PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Leucaena leucocephala DAN Gliricidia sepium) DENGAN RASIO YANG BERBEDA
SKRIPSI YUNANDA INDRA PERMANA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Leucaena leucocephala DAN Gliricidia sepium) DENGAN RASIO YANG BERBEDA
SKRIPSI YUNANDA INDRA PERMANA
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN Yunanda Indra Permana. D24061519. 2012. Performa Domba yang diberi Rumput Brachiaria humidicola dan Legum Pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) dengan Rasio yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Komang Gede Wiryawan. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. Domba merupakan ternak penghasil daging yang sangat potensial. Domba termasuk hewan ruminansia kecil yang sebagian pakannya adalah hijauan. Hijauan yang biasa dikonsumsi oleh domba ialah rumput dan juga limbah hasil pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, bungkil kacang-kacangan, dan lain-lain. Salah satu bahan pakan yang dapat digunakan sebagai suplementasi penggunaan ransum berbasis leguminosa pohon, seperti gamal (Gliricidia sepium) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Penambahan daun lamtoro dan gamal diduga dapat meningkatkan performa domba. Pemberian kombinasi legum pohon diharapkan dapat meningkatkan performa domba di peternakan Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rasio yang optimal antara rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon terhadap konsumsi bahan kering dan nutrien pakan, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, serta nilai ekonomi dengan menggunakan metode Income Over Feed Cost (IOFC). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang UP3 Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan selama 3 bulan. Ternak yang digunakan yaitu domba jantan umur ± 6 bulan dengan rataan berat badan 13,95±1,46 kg sebanyak 20 ekor, yang di pelihara pada kandang individu. Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi bahan kering dan nutrien, pertambahan bobot badan, efisiensi pakan, serta nilai ekonomi dengan menggunakan Income Over Feed Cost (IOFC). Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dengan 4 kelompok dimana bobot badan menjadi dasar pengelompokannya, yaitu : R1 = 90% Brachiaria humidicola (BH) + 10% konsentrat (K), R2 = 80% BH + 10% campuran legum (L) + 10% K, R3 = 70% BH + 20% L + 10% K, R4 = 60% BH + 30% L + 10% K, R5 = 70% BH + 30% L. Campuran legum yang digunakan berupa gamal dan lamtoro. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan bila terjadi perbedaan akan dilanjutkan dengan uji Duncan. Pemberian rumput Brachiaria humidicola 60% dan leguminosa pohon 30% (Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala) memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konsumsi protein kasar. Perlakuan R4 yang menggunakan ransum 60% BH + 30% L + 10% K lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya dalam konsumsi protein kasar, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan R5 (70% BH + 30% L), sedangkan konsumsi bahan kering, lemak kasar dan serat kasar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rataan pertambahan bobot badan (PBB) dan efisiensi pakan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan. Rataan nilai IOFC pun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan walaupun
i
adanya kerugian yang dihasilkan perlakuan R3 (70% BH + 20% L + 10% K). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian rumput Brachiaria humidicola, legum pohon (Gliricidia sepium dan Leucaena luecocepala) dan konsentrat dengan rasio 60%, 30% dan 10% dapat meningkatkan konsumsi protein kasar secara nyata, namun belum dapat memperbaiki performa domba di UP3 Jonggol. Kata kunci : domba, performa, Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala
ii
ABSTRACT Performance of Sheep fed by Brachiaria humdicola and Legume (Leucaena leucocephala and Gliricidia sepium) with different ratio Y. I. Permana, K. G. Wiryawan, D. A. Astuti This experiment was done to examine the addition effect of Gliricidia sepium and Leucaena leucocephala leaves mixed with Brachiaria humidicola on performance of sheep at UP3J. Twenty male sheep with initial body weight 13.95±1.46 kg were used in this experiment. The experiment used completely randomized block design with 5 treatments and 4 replications. The treatments were R1 (90% Brachiaria humidicola + 10% concentrate), R2 (80% Brachiaria humidicola + 10% legume + 10% concentrate ), R3 (70% Brachiaria humidicola + 20% legume + 10% concentrate), R4 (60% Brachiaria humidicola + 30% legume + 10% concentrate), and R5 (70% Brachiaria humidicola + 30% legume). Parameters observed in this experiment included feed consumption, daily body weight gain, feed efficiency, and Income Over Feed Cost (IOFC). Results showed that treatments improved protein consumption, but did not give significant effect on performance of sheep in UP3J. It is concluded that giving leaf of Brachiaria humidicola and legume (Gliricidia sepium and Leucaena luecocephala) at any level did not give any significant effect on sheep consumption, daily body weight gain, feed efficiency, and income over feed cost. Keywords : sheep, performance, Brachiaria humidicola, Gliricidia sepium, Leucaena leucocephala
iii
PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RUMPUT Brachiaria humidicola DAN LEGUM POHON (Leucaena leucocephala DAN Gliricidia sepium) DENGAN RASIO YANG BERBEDA
YUNANDA INDRA PERMANA D24061519
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iv
Judul : Performa Domba yang diberi Rumput Brachiaria humidicola dan Legum Pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) dengan Rasio yang Berbeda Nama : Yunanda Indra Permana NIM
: D24061519
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
(Prof. Dr. Ir. Komang G. Wiryawan) NIP: 19610914 198703 1 002
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS) NIP: 19611005 198503 2 002
Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 12 Juni 2012
Tanggal Lulus:
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Juni 1987 di Bandung. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ramadi dan Ibu Siti Mulyanah. Penulis mengawali pendidikan dasarnya pada tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun 1999 di Sekolah Dasar Negeri 2 Kramat Watu, Serang, Banten. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai pada tahun 1999 dan diselesaikan pada tahun 2003 di SMP Latansa, Cipanas, Lebak, Banten. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Latansa tahun 2003 dan diselesaikan pada tahun 2006. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006 dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan, penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi Ternak (Himasiter) Fakultas Peternakan sebagai anggota Biro Informasi dan Teknologi (IT) periode 2008-2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis berkesempatan untuk magang di peternakan sapi perah di Tapos selama dua minggu pada tahun 2008. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Formulasi Ransum dan Sistem Informasi pada periode 2009-2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi trainer pada Feed Formulation Training (FFT) 2010.
vi
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahirabbil’alamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Legum pohon merupakan salah satu hijauan alternatif yang dapat digunakan sebagai suplementasi pakan berbasis rumput seperti pada sistem manajemen pemeliharaan domba lokal di UP3 Jonggol yang berbasis pastura dan didukung dengan ketersediaan lahan yang luas. Penggunaan legum pohon pada ransum berbasis rumput di UP3 Jonggol diharapkan mampu meningkatkan kualitas ransum sehingga produktivitas domba lokal di UP3 Jonggol dapat dioptimalkan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rasio yang optimal antara rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon terhadap performa domba lokal di UP3 Jonggol. Penyusunan Skripsi yang berjudul “Performa Domba yang diberi Rumput Brachiaria humidicola dan Legum Pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) dengan Rasio yang Berbeda” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana peternakan pada program mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menyempurnakan tulisan penulis berikutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis berharap karya kecil ini dapat menjadi salah satu karya terbaik yang bisa penulis persembahkan untuk ayah dan ibunda tercinta.
Bogor, Juli 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ..............................................................................................
i
ABSTRACT.................................................................................................
iii
LEMBAR PERNYATAAN .........................................................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................
v
RIWAYAT HIDUP.................................................................................... .
vi
KATA PENGANTAR................................................................ .................
vii
DAFTAR ISI................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR............ .......................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xii
PENDAHULUAN........................................................... ............................
1
Latar Belakang.................................................................... ............ Tujuan..............................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
3
Keadaan Umum Lokasi .................................................................... Domba Lokal Indonesia ................................................................... Pakan ................................................................................................ Rumput Brachiaria humidicola ........................................... Lamtoro (Leucaena leucocephala) ...................................... Gamal (Gliricidia sepium) ................................................... Konsentrat ............................................................................ Konsumsi ......................................................................................... Pertumbuhan .................................................................................... Efisiensi Pakan ................................................................................. Income Over Feed Cost ...................................................................
3 3 4 4 6 7 9 10 10 12 13
MATERI DAN METODE ...........................................................................
14
Lokasi dan Waktu ............................................................................ Materi ............................................................................................... Alat ...................................................................................... Ternak Percobaan ................................................................ Pakan .................................................................................... Prosedur ........................................................................................... Pemeliharaan Ternak............................................................ Rancangan Percobaan dan Analisis Data......................................... Perlakuan ............................................................................. Peubah yang Diamati ........................................................... Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien Pakan .......................
14 14 14 14 14 15 15 16 16 16 16
viii
Pertambahan Bobot Badan................................................... Efisiensi Pakan ..................................................................... Income Over Feed Cost .......................................................
17 17 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................
19
Keadaan Umum Lokasi .................................................................... Konsumsi Nutrien ............................................................................ Konsumsi Bahan Kering ...................................................... Konsumsi Lemak Kasar ....................................................... Konsumsi Protein Kasar ..................................................... Konsumsi Serat Kasar ......................................................... Pertambahan Bobot Badan ............................................................... Efisiensi Pakan ................................................................................. Income Over Feed Cost ...................................................................
19 20 21 21 22 23 24 25 26
KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
28
Kesimpulan ...................................................................................... Saran.................................................................................................
28 28
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................
29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
31
LAMPIRAN.................................................................................................
37
ix
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Kandungan Nutrien Rumput Brachiaria humidicola ......................
5
2. Kandungan Nutrien Daun Leucaena leucocephal ..........................
7
3. Kandungan Nutrien Daun Gamal (Gliricidia sepium) ....................
8
4. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian (%BK) ..............................
15
5. Perhitungan Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) .........................
18
6. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien Pakan ......................
20
7. Rataan Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Efisiensi Pakan ......
25
8. Rataan Hasil Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) ............
27
x
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Rumput Brachiaria humidicola ......................................................
5
2. Daun Leucaena leucocephala .........................................................
6
3. Daun Gliricidia sepium (Gamal) .....................................................
8
4. Rataan Bentuk Sigmoid Simulasi Umur Terhadap Bobot Badan Domba Genotipe Sumatra ................................................................
11
xi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering .......................................
38
2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar ........................................
38
3. Uji Lanjut Duncan Protein Kasar .........................................................
38
4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar ...........................................
39
5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Lemak Kasar ........................................
39
6. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan ....................................
39
7. Hasil Sidik Ragam Efisiensi Pakan ......................................................
40
8. Hasil Sidik Ragam Income Over Feed Cost .........................................
40
xii
PENDAHULUAN Latar Belakang Domba lokal sebagai salah satu ternak ruminansia kecil yang berkembang di Indonesia memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ternak ruminansia kecil lainnya seperti kambing. Domba lokal bersifat prolifik (dapat beranak 2-5 ekor), walaupun dianggap kurang fertil. Selain mempunyai keunggulan dapat beranak sepanjang tahun yang tidak dipengaruhi oleh musim, domba lokal juga mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi. Domba termasuk hewan ruminansia kecil yang sebagian pakannya adalah hijauan. Hijauan yang biasa dikonsumsi oleh domba ialah rumput dan juga limbah hasil pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, bungkil kacang-kacangan, dan lain-lain. Domba juga dapat dikategorikan sebagai hewan perumput yang selektif, lebih menyukai rumput yang pendek, legum, dan berbagai jenis semak yang pendek. Apabila domba dipindahkan ke tempat yang baru, maka domba memerlukan waktu untuk beradaptasi terhadap pakan yang diberikan. Berbeda dengan kambing yang mampu merumput pada padang rumput yang sangat pendek sampai daun-daun semak yang tidak biasa dikonsumsi oleh domba. Fakultas Peternakan IPB memiliki fasilitas Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) seluas 169 ha dengan jumlah domba ekor tipis yang ada yaitu sekitar 670 ekor. Domba ini telah dipelihara dengan sistem manajemen penggembalaan dimana sistem pastura di UP3J sudah berkembang dengan baik, serta didukung dengan berbagai jenis tanaman pakan berupa leguminosa pohon seperti gamal, lamtoro, dan akasia. Domba di UP3J dipelihara dengan sistem manajemen penggembalaan dimana sistem pemeliharaan seperti ini sangat murah dan berkelanjutan. Namun sistem pemeliharaan ini hanya mengandalkan rumput Brachiaria humidicola yang tersedia di pastura, yang mana kandungan rumput ini belum dapat memenuhi kebutuhan produksi ternak domba. Pemberian legum pada ternak sangat dibutuhkan mengingat kurangnya konsumsi nutrien jika hanya mengandalkan rumput Brachiaria humidicola. Sampai saat ini belum dilakukan pengkajian terhadap penggunaan campuran rumput dan leguminosa pohon yang optimal dalam mendukung produksi ternak domba yang ada di UP3J.
1
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rasio yang optimal antara rumput Brachiaria humidicola dan leguminosa pohon (Leucaena leucocephala dan Gliricidia sepium) terhadap performa domba ekor tipis yang berada di UP3 Jonggol.
2
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba diklasifikikasikan dalam Kingdom: Animalia; Phylum: Chordata (hewan bertulang belakang); kelas: Mamalia (menyusui); Ordo: Artiodactyla (berkuku genap); sub ordo: Ruminansia; famili: Bividae; genus: Ovis; species: Ovisaries (Hiendleder et al., 1998). Domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara, dan Eropa samapai ke Afrika (Salamena dan Fred, 2003). Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap iklim tropis, makanan yang kualitasnya rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara dengan biaya rendah serta dapat beranak sepanjang tahun (FAO, 2002). Jenis domba lokal yang ada di Indonesia ada tiga jenis yaitu domba ekor tipis (DET), domba ekor gemuk (DEG), dan domba Priangan atau yang dikenal dengan domba Garut. Asal usul domba ini belum diketahui dengan pasti, namun diduga berasal dari India dan domba ekor gemuk berasal dari Asia Barat (Mulyono dan Sarwono, 2004). Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia, penyebaran domba ekor tipis banyak terdapat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ekor tipis mempunyai lebar pangkal ekor kurang dari 4 cm, domba ekor sedang 4-8 cm, dan domba ekor gemuk lebih dari 8 cm. Domba ekor tipis mempunyai karakteristik reproduksi yang spesifik, yang dipengaruhi oleh gen prolifikasi dan dapat beranak sepanjang tahun, domba ini kurang produktif jika diusahakan secara komersial karena karkas yang dihasilkan sangat rendah (45%-55% dari bobot hidup) dan pertumbuhannya lambat (Rianto et al,. 2006). Domba termasuk ternak penghasil daging yang sangat potensial. Peluang pasar untuk domba di dalam negeri sangat terbuka lebar hal ini terlihat dari permintaan akan domba cukup tinggi. Potensi pasar ini akan terus berkembang sejalan dengan pesatnya pertambahan penduduk (saat ini penduduk di Indonesia telah mencapai 225 juta orang dan diproyeksikan akan mencapai 234 juta orang pada tahun 2010), di samping itu peningkatan pendapatan, peningkatan kesadaran akan pentingnya gizi asal protein hewani, dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
3
domba untuk meningkatkan kecerdasan balita ini berdampak pada peningkatan permintaan akan domba di dalam negeri (Hudallah, 2007). Domba di UP3 Jonggol adalah salah satu jenis domba ekor tipis yang sudah dikenal oleh civitas akademik Fakultas Peternakan, IPB. Populasi domba di UP3 Jonggol yang digembalakan setiap hari yaitu 611 ekor (Harahap, 2008). Domba ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki daya adaptasi dan toleransi yang cukup baik terhadap suhu yang cukup panas, sehingga berpotensi dijadikan salah satu sumber genetik untuk dikembangkan pada masa yang akan datang (Ilham, 2008). Domba ini mampu hidup di daerah yang gersang, mempunyai tubuh yang kecil sehingga disebut domba kacang atau domba jawa. Selain badannya kecil, ciri lainnya yaitu : ekor relatif kecil dan tipis, bulu badan berwarna putih, hanya kadangkadang ada warna lain seperti belang-belang hitam di sekitar mata, hidung, atau bagian lainnya, domba betina umumnya tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar, berat domba jantan dewasa berkisar 30-40 kg dan berat domba betina dewasa sekitar 15-20 kg (Mulyono, 2005). Pakan Rumput Brachiaria humidicola Brachiaria
humidicola
merupakan
rumput
tahunan
yang
memiliki
perkembangan vegetatif dengan stolon yang begitu cepat sehingga bila ditanam di lapang akan segera membentuk hamparan, memiliki warna bunga ungu atau ungu kecoklatan, helai daun berwarna hijau terang dan berbentuk gepeng dengan lebar 5-6 cm dan panjang 12-25 cm. Panjang malai 7-12 cm dan batang yang berkembang dapat mencapai tinggi 20-60 cm. Malai terdiri dari 3-5 tandan, dengan panjang tandan 2-5 cm. Panjang spikilet kira-kira 5 mm sedangkan panjang floret 4 mm. Daunnya tidak berbulu dan umumnya menggulung untuk menahan penguapan air (Jayadi, 1991). Tanaman ini dapat berkembang melalui stolon yang begitu cepat tumbuh sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan dan dapat pula diperbanyak dengan biji. Perbanyakan dengan stolon dengan panjang 1-2 m. produksi
bahan kering 34.018 kg/ha. Dengan pemupukan nitrogen 452 kg/ha.
Tanaman ini sangat palatabel apabila dipangkas pada waktu muda dan pada produsi maksimum palatabilitasnya menurun. Produksi biji dapat mencapai 10–50 kg/ha. 4
Gambar 1. Rumput Brachiaria humidicola di UP3J Elia (2005) mengungkapkan bahwa penggunaan rumput kombinasi dapat meningkatkan konsumsi bahan kering, pertambahan bobot badan, kondisi fisik domba serta mengurangi nilai konversi pakan. Penggunaan rumput Brachiaria humidicola lebih baik dikombinasikan dengan rumput Brachiaria decumbens dan rumput alam untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan. Komposisi nutrien rumput Brachiaria humidicola disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrien Rumput Brachiaria humidicola Kandungan Nutrien
(% BK)
Protein kasar
7,04
Serat kasar
25,09
Lemak kasar
2,80
Abu
5,62
BETN
59,45
Hasil Analisa Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (2009).
Rumput Brachiaria humidicola merupakan hijauan yang palatabel dan dapat digunakan sebagai rumput potongan dan rumput penggembalaan. Rumput ini mempunyai kemampuan menekan pertumbuhan gulma, adaptif terhadap pengairan yang terbatas, toleran terhadap penggembalaan yang berat, dan masih tumbuh dengan baik pada tanah-tanah marjinal, sehingga mempunyai peranan yang cukup besar bagi pengembangan dan pengadaan hijauan di daerah tropik. Sebagai pakan ternak, rumput Brachiaria humidicola mempunyai kandungan PK 5,9%, Fosfor 0,20%, Ca 0,38% (Mansyur et al., 2005).
5
Daun Lamtoro (Leucaena leucocephala) Leucaena leucocephala (Lamtoro) berasal dari Amerika tropis. Tanaman ini biasa ditemukan di pekarangan sebagai tanaman pagar atau peneduh, kadang tumbuh liar dan dapat ditemukan dari 1-1500 m di atas permukaan laut. Penamaan daun lamtoro juga berbeda-beda di berbagai daerah, di Sumatera dinamakan pete selona atau pete cina; di Jawa dinamakan lamtoro, metir, kemladingan, selamtara, pelending (Sunda); sedangkan di Madura dikenal sebagai kalandingan (Arif, 2008). Berdasarkan hasil penelitian Januarti (2009), lamtoro memiliki kandungan protein kasar tertinggi dan serat kasar terendah dibandingkan hijauan tropis lainnya dengan kandungan nutrien yaitu protein kasar 23,69%, serat kasar 15,11%, dan lemak kasar 6,45%.
Gambar 2. Daun Leucaena leucocephala di UP3J Daun lamtoro sebagai tanaman makanan ternak yang dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan mempunyai faktor pembatas dengan adanya mimosin (Joshi, 1979). Hal ini juga ditegaskan oleh Winugroho dan Widiawati (2009) yang melaporkan bahwa senyawa sekunder utama yang ditemukan dalam daun lamtoro adalah mimosin, namun jumlahnya relatif kecil yaitu sekitar 3%-4%. Mimosin merupakan senyawa asam amino heterosiklik yang mempunyai gugus keton pada inti pirimidinnya yang bersifat racun. Mimosin sebagai faktor pembatas ini dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat, konsumsi rendah, dan kerontokan bulu (Moulen et al., 1979). Oleh karena itu, penggunaan daun lamtoro dalam ransum direkomendasikan tidak lebih dari 50% total ransum yang diberikan (Rohmatin, 2010). Kandungan mineral pada daun lamtoro adalah nitrogen (N), fosfor (P), potassium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan mangan (Mn) yang masing – masing 2, 0.24, 0.49 % dan 325 ppm (Jones, 1979), sedangkan menurut D’ Mello dan Fraser
6
(1981) dalam daun lamtoro tersebut juga terkandung mineral kalsium (Ca) sebesar 1,81%, fosfor (P) 0,25 %, potasium (K) 0,80 % dan magnesium (Mg) 0,51 %. Kandungan nutrien daun Leucaena leucocephala (Lamtoro) pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Nutrien Daun Leucaena leucocephala Kandungan Nutrien
(% BK)
Protein kasar
18,88
Serat kasar
17,32
Lemak kasar
4,31
Abu
7,44
BETN
52,05
Hasil Analisa Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (2009).
Budisatria (1996) mengungkapkan bahwa pemberian daun lamtoro dalam bentuk segar memberikan hasil yang lebih baik pada domba dibandingkan dengan bentuk tepung daun. Makin tinggi persentase pemberian daun lamtoro segar cenderung menghasilkan pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan yang lebih baik. Daun Gamal (Gliricidia sepium) Gamal (Gliricidia sepium) mempunyai nama lain di Indonesia yaitu liriksida (Jawa) dan cebreng (Sunda). Dua jenis lain dari genus ini adalah G. brennigii dan G. maculata. Gamal merupakan tanaman tahunan berbentuk pohon, tumbuh tegak dengan ukuran sedang, dan mempunyai akar yang dapat menembus tanah cukup dalam. Sebagai makanan ternak tanaman ini cukup potensial dan berkualitas baik, terutama untuk ternak ruminansia, yang didasarkan pada pertimbangan tingginya produksi hijauan yang dihasilkan dalam bentuk segar ataupun bentuk kering, dan tingginya kandungan zat-zat makanan tersebut. Menurut Smith dan Van Houtert (2000) bahwa daun gamal mempunyai kandungan PK sekitar 23,00 %, SK 20,70 %, dan Ca 1,71 %. Kandungan nutrien daun gamal pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
7
Tabel 3. Kandungan Nutrien Daun Gamal (Gliricidia sepium) Kandungan Nutrien
(% BK)
Protein kasar
17,89
Serat kasar
13,39
Lemak kasar
3,62
Abu
8,14
BETN
56,96
Hasil Analisa Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (2009).
Di Indonesia, gamal belum populer sebagai pakan ternak. Bila dilihat dari nilai nutrisi yang dikandungnya, gamal tergolong hijauan yang baik untuk pakan ternak (Jayadi, 1991). Sutikno dan Supriyadi (1995) menyatakan bahwa bau yang ditimbulkan oleh daun gamal berasal dari senyawa coumarin, sehingga untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan pelayuan daun gamal sebelum diberikan pada ternak. Pelayuan daun gamal selama 12-24 jam sebelum pemberiannya kepada ternak dapat meningkatkan konsumsi pakan serta pertambahan bobot badan ternak dibandingkan dengan pemberian dalam bentuk segar. Pemberian suplementasi menggunakan daun gamal pada ruminansia sebesar 2% dari berat badan ternak akan meningkatkan konsumsi protein kasar dan kecernaan zat-zat makanan (Firdus, 2008).
Gambar 3. Daun Gliricidia sepium (Gamal) di UP3J Konsentrat Konsentrat merupakan makanan yang mengandung serat kasar rendah, tetapi mengandung protein dan energi yang tinggi, sehingga digunakan sebagai pakan sumber protein. Penggunaan konsentrat (terutama yang banyak mengandung bijibijian) yang lebih tinggi akan mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi
8
pakan. Penentuan jumlah konsentrat yang tepat merupakan salah satu cara optimasi kapasitas pencernaan untuk mendapatkan efisiensi pemanfaatan pakan yang lebih baik (Purbowati, 2001). Menurut Munier et al. (2004), pemberian pakan tambahan (konsentrat) pada domba ekor gemuk selama pengkajian memperlihatkan produktivitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan. Pertambahan bobot badan harian dan bobot akhir lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian pakan tambahan yaitu pada perlakuan pemberian pakan tambahan terjadi peningkatan bobot badan sebesar 27,3 gram dan pada perlakuan tanpa pemberian pakan tambahan terjadi penurunan bobot 12 gram. Pemberian konsentrat dapat membantu dalam penambahan bobot badan, namun pemberian konsentrat yang terlampau banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan dan dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi tersebut berkurang. Tingkat energi dapat mempengaruhi bobot badan (Parakkasi, 1999). Hal ini dibuktikan oleh Purbowati (2001) dalam penelitiannya yaitu peningkatan aras konsentrat dari 60% ke 70% dan 80% meningkatkan pertambahan bobot badan harian yang dihasilkan. Peningkatan aras 60% ke 70% meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 42,19% sedangkan aras konsentrat 60% ke 80% meningkatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 47,88%. Konsumsi Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah pakan yang dimakan oleh ternak. Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan baik hidup pokok maupun untuk kebutuhan produksi (Tillman et al., 1991). Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas. Palatabilitas dipengaruhi oleh bentuk, bau, rasa, dan tekstur yang diberikan. Bentuk bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi apabila diolah menjadi pellet maka dapat dikonsumsi lebih banyak daripada yang tidak diolah. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum yaitu bobot badan, keadaan ternak, tipe dan tingkat produksi serta beberapa faktor lain seperti temperatur lingkungan, kesehatan ternak dan bentuk makanan (Church, 1979). Siregar (1984) juga menambahkan bahwa jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas, dan lingkungan seperti suhu dan kelembaban udara juga mempengaruhi tingkat konsumsi. Sifat fisik dan komposisi kimia pakan
9
merupakan faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan kering untuk ruminansia (Parakkasi, 1999). Haryanto dan Djajanegara (1993) yang mengutarakan bahwa kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot 10-20 kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot badan untuk pertambahan bobot badan harian sebesar 0-100 gram. Kearl (1982) juga menambahkan bahwa domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan konsumsi bahan kering sebesar 4,2%-7,1% dari bobot badan untuk mencapai pertambahan bobot badan sebesar 100 g/ekor/hari. Ternak yang sedang tumbuh membutuhkan tambahan zat-zat makanan terus sejalan dengan pertambahan bobot tubuh yang dicapai hingga batas umur dimana tidak terjadi lagi pertumbuhan (Siregar, 1984). Ternak yang dimiliki Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol adalah domba lokal yang semuanya digembalakan. Padang rumput UP3J, saat ini diduga kualitas hijaunnya kurang bagus sehingga menghasilkan bobot badan domba yang tidak sesuai permintaan pasar. Pemeliharaan domba dengan diberikan rumput saja, yang kualitas dan jumlahnya tidak mencukupi mengakibatkan performa dan pertumbuhan domba kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diberikan pakan tambahan seperti legum yang memiliki kandungan protein cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan bobot badan domba dengan tetap mempertahankan produk domba organik (Jarmuji, 2008). Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan suatu yang meliputi peningkatan ukuran sel-sel tubuh. Pertumbuhan tersebut mencakup tiga komponen utama yaitu peningkatan bobot otot, ukuran skeleton dan jaringan lemak tubuh (Rose, 1997). Menurut McDonald et al. (2002), pertumbuhan ternak ditandai dengan peningkatan ukuran, bobot, dan adanya perkembangan. Pengukuran bobot badan sangat berguna untuk menentukan tingkat konsumsi, efisiensi pakan, dan harga pakan. Laju pertumbuhan adalah rataan pertambahan bobot per satuan waktu. Pertambahan bobot badan ternak dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan pertumbuhan. Pertambahan bobot badan harian ternak jantan lebih tinggi dibandingkan dengan betina dikarenakan ternak jantan lebih efisien dalam mengubah makanan menjadi bobot tubuh dibandingkan ternak betina. Untuk mencapai bobot potong yang
10
sama ternak betina membutuhkan waktu dan makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak jantan. Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain total protein yang diperoleh setiap harinya, jenis ternak, umur, keadaan genetik, lingkungan kondisi setiap individu dan manajemen tata laksana (NRC, 2006). Tillman et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan dengan pertambahan bobot badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya. Pertumbuhan mempunyai beberapa tahap yaitu tahap cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat pubertas dan tahap lambat terjadi pada saat kedewasaan tubuh telah tercapai. Kurva pertumbuhan domba dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Rataan Bentuk Sigmoid Simulasi Umur terhadap Bobot Badan Domba Genotipe Sumatra Sumber: Suparyanto (1999)
Pertumbuhan umumnya diukur dengan berat badan dan tinggi, tetapi ukuran ini tidak memperlihatkan banyak perubahan selama tumbuh kembang. Pertumbuhan sebagian berlangsung sebelum lahir kemudian dilanjutkan dengan pertumbuhan setelah lahir. Derajat pertumbuhan setelah lahir akan cepat apabila kondisi lingkungannya baik, yaitu pakan yang tercukupi dan bebas dari penyakit. Domba muda mencapai 75% bobot dewasanya pada umur satu tahun dan 25% lagi pada enam bulan kemudian (umur 18 bulan), dengan pakan yang sesuai dengan kebutuhan. Pada tahun pertama, pertumbuhan sangat cepat terutama beberapa bulan setelah lahir, 50% bobot pada umur satu tahun dicapai pada tiga bulan pertama, 25%
11
lagi pada tiga bulan kedua, dan 25% lagi dicapai pada enam bulan terakhir (Herman, 2003). Smith dan Soesanto (1988) menambahkan, bobot lahir domba berkisar antara satu hingga lima kilogram, dan bobot dewasanya berkisar antara 20 kg-100 kg, tingkat pertumbuhan domba berkisar antara 20 hingga 200 gram per hari. Pertumbuhan pada domba dipengaruhi dari apa yang dikonsumsi oleh domba tersebut. Syamsu (2003) menyimpulkan bahwa pemberian legum dapat memberikan pengaruh positif yang juga sejalan dengan meningkatnya palatabilitas ransum sehingga konsumsi pakan meningkat yang juga sejalan dengan meningkatnya konsumsi protein. Legum pohon seperti gamal dan lamtoro merupakan salah satu hijauan pakan yang memiliki kandungan protein kasar yang cukup baik. Dengan demikian, penggunaan legum tersebut dapat meningkatkan konsumsi protein pada ternak sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternak domba (Winugroho dan Widiawati, 2009). Efisiensi Pakan Efisiensi pakan adalah perbandingan antara pertambahan bobot badan yang dihasilkan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi. Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa nilai efisiensi penggunaan pakan menunjukkan banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan dari satu kilogram pakan. Efisiensi pakan merupakan kebalikan dari konversi pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka jumlah pakan yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Lemak dan energi dalam ransum dapat memperbaiki efisiensi pakan karena semakin tinggi kadar lemak dan energi dalam ransum menyebabkan ternak mengkonsumsi pakan lebih sedikit tetapi menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan pertambahan serat kasar dalam ransum akan menurunkan bobot badan. Efisiensi pakan dapat ditingkatkan dengan menambahkan lemak pada ransum tetapi akan berakibat penurunan konsumsi pakan. Penambahan lemak dalam ransum dapat meningkatkan efisiensi karena lemak dalam ransum tersebut akan dideposisi dalam tubuh sehingga akan meningkatkan bobot badan. Bentuk fisik pakan juga berpengaruh terhadap efisiensi, rumput yang dipotong-potong atau memiliki ukuran lebih pendek akan lebih efisien dibandingkan 12
dengan rumput yang lebih panjang (Freer dan Dove, 2002). Forbes (2007) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi pakan diantaranya adalah laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik bahan makanan, dan komposisi zat makanan pakan. Hasil penelitian Mulyaningsih (2006) menunjukkan bahwa efisiensi domba lokal dalam penelitiannya berkisar antara 0,04 sampai 0,17. Domba di UP3 Jonggol yang dikandangkan dengan pakan kombinasi rumput Brachiaria humidicola dapat mencapai angka efisiensi pakan sebesar 0,03 hingga 0,04 (Elia, 2005). Income Over Feed Cost Income Over Feed Cost (IOFC) merupakan salah satu cara dalam menentukan indikator keuntungan ekonomis dalam usaha peternakan. IOFC biasa digunakan untuk mengukur performa pada program pemberian pakan. Pendapatan didapat dari perkalian pertambahan bobot badan dengan harga jual ternak dalam bobot hidup, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan tersebut (Hermanto, 1996). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan IOFC antara lain pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan harga pakan pada saat pemeliharaan. Pertambahan bobot yang tinggi belum menjamin akan mendapatkan keuntungan maksimum, akan tetapi pertumbuhan yang baik dengan konversi pakan yang baik serta biaya pakan yang rendah akan mendapatkan keuntungan maksimum (Setyono, 2006). Kualitas pakan yang baik pun belum dapat menjamin keuntungan maksimum. Haryanto (1992) mengungkapkan bahwa semakin tinggi kualitas pakan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat-zat makanan meskipun belum tentu efisien secara ekonomis.
13
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang UP3J Jonggol dan Laboratorium
Biologi
Hewan,
Pusat
Penelitian
Sumberdaya
Hayati
dan
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Materi Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain kandang domba individu, timbangan digital, timbangan pegas, ember, waterbath, freezer, buret, oven 105 0C, labu Kjeldahl, tanur, sentrifuse, spektrofotometer, labu Erlenmeyer, labu ukur, botol gelas gelap, botol polyethylene gelap. Ternak Percobaan Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 20 ekor domba di UP3 Jonggol (domba ekor tipis) berumur kurang dari 1 tahun, dengan rataan bobot badan 13,95±1,46 kg. Domba dipelihara di dalam kandang individu berukuran (100 x 50 x 150 cm), kandang tersebut dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum.
Gambar 5. Pemeliharaan Domba pada Kandang Individu Pakan Pakan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari rumput B. humidicola, gamal (G. sepium), lamtoro (L. leucocephala), dan konsentrat. Jumlah ransum yang
14
diberikan sebanyak 3% bahan kering dari bobot badan. Komposisi nutrien rumput B. humidicola, gamal, lamtoro, konsentrat, dan ransum total disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Kandungan Nutrien Ransum Penelitian (%BK) Bahan Pakan
Komposisi nutrien (%) Abu
Lemak Kasar
Protein Kasar
Serat kasar
BETN
Ransum R1
6,19
3,18
7,53
23,47
59,63
Ransum R2
6,42
3,25
8,64
22,40
59,29
Ransum R3
6,66
3,38
9,75
21,32
58,89
Ransum R4
6,89
3,48
10,86
20,25
58,52
Ransum R5
6,32
3,10
10,37
21,87
58,34
Keterangan: Hasil Analisa Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (2009). R1 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat = 90% : 0% : 10% R2 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat = 80% : 10% : 10% R3 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat = 70% : 20% : 10% R4 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat = 60% : 30% : 10% R5 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat = 70% : 30% : 0%
Prosedur Pemeliharaan Dua puluh ekor domba dibagi menjadi lima perlakuan dan setiap perlakuan terdiri atas 4 kelompok dan sekaligus sebagai ulangan. Ternak yang digunakan diberi obat cacing sebelum dilakukan pengamatan. Ternak dipelihara dalam kandang individu selama 16 minggu. Dua minggu pertama sebagai masa adaptasi pakan (preliminary) dan pada minggu ke-3 sampai minggu ke-16 dilakukan pengamatan. Pemberian pakan 3% dari bobot badan berdasarkan bahan kering dilakukan dua kali sehari, pada pagi hari pukul 06.00 WIB dan pada sore hari pada pukul 16.00 WIB. Pakan diberikan dalam bentuk campuran antara rumput B. humidicola dan leguminosa pohon (gamal dan lamtoro dengan rasio 3 : 1). Air minum diberikan ad libitum. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1993):
15
Yij = µ + τi + ßj+ εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ
= nilai rataan umum
τi
= pengaruh perlakuan ke-i
βj
= pengaruh kelompok ke-j
ij = galat perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i
= perlakuan yang diberikan (R1, R2, R3, R4, R5)
j
= ulangan dari masing-masing perlakuan (U1, U2, U3, U4). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji dengan uji Duncan. Perlakuan Penelitian ini menggunakan 5 perlakuan dengan 4 ulangan. Susunan ransum percobaan adalah rumput Brachiaria humidicola, leguminosa pohon (gamal dan lamtoro dengan rasio 3 : 1) dan konsentrat dengan komposisi sebagai berikut : R1 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat
= 90% : 0% : 10%
R2 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat
= 80% : 10% : 10%
R3 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat
= 70% : 20% : 10%
R4 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat
= 60% : 30% : 10%
R5 = Rumput B. humidicola : Campuran legum : Konsentrat
= 70% : 30% : 0%
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi bahan kering dan nutrien pakan, pertambahan bobot badan (PBB), efisiensi pakan, dan Income Over Feed Cost. Konsumsi Bahan Kering dan Nutrien Pakan. Konsumsi bahan kering dihitung setiap hari dari selisih antara bahan kering ransum yang diberikan dengan sisa ransum dalam tempat pakan. Pakan sebelum diberikan ke ternak ditimbang terlebih dahulu berdasarkan persentase bobot badan yaitu 3% dari bobot badan. Kemudian pakan dibagi menjadi dua bagian, satu bagian diberikan pagi hari dan satu bagian diberikan pada sore hari. Kemudian sisa pakan ditimbang pada keesokan harinya. Penimbangan pakan dan sisa dilakukan setiap hari untuk mengetahui rataan
16
konsumsi setiap ternak. Konsumsi pakan dihitung dari selisih pemberian dikurangi sisa, sedangkan konsumsi pakan per ekor per hari selama penelitian (70 hari) diperoleh dari konsumsi total selama penelitian dibagi 70 hari. Konsumsi pakan
= Pemberian (gram) – sisa (gram)
Konsumsi pakan per hari = Konsumsi selama pemeliharaan (gram/ekor) Lama Penelitian (70 hari) Pertambahan Bobot Badan. Pengukuran pertambahan bobot badan (PBB) dilakukan dengan penimbangan ternak pada awal dan akhir pemeliharaan. Penimbangan dilakukan pada pagi hari sebelum ternak diberi pakan dengan menggunakan timbangan sapi. Pertambahan bobot badan dihitung berdasarkan bobot akhir pemeliharaan yaitu 70 hari dikurangi dengan bobot awal setelah preliminary. Pertambahan bobot badan (gram/ekor/hari) diperoleh dari pertambahan bobot badan dibagi dengan lamanya pemeliharaan yaitu 70 hari. Pertambahan bobot badan = Bobot akhir – bobot awal (gram/ekor) Lama Penelitian (70 hari) Efisiensi Pakan. Efisiensi pakan dihitung dari pertambahan bobot badan selama penelitian dibagi dengan konsumsi pakan selama penelitian (70 hari). Efisiensi pakan = Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor/hari) Konsumsi bahan kering pakan (gram/ekor/hari) Nilai Ekonomi Pakan. Nilai ekonomi pakan perlakuan yang diukur adalah analisis pendapatan yang dihitung berdasarkan Income over feed cost (IOFC). Analisis ekonomi sangat penting karena tujuan akhir beternak adalah untuk mencapai keuntungan. IOFC merupakan pendapatan dari hasil pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama proses pemeliharaan. Pendapatan diperoleh dari pertambahan bobot badan dikalikan dengan harga bobot hidup sedangkan pengeluaran diperoleh dari biaya pakan selama pemeliharaan yaitu 70 hari. Penjualan ternak dihitung berdasarkan pertambahan bobot badan dikalikan dengan harga bobot hidup. Perhitungan IOFC dapat dilihat pada Tabel 5.
17
Tabel 5. Perhitungan Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) Selama Penelitian Perlakuan Faktor Pengamatan Pendapatan (Ii)
R1
R2
R3
R4
R5
I1
I2
I3
I4
I5
Pengeluaran (Ci)
C1
C2
C3
C4
C5
IOFC
(I1-C1)
(I2-C2)
(I3-C3)
(I4-C4)
(I5-C5)
Keterangan : Ii
= pendapatan yang dihitung dari pertambahan bobot badan x harga jual domba per kilogram bobot hidup. Ci = pengeluaran yang dihitung dari biaya pakan yang dikonsumsi domba selama penelitian (70 hari). IOFC = Income Over Feed Cost Rataan harga jual domba yang berlaku saat penelitian Rp 30.000,-/kg bobot hidup. Koefisien harga pakan dalam bentuk as fed yang berlaku saat penelitian: rumput BH = Rp 200,-/kg; Legum= Rp 500,-/kg; Konsentrat = Rp 3000,-/kg.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor. Secara geografis UP3 Jonggol terletak antara 60LS dan 106,530BT pada ketinggian 70 m di atas permukaan laut dengan total luas area 169 hektar. UP3J disamping dikelola untuk tujuan komersil juga digunakan sebagai sarana pendidikan dan penelitian terutama pada bidang peternakan. Domba yang dipelihara di UP3J sudah berkembang dengan baik menggunakan sistem berbasis pastura yang mengandalkan rumput Brachiaria humidicola, serta didukung dengan berbagai jenis tanaman leguminosa seperti gamal, lamtoro, dan akasia. Kondisi iklim di UP3 Jonggol secara umum dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan suhu dan curah hujan di UP3 Jonggol, yaitu bulan basah dan bulan kering. Perbedaan suhu dan curah hujan antara bulan basah dan bulan kering di UP3 Jonggol sangat ekstrim. Bulan basah biasanya terjadi antara November-Februari sedangkan bulan kering terjadi antara Maret-Oktober dan biasanya bulan kering lebih lama dari bulan basah. Penelitian ini berlangsung pada bulan kering dengan rata-rata suhu maksimum 33,620C, suhu minimum 21,960C, curah hujan 182,22 mm/ bulan, dan kelembaban 93,38% (Harahap, 2008). Domba yang diternakkan dengan suhu lingkungan yang tinggi mengakibatkan domba mengalami cekaman panas. Kisaran suhu yang normal untuk domba adalah 200C dengan kelembaban 65% (Abdalla et al., 1993). Iklim dan suhu lingkungan dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan dan jumlah pakan yang dikonsumsi ternak (Anggorodi, 1990). Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor yang sangat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung kandungan nutrisi hijauan di padang penggembalaan. Suhu lingkungan yang tinggi dapat meningkatkan struktur material dinding sel tanaman seperti lignin dan mempercepat proses metabolisme tanaman yang dapat menurunkan ukuran ruang isi sel. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan menyebabkan pula rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Selain itu, domba yang dipelihara di wilayah lembab cenderung mudah terkena penyakit (Tomazweska et al., 1993).
19
Hijauan makanan ternak yang dikembangkan di padang penggembalaan UP3 Jonggol pada awalnya terdiri atas rumput Brachiaria humidicola, Brachiaria decumbens, Pennisetum purperium dan tanaman leguminosa seperti gamal dan lamtoro. Sistem penanaman campuran rumput dan legum diharapkan dapat membantu memperkaya unsur hara dan mengurangi kondisi panas serta kecepatan angin. Namun saat ini, sebagian besar padang penggembalaan telah berubah menjadi semak belukar dan rumput alam, hanya sebagian yang masih layak digunakan sebagai lahan ternak merumput. Kondisi ini menyebabkan domba di padang penggembalaan kekurangan sumber pakan sehingga perlu dilakukan pemeliharaan secara intensif untuk mendapatkan hasil yang optimal (Jarmuji, 2008). Konsumsi Nutrien Konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak (Aregheore, 2000). Konsumsi merupakan suatu faktor esensial untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi makanan dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999). Konsumsi terdiri dari bahan kering (BK), dan nutrien lemak kasar (LK), protein kasar (PK), dan juga serat kasar (SK). Rataan konsumsi nutrien pakan tiap perlakuan tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konsumsi Bahan Bering dan Nutrien Pakan (g/e/h) Perlakuan R1
Konsumsi Bahan kering
Lemak kasar
Protein kasar
Serat kasar
612,10 ± 24,66
18,91 ± 0,67
45,39 ± 1,70d
146,04 ± 6,29
cd
R2
597,62 ± 68,23
18,95 ± 1,93
49,50 ± 4,89
137,24 ± 15,97
R3
567,10 ± 48,81
18,52 ± 1,38
52,48 ± 3,47bc
124,45 ± 12,16
R4
573,42 ± 16,95
19,15 ± 0,48
58,09 ± 1,21a
120,82 ± 4,23
R5
572,76 ± 38,18
17,34 ± 1,08
55,67 ± 2,81ab
128,30 ± 9,46
Keterangan: R1 = 90% Brachiaria humidicola + 10% Konsentrat, R2 = 80% Brachiaria humidicola + 10% Campuran Legum + 10% Konsentrat, R3 = 70% Brachiaria humidicola + 20% Campuran Legum + 10% Konsentrat, R4 = 60% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legum + 10% Konsentrat, R5 = 70% Brachiaria humidicola + 30% Campuran Legum. Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01).
20
Konsumsi Bahan Kering Pemberian rumput Brachiaria humidicola (BH) dengan campuran legum pohon yaitu Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat konsumsi bahan kering (Tabel 6). Konsumsi bahan kering yang diperoleh berkisar antara 567,10-612,10 g/e/h, yaitu sekitar 4,1% dari bobot badan. Hal ini sesuai dengan Haryanto dan Djajanegara (1993) yang mengutarakan bahwa kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot 1020 kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot badan untuk pertambahan bobot badan harian sebesar 0-100 gram. Hal ini dapat terjadi mengingat domba yang seumuran akan mengonsumsi jumlah pakan yang sama sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya. NRC (2006) menyatakan bahwa domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan bahan kering sebesar 500-1000 g/e/h atau 4-5% dari bobot badan. Konsumsi bahan kering pada penelitian ini, yaitu 4,1% dari bobot badan, juga belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi bahan kering. Kearl (1982) menyatakan bahwa domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan konsumsi bahan kering sebesar 4,2%-7,1% dari bobot badan untuk mencapai pertambahan bobot badan sebesar 100 g/ekor/hari. Hal ini yang dapat memungkinkan pertambahan bobot badan harian domba pada penelitian ini belum dapat mencapai 100 g/ekor/hari. Rendahnya konsumsi bahan kering ransum juga dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dalam ransum. Menurut Okmal (1993), kandungan protein kasar dalam ransum dapat mempengaruhi nilai konsumsi bahan kering. Tingginya kandungan protein kasar dalam ransum akan menyebabkan tingginya konsumsi bahan kering. Konsumsi Lemak Kasar Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut organik (Parakkasi, 1999). Konsumsi lemak kasar juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia pakan, salah satunya adalah kandungan asam lemak tak jenuh dalam perlakuan. Hasil penelitian konsumsi lemak kasar domba menurut Haddad dan Younis (2004) yang menggunakan jagung sebesar 25% dalam ransum domba Awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran yaitu sebesar 59 g/ekor/hari, dengan kandungan lemak kasar dalam ransum sebesar 6,5%.
21
Konsumsi lemak kasar pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh secara nyata antar perlakuan. Konsumsi lemak kasar berkisar antara 17,34-19,15 g/e/h. Tidak adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh kesamaan konsumsi bahan kering dan kandungan lemak pada tiap perlakuan berkisar antara 3,1%0-3,50%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Gunawan (2005) dengan perlakuan 75% hijauan berupa rumput lapang dan 25% konsentrat yang dapat menghasilkan konsumsi lemak kasar sebesar 31,12 g/e/h. Hal ini dapat terjadi dikarenakan tingginya kandungan lemak kasar dalam ransum tersebut (13,92%) dibandingkan dengan penelitian ini (3,1%0-3,50%), sehingga berpengaruh terhadap palatabilitas pakan. Toha et al. (1999) menyimpulkan bahwa lemak mempengaruhi palatabilitas suatu pakan, sehingga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan. Konsumsi Protein Kasar Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh ternak. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar jika kebutuhan energi tubuh terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Winarno, 1992). Konsumsi protein kasar menunjukkan pengaruh yang sangat nyata antar perlakuan (Tabel 6). Hal ini diakibatkan pemberian jumlah rumput dan legum yang berbeda pada tiap perlakuan, sehingga konsumsi protein kasar tiap perlakuan berbeda. Konsumsi protein kasar tertinggi terdapat pada perlakuan R4 yaitu sebesar 58,09±1,21 g/e/h, atau sekitar 10,1% dari konsumsi bahan kering. Hal ini dapat terjadi mengingat adanya penambahan 30% legum dalam ransum perlakuan R4 sehingga kandungan protein kasar dalam ransum lebih tinggi dibandingkan dengan ransum perlakuan lainnya. Manurung (1996) menyatakan bahwa penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai suplemen ransum ruminansia dapat meningkatkan konsumsi protein. Winugroho dan Widiawati (2009) juga menambahkan bahwa konsumsi protein kasar ternak yang diberi gamal dan lamtoro lebih tinggi daripada kaliandra dan rumput alam, selain itu dilaporkan pula bahwa penggunaan legum dapat meningkatkan nilai nutrisi rumput. Konsumsi protein kasar terendah terdapat pada perlakuan R1, yaitu sebesar 45,39±1,70, atau sekitar 7,4% dari konsumsi bahan kering.
22
Rataan konsumsi protein pada penelitian ini berkisar antara 45,39-58,09 g/ekor/hari. Jumlah konsumsi protein penelitian ini belum mencukupi jika berdasarkan Haryanto dan Djajanegara (1992) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein kasar untuk domba lokal dengan bobot badan 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan 50-100 g/ekor/hari akan membutuhkan protein kasar sebesar 73,7-135,8 g/ekor/hari. Domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah tinggi dibandingkan domba dewasa (NRC, 2006). Ternak dengan bobot badan rendah dan masuk pada masa pertumbuhan akan membutuhkan protein lebih tinggi dibandingkan dengan ternak dewasa yang telah masuk masa penggemukan (Orskov, 1992). Ransum pada penelitian ini belum mencukupi kebutuhan domba dengan bobot badan 14 kg untuk menghasilkan produktivitas yang optimal bila ditinjau dari kebutuhan nutrien pada ransum domba, hal tersebut dikarenakan kualitas hijauan di UP3 Jonggol yang rendah. Kualitas hijauan di UP3J yang rendah dapat disebabkan karena penelitian dilakukan pada saat musim kemarau. Hal ini menyebabkan sebagian besar hijauan mengalami kekeringan. Menurut Malesi (2006), pada bulan kering hijaun yang dipanen memiliki kandungan protein kasar yang rendah dan kandungan serat kasar yang tinggi yaitu 4,59% dan 44,78%. Konsumsi Serat Kasar Konsumsi serat kasar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (Tabel 6). Konsumsi serat kasar yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 120,82-146,06 g/e/h. Domba membutuhkan serat pakan yang cukup untuk aktivitas dan fungsi rumen yang normal. Serat pakan mengalami degradasi oleh mikroba yang berperan sebagai penyedia energi untuk mendukung hidup pokok, pertumbuhan, laktasi dan reproduksi (Lu et al., 2005). Faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumsi serat yaitu kandungan serat kasar dalam ransum, hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh Suparjo et al. (2011) bahwa konsumsi serat kasar sangat dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum, karena serat yang terkonsumsi akan semakin tinggi jika kandungan serat ransum juga tinggi dan begitu pula sebaliknya. Penelitian Singh et al. (1999) yang menggunakan domba Awwasi lepas sapih yang diberi ransum dengan kandungan serat sebesar 11,9% dapat mengonsumsi serat
23
sebesar 79,23 g/e/h. Konsumsi serat kasar yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 120,82-146,06 g/e/h. Tingginya kandungan serat kasar dalam penelitian ini dikarenakan tingginya kandungan serat kasar dalam ransum, yaitu 20,25%-23,47%, sehingga menyebabkan rendahnya kecernaan ransum tersebut. Kandungan serat kasar dalam pakan dapat mempengaruhi kecernaan dalam ransum, menurut Tillman et al. (1991) semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan, maka semakin tebal dinding selnya dan berakibat semakin rendah daya cerna dari pakan tersebut. Pertambahan Bobot Badan Pertambahan bobot badan (PBB) berhubungan erat dengan pertumbuhan. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas pakan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari pakan yang diberikan. Pertambahan bobot badan pada ternak muda merupakan salah satu tujuan penting yang ingin dicapai. Kelebihan makanan yang berasal dari kebutuhan hidup pokok akan digunakan untuk meningkatkan bobot badan (Nurjannah, 2006). Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana pemeliharaan (NRC, 2006). Rataan pertambahan bobot badan (PBB) pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik (Tabel 7). PBB yang didapat berkisar antara 20,71−43,57 g/e/h. Dengan rataan PBB sebesar 33,00 g/e/h jauh lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian Yunita (2008) dengan perlakuan 80% rumput Brachiaria humidicola + 20% ransum komplit selama 2 bulan, dan 80% rumput + 20% ransum komplit 1 bulan pertama dan bulan berikutnya 20% rumput + 80% ransum komplit yang menggunakan domba dengan bobot awal 15,87±1,00 kg, menghasilkan rataan PBB sebesar 45,00 dan 34,46 g/e/h. Rendahnya pertambahan bobot badan pada penelitian ini disebabkan rendahnya nutrien yang dikonsumsi pada penelitian ini, yang hanya mencukupi kebutuhan hidup pokok, juga lebih rendahnya kualitas pakan pada penelitian ini.
24
Tabel 7. Rataan Pertambahan Bobot Badan (PBB) dan Efisiensi Pakan Perlakuan
Peubah PBB (g/e/h)
Efisiensi Pakan
R1 = 90% B : 10% K
30,00 ± 11,07
0,07 ± 0,02
R2 = 80% B : 10% L : 10% K
43,57 ± 23,02
0,10 ± 0,05
R3 = 70% B : 20% L : 10% K
20,71 ± 12,86
0,05 ± 0,03
R4 = 60% B : 30% L : 10% K
35,71 ± 03,69
0,08 ± 0,01
R5 = 70% B : 30% L
35,00 ± 07,87
0,08 ± 0,02
Keterangan: B = Brachiairia humidicola, L = Legum, dan K = Konsentrat, PBB = Pertambahan bobot badan.
Kualitas pakan dapat ditingkatkan dengan penambahan konsentrat dalam ransum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mawati et al. (2004), pertambahan bobot badan merupakan hal penting dalam usaha peternakan domba karena akan mempengaruhi bobot potongnya, oleh karena itu untuk mencapai bobot potong maksimal diperlukan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat selain pakan hijauan. Rianto et al. (2006) mengutarakan dalam penelitiannya bahwa domba ekor tipis yang diberi ransum dengan kandungan protein antara 8,11%-12,56% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 26,49-44,46 g/ekor/hari. Hasil tersebut lebih besar daripada penelitian ini yang menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 20,71-43,57 g/ekor/hari, dengan kandungan protein kasar dalam ransum sebanyak 7,53%-10,86%. Tingkat konsumsi ternak dapat mempengaruhi pertambahan bobot badan harian ternak. Hal ini terlihat dari konsumsi bahan kering yang belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi bahan kering ternak domba bila merujuk dari kebutuhan bahan kering yang diutarakan Kearl (1982). Konsumsi bahan kering yang rendah dapat disebabkan kandungan fraksi serat yang tinggi, karena peningkatan konsumsi fraksi serat akan meningkatkan aktivitas mengunyah sehingga laju pengosongan isi perut semakin lambat, ternak tidak cepat lapar dan konsumsi pun menurun (Lu et al., 2005). Tingginya konsumsi serat kasar dalam penelitian ini menyebabkan rendahnya konsumsi bahan kering, sehingga mengakibatkan rendahnya pertambahan bobot badan harian domba dalam penelitian ini.
25
Efisiensi Pakan Rataan efisiensi pakan juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik (Tabel 7). Efisiensi pakan yang didapat berkisar antara 0,05-0,10. Nilai efisiensi pakan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Mulyaningsih (2006) dengan perlakuan 100% konsentrat, 75% konsentrat 25% rumput gajah, 50% konsentrat 50% rumput gajah, dan 25% konsentrat 75% rumput gajah yang menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,17, 0,10, 0,09, dan 0,04 berdasarkan konsumsi bahan kering. Rendahnya efisiensi pakan dalam penelitian ini disebabkan rendahnya konsumsi bahan kering dan protein kasar, sehingga menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan harian domba. Pond et al. (1995) menyatakan bahwa efisiensi pakan dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi, bobot badan, gerak atau aktivitas tubuh, musim dan suhu dalam kandang. Efisiensi pakan yang diperoleh dalam penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Elia (2005) yang mengungkapkan bahwa domba di UP3 Jonggol yang dikandangkan dengan pakan kombinasi rumput Brachiaria humidicola dapat mencapai angka efisiensi pakan sebesar 0,03 hingga 0,04. Kualitas pakan juga berpengaruh terhadap rendahnya efisiensi pakan, semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi, maka akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan pakannya. Hal ini ditegaskan Haryanto (1992) yang mengungkapkan bahwa semakin tinggi kualitas pakan dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan zat-zat makanan meskipun belum tentu efisien secara ekonomis. Income Over Feed Cost (IOFC) Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara dalam menentukan indikator keuntungan. IOFC biasa digunakan
untuk mengukur performa pada
program pemberian pakan. Analisis pendapatan dengan cara ini didasarkan pada harga beli bakalan, harga jual domba dan biaya pakan selama pemeliharaan. Menurut Kasim (2002) IOFC dapat dihitung melalui pendekatan penerimaan dari nilai pertambahan bobot badan ternak dengan biaya ransum yang dikeluarkan selama penelitian. Hasil penelitian Kasim (2002) dengan menggunakan ransum komplit dari onggok dan jerami dengan tambahan cairan rumen sebesar Rp 267-Rp 1461 ekor/hari. Faktor yang berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah
26
pertambahan bobot badan selama penggemukan, konsumsi pakan dan harga pakan. Hasil perhitungan IOFC disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Hasil Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Peubah (Rupiah/ekor) Perlakuan Penerimaan* Pengeluaran**
IOFC
R1
63.000±23.238
42.140
20.860±23.238
R2
91.500±48.343
46.340
45.160±48.343
R3
43.500±27.000
50.540
-7.040±27.000
R4
75.000±7.746
54.740
20.260±7.746
R5
73.500±16.523
46.200
27.300±16.523
Keterangan : *) Rataan harga jual domba yang berlaku saat penelitian Rp 30.000,-/kg bobot hidup. **) Koefisien harga pakan dalam bentuk as fed yang berlaku saat penelitian : rumput BH = Rp 200,-/kg; Legum= Rp 500,-/kg; Konsentrat = Rp 3000,-/kg.
Perlakuan yang diberikan pada ternak domba tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai IOFC (Tabel 8). Nilai IOFC yang dihasilkan berkisar antara Rp -7.040-Rp 45.169 per ekor atau Rp -100-Rp 645 ekor/hari. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai IOFC pada penelitian Mulyaningsih (2006) yang menghasilkan nilai IOFC sebesar Rp 110.789, Rp 60.235, Rp 66.543, dan Rp 35.334 per ekor. Hal ini terjadi disebabkan rendahnya pertambahan bobot badan dan harga jual domba pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian tersebut. Nilai IOFC yang dihasilkan pada perlakuan R3 adalah Rp -7.040±27.000, nilai tersebut menjelaskan bahwa perlakuan R3 mengalami kerugian secara ekonomi. Hal ini terjadi disebabkan rendahnya pertambahan bobot badan domba pada perlakuan R3 serta tingginya biaya pakan yang dikeluarkan. Kasim (2002) juga menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai perhitugan IOFC antara lain pertambahan bobot badan (PBB), konsumsi pakan, dan harga pakan saat pemeliharaan.
27
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penambahan
leguminosa
pohon
(Gliricidia
sepium
dan
Leucaena
luecocepala) dengan rasio 30% pada ransum dapat meningkatkan konsumsi protein kasar, tetapi bila dilihat dari IOFC, perlakuan R2 yang menggunakan 80% rumput Brachiaria humidicola, 10% campuran legum dan 10% konsentrat memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Saran Perlu ketelitian dalam pemberian rumput Brachiaria humidicola, serta masa adaptasi yang cukup dalam pemeliharaan domba di UP3J sebagai hewan percobaan di kandang.
28
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillaahirabbil’aalamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang pada hakikatnya Dialah Maha Pemilik ilmu pengetahuan, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Hanya karena pertolongan dan kemudahanNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Komang Gede Wiryawan selaku pembimbing utama skripsi sekaligus pembimbing akademik dan Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. selaku pembimbing anggota skripsi yang selalu sabar dalam mengarahkan, membimbing dan memberi motivasi selama penelitian sampai penulisan skripsi ini terselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ir. Kukuh Budi Satoto, MS. selaku dosen pembahas seminar atas saran yang telah diberikan. Terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS. dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS., sebagai dosen penguji sidang yang telah menyediakan waktu untuk memberikan masukan di dalam menyempurnakan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Widya Hermana, M.Si. selaku dosen panitia sidang yang telah memberi banyak saran untuk penulisan skripsi. Ucapan terimakasih yang tulus dan tak terkira penulis haturkan kepada Ayahanda Ramadi dan Ibunda Siti Mulyanah Sugiharti yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tiada hentinya, do’a, kesabaran, dukungan moril dan materiil yang diberikan kepada penulis. Kepada adik-adik penulis (Rangga, Jaka dan Reza) dan Dwi Fitriani Citra, penulis ucapkan terimakasih atas dukungan, keceriaan, dan atas kebersamaannya serta nasihat-nasihat yang diberikan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang disayangi dan dicintai. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Endang, Ibu Yani, Bu Nanik, Pak Kueri, Pak Iyas yang telah membantu selama proses penelitian baik di lapang maupun di laboratorium. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temanteman satu tim penelitian yaitu Fani, Tyas, Rani, Bara, dan Heru atas kerjasama, pengertian, dan kesabarannya dalam membantu penulis selama proses penelitian. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada Adi, Fajar, Danu, Rolis, Lukman, Icha, Efi, Aseb, Ainisya, Ana, ‘Izzah, Ainol, seluruh teman seperjuangan INTP khususnya angkatan 43, dan teman-teman yang tidak dapat
29
disebutkan satu persatu atas pertolongan, kebersamaan dan persahabatan selama ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat yang telah membiayai penelitian ini melalui Hibah Penelitian Unggulan IPB dengan Nomor Kontrak 41/13.24.4/SPK/BG-PSN/2009. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga Allah SWT selalu membalas amal baiknya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan civitas akademika.
Bogor, Juli 2012
Penulis
30
DAFTAR PUSTAKA Abdalla, E. B., Kotby E. A. & Jhonson H. D. 1993. Physiological responses to heat induced hyperthermia of pregnant and lacting ewes. Small Rum Res 11 : 2534. Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta. Arif, S. 2008. Lamtoro gung petai cina dan sweet child. http://saifularif. com/blog/home/personal/kisah/88-lamtoro-gung-petai-cina-dan-sweet-childomine.html. [12 Juni 2010]. Aregheore, E. M. 2000. Crop residues and agroindustrial byproduct in four Pasific Island countries: availability, utilization and potensial value in ruminant nutrition. Asian-Aust. J. of Anim. Sci. 13 (Supplement B): 266-269. Budisatria, I. G. S. 1996. Pengaruh cara pemberian daun lamtoro dalam bentuk segar dan bentuk tepung terhadap penampilan domba. Buletin Peternakan 20: 6971. Card, I. E & M. C. Nesheim. 1972. Poultry Production. 11th Edition. Lea and Febinger Philadelphia, New York. Church, D. C. 1979. Livestock Feed and Feeding. Printed by Durham and Cowney Inc. Portland Oregon. D’ Mello, J. P. F & K. W. Fraser, 1981. The composition of leaf meal from Leucaena leucocephala. Reported from Trop. Sci 25: 75 – 78. Elia, I. 2005. Penampilan domba yang dikandangkan dengan pakan kombinasi tiga macam rumput (Brachiaria himidicoa, Brachiaria decumbens dan Rumput Alam) di UP3 Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Firdus. 2008. Pengaruh formulasi pakan hijauan (Kaliandra, Gamal, Rumput Gajah) terhadap distribusi protein dalam saluran pencernaan domba. J. Agripet. 8 (2) : 31-34. Food and Agricultural Organization (FAO). 2002. Conserving and Developing Farm Animal Diversity. Secretariat of The Report on The State of The World’s Animal Genetic Resource, Rome. Forbes, J. M. 2007. Voluntary Food Intake and Diet Selection in Farm Animal. 2nd Ed. CAB Internasional Publishing, Australia. Freer, M & H. Dove. 2002. Sheep Nutrition. CAB Internasional Publishing, Australia.
31
Gunawan. A. A. 2005. Kecukupan energi metabolis pakan domba garut jantan pada fase pertumbuhan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Haddad, S. G. & H. M. Younis. 2004. The effect of adding ruminally protected fat in fattening diets on nutrient intake, digestibility and growth performance of Awwasi lambs. Anim. Feed Sci. Tech. 113: 61-69. Harahap, A. S. 2008. Pengaruh umur terhadap performa reproduksi induk domba lokal yang digembalakan di UP3 Jonggol. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Haryanto, B. 1992. Pakan domba dan kambing. Prosiding Sarasehan Usaha Ternak Domba dan Kambing Menyongsong Era PJPT II. Ikatan Sarjana Ilmu-ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) Cabang Bogor dan Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) Cabang Bogor, Bogor. 12-17. Haryanto, B. & A. Djajanegara. 1992. Energy and Protein Requirements for Small Ruminants in The Humid Tropic. In New Technologies for Small Ruminants Production in Indonesia. P. Ludgate and S. Scholz (eds.). winrock International Institute of Agriculture Development. Morrilton, Arkansas. Haryanto, B. & A. Djajanegara. 1993. Pemenuhan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia kecil. Dalam Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djayanegara, S. Gardinerm T. R. Wirayada (Eds). Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surakarta. Hal: 159208. Herman, R. 2003. Budidaya Ternak Ruminansia Kecil. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hermanto. 1996. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya, Jakarta. Hiendleder S, K. Mainz, Y. Plante, & H.Lewalski. 1998. Analysis of mitochondrial DNA indicates that domestic sheep are derived from two different ancestral maternal sources: no evidence for contributions from urial and argali sheep. J. Heredity. 89(2):113-120. Hudallah, C. M. S. 2007. Persentasi karkas dan non karkas domba lokal jantan dengan metode pemberian pakan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Veteriner, Bogor. 21-22 Agustus 2007: 487-494. Ilham, F. 2008. Karakteristik pertumbuhan pra dan pascasapih domba lokal di Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Januarti, R. 2009. Total produksi gas dan degradasi berbagai hijauan tropis pada media rumen domba yang diberi pakan mengandung saponin dan tanin. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
32
Jarmuji. 2008. Identifikasi produktivitas induk domba yang digembalakan sebagai dasar kriteria seleksi di Unit Pendidikan Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jayadi, S. 1991. Tanaman Makanan Ternak Tropika. Karya llmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jones. 1979. The Value of Leucaena leucocephala as a feed for ruminants in tropics. World Animal Review 31: 13-23. Joshi, H. S. 1979. The Value of Leucaena leucocephala (Lam). De Wit on reproduction in rats. Aust. Journal Agric. Res. 19, 341-352. Kasim. 2002. Perfoma domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami dan onggok yang mendapat perlakuan cairan rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kearl, L. 1982. Nutrient Requirements of Ruminant in Developing Countries. Utah State Univ. Logam, USA. Lu, C. D., J. R. Kawas, & O. G. Mahgoub. 2005. Fiber digestion and utilization in goats. Small Rumin. Res. 60: 45-65. Malesi, L. 2006. Produksi rumput Brachiaria humidicola dengan pemberian EM4 (Effective Microorganisms) di padang penggembalaan ternak domba. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mansyur, H. Djuned, T. Dhalika, S. Hardjosoewignyo & L. Abdullah. 2005. Pengaruh interval pemotongan dan invasi gulma Chromolaena odorata terhadap produksi dan kualitas rumput Brachiaria humidicola. Media Peternakan. 28 (2) : 77-86. Manurung, T. 1996. Penggunaan hijauan leguminosa pohon sebagai sumber protein ransum sapi potong. J. Ilmu Ternak dan Veteriner. 1 (3) : 143-148. Mawati, S., E. Warastuty & A. Purnomoadi. 2004. Pengaruh pemberian ampas tahu terhadap potongan komersial karkas domba lokal jantan. J. Ilmu dan Peternakan. 29(3): 172-177. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh, & C. A. Morgan. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Ashford Colour Press, Gosport. Moulen, U. T., Struck, S., Schulke & E. A. Harith, 1979. Toxic aspect of Leucaena leucocephala. Trop. Anim. Prod. 4 : 113-126. Mulyaningsih, T. 2006. Penampilan domba ekor tipis jantan (Ovis aries) yang digemukkan dengan beberapa imbangan konsentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
33
Mulyono, S. & B. Sarwono. 2004. Beternak Domba Prolifik. Penebar Swadaya, Jakarta. Mulyono, S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta. Munier, F. F., D. Bulo, Syafruddin & Femmi N. F. 2004. Pertambahan bobot badan domba ekor gemuk (DEG) yang dipelihara secara semi-intensif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. National Research Council. 2006. Nutrient Requirement of Sheep. 6th Ed. National Academy Press, Washington DC. Nurjannah. 2006. Evaluasi nutrisi hijauan lahan gambut Kalimantan Tengah pada kambing kacang. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Okmal. 1993. Manfaat leguminosa pohon sebagai suplemen protein dan minyak kelapa sebagai agensia defaunasi dalam ransum pertumbuhan domba. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Orskov, E. R. 1992. Protein Nutrition in Ruminant. 2nd Ed. Harcount Brace Jovanovich. Publishers, London. Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pond, W. G., D. C. Church, & K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4rd Ed. John Wiley and Sons, Inc., Canada. Purbowati, E. 2001. Balance energi dan nitrogen domba yang mendapat berbagai aras konsentrat dan pakan dasar yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian Peternakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Rianto, E., D. Anggalina, S. Dartosukarno, & A. Purnomoadi. 2006. Pengaruh metode pemberian pakan terhadap produktivitas domba ekor tipis. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006, Bogor. Hal: 361-364. Rohmatin. 2010. Pengaruh penggunaan lamtoro sebagai pakan ternak domba. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Solo. Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International, New York. Salamena, & J. Fred. 2003. Strategi pemuliaan ternak domba pedaging di Indonesia. Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 34
Setyono, D. J. 2006. Pendugaan fungsi biaya pakan penggemukan domba peranakan garut dengan pemeliharaan sistem koloni. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31(4): 205-210. Singh, P., A. K. Garg, R. Malik, & D. K. Agrawal. 1999. Effect of replacing barley grain with wheat bran on intake and utilization of nutrient in adult sheep. Small Rumin. Res. 31: 215-219. Siregar, S. B. 1984. Pengaruh ketinggian tempat terhadap konsumsi makanan dan pertumbuhan kambing dan domba lokal daerah Yogyakarta. Jurnal Ilmu dan Peternakan. 1(5): 177-182. Smith, J. B. & M. Soesanto. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Smith, O. B & M. F. J. Van Houter. 2000. The feeding value of gliricidia sepium. A Review. World Animal Review 62: 57 – 68. Steel, R. G. D., J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika, Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan : M. Syah. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Subandriyo, & A. Djajanegara. 1996. Potensi produktivitas ternak domba di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Petenakan dan Veteriner. Departemen Pertanian, Bogor. Suparyanto, A. 1999. Analisis kurva pertumbuhan von bertalanffy, logistic dan gompertz pada domba St. Croix (H), Sumatera (S), St. Croix x Sumatera (HS), Barbados blackbelly x Sumatera (BC), dan Komposit (K). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suparjo, K. G. Wiryawan, E. B. Laconi, & D. mangunwidjaja. 2011. Performa kambing yang diberi kulit buah kakao terfermentasi. Med. Pet. 34(1): 35-41. Sutikno, I., & Supriyadi. 1985. Coumarin dalam daun glirisidia. Ilmu dan Peternakan 8(2) : 44-48. Syamsu, J. A. 2003. Kajian fermentasi jerami padi dengan probiotik sebagai pakan sapi Bali di Sulawesi Selatan. J. Ilmu Ternak. 3 (2) : 26-35. Tillman, A. D., S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Toha, M. D., D Darmawi, H. Ediyanto, & Z. Elymaizar. 1999. Pengaruh pemberian jerami jagung sebagai pengganti rumput alam dalam ransum terhadap pertumbuhan domba lokal jantan. Jurnal Peternakan dan Lingkungan. 5: 3741.
35
Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner & T. R. Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas Maret University Press, Surabaya. Winarno, F. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winugroho, M. & Y. Widiawati. 2009. Keseimbangan nitrogen pada domba yang diberi daun leguminosa sebagai pakan tunggal. J. Ilmu Peternakan. 13 (1) : 6-13. Yunita. 2008. Performa domba jantan lokal dengan perlakuan pakan yang berbeda selama dua bulan penggemukan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Bahan Kering SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
5989,19
1497,30
1,10
3,26
5,41
Blok
3
11903,39
3967,80
2,93
3,49
5,95
Eror
12
16270,28
1355,86
Total
19
34162,86
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 2. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Protein Kasar SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
401,99
100,50
14,40*)
3,26
5,41
Blok
3
60,85
20,28
2,91
3,49
5,95
Eror
12
83,73
6,98
Total
19
54553,30
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01) Tanda *) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01)
Lampiran 3. Uji Lanjut Duncan Konsumsi Protein Kasar Perlakuan
N
R1
4
1 45,3875
R2
4
49,5025
R3
4
R5
4
R4
4
Sig.
Superskrip alpha = 0,01 3 2
4
49,5025 52,4825
52,4825 55,6750
55,6750 58,0875
,081
,195
,167
,289
38
Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Serat Kasar SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
8,41
2,10
1,93
3,26
5,41
Blok
3
9,45
3,15
2,90
3,49
5,95
Eror
12
13,05
1,09
Total
19
6898,61
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam Konsumsi Lemak Kasar SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
8,41
2,10
1,93
3,26
5,41
Blok
3
9,45
3,15
2,90
3,49
5,95
Eror
12
13,05
1,09
Total
19
6898,61
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
691,43
172,86
1,24
3,26
5,41
Blok
3
659,59
219,86
1,57
3,49
5,95
Eror
12
1679,18
139,93
Total
19
3030,20
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
39
Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam Efisiensi Pakan SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
0,0025
0,0006
1,59
3,26
5,41
Blok
3
0,0016
0,0005
1,40
3,49
5,95
Eror
12
0,0047
0,0004
Total
19
0,0088
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam Income Over Feed Cost SK
db
JK
KT
Fhit
F 0,05
F 0,01
Perlakuan
4
6931386320
1732846580
2,22
3,26
5,41
Blok
3
3810655260
1270218420
1,62
3,49
5,95
Eror
12
9387221040
782268420
Total
19
20129262620
Keterangan: SK= sumber keragaman; db = derajat bebas; JK = jumlah kuadrat; KT = kuadrat tengah Fhit = nilai F yang diperoleh dari hasil pengolahan data F0,05 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 5% (α = 0,05) F0,01 = hasil pengolahan data dengan taraf kesalahan sebesar 1% (α = 0,01)
40