POKOK BAHASAN II PROFIL DAN MASALAH KEPENDUDUKAN DI INDONESIA
Masalah kependudukan yang menjadi perhatian dunia saat ini adalah tetap tingginya angka kelahiran. Dengan didasarkan pada hasil perhitungan penduduk dunia pada tahun 1995 berjumlah sekitar 5,7 milyar dengan pertambahan 94 juta jiwa setiap tahunnya maka pada tahun 2050 penduduk dunia diperkirakan akan menjadi dua kali lipat. Angka-angka pertambahan penduduk yang masih tinggi terutama terjadi di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, menurut perhitungan sensus penduduk tahun 1961 penduduk Indonesia baru berjumlah 97.018.900 jiwa, naik menjadi 119.232.500 jiwa pada tahun 1971; kemudian pada tahun 1980 bertambah lagi menjadi 147.490.300 jiwa dan bertambah lagi pada tahun 1990 mencapai 179.312.600 jiwa. Dengan angka pertumbuhan 1,7 persen per tahun, diperkirakan pada tahun 2000 nanti penduduk Indonsia akan berjumlah 200 juta jiwa lebih. Dalam pertambahan angka kelahiran tersebut, di banyak negara jumlah perempuan cenderung bertambah banyak dibandingkan dengan pria. Di Indonesia saja misalnya, menurut data sensus penduduk tahun 1990 dari 179.312.600 jiwa ternyata ada 90.57 juta penduduk wanita. Sementara laki-lakinya ada 89,81 juta jiwa. Keadaan yang demikian jelas akan berpengaruh terhadap tingkat kelahiran karena wanita adalah sumber reproduksi. Semakin banyak wanita akan semakin besar peluang bertambahnya angka kelahiran. Proporsi jumlah wanita dan pria sangat penting bagi suatu penduduk yang sedang tumbuh. Karena itu rasio jenis kelamin menentukan angka kelahiran. Suatu penduduk dengan proporsi rasio jenis kelamin yang lebih dominan golongan wanitanya akan menyebabkan angka kelahiran yang tinggi, dengan demikian jumlah penduduk pada usia anak-anak akan lebih tinggi pula dibandingkan dengan jumlah orang tua. Pada saat yang bersamaan dampak yang diakibatkan belum tentu terasa tetapi dalam waktu lima tahun kemudian akan terasa sekali terutama pada penyediaan fasilitas-fasilitas kehidupannya. Perkembangan teknologi khususnya di bidang pengendalian pertumbuhan penduduk memang dapat menekan jumlah kelahiran. Tetapi ironisnya, pertambahan penduduk yang sedemikian cepat sekarang ini justru terjadi bersamaan waktunya dengan usaha pengendalian penduduk yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh hampir setiap negara di dunia ini. Hal ini
Universitas Gadjah Mada
nampaknya terjadi karena usaha pengendalian ini disertai dengan peningkatan pelayanan kesehatan terutama bagi ibu dan anak. Pada tingkat internasional, badan kependudukan PBB (WHO) banyak menyeponsori program-program kesehatan di negara-negara berkembang..Pada tingkat nasional, misalnya dengan gerakan keluarga berencana yang pelayanannya di Posyandu di setiap dusun ternyata telah meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Akibatnya harapan hidupnya makin baik. Di samping itu tingkat kematian bayi (infant mortality) dapat ditekan pada angka yang rendah. Adalah masuk akal, bahwa di tengah-tengah banyak negara sedang gencargencarnya mengendalikan pertumbuhan penduduk, ternyata angka pertumbuhan penduduk masih tetap tinggi. Memahami keadaan seperti ini mendorong para ahli demografi untuk memikirkan berbagai alternatif yang diharapkan dapat mengekang pertumbuhan penduduk tanpa mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masing-masing negara. Di samping tingkat pertumbuhan yang tinggi, masalah penyebaran penduduk yang tidak merata juga menjadi masalah serius bagi negara Indonesia. Berdasarkan data-data yang ada, penduduk Indonesia dapat dikatakan terkonsentrasi di pulau Jawa. Meskipun dalam perkembangan terakhir persentase penduduk yang tingal di pulau Jawa mengalami penurunan. Secara time series persebaran penduduk di Indonesia dapat diikuti mulai tahun 1930 dimana pulau Jawa yang luasnya sekitar 6,9 persen dari luas wilayah Indonesia berpenduduk 68,7 persen, keadaan ini berangsurangsur mengalami penurunan, pada tahun 1961 menjadi 65,0 persen, tahun 1971 menjadi 63,8 persen, tahun 1980 turun lagi menjadi 61,9 persen dan pada tahun 1990 sedikit mengalami penurunan menjadi 60,0 persen. Keadaan ini cukup timpang jika dibandingkan dengan pulau-pulau lain yang memiliki luas lebih besar dari pulau Jawa, seperti Irian Jaya yang mempunyai luas sekitar 30,4 persen ternyata antara tahun 1931 sampai dengan tahun 1990 hanya didiami penduduk antara 7, 3 sampai 7,6 persen. Demikian juga dengan pulau Kalimantan yang memiliki luas sekitar 28, 1 persen hanya berpenduduk antara 3,6 persen sampai dengan 5,1 persen antara tahun 1931 sampai dengan tahun 1990. Secara lengkap data-data tentang persebaran penduduk antar pulau di Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Universitas Gadjah Mada
Variabel-variabel Kependudukan di dalam Proses Pembangunan Pembangunan Indonesia dalam jangka panjang akan selalu dibayangi oleh masalah kependudukan dengan segala tata kaitan persoalannya. Jumlah, penyebaran dan komposisi, dan karakteristik yang lain dari penduduk Indonesia, yang pada akhir tahun 1990 diperkirakan sebanyak 179,32 juta jiwa itu, akan mewarnai hampir semua agenda penting dalam kebijaksanaan pembangunan di masa yang akan datang. Karena perkembangan
itu dan
usaha
langsung
perilaku
untuk
demografi
melakukan
merupakan
intervensi
bagian
terhadap
penting
dalam
kebijaksanaan pembangunan di Indonesia. Sementara itu upaya pengembangan harus
memperhitungkan
faktor-faktor
kependudukan
ini
sebagai
determinan
pembangunan terpenting (Syarwani, 1983 ; 1) Usaha untuk memperluas lapangan kerja, pengembangan pendidikan, kesehatan, penyediaan pangan, kebutuhan pokok lainnya, industrialisasi dan pengelolaan energi serta lingkungan yang ada di setiap daerah semuanya harus berpangkal tolak dari fenomena kependudukan yang dihadapi. Oleh karena itu pengetahuan mengenai ciri-ciri dan perkembanga penduduk indonesia merupakan dasar terpenting bila orang hendak mempelajari, mengamati dan merencanakan pembangunan di negara itu. Di negara-negara berkembang, variabel-variabel kependudukan seringkali masih
diperlakukan
pembangunan.
Para
sebagai
variabel
perencana
exogeneous
pembangunan
di
dalam
seringkali
perencanaan
kurang
memahami
hubungan kausal antara perubahan kependudukan dengan kegiatan pembangunan. Kegiatan pembangunan dan perubahan kependudukan sering dilihat sebagai dua fenomena yang terpisah dan berdiri sendiri. D isamping karena langkanya informasi tentang hubungan antara perubahan kependudukan
dengan
pembangunan,
kurangnya
minat
perencana
untuk
memperhitungkan variabel kependudukan dalam penyusunan rencana pembangunan juga disebabkan oleh karena rendahnya kemampuan para perencana pembangunan untuk melakukan proyeksi penduduk.
Interaksi Variabel-variabel Kependudukan dengan Pendidikan, Kesehatan, dan Lingkungan Kebijaksanaan dan program pembangunan berkelanjutan harus didasarkan pada pcngetahuan ilmiah tcntang faktor-faktor yang mcnjadi pcngaruh dan
Universitas Gadjah Mada
dipengaruhi dalam proses pembangunan. Karena pengetahuan mengenai faktor-faktor ini belum lengkap, ketidakpastian tidak dapat dihindarkan. Meskipun demikian, pemerintah dan masyarakat tetap harus mengambil tindakan berdasarkan informasi dan pengetahuan terbaik yang ada saat ini. Seperti berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang pernah dilakukan untuk memahami keterkaitan di antara faktorfaktor tersebut. Berikut ini akan dibahas mengenai faktor-faktor kependudukan yang berpengaruh terhadap program-program pembangunan.
a. Hubungan Kependudukan dengan Pendidikan Jumlah penduduk yang besar yang mengalami pertambahan setiap tahun dalam jumlah yang cukup besar pula, membutuhkan tersedianya beras dan bahan pokok lain yang seimbang atau cukup. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kebutuhan akan pangan yang bergizi merupakan suatu kebutuhan yang harus terpenuhi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas penduduk agar menjadi modal dasar pembangunan adalah dengan memajukan bidang pendidikan. Dengan kata lain pendidikan
sebagai
human
invesment
merupakan
kunci
dari
keberhasilan
pembangunan. Jumlah penduduk yang besar jika tidak didukung dengan skill dan pengetahuan akan menjadi beban. Meledaknya jumlah penduduk usia sekolah setiap tahun merupakan beban berat yang harus dihadapi. Pertambahan penduduk usia sekolah tersebut menuntut tersedianya fasilitas-fasilitas pendidikan (sekolah, guru, buku, dsb). Jumlah keluarga yang besar identik dengan putus sekolah atau berhenti sekolah pada usia sekolah. Karena itu semakin banyak anak dalam suatu keluarga seringkali berarti semakin rendah akses mereka terhadap sekolah. Dalam kaitannya denga fertilitas dan mortalitas, pendidikan mempunyai hubungan negatif, dalam arti orang yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai anak sedikit dan pendidikan yang tinggi juga akan cenderung menurunkan tingkat kematian bayi dan ibu. b. Hubungan Kependudukan dengan Kemiskinan Jumlah penduduk yang besar selain sebagai asset juga merupakan liabilities. Tambahan tenaga kerja, mempunyai arti apabila setiap tambahan tersebut mampu memberikan kontribusi yang sepadan pada pertumbuhan ekonomi per kapita. Ketidakmampuan perekonomian untuk menampung setiap tambahan tenaga kerja
Universitas Gadjah Mada
akan memerosotkan keadaan perekonomian secara keseluruhan. Pertumbuhan penduduk yang pesat selalu melalui masa transisi kependudukan di mana jumlah bayi dan penduduk usia muda menjadi jauh lebih besar dari mereka yang berusia produktif (Abdullah Syarwani, 1985 :.10). Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut "beban ketergantungan", dalam arti kata bahwa mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban tanggungan angkatan kerja (Todaro, 1995 : 39). Kondisi tersebut di atas sebagai salah satu penyebab munculnya masalah kemiskinan yang seringkali berhubungan dengan mortalitas yang tinggi. Orang yang miskin cenderung memiliki akses yang rendah terhadap pelayanan kesehatan, rumah tanpa fasilitas sanitasi, gizi yang rendah, dan mudah terserang penyakit serta secara terus menerus dihadapkan pada resiko kematian. Kondisi kemiskinan ternyata juga berkaitan dengan angka fertilitas dan migrasi. Orang yang hidup dalam kondisi miskin cenderung memiliki persepsi nilai ekonomi anak yang lebih tinggi dari pada yang lebih kaya. Bagi keluarga miskin anak dipandang sebagai sumber tenaga kerja atau anak seringkali dipandang sebagai tabungan di hari tua. Dan studi yang dilakukan oleh Arnold (1975) ditemukan bahwa orang tua di desa lebih menitikberatkan manfaat ekonomi dan kegunaan praktis (termasuk tunjangan hari tua) dari anak-anak, sedangkan orang tua di kota terutama yang berpendidikan menekankan aspek emosional dan psikologisnya (David Lucas, 1990 : 159). Selain itu, kemiskinan juga mengakibatkan keluarga-keluarga itu memiliki akses yang rendah terhadap alat-alat kontrasepsi. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap tingginya tingkat fertilitas di kalangan masyarakat kelas bawah. Dalam hubungannya dengan migrasi, langkanya kesempatan kerja, rendahnya upah kerja, dan tekanan ekonomi yang berat di pedesaan sering menjadi pendorong perpindahan penduduk dari desa ke kota. c. Hubungan Kependudukan dengan Pemberdayaan Wanita Para ahli kependudukan mulai menyadari bahwa ternyata kaum wanita merupakan sumber daya yang cukup potensial untuk mensukseskan program-program pembangunan. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya peluang wanita memperoleh pendidikan dan memberikan kesempatan dalam memperbaiki kemampuan ekonomi, akan dapat menekan jumlah kelahiran. Karena dengan peningkatan pendidikan berati akan menunda usia perkawinan. Sedangkan
Universitas Gadjah Mada
kesibukan wanita dalam rangka memperbaiki kemampuan ekonomi akan berpengaruh terhadap jumlah anak dalam setiap keluarga. Misalnya studi yang dilakukan oleh Chesnais, menyebutkan bahwa yang paling mendasar dari perubahan status wanita adalah kesempatan mendapatkan pendidikan yang tinggi. Berkaitan denga upaya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi ini akan ada perubahan pula dalam usia kawin (Otani dan Atok, 1988; Faturochman, 1996). Berdasarkan data dari BPS tahun 1993 menunjukkan bahwa pada tahun 1971, 1980, dan 1990, rata-rata usia kawin wanita berturut-turut adalah 19,6, 20 dan 21,9 tahun. Wanita yang masuk dalam dunia kerja pada umumnya tidak hanya menunda perkawinan, tetapi juga menunda kehamilan. Dengan demikian total usia reproduksi semakin sempit. Hal ini akan ikut mempertahankan fertilitas pada tingkat yang rendah. Selain itu, tingkat pendidikan wanita juga cenderung behubungan secara negatif dengan angka mortalitas, terutama mortalitas bayi dan ibu. d. Hubungan Kependudukan dengan Kesehatan Masalah kesehatan yang timbul sekarang ini sehubungan dengan tingginya tingkat mobilitas dan migrasi akibat besarnya jumlah penduduk, ternyata cukup serius. Berbagai macam penyakit muncul, semula macam penyakit masih sederhana, tetapi pada masa-masa sekarang sejalan dengan perkembangan tingkat teknologi di bidang medis, macam penyakit menjadi lebih bervariasi, seperti kanker, hypertensi, diabetes mellitus, ginjal, hepatitis, AIDS, dan sebagainya. Beragam penyakit yang ada di suatu wilayah akan cepat menjalar pada wilayah-wilayah yang lain di bumi ini. Keadaan ini akan mempengaruhi status kesehatan penduduk. Status akan menentukan tinggi rendahnya harapan hidup seseorang. Dalam rangka untuk meningkatkanstatus kesehatan penduduk, menuntut tersedianya fasilitas kesehatan (rumah sakit, puskesmas, obat-obatan, tenaga paramedis dan teknologi kesehatan) yang memadai. e. Hubungan antara Kependudukan dengan Masalah Lingkungan Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan kegiatan-kegiatan ekonomi untuk memenuhi kesejahteraan penduduk seringkali mendorong pemerintah di negartanegara berkembang untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan merusak lingkungan. Sebaliknya pengurangan asumber daya alam dan lingkungan yang rusak bisa mempengaruhi jalannya pembangunan, kesejahteraan penduduk, dan arah pertumbuhan penduduk.
Universitas Gadjah Mada
Kondisi lingkungan sekarang ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan masamasa 20 tahun yang lalu. Di beberapa wilayah banyak terjadi degradasi kualitas lingkungan. Panas suhi bumi semakin tinggi, lapisan ozon semakintipis, naiknya permukaan air laut, polusi udara, berubahnya iklim dan punahnya berbagai jenis makhluk hidup dan kebakaran hutan, itu semua akan menurunkan kualitas lingkungan. Satu hal yang ditekankan di sini bahwa kelangsunganhisup manusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi lingkungan yang ada di sekitar kita. Memahami ekses-ekses yang timbul sebagai akibat dari peledakan jumlah penduduk,
maka
program-program
yang
dimaksudkan
untuk
mengendalikan
pertumbuhan penduduk mutlak diperlukan.
Kebijaksanaan Kependudukan dan Keluarga Berencana Masalah kependudukan yang membayangi agenda pembangunan Indonesia sebagaimana diuraikan di atas menuntut adanya suatu kebijaksanaan kependudukan yang menyeluruh dan terpadu. Kebijaksanaan kependudukan Indonesia itu harus mencakup sasaran kuantitatif maupun sasaran kualitatis. Instrumen kebijaksanaan, harus dapat digunakan untuk mempengaruhi perihal faktor-faktor demografis, sebagaimana telah dikemukakan di atas. Arah kebijaksanaan kependudukan itu meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian trutama anak-anak, perpanjangan harapan hidup, dan penyebaran penduduk yang serasi dan seimbang. Keluarga Berencana sebagai suatu program sejak awal dikembangkan untuk dua misi, yaitu mengendalikan angka pertumbuhan penduduk dan meningkatkan kesejahteraan keluarga, melalui Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Untuk misi yang pertama, program Keluarga Berencana telah menunjukkan keberhasilan yang memuaskan, seperti ditunjukkan dengan angka prevalensi kontrasepsi yang semakin tinggi dan kelahiran yang semakin menurun. Berdasarkan data dari BPS, angka pertumbuhan penduduk mengalami penurunan berturut-turut dari tahun 1960, 1970, 1980, dan 1990 masing-masing 2,6 %, 2,4 %, 2,3 %, dan 2,0 %. Kalau pada awalnya strategi
pelaksanaan
program
Keluarga
Berencana
masih
didasarkan
pada
pencapaian target jumlah akseptor tertentu dengan strategi safari Keluarga Berencana yang didukung oleh para pejabat dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, nampaknya mulai tahun 1990 arah kebijaksanaan pelaksanaan program Keluarga Berencana lebih ditujukan pada peningkatan kualitas pelayanan.
Universitas Gadjah Mada
Mengapa kulaitas pelayanan menjadi sasaran utama dari program Keluarga Berencana ? Paling tidak ada beberapa penjelasan seperti yang dikemukakan oleh Agus Dwiyanto : Pertama, kualitas pelayananmemang diperlukan bagi keberhasilan gerakan Keluarga Bercncana itu sendiri. Kualitas pelayanan Keluarga Berencana yang baik memiliki peranan yang besar dalam menyukseskan gerakan Keluarga Berencana melalui peningkatan penerimaan dan kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Kedua, perbaikan kualitas pelayanan bisa juga menjadi satu cara yang efektif untuk memperkecil unmet need. Besaran unmet need sering dijadikan indikator untuk menilai kemampuan program untuk memenuhi kebutuhan pelayanan Keluarga Berencana. Unmet need yang besar untuk tingkat tertentu menunjukkan bahwa kemampuan program merespons kebutuhan sangat rendah. Ketiga, peningkatan modernitas dan rasionalitas masyarakat. Meningkatnya modernitas dan rasionalitas masyarakat membuat perbaikan kualitas pelayanan publik, seperti pelayanan kesehatan dan Keluarga Berencana, menjadi kebutuhan masyarakat yang tidak terhindarkan (Agus Dwiyanto, 1996 : 128-129). Dalam
rangka
mendukung
program
pembangunan,
gerakan
Keluarga
Berencana ini diharapkan dapat benar-benar mempunyai landasan yang kuat dalam kehidupan masyarakat. Tujuan ini hanya akan dapat tercapai apabila Keluarga Berencana benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu menuntut strategi yang berbeda dengan ketika masihmenjadi program Keluarga Berencana. Sebagai implikasinya, kegiatan Keluarga Berencana menjadi lebih bersifat sukarela, terbuka, dan menuntut partisipasi aktif dari masyarakat. Hal ini terefleksi dari perubahan istilah akseptor Keluarga Berencana menjadi partisipan Keluarga Berencana. Untuk mencapai sasaran tersebut tidaklah mudah, banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi, mengingat kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang satu masih berbeda dengan kondisi masyarakat yang lainnya. Petugas lapangan Keluarga Berencana harus mempunyai bekal yang cukup untuk memahami kondisi masyarakatnya. Dalam menghadapi masyarakat yang mempunyai tingkat rasionalitas dan modernitas yang masih rendah masih memerlukan pendekatan yang lebih intensif. lni disebabkan karena kemampuan mereka untuk mengakses gerakan Keluarga Berencana masih terbatas.
Universitas Gadjah Mada
Bahan Bacaan : Dwiyanto, Agus, Keluarga Berencana di Indonesia : dari Target ke Kualitas, dalam Penduduk dan Pembangunan, Editor Agus Dwiyanto dkk, Pusat Penelitian Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, 1996 Faturochman, Dampak Penurunan Fertilitas : Inventarisasi Awal, dalam Penduduk dan
Pembangunan,
Editor
Agus
Dwiyanto
dkk,
Pusat
Penelitian
Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, 1996 Lucas, David et. All., Pengantar Kependudukan, Gadjah Mada University Press, Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1990 Mantra, Ida Bagus, Pengantar Studi Demografi, Percetakan Nur Cahaya, Yogyakarta, 1985 Rusli, said, Pengantar Ilmu Kependudukan, LP3ES, Jakarta, 1989 Syarwani, Abdullah, Masalah Kependudukan dan Pendidikan Kependudukan, PKBI, Jakarta, 1983 Todaro, Michael P., Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995
Universitas Gadjah Mada