PERSENTASE RENDEMEN BERAT WOL DOMBA GARUT DAN DOMBA BATUR SELAMA PROSES PENGOLAHAN SERTA KUALITAS BENANG YANG DIHASILKAN
DAROJAT ULIL AMRI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014 Darojat Ulil Amri NIM D14090112
ABSTRAK DAROJAT ULIL AMRI. Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan. Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan TOTONG. Wol pada domba lokal merupakan produk sampingan domba yang dapat dimanfaatkan untuk beberapa produk kerajinan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari rendemen berat wol selama pengolahan dan kualitas benangnya. Parameter yang diamati adalah rendemen berat wol tahap penyortiran, pencucian, pemisahan, penyisiran dan pemintalan serta kualitas benang, yaitu kekuatan dan kemuluran. Penelitian ini menggunakan uji T. Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk pengamatan rendemen berat wol saat pengolahan, 2 kali untuk kekuatan dan kemuluran benang wol domba garut dan 5 kali untuk kekuatan dan kemuluran benang wol domba batur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen berat wol domba antar bangsa domba garut dan domba batur tidak berbeda nyata kecuali pada pemintalan yang cenderung nyata. Kualitas benang juga tidak berbeda nyata pada kedua bangsa domba ini kecuali pada kemuluran yang cenderung berbeda nyata. Perbedaan bangsa domba tidak berpengaruh pada rendemen wol dan kualitas benangnya sehingga wol domba garut dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi benang seperti wol domba batur. Kata kunci: domba batur, domba garut, kualitas benang, rendemen berat wol
ABSTRACT DAROJAT ULIL AMRI. Wool Weight Yield Percentage of Garut and Batur Sheep During Processing and its Yarn Quality. Supervised by MOHAMAD YAMIN and TOTONG. The wool of local sheep is still a by-product that can be used for some craft products. The aims of this research were to study the wool weight yield during the processing and to know quality of the wool yarn. Parameters were consisted of wool weight yield percentage during sorting I, washing, sorting II, carding and during spinning, and the quality of yarn, i.e, strength and elongation of the yarn. This research used the T-test analysis. There were 5 repetitions for observed wool weight yield during the process; 2 repetitions for strength and elongation of the wool yarn from garut sheep; and 5 repetitions for strength and elongation of the wool yarn from batur sheep. The results showed that percentage of wool weight yield from garut and batur sheep was not significantly different, except for the yield in spin stage that tended to be different. The yarn quality was statistically similar between two types of wool, but for the elongation they tended to be different. Sheep breed difference was not significant on wool weight yield and yarn quality. It is concluded that wool of garut sheep can be processed to make yarn, as same as wool of batur sheep. Key words: batur sheep, garut sheep, wool weight yield, yarn quality
PERSENTASE RENDEMEN BERAT WOL DOMBA GARUT DAN DOMBA BATUR SELAMA PROSES PENGOLAHAN SERTA KUALITAS BENANG YANG DIHASILKAN
DAROJAT ULIL AMRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan Nama : Darojat Ulil Amri NIM : D14090112
Disetujui oleh
Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc Pembimbing I
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Totong, AT MT Pembimbing II
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah wol domba, dengan judul Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc dan Totong, AT MT selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Haji Yudi dari peternakan domba di Garut, Bapak Mishat dari peternakan domba di Batur dan Ibu Euis yang telah membantu selama pengumpulan data. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman satu tim penelitian saya (Aang Hudaya, Dhini Nova Widyasari dan Kiki Umizakiah) serta teman-teman lainnya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakakkakak dan adikku serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014 Darojat Ulil Amri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian METODE Waktu dan Tempat Bahan Alat Prosedur Analisis Data Parameter yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Kekuatan dan Kemuluran Benang SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii viii 1 1 2 2 2 2 2 3 3 4 4 7 7 9 11 12 13 14
DAFTAR TABEL 1 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat pembersihan 2 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat penggabungan 3 Kekuatan dan kemuluran benang wol
7 8 10
DAFTAR GAMBAR 1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang 2 Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang
3 6
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persentase rendemen berat wol domba saat pengolahan menjadi benang 2 Kualitas benang wol dari bangsa domba garut dan domba batur
13 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara dalam bidang peternakan. Banyak jenis ternak yang dibudidayakan di negara ini, salah satu ternak tersebut adalah domba. Populasi ternak ini sangat banyak di Indonesia, yaitu mencapai 14 560 juta ekor pada tahun 2013. Populasi domba tersebut setiap tahun selalu mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan pupulasi domba dari tahun 2003 hingga 2013 mencapai 6.48% per tahun (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat membutuhkan jenis ternak ini. Domba mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Produk utama usaha domba di Indonesia adalah daging. Disamping itu sebagai hasil ikutan ternak, domba juga menghasilkan kulit dan bulu domba (wol). Peternak umumnya masih menganggap bahwa bulu domba tidak bermanfaat dan dibuang begitu saja sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena bulu domba mengandung keratin yang sulit untuk didegradasi. Peternak belum banyak mengetahui bahwa bulu domba memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi jika dimanfaatkan dengan baik. Bulu domba dapat dipintal dan menghasilkan benang wol. Pemanfaatan bulu domba tersebut belum banyak dilakukan karena keterbatasan pengetahuan peternak. Wol merupakan salah satu hasil dari ternak domba yang sangat potensial untuk dimanfaatkan. Wol dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan tekstil. Wol telah memberi peran bagi dunia tekstil sejak beberapa abad lalu karena karakteristik unik yang dimilikinya (elastis, ringan, tahan lama, kuat, tahan api dan dapat menahan panas). Serat wol memiliki sifat-sifat yang sangat bagus sehingga memungkinkan wol dapat bersaing dengan serat lain sebagai bahan utama pembuatan barang tekstil (Nuruddin 2006). Negara-negara maju yang memiliki bangsa domba dengan tipe wol memanfaatkan wol domba sebagai produk utama hasil ternak tersebut. Bulu domba di Indonesia memiliki karakter berbeda dengan domba tipe wol. Domba di Indonesia umumnya memiliki bulu yang jumlahnya lebih sedikit dan bulunya tidak halus dengan diameter besar. Domba di Indonesia umumnya memiliki karakter bulu yang rata-rata diameternya antara 26-65 µm (Gatenby 1991). Wol domba lokal cenderung lebih kasar, kecuali pada domba lokal yang berasal dari persilangan dengan domba tipe wol. Masyarakat Indonesia mulai mengembangkan domba-domba penghasil wol dengan cara persilangan. Domba tipe wol dari negara lain seperti domba merino mulai banyak disilangkan dengan domba lokal di Indonesia sehingga saat ini di negara ini sudah lebih mudah untuk mendapatkan domba dengan tipe wol. Mutu produk kerajinan berbahan wol selama ini masih sangat bervariasi terutama dalam hal kebersihan, warna dan bau yang muncul. Pengembangan teknik pembersihan dalam pengolahan belum banyak dilakukan, padahal hal ini akan sangat membantu untuk meningkatkan mutu produk tenunan wol, terutama yang berkaitan dengan kebersihan, warna dan bau produk (Nuruddin 2006).
2 Ketidakseragaman hasil tenunan wol tersebut mengakibatkan bulu domba di Indonesia hanya cocok digunakan sebagai bahan pembuatan produk non sandang. Penelitian bidang ini di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian yang telah dilakukan oleh Syamyono (2002) menunjukkan hasil benang wol dari domba garut memiliki kualitas yang cukup baik, padahal domba jenis ini bukan merupakan domba tipe wol. Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian tentang bulu domba yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk benang wol dari domba lokal jenis wol (domba batur) dengan domba lokal bukan tipe wol (domba garut) yang telah diteliti sebelumnya untuk dibadingkan kualitas yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan agar diketahui keuntungan dan efisiensi pengolahan hasil ikutan ternak domba persilangan di Indonesia.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: (1) menguji persentase rendemen berat bulu domba garut dan domba batur selama dilakukan pengolahan menjadi benang, (2) menguji kualitas benang yang dihasilkan dari pengolahan wol kedua bangsa domba tersebut.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengkajian persentase rendemen wol saat pengolahan dan kualitas benang yang dihasilkan dari pengolahan tersebut. Penelitian ini dibatasi pada subjek domba garut dengan domba batur.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 hingga bulan November 2013. Lokasi penelitian di Peternakan Domba di Kabupaten Garut dan Banjarnegara, Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium Evaluasi Fisika Tekstil Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.
Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu domba garut dan domba batur. Bulu ini diperoleh dari hasil pencukuran domba tersebut yang terdiri dari 5 ekor domba betina garut dan 5 ekor domba betina batur. Domba yang digunakan berumur sekitar 11-12 bulan. Bahan kimia yang digunakan saat pemintalan adalah detergen dan desinfektan.
3 Alat Alat yang digunakan untuk pencukuran sampai pembuatan benang wol dan pengamatannya adalah pencukur bulu elektrik, kantong plastik, carder (hand carder dan drum carder), alat pintal, ember plastik, pengaduk, gunting, alat uji kekuatan dan mulur (Tensolab Strength Tester) (Gambar 1) serta timbangan digital.
Gambar 1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang
Prosedur Metode pembuatan benang wol yang pertama dilakukan adalah persiapan bahan utama, yaitu bulu domba yang didapatkan dari hasil pencukuran domba garut dan domba batur. Bulu atau wol yang telah dicukur kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik berlabel sesuai bangsanya. Wol hasil pencukuran tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui produksi wol yang dihasilkan dan selanjutnya dibuat benang (Yamin et al. 1994). Proses Pembuatan Benang Prosedur pengolahan bulu domba menjadi benang yang dilakukan menurut Yamin dan Rahayu (2012) adalah sebagai berikut: Penyortiran. Pembuatan benang wol yang harus dilakukan adalah bulu domba hasil pencukuran harus dibersihkan. Wol tersebut dibersihkan atau disortir dari kotoran-kotoran yang menempel pada bulu tersebut seperti feses, daun, rumput kering, tanah dan biji-bijian (Syamyono 2002). Wol yang telah disortir kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat wol sortir I. Pencucian. Wol setelah disortir kemudian direndam dalam air bersih selama 24 jam. Wol yang telah direndam kemudian dibilas lagi dengan air bersih. Rendam lagi wol yang telah dibilas dengan menggunakan cairan deterjen (100 g detergen
4 per 10 L air) selama 2-3 jam. Bilas kembali wol tersebut menggunakan air bersih. Bulu domba kemudian dicelupkan ke dalam larutan desinfektan sebanyak (10 cc per 10 L air). Keringkan bulu yang telah didesinfektan dengan cara diperas lalu dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan di luar ruangan dengan menggunakan sinar matahari langsung. Wol kering kemudian ditimbang. Pemisahan. Wol yang telah kering setelah penjemuran kemudian dibersihkan kembali dari kotoran-kotoran yang menempel saat penjemuran. Pembersihan bulu domba tersebut dilakukan dengan cara disuir-suir. Wol kemudian ditimbang kembali untuk mendapatkan berat wol sortir II. Penyisiran. Wol yang telah bersih kemudian disisir dengan alat hand carder dan dilanjutkan dengan drum carder beberapa kali sehingga didapatkan 2 lembaran bulu berserat yaitu lembaran serat pendek dan lembaran serat panjang. Wol kemudian ditimbang kembali untuk mendapatkan jumlah rendemen berat wol setelah penyisiran. Pemintalan. Lembaran wol kemudian dipintal dengan menggunakan alat pintal sampai terbentuk benang mentah atau benang tunggal. Benang tunggal diukur panjangnya. Benang tersebut kemudian dipintal lagi hingga menjadi benang gintir atau plied yarn. Benang gintir diukur panjangnya dan kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat benang wol hasil pemintalan.
Analisis Data Perbandingan persentase rendemen berat wol saat diolah serta kualitas benang yang dihasilkan dari bangsa domba yang berbeda diolah menggunakan uji T dengan contoh bebas (independent samples test) (Walpole 1995). Setiap perlakuan mendapat ulangan sebanyak 5 kali, kecuali pada uji kekuatan dan kemuluran benang wol domba garut (dilakukan sebanyak 2 kali). Model matematika yang akan digunakan: (̅ √( )
̅ ) ( )
Keterangan: ̅ : rata-rata pengukuran 1 ̅ : rata-rata pengukuran 2 Sp : standar deviasi n1 : jumlah data 1 n2 : jumlah data 2
Parameter yang Diamati Produksi Wol Segar Wol domba garut memiliki masa pertumbuhan lebih lama daripada wol domba batur. Wol domba garut rata-rata dicukur satu tahun sekali sedangkan wol domba batur dicukur tiga bulan sekali. Produksi wol segar diperoleh dari penimbangan wol setelah pencukuran. Wol yang dicukur langsung ditimbang
5 tanpa dipisahkan dari kotoran atau lemak terlebih dahulu. Produksi wol dihitung berdasarkan banyaknya wol yang dihasilkan dari setiap ekor masing-masing bangsa dan jenis kelamin. Rendemen selama Proses Pengolahan Penyortiran I. Rendemen dari hasil penyortiran didapatkan dengan mengukur berat wol hasil penyortiran I. Berat wol hasil penyortiran I didapatkan setelah melalui proses penyortiran I.
Keterangan: RWSor = Rendemen wol hasil penyortiran I (%) WS = Berat wol segar (g) WSor = Berat wol hasil penyortiran I (g)
Pencucian. Rendemen dari hasil pencucian didapatkan dengan mengukur berat wol hasil pencucian. Berat wol hasil pencucian ini didapatkan setelah melalui proses pencucian.
Keterangan: RWCu = Rendemen wol hasil pencucian (%) WCu = Berat wol hasil pencucian (g)
Pemisahan. Rendemen dari hasil pemisahan didapatkan dengan mengukur berat wol hasil pemisahan. Berat wol hasil pemisahan didapatkan setelah wol melalui proses penyortiran II atau pemisahan (suir-suir).
Keterangan: RWPis = Rendemen wol hasil pemisahan (%) WPis = Berat wol hasil pemintalan (g)
Penyisiran. Rendemen dari hasil penyisiran didapatkan dengan mengukur berat wol hasil penyisiran. Berat wol hasil penyisiran didapatkan setelah wol melalui proses penyisiran dengan menggunakan alat hand carder dan drum carder.
Keterangan: RWSi = Rendemen wol hasil penyisiran (%) WSi = Berat wol hasil penyisiran (g)
Pemintalan. Rendemen dari hasil pemintalan didapatkan dengan mengukur berat wol hasil pemintalan. Berat wol hasil pemintalan didapatkan setelah wol melalui proses pemintalan dengan menggunakan alat jantra sehingga didapatkan benang tunggal. Selanjutnya dilakukan pemintalan kedua hingga didapat benang ganda.
6
Keterngan: RWPin = Rendemen wol hasil pemintalan (%) WPin = Berat wol hasil pemintalan (g)
Kekuatan dan Kemuluran Benang Menurut SNI 7650 (2010), kekuatan benang adalah perbandingan beban putus dengan nomor benang. Syamyono (2002) menjelaskan bahwa beban putus adalah kekuatan atau gaya maksimal yang diberikan benang untuk menahan beban saat ditarik hingga benang tersebut putus. Kekuatan benang diketahui dengan melihat nomor benang terlebih dahulu. Menurut SNI ISO 2060 (2010), nomor benang dihitung berdasarkan panjang dan berat contoh uji yang sesuai. Pengujian nomor benang dilakukan dengan menggunakan sistem langsung, yang menyatakan kekasaran atau kehalusan benang dalam berat per satuan panjang (linier density, sering disebut yarn count atau yarn titre) (SNI ISO 1144 2010). Kekuatan dapat dinyatakan dalam tenacity (tegangan spesifik), yaitu kekuatan tarik benang yang dinyatakan dalam gaya per kehalusan contoh uji. Menurut SNI 7650 (2010), kemuluran adalah pertambahan panjang contoh uji sampai putus pada uji kekuatan tarik. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung kekuatan dan kemuluran benang : (
( )
)
( ) ) ( )
(
(
)
( (
)
)
Uji kekuatan dan kemuluran benang wol dilakukan di Laboratorium Evaluasi Fisika Tekstil Sekolah Tinggi Tekstil Bandung. Benang yang diuji adalah benang hasil olahan bulu domba dari dua bangsa (domba garut dan domba batur). Pengukuran benang dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk domba garut dan 5 kali ulangan untuk domba batur. Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah pengolahan dan dinyatakan dalam persen (%). Rendemen juga dapat diartikan sebagai sisa dari suatu penyusutan berat wol domba saat pengolahan. Penyusutan merupakan berkurangnya berat wol domba saat pengolahan akibat hilangnya kotoran yang menempel dan sebagian wol yang terbuang. Hasil rendemen biasanya dinyatakan dalam persen. Jumlah yang dihasilkan dari penyusutan dengan rendemen wol yang dihasilkan adalah 100% (Ensminger 1991). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar rendemen berat dari wol domba yang berbeda bangsa sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi produksi benang wol dari masingmasing domba. Setiap tahap pengolahan saat penelitian selalu mengalami penyusutan berat wol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamyono (2002) bahwa setiap tahap pengolahan wol menjadi benang akan selalu mengalami penyusutan. Besar persentase rendemen yang terjadi tidak sama setiap tahapnya. Rendemen hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat pembersihan Persentase rendemen pada setiap tahap pembersihan (%) Bangsa Domba Sortir Pencucian Pemisahan Garut 96.58 ± 4.64 64.60 ± 11.00 91.50 ± 4.87 Batur 97.38 ± 2.17 61.50 ± 4.89 92.43 ± 4.77 Nilai P 0.741 0.592 0.769 Tabel 1 menunjukkan hasil rendemen berat wol domba saat pembersihan. Rendemen yang terjadi pada setiap pengolahannya tidak menunjukkan hasil perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil di atas sesuai dengan pernyataan dari Yamin dan Rahayu (1995) bahwa perbedaan bangsa tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap persentase wol kering atau hasil pemisahan. Pernyataan di atas juga diperkuat oleh pendapat Syamyono (2002) bahwa besarnya persentase penyusutan wol saat pengolahan tidak dipengaruhi dari bangsanya, melainkan dari kotoran yang melekat, terutama lemak yang terdapat dalam wol. Kotoran-kotoran yang menempel tersebut adalah kotoran berminyak, tanah, kerikil, rumput, debu, dan feses dari domba. Penyortiran adalah tahap pembuangan kotoran seperti feses, rumput atau kerikil yang masih menempel pada wol segar. Tahap ini menunjukkan hasil rendemen yang tidak begitu besar perbedaannya, yaitu 96.58 ± 4.64% pada domba garut dan 97.38 ± 2.17% pada domba batur. Hal ini dikarenakan kotoran-kotoran jenis tersebut tidak begitu banyak terdapat pada wol segar. Rendemen terkecil pada tahap pengolahan awal adalah saat pencucian dan penjemuran. Tahap ini menunjukkan rendemen sebesar 64.60 ± 11.00% pada domba garut dan 61.50 ± 4.89% pada domba batur. Lemak dan minyak pada wol kedua bangsa ini banyak sekali terbuang saat proses pencucian. Hal ini menunjukkan kandungan lemak yang terdapat pada wol sangat tinggi sehingga
8 sangat berpengaruh pada berat wol. Perbedaan yang tidak nyata pada rendemen diakibatkan karena berkurangnya lemak atau minyak tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Kammlade dan Kammlade (1955) bahwa penyusutan terbesar diakibatkan karena hilangnya lemak dan minyak pada domba. Banyaknya lemak dan minyak yang terkandung pada wol juga tidak begitu berbeda antar bangsa domba. Kandungan lemak dan minyak pada setiap bangsa domba cenderung sama sehingga rendemen yang dihasilkan tidak begitu berbeda. Kondisi wol sebelum pencucian merupakan wol kotor (grease wool). Wol kotor mengandung beberapa komponen seperti zat lilin, keringat, kotoran-kotoran yang menempel, cat atau cairan lain yang digunakan untuk penanda atau identitas domba (Irma 2009). Zat lilin merupakan zat seperti lemak. Zat ini tidak larut dalam air dan dikeluarkan oleh kelenjar minyak, sedangkan keringat merupakan zat larut dalam air dan dikeluarkan oleh kelenjar keringat (Leeder 1984). Oleh karena itu, pencucian sengaja dilakukan dengan menambahkan deterjen agar zat lilin yang ada pada wol dapat dihilangkan. Hampir semua serat memiliki struktur yang terdiri dari 3 bagian, yaitu kutikula di lapisan luar, korteks di bagian dalam dan medulla di bagian tengah berupa ruang kosong. Setiap bagian tersebut terbentuk dari sel yang berasal dari folikel (Soeprijono et al. 1973). Folikel adalah pangkal serat dan merupakan tempat bermuaranya kelenjar apocrine. Adelson (1995) menyatakan bahwa setiap domba memiliki kelenjar apocrine. Kelenjar apocrine terdapat di bawah kulit dan merupakan kelenjar lemak di dalam folikel wol. Kelenjar ini merupakan bahan untuk terbentuknya lemak atau minyak pada wol. Menurut Ensminger (1991) setiap serat wol dilapisi lemak dari pangkal hingga ujung. Lemak tersebut melapisi serat wol sejak serat tersebut tumbuh. Lemak yang terkandung ini sangat diperlukan oleh wol karena memiliki fungsi untuk melindungi serat wol selama pertumbuhan dan agar serat wol tidak mudah berikatan antara satu dengan lainnya. Tahap selanjutnya adalah tahap pemisahan. Tahap ini dilakukan untuk memisahkan wol-wol yang masih menggumpal atau membuang sisa kotoran yang masih menempel setelah pencucian seperti feses yang masih melekat pada wol. Penyusutan pada tahap ini sangat kecil sehingga rendemen yang dihasilkan cukup tinggi. Hal ini dikarenakan kotoran-kotoran dan gumpalan pada wol setelah pencucian ini tidak begitu besar. Rendemen yang dihasilkan pada tahap ini sebesar 91.50 ± 4.87% pada domba garut dan 92.43 ± 4.77% pada domba batur. Tahap penyisiran atau carding adalah tahap awal saat penggabungan seratserat wol. Tahap ini merupakan tahap lanjutan setelah tahap pembersihan selesai. Hasil dari tahap ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat penggabungan Persentase rendemen pada setiap tahap penggabungan (%) Bangsa Domba Penyisiran Pemintalan Garut 63.20 ± 14.40 35.20 ± 48.20 Batur 59.40 ± 25.90 83.06 ± 5.00 Nilai P 0.781 0.091
9 Tabel 2 menunjukkan perbedaan rendemen pada tahap ini tidak begitu jauh antara wol domba garut dengan domba batur. Banyak sekali wol yang terbuang pada tahap ini. Hal ini dikarenakan terjadinya 2 hal yang berbeda, namun menghasilkan rendemen yang hampir sama besar, yaitu 63.20 ± 14.40% pada domba garut dan 59.40 ± 25.90% pada domba batur. Rendemen terjadi akibat banyaknya serat wol domba garut yang kasar sehingga tidak mudah menyatu saat drum carding, sedangkan serat wol domba batur memiliki sifat sebaliknya yaitu banyak yang menggumpal dan mengakibatkan serat sulit untuk disisir saat hand carding. Hasil ini sesuai dengan pendapat dari Syamyono (2002) bahwa pada tahap penyisiran ini banyak serat yang terbuang akibat sulitnya serat untuk disisir. Serat yang berbuang umumnya adalah serat yang memiliki ukuran pendek dan berdiameter besar. Tahap selanjutnya adalah pemintalan. Rendemen yang didapat pada tahap ini sebesar 35.20 ± 48.20% pada domba garut dan 83.06 ± 5.00% pada domba batur. Persentase rendemen berat wol antar kedua bangsa pada tahap ini cenderung berbeda nyata karena nilai P yang dihasilkan sebesar 0.091. Hal ini dikarenakan struktur yang ada pada serat wol domba garut dengan domba batur berbeda. Menurut Syamyono (2002), serat wol domba garut cenderung lebih kasar dibandingkan dengan serat wol domba batur yang mengakibatkan serat wol domba garut saat dipintal sulit berikatan dengan serat yang halus. Sulitnya pemintalan wol domba garut juga diakibatkan diameter wol tersebut cukup besar dan berukuran pendek. Semakin besar diameter dan semakin pendek ukuran serat maka semakin sulit pula wol tersebut dipintal. Karakteristik tersebut berbeda dengan wol domba batur. Wol domba batur memiliki struktur lembut, penuh kerutan, halus, elastis dan permukaannya bersisik. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955) sisik yang berdekatan menyebabkan wol mudah dipilin menjadi benang dan tenunan. Sifat yang terdapat pada wol inilah yang menyebabkan serat wol dari domba dengan tipe wol seperti domba batur dapat dipintal dan dimanfaatkan menjadi berbagai bahan sandang dan non sandang. Data yang dihasilkan juga menunjukkan keragaman pada pemintalan domba garut juga sangat tinggi, yaitu 48.20% yang jauh perbedaannya dengan domba batur. Kemungkinan perbedaan panjang serat wol domba garut pada setiap bagian tubuhnya serta banyaknya sampel yang tidak dapat dipintal merupakan salah satu faktor tingginya nilai keragaman tersebut. Sampel wol domba garut yang dapat dipintal menjadi benang hanya sebanyak 2 sampel, sedangkan yang 3 sampel lainnya tidak dapat dipintal.
Kekuatan dan Kemuluran Benang Kekuatan dan kemuluran menunjukkan kualitas suatu benang. Pengujian kekuatan dan kemuluran benang ini dilakukan untuk mengetahui kualitasnya agar digunakan sesuai dengan karakteristik benangnya. Pengujian kekuatan dan kemuluran benang dilakukan dengan menggunakan alat Tensolab Strength Tester. Alat tersebut dapat mengukur kekuatan dan kemuluran benang dalam sekali uji secara otomatis. Hasil uji kualitas benang tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
10
Bangsa Domba Garut Batur Nilai P
Tabel 3 Kekuatan dan kemuluran benang wol Kekuatan (cN tex-1) Kemuluran (%) 3.09 ± 0.51 21.26 ± 3.50 4.10 ± 0.57 33.74 ± 8.86 0.148 0.056
Hasil uji kekuatan dan kemuluran benang menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antara kedua bangsa (P>0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan Syamyono (2002) bahwa bangsa sangat berpengaruh nyata terhadap kekuatan dan kemuluran benang wol yang dihasilkan. Menurut Johnston (1983), kekuatan benang dapat dipengaruhi oleh serat wol. Perbedaan kekuatan dan kemuluran benang yang tidak nyata kemungkinan terjadi karena karakteristik antara wol domba garut dengan wol domba batur tidak begitu berbeda sehingga menyebabkan kekuatan dan kemuluran benang masing-masing domba tidak begitu berbeda. Tabel 3 menunjukkan hasil uji kekuatan benang dari bangsa domba garut dan domba batur, yaitu sebesar 3.09 ± 0.51 cN tex-1 pada domba garut dan 4.10 ± 0.57 cN tex-1 pada domba batur. Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian Syamyono (2002) bahwa bangsa domba sangat berpengaruh nyata terhadap kekuatan benang. Hasil yang tidak berbeda nyata ini mungkin terjadi karena panjang serat halus dan diameter dari masing-masing bangsa domba tersebut hampir sama. Menurut Syamyono (2002), kekuatan serat wol dapat dipengaruhi oleh crimp (kerutan) pada staple, adanya titik rapuh serat, pakan, defisiensi sulfur atau faktor stress. Titik rapuh serat wol dapat terjadi pada domba yang memiliki tingkat kesehatan atau pemberian pakan yang kurang baik. Kerapuhan ini dapat meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah serat yang pendek pada saat penyisiran. Serat pendek dapat terjadi akibat pengguntingan yang lebih dari sekali saat pencukuran sehingga meningkatkan jumlah serat-serat yang berukuran pendek. Harmsworth dan Sharp (1970) menyatakan bahwa kekuatan hasil pemintalan dipengaruhi oleh sisik dari serat wol. Wol yang berbentuk sisik akan menghasilkan benang yang kuat karena sisik tersebut menyebabkan tautan antara wol saat pemintalan. Sisik juga dapat melindungi serat wol saat pencucian. Serat dapat menjadi rapuh akibat pencucian. Sisik yang terdapat pada serat wol akan melindungi serat tersebut karena sisik tahan terhadap reaksi kimia yang terdapat pada sabun atau deterjen pencucian. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955), larutan alkali keras yang terdapat pada sabun atau deterjen dapat menyebabkan wol menjadi rapuh, sehingga sisik pada wol tersebut sangat diperlukan. Hasil uji kemuluran menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, yaitu 21.26 ± 3.50% pada domba garut dan 33.74 ± 8.86% pada domba batur. Namun, dilihat dari nilai P yang dihasilkan (P=0.056) maka kemuluran benang kedua jenis wol tersebut cenderung berbeda, yaitu mendekati P<0.05. Benang wol domba batur memiliki kemuluran lebih besar dibandingkan benang wol domba garut. Kemuluran benang dipengaruhi oleh daya ikat dan kemuluran serat. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955), kemuluran serat wol diakibatkan adanya kerutan pada serat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kerutan yang ada pada serat wol domba batur lebih banyak dibandingkan dengan serat wol domba garut.
11 Semakin besar kemuluran benang yang dihasilkan maka semakin baik kualitas benang tersebut karena dengan besarnya kemuluran benang menyebabkan benang tersebut tidak mudah putus. Serat wol mengandung dua lapisan sel yaitu lapisan sel epidermis dan korteks. Ada juga beberapa serat wol yang memiliki tiga lapisan sel. Lapisan sel ketiga tersebut adalah lapisan sel medulla. Sel epidermis merupakan sel yang menutupi sebagian kerutan-kerutan longitudinal pada serat. Sel korteks merupakan bagian utama dari serat wol dan pada bentuk yang tidak teratur dapat menyebabkan crimp atau kerutan. Crimp atau kerutan adalah gelombang normal yang terdapat di sepanjang staple atau serat. Sel medula adalah sel yang berbentuk globuler dan dapat ditemukan di sepanjang serat wol atau hanya beberapa bagian serat wol saja. Sel ini dapat menyebabkan serat wol berbentuk kasar dan berdiameter tidak seragam sehingga sulit penanganannya karena kemuluran yang rendah (Ensminger 1991). Perbedaan yang tidak terlalu besar pada setiap perlakuan wol domba garut dan domba batur ini sangat mungkin terjadi. Hal ini dikarenakan kedua bangsa domba ini berasal dari tetua yang sama, yaitu domba merino dengan domba lokal. Markens dan Soemirat (1926) menyatakan bahwa domba garut adalah hasil persilangan dari domba lokal, domba merino dan domba ekor gemuk yang berasal dari Afrika Selatan. Menurut Devendra dan McLeroy (1982), domba garut mulai dikembangkan oleh Kepala Distrik Bandung dan Garut di Jawa Barat tahun 1864. Domba garut yang dikembangkan ini merupakan persilangan dari domba lokal, domba merino dan domba kaapstad (cape), tetapi tidak ada keterangan yang jelas mengenai domba cape. Menurut Gayatri dan Handayani (2007), domba batur adalah salah satu ternak penghasil daging dan wol yang sangat potensial untuk dikembangkan. Domba batur merupakan domba persilangan dari domba merino dengan domba ekor tipis. Dilihat dari pernyataan tersebut maka dapat diketahui domba garut dengan domba batur adalah merupakan keturunan dari domba merino dengan domba lokal.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persentase rendemen wol dari domba garut dan domba batur tidak berbeda pada pengolahan tahap sortir, pencucian, pemisahan serta penyisiran dan cenderung berbeda pada pengolahan tahap pemintalan. Perbedaan bangsa domba tersebut juga tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas benang, yaitu pada kekuatan dan cenderung berpengaruh nyata pada kemuluran benang. Domba batur memiliki kemuluran yang cenderung lebih tinggi. Wol domba batur memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan jenis wol domba garut. Wol domba batur memiliki potensi yang baik untuk diolah menjadi produksi tenun dan dimanfaatkan menjadi berbagai bahan sandang dan non sandang.
12 Saran Penelitian sebaiknya dilakukan dengan menggunakan jumlah domba yang lebih banyak agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Domba yang digunakan sebagai sampel juga sebaiknya berasal dari tempat dan manajemen yang sama agar kemungkinan terjadinya pengaruh faktor luar tidak begitu besar. Penelitian ini masih berskala kecil sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan agar mendapatkan informasi yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA Adelson. 1995. Wool Folicle Initiation. South Australia (AU): Adelaide University. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Tekstil – Benang dari Gulungan – Cara Uji Kekuatan Tarik dan Mulur Per Helai (SNI 7650). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Tekstil – Benang dari Gulungan – Cara Uji Nomor Benang (Berat Per Satuan Panjang) dengan Metoda Untaian (SNI ISO 2060). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2010. Tekstil – Sistem Universal untuk Menyatakan Nomor Benang (Sistem Tex) (SNI ISO 1144). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. Devendra C, Mcleroy GB. 1982. Goat and Sheep Production in The Tropics. New York (US): Longman Group Ltd. [Ditjenak] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Ensminger. 1991. Animal Science. Ed ke-9. Danville Illinois. London (GB): The Interstate Printers of Publisher, Inc. Gatenby RM. 1991. Sheep. London (GB): Macmillan Education Ltd. Gayatri S, Handayani M. 2007. Peranan domba batur dalam meningkatkan pendapatan keluarga di Desa Batur Kabupaten Banjarnegara. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. hlm 532-538. Harmsworth TB, Sharp PJ. 1970. Sheep and Wool Classing. Melbourne (AU): Cheshire Publishing Pty Ltd. Irma. 2009. Pengaruh panjang bulu dan frekuensi mandi terhadap status fisiologis dan performa domba jantan lokal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Johnston RG. 1983. Introduction to Sheep Farming. Kentucky (US): Granada Publishing Ltd. Kammlade WG SR, Kammlade WG JRs. 1955. Sheep Science. New York (US): J. B. Lippincot Co. Leeder JD. 1984. Wool, Nature’s Wonder Fibre. Geelong (AU): CSIRO Division of Textille Industry.
13 Merkens J, Soemirat R. 1926. Sumbangan Pengetahuan Tentang Peternakan Domba di Indonesia. Bogor (ID): Lembaga Pengetahuan Indonesia. Nuruddin. 2006. Pengaruh konsentrasi bahan pembersih dan pemutih terhadap mutu serat wol hasil pengolahan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Soeprijono P, Poerwati, Widayat. 1973. Serat-serat Tekstil. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Syamyono O. 2002. Produksi, kualitas dan hasil pengolahan dari wol domba Garut dan domba komposit HMG dan MHG [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Ed ke-3. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Yamin M, Duldjaman M, Megabudi B. 1994. Pengolahan limbah bulu domba untuk kerajinan hiasan dinding dan keset sebagai peluang usaha baru di Kabupaten Bogor. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yamin M, Rahayu S. 1995. Pengolahan Limbah Bulu Domba Untuk Kerajinan Hiasan Dinding dan Keset. Laporan Penelitian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yamin M, Rahayu S. 2012. Wool fibre of local and crossbred sheep: production, processing, technique and performance. Proceeding of the 2nd International Seminar on Animal Industry; 2012 July 5-6; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. hlm 589-594.
LAMPIRAN Lampiran 1 Persentase rendemen berat wol domba saat pengolahan menjadi benang N Rataan Simpangan Baku Rataan SE Nilai P Sortir G 5 96.58 4.64 2.1 0.741 Sortir B 5 97.38 2.17 0.97 Pencucian G 5 64.60 11.0 4.9 0.592 Pencucian B 5 61.50 4.89 2.2 Pemisahan G 5 91.50 4.87 2.2 0.769 Pemisahan B 5 92.43 4.77 2.1 Penyisiran G 5 63.20 14.4 6.4 0.781 Penyisiran B 5 59.40 25.9 12 Pemintalan G 5 35.20 48.2 22 0.091 Pemintalan B 5 83.06 5.00 2.2 Keterangan: G = bangsa domba garut, B = bangsa domba batur
14 Lampiran 2 Kualitas benang wol dari bangsa domba garut dan domba batur N Rataan Simpangan Baku Rataan SE Nilai P Kekuatan G 2 3.09 0.51 0.36 0.148 Kekuatan B 5 4.10 0.57 0.25 Kemuluran G 2 21.26 3.50 2.5 0.056 Kemuluran B 5 33.74 8.86 4.0
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Teluk Dalem, Lampung pada tanggal 10 April 1991 dari pasangan Bapak Anang Prayogi sebagai pengawas sekolah TK dan SD di Lampung Timur dengan Ibu Dewi Makhiyati Rojakyah sebagai kepala sekolah SD N 2 Rajabasa Baru. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara yang terdiri dari 2 saudara perempuan yaitu Mamlu’lu’ah Novian Desi sebagai dokter di Lampung Timur dan Fitria Tsani Farda sebagai mahasiswa Pascasarjana Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor serta 1 saudara laki-laki yaitu Ahmad Fathin Alfarisi sebagai siswa SD IT Baitul Muslim. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Teluk Dalem pada tahun 1997, SD N 1 Teluk Dalem pada tahun 2003, SMP N 1 Way Jepara pada tahun 2006 dan SMA N 1 Way Jepara pada tahun 2009. Penulis diterima di Fakultas Peternakan Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2009. Penulis selama perkuliahan aktif di organisasi intrakampus, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM-D), Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Lampung (OMDA KEMALA) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (HIMAPROTER). Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus antara lain Open House 47 IPB, Dekan Cup 2011, Fapet Show Time 2011, Masa Perkenalan Fakultas (47, 48 dan 49). Penulis mendapatkan kesempatan mengikuti lomba seni cabang vokal grup IPB Art Contest 2010, lomba seni cabang vokal grup Fapet Show Time 2011 dan mendapatkan juara 1 serta lomba seni cabang vokal grup Coboy Show Time 2013 dan mendapatkan juara 1.