PERBEDAAN POLA PIKIR KEWIRAUSAHAAN DAN ADVERSITY QUOTIENT PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS NEGERI MALANG YANG BERORIENTASI TERHADAP PENCIPTA LAPANGAN KERJA DAN PENCARI KERJA Rovi Andriyanto .R (
[email protected]) Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang ABSTRAK Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia, pada umumnya lebih memilih sebagai pencari kerja daripada pencipta lapangan pekerjaan. Kewirausahaan merupakan proses dalam menciptakan sesuatu yang berbeda dan bernilai,. Pola pikir kewirausahaan menggambarkan cara berpikir inovatif dan energik yang memanfaatkan peluang dan bertindak untuk mewujudkan peluang tersebut. Adversity quotient merupakan suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan untuk mencapai tujuan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient antara mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang sebagai pencipta lapangan kerja dan pencari kerja. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan metode penelitian ANOVA (F-test). Terdapat 2 populasi yang digunakan sebagai penelitian, yakni populasi 1 yaitu pencipta lapangan kerja dan populasi 2 yaitu pencari kerja di kalangan mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang. Dalam penelitian ini, variabel pola pikir kewirausahaan diperoleh keputusan terima H0, karena Sig (0,164) > α (0,05) sedangkan adversity quotient adalah terima H0, karena Sig (0,392) > α (0,05). Sehingga Pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient antara mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang yang berorientasi sebagai pencipta lapangan kerja dan pencari kerja adalah tidak memiliki perbedaan atau dapat dikatakan sama. Kata kunci: pola pikir kewirausahaan, adversity quotient. ABSTRACT Graduates of universities in Indonesia, generally prefer as job seekers rather than job creators. Entrepreneurship is the process of creating something different and worthwhich bear the financial risk, psychological, and social. Entrepreneurial mindset illustrates how innovative thinking and energetic exploit opportunities and act to realize these opportunities. Adversity Quotient is the ability to turn obstacles into opportunities achieve success. The research is conducted to determine the differences entrepreneurial mindset among students and adversity quotient of Psychology, University of Malang as job creators and job seekers. This research is a quantitative research method design ANOVA (F-test). There are two populations used as a study, which the creator of the population 1 and population 2 job seekers among the students of the Faculty of Psychology, University of Malang. In this study, the variables obtained entrepreneurial mindset thank decision H0, since Sig (0.164)> α (0.05) while the adversity quotient H0 is accepted, since Sig (0,392)> α (0,05). So that the entrepreneurial mindset and adversity quotient among students of Psychology, State University of Malang-oriented as job creators and not job seekers are having a difference or can say the same. Keywords: Entrepreneurial Mindset, Adversity Quotient
Pekerjaan merupakan salah satu ranah kehidupan yang penting bagi individu. Selain sebagai sumber identitas, menurut Hulin (2002) pekerjaan juga berfungsi sebagai sumber otonomi, memberi kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan kreativitas, sumber tujuan dalam hidup, sumber penghasilan dan rasa aman. Upaya pemerintah dengan mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Indonesia dengan merekrut calon pegawai negeri sipil (PNS) tentu tidak cukup. Sehingga salah satu alternatif untuk mengurangi angka pengangguran adalah dengan berwirausaha. Menurut Sudradjad (1999) salah satu kiat mengentaskan pengangguran adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru yaitu dengan berwirausaha, permasalahannya adalah kewirausahaan di Indonesia juga masih rendah. Umumnya masyarakat Indonesia lebih memilih menjadi pencari kerja (job seeker) ketimbang menjadi pencipta lapangan kerja (jobcreator). Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil-Menengah (UKM) pada tahun 2011 menyebutkan bahwa hanya sekitar 6,82% lulusan sarjana yang berminat menjadi wirausahawan (job creator), selebihnya 93,18% lebih berminat menjadi pegawai (job seeker). Hal ini menjadi sebuah fenomena yang mengkhawatirkan, karena pola pikir para sarjana umumnya berorientasi menjadi pegawai negeri atau karyawan swasta, padahal jumlah lapangan kerja baik di swasta dan negeri sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah angkatan kerja yang ada. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia justru melahirkan para pencari kerja baru bukan pencipta lapangan kerja. Saat ini jumlah sarjana yang menganggur di Indonesia sedikitnya tercatat 626.000 orang. Untuk mendorong tujuan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian nasional yang bisa mensejahterahkan rakyat, maka jumlah wirausahawan ditargetkan minimal 2% dari sekitar 235 juta penduduk Indonesia saat ini (Sahnan, 2010), sehingga menjadi sangat wajar jika sampai saat ini dunia wirausaha belum menjadi sebuah lapangan pekerjaan yang diinginkan dan dinanti bagi para sarjana yang sedang putus asa mencari pekerjaan. Padahal kewirausahaan merupakan salah satu pendukung yang menentukan maju mundurnya perekonomian, karena bidang wirausaha mempunyai kebebasan untuk berkarya dan mandiri. Menurut seorang pakar kewirausahaan McClelland, suatu negara akan maju jika terdapat entrepreneur sedikitnya sebanyak 2% dari jumlah penduduk maka dapat dipastikan bahwa negara itu akan sejahtera (Anonymous,2009). Membangun jiwa wirausaha perlu dilakukan, khususnya bagi mahasiswa yang mempunyai potensi untuk berwirausaha dan juga peran serta pengelolaan pendidikan sangat diharapkan terutama dalam memberikan motivasi sekaligus memberikan fasilitas yang
dibutuhkan baik berupa materi kewirausahaan yang aplikatif maupun sarana prasarana yang diperlukan dalam melakukan praktek kewirausahaan (Kurniawan, 2007). Wirausahawan yang sukses tentunya memiliki kerangka berpikir (mindset) yang lebih maju dari orang biasa. Pentingnya kerangka berpikir kewirausahaan digambarkan dalam arti memungkinkan ada pendukung ide-ide baru untuk mendirikan lapangan kerja dengan ide-ide baru yang berharga, lalu adanya sumber daya yang dikembangkan untuk mendorong kegiatan wirausaha (Thompson, 2004). Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membentuk pola pikir kewirausahaan untuk mempertahankan daya saing organisasi ekonomi. Pola pikir kewirausahaan menunjukkan cara berpikir tentang bisnis dan peluang, guna menghadapi ketidakpastian (Dhliwayo dan Vuuren, 2007). Menurut Senges (2007), pola pikir kewirausahaan itu menggambarkan pencarian pola yang bersifat inovatif dan energik, memanfaatkan peluang serta bertindak untuk mewujudkan peluang yang ada. Membentuk pola pikir kewirausahaan sangat penting untuk mempertahankan persaingan ekonomi (McGrath dan MacMillan, 2000). Kreativitas merupakan sarana untuk membuka potensi terpendam dalam diri seseorang, karena kreativitas adalah cara utama untuk menggali potensi kewirausahaan. Atkinson (1957) berpendapat bahwa, individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi lebih memilih kegiatan berisiko yang menantang tapi dapat dicapai. Risiko menurut Forlani dan Mullin (2000) mencerminkan tingkat ketidakpastian prospektif yang terkait dengan hasil. Menurut Johnson (2009) individu dengan pola pikir tetap memiliki kepercayaan diri rendah, mereka cenderung mengadopsi tujuan kinerja yang rendah, yang selanjutnya menyebabkan mereka menjadi seseorang yang cenderung biasa-biasa saja. Namun, ketika dihadapkan dengan tantangan individu dengan pola pikir berkembang, di sisi lain percaya bahwa suatu "kemampuan dan keberhasilan dapat dimiliki karena belajar”, pemikiran yang dapat tumbuh dan berubah dengan usaha dan percaya dengan dirinya akan membuat seseorang terbiasa dalam menghadapi kesulitan dan cenderung menjadikannya pembelajaran untuk bekal dalam kegiatan berwirausaha. Nyatanya orang dengan pola pikir kewirausahaan saja tidak cukup untuk sukses dikarenakan banyak yang masih belum mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam mengatasi masalah. Kecenderungan rendahnya kemampuan seseorang untuk mengatasi kesulitan adalah suatu kesalahan yang dapat berubah menjadi kegagalan, sehingga besarnya rintangan dalam berwirausaha dengan resiko gagal akan berdampak pada keinginan seorang dalam berwirausaha. Tanpa adanya adversity quotient (AQ) yang tinggi maka dikhawatirkan seseorang akan mengalami frustasi dan kemunduran dalam menjalani proses ‘banting tulangnya’ menjadi seorang wirausahawan kelak. Istilah AQ (Adversity Quotient) ini
dipopulerkan oleh Poul Stoltz (2000) dalam bukunya yang berjudul Adversity Quotient, menurutnya AQ suatu kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan mencapai tujuan. Adversity quotient merupakan hasil riset penting dari tiga cabang ilmu pengetahuan yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi (ilmu kesehatan baru) dan neurofisiologi (ilmu otak).
Menurut Djati Sutomo (2008) dalam penelitian Dianita (2010),
adversity quotient dipengaruhi oleh beberapa dimensi disingkat CORE yaitu Control (kendali), Origin dan Ownership (asal usul dan pengakuan), Reach (jangkauan), Endurance (daya tahan). Kendali diri (Control) atau kendali, kemampuan individu dalam mempengaruhi secara positif suatu situasi, serta mampu mengendalikan respon terhadap situasi. Asal- usul dan pengakuan (Origin dan Ownership), yaitu suatu kemampuan individu dalam menenmpatkan perasaan dirinya dengan berani menaggung akibat dari situasi yang ada, sehingga menciptakan pembelajaran dalam melakukan perbaikan atas masalah yang terjadi. Jangkauan (Reach), kemampuan individu dalam menjangkau dan membatasi masalah agar tidak menjangkau bidang-bidang yang lain dimensi ini melihat sejauh mana individu membiarkan kemalangan menjangkau bidang lain pekerjaan dan hidup individu. Daya tahan (Endurance), yaitu kemampuan individu dalam mempersepsi kesulitan, dan kekuatan dalam menghadapi kesulitan tersebut dengan menciptakan ide dalam pengatasan masalah sehingga ketegaran hati dan keberanian dalam penyeleasaian masalah dapat terwujud dimensi ini berupaya melihat berapa lama seseorang mempersepsi kemalangan ini akan berlangsung. Hal ini juga dibenarkan oleh Stoltz (2000), komponen-komponen CO2RE ini akan menentukan kecerdasan adversity individu secara menyeluruh. Selanjutnya ada dua tipe pekerjaan yang ada di dunia ini, yaitu pencipta lapangan pekerjaan dan pencari kerja. Pencipta lapangan pekerjaan adalah pengusaha atau wirausahawan. Dalam ilmu ekonomi, seorang pengusaha berarti seorang pemimpin ekonomi yang memiliki kemampuan mendapatkan peluang secara berhasil dengan memperkenalkan komoditi, teknik baru, sumber pemasukan, serta pabrik, peralatan, manajemen, tenaga buruh yang diperlukan dan mengorganisasikannya ke dalam perusahaan. Pengertian entrepreneur adalah mereka yang memulai sebuah usaha baru dan berani menanggung segala macam serta untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan pencari kerja diartikan sebagai karyawan atau pegawai. Hasibuan (2005) menjelaskan bahwa pencari kerja adalah penjual jasa (pikiran dan tenaganya) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Oleh organisasi atau perusahaan, karyawan memiliki kewajiban dan keterikatan untuk
mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian.
METODE Subjek Subjek dalam penelitian ini sebanyak 60 orang mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang, dengan rincian sebanyak 30 orang mahasiswa yang termasuk dalam subjek pertama yaitu pencipta lapangan kerja, dan 30 orang mahasiswa yang termasuk dalam subjek kedua yaitu pencari kerja. Desain Penelitian Rancangan penelitisn ini adalah penelitian komparatif, yaitu suatu penelitian yang bersifat membedakan. Menguji hipotesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbedaan (Sugiyono, 2005). Menurut Nazir (2005) penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawaban secara mendasar tentang sebabakibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu yang bertujuan untuk membandingkan persamaan dan perbedaan dua atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti berdasarkan kerangka pemikiran tertentu.. Penelitian ini mengelompokkan responden menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah mahasiswa yang berorientasi sebagai pencipta lapangan kerja dan kelompok kedua adalah kelompok mahasiswa yang berorientasi sebagai pencari kerja. Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai perbedaan pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient diantara kedua kelompok tersebut. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ialah menggunakan skala pola pikir kewirausahaan dan skala adversity quotient yang berupa pernyataan-pernyataan favorable dan unfavorable. Penelitian ini menggunakan skala sikap berbentuk model Likert yang mengukur pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient. Pada tiap skala dan masingmasing pernyataan terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk mengetahui tingkat validitas item pola pikir kewirausahaan digunakan bantuan komputer program SPSS 17.0 for windows, dengan taraf signifikansi 10% dengan r tabel = 0,296.
Sehingga dapat diketahui bahwa dari sebanyak 64 item variabel pola pikir
kewirausahaan, terdapat sebanyak 19 aitem yang tidak valid, sedangkan sisanya sebanyak 45 aitem yang valid. Sedangkan variabel adversity quotient dapat diketahui bahwa dari sebanyak 54 item variabel adversity quotient, terdapat sebanyak 12 aitem yang tidak valid, sedangkan sisanya sebanyak 42 aitem yang valid. Setelah dilakukan pengujian validitas maka langkah berikutnya adalah mengetahui konsistensi suatu alat pengukur dalam mengukur gejala yang sama dengan menggunakan uji reliabilitas. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel pola pikir kewirausahaan sebesar 0.914 dan adversity quotient sebesar 0.933 sehingga menghasilkan nilai Cronbach's Alpha yang lebih besar dari 0.7 sehingga dapat dikatakan bahwa aitemaitem yang digunakan untuk menyusun variabel pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient sudah reliable dengan sangat baik. Jenis Instrumen Data yang diperlukan dikumpulkan dengan menggunakan skala sebagai berikut: 1. Skala pola pikir kewirausahaan yang disusun berdasarkan Likert. Contoh: No
Peryataan
1
Saya mempunyai ide-ide baru untuk berbisnis
11
Saya selalu ragu-ragu dalam bertindak
SS
S
TS
STS
SS
S
TS
STS
2. Skala Adversity Quotient yang disusun berdasarkan Likert. Contoh: No
Peryataan
3
Saya ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapat
18
Dalam bertindak saya melakukannya dengan konsisten
Prosedur Prosedur dalam penelitian ini adalah: 1. Menyiapkan instrumen skala pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient. 2. Mengkonsultasikan instrumen yang akan digunakan dalam penelitian. 3. Menentukan subjek uji coba untuk menguji validitas dan reliabilitas alat ukur. Subjek yang sama dengan subjek penelitian. 4. Menyebarkan instrumen kepada subjek uji coba. 5. Menganalisis validitas dan reliabilitas pada instrumen yang telah diuji coba. 6. Menyusun kembali instrumen dan membuang peryataan yang tidak valid. 7. Menyebarkan instrumen yang valid kepada subjek penelitian. 8. Menganalisis hasil turun lapangan.
Hasil Dari hasil statistika deskriptif dapat diperoleh informasi bahwa skor rata-rata variabel pola pikir kewirausahaan untuk keseluruhan responden adalah sebesar 137,38 dimana skor terendah adalah sebesar 112 dan skor tertinggi untuk variabel ini adalah sebesar 168. Sedangkan skor rata-rata untuk variabel adversity quotient adalah sebesar 122,18, skor terendah dan tertinggi adalah sebesar 104 dan 153. Skor yang diperoleh untuk variabel adversity quotient lebih baik daripada variabel pola pikir kewirausahaan, hal ini ditunjukkan oleh standar deviasi adversity quotient yang lebih rendah daripada variabel pola pikir kewirausahaan, sehingga skor yang diperoleh untuk keseluruhan responden menjadi lebih homogen. Berdasarkan pengujian kolmogorov-smirnov, H0 ditolak jika Asym. Sig < α namun jika Asym. Sig > α maka H0 diterima yang berarti data mengikuti distribusi normal. Pada variabel pola pikir kewirausahaan, nilai Asym. Sig sebesar 0,926 sehingga H0 diterima karena Asym. Sig (0,926) > α (0,05), sedangkan nilai Asym. Sig untuk variabel adversity quotient adalah sebesar 0,347 sehingga H0 diterima karena Asym. Sig (0,347) > α (0,05). Dapat disimpulkan bahwa variabel pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient telah mengikuti distribusi normal, sehingga asumsi distribusi normal telah terpenuhi. Berdasarkan pengujian levene, H0 ditolak jika Sig < α namun jika Sig > α maka H0 diterima yang berarti varian data homogen. Pada variabel pola pikir kewirausahaan, nilai Sig
sebesar 0,337 sehingga H0 diterima karena Sig (0,337 ) > α (0,05), sedangkan nilai Sig untuk variabel adversity quotient adalah sebesar 0,536 sehingga H0 diterima karena Sig (0,536) > α (0,05). Dapat disimpulkan bahwa varians data untuk variabel pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient antara mahasiswa psikologi Universitas Negeri Malang sebagai pencipta lapangan kerja dan pencari kerja telah homogen, sehingga asumsi homogenitas varians telah terpenuhi. Pengujian ANOVA ini dilakukan dengan bantuan komputer program SPSS 17.0 for windows,
Keputusan untuk variabel pola pikir kewirausahaan Tolak H0 jika Sig < α, terima H0 jika Sig > α. Sig (0,164) > α (0,05) maka Tidak ada perbedaan pola pikir kewirausahaan antara kelompok subjek yang berorientasi sebagai pencipta lapangan kerja dan pencari kerja pada mahasiswa psikologi Universitas Negeri Malang, sehingga dapat disimpulkan bahwa antara mahasiswa Psikologi yang memilih menjadi pencipta lapangan kerja dan pencari kerja memiliki pola pikir yang sama.
Keputusan untuk variabel adversity quotient adalah terima H0, karena Sig (0,392) > α (0,05) maka Tidak ada perbedaan adversity quotient antara kelompok subjek yang berorientasi sebagai pencipta lapangan kerja dan pencari kerja pada mahasiswa psikologi Universitas Negeri Malang, maka kesimpulannya adalah mahasiswa Psikologi yang memilih menjadi pencipta lapangan kerja dan pencari kerja memiliki adversity quotient yang sama.
Kesimpulan : Pola pikir kewirausahaan dan adversity quotient antara mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang yang berorientasi sebagai pencipta lapangan kerja dan pencari kerja adalah tidak memiliki perbedaan atau dapat dikatakan sama.
Diskusi Seseorang yang memiliki pola pikir kewirausahaan pada dasarnya mempunyai karakteristik psikologik yang spesifik. Mereka gemar menghadapi tantangan, bergerak dalam dunia yang penuh persaingan dan menunjukkan kegigihannya dalam berjuang untuk akhirnya muncul sebagai pemenang. Dalam hal ini seorang yang memiliki pola pikir kewirausahaan tidak menyenangi kerja yang lamban, dan suka mengambil resiko serta mampu mempengaruhi orang lain agar kerja lebih giat. Disamping itu mereka menyenangi konsep, gagasan dan teknologi baru (Suryana, 2003). Tidak adanya perbedaan pola pikir kewirausahaan antara pencipta lapangan kerja dan pencari kerja jika dilihat dari pandangan psikologis yang menitikberatkan pada segi aktivitas manusianya. Setiap manusia dikaruniai bermacam-macam potensi, namun menurut para ahli banyak diantaranya yang belum digunakan atau dikembangkan dengan baik dan maksimal. Potensi yang dimiliki manusia seperti kerangka pemikiran, potensi, dan segala keahlian terpendamnya, yang pada sementara orang telah dikembangkan sedangkan banyak orang lain menyadari saja pun tidak bahwa potensi-potensi itu terdapat pada dirinya apabila menggunakan atau menggembangkannya (As’ad, 1998). William James seorang psikolog Amerika memperkirakan bahwa orang biasa baru menggunakan kurang lebih sepuluh persen dari kemampuan-kemampuannya. Margareth Mead berpendapat sekitar enam persen, sedangkan Herbert Otto punya perkiraan yang lebih rendah, yaitu sekitar empat persen (As’ad, 1998). Dari penjelasan para ahli psikologi tersebut maka dapat dijelaskan faktor tidak adanya perbedaan pola pikir kewirausahaan antara pencipta lapangan kerja dan pencari kerja dikarenakan subjek masih belum mengembangkan potensi pola pikir kewirausahaan. Semua subjeknya adalah mahasiswa, sehingga tidak dapat dibedakan pola pikir kewirausahaan antara pencipta lapangan kerja dan pencari kerjanya, kecuali subjek baru lulus kuliah dan terjun dimasyarakat untuk memulai karirnya. Intinya penyebab tidak dapat dibedakan pola pikir kewirausahaan dikarenakan mahasiswa belum mempunyai pengalaman kerja atau berbisnis. Berdasarkan
pendapat-pendapat
tersebut
terdapat
kaitannya
dengan
bidang
kewirausahaan, dimana kewirausahaan tidak dapat dilepaskan dari sumberdaya manusia maka pengembangan pola pikir kewirausahaan perlu didiskusikan lebih lanjut apakah potensi-potensi manusianya dapat lebih dikembangkan lagi sehingga mencapai produktivitas dan efisiensi khususnya pada mahasiswa.
Adversity qoutient adalah kemampuan berfikir, mengelola dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus peristiwaperistiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan atau kesulitan. Dengan adversity qoutient seseorang bagai diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak berputus asa (Stoltz, 2000). Dengan demikian adversity qoutient mampu memprediksi seseorang atau individu pada tampilan motivasi, pemberdayaan, kreativitas, produktivitas, pembelajaran, energi, harapan, kegembiraan, vitalitas dan kesenangan, kesehatan mental, kesehatan jasmani, daya tahan, fleksibilitas, perbaikan sikap, daya hidup dan respon terhadap perubahan terutama dalam hal ini adalah mahasiswa yang mempunyai kelebihan khusus, baik intelegensi, kreatifitas, ataupun skill dan potensi lebih (Stoltz, 2000). Dalam penelitian ini adversity quotient antara pencipta lapangan kerja dan pencari kerja tidak ada perbedaan karena subjek belum menghadapi tantangan yang berat. Mahasiswa yang diukur adversity quotient belum terjun langsung ke dunia nyata dan belum menghadapi rintangan atau kesulitan berarti yang bisa mempengaruhi perubahan kehidupannya sehingga tidak terlihat terjadi perbedaan antara mahasiswa yang bertipe pada pencipta lapangan kerja dan pencari kerja. Dibawah ini ada piramida Tiga Tingkat Kesulitan yang di kembangkan oleh Paul Stoltz (2000). Masyarakat
Tempat Kerja
Individu
Gambar 1.1 Tiga Tingkat Kesulitan Menurut Stoltz Tiga Tingkat Kesulitan memperlihatkan bahwa terdapat perubahan positif pada ketiga tingkatnya yang berawal dari individu, kemudian ke tempat kerja dan akhirnya di dalam masyarakat. Disinilah proses terbentuknya adversity quotient yang harus dikembangkan oleh diri sendiri. Di masyarakat tingkat kesulitan sangat tinggi, sedangkan di tempat kerja kesulitan mulai terlihat berarti, sedangkan di individu kesulitan belum terlihat secara signifikan. Inilah sebab tidak ada perbedaan adversity quotient antara mahasiswa yang bertipe pencipta lapangan kerja dan pencari kerja. Mereka saat ini pada fase paling bawah yang
belum nampak tingkat kesulitan berarti yang mereka alami, sehingga tidak dapat dibedakan adversity quotient nya antara pencipta lapangan kerja dan pencari kerja. Jika penelitian ini dilakukan pada fase kedua yaitu di tempat kerja atau orang yang sudah mempunyai pekerjaan maka hasilnya dapat dibedakan antara para pencipa lapangan pekerjaan dan pencari kerja, karena pada tingkatan ini manusia dihadapkan pada kesulitan-kesulitan yang berdampak pada proses kehidupannya baik positif atau negatif tergantung dari individu yang mampu menghadapi setiap tantangan pada proses kehidupan. Stoltz (2000) menyebutkan empat dimensi yang menyusun adversity quotient seseorang yaitu kendali diri, asal- usul dan pengakuan, jangkauan, dan daya tahan. Empat dimensi tersebut adalah faktor yang mendasari seseorang dalam menentukan tingkat advesity quotient, karena advesity quotient adalah variabel yang menentukan seseorang dalam menaruh harapan dan terus bertahan dalam menghadapi situasi yang sulit. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui kecerdasaan dalam menghadapi rintangan tidak hanya cukup mengetahui apa yang meningkatnya, tetapi apa yang perlu diperhatikan adalah dimensi-dimensi agar dapat memahami kecerdasaan dalam menghadapi rintangan sepenuhnya. Sehingga mahasiswa psikologi universitas negeri malang harus belajar lebih mendalam mengenai advesity quotient ini sehingga nantinya dapat mengatasi kesulitan dan tantangan baik di dalam maupun di dunia luar kampus. Karena dimensi-dimensi diatas masih belum menjadi hambatan yang berarti bagi mahasiswa sehingga menyebabkan advesity quotient tidak dapat dibedakan antara pencipta lapangan pekerjaan dan pencari kerja di kalangan mahasiswa Psikologi Universitas Negeri Malang ini. Namun demikian tidak selamanya karakteristik tersebut mendorong seseorang untuk memilih bidang wirausaha meski antara advesity quotient dan karakteristik kewirausahaan memiliki kesamaan karena banyak faktor yang ikut mempengaruhi.
Daftar Pustaka As’ad, Muhammad. 1998. Psikolgi Industri. Yogyakarta: Liberty Diana, Nidau. 2011. Study Deskriptif Tentang Adversity Quotient Pada SiswaKelas Akselerasi di Sekolah Menengah Atas NEGERI 1 MALANG (SMA N 1 MALANG) Skripsi tidak diterbitkan, Malang: Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang Fauzi, Hasmi Ardi. 2004. Analisis Pengaruh Sikap Kewirausahaan, Orientasi Pasar dan Pembelajaran Organisasional Terhadap Kinerja Bisnis. Tesis tidak diterbitkan, Semarang: Prodi Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Hendra. 2008. Program Mahasiswa Wirausaha Bagi Perguruan Tinggi Negeri, (Online), ( http://www.ditkelembagaan-dikti.net/pedoman/143-program-mahasiswawirausaha), Helmi
,
Fadilla.
diakses 9 November 2012 2006.
Kewirausahaan
dari
perspektif
Psikologi,
(Online),
(http://avin.filsafat.ugm.ac.id) diakses pada 9 November 2012. Neneh, Brownhilder. 2011. African Journal of Business Management Vol. 6(9), pp. 33643372, 7 March, 2012 Available online at http://www.academicjournals.org/AJBM DOI: 10.5897/AJBM10.1631 ISSN 1993-8233 ©2012 Academic Journals, diakses pada 16 November 2012. Ruliana, Ambar Pranita. 2011. Hubungan antara kecerdasan adversity dan harga diri pada mahasiswa. Skripsi tidak diterbitkan, Malang: Prodi Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang, Stoltz. G poul. Adversity Quotient.2000. Mengubah Hambatan Menjadi Peluang Shohib, Muhammad. 2013. Adversity Quotient Dengan Minat Entrepreneurship (Online), (
[email protected]), diakses 15 April 2013.