PERSEPSI GREEN INDUSTRY DI INDONESIA: KONDISI SEKARANG, TANTANGAN DAN POLA PIKIR BARU Khristian Edi Nugroho Soebandrija Jurusan Teknik Industri, Fakultas Sains dan Teknologi, BINUS University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat 11480
[email protected]
ABSTRACT Indonesia's economic growth is the background of the article to see how far the balance of economic growth is in harmony with awareness of environmental sustainability. Within the scope of Indonesia, mindset towards Green Growth is necessary for a harmonious balance between economic growth and sustainable environment, to switch from the principle of Grow First, Clean up Later. This article is giving the perception of the Green Industry in Indonesia, especially those associated with current conditions, challenges and new paradigms. The second objective is to analyze and follow-up current conditions in Indonesia, along with the current challenges associated with economic growth in Indonesia, where the next need is to develop mindsets geared toward Green Growth. All the goals mentioned supported Energynomics basic theory and DPSIR (Driving Forces, Pressure, State, Impact and Response) methodology, therefore creating understanding and concrete action for development of the Green Industry. Economic growth is expected to lead toward a new mindset Green Growth in real action from all the companies categorized as Low, Medium and High impact. Keywords: green industry, environmental movement, energynomics, green growth
ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi latar belakang artikel untuk melihat sejauh mana keseimbangan pertumbuhan ekonomi ini dengan kesadaran pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan. Dalam lingkup Indonesia, pola pikir menuju Green Growth diperlukan untuk keseimbangan yang harmonis antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan, untuk beralih dari pola pikir Grow First, Clean up Later. Artikel ini mempunyai tujuan penelitian yaitu untuk mengemukakan persepsi Green Industry di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kondisi sekarang, tantangan dan pola pikir baru. Tujuan kedua, adalah menganalisa dan menindak lanjuti Kondisi Sekarang di Indonesia, disertai dengan Tantangan yang ada saat ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dimana selanjutnya perlu adanya pola pikir menuju Green Growth. Semua tujuan yang disebutkan didukung landasan teori energynomics dan metodologi DPSIR (Driving Forces, Pressure, State, Impact and Response), sehingga tercipta pemahaman dan tindakan nyata untuk perkembangan Green Industry. Pertumbuhan ekonomi diharapkan mengarah menuju pola pikir baru Green Growth dalam tindakan nyata dari semua perusahaan yang berkategori Low, Medium and High impact. Kata kunci: green industry, gerakan lingkungan, energynomics, green growth
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
55
PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi di negara negara Asia Pasifik mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Indonesia sebagai bagian dari negara Asia Pasifik, juga mengalami hal yang sama, sehingga artikel ini membahas Indonesia dan pertumbuhan ekonominya, berdasarkan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, APBN 2010 (Tabel 1). Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi latar belakang artikel ini untuk melihat sejauh mana keseimbangan pertumbuhan ekonomi ini dengan kesadaran pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan. Tabel 1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro, APBN 2010 Asumsi Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) y-o-y Tingkat Bunga SBI 3 Bulan (%) Nilai Tukar (Rp per Dollar AS) Harga Minyak (Dollar AS Per Barrel) Produksi Minyak (MBCD)
RAPBN 5,0 5,0 6,5 10.000 60,0 0,965
APBN 5,5 5,0 6,5 10.000 65,0 0,965
Sumber: Bestari (2010)
Bila ditelusuri lebih lanjut dari tahun 2007, Asumsi dan ramalan yang ada (Tabel 2), menunjukkan keyakinan positif akan pertumbuhan ekonomi yang pesat, di Asia Pacific yang ratarata di atas 8 % (Chua & Huang, 2007). Tabel 2 GDP Forecasts (Growth Rate in Percent) Country
Asia-Pacific Asian NIEs SEA-4 Bangladesh China Hong Kong India Indonesia Malaysia Philippines Singapore South Korea Sri Lanka Taiwan Thailand Vietnam
2007 GDP Forecasts Current 8.8 5.4 5.8 6.2 11.4 6.0 9.3 6.2 5.7 7.1 8.0 4.9 6.7 5.4 4.5 8.4
Previous 8.5 5.2 5.7 6.4 11.2 6.0 9.3 6.0 5.7 7.1 8.0 4.8 6.3 4.5 4.5 8.4
Consensus 8.6 5.2 5.6 6.1 11.3 6.0 8.6 6.2 5.7 6.5 7.9 4.9 6.0 4.6 4.3 8.3
2087 GDP Forecasts Current 8.7 5.3 6.0 6.5 11.0 6.2 9.4 6.5 6.0 6.8 6.2 5.2 6.6 4.6 4.8 8.3
Previous 8.5 5.2 6.0 6.5 11.0 5.5 9.4 6.5 6.0 6.8 6.2 5.2 6.6 4.6 4.8 8.3
Consensus 8.2 5.1 5.8 6.2 10.5 5.1 8.2 6.3 5.3 5.9 6.3 5.0 5.9 4.6 4.8 8.3
2009 GDP Forecasts Current 8.4 5.1 6.5 6.1 10.0 5.7 9.8 6.7 6.5 6.5 6.8 4.8 6.7 4.8 5.5 8.1
Sumber: Chua & Huang (2007)
Asia-Pacific meliputi Asian NIEs + SEA-4 + China dan India. Sedangkan Asian NIEs meliputi Hong Kong, Korea, Singapore dan Taiwan. Lalu, SEA-4 meliputi Indonesia, Malaysia, Philippines and Thailand. Sebagai pengamatan, kelompok SEA-4 (termasuk Indonesia), kelompok ini mempunyai pertumbuhan di atas 5 % dan sejalan dengan asumsi dan ramalan untuk Indonesia di tahun 2010 pada Tabel 1.
56
INASEA, Vol. 12 No.1, April 2011: 55-67
Pengamatan lain yang cukup menarik, di Tabel 2, Indonesia diramalkan mempunyai pertumbuhan di atas 6 %; di mana membuktikan bahwa keyakinan untuk pertumbuhan ekonomi di Indonesia dipandang cukup tinggi, terutama bila dibandingkan dengan negara lain di luar Asia Pasifik. Selanjutnya data dari Bank Indonesia (2010), akan dijadikan perbandingan terhadap data di Tabel 1 dan Tabel 2, untuk menunjukan bukti lebih lanjut bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan Asia Pasifik masih lebih baik dibandingkan perekonomian dunia, baik di kawasan Amerika maupun Eropa. Data terkini yang diambil adalah acuan dari Laporan Triwulan II-2010 Bank Indonesia (2010) mengacu pada pertumbuhan ekonomi Year on Year (YoY) dalam %, untuk Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP), dari sumber Bloomberg, Consensus Forecast dan data diolah, berdasarkan Data Tahun 2000 sampai 2009 dan Forecast 2010 dan 2011. Gambar 1 menunjukan perbandingan PDB secara keseluruhan dari negara berkembang dan negara maju, negara berkembang dan dunia secara keseluruhan. Dalam hal ini Indonesia digolongkan sebagai negara berkembang. Kemudian, di Gambar 2 menunjukan perbandingan PDB dari tiap kawasan, termasuk di dalamnya Indonesia dan Asia Pasifik (Indo Aspac).
Gambar 1 PDB Dunia
Gambar 2 PDB Dunia per Kawasan
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
57
Ketertarikan terhadap latar belakang akan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, akan dilanjutkan dengan pengamatan akan sejauh mana pertumbuhan ekonomi di Indonesia ini diimbangi dengan kesadaran pemeliharaan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai tinjauan pustaka, Chung & Quah (2010) secara lebih spesifik mengacu keseimbangan tersebut dalam pola pikir yang dinamakan pola pikir Green Growth untuk keseimbangan yang harmonis antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan. Kecenderungan tidak adanya keseimbangan tersebut, dapat dipahami posisi Indonesia sebagai negara dengan kekayaan alam yang berlimpah yang menopang pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat, yang pada akhirnya mengabaikan situasi lingkungan yang berkelanjutan. Kekayaan alam yang berlimpah dari suatu negara, perlu diwaspadai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, walaupun pertumbuhan ekonomi negara tersebut cukup pesat. Rosser (2007) membahas landasan teori dan penelitian mengenai resource curse yang secara spesifik membahasa kasus Indonesia dan bagaimana menghindari hal tersebut. Dari sisi landasan teori lainnya, Ja’far (2009) mengemukakan energynomics dalam hal kaitan antara energy dan economics, dalam hal ini menjadi kelanjutan antara latar belakang, tinjauan pustaka, penelitian dan penelitian yang up-to-date, terutama dalam kasus Indonesia. Artikel ini mempunyai beberapa tujuan penelitian yaitu untuk mengemukakan persepsi Green Industry di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan kondisi sekarang, tantangan dan pola pikir baru. Tujuan kedua, adalah menganalisa dan menindak lanjuti Kondisi Sekarang di Indonesia, disertai dengan Tantangan yang ada saat ini berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, dimana selanjutnya perlu adanya pola pikir menuju Green Growth. Tujuan ketiga, adalah menjabarkan studi kasus yang terkait industri dalam Green Industry, berdasarkan impact perusahaan terhadap lingkungan, yaitu low impact perusahaan jasa, medium impact perusahaan manufaktur, dan high impact perusahaan ekstratif. Tujuan Keempat, adalah menjadikan artikel ini kelanjutan dari artikel maupun penelitian sejenis. Semua tujuan yang disebutkan didukung landasan teori Energynomics dan metodologi DPSIR (Driving Forces, Pressure, State, Impact and Response), sehingga tercipta pemahaman dan tindakan nyata untuk perkembangan Green Industry.
METODE Secara kronologis penelitian, dan Framework DPSIR, maka artikel ini mengacu pada bahasan Chung & Quah (2010) yang menyebutkan teori mengenai Environmental Indicator yang berkaitan dengan Framework DPSIR, dimana pada tahun 1972 terselenggara United Nation’s Stockholm Conference on the Environment. Pada konferensi tersebut tercapai kesepakatan tentang Environmental Indicator, bagaimana indikator tersebut diorganisir dan apa saja yang dijadikan perhitungan dalam indikator tersebut. Kemudian di tahun 1994, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mengorganisir Framework PSR (Pressure-State-Response), yang diperluas oleh The European Environment Agency (EEA) menjadi Framework DPSIR. Bahan penelitian disiapkan dari berbagai sumber yang mayoritas diambil dari bahan yang paling update di tahun 2010, baik dari pengamatan, dan berbagai sumber dari buku, jurnal, textbook, surat kabar, majalah, dan data lembaga (Bank Indonesia) untuk mempertajam wawasan dan analisa dari artikel ini; di mana semua sumber tersebut menjadi acuan dari artikel ini dan ditampilkan di bagian Daftar Pustaka. Rancangan penelitian diperkuat dari bahan penelitian yang disiapkan, dengan lingkup observasi dari Kondisi Global, dan menuju kondisi Regional (Asia Pasifik), sampai kepada lingkup yang lebih spesifik dengan kondisi dalam kasus Indonesia. Dari kasus Indonesia, artikel ini kemudian membagai tiga golongan lebih rinci, dalam Green Industry, di mana perusahaan
58
INASEA, Vol. 12 No.1, April 2011: 55-67
dikelompokkan berdasarkan impact perusahaan terhadap lingkungan: (1) low impact perusahaan jasa; (2) medium impact perusahaan manufaktur; dan (3) high impact perusahaan ekstratif. Putra & Adrianto (2010b) menyebutkan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Kehati) yang sejak tahun 2009 bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) menerbitkan indeks harga saham perusahaan perubahaan public, dan mengacu pada Sustainable and Responsible Investment (SRI), yang dinamakan Indeks SRI–Kehati. Untuk tahap yang paling update, Indeks SRI–Kehati, diambil berdasarkan Indeks dari Periode November 2009 sampai dengan April 2010. Seleksi dan indikator dari Indeks SRI-Kehati, adalah berdasarkan total aset, Price Earnings Ratio (PER), dan free float ratio. Kemudian, dari sisi aspek fundamental, Indeks SRI-Kehati mempertimbangkan sisi lingkungan, di mana secara keseluruhan terdapat enam faktor, yaitu lingkungan, pengembangan masyarakat, tata kelola perusahaan, hak asasi manusia, perilaku bisnis, dan prinsip ketenagakerjaan. Kemudian, Putra & Adrianto (2010b), menyebutkan ”Pada dasarnya perusahaan kini kian dituntut untuk mengadopsi konsep Triple Bottom Line, yakni pengukuran kinerja perusahaan yang tak hanya memasukkan ukuran kinerja ekonomi berupa perolehan laba, tetapi juga ukuran tingkat kepedulian sosial dan pelestarian lingkungan.” Sebagai kelanjutan apa yang sudah dibahasa dalam bagian pendahuluan, maka metodologi dan Framework DPSIR, dimasukkan pula dalam artikel ini untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dalam melihat kasus Indonesia tersebut, sebagai kesatuan penghubung antara Green Industry Resource, Curse, Environmental Movement, Energynomics, dan Green Growth. Sehingga, diharapkan tercapai kesatuan penghubung dalam lingkup yang lebih besar antara Framework DPSIR dengan Triple Bottom Line, dalam hal ukuran kinerja ekonomi, sosial dan lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam sesi Hasil dan Pembahasan, akan diberikan hasil penelitian di mana penulis memberikan focus perhatian pada jawaban atas permasalahan yang dihadapi Green Industry di Indonesia. Selain hasil penelitian dan jawaban tersebut, maka penulis juga mengacu pada 4 (empat) tujuan penelitian dalam artikel ini di mana setiap tujuan akan dibahas secara komprehensif
Green Industry Industri hijau, atau green industry, tidak bisa dipisahkan dari beberapa faktor, terutama bila dikaitkan dengan situasi dan kondisi di Indonesia, di dalam era pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat, seiring dengan pertumbuhan serupa di Asia Pasifik, seperti yang telah dibahas di Tabel 1, Tabel 2, Gambar 1 dan Gambar 2. Kemudian, Chung & Quah (2010) menyatakan adanya hubungan antara faktor berikut dalam Green Industry, yaitu economic growth and environmental performance dan economic growth and environmental sustainability. Dalam economy growth and environmental performance, pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan kemampuan dari lingkungan, yakni Efisiensi dari penyelenggara administrasi lingkungan dalam mengurangi polusi dan melindungi lingkungan. Dalam lingkup Indonesia, peran serta pemerintah sebagai penyelenggara administrasi lingkungan sangat berperan dalam kemampuan lingkungan ini, yang tentunya perlu adanya dukungan dari semua pihak. Sementara, dalam economic growth and environmental sustainability, pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan keberlangsungan dari lingkungan, yakni efisiensi dari kegiatan ekologi, di mana masyarakat melakukan kegiatan produksi dan konsumsi.
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
59
Secara lebih spesifik dapat dikemukakan bahwa dalam masyarakat Indonesia, proses industrialisasi seiring dengan pertumbuhan industri beberapa perusahaan melalui kegiatan produksi. Sehingga, untuk menjawab permasalahan di Indonesia diharapkan dalam lingkup yang lebih besar lagi, Green Industry, dapat menyelaraskan secara bersamaan antara economic growth dengan Environmental Performance dan Environmental Sustainability. Bila dikaitkan dengan proses industrialisasi yang ditandai dengan pertumbuhan industri beberapa perusahaan di Indonesia, perlu dicermati tingkat polusi yang ada. Dalam hal ini Green Industry dapat mengacu pada pola yang dinamakan Environmental Kuznets Curve (EKC). Chung & Quah (2010), menggambarkan EKC dengan beberapa pernyataan berikut: pada tingkat pendapatan per kapita yang cukup rendah, tingkat polusi pada awalnya akan meningkat pada saat pendapatan meningkat. Namun, setelah mencapai ambang batas tertentu, tingkat polusi akan menurun seiring dengan meningkatnya pendapatan. Selanjutnya, EKC secara teori, dijelaskan pula bahwa pada saat pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi semakin meningkat, tingkat dan intensitas emisi dari polusi akan meningkat, dikarenakan tingginya aktifitas produksi dari barang dan jasa.
Resource Curse Bila dalam Green Industry telah dibahas pertumbuhan ekonomi, maka dalam Resource Curse menggambarkan bahwa suatu negara dengan sumber daya yang melimpah, dapat mengakibatkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, bila hal ini tidak diantisipasi. Hal yang sama berlaku bagi negara Indonesia dan telah terjadi di Indonesia, seperti yang dikemukakan oleh Rosser (2007). Dalam perspektif yang lebih luas, bila dikaitkan dengan EKC, perlu dihindari bahwa Indonesia dengan kondisi sumber daya yang berlimpah, dengan adanya Resource Curse ini, maka pertumbuhan ekonomi melambat, juga disertai tidak adanya penanganan yang serius terhadap Environmental Performance Environmental Sustainability. Sehingga, dalam jangka panjang, maka terjadi dua hal yang sangat tidak diharapkan: pertama, pertumbuhan ekonomi yang pesat, disertai dengan lingkungan yang tidak berkelanjutan dan tingkat polusi yang tinggi. Kedua, Pertumbuhan ekonomi yang melambat, yang tidak disertai pemberantasan kemiskinan.
Environmental Movement Dalam kondisi dan situasi Indonesia, disadari pula selain sumber daya yang melimpah, Indonesia juga dikenal sebagai negara agraria. Keterkaitan antara status Indonesia sebagai negara agraria dan kegiatan lingkungan hidup, dikemukakan oleh Peluso, Suraya, & Rachman (2008). Dalam perspektif yang lebih luas di negara Indonesia, dan dalam mencegah situasi pertumbuhan ekonomi berakhir dengan perlambatan ekonomi dan tidak adanya pemberantasan kemisikinan; jurnal tersebut cukup menjawab pertanyaan seputar Indonesia sebagai negara agrarian dan kegiatan lingkungan hidup, untuk mengatasi pengrusakan lingkungan. Lebih spesifik, dalam Peluso, Suraya, & Rachman (2008), dikemukakan bahwa kekuasaan yang bergerak dalam bidang pelestarian dan lingkungan, di aspek hukum dan kebijakan, telah berkembang sangat pesat di Indonesia. Kehadiran kekuasaan tersebut dipandang sangat berguna, karena mereka bereaksi cukup keras terhadap kerusakan sumber daya alam yang diakibatkan oleh kebijakan modernisasi industri, maupun individu yang mengutamakan keuntungan dengan mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Energynomics Ja’far (2009) mengatakan bahwa ekonomi energi energynomics adalah salah satu cabang ilmu ekonomi yang memusatkan objek studinya pada pola hubungan energi sebagai dasar kajian ekonomi dengan sektor lain seperti sosial, ekonomi, politik, lingkungan, informasi , dan negara. Ekonomi lingkungan (ecological economics) membuat satu asumsi pokok bahwa sumber-sumber
60
INASEA, Vol. 12 No.1, April 2011: 55-67
makanan dan pasokan makanan (food chains) secara langsung analog dengan pasokan (supply chains) energi ke sektor industri umat manusia. Hubungan antara energi dengan seluruh sector kehidupan umat manusia bersifat menentukan. Lebih lanjut, Ja’far (2009) membahas motif utama dari ekonomi energi, di mana dikatakan bahwa secara historis, ekonomi energi lahir dari gerakan-gerakan lingkungan hidup yang mengkhawatirkan bahwa umat manusia dan kehidupan di planet bumi dapat menderita, kekurangan pangan, dan terancam punah jika tidak ada pasokan energi karena kelangkaan yang terjadi akibat pola pemakaian energi yang kurang baik. Oleh karena itu, salah satu rekomendasinya ialah konservasi energi. Karena itu, motif utama dari ekonomi energi ialah konservasi energi. Buku mengenai Enegynomics ini sangat berkaitan erat dengan Peluso, Suraya, & Rachman (2008), dari kondisi dan situasi Indonesia. Kemudian hal ini bisa pula dipertimbangkan mengenai energy management yang dibahas dalam Turner, Mize, Case, & Nazemetz (1993). Dalam perspektif yang lebih luas di negara Indonesia, diharapkan dengan adanya kesadaran akan Energynomics, akan menjawab permasalah yang ditimbulkan oleh Green Industry di Indonesia.
Green Industry: Current Conditions Bahasan dalam Green Industry: Current Conditions, akan mengarah ke pembicaraan yang lebih spesifik terhadap kondisi dan situasi di Indonesia. Tentu saja, bahasan kali ini mengacu pula pada sub-judul yang telah dibahas mengenai Green Industry, Resource Curse, Environmental Movement, dan Energynomics untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dalam menjawab pertanyaan dan mengarah pada 4 (empat) tujuan penelitian. Secara ringkas, dalam Green Industry: Current Conditions, terutama dalam pandangan Indonesia sebagai bagian dari Asia and the Pacific, Chung & Quah (2010) mengemukakan bahasan mengenai state of environmental sustainability in Asia and the Pacific, yaitu prospects for environmental sustainability in Asia and the Pacific dan eco-efficiency and resource productivity: concepts, indicators, and trends in Asia Pacific. Dalam perspektif yang lebih luas, namun spesifik, di negara Indonesia, diharapkan bahasan dalam State of Environmental Sustainability in Asia and the Pacific, menjadi bagian penting dalam perhatian pemerintah Indonesia, sebagai environmental administration, in reducing pollution and protecting the environment. Putra & Adrianto (2010a) mengemukakan pula, bahwa dalam hal SustainabilityReport, Indonesia telah mempunyai laporan kegiatan pembangunan berkelanjutan di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan oleh perusahaan-perusahaan. Bahkan, telah ada penghargaan berdasarkan Sustainability Report, yakni Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA). Dalam menyusun sustainability report, pada umumnya perusahaan mengacu pada G3 Guidelines, yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI). Sebagai gambaran awal, dalam lingkup Indonesia, maka dalam diskusi Putra & Adrianto (2010b) mengemukakan Peringkat Perusahaan-Perusahaan Hijau Versi Warta Ekonomi, dalam Tabel 3, yang akan dikaitkan lebih lanjut dengan Indeks SRI-Kehati, yang akan dibahas lebih lanjut dalam Tabel 6. Tabel 3. Peringkat Perusahaan-Perusahaan Hijau Versi Warta Ekonomi Peringkat Hijau-1
Keterangan Perusahaan yang strategi korporasinya sarat dengan paradigma”hijau”. Perusahaan ini memiliki bisnis inti yang memang merupakan bisnis ”hijau”. Implementasi strategi ”hijau” telah memberikan kontribusi pendapatan yang besar bagi perusahaan.
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
61
Hijau-2
Perusahaan yang strategi korporasinya telah memasukkan paradigma ”hijau”. Meskipun bisnis intinya tidak ”hijau”, tetapi sebagian operasional perusahaan sudah ”hijau”. Strategi ”hijau” yang diimplementasikan oleh perusahaan telah memberikan kontribusi kepada pendapatan perusahaan, walaupun tidak besar
Hijau-3
Perusahaan yang telah mengimplementasikan paradigma ”hijau”, tetapi aktifitas ”hijau” tersebut belum mendonasikan pendapatan bagi korporasi. Aktifitas ”hijau” itu masih sebagas pendukung (supporting) bisnis utama perusahaan.
Kemudian, Putra & Adrianto (2010c) mengemukakan tren bisnis hijau di tabel 4 berikut ini, dimana hal tersebut dapat menjadi acuan, baik sebagai Current Conditions, maupun Challenges. Tabel 4. Tren Bisnis Hijau di Indonesia 1 2 3
Pola Utama Bisnis Hijau Mengubah sebagian strategi bisnis korporasi menjadi berlandaskan pardigma hijau. Perusahaan yang berbasis dengan paradigma hijau merupakan perusahaan publik atau akan segera go public Bisnis paradigma hijau dipilih karena memanglebih menguntungkan
Bila ditelusuri lebih lanjut, terjadi pergeseran dari menuju Tren Hijau Bisnis Hijau di Indonesia saat ini, dari pola lama di masa lalu, seperti yang ditunjukan oleh Tabel 5. Pola Bisnis Hijau di Masa Lalu. Tabel 5. Pola Hijau Bisnis Hijau di Masa Lalu 1 2 3 4 5 6
Aktivitas ramah lingkungan yang dilakukan oleh korporasi hanya bagian dari aktivitas pendukung, terutama dalam bentuk CSR Sebagian perusahaan yang melakukan CSR lingkungan, aktivitas usahanya justru merusak lingkungan Terdapat beberapa perusahaan yang ramah lingkungan memang peduli dengan lingkungan Sebagian besar perusahaan yang ramah lingkungan, melalui CSR, merupakan perusahaan publik Sebagian perusahaan yang ramah lingkungan, melalui CSR, dilandasri motif meningkatknya harga saham Riset yang ada membuktikan adanya hubungan positif antara pengungkapan tanggung jawab kepada lingkungan (Environmental Disclosure), kualitas lingkungan (Environmental Performance), dan kinerja ekonomi perusahaan (Economic Performance).
Green Industry: Challenges Secara ringkas, dalam Green Industry: Current Conditions, terutama dalam pandangan Indonesia sebagai bagian dari Asia and the Pacific, Chung & Quah (2010) dalam bukunya yang berjudul Pursuing Green Growth in Asia and the Pacific, mengemukakan bahasan dalam Bab II yang berjudul Challenging Issues of Environmental Sustainability in Asia and the Pacific, yang terdiri sustainable resource-based development in Asia and the Pacific, on the relationship between economic growth and environmental sustainability, dan pursuing green growth: some conflicts and necessary conditions for a pragmatic environmental policy. Dalam perspektif yang lebih luas,
62
INASEA, Vol. 12 No.1, April 2011: 55-67
namun spesifik, di negara Indonesia, diharapkan bahasan dalam Challenging Issues of Environmental Sustainability in Asia and the Pacific menjadi bagian penting dalam perhatian Pemerintah Indonesia , terutama menempatkan Challenges tersebut sebagai bagian dari Problem Definition, untuk diselesaikan bersama, baik Pemerintah maupun masyarakat Indonesia secara luas. Untuk lebih spesifik, masyarakat Indonesia yang dimaksud, juga termasuk dari perusahaan perusahaan yang beroperasi di Indonesia, termasuk di dalamnya yang terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Jakarta. Dalam konteks yang lebih lanjut, diharapkan dalam Challenges, semua kategori perusahaan bisa menjadi yang diharapkan dalam menunjang Sustainability. Adapun sekedar gambaran ideal, apapun kategori perusahaan tersebut, perusahaan yang terdaftar bisa menunjang sustainability tersebut, di mana perusahaan dikelompokkan berdasarkan impact perusahaan terhadap lingkungan, yaitu: low impact perusahaan jasa, medium impact perusahaan manufaktur, dan high impact perusahaan ekstratif. Dalam hal Green Leadership, maka Challenges tersebut dapat diterjemahkan pula supaya perusahaan yang terdaftar sebagai emiten di Bursa Efek Jakarta (Indeks SRI-Kehati), dapat menjadi perusahaan Green Leadership, (Putra & Adrianto, 2010a). Adapun contoh implementasi Green Leadership di perusahaan perusahaan yang masuk dalam Bursa Efek Indonesia (Indeks SRI-Kehati), adalah (1) low impact perusahaan jasa: PT Bank Negara Indonesia; (2) medium impact perusahaan manufaktur: PT Kalbe Farma Tbk.; (3) high impact perusahaan ekstratif: PT Antam Tbk. Sebagai gambaran lanjutan, setelah bahasan Green Industry: Challenges, dalam lingkup Indonesia, maka Putra & Adrianto (2010b) sebagai kelanjutan dari Tabel 3, yang akan dikaitkan dengan Tabel 6, mengenai Indeks SRI-Kehati. Tabel 6 Indeks SRI-Kehati No. 1
Kode Efek di Bursa Saham AALI
Nama Emiten PT. Astra Agro Lestari Tbk.
2
ANTM
3
ASII
PT. Astra International Tbk
4
BBCA
PT. Bank Central Asia Tbk
5
BDMN
PT Bank Danamon Indonesia Tbk
6
BBNI
PT. Bank Negara Indonesia Tbk
7
BBRI
PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk
8
BLTA
PT. Berlian Laju Tanker Tbk
9
BMRI
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk
10
BMTR
PT. Global Mediacom Tbk
11
INTP
PT. Indocement Tunggal Prakarasa Tbk
12
INDF
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
13
ISAT
PT. Indosat Tbk
14
JSMR
PT. Jasa Marga Tbk
15
KLBF
PT. Kalbe Farma Tbk
16
LPKR
PT. Lippo Karawaci Tbk
PT. Aneka Tambang Tbk
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
63
17
MEDC
PT. Medco Energi International Tbk
18
PGAS
PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
19
PNBN
PT Bank Panin Indonesia Tbk
20
PTBA
PT Tambang Bukit Asam Tbk
21
SMCB
PT Holcim Indonesia Tbk
22
TLKM
PT Telekomunikasi Tbk
23
TINS
24
UNVR
PT Unilever Indonesia
25
UNTR
PT. United Tractors Tbk
PT Timah Tbk
Dalam Tabel 3, mengenai Peringkat Perusahaan-Perusahaan Hijau Versi Warta Ekonomi, telah dibahas kategori peringkat Hijau -1, Hijau-2 dan Hijau-3. Dalam Tabel 7, berikut, akan dibahas pemetaan dari masing masing perusahaan yang tercantum dalam Tabel 6, menurut ulasan dari Putra & Adrianto (2010a). Adapun Challenge yang ada untuk perusahaan perusahaan berikut, adalah mempertahankan dari posisi yang ada, menjadi posisi yang lebih baik. Idealnya adalah posisi peringkat Hijau-1. Tabel 7. Peringkat Hijau Perusahaan Publik di Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Hijau-1
Hijau-2
Hijau-3 PT. Astra Agro Lestari Tbk. PT. Aneka Tambang Tbk
PT. Astra International Tbk PT. Bank Central Asia Tbk PT Bank Danamon Indonesia Tbk PT. Bank Negara Indonesia Tbk PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk PT. Berlian Laju Tanker Tbk PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk PT. Global Mediacom Tbk PT. Indocement Tunggal Prakarasa Tbk PT. Indofood Sukses Makmur Tbk PT. Indosat Tbk PT. Jasa Marga Tbk PT. Kalbe Farma Tbk PT. Lippo Karawaci Tbk PT. Medco Energi International Tbk PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk PT Bank Panin Indonesia Tbk PT Tambang Bukit Asam Tbk PT Holcim Indonesia Tbk PT Telekomunikasi Tbk PT Timah Tbk PT Unilever Indonesia PT. United Tractors Tbk
Setelah melihat beberapa perusahaan yang masuk dalam Indeks SRI-Kehati, berdasarkan masing masing kategori dari impact perusahaan tersebut terhadap lingkungan, maka kali ini untuk
64
INASEA, Vol. 12 No.1, April 2011: 55-67
lingkup Indonesia, akan dibahas Industri Otomotif, dengan perkembangan terakhir dalam acara Indonesia International Motor Show 2010, atau biasa disebut dengan IIMS 2010. Dalam acara tersebut, telah tercatat penjualan dengan transaksi total sebesar 2,517,022,702,000 rupiah seperti yang diulas Restyanto (2010), dimana dikemukakan pula IIMS 2010 mengusung tema EcoTechnology Motoring. Jumlah transaksi IIMS 2010 ,menjadi acuan perkembangan otomotif di Indonesia, setelah sebelumnya mengalami penurunan dalam hal penjualan. Dalam ulasan lainnya, tercatat kenaikan transaksi sebesar 16.8 %. Hal yang patut mendapatkan perhatian, kedua ulasan dari kedua majalah berikut, mengulas Green Industry, baik dari ulasan Restyanto (2010) maupun ulasan CAR & Tuning GUIDE Editor (2010). Kemudian, dikaitkan dengan Green Industry, maka akan dibahas Industri Otomotif dalam lingkup IIMS 2010, dan pembahasan kali ini akan mengarah pada Framework DSPSIR, yang terdiri dari: driving force (basic sectoral trends), pressure (human activities directly affecting environment), state (observable changes in the environment), impact (effects of a changed environment), response (of society to address the problem). Driving Forces Sesuai definisinya, maka Driving Force, mengacu pada Tren yang sedang terjadi di suatu sector; dalam artikel ini, akan dibahas sector otomotif, yang didukung data penjualan sebesar 16.8 % dibandingkan tahun lalu, dan total nilai transaksi 2,517,022,702,000 rupiah. Pressure Sesuai definisinya, maka pressure, mengacu komponen yang mempengaruhi lingkungan dari sisi emisi pembuangan ke udara, air dan daratan. Dalam situasi dan kondisi di Indonesia, hal yang perlu mendapat perhatian adalah banyaknya populasi penduduk Indonesia yang semakin meningkat. Bila dikaitkan dengan Pressure, dari sisi populasi dan jumlah kendaraan yang terjual, maka dapat dibahas sisi Green Industry, dalam hal berapa banyak pertumbuhan ekonomi yang didapatkan Indonesia dari kegiatan produksi otomotif ini, dan juga berapa banyak polusi yang dihasilkan. Tentu saja, hal ini dapat diimbangi dengan peran serta Pemerintah Indonesia dan masyarakat Indonesia untuk paling tidak mengurangi pressure yang berpengaruh terhadap lingkungan. State Sesuai definisinya, maka state, mengacu komponen yang dapat diamati dari perubahan yang terjadi di lingkungan. Dalam hal ini dapat ditandai dengan perubahan yang dapat diamati yang terjadi dari kualitas air ataupun udara, meningkatnya suhu panas bumi, dan meningkatnya kegiatan polusi. Impact Sesuai definisinya, maka impact mengacu pada hal yang menjadi akibat dari perubahan lingkungan. Dalam hal ini, impact merupakan hasil dari state, dimana terjadi pengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia, kondisi penurunan produksi pertanian, dan juga banjir yang terjadi dimana-mana. Response Pada akhirnya, setelah mengidentifikasi tren di driving forces, mengamati state, merasakan impact; maka masyarakat dalam hal ini diharapkan untuk melakukan response, atau tanggapan dari masyarkat untuk mengatasi masalah yang timbul terhadap lingkungan, sesuai dengan apa yang
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
65
menjadi bahasan di Framework DPSIR secara keseluruhan. Response yang diharapkan dapat berupa penelitian dari sumber energi yang terbarukan, pajak energi, peraturan dan hukum yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam kondisi dan situasi Indonesia, hal ini merupakan lingkup yang cukup luas, baik dari sisi otomotif pada umumnya, maupun pada lingkung yang lebih luas, dalam kategori perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Jakarta (Indeks SRI-Kehati).
Green Industry: New Paradigm of Green Growth Dalam Green Industry: New Paradigm of Green Growth, terutama dalam pandangan Indonesia sebagai bagian dari Asia and the Pacific, Chung & Quah (2010) mengemukakan bahasan New Paradigm for Green Growth in Asia and the Pacific. Fokus bahasan tersebut adalah: concept and system change in the Asian and Pacific Region, stimulating eco-efficiency in Asia and the Pacific: the role of public policy, dan achieveing Green Growth: the role of economics. Dalam perspektif yang lebih luas di negara Indonesia, diharapkan akan adanya kesadaran akan pola pikir menuju Green Growth untuk beralih dari pola pikir Grow First, Clean Up Later. Green Growth mengacu pada pola pikir yang mengusahakan keseimbangan yang harmonis antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan. Sehingga, pola pikir Grow First, Clean Up Later yang mengacu pada pertumbuhan ekonomi, namun mengabaikan pada kepedulian pada lingkungan, harus dihindari. Hal tersebut didasari pada pola pikir dan tindakan yang nyata, untuk mencapai tidak hanya pertumbuhan ekonomi, tapi pada lingkungan yang berkelanjutan, terutama untuk menjamin kemampuan lingkungan untuk kepentingan generasi mendatang. Dalam konteks Asia dan Asia Pasifik, dimana Indonesia masuk dalam konteks tersebut, Chung & Quah (2010) juga menggaris bawahi, perubahan pola pikir dari Green Growth menuju Grow First, Clean Up Later, memerlukan konsep dan perubahan sistem yang mengarah pada dinamika dan sinergi antara lingkungan dan ekonomi. Disebutkan pula bahwa Green Growth mengharapkan bahwa kebijakan lingkungan harus dapat diintergrasikan dengan kebijakan ekonomi umum, supaya menghasilkan sinergi yang saling menguntungkan antara lingkungan dan ekonomi, dan fokus pada efisiensi ekologi.
PENUTUP Sebagai penutup dalam kesimpulan dari artikel ini, penulis menyampaikan hal yang penting untuk diperhatikan, dalam hal: (1) prospek pengembangan dari hasil penelitian dan aplikasi yang lebih jauh akan menjadi prospek kajian berikutnya, sehingga menjadi kesinambungan antara yang telah dilakukan di masa lalu, dengan apa yang telah dilakukan di penelitian di artikel ini yang berjudul ‘Persepsi Green Industry di Indonesia: Kondisi Sekarang, Tantangan dan Pola Pikir Baru’; (2) tindakan nyata dan kerjasama semua pihak, baik Pemerintah maupun masyarakat Indonesia dalam pengertian yang luas, untuk mempunyai pola pikir dan tindakan yang mengarah pada Green Growth, yang tidak hanya berhenti pada kepentingan pertumbuhan ekonomi , namun juga pada lingkungan yang berkelanjutan, untuk menjamin kemampuan lingkungan untuk kepentingan generasi mendatang (Chung & Quah, 2010).
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. (2010). Laporan triwulan II-2010: Ekonomi Asia Pasifik menopang pemulihan ekonomi global. Publikasi ekonomi keuangan dan kerjasama internasional.
66
INASEA, Vol. 12 No.1, April 2011: 55-67
Bestari, T. (4 Januari, 2010). Ekonomi dengan catatan: Asumsi dasar ekonomi makro APBN 2010. Kompas, pp. 1 & 15. Chua, H. B., & Huang, Y. (2007). Economic & market analysis: Asia Pacific. Asia Economic Prospects 2008. Citigroup. Chung, R. K., & Quah, E. (2010) Pursuing green growth in Asia and the Pacific. Singapore: Cengage Learning Asia. CAR & Tuning GUIDE Editor. (2010). Review the 18th Indonesia International Motor Show. CAR & Tuning GUIDE. Editorial Edition 389/XII/11-24 Agustus, p. 10. Ja’far, M. (2009). Energynomics: Ideologi baru dunia,. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Putra, A. P., & Adrianto, F. (2010a). Green leadership: From here to sustainability. Warta Ekonomi. 02/XXII/25, p. 26. Putra, A. P., & Adrianto, F. (2010b). Indikator: Peringkat Bisnis Hijau. Warta Ekonomi. 02/XXII/25, p34. Putra, A. P., & Adrianto, F. (2010c). Tren bisnis: Arus baru bisnis hijau. Warta Ekonomi. 02/XXII/25, p38. Peluso, N. L., Suraya, A., & Rachman, N. F. (2008). Claiming the grounds for reform: Agrarian and environmental movements in Indonesia. Journal of Agrarian Change, Vol 8, No. 2 & 3, July 2008, pp. 377–380. Restyanto, M. (2010). Go green otomotif indonesia. Gatra CARS PLUS No.7 Tahun III AGU-SEP, p. 34. Rosser, A. (2007). Escaping the resource curse: The case for Indonesia. Journal of Contemporary Asia, Vol 37, No.1, February 2007, pp. 38-40. Turner, W. C., Mize, J. H., Case, K. E., & Nazemetz, J. W. (1993). Introduction to industrial engineering (3rd ed.). New Jersey: Prentice Hall.
RIWAYAT PENULIS Khristian Edi Nugroho lahir di Jakarta pada 13 Mei 1973. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Wichita State University dalam bidang Teknik Industri pada tahun 1998, dan pendidikan S2 di IPMI Business School dalam bidang General Management pada tahun 2008. Mulai tahun 2010, penulis bekerja sebagai Dosen di Departemen Teknik Industri, Universitas Bina Nusantara. Sebelumnya, sejak tahun 1991 penulis telah bekerja di bidang akademis maupun profesional di Indonesia, Amerika dan Eropa, sebagai praktisi di berbagai bidang industri, terutama di bidang Fast Moving Consumer Goods, Aircraft Manufacturers dan Banking.
Persepsi Green Industry... (Khristian Edi Nugroho Soebandrija)
67