Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
PERKEMBANGAN DAN EVALUASI TERJADINYA DEGRADASI PADA PLASTIK OXO-DEGRADABEL Isananto Winursito Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian RI E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Research on biodegradable plastics in developed countries has applied in plastic industries. However, since the price is generally still much higher than that of conventional plastics, the production is limited for special applications. On the other hand, in recent decades research on oxo-degradable plastic has been growing rapidly. In the presence of ultra-violet or heat,
addition of prodegradant to
conventional polyolefins accelerate oxidation on the polymer chains. Furthermore, degraded polymer chains can be bioassimilated by naturally-occuring microorganism as a carbon source for the metabolism. Commonly used prodegradants are salt from stearic with transition-metals such as Co, Cu, Mn, etc. This paper discusses the studies of oxo-degradable plastics, as well as prodegradants and its influence on the molecular weight reduction, carbonyl index, mineralization, loss of mechanical properties and damage on plastic surfaces, pointing that the degradation was carried out on the polyolefins. Imported additive has been used in several industrial plastic packaging bags in Indonesia.
Keywords: oxo-degradable, prodegradant, polyolefin
305
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
PERKEMBANGAN DAN EVALUASI TERJADINYA DEGRADASI PADA PLASTIK OXO-DEGRADABEL Isananto Winursito Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado Badan Pengkajian Kebijakan, Iklim, dan Mutu Industri, Kementerian Perindustrian RI E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian plastik biodegradabel di negara-negara maju telah mencapai tahap aplikasi pada skala industri. Namun karena harganya yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan plastik konvensional maka saat ini perusahaan hanya memproduksi untuk keperluan aplikasi khusus. Di lain pihak, pada beberapa dekade belakangan ini penelitian tentang plastik oxo-degradabel telah berkembang pesat. Dengan adanya sinar ultra-violet atau panas maka penambahan suatu prodegradan ke poliolefin kovensional akan dapat mengakselerasi berlangsungnya oksidasi pada rantai polimer poliolefin. Selanjutnya rantai polimer yang telah terdegradasi diharapkan dapat diasimilasi oleh mikrobia di alam sebagai sumber karbon untuk metabolismenya. Prodegradan yang digunakan umumnya berupa senyawa garam dari stearat dengan logam-logam transisi seperti Co, Cu, Mn, dsb. Dalam paper ini didiskusikan hasil-hasil penelitian tentang plastik oxo-degradabel, serta prodegradan dan pengaruhnya terhadap penurunan bobot molekul, karbonil index, mineralisasi, penurunan sifat mekanikal dan kerusakan permukaan plastik yang menunjukkan telah terjadinya degradasi pada poliolefin. Di Indonesia, aditif yang masih sepenuhnya impor ini telah digunakan pada beberapa industri kantong plastik kemasan. Kata kunci: oxo-degradabel, prodegradan, poliolefin
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
306
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
1. PENDAHULUAN Penelitian tentang plastik degradabel terus berlanjut untuk mendapatkan hasil sehingga plastik (terutama dalam bentuk film dan sheet) dapat benar-benar terurai dan tidak lagi menjadi pencemar lingkungan. Di luar negeri pada era 1980-an penelitian tentang plastik yang biodegradabel telah dilakukan. Dari banyak penelitian tentang biodegradabilitas polimer tersebut telah diperoleh pengetahuan bahwa menurut struktur kimianya ternyata gugus-gugus karbonil dalam rantai polimer merupakan bagian yang rentan untuk
mengalami
pemutusan rantai, seperti disajikan dalam Gambar 1. Polylactic acid Poly(3- polyhydroxybutyrate) Poly(Ɛ-propiolactone) Poly(4- polyhydroxybutyrate) Polycaprolactone Poly(ethylene succinate) Poly(buthylene succinate) Poly(3-hydroxybutyrate-co-3hydroxyvalerate) Polyester carbonate Gambar 1. Struktur kimia dari beberapa polimer biodegradabel, seperti PLA, PHB, PPL, PCL, PES, PBS, PHBV, dan PEC. Sumber: Tokiwa dan Calabia, 2004. Industri bahan plastik biodegradabel telah sempat tercatat dalam jumlah yang cukup banyak di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa dan Amerika Serikat, seperti yang terdapat dalam Tabel 1. Meskipun demikian, dari penelusuran data pada saat ini, perusahaan-perusahaan tersebut tampaknya banyak yang sudah tidak memproduksi bahan plastik biodegradabel lagi, kecuali untuk memenuhi kebutuhan khusus seperti di bidang medikal, pembuatan film mulsa plastik untuk pertanian, dll. Hal ini diduga disebabkan oleh harga plastik bio-degradabel yang tinggi dan di pasaran dapat mencapai dua hingga empat
307
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
kali lipat dari harga plastik konvensional. (Song et. al, 2009). Dengan demikian, sesungguhnya secara teknologis plastik biodegradabel telah berhasil membantu mengatasi
masalah
lingkungan yang
diakibatkan oleh resistensi plastik
konvensional terhadap degradasi, namun dalam skala industri masih belum dapat diterima secara ekonomis oleh pasar. Itulah sebabnya maka penelitian untuk mencari alternatif lain agar plastik dapat terdegradasi masih terus dilakukan. Tabel 1. Produsen plastik biodegradable di Asia Pasifik, Eropa dan Amerika Serikat. Sumber: Chiellini, 2000
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
308
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
Lanjutan tabel 1.
Dalam paper ini dibahas mulai dari batasan atau pengertian plastik oxodegradabel, cara evaluasi secara ilmiah untuk menyatakan terjadinya degradasi, sampai kemampuan Indonesia saat ini dalam hal standar, metoda uji, laboratorium uji dan lembaga sertifikasi.
2. PEMBAHASAN Studi mengenai plastik oxo-degradabel di Indonesia masih belum banyak dilakukan dan tampaknya hingga saat ini baru ada satu publikasi ilmiah yang terbit (Listyarini dan Pudjiastuti, 2014). Sejak sekarang diharapkan akan banyak penelitian di bidang ini sehingga dengan sumber daya alam yang dimiliki, secara khusus asam lemak sebagai bahan dasar pembuatan prodegradan, maka Indonesia juga berperan dalam upaya menjaga keseimbangan lingkungan dengan menciptakan plastik yang degradabel. 2.1. SEJARAH DAN PENGERTIAN PLASTIK OXO-DEGRADABEL Poliolefin seperti polietilena (PE), polipropilena (PP) dan polistirena (PS) sesungguhnya dapat terdegradasi secara alamiah namun membutuhkan waktu yang
309
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
sangat panjang bahkan mungkin hingga beberapa abad. Karena semakin banyaknya konsumsi plastik dan agar plastik tidak mengganggu kesetimbangan lingkungan, maka dibutuhkan agar degradasi plastik dapat berlangsung lebih cepat secara signifikan. Salah satu alternatif solusi yang belakangan ini banyak dikerjakan adalah dilakukannya percepatan atau akselerasi degradasi terhadap rantai polimer pada plastik. Pada prinsipnya, suatu zat yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi ditambahkan ke poliolefin konvensional sehingga atom-atom karbon dalam rantai polimer dapat teroksidasi menjadi gugus karbonil (keton, karboksilat, ester) dan menjadikannya rentan terhadap pemutusan rantai polimer, seperti pada penjelasan tentang Gambar 1. Karena bahan yang ditambahkan akan berfungsi menyebabkan terjadinya degradasi, maka aditif tersebut sering disebut dengan prodegradan. Ada juga para peneliti yang melihatnya lebih dari sudut pandang proses oksidasi yang terjadi, sehingga aditif yang digunakan disebutnya sebagai pro-oksidan. Cikal bakal akselerasi oksidasi dimulai sejak dilakukan penelitian-penelitian tentang penggunaan ion logam transisi sebagai aditif yang berfungsi sebagai prodegradan untuk poliolefin yang dilakukan oleh kelompok Eastman Kodak yang kemudian memperoleh paten pada tahun 1966. Invensinya adalah kontrol kecepatan degradasi pada film untuk pertanian, menggunakan aditif antara lain dari senyawa asetil asetonat dengan mangan, kobalt, chromium, tembaga dan vanadium. Menyusul pada tahun 1971 Scott mengajukan klaim paten penggunaan logam transisi sebagai aditif prodegradan untuk poliolefin. Dilaporkan bahwa logam kompleks yang diaktivasi oleh sinar dan panas (optional) dapat mengakselerasi oksidasi rantai polimer pada poliolefin. Sekali terjadi proses fotodegradasi akibat adanya sinar UV, maka degradasi oksidatif yang cepat terhadap plastik akan terus berlangsung meskipun sudah tidak terdapat sumber sinar lagi. Belakangan, penelitian oleh Vogt dan Kleppe (2009) juga mengonfirmasi akan hal ini. Bahkan menurut mereka, di antara logam transisi, besi nampaknya paling unggul, meskipun logam-logam lain seperti kobalt, nikel, mangan, perak, paladium, molibdenum, kromium, tungsten dan cerium juga dapat digunakan. Tahun 2008 Gain Mark Technology mendapatkan paten tentang penggunaan amida asam lemak dalam pengembangan kecepatan degradasi sistem prodegradan
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
310
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
yang mengandung ion logam transisi. Amida yang disukai adalah yang mengandung 8-20 atom karbon, seperti oleoamida atau 9-oktadesenamida. Demikian juga halnya dengan garam logam transisi seperti kobalt klorida atau kobalt nitrat, dan amida asam lemak (oleoamida), komposisinya mengandung asam karboksilat (laurat, stearat, palmitat, olet, linoleat) dan basa (natrium hidroksida) (Ammala et. al, 2011). Penelitian-penelitian yang lebih fokus pada penggunaan garam dari asam lemak dan logam-logam transisi sebagai prodegradan untuk akselerasi degradasi poliolefin semakin intensif dilakukan di awal dekade 1990-an, namun pada saat itu istilah oxo-degradasi belum digunakan. Penggunaan istilah oxo-degradasi dan oxobiodegradasi diduga pertama kali muncul dalam publikasi ilmiah di akhir dekade 1990-an. Istilah ini digunakan untuk menyatakan terjadinya oksidasi secara cepat akibat adanya sinar atau panas (termal). Dari sinilah kemudian muncul istilah plastik oxo-degradabel, yang sementara ini didefinisikan sebagai: plastik olefin yang telah ditambahkan sejumlah aditif yang bersifat sebagai prodegradan, berupa senyawa garam yang berasal dari asam lemak dan logam-logam transisi. Prodegradan ini mengakselerasi terjadinya proses oksidasi, mengakibatkan terjadinya pemecahan molekuler pada rantai polimer sehingga menghasilkan polimer dengan bobot molekul rendah, dan memungkinkan terjadinya pemecahan rantai lebih lanjut oleh aktivitas mikrobia. 2.2. EVALUASI TERJADINYA DEGRADASI Hal yang paling penting dalam penentuan dan pengukuran degradabilitas plastik bagi para peneliti maupun kalangan industri di bidang plastik degradabel adalah pembuktian secara ilmiah dengan menunjukkan fakta empiris yang terukur dan dilandasi dengan hipotesis yang berbasis teori. Jika tidak, maka pernyataan atau statement ilmiah tersebut mudah diragukan atau bahkan disanggah oleh pihak atau komunitas lain (Anonim, 2010). Beberapa metoda uji yang banyak digunakan dalam membuktikan dan menegaskan (confirmed) bahwa telah terjadi degradasi pada rantai polimer plastik adalah: penurunan bobot molekul, mineralisasi, karbonil indeks, penurunan sifat mekanik yang meliputi penurunan kuat tarik dan perpanjangan putus, serta pengamatan visual secara mikroskopik untuk mengamati kondisi permukaan plastik
311
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
ataupun mikrobia yang mungkin ada di dalamnya. Pada bagian berikut didiskusikan beberapa hasil uji untuk mengevaluasi degradabilitas plastik. Data yang dipakai sebagai contoh diambil dari publikasi ilmiah hasil penelitian yang telah dilakukan. Diharapkan hal ini akan menambah wawasan atau bahkan menjadi referensi bagi para pemerhati bidang plastik degradabel. 2.2.1. Penurunan bobot molekul Terjadinya degradasi polimer dapat dimonitor dengan mengamati penurunan bobot
molekul (BM) dan distribusi BM-nya,
melalui SEC (size
exclusion
chromatography) dengan menggunakan GPC (gel permeation chromatography). Polimer yang telah mengalami degradasi akan mempunyai BM lebih rendah dan polidispersitas atau distribusi BM (Mw/Mn) yang relatif semakin sempit (narrow) (Ojeda, et.al., 2009; Winursito, 2012).
Gambar 2.Pengaruh suhu dan waktu pada oksidasi termal bahan AF 20 terhadap perubahan bobot molekul polietilena. Sumber: Jakubowicz, 2002 Jakubowicz
(2002)
mempelajari
biodegradasi
dari
PE-biodegradabel
menggunakan bahan plastik AF 10 dan AF 20 yang diperoleh dari EKM Produktentwicklung (Jerman). Bahan ini merupakan PE yang telah dicampur dengan sejumlah tertentu Mn-stearat. Dalam penelitian ini dilakukan oksidasi termal pada suhu 50, 60 dan 70 °C sampai selama 70 hari. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
oksidasi
termal
telah
berhasil
menurunkan bobot molekul PE dari mula-mula sekitar 75.000 gr/mol menjadi di bawah 5.000 gr/mol, dan semakin tinggi suhu perlakuan semakin cepat pula terjadinya degradasi seperti tampak pada Gambar 2.
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
312
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
b. a. Gambar 3.Pengaruh kandungan gas oksigen dan waktu oksidasi terhadap bobot molekul dari AF 10 (a) dan AF 20 (b). Sumber: Jakubowicz, 2002 Pengaruh ketersedian gas oksigen (dengan konsentrasi 5%, 10% dan oksigen yang terdapat di udara) dalam termo-degradasi juga dipelajari, dan seperti tampak pada Gambar 3, ternyata perbedaan konsentrasi gas oksigen tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada kecepatan degradasi. Meskipun demikian, jumlah prodegradan yang ditambahkan mempengaruhi kecepatan penurunan bobot molekul. Pada AF 10, penurunan bobot molekul plastik sebesar 10.000 gr/mol tercapai dalam 18 hari, sedangkan AF 20 (jumlah prodegradan yang ditambahkan adalah sebanyak dua kali dibanding AF 10) dicapai hanya dalam 11 hari (Jakubowicz, 2002). 2.2.2. Mineralisasi Mineralisasi dalam degradasi plastik dapat didefinisikan sebagai konversi bahan biodegradabel atau biomassa menjadi gas karbon dioksida, air, garam, mineral, dan biomassa. Mineralisasi dinyatakan selesai ketika semua bahan biodegradabel atau biomassa telah dikonsumsi oleh mikrobia dan semua karbon di dalamnya telah diubah menjadi karbon dioksida. Gambar 4 di atas merupakan hasil studi dari Ojeda dkk (2009) yang dalam penelitiannya menggunakan prodegradan d2w (produksi Symphony Environmental Ltd.) yang ditambahkan ke dalam polietilena. Film diperlakukan secara natural weathering dengan cara dipaparkan ke sinar matahari selama 7 dan 30 hari. Pengaruh dari lamanya pemaparan sinar matahari terhadap biodegradabilitas dengan dan tanpa prodegradan ditampilkan dalam gambar tersebut. Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa mineralisasi oxo-biodegradabel lebih tinggi dari pada sampel polietilena konvensional. Menurut perhitungan dari persamaan eksponensial,
313
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
diperoleh koefisien kecepatannya adalah 0,8 %/hari (pemaparan setahun) dan 2,4 %/hari (pemaparan 30 hari).
Gambar 4.
Pengaruh waktu inkubasi (pada RH 50%, kompos : perlite = 1 : 1, suhu 58 C) terhadap biodegradasi dari film PE oxo-biodegradabel dan PE konvensional setelah disinari dengan matahari selama 7 dan 30 hari. Sumber: Ojeda, et. al, 2009
2.2.3. Karbonil index Berlangsungnya
oksidasi
pada
rantai
polimer
plastik
mengakibatkan
terbentuknya gugus-gugus karbonil, dan sebaliknya ikatan -CH menjadi berkurang. Karbonil indeks dihitung sebagai perbandingan pita absorpsi pada puncak maksimum serapan gugus karbonil dengan puncak pada 1375 cm-1 (serapan C-H). Semakin banyak terbentuk gugus karbonil maka harga karbonil indeks semakin besar.
Gambar 5. Karbonil indeks film PP dengan beberapa konsentrasi prodegradan pada foto-oksidasi selama 100 jam. Sumber: Islam, et. al (2011)
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
314
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
Timbulnya gugus karbonil (keton, karboksilat, ester) dapat dideteksi secara kualitatif dan dihitung secara kuantitatif dari pengamatannya menggunakan FTIR (Fourier Transform Infrared - spectroscopcopy). Islam dkk (2011) melakukan penelitian foto-oksidasi terhadap bahan plastik polipropilena yang telah ditambahkan prodegradan Co-stearat sebanyak 1-5 % dan disinari dengan lampu fluorescent pada suhu 50 °C selama 100 jam. Dilaporkan bahwa pada analisa dengan FTIR muncul stretch C=O (karbonil) pada absorpsi sekitar 1714 cm-1. Pita karbonil ini terdiri dari aldehida dan/atau ester (1733 cm-1), gugus karboksilat (1700 cm-1) dan lakton (1780 cm-1). Gambar 5 menunjukkan bahwa kenaikan karbonil indeks proporsional dengan jumlah Co-stearat dalam film PP dan durasi penyinaran UV. Semakin lama waktu foto-oksidasi dan semakin banyak penambahan prodegradan telah menaikkan karbonil indeks. Kadar Co-stearat sebesar 3, 4 dan 5% telah dapat menghancurkan film secara total. 2.2.4. Penurunan sifat mekanik Penurunan
sifat
mekanik
sering
digunakan
untuk
secara
kuantitatif
menyatakan penurunan kualitas dan dijadikan indikator terjadinya degradasi polimer. Pengujian dilakukan menggunakan tensile tester sehingga dapat diperoleh data kuat tarik (tensile strength) dan perpanjangan putus (elongation at break). Kedua sifat mekanik ini umum digunakan untuk menyatakan kuat mekanik pada suatu produk plastik.
Gambar 6.Pengaruh jumlah penggunaan prodegradan Co-stearat terhadap sifat kuat tarik (a) dan perpanjangan putus (b) pada film polipropilena setelah terpapar dengan UV selama 100 jam. Sumber: Islam, et. al (2011)
315
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
Gambar 6 menunjukkan pengaruh dari waktu penyinaran di dalam ruang UV terhadap sifat kuat tarik dan perpanjangan putus dari film PP yang telah ditambahkan prodegradan Co-stearat. Kedua sifat ini menurun sesuai dengan naiknya konsentrasi Co-stearat (1-5 % b/b) yang ditambahkan. Film yang mengandung 1% Co-stearat masih relatif tahan dibanding yang lain. Film dengan kadar Co-stearat 3-5 % setelah penyinaran pada hari ke-3 telah terpecah-pecah sehingga tidak dapat dilakukan pengujian lebih lanjut. Dari beberap hasil ini ditunjukkan bahwa adanya Co-stearat dalam PP telah menyebabkan terjadinya degradasi. 2.2.5. Pengamatan visual secara mikroskopik Evaluasi terhadap degradasi juga dapat dilakukan dengan mengamati perubahan kenampakan plastik, termasuk permukaannya yang menjadi kasar, serta terbentuknya patahan atau lubang. Perubahan-perubahan ini belum menjamin bahwa telah terjadi proses biodegradasi dalam arti telah terjadi metabolisme mikrobia, tetapi paling tidak parameter perubahan secara visual ini merupakan indikator pertama bahwa telah terjadi degradasi. Untuk mengamati struktur mikroskopik bahan atau mikrobia, misalnya terjadinya keretakan atau lubang pada bahan, atau tumbuhnya koloni mikrobia di permukaan sampel, pengamatannya secara optikal dapat menggunakan SEM (scanning electron microscopy) yang perbesarannya dapat mencapai 10.000-15.000 kali.
Gambar 7.Foto SEM dari film PE sebagai kontrol (kiri) dan film PE oxo-biodegradabel (kanan) setelah dimasukkan ke dalam kompos selama 30 hari. Sumber: Rosato, 2008 Gambar 7 memberikan gambaran secara visual tentang telah terjadinya kerusakan pada permukaan plastik setelah dilakukan uji degradasi dengan cara
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
316
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
memasukkanya ke dalam media kompos selama 30 hari, serta perbandingannya terhadap kontrol yang masih tetap belum mengalami kerusakan. 2.3. STANDAR DAN CARA UJI Amerika Serikat merupakan negara terdepan dalam penelitian plastik biodegradabel sehingga mereka juga berjalan lebih dahulu dalam hal penyusunan standar. Tidak mengherankan jika ASTM banyak dipakai oleh para peneliti, atau dijadikan acuan dalam menyusun standar di negara masing-masing. Standar mutu dan cara uji secara global untuk menentukan biodegradabilitas yang digunakan oleh lembaga-lembaga peneliti maupun asosiasi masih beragam dan belum ada kesatuan. Oleh karena itu, sampai saat ini pun mereka masih terus saling berkomunikasi dan berupaya menyusun standar mutu dan cara uji secara internasional
(ISO)
untuk
berbagai
jenis,
penggunaan
dan
lingkungan
pembuangan plastik biodegradabel (Winursito, 2013). Dalam hal Standar, Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara lain karena untuk standar yang terkait dengan plastik degradabel sampai saat ini baru ada dua SNI yaitu SNI 7188.7:2011: Kriteria ekolabel - Bagian 7: Kategori produk kantong belanja plastik (BSN, 2011), dan SNI 7818:2014: Kantong plastik mudah terurai (BSN, 2014). Semua cara uji untuk mengevaluasi syarat mutu dalam RSNI4 ini menggunakan ASTM dan JIS. Dalam hal uji degradabilitas, kedua SNI tersebut hanya mensyaratkan pada aspek kemuluran (tensile elongation) yang merupakan penurunan sifat mekanik (seperti pada butir 2.2.4 di atas). Dipersyaratkan bahwa kemuluran (tensile elongation ) setelah penyinaran sinar UV maksimal 250 jam harus mencapai < 5%. Di lain pihak, standar degradabilitas di negara-negara maju lebih menekankan pada aspek besarnya penurunan bobot molekul, mineralisasi dan karbonil indeks (butir 2.2.1~2.2.3) pada durasi waktu tertentu. Pada masa yang akan datang saat seluruh dunia menuju ke arah perdagangan yang semakin bebas, sudah waktunya Indonesia mempersiapkan diri juga dengan berbagai Standar plastik oxo-degradabel untuk berbagai aplikasi. Diharapkan standar-standar tersebut dapat menjadi pedoman yang harus ditaati bagi produksi plastik oxo-degradabel
317
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
dalam negeri, sekaligus sebagai technical barrier untuk memfilter produk sejenis yang akan masuk ke Indonesia. 2.4. APLIKASI PLASTIK OXO-DEGRADABEL Di luar negeri, para produsen aditif prodegradan dengan masing-masing variasi komponen aktifnya, seperti contoh yang terdapat pada Tabel 2, telah berproduksi dalam skala industri dan merambah pasar internasional. Jumlah pemakaian aditif sangat tergantung pada jenis aditif, desain pemakaian dan shelf-life yang dikehendaki konsumen. Tabel 2. Produsen aditif prodegradan dan plastik oxo-degradable di dunia Produsen EPI
Nama Dagang
Komponen aktif
TDPA (Totally Degradable Plastic Additive)
Metal-stearat (Fe, Ce, Co)
Nor-X Industry AS
Renatura
Fe-stearat dan kombinasi dengan stabilizer dan antioksidan.
P-Life Japan Inc.
P-Life
Campuran beberapa katalis berbasis asam lemak.
Symphony Environmental Ltd.
d2w
Metal stearat (khususnya Mn)
Wells Plastics Ltd.
Reverte
Willow Ridge Plastics Inc.
BDA, PDQ, PDQ-H, OxoTerraTM
Add-X Biotech
Addiflex
(Environmental Products Inc.)
Metal-karboksilat (Fe, Mn, Cu, Co, Ni), pati, CaCO3.
Sumber: Ammala, et. al, 2011 dan Rosato, 2008; diolah. Di Indonesia penelitian ilmiah terkait plastik oxo-degradabel tampaknya belum berkembang. Meskipun demikian, short cut tampaknya lebih disukai oleh kalangan industri. Tinggal membeli prodegradan dari luar negeri dan aplikasi prodegradan untuk mendapatkan plastik yang diistilahkan sebagai mudah terurai
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
318
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
telah berlangsung. Beberapa perusahaan sejak beberapa tahun belakangan ini telah mengeluarkan produk plastik yang diklaim sebagai mudah terurai (Winursito, 2013). Semangat
untuk
menyelamatkan
lingkungan
dengan
mendorong
pemakaian plastik ramah lingkungan di Indonesia cukup tinggi, dan sudah diawali oleh pemerintah kota Bandung yang telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) 17/2012 terkait dengan pelarangan pemakaian kantong plastik selain kantong plastik ramah lingkungan. Perda tersebut secara tegas menyebutkan bahwa setiap produsen yang memproduksi kantong plastik wajib mengupayakan pembuatan kantong plastik yang ramah lingkungan. Indonesia perlu didorong untuk juga melakukan penelitian tentang oxodegradabel mengingat material prodegradan yang digunakan selalu berasal dari asam lemak yang di Indonesia tersedia secara melimpah dan mudah didapat. Selain
itu,
dalam
menentukan
mutu
plastik
oxo-degradabel,
diperlukan
Laboratorium Uji terakreditasi dan Lembaga Sertifikasi yang menjamin mutu terkait dengan degradabilitas dan keamanan produknya, sehingga faktor degradabilitas tidak sekedar berdasar klaim oleh perusahaan seperti yang telah terjadi saat ini.
3. KESIMPULAN Pembuatan prodegradan yang bertujuan untuk mengakselerasi reaksi oksidasi pada rantai polimer poliolefin sehingga plastik secara signifikan menjadi lebih cepat hancur telah berkembang dan telah diterapkan di industri. Senyawa prodegradan bervariasi, namun hampir semuanya merupakan garam dari stearat dengan logam transisi. Evaluasi ilmiah terhadap keberhasilan degradasi plastik dapat dilakukan dengan pengujian bobot molekul, mineralisasi, karbonil indeks, penurunan sifat mekanik (kuat tarik dan perpanjangan putus), serta pengamatan visual secara mikroskopik. Di Indonesia plastik yang diklaim sebagai oxo-degradabel telah diterapkan di industri, namun dukungan laboratorium uji dan lembaga sertifikasi belum cukup memadai.
319
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
DAFTAR PUSTAKA Ammala, A., Bateman, S., Dean, K., Petinakis, E., Sangwan, P., Wong, S., Yuan, Q., Yu, L., Patrick, C., Leong, K.H., 2011. An overview of degradable and biodegradable polyolefins. Progress in Polymer Science, 36: 1015–1049. Anonim, 2010. 'Biodegradable' plastic bags may not be as eco-friendly as thought. http://www.telegraph.co.uk/earth/earthnews/7422006/Biodegradable-plasticbags-may-not-be-as-eco-friendly-as-thought.html. 11 Mar 2010. Diakses 27 September 2014. Badan Standardisasi Nasional, 2011. SNI 7188.7:2011. Kriteria ekolabel - Bagian 7: Kategori produk kantong belanja plastik. Badan Standardisasi Nasional, 2014. SNI 7817:2014: Kantong plastik mudah terurai. Chiellini, E., 2000. Environmentally Degradable Plastics: An Overview on Present Status and Perspectives, ICS Proceedings, Environmentally Degradable Plastics - Expert Group Meetings on Present Status and Perspectives, Trieste, Italy 16-17 November 2000. Hal. 1-15. Islam, N.Z.M., Othman, N., Ahmad, Z., Ismail, Z., 2011. Effect of Pro-Degradant Additive on Photo-Oxidative Aging of Polypropylene Film. Sains Malaysiana. 40(7): 803–808. Jakubowicz, I., 2002. Evaluation of degradability of biodegradable polyethylene (PE). Paper presented at the 2nd international conference on polymer modification, degradation and stabilisation, 1-5 August 2002, Budapest. Listyarini, A., Pudjiastuti, W. 2014. Fotodegradasi (degradasi abiotik) kantong plastik polietilena yang mengandung aditif oxo-degradable. Jurnal Kimia dan Kemasan. 36(1): 207-214. Ojeda, T.F.M., Dalmolin, E., Forte, M.M.C., Jacques, R.J.S., Bento, F.M., Camargo, F.A.O. 2009. Abiotic and biotic degradation of oxo-biodegradable polyethylenes. Polymer Degradation and Stability. 94: 965-970. Rosato, D., 2008. Emerging Oxo-Biodegradable Plastics Additives in Packaging. SpecialChem- Apr 8, 2008.
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito
320
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014
Song, J.H., Murphy, R.J., Narayan, R., and Davies, G.B.H., 2009. Biodegradable and compostable alternatives to conventional plastics. Philosophical Transactions of the Royal Society B. 364: 2127–2139. Tokiwa, Y., Calabia, B.P., 2004. Degradation of Microbial Polyester. Dalam: Shah, A.A., Hasan, F., Hameed, A., Ahmed S., 2008. Biological degradation of Plastics: A Comprehensive Review. Biotechnology Advances. 26: 246-265. Vogt, N.B., Kleppe, E.A., 2009. Oxo-biodegradable polyolefins show continued and increased thermal oxidative degradation after exposure to light. Polymer Degradation and Stability. 94: 659–663. Winursito, I., 2012. Biodegradable and water-soluble polycarboxylates derived from starch. Majalah Kulit, Karet dan Plastik. 28(1): 1-7. Winursito I., 2013. Perkembangan penelitian dan pemakaian plastik biodegradabel di Indonesia. Jurnal Riset Industri, 6(3): 251-262.
321
Perkembangan dan evaluasi terjadinya degradasi pada plastik ..., Isananto Winursito