POKOK BAHASAN II PEMILIHAN LOKASI (SITE SELECTION)
A. Pendahuluan Keberhasilan pengelolaan budidaya laut sangat ditentukan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah pemilihan lokasi yang tepat dan cocok dengan kultivan yang diusahakanya. Indonesia dengan iklim tropika mernungkinkan hidupnya berbagai jenis biota laut yang jumlahnya sangat banyak. Jenis-jenis biota tersebut mempunyai sifat dan habitat yang berbeda antara satu dengan yang lain. OIeh karena itu, lokasi budidaya yang baik dan cocok bagi satu jenis kultivan adalah lokasi yang mempunyai sifat yang sama atau hampir sama dengan lokasi dimana kultivan itu hidup secara alami. Pemilihan lokasi yang tepat maka akan mengurangi biaya untuk memanipulasi lingkungan, sehingga secara ekonomi akan mengurangi biaya produksi. Dalam pokok bahasan ini diharapkan mahasiswa akan mengetahui dan mampu untuk menilai suatu lokasi untuk dijadikan tempat budidaya laut. Secara umum lokasi yang baik untuk budidaya laut adalah lokasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : -
Terlindung dari deburan ombak dan angin kencang.
-
Benih dapat diperoleh dalam jumlah yang cukup, kualitas baik, waktu yang tepat dan berkesinambungan.
-
Adanya pergerakan dan pertukaran air yang cukup baik
-
Tidak kekeringan walaupun pada waktu surut terendah
-
Mudah dicapai dan ada akses transportasi
-
Dekat dengan pusat perekonomian
-
Hebas dari pencemaran
-
Mudah mendapatkan sarana produksi Syarat-syarat tersebut merupakan persyaratan umum, yang mestinya harus diikuti
dengan pengkajian berbagai sifat perairan dan aspek biologi, phisik, dan kimia. Pada dasarnya usaha budidaya laut dapat dilakukan di wilayah perairan pantai, yang dibagi menjadi enam zone yaitu : zone pantai, zone pasang surut, zone sub (ithoral, zona lapisan permukaan, zone lapisan tengah, dan zone perairan dasar (Milne, 1972 cit. Hutabarat )., 1988.)
Universitas Gadjah Mada
1
Gambar 2.1 . Pembagian zone pesisir menurut Milne (1972) Keterangan : 1. zone pantai 2. zone pasang surut 3. zone sub lithoral 4. zona lapisan permukaan 5. zone lapisan tengah 6. zone perairan dasar
B. Sifat – Sifat Phisik Perairan Laut Sifat phisik, kimia, dan biologi perairan akan berpengaruh terhadap kultivan, baik secara Iangsung maupun tidak langsung. Pengaruh Iangsung, misalnya kandungan oksigen terlarut dalam air yang sangat rendah, akan dapat Iangsung mematikan ikan. Sebaliknya, kandungan plankton yang berlebihan dalam suatu perairan selain berpengaruh baik terhadap ikan karena merupakan pakan alami, tetapi juga merupakan pesaing ikan dalam pemanfaatan oksigen terutama pada malam hari. Manipulasi Iingkungan yang biasa dilakukan di dalam teknik budidaya payau dan tawar, sangat sulit dilakukan atau bahkan tidak dapat dilakukan untuk budidaya laut seperti aerasi, penyiponan, pemupukan. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pemilihan lokasi yang tepat. Beberapa sifat phisik perairan taut yang perlu dilakukan evaluasi, untuk menentukan lokasi budidaya taut adatah sebagai berikut : 1. Temperatur air Sebagian besar hewan air adalah termasuk hewan berdarah dingin. Oleh karena itu, temperatur air sangat berpengaruh terhadap aktivitas metabolismenya. Evaluasi temperatur air tidak hanya untuk mengetahui besamya suhu air, tetapi juga mengetahui Universitas Gadjah Mada
2
kisaran (fluktuasi) temperatur air yang terjadi dalam 1 hari (24 jam), untuk mengetahui suhu air minimal dan maksimalnya. Fluktuasi suhu air yang semakin besar, akan semakin menyulitkan kultivan untuk dapat menyesuaikan perubahan tersebut, yang pada akhirnya
akan
berpengaruh
terhadap
pertumbuhannya.
Biasanya,
perubahan
temperatur/suhu juga akan mengakibatkan perubahan parameter sifat phisik dan kimia air Iainnya. Temperatur air akan mengalami maksimal selepas tengah hari, dan temperatur minimal akan terjadi pada malam hari menjelang pagi. OIeh karena itu, pengamatan suhu air pada waktu-waktu tersebut sangat dipentukan dalam rangka menentukan lokasi budidaya. Fluktuasi temperatur di perairan Indonesia (daerah tropika) relatif hampir sama, artinya perbedaan temperatur minimal dan maksimal tidak terlalu besar. Demikian juga, perbedaan temperatur air antara musim penghujan dan musim kemarau. Untuk beberapa perairan mungkin terjadi sedikit perbedaan terutama pada perairan yang tertutup dan perairan yang mempunyai pasang surut (tidal range) rendah. Temperatur air juga terdistribusi secara vertikal, akibat pengaruh intensitas matahari yang menembus lapisan perairan dan juga apabila tejadi hujan yang sangat lebat. Perbedaan temperatur air antara lapisan atas dan bawah, akan menyebabkan terjadinya perbedaan berat jenis air. Adanya perbedaan berat antar lapisan air tersebut akan menyebabkan terjadinya arus vertikal atau lebih sering disebut dengan up-welling atau pengadukan. Apabila suatu perairan sering terjadi up-welling maka akan terjadi pembalikan antar lapisan air, sehingga lapisan air pada bagian bawah yang secara kualitas lebih jelek (oksigen rendah, karbon dioksida tinggi, amoniak tinggi) akan naik ke atas dan akan menyebabkan kematian bagi kultivannya. Pada perairan-perairan yang sering terjadi up-welling, harus hati-hati atau bahkan dihindari untuk tidak dijadikan lokasi budidaya. OIeh karena itu, diperlukan suatu evaluasi yang mendetail pada suatu lokasi dan periode waktu tertentu.
2. Salinitas Air Distribusi salinitas (kadar garam) sangat ditentukan oleh keberadaan aliran air tawar yang masuk ke perairan, baik yang berasal dari sungai maupun air hujan serta tingkat penguapan air. Salinitas biasanya akan terdistribusi baik secara vertikal maupun secara horisontal. Dalam suatu evaluasi untuk menentukan lokasi untuk budidaya, distribusi salinitas secara vertikal hanya akan sampai pada kedalaman 10 m saja. Pada daerah-daerah muara (eustuarine) biasanya air tawar dad sungai yang masuk ke laut akan berada lapisan yang paling atas. Sedangkan air Iaut yang salinitasnya tinggi, karena pengaruh pasang akan masuk ke daratan/sungai pada Iapisn bawah. OIeh karena itu dalam evaluasi daerah-daerah muara sungai, perlu dicermati adanya Iapisan Universitas Gadjah Mada
3
masa air yang salinitasnya berbeda. Distribusi salinitas di daerah muara ini juga ditentukan oleh kecepatan air tawar masuk ke sungai, bentuk dasar pantai, dan bentuk alami mulut sungai. Fluktuasi perubahan salinitas air dan kecepatan perubahannya, juga perlu diperhatikan. Hal tersebut erat kaitannya dengan sifat kultivan yang akan dibudidayakan. Kultivan kelompok euryhialin tidak akan terpengaruh secara significant apabila salinitas berubah-ubah cukup besar, sebaliknya kelompok yang stenohialin akan mengalami gangguan apabila salinitas air selalu berubah-ubah. Perubahan salinitas secara mendadak biasanya terjadi karena pengaruh banjir maupun hujan lebat. Hujan lebat biasanya akan menyebabkan penurunan salinitas secara mendadak pada lapisan permukaan. Penurunan salinitas secara mendadak juga terjadi karena pengaruh sungai banjir, namun daerah penyebarannya hanya terbatas sekitar muara.
3. Pergerakan Air Pergerakan air di laut dapat berupa gelombang, arus, dan pasang surut. Gerakan air tersebut dapat terjadi secara vertikal maupun horisontal. Dalam budidaya laut pergerakan air sangat memegang peranan, antara lain: a.
Untuk mendistribusikan unsur-unsur hara bagi tumbuhan air termasuk plankton yang ada di perairan itu
b.
Untuk mendistribusikan makanan bagi ikan-ikan yang dipelihara.
c.
Untuk mendistribusikan zat-zat yang diperlukan (oksigen, dan sebagainya), bagi kehidupan kultivan.
d.
Untuk mencuci atau membuang sisa pakan dan hasil ekresi, dari dalam tempat pemeliharaan ke luar tempat pemeliharaan. Arus di daerah pantai sangat dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut,
kecepatan angin, kecepatan pergerakan air tawar dan transportasi gelombang. Dari keseluruhan faktor tersebut maka faktor gelombang merupakan faktor yang paling dominan. Besar kecilnya gelombang juga akan berpengaruh terhadap kontruksi karamba atau tempat pemeliharaan maupun rakit yang harus dibuat. Kecepatan pergerakan air (arus) dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan padat penebaran ikan. Hal ini nanti akan dibicarakan pada bab berikutnya. Pasang surut air laut dipengaruhi oleh posisi atau kedudukan antara matahari, bumi dan bulan. Oleh karena itu pasang surut akan selalu berubah waktu dan besarnya dari hari ke hari dan akan membentuk suatu siklus. Salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan perilaku pasang surut adalah perairan tersebut tidak mengalami kekeririgan pada saat surut terendah. Untuk fokasi karamba atau jaring apung, maka kedalaman pada saat surut terndah juga perlu diperhatikan. Dalam 1 hari Universitas Gadjah Mada
4
(24 jam) akan terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut. Sebagai contoh, misal suatu tempat / perairan dimana pada saat surut terendah mempunyai kedalaman 2 m. Jika kedalaman jaring apung sebesar 2,5 m, maka pada saat surut terendah bagian bawah jaring apung akan berada atau menyentuh dasar perairan. Dengan demikian daerah tersebut, akan menjadi kurang baik apabila akan dijadikan lokasi untuk jaring apung. Kecepatan angin akan berpengaruh sebesar 1-5 % terhadap arus yang terjadi di permukaan air sampai kedalaman 0,5 m. Kecepatan dan arus air menjadi sangat penting untuk diketahui, karena digunakan untuk menghindari terjadinya masa air yang tidak bergerak (dead water bodie) pada suatu lokasi. Selain berpengaruh terhadap arus air khususnya arus permukaan, kecepatan angin juga berpengaruh terhadap kontruksi tempat pemeliharaan. Pada suatu perairan pantai yang terbuka dan tidak dijumpai wind breaker, maka kontruksi tempat pemeliharaan harus kuat karena tempat seperti itu biasanya kecepatan angin akan sangat besar. Pergerakan air secara vertikal perlu mendapat perhatian dalam memilih lokasi. Pergerakan air secara vertikal dapat terjadi karena adanya stratifikasi temperatur air, atau terjadi karena ada up-welling. Pergerakan air vertikal karena up-welling biasanya terjadi Iebih lama, dan pada daerah tertentu yaitu pada daerah-daerah pertemuan arus. Arus vertikal biasanya akan mengaduk seluruh lapisan air, dimana air pada lapisan bawah akan naik dan lapisan air atas akan turun. Lapisan air bawah bisanya mempunyai kandungan oksigen yang rendah, amoniak yang tinggi, sehingga akan sangat membahayakan bagi kultivan khususnya binatang air.
4. Penetrasi Sinar Matahari Penetrasi sinar matahari penting artinya dalam mempengaruhi suhu air dan merupakan enersi utama yang diperlukan dalam proses photosyntesa plankton dan tumbuhan air. Phytoplankton sebagai primary produser sangat penting artinya bagi terbentuknya siklus makanan dalam suatu perairan. Penetrasi sinar matahari juga sangat dipengaruhi oleh kekeruhan air, dimana kekeruhan air ini dapat disebabkan karena pakan alami (plankton) atau karena partikel tersuspensi atau partikel lempung. Kekeruhan yang berlebihan selain akan menghambat penetrasi sinar matahari juga akan berakibat terganggunya proses pernafasan bagi ikan. Dalam budidaya bivalvia keberadaan pakan alami menjadi sangat penting, karena dalam budidaya ini tidak mengenal pemberian makanan tambahan. Untuk pemilihan lokasi budidaya rumput laut, keberadaan sinar matahari mutlak diperlukan. Pada umumnya seluruh perairan di Indonesia tidak begitu masalah dengan penetrasi sinar matahari ini.
Universitas Gadjah Mada
5
C. Sifat-sifat Kimia Perairan Laut 1. Kandungan oksigen terlarut Kandungan oksigen terlarut di dalam air sangat diperlukan untuk respirasi atau bemafas binatang air termasuk ikan, bivalvia dan crustacea. Di perairan laut oksigen terlarut berasal dan hasil photosintesa phytplankton dan tumbuhan air serta berasal dari proses kelarutan langsung dari udara, melalui proses agitasi maupun difusi. Tingkat kejenuhan kelarutan oksigen di suatu perairan sangat ditentukan oleh kondisi temperatur dan salinitas air yang ada pada suatu saat. Tingkat kejenuhan oksigen yang ideal untuk akttvitas budidaya laut adalah sekitar 80 — 90% dari level oksigen pada temperatur dan salinitas tertentu. Oksigen tertarut dapat menurun secara drastis pada malam hari, apabila pada perairan terebut mengandung plankton yang cukup tinggi. Perairan yang mengandung plankton cukup tinggi biasanya berada pada suatu perairan yang subur, seperti daerah muara (eustuarine) atau daerah-daerah pertemuan arus. Namun demikian, pertumbuhan plankton yang luar biasa (bloom) yang terjadi di perairan laut relatif lebih rendah bila dibanding dengan pertumbuhan yang terjadi di kolam atau di tambak. OIeh karena itu, pengurangan oksigen tertarut karena proses respirasi akan relatif kecil. Pengurangan oksigen terlarut yang lain adalah proses perombakan bahan organik yang terjadi terutama di dasar perairan, respirasi oleh biofauling dan zooplankton serta binatang air Iainnya. Secara umum kelarutan oksigen di perairan laut akan sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan perairan tawar. Kecepatan pergerakan air akan mempunyai peranan yang penting dalam penyediaan oksigen tertarut di dalam air. Pergerakan air akan mempunyai peran sebagai penyedia oksigen melalui penggantian masa air. Masa air yang mempunyai kandungan oksigen rendah akan digantikan dengan masa air yang mempunyai kandungan okesigen yang Iebih tinggi. Pergerakan air dalam laut ini akan disamafungsikan seperti kecepatan debit air masuk di kolam atau di tambak. Dalam menentukan kepadatan ikan yang akan ditebar (stocking density) kandungan oksigen terlarut dan kecepatan pergerakan air, akan menjadi pertimbangan penting dan hal ini akan dibicarakan pada pokok bahasan yang lain.
2. Kandungan karbondioksida bebas (CO2 bebas) Kelarutan karbondioksida bebas di dalam air akan membentuk kesetimbangan dengan kelarutan oksigen di dalam air. Kenaikan kelarutan karbondioksida bebas akan menurunkan kelarutan oksigen di dalam air. Karbondioksida akan diperlukan oleh tumbuhan air (termasuk di dalamnya rumput laut) untuk proses photosyntesa.
Universitas Gadjah Mada
6
Sedang karbondioksida bebas ini dihasilkan oieh biota air dari proses respirasi, perombakan bahan organik, dan hasil kelarutan langsung dari udara. Kelarutan CO2 yang tinggi di dalam air akan dapat menekan kelarutan oksigen, yang pada akhimya akan merugikan hewan air termasuk ikan. Kelarutan CO2 yang tinggi secara Iangsung juga dapat berpengaruh kurang baik bagi ikan. Namun demikian, CO 2 ini mempunyai sifat yang labil sehingga dengan adanya gerakan-gerakan air akan menyebabkan CO2 ini akan menguap keluar dari air. Pada umumnya untuk perairan-perairan yang cukup gerakan airnya, akan mempunyai keseimbangan kelarutan CO2 dan O2 yang baik. 3. Nitrat, Phospat dan Amoniak. Kandungan nitrat, phospat, dan amoniak di dalam perairan merupakan salah satu indikator, terjadinya perombakan bahan organik di dalam air. Nitrat dan phospat merupakan salah satu senyawa yang diperlukan oleh plankton dan tumbuhan air untuk kehidupannya. Di perairan pantai keberadaan nitrat dan phospat selain dipengaruhi oleh perombakan bahan organik di dalam perairan itu, juga dipengaruhi oleh aliran air sungai yang masuk ke dalam laut. Jumlah nitrat dan phospat di dalam air akan menentukan tingkat kesuburan perairan. Amoniak, sampai dengan batas tertentu akan bersifat racun bagi ikan dan binatang air lainnya. Tingkat peracunanan amoniak juga dipengaruhi oleh konsentrasi gas-gas lain di dalam air, seperti oksigen terlarut dan karbondioksida bebas, dan suhu air. 4. pH air. Tingkat keasaman air yang biasanya dinayatakan dengan nilai pH, akan berpengaruh terhadap biota yang hidup di dalamnya. Biota air biasanya akan mempunyai tingkat toleransi tertentu terhadap perubahan pH air. Pengamatan pH air tidak hanya ingin mendapatkan nilai pH pada suatu waktu tertentu, melainkan juga untuk mengetahui seberapa besar tingkat perubahannya (range) dalam suatu waktu. pH air laut biasanya akan berkisar pada nilai 7 - 8, dan nilai ini akan dipengaruhi oieh besarnya senyawa asam yang terbentuk (misalnya dan perombakan bahan organik) dan juga dipengaruhi oleh besarnya nilai karbondioksida bebas di dalam air. Nilai pH air yang selalu berubahubah dari waktu ke waktu, akan berpengaruh kurang baik bagi biota perairan. Perubahan nilai pH juga sangat tergantung dari nilai alkalinitas air (baca bahan ajar limnologi).
Universitas Gadjah Mada
7
D. Sifat biologi air dan analisis trosap
Sifat biologi air yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi adalah kemelimpahan plankton, jumlah dan jenis vegetasi yang dapat tumbuh khususnya di dasar perairan. Kemelimpahan plankton yang tumbuh akan menunjukkan subur tidaknya suatu perairan. Untuk pemilihan lokasi budidaya bivalvia (kerang- kerangan) maka kemelimpahan plankton akan menjadi pertimbangan penting, dibanding dengan pemilihan lokasi untuk budidaya ikan. Pada lokasi perairan yang dasar perairannya gersang dan tidak ditumbuhi oleh sedikitpun tanaman air, akan menjadi petunjuk bahwa pàda daerah tersebut tidak subur dan kurang baik apabila dijadikan sebagal lokasi pemeliharaan rumput laut. Benthos adalah mikroorganisme atau organisme kecil yang hidup di dasar perairan. Keberadaan benthos dalam perairan sangat diperlukan, untuk menguraikan berbagai bahan organik yang sempat mengendap ke dasar perairan. Untuk memilih lokasi untuk berbagai jenis kerang yang hidupnya di dasar perairan, kualitas dan kuantitas benthos perlu dipertimbangkan. Dengan memperhatikan biota air yang tumbuh di suatu perairan khususnya untuk kelompok plankton dan benthos, maka akan dapat dikembangkan suatu analisis yang disebut dengan analisis trosap. Analisis trosap berasal dari kata analisis trophik dan analisis saprobik. Trophik berasal dari kata trophism, yang mencerminkan derajat produktivitas primer. Sedang saprobik berasal dari kata saprobily yang mencerminkan derajat dekomposisi dari berbagai bahan organik yang ada di dalam air. Oleh karena itu trophik-saprobik (trosap) merupakan metoda analisis struktur komunitas jasad renik untuk evaluasi kualitas air, terutama ditinjau dad derajat pencemaran dan tingkat kesuburan dalam suatu badan air. 1. Prinsip dasar analisis trosap a. Analisis trosap bertumpu pada evaluasi terhadap parameter penyubur (trophic indicators) dan parameter pencemar (saprobic indicators) guna menilai kualitas air dan kelayakan bagi lokasi budidaya laut. b. Parameter biotik dan abiotik yang diukur adalah 1). Kemelimpahan dan keanekaragaman plankton 2). Kemelimpahan dan keanekaragaman benthos 3). Sifat phisik dan kimia air. c. Tata urutan langkah untuk analisis trosap dapat dilihat pada bagan 1, sebagai berikut: -
Penetapan titik sampling
-
Sampling dan pengawetan contoh plankton dan benthos Universitas Gadjah Mada
8
-
Pengukuran parameter phisik dan kimia air
-
Pengamatan contoh plankton dan benthos
-
Pengolahan dan analisis data
-
Penilaian (lokasi terpilih, jenis kultivan)
Bagan 2.1. Tahapan jalur analisis trosap
Berdasar tingkat pencemarannya, suatu perairan dapat dikelompokan seperti pada tabel di bawah ini :
Universitas Gadjah Mada
9
Tabel II. 1. Pengelompokan organism indikator kualitas air Tipe Perairan
Organisme Indikator
Kelompok
Kelompok A
Polisaprobik
31 organisme (lihat gambar A)
Kelompok B
Mesosaprobik
17 organisme (lihat gambar B)
Kelompok C
Mesosaprobik
22 organisme (lihat gambar C)
Kelompok D
Oligosaprobik
23 organisme (lihat gambar D)
Kelompok E
-
Organisme yang tidak termasuk A, B, C, dan D.
Indek Saprobik dimana
: SI
IC 3D 1B - 3A IA 1B 1C 1D
:
SI
: Saprobic index
A
: Jumlah (banyaknya) genera atau spesies organisme polisaprobik
B
: Jumlah (banyaknya) genera atau spesies organisme alpha mesosaprobik
C
: Jumlah (banyaknya) genera atau spesies organisme beta mesosaprobik
D
: Jumlah (banyaknya) genera atau spesies organisme oligosaprobik
Indek Trophik-Saprobik
di mana
:
TSl
: Trophic Saprobic Index
N
: Jumlah individu organism pada setiap kelompok saprobitas
nA
: Jumlah individu penyusun kelompok polisaprobik
nB
: Jumlah individu penyusun kelompok alpha mesosaprobik
nC
: Jumlah individu penyusun kelompok betha mesosaprobik
nD
: Jumlah individu penyusun kelompok oligosaprobik
nE
: Jumlah individu penyusun kelompok selain A, B, C dan D
Universitas Gadjah Mada
10
Indek Keanekaragaman spesies (H) H
Dimana
= Pi. LnPi
:
Pi
: ni/N (peluang spesies I darE total individu)
s
: Jumlah spesies
ni
: Jumlah individu tiap spesies
N
: Total individu
Universitas Gadjah Mada
11
Universitas Gadjah Mada
12
Universitas Gadjah Mada
13
Universitas Gadjah Mada
14
Universitas Gadjah Mada
15
Kriteria penialian tingkat saprobitas untuk menilai kelayakan lokasi budidaya laut penilaian tingkat saprobitas didasarkan pada petunjuk Lee et. al (1978) dan Knobs (1978) seperti tercantum pada tabel ini : Table II. 2
Kriteria penilaian tingkat saprobitas untuk menilai kelayakan lokasi budidaya laut
Nilai Parameter SI dan TSI H
Tingkat Saprobitas
Indikasi -
< -3 s/d -2
< 1,0
Polisaprobik -
< -2 s/d + 0,5
1 – 1,5
Alpha mesosaprobik
-
< +0,5 s/d 1,5
> 1,5 – 2,0
Betha mesosaprobik
-
< +1,5 s/d > 2,0
> 2,0
Oligosaprobik
-
Pencemaran berat Kesuburan sulit dimanfaatkan Tidak cocok untuk budidaya laut Pencemaran sedarig sampai berat Kesuburan sulit dimanfaatkan Tidak cocok untuk lokasi budidaya Pencemaran sedang sampai ringan Kesuburan dapat dimanfaatkan Dapat dimanfaatkan untuk lokasi budidaya kerang, tiram, kakap, bandeng dan rumput laut Pencemarari ringan atau belum tercemar Kesuburan dapat dimanfaat kan Cocok untuk iokasi budidaya rumput laut, kerang, tiram, ikan dan udang.
Universitas Gadjah Mada
16
E. Rangkuman
Pemilihan lokasi merupakan salah satu kunci dalam keberhasilan budidaya laut. Beberapa parameter yang perlu dilakukan evaluasi dalam menentukan lokasi budidaya laut adalah hal yang bersifat teknis dan non teknis. Hal-hal teknis seperti sifat phisik, kimia, biologi air, ketersediaan benih, dan sarana dan prasarana. Sedang hal yang bersifat non teknis seperti keadaan pasar, keamanan, serta peraturan perudangannya. Salah satu metoda yang dikembangkan dalam kaitannya dengan pemilihan lokasi ini adalah analisis trosap. Dalam analisis dilakukan evaluasi terhadap kondisi perairan dengan mempertimbangkan hal-hal yang bersifat non teknis. F. Latihan
Dalam suatu penelitian untuk menilai kelayakan suatu lokasi untuk budidaya laut dan menentukan jenis kultivan yang cocok, telah dilakukan pengamatan terhadap sifat phisik, kimia dan biologi air. Data hasil pengamatan seperti tersaji di bawah ini.
Parameter
Lokasi I
Lokasi II
Phisik – kimia -
Salinitas (ppt)
25 - 30
25 - 30
-
Kekeruhan
Rendah
Rendah
-
pH
7-8
6-8
-
DO (ppm)
3-5
2 – 5 ppm
-
Arus / gelombang
Lemah
Lemah
Biologi -
Plankton dan benthos
Hambatan lain
-
500 Copepoda
-
500 Copepoda
-
1000 Cyclotella
-
200 Asterionella
-
500 Tabellaria
-
500 OScilaatoria
-
200 Branchionus
-
200 Uroglena volvox
-
1000 Colpoda cuculus
-
200 Oscilatoria Formosa
-
2000 Oscilatoria putrida
-
100 Stentor coerolus
-
3000 Chironomus thummi
-
100 Zoogloea
-
500 Rotatoria neptunia
-
100 Rhizosolenia
-
200 Spaerotilus
-
50 Rhizosolenia
Nihil
rubuscent
Nihil Universitas Gadjah Mada
17
Cara penyelesaian : 1. Dikelompokan organisnme pengamatan plankton dan benthos, berdasarkan tingkat saprobitasnya dan gunakan gambar 2 samapi 5 untuk identifikasinya. 2. Hitung nilai SI dan TSI, menggunakan rumus yang ada. 3. Buat matriks evaluasinya. 4. Tentukan kultivan apa yang dapat dibudidayakan.
Universitas Gadjah Mada
18
Pengelompokkan organisme menurut tingkat saprobitasnya (Lokasi I) Kelompok Organisme A. Polisaprobik
Jenis Zoogloea
B. Alpha mesosaprobik
Oscillatoria Formosa Stentor coerolus
C. Betha mesosaprobik
Brachionus Asterionella
D. Oligosaprobik
Copepoda Cyclotella Tabellaria
E. Lain – lain
Rhizosolenia
Jumlah 100 nA = 100 200 100 nB = 300 200 1000 nC = 1200 500 1000 500 nD = 2000 100 nE = 100
Universitas Gadjah Mada
19
Matrik Evaluasi : Lokasi
=I
SI
= 2,0
TSI
= 2,05
Tingkat Saprobitas
= Betha mesosaprobik/Oligosaprobik
Salinitas
= Normal
Oksigen terlarut
= normal
pH
= normal
Lain – lain
= normal
Kesimpulan : 1. Lokasi tersebut layak secara teknis untuk budidaya laut. 2. Kultivan yang dapat dibudidayakan antara lain : rumput laut, tiram, kerang, dan ikan (beronang, kerapu, kakap).
F. Daftar Buku Bacaan :
1. Hutabarat, J., 1988. Evaluasi Kondisi Bio-Hidrographi Dalam Penentuan Lokasi Budidaya Laut. Universitas Diponegoro, Semarang. 2. Anonim, 1982. Petunjuk Teknis Budidaya Laut. Direktorat Bina Sumber Hayati Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. 3. Anggoro, S., 1988. Analisis Tropik Saprobik (Trosap) (Untuk Menilai Kelayakan Lokasi Sudidaya laut. Universitas Diponegoro, Semarang. 4. Ruswahyuni, 1988. Hewan Makro Benthos dan Kunci Indentitikasi Polychaeta. Universitas Diponegoro, Semarang. 5. Alim Isnansetyo, Kurniastuti, 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Pakan Untuk Pembenihan Organisme Laut. Kanisius Yogyakarta.
Universitas Gadjah Mada
20