Prosiding Seminar Nasional
ISSN : 1410-5667
FUNDAMENTAL DAN APLIKASI TEKNIK KIMIA 2002 Surabaya, 31 Oktober – 1 November 2002
PEMROSESAN PLASTIK MIKROSELULER DENGAN FLUIDA SUPERKRITIS PADA TEKANAN MENDEKATI KRITIS UNTUK PLASTIK NON KRISTAL DAN SEMIKRISTAL Khamidatun Nissa’, Afrida Safitri, Yeni Rahmawati, Putu Teta P. A., dan Sumarno* Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember, ITS - Surabaya Telp. : +62-31-5946240, 5961317 ; Fax : +62-31-5999282; E-mail :
[email protected] ABSTRAK Pemrosesan plastik mikroseluler biasa dilakukan pada tekanan dan temperatur tinggi. Dalam rangka menuju ke arah proses kontinyu, maka dilakukan proses pada tekanan rendah yang masih berada pada kondisi superkritis. Bahan yang digunakan adalah Polystyrene (plastik non kristal) dan Polypropylene (plastik semi kristal) dengan kondisi operasi tekanan 8 – 14 MPa dan temperatur 453 K. Proses ini dilakukan secara batch dengan pemanasan cepat menggunakan blowing agent N2 superkritis. Pengaruh tekanan dan temperatur penjenuhan dipelajari untuk mengetahui pengaruhnya terhadap struktur foam yang dihasilkan. Setelah dilakukan proses penjenuhan dan dekompresi sampel dibiarkan dalam tangki untuk proses pemanasan dengan kapasitas panas dari tray dan tangki. Kemudian foam dikeluarkan untuk dikarakterisasi. Temperatur penjenuhan akan mengubah sifat fisik larutan gas-polimer secara signifikan. Temperatur dan tekanan penjenuhan mempengaruhi kelarutan gas dalam polimer sehingga struktur foam yang dihasilkan akan berbeda. Pada plastik berkristal , kondisi operasi tidak hanya mempengaruhi kelarutan tetapi juga berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas. Didapatkan fenomena shrinking pada system Polystyrene – N2 untuk temperatur 453 K, 8 MPa. Untuk plastik berkristal, pada system Polypropylene – N2 pengaruh tekanan akan menghasilkan struktur sel yang merata tetapi tidak seragam (Bimodal) . Kata kunci : mikroseluler, superkritis, blowing agent, plastik berkristal, plastik tak berkristal * Alamat korespondensi
MB.08 - 1
PENDAHULUAN Foaming plastik terdiri dari dua macam proses, yaitu foaming plastik seluler secara konvensional dan teknologi plastik mikroseluler. Teknologi plastik mikroseluler merupakan pengembangan dari proses foaming plastik konvensional (plastik seluler). Proses pembuatan plastik mikroseluler dilakukan dengan mendispersikan gelembung gas ke dalam plastik padat hingga terbentuk gelembung sel. Plastik mikroseluler mempunyai banyak keunggulan bila dibandingkan dengan plastik seluler konvensional,antara lain pada proses konvensional proses pembuatannya menggunakan blowing agent dari bahan-bahan kimia yang berbahaya, seperti CFC (Chloro Fluoro Carbon), HCFC (Hydro Chloro Fluoro Carbon),. Sedangkan plastik mikroseluler menggunakan blowing agent yang lebih ramah lingkungan serta tidak berbahaya bagi kesehatan manusia. Disamping itu plastik mikroseluler memiliki susunan sel yang lebih rapat, densitas sel yang lebih besar, sehingga sifat-sifat fisik dari plastik mikroseluler ini lebih baik. Penelitian tentang foam mikroseluler banyak dilakukan pada tekanan tinggi. Sedangkan untuk proses kontinyu yang lebih sering digunakan dalam industri, biasanya dilakukan pada tekanan rendah. Karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kondisi operasi pada plastik tak berkristal dan plastik berkristal terutama pada tekanan rendah tetapi masih berada dalam daerah superkritis, yang bisa diterapkan pada proses kontinyu. METODOLOGI PERCOBAAN Material Polimer yang digunakan dalam penelitian ini adalah polystyrene dan polypropylene yag berbentuk lembaran dengan ukuran 10 x 10 mm dan tebal 1.3 mm. Blowing agent yang digunakan adalah Nitrogen (N2). Peralatan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian penyuplai gas yang terdiri dari tabung gas nitrogen, gas booster, dan thermal pressure vessel. Bagian yang kedua adalah instrumentasi yang terdiri dari savety valve, pressure gauge , dan indiator tekanan. Ketiga adalah bagian penjenuhan yang terdiri dari tangki penjenuhan dan air bath. Prosedur Percobaan Sebelum memulai percobaan, semua valve pengaman dan valve tabung N2 dipastikan dalam keadaan tertutup untu menghindari masuknya gas N2 ke dalam peralatan. Contoh polimer, dimasukkan ke dalam tangki penjenuhan dan selanjunya tangki dimasukkan ke dalam air bath (Eyela : WFO-450 SD). Tangki penjenuhan divakumkan dengan pompa vakum. Dilakukan proses penyuplaian blowing agent superkritis ke tangki penjenuhan. Kondisi superkritis dicapai dengan meningkatkan tekanan gas melalui gas booster sampai pada tekanan yang telah ditentukan. Menjenuhkan sample dalam tangki penjenuhan pada temperatur dan tekanan penjenuhan tertentu selama waktu penjenuhan tertentu juga. Setelah waktu penjenuhan pada tekanan dan temperatur tercapai, tangki penjenuhan didekomprresi secara mendadak ke tekanan atmosfer. Sampel dibiarkan di dalam tangki untuk dipanaskan dengan kapasitas panas dari tray dan tangki. Pemanasan diakhiri dengan mengalirkan air pendingin ke dalam tangki penjenuhan. Selanjutnya sample dikeluarkan dari tangki untuk dikeringkan dan dikarakterisasi dengan photo SEM. Photo SEM dianalisa untuk mendapatkan diameter sel, dan densitas sel dengan cara Kumar dkk. Densitas sel dihitung sebagai jumlah sel ternukleasi persatuan volume foam. Jika area mikrograph adalah A, dan jumlah seldalam mikrograph adalah nc , maka densitas area sel dapat dihitung dengan persamaan Densitas area
=
nc / A
(1)
MB.08 - 2
Densitas garis diekspresikan sebagai akar kuadrat dari densitas area: 1/ 2
Densitas garis
nc A
=
(2)
Dengan mengasumsikan distribusi sel adalah homogen dan isotropic melalui sample, selanjutnya jumlah nukleasi sel persatuan volume foam adalah Nf dapat diestimasikan dengan memangkatkan tiga persamaan densitas.
=
Nf
nc 1 / 2 A
3
(3) Air Pendingin Thermometer Digital
3
4
V1
5
6
V6
Tape heater
V3
V5
V4
Pompa vakum 7
1 2
8
6
Air Bath 1. 2. 3. 4.
Tabung gas nitrrogen Kompresor Filter Gas Booster
5. 6. 7. 8.
Savety valve Pressure gauge Indikator tekanan Tangki penjenuhan
Gambar 1. Skema peralatan pemrosesan plastic mikroseluler dengan metode quick heating HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem polystyrene – N2 Perubahan struktur mikroseluler pada Polystyrene diamati pada berbagai macam temperatur dan tekanan penjenuhan . Pemrosesan Polystyrene dilakukan pada temperatur diatas Tg (Tg PS = 373 K). Hal ini disebabkan karena pada temperatur di bawah Tg, sel akan sulit terbentuk karena plastik masih berada pada kondisi gelas dan energi yang dibutuhkan untuk aktivasi nukleasi terlalu tinggi. Kenaikan tekanan pada blowing agent N2 akan meningkatkan kelarutan gas dalam polimer. Karena temperature yang digunakan tingi,
MB.08 - 3
maka viskositas larutan turun dan akan meningkatkan laju nukleasi sehingga jumlah sel yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini dibuktikan dengan naiknya densitas sel sampai tekanan 12 MPa. Diatas tekanan 12 MPa terjadi unifikasi (penggabungan sel). Unifikasi sel terjadi karena temperatur penjenuhan yang tinggi, sehingga pertumbuhan sel tinggi. Tingginya pertumbuhan sel akan menyebabkan antara sel yang satu dengan lainnya menjadi bergabung membentuksel dengan diameter yang lebih besar. Bertambah besarnya diameter
200
1.00E+09
150
1.00E+07
100
1.00E+05
PS-N2 T = 453 K t pemanasan : 5 detik
50
1.00E+03
Densitas sel (sel/cm3)
Diameter sel (µm)
sel akan menurunkan densitas sel.
1.00E+01
0 10
11
12
13
14
15
Tekanan Penjenuhan (MPa) Gambar 2. Grafik pengaruh tekanan penjenuhan terhadap diameter sel dan densitas sel Unifikasi sel pada sistem PS-N2 dapat dibuktikan dengan gambar 3 dibawah ini.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. SEM foto diameter sel pada system PS-N2 untuk temperatur 453 K tekanan (a) 12 MPa (b) 13 MPa (c) 14 MPa dan waktu pemanasan 5 detik. Sistem Polypropylene- N2 Kenaikan tekanan pada blowing agent N2 akan meningkatkan kelarutannya dalam polimer. Kelarutan diartikan sebagai jumlah molekul gas yang terlarut dalam polimer. Banyaknya gas yang terlarut dalam
MB.08 - 4
polimer akan ikut merenggangkan rantainya. Gerakan rantai akan semakin bebas dengan turunnya viskositas karena temperatur penjenuhan yang tinggi, sehingga molekul gas yang berpenetrasi ke dalam polimer semakin banyak. Pergerakan rantai dalam plastik berkristal juga akan merapatkan rantai sehingga kristalinitas meningkat. Pada saat dekompresi dan proses nukleasi terjadi gas akan cenderung bergerak keluar dan membentuk sel. Karena kenaikan kelarutan gas N2 tidak sebesar CO2, maka kenaikan kristalinitas karena gerakan rantai tidak setinggi CO2. Ukuran diameter sel yang dihasilkan lebih kecil dan merata. Semakin tinggi tekanan akan meningkatkan laju pertumbuhan sel sehingga diameter sel semakin besar. Hal ini dapat dibuktikan oleh gambar 4
PP – N2 T = 453 K t pemanasan = 5 detik
Diameter sel(µm)
6
1.4E+11 1.2E+11
5
1.0E+11
4
8.0E+10
3
6.0E+10
2
4.0E+10
1
2.0E+10
0
0 6
8
10
11
12
13
Densitas sel (sel/cm3)
7
14
Tekanan Penjenuhan ( MPa) Gambar 4. Pengaruh tekanan penjenuhan terhadap diameter dan densitas sel pada system PP-N2 Daerah kristal pada polypropylen tidak merata ke seluruh bagian. Pada daerah yang kristal, diameter yang dihasilkan kecil. Pada daerah amorf, sel akan lebih mudah tumbuh sehingga diameter yang dihasilkan lebih besar. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya struktur sel yang bimodal (tidak seragam). Dapat dilihat dari gambar 5
MB.08 - 5
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 5. SEM Photo sel pada system PP-N2 temperatur penjenuhan 453 K tekanan (a)11 MPa (b)12 MPa (c) 13 MPa(d)14 MPa dan waktu pemanasan 5 detik. Karena struktur sel yang bimodal, maka dalam penentuan diameter sel rata-rata digunakan grafik distribusi sel seperti terlihat pada gambar 6 , dimana diambil daerah dengan distribusi sel yang banyak, kemudian diameter sel yang ada dijumlahkan dan dirata-rata sebagai diameter sel rata-rata.
Jumlah sel
40 PP- N2 P = 14 MPa T = 453 K
30 20 10 0 1
4
7
10
13
16
19
22
Diameter sel (µm) Gambar 6. Distribusi sel pada system PP-N2 tekanan 14 Mpa KESIMPULAN 1. 2. 3.
Kenaikan tekanan pada polystryrene-nitrogen meningkatkan laju nukleasi sel sehingga densitas sel yang dihasilkan semakin besar, dan diameter sel yang dihasilkan semakin kecil. Pada sisten Polypropylene-nitrogen kenaikan tekanan tidak hanya mempengaruhi kelarutan gas dalam polimer, tetapi juga mempengaruhi kristalinitas polimer. Meningkatnya kristalinitas akan menyebabkan terjadinya struktur sel yang bimodal (tidak seragam) pada system Polypropylene-nitrogen.
MB.08 - 6
DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Chul B. Park, D. Saeed, Kortschot, Mark T, Polymer Engineering and Science , Vol 38 , No 21, pp 2645 (Nov 1996). D.F. Baldwin, D.E. Tate, C.B Park, S W Cha, Nam P Suh, J . Japan Soc. Polym. Proc, Vol 6, pp. 187 & 245 (1994) J. Martini, F.A Waldman, and N.P Suh, Proceeding of SPE ANTEC ’82, May, 674 (1982). J.S. Colton and N.P Suh, Polymer Engineering and Science, Vol. 27, No. 7, pp.485 (1987). M. Wessling, Z. Borneman, Th. Van Den Boomgaard, and C.A. Smolders, Carbon Dioxide Foaming of Glassy Polymers, pp.1497, Journal of Applied Polymer Science, Vol.53, John Wiley and Sons, Inc. (1994). Sumarno, Y.Sato, S.Takishima, H.Masuoka, Journal of Applied Polymer Science,Vol. 77, pp. 2383 (2000) . Stevens M.P, Kimia Polimer, cetakan pertama, Praadnya Paramita, Jakarta, 2001
MB.08 - 7