Lemuru 600 Lemuru dan Selar 116
Tanggal 22-10-2005 24-10-2005 25-10-2005 26-10-2005 27-10-2005 28-10-2005 29-10-2005
Posisi Bujur (BT) O 113 40' 06" O 113 41' 10" O 113 55' 38" O 114 05' 07" O 113 42' 06" O 113 30' 57" O 113 53' 43"
Lintang (LS) O 7 26' 11" O 7 30' 14" O 7 18' 42" O 7 20' 32" O 7 33' 53" O 7 24' 13" O 7 27' 21"
Hasil Tangkapan Kg Jenis Ikan 800 Tongkol dan Layang 650 Lemuru dan Selar 1.300 Lemuru dan Layang 700 Layang 600 Tongkol 200 Layang 850 Lemuru dan Tongkol
8.4.7 Hasil uji coba penerapan informasi ZPPI bulan November Uji coba penerapan informasi spasial dalam penangkapan ikan untuk periode November dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu November 2003 dan November 2005. Integrasi antara ZPPI bulan November 2003 dengan hasil tangkapan ikan sebagaimana dinyatakan pada Gambar 8.15. Kegiatan penangkapan ikan pada bulan November 2003 dengan hasil tangkapan mencapai 800 – 900 kg berupa ikan lemuru dan cakalang (Tabel 5.10). Berdasarkan informasi nelayan setempat, perairan Selat Madura pada 1-18 November 2003 mengalami angin kencang dan gelombang tinggi, sehingga sangat sulit untuk menebar jaring.
Gambar 8.15 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember 2003. Tabel 8.10 Feedback hasil tangkapan pada bulan November 2003 Tanggal 1-11-2003 2-11-2003 4-11-2003 14-11-2003
Posisi Bujur (BT) O 113 39' 43" O 113 43' 30" O 113 50' 30" O 113 37' 41"
Lintang (LS) O 7 26' 31" O 7 31' 20" O 7 22' 35" O 7 24' 47"
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
Kg 170 120 300 900
Lemuru Lemuru Lemuru Lemuru
117
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
117
Tanggal 15-11-2003 16-11-2003 17-11-2003 18-11-2003
Posisi Bujur (BT) O 113 45' 34" O 113 44' 57" O 113 45' 10" O 113 39' 34"
Lintang (LS) O 7 29' 15" O 7 33' 18" O 7 33' 15" O 7 23' 22"
Kg
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
800 20 300 800
Lemuru Tongkol Lemuru Lemuru
Kegiatan uji coba penerapan ZPPI dalam penangkapan ikan di perairan Selat Madura pada tanggal 10-29 November 2005 dilakukan dalam selang koordinat 113O 30' 57" - 114O 7' 35" BT dan 7O 24' 13" - 7O 33' 53" LS. Integrasi ZPPI dengan operasi penangkapan pada bulan November 2005 seperti Gambar 8.16, dengan hasil tangkapan adalah ikan tongkol, layang dan selar (Tabel 8.11).
Gambar 8.16 Informasi spasial ZPPI dengan data feedback hasil penangkapan pada bulan Nopember 2005 Tabel 8.11 Feedback hasil tangkapan pada bulan November 2005 Tanggal 10-11-2005 11-11-2005 12-11-2005 14-11-2005 19-11-2005 21-11-2005 22-11-2005 23-11-2005 24-11-2005 25-11-2005 26-11-2005 28-11-2005 29-11-2005
Posisi Bujur (BT) O 113 40' 06" O 113 41' 10" O 113 42' 6,1" O 113 30' 57" O 113 36' 25" O 114 07' 05" O 114 07' 15" O 114 07' 05" O 114 07' 25" O 114 07' 35" O 114 07' 30" O 113 41' 46" O 113 42' 06"
Lintang (LS) O 7 26' 11" O 7 30' 14" O 7 33' 53 " O 7 24' 13" O 7 35' 39" O 7 27' 29" O 7 28' 00" O 7 28' 03" O 7 28' 05" O 7 27' 39" O 7 27' 50" O 7 36' 11" O 7 33' 53"
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
118
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
Kg
Hasil Tangkapan Jenis Ikan
2.000 1.200 800 400 700 4.000 600 1.700 900 1.200 1.300 800 400
Tongkol Tongkol/Selar Tongkol Layang/Selar Tongkol Tongkol Tongkol Tongkol Tongkol Tongkol Tongkol Tongkol Layang 118
8.5. Hubungan Sumber Daya Ikan dan Musim Berdasarkan jenis ikan yang tertangkap pada pelaksanaan uji coba penerapan informasi spasial ZPPI di perairan Selat Madura, didukung dengan beberapa referensi, dapat dilakukan pengelompokan jenis sumber daya ikan di Selat Madura dalam kaitannya dengan musim-musim yang berbeda sebagai berikut. (1) Sumber daya ikan yang dominan di perairan Selat Madura Selama musim barat yaitu pada bulan Desember, Januari dan Februari, yaitu ikan tongkol, layang, kembung, dan selar. (2) Sumber daya ikan di Selat Madura selama bulan Maret yang merupakan bulan pertama pada musim peralihan pertama didominasi oleh tongkol, layang, kembung, dan selar, namun sudah mulai ada terdapat ikan lemuru. Sumberdaya ikan pada bulan kedua musim peralihan pertama yaitu bulan April, sudah mulai campuran antara tongkol, layang, kembung, selar, dan lemuru yang jumlah tangkapannya semakin banyak. Sedangkan sumber daya ikan yang tertangkap selama bulan terakhir musim peralihan pertama yaitu bulan Mei, sudah mulai didominasi oleh ikan lemuru. (3) Pada musim timur yaitu bulan Juni, Juli dan Agustus, sumberdaya ikan di Selat Madura didominasi oleh lemuru, sehingga alat tangkap dan pengelolaan ikan hasil tangkapan perlu disesuaikan dengan karakteristik ikan lemuru. (4) Sumber daya ikan di Selat Madura pada bulan pertama musim peralihan kedua yaitu bulan September masih didominasi oleh lemuru. Jenis sumberdaya ikan pada bulan Oktober, masih didominasi oleh ikan lemuru, namun demikian hasil sudah mulai banyak tertangkap ikan tongkol, layang dan selar. Jenis ikan yang tertangkap selama bulan terakhir musim peralihan kedua yaitu bulan November campuran antara lemuru, tongkol, layang, kembung, dan selar. Produktivitas ikan lemuru hasil tangkapan oleh nelayan di sisi selatan dan sisi utara Selat Madura berkorelasi dengan produktivitas lemuru yang tinggi di perairan Selat Bali pada bulan April sampai dengan Oktober yang mencapai 78,5% dari total ikan hasil tangkapan (Merta, 2003). Berdasarkan ukuran panjangnya, ikan lemuru (sardinela longiceps) dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu : lemuru yang panjangnya kurang dari 11 cm disebut sempenit ditemukan mulai bulan Mei/Juni dampai September; yang panjangnya antara 11 - 15 cm disebut protolan; dan yang panjangnya lebih dari 15 cm disebut dengan lemuru. Lemuru di Selat Bali terdiri dari 4 jenis yaitu sardinella longiceps, sardinella aurita, sardinella lelogaster, dan sardinella clupeoides. Dibandingkan dengan ikan pelagis kecil lainnya, lemuru di Selat Bali mempunyai sifat yang khusus, hidup dan berkembang di kawasan perairan yang sempit, dan melimpah pada saat terjadi uppwelling dengan salinitas 34 o/oo dan suhu 24,5o C. Perkembangan ikan lemuru belum diketahui dengan pasti, ada yang menyatakan bahwa lemuru bertelur pada akhir musim hujan dan pada Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
119 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
119
kawasan perairan dalam sehingga tidak terjangkau oleh alat tangkap jaring. Ada yang menyatakan bahwa lemuru bertelur pada perairan pantai atau tidak jauh dari perairan pantai karena air laut mempunyai salinitas rendah (Merta, 2003). Uraian di atas memberikan gambaran atau dugaan bahwa ikan lemuru bertelur pada waktu musim hujan, yang di perairan Selat Madura dan Selat Bali terjadi sekitar pertengahan musim barat sampai bulan pertama musim peralihan pertama. Ini berarti bahwa pada waktu hasil tangkapan lemuru melimpah, pada waktu yang sama juga terdapat sempenit dan protolan. Namun demikian, sempenit akan ditemukan pada perairan dekat dari pantai sedangkan protolan akan ditemukan lebih ketengah (lebih dalam). Melalui kerjasama penangkapan, nelayan dapat mengakses unit spasial ZPPI lebih banyak dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil tangkapan ikan untuk kesejahteraan nelayan dan pembangunan perikanan, meningkatkan pendapatan nelayan serta pelaku perikanan tangkap dari penjualan ikan hasil tangkapan, dan mencegah terjadinya overfishing. Dinamika ZPPI secara mingguan dan bulanan didukung dengan data tentang fenomena oseanografi, klimatologi dan prilaku ikan pelagis yang ada di Selat Madura, diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk melakukan peramalan tentang ZPPI beberapa waktu kedepan, juga pada saat kesulitan mendapatkan data SPL dan klorofil-a dari satelit penginderaan jauh karena hambatan tutupan awan. Hal ini sangat penting untuk memelihara kontinuitas penyediaan informasi spasial ZPPI kepada nelayan untuk mendukung kegiatan dan produktivitas penangkapan ikan.
120
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
120
BAB 9 PENUTUP Pengembangan informasi spasial zona potensi penangkapan ikan (ZPPI) merupakan ujung dari penelitian panjang pemanfaatan data satelit lingkungan dan cuaca. Pada awalnya penelitian hanya terfokus pada penelitian pemanfaatan data pengindaraan jauh NOAA-AVHRR untuk deteksi suhu permukaan laut (SPL). Terdapat beberapa algoritma yang telah dicoba digunakan untuk mendapatkan SPL dan dilakukan validasi di beberapa daerah, sehingga diperoleh algoritma yang dinilai paling sesuai untuk perairan laut Indonesia. Terdapat 2 algoritma yang sering digunakan dalam perhitungan SPL berdasarkan data NOAA-AVHRR yaitu perhitungan SPL berdasarkan McMillin and Crosby (1984) serta berdasarkan algoritma Deschamps dan Phulpin (1986), karena keduanya memberikan hasil yang mendekati nilai suhu di lapangan. Penelitian pemanfaatan penginderaan jauh untuk perolehan SPL dilanjutkan dengan deteksi thermal front/upwelling, yang menjadi semakin menarik karena semakin memberikan gambaran fenomena yang terjadi di perairan laut khususnya dalam kaitannya dengan sumberdaya laut. Penelitian fenomena thermal front/upwelling ini mulai menarik minat kalangan mahasiswa dan dosen untuk melakukan penelitian hubungan antara thermal front/upwelling dengan keberadaan ikan khususnya ikan pelagik. Penelitian yang dinilai menarik adalah penelitian untuk skripsi tentang pemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasi upwelling kaitannya dengan penangkapan ikan tuna di Samudera Hindia. Hasil penelitian ini membuktikan adanya keterkaitan erat antara fenomena upwelling yang dideteksi berdasarkan data satelit NOAA-AVHRR dengan lokasi-lokasi penangkapan ikan tuna. Keterlibatan penulis dalam komisi pengkajian sumber daya ikan laut dan pergaulan dengan para pengusaha penangkapan ikan khususnya ikan tuna menambah wawasan penulis tentang karakteristik ikan, khususnya yang terkait dengan parameter yang dapat diperoleh dari data penginderaan jauh. Dengan dorongan, dukungan, dan kerjasama dengan PT. Geoinfo, dikembangkan informasi zona ikan yang di Lapan terus dikembangkan sampai akhirnya menjadi informasi spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI). Dalam upaya meningkatkan akurasi dan membangun kepercayaan terhadap informasi spasial ZPPI ini telah dilakukan uji coba dan sosialisasi penerapan ZPPI di berbagai daerah. Uji coba penerapan pertama dilakukan di Indramayu - Jawa Barat, yang difasilitasi oleh PT. Geoinfo dengan mendapatkan manfaat berupa informasi terjadinya peningkatan hasil tangkapan dan lebih pendeknya waktu untuk setiap trip penangkapan, serta pemahaman lebih baik terhadap karakteristik nelayan purse seine. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
121
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
121
Perubahan struktur organisasi LAPAN pada awal tahun 2001 yang ditandai dengan terbentuknya Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh (Pusbangja), membuka peluang lebih baik untuk meningkatkan kegiatan pengembangan dan penerapan informasi spasial ZPPI. Hal ini terbukti dengan diakomodasinya kegiatan sosialisasi dan penerapan informasi ZPPI di berbagai daerah, mulai dari beberapa daerah di Sumatera yaitu di Sabang (Aceh), Sibolga (Sumatera Utara), Padang (Sumatera Barat), Lampung, dan Bangka (waktu itu, Sumatera Selatan). Di Pulau Jawa antara lain di Karawang dan Pangandaran (Jawa Barat), di Jakarta Utara, Pekalongan (Jawa Tengah), serta di Jawa Timur yaitu di Tuban, Bangkalan, Situbondo, dan Bayuwangi. Sosialisasi dan penerapan ZPPI di Kalimantan antara lain dilakukan di Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan, sedangkan di Sulawesi antara lain di Makasar dan Pare-pare (Sulawesi Selatan), di Manado (Sulawesi Utara). Sosialisasi dan penerapan ZPPI juga dilakukan di Bedugul (Bali) serta yang paling timur yaitu di Biak (Papua). Dari sosialisasi dan penerapan informasi spasial ZPPI ini dapat diketahui antusiasme nelayan untuk mendapatkan data/informasi yang dapat mendukung usaha peningkatan hasil tangkapannya. Namun demikian, dapat diketahui juga kesulitan untuk menyediakan informasi spasial ZPPI bagi nelayan tradisonal yang menggunakan perahu motor di bawah 5 GT dengan zona penangkapan dibawah 5 km dari garis pantai. Kesulitan ini juga disebabkan diragukannya tingkat akurasi sumber data yang digunakan terutama SPL untuk perairan pantai. Meningkatnya kemajuan teknologi penginderaan jauh yang mampu menghasilkan data untuk mendukung pengembangan informasi spasial ZPPI ini, perlu mendapat respon dan implementasi yang nyata ke dalam kegiatan riset yang terencana. Jika pada awalnya pengembangan informasi spasial ZPPI hanya didasarkan pada thermal front maka dilakukan peningkatan jumlah parameter yang digunakan seperti klorofil-a, ketinggian muka air laut, dan arus. Disamping itu, penyampaian informasi tentang ZPPI yang layak dijadikan zona penangkapan perlu memperhatikan musim dalam kaitannya dengan angin dan gelombang karena berkaitan erat dengan keberhasilan kegiatan penangkapan ikan dan keselamatan pelayaran. Penulis berharap bahwa pengembangan, sosialsisasi, dan diseminasi informasi spasial ZPPI ini diharapkan dapat terus ditingkatkan dan dapat menjadi kontribusi nyata LAPAN kepada nelayan khususnya dan sektor perikanan pada umumnya. Informasi spasial ZPPI yang akurat dan tersedia tepat waktu diharapkan dapat menjadi sarana untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan oleh nelayan dalam usaha meningkatkan ekonomi nelayan, mendukung usaha peningkatan pendapatan asli daerah, dan pada ujungnya ikut mendukung usaha peningkatan devisa negara.
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
122
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
122
DAFTAR PUSTAKA Bintoro G. 2005. Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Ikan Tembang (Sardinella Funbriata Valenciennes, 1847) di Selat Madura Jawa Timur. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 291 halaman. Brown, O.B.,Brown, J.W. and Evans, R.H. 1985. Calibration of Advanced Very High Resolution Radiomater Infrared Observations. Journal of Geophysical Research, 90(C6):11667-11677. Callison, R.D., Robinson, I.S., Blackburn, D.A., Cracknell, A.C., and Cunnings, D.L. 1989. Some Marine Applications of Satellite and Airborne Remote Sending. A Computer-based Learning Module. UNESOD. Prais. Dahuri, R., Rais J., Ginting S.P., Sitepu J. 1996. Pengelolaaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta. 292 halaman. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta. 412 halaman. Dahuri, R. 2003. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan. Jakarta. 233 halaman. Gaol L.J., Endriani R. A., Manurung D., Kawaru M. 2007. Pemetaan Sumberdaya Laut Pulau Nias Dengan Teknologi Penginderaan Jauh Satelit Pasca-Tsunami 2004. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 12 No. 3. Halaman 131 - 139. Gastellu-Etchegorry, J.P. and Boely, T. 1988. Methodology for an Operational Monitoring of Remotely-Sensed Sea Surface Temperatures in Indonesia. Int.J.of Remote Sensing, 9(3):423-438. Gastellu E. and Mardio P. 1983. The Remote Sensed Sea Surface Temperatue A Case Study In Indonesia. The Indonesian Journal of Geography. Volume 13, Number 46. Page 13 – 27. Gordon A.L. 2005. Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow. Journal Oceanography, Vol. 18, No. 4. 27 Pages. Hartuti M., Manoppo A.K.S., Prayitno Y., Noor M. 2006. Laporan Kegiatan Produksi Informasi Bagi Nelayan Perikanan Tangkap Di Wilayah Timur Indonesia (Pekalongan, Bali, Parepare, Balikpapan, Situbondo, Nusa Tenggara Timur, Dan Biak). Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh, Deputi Bidang Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 79 halaman. Harsanugraha W.K. dan Etty Parwati. Aplikasi Algoritma Multikanal untuk Estimasi SST menggunakan data AVHRR/2 NOAA-11. Proceeding: Hasil-hasil Penelitian Proyek Pemanfaatan Satelit Lingkungan dan Cuaca, Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jaun, LAPAN. Maret 1992. Halaman 34-62. Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
123 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
123
Hasyim B. 1986. Penentuan Temperatur Permukaan Laut Mempergunakan Data AVHRR dengan Analisa Berbagai Saluran. Majalah LAPAN No. 41 Tahun ke XI. Halaman 31 – 38. Hasyim B. 2003. Kajian Daerah Penangkapan Ikan dan Budidaya Laut Berdasarkan Data Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Wilayah Kabupaten Situbondo. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Thesis. IPB. 138 halaman. Hasyim B., Sondita F., Haluan J., Kartasasmita M. 2009. Identifikasi Zona Potensi Penangkapan ikan di Selat Madura dan Perairan Sekitarnya Berdasarkan Data Penginderaan Jauh. Jurnal Kelautan Nasional. Vol. 1 Edisi Khusus Januari 2009. Halaman 165 – 181. Hasyim B.,. 2009. Pengelolaan Zona Penangkapan Ikan di Selat Madura dan Sekitarnya Dengan Pendekatan Spasial dan Temporal. Disertasi. IPB. 199 halaman. Hasyim B., Hartuti M., Sulma S. (2009) Identification of Fishery Resources in Madura Straitt Based on The Implementation of Potential Fishing Zone Information from Remote Sensing. International Journal of Remote Sesning and Earth Sciences Vol 6: 1-13. http://www.ncdc.noaa.gov/oa/pod-guide/ncdc/docs/podug/html/c3/sec30.htm. NOAA. 18 April 2013. http://modis-atmos.gsfc.nasa.gov/. NOAA.18 April 2013. http://www.ncdc.noaa.gov/oa/pod-guide/ncdc/docs/klm/html/c3/sec3-1.htm. 18 April 2013. http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm/: NOAA KLM Spacecraft Characteristics. NOAA. 3 Mei 2013. http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm/: NOAA KLM User's Guide. NOAA. 3 Mei 2013. http://www2.ncdc.noaa.gov/docs/klm/: The NOAA KLM Concept. NOAA. 3 Mei 2013. Ichoku C., Kaufman Y.J., Remer L.A., Levy R.. 2003. Global aerosol remote sensing from MODIS. Elsevier Ltd. Advances in Space Research 34 (2004) 820–827. Kostianoy A.G., Ginzburg A.I., Frankignoulle M., Delille B. 2004. Fronts in the Southern Indian Ocean as Inferred from Satellite Sea Surface Temperature Data. Journal of Marine Systems 45. Page 55 – 73. Lumban Gaol J., Pasaribu B.P., Manurung D., Endriani R. 2004. The Fluctuation of Chlorophyl-a Concentration Derived from Satellite and Cath of Oily Sardine (Sardinela lemuru) in Bali Strait. International Journal Remote Sensing and Earth Sciences Vol 1 No. 1. Page 24 – 60. Linting M., Badrudin, Wirdaningsih N. 1994. Indeks Kelimpahan Stok Sumber Daya Ikan Pelagis Kecil di Perairan Sulawesi Tenggara. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 87 Tahun 1994. Halaman 48 – 55. McClain, E.P.1981. Split-Window and Triple-Window Sea Surface Temperature Determinations from Satellite Measurements. MiniInformasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
124
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
124
Simposium on Applications of Aerospace Remote Sensing in Marine Research. October 6-10. Woods-Hole, Mass. McClain, E.P., Pichel, W.G., and Walton, C.C 1985. Comparative Performance of AVHRR-Based Multi channel Sea Surface Temperatures. Journal of Geophysical Research, 90(C6):1157911601 Narendra Nath A. 1993. Retrieval of Sea Survface Temperature Using NOAA-AVHRR Data for Identification of Potential Fishing Zone – Dissemination andValidation. National Remote Sensing Agency. Hiyderabad, India. 40 pages. Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Jambatan. Jakarta. 367 halaman. Pasaribu B.P., Manurung D., and Nugroho D. 2004. Fish Stock Assessment Using Marine Acoustics Detection And Oceanographical Characteristics In Java Sea. Jurnal Gayana 68(2):1-5. Page 466-475. Pellegrini, J.J. and Penrose, I.D. 1986. Comparison of Ship Rased Satellite AVHRR Estimates of Sea Surface Temperature. Proceeding 1st Australian AVHRR Conference. Perth, Australia. Pet J.S., Densen W.L.T, Machiels M.A.M,. Sukkel M, Setyohadi D, and Tumuljadi A. 1997. Length-based Analysis of Population Dynamics and Stock Identification in the Sardine Fisheries around East Java, Indonesia. Journal of Fisheries Research 31. Page 107 – 120. Priyanti N.S. 1999. Studi Daerah Penangkapan Rawai Tuna di Perairan Selatan Jawa Timur – Bali Pada Musim Timur Berdasarkan Pola Dsitribusi Suhu Permukaan Laut Citra Satelit NOAA/AVHRR dat Data Hasil Tangkapan. Skripsi. IPB. 78 halaman. Santos M. 2000. Fisheries oceanography using satellite and airborne remote sensing methods: a review. Journal of Fisheries Research 49. Page 1 – 20. Singh, S.M. 1984. Removal of Atmosfheric Effects on a Pixel by Pixel Basis From the Thermal Infrared Data From Instruments on Satellites “The Advanced Very High Resolution Radometer (AVHRR)”. Int. J. Of RemoteSensing, 8(1):161-183. Sediadi A. 2004. Effek Upwelling Terhadap Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan Sekitarnya. Jurnal Makara, Sains, Vol. 8, No. 2. Halaman 43-51. Strong, A.E. and McClain, E.P. 1984. Improved Ocean Surface Temperature from Space Comparison with Drifting Buoys. Bulletin Am. Mateorology Soc, 65:138-142 Sumedi B. 2009. Kebutuhan dan Pengalaman Memanfaatkan Data Satelit Penginderaan Jauh untuk Perikanan Tangkap di Selat Makassar. Berita Inderaja LAPAN, Volume VII, No. 13. Halaman 38 – 42. Sulistya W., Hartoko A., and Prayitno B. 2007. The Characteristics and Variability of Sea Surface Temperatur in Java Sea. International Journal of Remote Sensing and Earth Sciences. International Society Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
125 Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
125
of Remote sensing and Earth Sciences IJeReSES, Volume 4. Denpasar Bali. 162 pages. Tangdom Q., Du Y., Strachan J., Meyer G. S., and Slingo J. 2005. Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region Sea Surface Temperature And Its Variability In The Indonesian Region. Journal Oceanography Vol. 18, No. 4. Page 51 – 61. Vasconcellos M,. 2003. An Analysis of Harvest Strategies and Information Needs in the Purse Seine Fishery for the Brazillian Sardine. Journal of Fisheries Research 59. Page 363 – 378. Wudianto. 2001. Analisis Sebaran dan Kelimpahan Ikan Lemuru (Sadinela lemuru Bleeker 1853) di Perairan Selat Bali : Kaitannya Dengan Optimasi Penangkapan. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 221 halaman. Zainuddin M. 2007. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger Kanagurta) di Perairan Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Jurnal Sains & Teknologi Vol. 7 No. 2. Halaman 57–64.
126
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi
Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)
Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
126
INDEK AMSU 21, 22 APT 20 AVHRR 3, 4, 5, 8, 19-29, 33-42, 44, 47, 49, 50, 58, 59, 61, 121, ALKI 5 Ascending 20, Atmosfir 5, 40. Buoy 21, 22 Caranx leptolepis 10 Caranx sexfaciathus 11 Cromenopthalmus 10 Cropping 44 Crustacea 10 DCS 21, 22, 26, 27. Decapterus himimulatus 10, Decapterus spp. 10, Discending 20, Feedback 4, 106, 109, 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118. Fish behavior 2 Fishing ground 3,6. 58, 109, Fish scooling 57. GAC 20, 22 Geografis 9, 16, 124, GPS 16, 33, 103 GT 62, 63, 64, 65, 67, 68, 70, 75, 103, 105, 106, 109, 122, HIRS 21, 22 HRPT 20 Ikan pelagis 1, 6, 9, 12, 13, 16, 33, 119, 120. Inderaja 2, 3, 19, 37, 48, 59, 125, Kanal 5, 20, 22-25, 28-31, 35, 37- 40, 42-44. Kerjasama penangkapan 65, 70, 71, 73, 77-82, 84, 86-89, 91-99, 101, Klorofil-a 2, 61, 120, 122,
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
127
Komnas Kajiskanlaut 9, 55, 56 Koreksi geometrik 5, 28, 33, 34, 35, 36, 60, Koreksi radiometrik 5, 33, 40, LAC 20, 22, Lapan 3, 4, 16, 27, 28, 32, 49, 50, 59, 60, 61, 103, 105, 106, 109, 122, 124. Laut Jawa 6, 7, 8, 10, 12, 107, 108, 109 Maritime Continent 6 Megalaspis cordyla 10, MHS 21 Microwave 3, 21. Migrasi 9, 11, 26, 108, MODIS 5, 13, 16, 19, 29, 30, 31, 32, 33, 43, 44, 45, 124 MSY 15 Musim barat 8, 10, 61, 87, 88, 89, 119, 120, Musim peralihan pertama 90, 119, 120, Musim timur 7,8,10, 119, 125, Musim peralihan kedua 100, 119, Near-real time 33, Nelayan tradisional 4, 13, 61, 63, 67, 71, 74, 75. NOAA 3, 4, 5, 8, 20-28, 33- 39, 40-, 41, 42, 44, 47, 49, 50, 58, 61, 121, 123. One day fishing 57. Overfishing 1, 120, NPOESS 19, 20, Oceancolor 44, 47, 61. Oseanografi 1, 2, 58, 120, Penginderaan Jauh 2, 3, 12, 16, 17, 19, 32, 47, 49-51, 55, 56, 59, 103, 105, 109, 120-125. piksel (pixel) 24, 25, 34, 39, 47, 125, pelagis kecil 1, 6, 12, 119, 124, pelagis besar 1, 9, 13, Peta Rupabumi 16,
128
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
Peta laut 16, 34, 59. Plankton 7, 8, 10, 11, 12, 31, Prospektif 2, 48, 76. Purse Seine 6, 12, 103, 104, 108, 109, 121, 126, Pusbangja 59, 103, 122, Radiometer count 37, Rastrellin ger spp. 12 Rastrelliger kanagurta 126 Repetitive 33 Resolusi spektral 16, Resolusi spasial 5, 9, 22, 30, 33, Salinitas 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 119, 120, Sardinella longiceps 12, 119. Sardinella spp. 12, Sarsat 21, 22 Satelit 2, 3, 5, 8, 12, 16, 17, 19-30, 32, 33, 37, 40, 43-45, 49, 50, 56, 59, 61, 120, 121, 123,125, SBUV 21, 22 Scomberomorus lineolatus 9, SeaWiFS 5, 8, 44. Selar 10, 10, 110, 115, 116, 117, 118, 119. SEM 21 Sempenit 119, Schooling 2, Situbondo 4, 123, 124. SPL 3, 5-9, 11, 16, 19, 22, 30, 33, 37-41, 42, 43, 46, 48, 49, 60, 121, 122. SST 26, 33, 40, 123 Stock assessment 125
.
Stenohaline 10, 12. TOVS 21. Teknologi 2, 5, 8, 15, 123, 126. Temporal 2, 8, 23, 124.
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh
129
Thermal front 4, 5, 8, 9, 47, 49, 49, 50, 51, 52, 55, 58, 61, 122. Thunnus albacores 9 Time series 15. TIP 19. TIROS19. TPI 10, 70, 76, 77, 79, 81, 87, 92, 101, 106, 109. Trial fishing 2. Unit spasial 2, 59, 60, 61, 62, 63, 67, 87, 109, 120. Upwelling 3, 4, 5, 6, 7, 8, 49, 50, 51, 54, 121, 125. Visibel 28, 29, 35. WPP 60. ZEE 1, 33. ZI 4, 55. ZPI 4, 58, 103, 104. ZPPI 3, 4, 9, 19, 21, 47- 49, 55, 57-86, 87-102, 103-120, 121, 122.
130
Pengembangan Dan Penerapan Informasi Spasial Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Data Pengindraan Jauh