POKOK BAHASAN V TEKNIK BUDIDAYA IKAN BERSIRIP
A. Pendahuluan
Pengembangan usaha budidaya ikan di laut (marine culture, sea farming) ini telah dirintis hampir 20 tahun yang lalu, namun sampai saat ini belum semua biota perairan laut (ekonomis penting) teknik budidayanya sudah dapat dikuasi secara mantap. Pada awal perkembangannya usaha ini hanya memelihara atau membesarkan ikan-ikan hasil tangkapan yang ukurannya kecil sampai menjadi ukuran tertentu, atau membesarkan benihbenih hasil tangkapan. Namun pada tahun-tahun terakhir ini perkembangan budidaya ikan di laut, mengalami kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan ini didorong oleh berbagai faktor yang antara lain : -
Telah dikuasainya teknik budidaya, sebagian besar kultivan yang ekonomis
-
Telah tersedianya benih yang diproduksi oleh hatchery
-
Pemintaan produk budidaya laut, yang terus meningkat.
-
Terjadinya penurunan produksi dan alam Peranan budidaya laut akan semakin menjadi penting pada waktu-waktu yang akan
datang tidak hanyak untuk meningkatkan produksi, tetapi juga utuk mengimbangi menurunnya populasi jenis-jenis ikan tertentu, penyediaan lapangan usaha baru, sumber mata pencaharian masyarakat, dan peningkatan devisa. Penangkapan ikan-ikan karang seperti kerapu, kakap secara besar-besaran bahkan dengan menggunakan alat tangkap yang dapat merusak lingkungan (racun atau bahan peledak), menyebabkan punahnya jenisjenis ikan pada habitatnya. Dengan usaha budidaya diharapkan dapat mengatasi tekanan yang berat tenhadap populasi ikan di alam. Pertambahan penduduk, peningkatan angkatan kerja dan tidak berkernbangnya usaha-usaha sektor riil akibat berbagai sebab, menuntut penyediaan lapangan pekerjaan yang semakin besar. Usaha budidaya laut dapat merupakan salah satu alternatif penyediaan lapangan kerja. Hasil ikan dari usaha budidaya laut, sebagian besar merupakan jenis-jenis ikan ekonomis penting yang sangat potensial untuk mendatangkan devisa bagi negara. Beberapa negara sepenti Kanada, Perands, Norwegia, dan Thailand telah dapat menikmati keuntungan yang besar melalui program mariculture yang mereka kembangkan. Sebagal contoh Perancis (yang perairannya jauh lebih kecil dari Indonesia) telah mampu memproduksi tiram (oyster) lebih dan 200 ribu ton, dengan nilai tidak kurang dari US $ 3 milyard. Thailand yang hanya mempunyai garis pantai 2500 km (sama dengan propinsi Jawa Timur) telah mampu menghasilkan devisa tidak kurang dari US $ 2 milyard. Sedang
Universitas Gadjah Mada
1
Indonesia dengan potensi alam yang sangat besar, pada tahun 2002 baru mencapai produksi sebesar 994.962 ton dengan nilai Rp. 1,36 trilyun. Pembudidayaan
mengandung
pengertian
pembiakan
(cultivation)
dan
juga
penumbuhan (growing) sehingga hasil dari budidaya merupakan suatu biomasa dari orgnisme (kultivan) tertentu. Selain hal-hal yang bersifat khusus atau spesifik untuk memilih jenis kultivan juga didasarkan pada : (1) Besamya manfaat dart kultivan bagi manusia, sepeiti untuk bahan makanan, bahan baku industri obat-obatan dan sektor jasa. (2) Peluang untuk dapat diproduksi dengan teknologi yang ada dan menguntungkan. (3) Dalam proses budidayanya tidak banyak menimbulkan masalah lingkungan juga masalah sosial (responsible fisheries) (4) Dapat dikembangkan secara masal dan dapat diadopsi oleh masyarakat kebanyakan. Sampai saat ini beberapa jenis komoditas yang telah berhasil dikembangkan dalam marikultur adalah ikan Kerapu, Kakap, Beronang, Tenipang pasir, Kepiting bakau, Abalone dan beberapa jenis udang.
B. Konstruksi Tempat Budidaya
Budidaya laut (marikultur) mempunyai beberapa kesamaan dan beberapa perbedaan bila dibanding dengan budidaya air tawar atau tambak. Kesamaan yang ada seperti cara pemberian dan jenis pakan. Sedang perbedaannya tenletak cara pengelolaan kualitas air, dan tempat/wadah pemeliharaan yang digunakan. Tempat budidaya yang paling umum digunakan dalam memelihara ikan di perairan laut adalah karamba jaring apung. Pada dasarnya karamba air tawar sama dengan karamba di air taut, perbedaannya hanya terletak pada bahan-bahan yang digunakan. Pada dasarnya karamba jaring apung terdiri dari 3 komponen, yaitu kerangka, jaring dan peiampung. Kerangka karamba laut dipilih menggunakan bahan-bahan yang tidak mucan korosi akibat kadar garam air laut. Penggunaan bahan-bahan dan besi (logam) sejenisnya, sedapat mungkin dihindari karena akan cepat rusak akibat korosi. Pemilihan bahan untuk kerangka karamba laut didasarkan pada kekuatan arus air, kekuatan angin, geombang yang ada di lokasi, kemudahan untuk mendapatkan dan harga. Biasanya bahan yang dipilih adalah kayu gelam atau bambu, dan barang yang lebih murah dan mudah didapat akan dipilih oleh para pembudidaya ikan. Bentuk karamba pada segi empat atau Iingkaran. Ukuran dan bahan jaring sangat ditentukan oleh jenis dan ukuran ikan yang dipelihara, serta waktu pemeliharean. Jaring yang akan digunakan dalam waktu yang lama, tentu akan berbeda apabila jaring hanya akan digunakan dalam 1 musim. Pada umumnya untuk keperluan ini digunakan jaring dari bahan polyethylene (PE). Jaring ini mudah didapat Universitas Gadjah Mada
2
di toko-toko jaring, dengan berbagai ukuran benang dan ukuran mata jaring. Jaring ini mempunyai daya tahan yang relatif lebih lama bila dibanding dengan bahan waring atau nylon. Untuk dapat menjadi bentuk yang sesuai dengan ukuran dan bentuk karamba yang diinginkan, maka jaring harus di ―desain‖ sedemikan rupa dengan cara memotong dan merajut kembali sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Dalam merajut jarang hal yang perlu diperhatikan adalah ukuran bukaan mata yang diinginkan, dengan cara mengatur shortening jaring, seperti orang akan membuat jaring insang (gill net).
Perbedaan shortening akan menyebabkan perbedaan arah bukaan mata jaring yang terbentuk. Sedang besarnya bukaan mata jaring akan berpengaruh pada sirkulasi atau terjadinya aliran air dari luar ke dalam janing atau sebaliknya. Ukuran mata jaring yang terlalu kecil akan sangat mudah tertutup oleh adanya organisme penempel (biofauling), yang akan menyebabkan terganggunya aliran air dari luar ke dalam jaring apung atau sebaliknya. Perencanaan kebutuhan jaring yang tepat serta teknik pembuatan (pemotongan, penyambungan) yang benar, akan memperkecil jumlah jaring yang terbuang. Prinsip-prinsip pemotongan dan penyambungan jaring yang dilakukan, sama dengan cara-cara yang dilakukan pada saat pembuatan jaring. Kedalaman jaring biasanya disesuaikan denqan kecerahan air pada lokasi pemeliharaan, sehingga ikan di dasar jaring akan masih dapat dilihat. Hal tersebut disebabkan karena pengamatan ikan secara phisik menjadi bagian yang sangat penting. Pelampung merupakan salah satu komponen penting dari kontruksi karamba jaring apung. Bahan pelampung dapat berupa drum plastik, atau gabus steorofoam yang dibungkus dengari plastik. Penggunaan drum minyak dihindari karena mudah rusak. Jumlah pelampung yang digunakan ditentukan oleh perkiraan oleh beban (berat) yang bakal terjadi di jaring apung. Beban pada kontruksi jaring apung meliputi berat karamba, berat jaring, persediaan pakan, berat (beban) penjaga, serta alat dan bahan lain yang ada di atas karamba. Sebagai contoh cara penentuan jumlah pelampung pada jaring apung, adalah sebagai berikut :
Universitas Gadjah Mada
3
Jika diketahui hal-hal sebagai berikut: 1.
Berat jaring
= 100 Kg
2.
Berat kontruksi
= 300 Kg
3.
Berat stock pakan
= 200 Kg
4.
Penjaga (2 orang)
= 120 Kg
5.
Berat benih pada saat tebar
= 150 Kg
6.
Berat lain-lain (10%)
= 90 Kg
Jumlah
= 960 Kg
Jika bahan pelampung digunakan drum dan plastik dengan volume 40 liter dengan berat 2 Kg, berapa drum yang diperlukann jika kontruksi jaring apung diharapkan berada 25% di atas air. Drum plastik 40 liter dengan berat 2 Kg dapat menahan beban sebesar : 40 liter x BJ. Air - 2 Kg (Jika BJair dianggap = 1) maka : 40 liter x 1 Kg/liter - 2 Kg = 38 Kg. Jumlah drum yang diperlukan
= 960 Kg = 20 buah 48 Kg
Jika kontruksi 25 % di atas air, maka jumlah drum yang diperlukan : 100 x 20 buah = 26.67 buah ata 27 buah drum. 75
Dalam budidaya ikan di jaring apung arus air atau pergerakan air sangat penting dan perlu diperhatikan. Arus air berperan dalam : a. Penggantian air yang ada di dalam air apung. b. Sebagai suplay oksigen yang sangat diperlukan bagi ikan untuk bernafas. c. Membersihkan sisa-sisa atau hasil ekresi yang di dalam jaring apung. Besarnya penggantian air juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan kepadatan ikan di dalam karamba jarring apung. Perhintungannya didasarkan pada kemampuan seberapa besar arus air dapat menyediaakan oksigen yang dibutuhkan oleh ikan. Berikut suatu contoh besarnya suplay oksigen dapat digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan jumlah ikan yang harus ditebar. 1. Jika suatu jaring apung ukuran 3 x 3 x 4 m, dimana ukuran jaring yang terendam dalam air adalah 3 x 3 x 3m. Volume jaring air menjadi 27 m3 atau 27.000 liter. 2. Jika kecepatan arus terendah dan hasil pengukuran di dalam karamba sebesar 6 cm/dt., maka waktu yang diperlukan oleh masa air untuk melewati jaring apung (cage) adalah :
300 cm 50 detik. 6 cm/dt. Universitas Gadjah Mada
4
Sehingga kecepatan air =
27.000 liter 540 liter/dt. 50 dt.
3. Jika kecepatan arus terendah dari hasil pengukuran di luar jaring apung sebesar 8 cm/dt, maka besarnya transmition factor adalah :
6 x 100% 75% 8 4. Kecepatan penggantian air actual di dalam jaring apung, adalah : 75 % x 540 liter/dt = 405 liter/dt. Atau 405 l/dt. x 60 x 60 = 1.458.000 liter/jam. 5. Jika kandungan oksigen di dalam karamba jaring apung dari hasil pengukuran sebesar 6,5 ppm, dan kandungan oksigen terendah yang dipersyaratkan untuk jenis ikan A (tertentu) sebesar 5,5 ppm. Maka oksigen yang dapat dimanfaatkan secara aman sebesar : 6,5 ppm - 5,5 ppm = 1 ppm. Jadi jumlah oksigen yang tersedia dan dapat dimanfaatkan sebesar : 1 ppm x 1.458.000 l/jam = 1.458.000 ppm/jam 6. Jika 50 % dan oksigen yang tersedia digunakan oleh organisme lain, maka jumlah oksigen yang dapat dimanfaatkan oleh ikan : 50 % x 1.458.000 ppm = 729.000 ppm. 7. Jika diketahui konsumsi oksigen untuk ikan A sebesar 500 ppm/Kg ikan/jam, maka jumlah ikan yang dapat ditebar :
729.000 1.458 Kg Ikan 500 8. Jika ukuran ikan yang akan ditebar sebesar 100 gram/ekor, maka jumlah ikan yang dapat ditebar adalah :
1458 kg 14.580 ekor. 100 gram / ekor
Cara tersebut di atas dapat dilakukan sebagal safah satu cara yang dilakukan dalam penentuan pada tebar dalam budidaya ikan dalam karamba jaring apung. Masih banyak cara yang digunakan untuk menentukan padat tebar seperti dengan carrying capacity, target panen, maupun laju pertumbuhan.
Universitas Gadjah Mada
5
C. Teknik Budidaya Kakap
Kakap merupakan salah satu jenis ikan yang sudah dapat dibudidayakan di laut, selain Kerapu maupun ikan Beronang. Ada beberapa jeriis kakap yang dikenal oleh masyarakat diantaranya adalah : -
Kakap Pufih (Lates calcarifer) Nama lain
: Pelak, Petehan, Tetahan, Cakang, Tekong, Seabass atau Giant Perch
-
Kakap merah (Lucanus sanguineus). Nama Lain
-
: Golden Snapper, Tambangan, Jenaha
Kakap Hitam (Lobotes surinamensis) Nama Lain
: Kakap batu, Bekuku, Pelakwatu atau ikan Batu.
Gambar : Ikan Kakap
Dari 3 jenis kakap tersebut di atas, kakap putih merupakan jenis yang paling banyak oleh masyarakat, karena teknik budidayanya telah dapat dikuasai. Hal tersebut tidak terlepas dari keberhasilan Balai Budidaya Laut yang telah berhasil melakukan pemijahan ikan kakap secara masal, sehingga kebutuhan benih sudah dapat diatasi. Secara umum kakap putih mempunyai sifat-sift sebagai berikut : a.
Bentuk memanjang, gepeng dan mempunyai strip yang lebar.
b.
Pada waktu muda (umur 1-2 bulan) warnanya gelap dan kemudian menjadi terang pada saat umur 3-5 bulan.
c.
Bersifat karnivora dan pertumbuhannya cepat.
d.
Penyebaran secara alami berada di pantai utara Jawa, Timur Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi serta Laut Arafura.
1. Usaha Pembenihan Dalam budidaya kakap, dibedakan menjadi usaha pembenihan dan usaha pembesaran. Dalam usaha pembenihan maka diperlukan beberapa sarana antara lain : Universitas Gadjah Mada
6
-
kurungan apung untuk pemeliharaan induk
-
bak pemijahan
-
bak penetasan telur
-
bak pemeliharaan larva
-
bak kultur pakan alami
-
penetasan artemia
-
pompa blower Untuk mendapatkan induk yang sudah matang kelamin, maka induk dan calon-
calon induk dipelihara dalam kurungan jaring apung. Induk kakap putih biasanya berukuran antara 3 - 4,5 Kg/ekor. Persiapan induk akan lebih baik apabila dipelihara dalam jarring apung, dengan padat tebar 25 m2 per pasang. Selama dalam pemeliharaan induk diberi pakan berupa ikan rucah segar dengan kandungan protein yang tinggi dengan lemak rendah dan diberi vitamin E. Pemberian pakan dengan pakan buatan sangat dengan melalui penyesuaian/adaptasi. Penentuan kematangan gonad dilakukan dengan metode pengurutan bagi induk jantan. Induk jantan dianggap dikawinkan jika saat diurut mengeluarkan cairan sperma berwarna putih kental. Induk betina dilakukan dengan metoda kanulasi, yaitu mengambil telur dengan memasukan selang plastik bergaris tengan 1,2 mm ke dalam saluran genital pada kedalaman 6 - 7 cm. Telur yang matang jika mempunyal garis sekitar 0.5 mm dan sudah tidak saling melekat. Kualitas dan jumlah pakan sangat berpengaruh terhadap proses pemijahan. Pemberian pakan yang berlebihan akan menyebabkan induk cepat besar dan gemuk, namun proses pematangan gonadnya akan menjadi terganggu. Gonad biasanya akan terbungkus jaringan lemak sehingga dapat menghambat proses pemijahan. Pemberian pakan berupa ikan segar sebaiknya menggunakan ikan-ikan yang dagingnya berwarna putih (lemaknya rendah) seperti cumi. Jika pakan yang diberikan pakan buatan, maka diusahakan dalam pakan mengandung protein sekitar 50%. Untuk mempercepat terjadinya pemijahan, maka dilakukan berbagai rangsangan yang secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu rangsangan hormonal dan rangsangan dengan manipulasi lingkungan. Rangsangan secara hormonal dapat dilakukan dengan penyuntikan
hormon
HCG
(Human
Chiorionic
Gonadotropin)
dan
Puberogen.
Rangsangan dilakukan dengan penyuntikan secara intra muscular sebanyak 2 kali, dengan selang waktu antara penyuntikan pertama dan kedua adalah 24 jam. Dosis yang digunakan untuk penyuntikan pertama adalah 250 IU HCG + 50 RU puberogen / Kg induk. Sedang pada penyuntikan kedua sebanyak 2 kali dosis pertama. Rangsangan dengan manipulasi lingkungan dilakukan dengan cara penurunan dan menaikan kedalaman air pada bak pemijahan pada siang hari, dengan tujuan untuk merubah suhu
Universitas Gadjah Mada
7
air secara mendadak. Kakap biasanya memijah pada saat bulan purnama (biasanya selama 6 hari). Telur kakap yang telah dibuahi akan terapung, sedang telur yang gagal akan tenggelam. Telur-telur yang terapung diambil untuk ditetaskan dalam bak penetasan. Sebelum telur ditetaskan biasanya direndam dulu dalam larutan disinfektan (seperti acriffavin 5 ppm) selama 1 menit. Bak penetasan sekaligus sebagai bak pemeliharaan larva, dan telur kakap akan menetas 17 - 18 jam dengan hatching rate sekitar 80 - 90%. Kepadatan telur pada bak penetasan 60.000 — 100.000 butir / m3, dengan suhu air 26 — 28 °C, dan salinitas 28-30 ppt. Perkembangan benih kakap sebagai berikut :
-
ukuran 1,5 mm
-
masih ada kantong telur dan gelembung minyak
-
warna pucat (transparan)
-
posisi membentuk sudut 45-90 di bawah permukaan air.
-
mulut membuka
-
kuning telur sudah habis
-
warna masih pucat (transparan s/d umur 7 hari)
-
melakukan metamorphosa (warna gelap)
-
garis tegak kelihatan
-
sirip punggung sudah muncul
-
berubah menjadi burayak
-
hidup di air payau (20 ppt)
-
perlu grading
Dalam pemeliharaan Larva beberapa hal yang harus
diperhatikan antara lain
padat tebar, pengelolaan pakan dan pengelolaan air. Padat tebar pada pemeliharaan larva, adalah sebagal berikut : Umur Larva (Minggu) I II III IV
Padat Tebat (Ekor / m3) 60.000 - 100.000 35.000 - 40.000 15.000 - 20.000 6.000 - 10.000
Jumlah dan jenis pakan yang diberikan untuk larva kakap putih, disesuaikan dengan umur larva, sebagai berikut : Universitas Gadjah Mada
8
Pengelolaan kualitas air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara penggantian air setiap hari. Datam penggantian air kualitas air diusahakan tidak banyak berubah seperli salinitas 28-30 ppt dan suhu air 26-28 °C. Banyaknya air yang diganti tergantung dari umur larva, sebagai berikut :
Benih kakap putih dipanen setelah berumur 30 - 40 hari, untuk dilakukan pendederan (nursery) sebelum dipelihara pada pembesaran. Pendederan dapat dilakukan di jakapung maupun di tambak-tambak permanen.
2. Usaha Pembesaran Pembesaran kakap putih dapat dilakukan di karamba jaring apung, yang dipasang di perairan laut (pantai). Kegiatan ini dimulai dan pemilihan lokasi yang merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha pembesaran. Lokasi dipilih berdasarkan syarat-syarat sebagai berikut : a. Keterlindungan lokasi dan pengaruh angin dan gelombang yang besar. b. Pergerakan air dengan kecepatan arus c. Kadar garam 13 - 30 ppt d. Kedalaman air tidak kurang dan 5 - 7 m pada surut terendah e. Oksigen terlarut 5 -7 ppm. f.
Bebas dari pencemaran.
Universitas Gadjah Mada
9
Ukuran jaring apung disesuaikan dengan skala usaha yang akan dilakukan, namun umumnya karamba berukuran 3 x 3 x 3 m. Kerangka terbuat dari kayu dengan pelampung terbuat dari drum plastik atau gabus stereofam. Satu unit jaring apung biasanya terdiri dari 4 buah petak jaring. Jaring yang digunakan dari jenis PE ukiuran D10 atau D-12. Agar unit jaring tidak mudah berpindah tempat, maka dilengkapi dengan jangkar atau pemberat yang dapat dibuat dari beton / semen. Padat penebaran benih berkisar 40-50 ekor/m3 untuk ukuran benih 50-75 gram/ekor. Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari, dan sebelum ditebar benih perlu diaklimatisasikan, agar tidak stres. Kakap putih bersifat karnivora, namun dalam budidaya kakap putih dapat dilatih untuk dapat makan pakan buatan atau pelet. Pakan yang diberikan sebanyak 8-10 % per hari, dan dilakukan pada pagi dan sore hari. Selama pemeliharan harus dilakukan pengelolaan secara baik. PengeIoaan meliputi kegiatan penggolongan ukuran (grading), pemantauan terhadap hama dan penyakit serta organisme pengganggu. Secara rutin jarring harus dibersihkan dan organisme penempel (biofauling), agar tidak mengganggu pergerakan atau sirkulasi air yang ada. Ukuran panen biasanya disesuaikan dengan permintaan pasar, yaitu 500-700 gram/ekor, yang biasanya dapat dicapai pada pemeliharaan selama 5 - 6 bulan. Dalam satu unit jaring apung ukuran 3 x 3 x 3 m sebanyak 4 buah dapat dicapai produksi sebesar 2000 - 2500 Kg dengan perkiraan SR sebesar 90%.
D. Budidaya Kerapu
Kerapu merupakan salah satu jenis ikan laut yang bernilai ekonomi tinggi, khususnya di Asia Tenggara. Jenis ikan ini dalam perdagangan bebas dikenal dengan nama Grouper, dan sangat disukai oleh konsumen Singapura, Hongkong dan Taiwan. Beberapa jenis ikan kerapu yang dikenal mempunyai nilai ekonomis tinggi dan sudah dapat dibudidayakan adalah : a. Kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) b. Kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) c. Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus) d. Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutatus) e. Kerapu Toto) (Plectropomus maculatus) f.
Kerapu Bebek / tikus (Cromileptes altivelis)
Universitas Gadjah Mada
10
Gambar : Kerapu lumpur
Gambar : kerapu tikus (bebek)
Secara biologis nama Kerapu biasanya digunakan untuk 4 genus anggota famili Serranidae, yaitu genus Epinephelus, Variola, Pectropomus dan Cromileptes. Genus Cromileptes bersifat monotypic yang berarti hanya mempunyai satu spesies saja. Sebagian besar anggota famili ini hidup di perairan yang relatif dangkal dengan dasar terumbu karang. Dalam siklus hidupnya kerapu muda hidup di perairan karang di daerah pantai dengan kedalaman 0,5 - 3 m. Setelah menginjak dewasa ikan ini berupaya ke perairan yang Iebih dalam antara 40 - 60 m, dan biasanya ruaya ini terjadi pada siang dan senja hari. Telur dan larva bersifat pelagis, kerapu muda sudah bersifat demersal. Permintaan pasar akan produk kerapu terus meningkat, di satu sisi populasi di alam mengalami penurunan akibat penangkapan yang berlebihan atau telah terjadi perusakan habitat (terumbu karang) yang mengakibatkan populasi ikan ini menjadi semakin menurun. Untuk mengatasi kesenjangan yang ada maka budidaya kerapu di laut semakin banyak dilakukan, terlebih lagi setelah ditemukannya teknik pembenihan sehingga benih tidak tergantung dari alam. Dalam melakukan budidaya kerapu maka dikenal dengan dua kegiatan usaha yaitu usaha pembenihan dan usaha pembesaran. Pembenihan kerapu telah banyak dilakukan di hatchery milik pemerintah maupun swasta, atau bahkan sekarang berkembang backyard hatchery kerapu. Backyard hatchery kerapu adalah usaha pembenihan yang dilakukan dengan cara membeli telur yang telah dibuahi dan ditetaskan dan dipelihara sampai ukuran glondongan. Universitas Gadjah Mada
11
1. Pembenihan Kerapu Ikan kerapu bersifat hermaprodit protogini yaitu pada perkembangan mencapai dewasa, ikan yang berkelamin betina akan berubah menjadi jantan dengan seiring bertambah besar ukuran dan bertambahnya umur ikan. Kecenderungan perubahan kelamin terjadi selama masa non reproduksi yakni antara umur 2 - 6 tahun. Perubahan akan terus terjadi sepanjang tahun kecuali 2 bulan selama masa kematangan gonad. Secara umum dapat dikatakan peralihan penubahan kelamin akan ada selama tidak dalam musim pemijahan dan perubahan kelamin segera didapati sesudah pemijahan berlangsung. Ikan jantan yang beratnya 1 - 2 Kg sudah mampu menghasilkan sperma, tetapi belum dapat melakukan pembuahan. Induk jantan yang mempunyai ukuran lebih dari 3 Kg sudah dapat menghasilkan sperma yang mampu melakukan pembuahan. Secara alami kerapu memijah pada bulan Juni - September dan Nopember - Februan, terutama terjadi di perairan Kepulauan Riau, Karimun Jawa dan Irian Jaya. Beberapa spesies kenapu mempunyai usim pemijahan 6 - 8 kali per tahun. Fekunditas kerapu antara 200.000 - 300.000 per Kg induk, untuk pemijahan dengan menggunakan metode manipulasi lingkungan maupun metode rangsangan hormonal. Telur kerapu yang fertil berwarna bening atau transparan, melayang di badan air atau mengapung di permukaan air dengan ukuran 850 - 950 mikron. Pada bagian posterior terdapat gelembung minyak dengan diameter 170 - 220 mikron, sehingga posisi embrio larva akan menungging ke bawah. Telur yang dibuahi akan mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi embrio dan menetas menjadi larva setelah 19 jam sejak telur dibuahi. Pembelahan sel pertama kali terjadi setelah 40 menit setelah terjadi pembuahan, dan pembelahan sel berikutnya terjadi setiap 15 - 30 menit sampai mencapai tahap multisel selama 2 jam 25 menit sejak penetasan. Setelah tahap multisel tahapan berikutnya adalah blastula, gastrula, neurula, dan embrio. Gerakan pertama pada embrio terjadi pada jam ke 16 setelah pembuahan, dan selanjutnya menetas pada jam ke 19. Larva yang baru menetas mempunyai panjang badan total 1,69 - 1,79 mm. Pada saat menetas mata belum berpigmen, mata dan mulut belum terbuka. Perkembangan berikutnya tubuh semakin panjang sedang kantong telur dan gelembung minyak semakin mengecil. Pembentukan sirip punggung terjadi pada hari pertama, dan pada hari kedua sirip dada mulai terbentuk dan jaringan usus telah berkembang sampai ke anus. Pada hari ketiga telah terjadi pigmentasi saluran pencernaan bagian atas dan mulut mulai membuka dengan ukuran bukaan 75 mikron. Pigmen melanopora berupa bintik hitam mulai terbentuk pada larva umur D3 dan terkonsentrasi disekitar lambung. Melanopora mulai menyebar ke ventral lambung dan pangkal ekor saat larva berumur D6. Pada umur D7 pigmentasi banyak terjadi pacla Universitas Gadjah Mada
12
pangkal ekor, dan calon sirip dada terlihat pada umur D9 dan sirip punggung pada umur D.10. Perkembangaan bintik hitam yang semakin menebal pada bagian lambung menandakan ikan sehat dan berkembang dan sebalik apabila semakin memudar ikan tidak mau makan dan akan mati. Periode perkembangan larva kerapu sampai tahap metamorphosis penuh membutuhkan waktu 35 - 40 hari. Setelah menetas sampai dengan hari ketiga larva mendapatkan pasokan makan secara endogenus dengan mengabsorbsi kuning telur kuning telur yang dibawanya. Pada hari ketiga dan seterusnya seiring dengan telah mulai membukanya mulut larva mendapatkan makan dan luar. Sejak hari pertama larva menetas media diberi fitopankton (Chiorella), untuk menjaga kualitas air dan sekaligus untuk memberikan makan bagi rotifera yang ada. Pembenihan kerapu tidak jauh berbeda dengan pembenihan kakap, dimulai dari persiapan induk dengan memberi makanan yang cukup bergizi dan diberi multivitamin (A,C dan E) dengan dosis 1000 IU, 1000 IU dan 3 mg/Kg. Menurut Elliot (1979) ikan dapat mengafami pertumbuhan gonad jika terdapat kelebihan energi. Untuk memenuhi itu maka induk kerapu diberi pakan ikan segar seperti cumi, layar, selar dll. Seleksi induk merupakan kunci keberhasilan pembenihan. Sebelum seleksi dimulai dilakukan pembiusan terhadap induk dengan menggunakan ethyleneglycol monophenylether dengan dosis 100 ppm, minyak cengkeh atau MS 222 dengan dosis 50 ppm. Untuk induk betina dilakukan dengan kanulasi seperti hainya yang yang dilakukan pada induk kakap. Demikian juga untuk induk jantan yang dilakukan dengan cara pengurutan. Pemijahan kerapu dilakukan pada bak berbentuk bulat dengan kapasistas 100 ton, dengan perbadingan jantan dan betina 1 : 1. Induk betina berukuran 1,3 - 2.0 Kg sedang induk jantan berukuran 2,5 - 4 Kg. Untuk mempercepat pemijahan biasanya dilakukan dengan cara rangsangan, yaitu dengan suntikan hormon maupun dengan manipulasi lingkungan. Pemijahan dengan rangsangan hormonal dapat dilakukan di karamba jaring apung, sedang dengan menggunakan manipulasi lingkungan di dalam bak permanen. Sistem manipulasi lingkungan mempunyai beberapa keuntungan antara lain kualitas telur yang baik, pemulihan induk yang cepat dan tidak memerlukan hormon yang harganya relatif mahal. Pemijahan dalam bak permanen kapasitas 100 ton, dilakukan perlakukan sebagai berikut : a. Pergantian air 200 - 300% per hari b. Kepadatan induk dapat mencapai 25 pasang (pemijahan secara masal) c. Ratio induk jantan : betina = 1 : 1 atau 1: 2 d. Pemberian pakan ikan segar (cumi atau ikan rucah yang lain) secara ad libitum e. Pemijahan terjadi 5 hari, pada saat bulan gelap.
Universitas Gadjah Mada
13
f.
Untuk kerapu bebek dapat memijah sepanjang tahun (12 kali) sedang yang lain ratarata 9 - 10 kali per tahun.
g. Pada bak pemijahan biasanya dilengkapi dengan bak pengumpulan telur (egg colector). h. Telur yang terbuahi akan terapung dan akan hanyut bersama aliran air dan tertampung pada bak pengumpulan telur. i.
Manipulasi lingkungan dilakukan dengan menurunkan air, sampai ketinggian kurang lebih 1 m, dan menaikan kembali sampai kedalaman sekitar 3 m.
2. Penetasan telur Telur yang sudah terkumpul di seleksi antara telur yang baik dan yang tidak terbuahi. Telur yang baik kemudian ditetaskan dalam bak inkubasi/penetasan. Perlakuan dalam bak ikubas, adalah sebagai berikut : a. Air yang digunakan dalam penetasan adalah air yang telah disaring dengan menggunakan saringan pasir. b. Salinitas 31 - 34 ppt, dengan suhu air 26,8 - 28,9 °C. c. Telur kerapu akan menetas setelah 16 -18 jam d. Air diberi aerasi lembut merata, untuk menjaga agar telur tidak berkumpul di suatu tempat. e. Telur yang tidak menetas akan mengendap, dan disipon. f.
Padat penebaran telur antara 40 — 60 butir/liter.
3. Pemeliharaan larva. Pemeliharaan larva dapat dilakukan dengan cara memelihara langsung larva yang telah menetas di dalam bak penetasan, dan yang kedua memindahkan larva dalam bak pemeliharaan larva. Cara pertama banyak dilakukan dengan pertimbangan untuk mengurangi stres pada larva. Pada awal pemeliharaan larva, fitoplankton berupa chiorella diberikan dengan kepadatan 1-5 x 105 sel/liter dan diberikan pada umur D-1. Pemberian plankton ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas air dan sekaligus sebagai makanan rotifera (Brachionus plicatilis). Jadwal penggantian air dan pemberian pakan dapat dilihat pada skema berikut ini :
Universitas Gadjah Mada
14
Pemberian pakan :
Penggantian air :
Selama pemeliharaan larva kerapu, maka palin tidak telah diketahul ada sekitar 5 phase kritis yaitu: Phase kritis I
Pada larva umur 3 - 7 hari Pada saat makanan bawaan habis dan mulut belum terbuka sempurna
Phase kritis II
Pada larva umur 11 - 12 hari Pada saat spina (sirip punggung dan dada (semakin memanjang)
Phase kritis III
Pada larva umur 22 - 25 hari Ketika terjadi metamorphosa pada saat spina panjang mereduksi
Phase kritis IV
Pada larva umur 25 - 28 hari Pada saat terbentuknya bintik hitam, yang menyebar di seluruh permukaan
Phase kritis V
Pada larva umur 35 hari Sifat kanibal mulai tampak, larva yang besar memangsa yang kecil
Universitas Gadjah Mada
15
4. Pembesaran Kerapu. Dalam pembesaran kerapu dapat dilakukan di dalam karamba jaring apung maupun pembesaran di dalam tambak, khususnya untuk kerapu lumpur. Untuk pembesaran dalam karamba jaring apung , maka pemilihan lokasi menjadi salah satu penentu keberhasilan usaha pembesaran kerapu. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi, adalah sebagai berikut : a. Gelombang dan angin. Kerapu mempunyai kebiasaan hidup di dasar, kecuali pada saat makan. OIeh karena itu tempat pemeliharaan yang selalu bergerak-gerak akan menyebabkan ikan menjadi stres. b. Kedalaman air. Kedalaman air yang dipilih antara 15-30 m, dan jika terlalu dangkal dikawatirkan lumpur dasar akan berpengaruh dan menyebabkan ikan menjadi terganggu. c. Kecepatan arus. Kecepatan arus diharapkan tidak lebih dan 50 cm/detik. Aliran air sebagai penggantian air cukup hanya 10-30 cm/detik. Kecepatan air yang rendah akan berpengaruh terhadap kecepatan penempelan organisme (biofauling) pada jaring. d. Salinitas dan suhu air. Salinitas yang baik bisanya antara 30 - 35 ppt dan suhu air 2730 °C. e. Jauh dan sumber pencemaran, dekat sungai misalnya. f.
Dekat dengan sarana dan prasarana, termasuk sumber pakan. Teknik budidaya kerapu di dalam karamba jaring apung hampir sama seperti
budidaya kakap dalam karamba jaring apung.
Universitas Gadjah Mada
16
a. Persiapan tempat pemeliharaan. Persiapan tempat pemeliharaan mulai dan persiapan bahan sampai dengan penempatan karamba.
Sumber Gambar : Tatam Sutarmat, dkk. 2003 b. Benih Benih kerapu dan alam dapat ditangkap dengan alat tangkap bubu, pukat pantai, jala, sodo disekitar pantal yang berkarang. Sedang benih dan panti pembenihan dapat diperoleh dan panti-panti pembenihan. Benih dari hatchery memihki keunggulan seperti benih lebih seragam (mengurangi sifat kanibal). Benih yang baik adalah (1) tidak sakit atau membawa penyakit (2) bentuk badan normal dan tidak cacat. Universitas Gadjah Mada
17
Sumber Gambar : tatam Sutarmat, dkk. 2003.
c. Penggelondongan Benih kerapu yang berukuran 25-50 gram/ekor dipelihara lebih dahulu dalam kurungan apung. Padat tebar yang digunakan adalah 80-100 ekor/m3 dan dipelihara selama 1-2 bulan. Setelah itu ikan dipindahkan dalam karamba pembesaran. d. Pembesaran Padat tebar yang digunakan dalam pembesaran adalah 40-50 ekor/m3 dengan ukuran 75-100 gram/ekor. Lama pemeliharaan di dalam karamba adalah 5-6 bulan, sampai ikan mencapai ukuran 600-800 gram/ekor. Khusus untuk kerapu bebek padat tebar dianjurkan sebagal berikut : Berat benih (gram)
Kepadatan ikan (ekor/m3)
5 – 10
150 – 200
10 - 50
80 - 100
50 – 150
30 - 40
150 - 500
15 - 20
e. Pakan Pakan yang diberikan berupa ikan rucah atau pakan buatan (pelet). Jumlah yang diberikan tergantung dari ukuran ikan yang dipelihara. Pada tahap penggelondongan pakan diberikan sebanyak 15%, sedang pada tahap pembesaran pakan yang Universitas Gadjah Mada
18
diberikan 8-10%. Pemberian pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari pagi dan sore hari (tergantung ukuran ikan). Kerapu termasuk ikan yang sulit untuk memakan, untuk itu perlu adaptasi atau menggunakan benih dan hatchery yang sudah biasa makan apalagi makan dengan pakan buatan. Beberapa masalah dalam penggunaan ikan rucah sebagai pakan : -
ketersediaan pakan tidak kontinyu
-
memerlukan waktu dan tenaga untuk penyiapan
-
mutu pakan tidak stabil dan terjamin
-
mempunyai resiko tinggi terhadap penularan penyakit
-
mudah menimbulkan pencemaran pada lingkungan
Pakan buatan mempunyai beberapa kelebihan dan keuntungan, seperti mudah dalam penyimpanan dan pemberian, nutrisi standar dan mudah diatur (protein >50%). Pedoman untuk pemberian pakan (ikan rucah maupun pellet kering) dalam pemeliharaan kerapu bebek dalam karamba jaring apung.
Pemberian Pakan Ikan Rucah Pada Kerapu Bebek. Ukuran Ikan (g) 5 – 10 10 – 50 50 – 150 150 – 300 300 - 600
Rata – Rata Pakan Per Hari (%) 15 – 20 10 – 15 8 – 10 6–8 4-6
Frekuensi (x/hari) 3–4 2–3 1–2 1 1
Pemberian Pakan Pelet Kering Pada Kerapu Bebek Bentuk / ukuran Ukuran ikan (mm) (gram) KRA-1.6 Crumble 1.6 1-5 KRA-3 Pellet 3 5 – 20 KRA-5 Pellet 5 20 – 100 KRA-7 Pellet 7 100 – 200 KRA-10 Pellet 10 200 - 300 KRA-12 Pellet 12 > 300 Sumber Gambar : Tatam Sutarmat, dkk. 2003 Type
f.
Jumlah pakan /hari (%) 4,0 – 10,0 2,0 – 4,0 1,5 – 2,0 1,2 – 1,5 1,0 – 1,2 0,8 – 1,0
Frekuensi (x/hari) 3–5 2–3 2 1–2 1 1
Pengelolaan Selama pemeliharaan ikan harus dilakukan grading (seleksi ukuran) pada waktu waktu tertentu, untuk menghindari sifat kanibal. Pembersihan terhadap biofauling, harus terus dilakukan agar tidak mengganggu sirkulasi air yang ada. Pengecekan terhadap jaring maupun tali - tali yang digunakan, agar ikan tidak lepas. Hal penting lainnya adalah pengendalian hama dan penyakit ikan. Dalam budidaya kerapu dikaramba jaring apung dikenal dengan 4 kelompok, yaitu penyakit karena virus, Universitas Gadjah Mada
19
bakteri, parasit, dan lainnya yang tidak termasuk bukan patogen. Dua penyakit karena virus yang dikenal yaitu infeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) yang disebabkan karena nodavirus dan infeksi oleh iridovirus yang dikenal dengan penyakit kerapu tidur (sleepy grouper diease). g. Panen Panen umumnya disesuaikan dengan perrnintaan pasar, biasanya kerapu ukuran konsumsi adalah 600 - 800 gram/ekor dan untuk mencapai ukuran tersebut diperlukan waktu pemeliharaan 5-6 bulan. Sintasan selama pemeliharaan dapat mencapai 90%, dengan produksi untuk 4 buah jaring ukuran 3 x 3 x 3 m mencapai 2000 - 2500 Kg.
E. Rangkuman Beberapa jenis ikan bersirip yang telah berhasil dibudidayakan di perairan laut adalah jenis kakap, kerapu maupun ikan beronang. Pemeliharaan dilakukan dengan menggunakan karamba jaring apung. Karamba jaring apung terbuat dan bahan kayu atau bambu untuk kerangka, drum plastik atau gabus stereofoam untuk pelampung dan jaring dan polyetheylene untuk tempat pemeliharaan. Pemeliharaan ikan bersirip di karamba jaring apung di bedakan menjadi usaha pembenihan dan usaha pembesaran. Kendala yang dihadapi dalam usaha pembenihan adaah masih rendahnya sintasan dan benih, yang salah satunya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sedang usaha pembesaran mempunyai sintasan yang tinggi, namun masalah pakan masih tergantung pada pakan ikan segar dan belum sepenuhnya dapat menggunakan pakan buatan.
E. Soal-Soal Latihan
1. Sebutkan cara dan urut-urutannya pembuatan karamba jaring apung. 2. Sebutkan beberapa pertimbangan dalam memilih bahan untuk pembuatan karamba jaring apung. 3. Sebutkan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih lokasi untuk jaring apung kerapu. 4. Hitunglah jumlah jaring yang dibutuhkan untuk membuat karamba jaring apung dengan ukuran 3 x 3 x 3 m. 5. Bagaimana cara pemijahan ikan kakap. 6. Sebutkan beberapa kendala yang dihadapi pada pembenihan kakap.
Universitas Gadjah Mada
20
7. Bagaimana Iangkah-Iangkah saudara jika saudara diminta untuk dapat memproduksi kapan sebanyak 3 ton per bulan. 8. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pembenihan kerapu. 9. Sebutkan jenis-jenis kerapu yang sudah dapat dibudidayakan di dalam karamba jaring apung.
G. Daftar Buku Bacaan
1. Anonim, 1999. Budidaya Kakap Putih. Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perikanan, Balai Budidaya Laut Lampung. 2. Anonim, 1999. Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Departemen Pertanian Direktorat Jendral Perikanan, Balai Budidaya Laut Lampung. 3. Anonim, 1994. Komoditas Ekspor Potensial. Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perikanan. 4. Anonim, 1985. Pembenihan Ikan laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro kerja sama dengan JICA. 5. Slamet Budi Prayitno, 1988. Cage Culture. Workshop Budidaya Laut. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro Semarang. 6. Anonim, 1985. Buku Petunjuk Budidaya Kerang Hijau. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegoro kerja sama dengan JICA. 7. Made L. Nurjana, 2001. Prospek Sea Farming di Indonesia. Prosiding seminar Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. 8. Tatam Sutarmat, Suko Ismi, Adi Hanafi, Shogo Kawahara, 2003. Petunjuk Teknis Budidaya kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di Karamba Jaring Apung. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol Bali.
Universitas Gadjah Mada
21