PERENCANAAN PAJAK (S1 AK ALIH JENIS)
Pengajar
Materi
8.
Penerapan PSAK 46 sebagai pelaporan PPh
:
Drs.Agust Mujoko, M.Ak, Ak (AM : Pertemuan ke 8 dan 9
a. Kewajiban melampirkan laporan keuangan dlm SPT. b. Teknik penyusunan LK Fiskal (rekonsiliasi fiskal) c. PSAK 46 d. Aspek perencanaan pajak dalam penerapan PSAK 46
B1,B2,B3, B4
AM
Penerapan PSAK 46 sebagai pelaporan PPh 1.Kewajiban melampirkan laporan keuangan dlm SPT.( diatur dalam pasal 4 UU KUP).
SPT dianggap tidak disampaikan apabila : • Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani ; • Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan ; • Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis ; • Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak. SPT yang ditandatangani beserta lampirannya adalah satu kesatuan yang merupakan unsur keabsahan, Surat Pemberitahuan. Apabila Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak. (UU Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 3 (7))
2. Teknik penyusunan LK Fiskal (rekonsiliasi fiskal) Rekonsiliasi fiskal dilakukan oleh WP karena terdapat perbedaan perhitungan, khususnya laba menurut akuntansi dengan laba menurut perpajakan. Laporan keuangan komersial atau bisnis ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Untuk kepentingan komersial atau bisnis, laporan keuangan disusun berdasarkan SAK, sedangkan untuk kepentingan fiskal, laporan keuangan disusun berdasarkan peraturan perpajakan. Perbedaan kedua dasar penyusunan laporan keuangan tersebut mengakibatkan perbedaan perhitungan laba (rugi) suatu entitas. Perbedaan perhitungan Akuntansi dan Pajak tersebut sering disebut sebagai istilah book tax gap atau book tax diferenc Koreksi fiscal harus dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan maupun biaya yang berbeda antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Untuk kepentingan internal dan kepentingan lain wajib pajak dapat menggunakan standar akuntansi yang berlaku umum, sedangkan untuk perhitungan dan pembayaran pajak harus berdasarkan peraturan perpajakan, dalam hal ini adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan lainnya yang terkait. Perbedaan ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu beda tetap/beda permanent (permanent difference) dan beda waktu sementara/temporer (temporary difference). Perbedaan yang dikoreksi tersebut dibagi atas dua macam yaitu perbedaan Temporer dan Perbedaan Permanen. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat asset atau liabilitas pada posisi keuangan dengan dasar pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer terjadi karena perbedaan waktu pengakuan namun secara total nilai penghasilan dan beban yang diakui jumlahnya sama. Berikut beberapa kejadian yang merupakan kejadian perbedaan temporer yang dapat dikurangkan(Deductable Expense):
Pengakuan beban provisi garansi secara akrual pada saat terjadi penjualan sedangkan menurut pajak pembebanan dilakukan pada saat garansi diberikan. Depresiasi dengan masa manfaat yang lebih pendek menurut akuntansi dibandingkan dengan masa manfaat depresiasi menurut pajak. Pengakuan beban penyisihan piutang yang diakui saat terdapat bukti objektif sedangkan menurut pajak diakui sesuai dengan ketentuan dan biasanya terjadi pada periode setelah pengakuan menurut akuntansi.
Berikut
ilustrasi
terkait
dengan
perbeda
Perbedaan Permanen Perbedaan Permanen adalah perbedaan antara laba sebelum pajak (Menurut akuntansi) dengan penghasilan kena pajak yang tidak dapat terpulihkan di masa depan. Perbedaan tersebut akan membuat laba menurut akuntansi berbeda dengan laba menurut pajak, namun perbedaan tersebut tidak akan diakui sebagai pajak tangguhan. Berikut ini beberapa kejadian yg menimbulkan perbedaan Permanen :
Pengakuan beban yg menurut akuntansi diperkenankan sedangkan menurut pajak tidak diperkenankan antara lain beban sumbangan yg tidak diperkenankan oleh regulasi, beban yg tidak terkait dengan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan misalnya entertainment yg tidak ada daftar nominatifnya, beban untuk keperluan pemegang saham. Penghasilan yg dikenakan pajak final. Pengakuan pendapatan yg menurut pajak bukan merupakan penghasilan misalnya laba dari entitas asosiasi dengan kepemilikan 25%-50%.
Dalam Penyajian dan Pengungkapan yg harusnya dilakukan oleh perusahaan terkait dengan Pajak Penghasilan adalah berhubungan dengan kebijakan akuntansi yang menjelaskan tentang metode yg digunakan untuk menentukan besar Pajak Tangguhan, Aset dan Liabilitas Pajak Tangguhan, dan Pengungkapan Pajak Penghasilan entitas. Untuk memenuhi pengungkapan tersebut, entitas sebenarnya diminta untuk membuat
rekonsiliasi fiskal sehingga dapat diketahui perbedaan temporer dan pajak terutang kepada pemerintah dalam satu tahun fiskal.
Pajak Kini. Pajak Kini (current tax) adalah jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, jumlah pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tariff pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku. Penghasilan kena pajak atau laba fiscal diperoleh dari hasil koreksi fiskal terhadap laba bersih sebelum pajak berdasrkan laporan keuangan komersial (laporan akuntansi). Perhitungan Pajak Kini Pajak kini adalah beban pajak penghasilan perusahan yang dihitung berdasarkan tariff pajak penghasilan dikalikan dengan laba fiscal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan ketentuan perpajakan. Pajak Tangguhan Pajak tangguhan diatur dalam PSAK Nomor 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan, pajak tangguhan memerlukan bagian yang cukup sulit untuk dipelajari dan dipahami, karena pengakuan pajak tangguhan bias membawa akibat terhadap berkurangnya laba bersih jika ada pengakuan beban pajak tangguhan. Sebaliknya juga bias berdampak terhadap berkurangnya rugi bersih jika ada pengakuan manfaat pajak tangguhan. Pengakuan Pajak Tangguhan Pengakuan kewajiban pajak tangguhan didasarkan pada fakta adanya kemungkinan pelunasan kewajiban yang mengakibatkan pembayaran pajak untuk periode mendatang menjadi lebih besar sebagai akibat pelunasan kewajiban pajak.
Mengenal dan Memahami Pajak Tangguhan: Konsep, Makna, dan Implikasi Apa yang dimaksud dengan Pajak Tangguhan? Definisi resmi dari istilah Pajak Tangguhan (aset dan liabilitas) dapat ditelusuri pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 46 tentang Akuntansi atas Pajak Penghasilan (PPh) yang merupakan adopsi dari International Accounting Standar (IAS) 12. Aset Pajak Tangguhan, sebagaimana disebutkan didalam definisi nomor 04 PSAK 46 adalah jumlah pajak penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya: perbedaan temporer yang boleh dikurangkan; akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan. Sementara itu, Liabilitas Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Dari definisi ini yang harus dipahami adalah konsep tentang “pemulihan pada periode mendatang” untuk Aset Pajak Tangguhan dan “terutang pada periode mendatang” untuk Liabilitas Pajak Tangguhan. Pemahaman tentang kedua konsep ini dapat diperoleh dari jawaban atas pertanyaan berikutnya sebagaimana diuraikan oleh subbahasan selanjutnya. Mengapa harus ada Pajak Tangguhan? Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun (yang dikenal dengan istilah beban pajak kini), Wajib Pajak menggunakan pendekatan Akuntansi Komersial (berdasarkan PSAK) mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang dijadikan pengurang, metode peyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset, pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan besaran penyisihan/biaya cadangan. Hasil penerapan ini tertuang didalam Laporan Keuangan yang oleh Wajib Pajak dijadikan dasar untuk menghitung beban PPh terutang secara komersial. Namun demikian, untuk kepentingan pelaporan SPT Tahunan, hasil perhitungan yang sudah dijabarkan didalam Laporan Keuangan komersial tidak bisa dijadikan dasar penentuan beban pajak kini. Artinya PPh yang dhitung Wajib Pajak atas dasar laba komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban pajak kini. Hal ini dikarenakan untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan yang digunakan adalah ketentuan perpajakan (berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan beserta aturan pelaksanaan dibawahnya). Pendekatan ini kerap kali berbeda dengan ketentuan yang digunakan dalam pendekatan menurut Akuntansi Komersial. Perbedaan ini ada yang bersifat mutlak (tetap) ada juga yang sifatnya relatif (sementara). Perbedaan mutlak ini terjadi misalnya karena perbedaan pengakuan unsur pendapatan seperti misalnya pada penghasilan yang bersifat final dan telah dikenakan PPh Final tidak boleh lagi diperhitungkan sebagai unsur pendapatan atau pengakuan biaya yang boleh dikurangkan, beberapa item biaya mutlak dilarang dijadikan sebagai pengurang menurut ketentuan perpajakan. Sementara itu laba yang sifatnya relatif ini dikarenakan perbedaan pengakuan nilai sisa atau penentuan jangka waktu masa manfaat dalam
menghitung beban penyusutan. Perbedaan semacam ini menyebabkan perbedaan yang sifatnya tidak mutlak selamanya, melainkan hannya sementara saja karena sifatnya hanya perbedaaan waktu dan angka tahun pembagi, dan pada titik tertentu akan beban pajak yang ditimbulkan akan tiba pada besaran nominal yang sama. Laba bersih yang dihasilkan melalui proses rekonsiliasi fiskal, yakni penghitungan sebagaimana diatur menurut ketentuan perpajakan, diistilahkan sebagai Penghasilan Kena Pajak. Sehingga pada titik ini, jelas dapat dibedakan makna dari istilah laba komersial sebelum pajak (komersial) dengan Penghasilan Kena Pajak (fiskal). Jika tarif pajak diterapkan pada laba pada Laba Komersial (Laba Akuntansi) dengan Penghasilan Kena Pajak (Laba Pajak), maka hasilnya besar kemungkinan akan berbeda. Perbedaan ini yang disebut dengan istilah Pajak Tangguhan. Jika Laba Akuntansi lebih besar daripada Laba Pajak maka akan terbentuk Kewajiban Pajak Tangguhan, sebaliknya bila Laba Akuntansi lebih kecil daripada Laba Pajak maka akan terbentuk Aset Pajak Tangguhan. Singkatnya, Pajak Tangguhan tidak bisa dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Pajak Tangguhan dalam bentuk aset/manfaat membuat Wajib Pajak mengetahui bahwa seharusnya nilai beban pajak yang harus dibayar dapat dipulihkan pada masa mendatang sedangkan Pajak Tangguhan dalam bentuk kewajiban menimbulkan adanya beban pajak yang akan terutang pada masa yang akan datang. Ini berkaitan dengan konsep definisi Pajak Tangguhan sebagaimana dijelaskan pada subbahasan pertama dalam artikel ini. Apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya? Jawaban atas pertanyaan ini akan menunjukkan contoh nyata dari sejumlah konsep yang sudah diperkenalkan pada dua subbahasan diatas. Untuk dapat memberikan jawaban pertanyaan ini maka akan disajikan dalam bentuk contoh soal agar bentuk nyata mengenai konsep pemulihan atau pembebanan beban pajak pada masa mendatang dapat tergambar dengan lebih jelas. Contoh soal I: PT Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015 Rp1.200.000.000,- dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut: Beda Permanen
1.
Pendapatan bunga deposito Rp40.000.000,-
2.
Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp30.000.000,-
3.
Pendapatan sewa bangunan Rp60.000.000,-
4.
Beban bunga pajak Rp20.000.000,-
5.
Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura Rp50.000.000,-
6.
Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,-
7.
Beban Pajak Penghasilan Rp15.000.000,-
Beda Temporer
1.
Penyusutan komersial Rp60.000.000 lebih rendah dari penyusutan fiscal
2.
Amortisasi fiskal Rp30.000.000 lebih rendah dari amortisasi komersial
Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1.
PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-
2.
PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-
3.
PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-
4.
PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-
Pertanyaan: a) Berapa Penghasilan Kena Pajak untuk tahun 2015? b) Berapa PPh Kurang/ Lebih bayar untuk tahun 2014? c) Tentukan apakah aset atau kewajiban pajak tangguhan yang timbul? d) Buat jurnal dan penyajian laba bersih dalam laporan laba rugi PT RUC! Jawab: Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Rp1.200.000.000 ,-
Laba sebelum pajak (komersial)
Koreksi Beda Tetap
Koreksi Fiskal (+)
Koreksi Fiskal (–)
Pendapata n bunga deposito
Rp40.000.000 ,-
–
Rp40.000.000, -
(Rp40.000.000,-)
Pendapata n sewa bangunan
Rp60.000.000 ,-
–
Rp60.000.000, -
(Rp60.000.000,-)
Pendapata n Jasa Giro
Rp50.000.000 ,-
–
Rp50.000.000, -
(Rp50.000.000,-)
Rp1.050.000.000 ,-
Laba Sebelum Pajak (Fiskal)
Beban Jamuan tanpa Daftar Nominatif
Rp30.000.000 ,-
Rp30.000.000 ,-
–
Rp30.000.000,-
Beban Bunga Pajak
Rp20.000.000 ,-
Rp20.000.000 ,-
–
Rp20.000.000,-
Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura
Rp50.000.000 ,-
Rp50.000.000 ,-
–
Rp50.000.000,-
Beban PPh
Rp15.000.000 ,-
Rp15.000.000 ,-
–
Rp15.000.000,-
Total Koreksi Beda Tetap Pada Beban
Rp115.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap)
Rp1.165.000.000 ,-
Koreksi Beda Waktu
Koreksi Fiskal (+)
Penyusutan Komersil < Fiskal
Amortisasi Fiskal < Komersial
Koreksi Fiskal (–)
(Rp60.000.000 ,-)
Rp30.000.000 ,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap dan Beda Waktu)
(Rp60.000.000,-)
Rp30.000.000,-
Rp1.135.000.000 ,-
1. Dari rekonsiliasi fiskal diatas diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak adalah Rp1.135.000.000,- atau lebih kecil dari Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-.
Sehingga sesuai dengan ketentuan bila Laba Sebelum Pajak (komersial) lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak (fiskal) akan muncul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar tarif PPh Badan dikali dengan perbedaan temporer (beda waktu) yang terjadi. 1. Perhitungan PPh Kurang/ Lebih Dibayar (Beban Pajak Kini)
Pajak Penghasilan Terutang
25% x Rp1.135.000.000,-
Rp283.750.000,-
PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)
PPh Pasal 22
Rp20.000.000,-
PPh Pasal 23
Rp10.000.000,-
PPh Pasal 24
Rp15.000.000,-
PPh Pasal 25
Rp45.000.000,-
Total Kredit Pajak
Rp90.000.000,-
PPh Kurang Dibayar (Beban Pajak Kini)
Rp193.750.000,-
1. Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan
Kewajiban Pajak Tangguhan = Tarif PPh Badan x Jumlah Beda Temporer
= 25% x Rp30.000.000,= Rp7.500.000,1. Jurnal Pencatatan
Beban Pajak Kini
Rp283.750.000,-
–
Beban Pajak Tangguhan
Rp7.500.000,-
–
Kewajiban Pajak Tangguhan
–
Rp7.500.000,-
PPh Pasal 22 (Kredit Pajak)
–
Rp20.000.000,-
PPh Pasal 23 (Kredit Pajak)
–
Rp10.000.000,-
PPh Pasal 24 (Kredit Pajak)
–
Rp15.000.000,-
PPh Pasal 25 (Kredit Pajak)
–
Rp45.000.000,-
–
Rp193.750.000,-
Kewajiban PPh Pasal 29
Penyajian Pada Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi) Laba Sebelum Pajak
Rp1.200.000.000,-
Beban Pajak Kini
(Rp283.750.000,-)
Beban Pajak Tangguhan
(Rp7.500.000,-)
Total Laba Bersih
Rp908.750.000,-
Sehingga setelah diperhitungkan dengan beban pajak kini (PPh Pasal 29 akhir tahun) dan beban pajak tangguhan, jumlah laba bersih PT RUC adalah Rp908.750.000,-. Contoh soal II: Pada tahun 2011 PT Maju Terus membeli komputer seharga Rp10.000.000,-. Menurut ketentuan PSAK, komputer tersebut disusutkan selama 5 tahun dengan nilai residu Rp2.000.000,-. Sementara menurut pajak masa manfaatnya seharusnya hanya 4 tahun. Jika PT Maju Terus memiliki laba kotor belum termasuk biaya penyusutan sebesar Rp5.000.000,- sama untuk rentang waktu selama 5 tahun dan ternyata pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual dengan harga Rp3.000.000,-. Maka bantulah PT Maju Terus untuk menganalisis kemungkinan munculnya Pajak Tangguhan dan bagaimana memperlakukannya dalam pembukuan dan pelaporan keuangan perusahaan serta jelaskan adanya pemulihan nilai pajak terutang melalui kasus ini. Jawab: Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Akuntansi = (Rp10.000.000 – Rp2.000.000) : 5 Tahun = Rp1.600.000,- (2011 s.d. 2015) Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Pajak
= (Rp10.000.000) : 4 Tahun
= Rp2.500.000,- (2011 s.d. 2014) Analisis Penentuan Pajak Tangguhan (Dalam Rp000) Keterangan
Tahun
2011
2012
2013
2014
2015
Laba Kotor
Rp5.000
Rp5.000
Rp5.000
Rp5.000
Rp5.000
Beban Penyusutan (Akuntansi)
Rp1.600
Rp1.600
Rp1.600
Rp1.600
Rp1.600
Laba Bersih Sebelum Pajak
Rp3.400
Rp3.400
Rp3.400
Rp3.400
Rp3.400
Beban Pajak Kini (PPh 25%)
Rp850
Rp850
Rp850
Rp850
Rp850
Laba Kotor
Rp5.000
Rp5.000
Rp5.000
Rp5.000
Rp5.000
Beban Penyusutan (Pajak)
Rp2.500
Rp2.500
Rp2.500
Rp2.500
–
Penghasilan Kena Pajak
Rp2.500
Rp2.500
Rp2.500
Rp2.500
Rp5.000
Beban Pajak Kini (PPh 25%)
Rp625
Rp625
Rp625
Rp625
Rp1.250
Perbedaan Sementara
Rp900
Rp900
Rp900
Rp900
(Rp1.600)
Kewajiban (Manfaat) Pajak Tangguhan
Rp225
Rp225
Rp225
Rp225
(Rp400)
Kewajiban Pajak Tangguhan
Rp225
Rp450
Rp675
Rp900
Rp500
Dari tabel analisis diatas, terlihat bahwa sampai dengan tahun keempat nilai Laba Sebelum Pajak (Akuntansi) lebih besar daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400 > Rp2.500) sehingga menimbulkan adanya Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar selisih beda sementara dikali tarif yang berlaku yaitu (Rp2.500-Rp1.600) x 25% = Rp225. Dengan jurnal yang digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut: Beban Pajak Tangguhan
Kewajiban Pajak Tangguhan
Rp225.000,-
–
–
Rp225.000
Kewajiban Pajak Tangguhan ini harus dibayar oleh PT Maju Terus pada setiap tahun sesuai dengan alokasinya sebesar Rp225.000,Namun hal ini tidak terjadi pada tahun kelima dimana yang terjadi adalah Laba Sebelum Pajak lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400< Rp5.000) sehingga menimbulkan adanya Aset Pajak Tangguhan sebesar (Rp1.600- Rp0) x 25%= Rp400. Hal ini terjadi karena pada tahun ke-5 menurut ketentuan perpajakan tidak diperbolehlan dilakukan penyusutan atas komputer mengingat masa manfaatnya menurut pajak hanya selama 4 tahun. Dengan jurnal yang digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut: Kewajiban Pajak Tangguhan
Manfaat Pajak Tangguhan
Rp400.000,-
–
–
Rp400.000
Adanya Manfaat Pajak Tangguhan ini juga sekaligus menghapus atau memulihkan sebesar Rp400.000,- atas Kewajiban Pajak Tangguhan yang muncul dari tahun- tahun sebelumnya. Pemulihan ini mengakibatkan Kewajiban Pajak Tangguhan PT Maju Terus mengalami pengurangan menjadi hanya tersisa Rp500.000,Ketika pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual, maka nilai keuntungan yang diakui menurut Akuntansi dan menurut Pajak berbeda, secara Pajak laba yang diperoleh adalah sebesar harga jual yaitu Rp3.000.000,- karena komputer tersebut sudah tidak lagi memiliki nilai namun menurut Akuntansi laba dihitung dengan mengurangkan terlebih dahulu dengan nilai sisa Rp2.000.000,- sehingga laba yang didapat hanya Rp1.000.000,-. Akibat perbedaan ini maka menurut pajak, beban PPh adalah Rp750.000,- (Rp3.000.000,- x 25%) dan menurut Akuntansi, beban pajak adalah Rp250.000,- (Rp1.000.000,- x 25%). Karena Laba Sebelum Pajak (Akuntansi) lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (dari penjualan komputer) sehingga menimbulkan adanya Aset/Manfaat Pajak Tangguhan sebesar Rp500.000,(Rp3.000.000- Rp1.000.000,-) x 25%. Nilai ini akan menghapus Kewajiban Pajak Tangguhan yang masih tersisa sehingga tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayar pada masa yang akan datang. Perencanaan Pajak atas PSAK 46. Untuk meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung wajib pajak dapat ditempuh dengan cara rekayasa yang masih berada dalam ruang lingkup perpajakan hingga di luar ketentuan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasikan pajak sering disebut dengan teknik perencanaan pajak (tax planning) (Rori, 2013). Dengan melakukan perencanaan pajak yang tepat dan legal, perusahaan akan mendapatkan laba bersih yang rasional dan lebih besar apabila dibandingkan jika perusahaan tidak melakukan perencanaan pajak. Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan yaitu :
a. Memahami ketentuan dan peraturan perpajakan Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti UU, PP, Keppres, KMK, SK, dan SE DitJen Pajak, kita dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menghemat beban pajak b. Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam menyajikan informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk LK dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak (UU KUP pasal 28).
Daftar Bacaan : 1. UU yang berlaku (B1) 2. Erly Suandy, Perencanaan Pajak, edisi terbaru, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. (B2) 3. Mohammad Zain, 2007, Manajemen Perpajakan, edisi Ketiga, Penerbit Salemba Empat, Jakarta (B3) 4. Djoko Muljono, Tax Planning Menyiasati Pajak dengan Bijak, edisi terbaru, Penerbit ANDI, Yogyakarta (B4) 1. http://jagalan.blog.uns.ac.id/pajak-kini-dan-pajak-tangguhan/BimoSatrioWicaksono 2.
http://www.kompasiana.com/ridhafauzi/perencanaan-pajak-dapat-menekan-bebanperusahaan_56409909ef92738a06f46eff
3. http://xpajak.blogspot.co.id/2013/06/spt-dianggap-tidak-disampaikan.html 4. http://www/pajak.go.id 5. https://twitter.com/redaksi_ortax