PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN Menimbang
: a. bahwa sumberdaya ikan sebagai kekayaan bangsa Indonesia perlu dimanfaatkan secara optimal untuk kemakmuran rakyat, dengan mengusahakannya secara berdaya guna dan berhasil guna serta selalu memperhatikan kelestariaannya; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Seruyan tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara RI Tahun 1959 Nomor : 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor : 1820); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048); 2. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan………………… 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493); 5. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 119. Tambahan Lembaran Negara No. 4139); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 No. …. Tambahan Lembaran Negara No. ….); 9. Keputusan Presiden nomor 44 tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia dan bentuk Rancangan undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor ); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Seruyan Nomor 11 Tahun 2003 Tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas – Dinas Daerah Kabupaten Seruyan (Lembaga Daerah Tahun 2003 No. 11 Seri D).
Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERUYAN DAN BUPATI SERUYAN
MEMUTUSKAN : Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN TENTANG ENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Seruyan ; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Seruyan ; 3. Bupati adalah Bupati Seruyan ; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah Badan Legeslatif Daerah Kabupaten Seruyan ; 5. Dinas Kelautan dan Perikanan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Seruyan ; 6. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Seruyan ; 2
7. Dinas Perhubungan adalah Dinas Perhubungan Kabupaten Seruyan ; 8. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Seruyan yang ada pada Bank Pembangunan Daerah Cabang Kabupaten Seruyan. 9. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berda didalam lingkungan perairan. 10. Ikan Langka adalah segala jenis ikan tertentu yang mengalami gejala kepunahan akibat penangkapan dan atau akibat proses alami, termasuk biota perairan lainnya yang dilindungi dan hidup berkembang biak pada habitat perairan. 11. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. 12. Usaha Kelautan dan Perikanan adalah semua usaha kegiatan yang berhubungan dengan eksploitasi, Pengelolaan dan Pemanfaatan sumber daya Kelautan dan Perikanan. 13. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya. 14. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan dan inplementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan dibidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. 15. Konservasi sumberdaya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan. 16. Kapal perikanan adalah Kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/ ekplorasi perikanan. 17. Usaha Penangkapan Ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya untuk tujuan komersial ; 18. Usaha Pengumpulan Ikan adalah kegiatan untuk mengumpulkan/membeli hasil-hasil perikanan dari nelayan/petani ikan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan atau mengawetkannya kemudian menjualnya kembali ke Pengumpul lain atau langsung ke konsumen dengan maksud memperoleh keuntungan ; 19. Usaha Pengolahan Ikan adalah kegiatan untuk mengolah ikan segar menjadi ikan dalam bentuk olahan lainnya dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan menyimpan, mengawetkan dan memasarkannya untuk tujuan komersial ; 20 Usaha Pemancingan Ikan adalah kegiatan untuk memancing ikan yang dikelola oleh perorangan atau badan baik di kolam maupun perairan umum yang kawasannya sudah ditentukan dengan untuk tujuan komersial ; 21. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan kegiatan penangkapan ikan baik di laut, sungai,Danau, rawa atau perairan lainnya. 22. Pembudidayaan ikan adalah orang yang melakukan kegiatan budidaya ikan atau biota lainnya untuk dibiakkan, dibesarkan baik dilautan ataupun diperairan lainnya.
3
23. Perairan adalah daerah – daerah yang tergenang air dan tidak pernah kering sepanjang waktu kecuali daerah tersebut mengalami pendangkalan dalam keadaan surut baik perairan umum dan atau perairan budidaya yang berada di kabupaten Seruyan ; 24. Perairan Tawar adalah Kelompok Perairan yang mencakup danau, kolam, situ, sungai dan air hujan yang mempunyai kadar garam lebih kecil dari 0,5 ppm ; 25. Perairan Payau (Estuaria) adalah kelompok perairan yang mempunyai kadar garam 0,5 sampai dengan 12 ppm dan biasanya perairan ini terbentuk dari hasil pertemuan antara air sungai dan air laut, terdapat disekitar muara sungai besar yang menuju kelaut dan pantai – pantai sekitarnnya perairan ini sangat subur karena limbah nutrien yang keluar dari sungai dan merupakan areal jenis ikan pelagis dan fishing ground ; 26 Laut Teritorial adalah Jalur laut selebar 12 (dua belas) Mil laut yang diukur dari garis pantai surut terendah. 27. Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia, yang selanjutnya disebut ZEEI, adalah jalur diluar dan berbatasan dengan laut teritorial sebagaimana ditetapkan berdasarkan Undang-undang yang berlaku tentang perairan indonesia yang meliputi dasar laut, tanah dibawahnya, dan air diatasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial. 28. Perairan Laut adalah perairan yang mempunyai kadar garam 12 – 35 ppm dan mengandung elemen – elemen esensial yang mampu mendukung fungsi biologis mahluk hidup diperairan tersebut ; 29. Hasil Perikanan adalah semua jenis ikan dan atau hasil hayati perairan lainnya sebagai hasil dari pengusahaan perikanan ; 30. Bendaharawan Khusus Penerima adalah mereka yang diberi tugas, kewajiban dan tanggung jawab untuk menerima, menyimpan, membukukan dan menyetor ke Kas Daerah dan atau rekening Pemegang Kas Daerah pada Bank Pembangunan Kalimantan Tengah/Bank lain/ Kantor Pos yang ditunjuk serta melaporkan/mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati Up. Kepala Bagian Keuangan ; 31. Petugas Pemungut adalah mereka yang diangkat/ditunjuk oleh Pejabat Daerah / bupati untuk membantu pelaksanaan tugas Bendaharawan Khusus Penerima yang personilnya dari pegawai Dinas Kelautan dan Perikanan atau kantor Kecamatan setempat, dengan tugas menerima, menyimpan, membukukan dan menyetorkan uang Pendapatan daerah kepada Bendaharawan Khusus Penerima dan melaporkan/mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan tugas kepada Kepala Dinas. 32. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi atau Perizinan usaha yang diberikan kewenangannya oleh Pejabat Daerah / Bupati sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ; 33. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, Firma, Kongsi, Koperasi, yayasan atau bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya ; 34. Retribusi hasil Tertentu adalah Retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan ; 35. Retribusi dan Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah pembayaran kepada Pemerintah Daerah oleh orang pribadi atau badan untuk mengambil manfaat dari izin usaha dan hasil perikanan ; 36. Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI ) adalah Pelabuhan Perikanan milik Pemerintah Daerah atau tempat sandar, bongkar muat ikan milik pengusaha perikanan yang telah ditunjuk sebagai tempat Pangkalan Pendaratan Ikan oleh Kepala Dinas daerah ; 37. Pendistribusian Ikan adalah kegiatan untuk mengangkut atau memindahkan ikan dari suatu tempat ke tempat lainnya atau memasarkan ikan termasuk pengumpulan di kapal dalam keadaan segar atau hasil pengolahan baik yang masuk atau keluar daerah ;
4
38. Alat penangkapan ikan adalah sarana perlengkapan berupa peralatan atau mesin yang digunakan langsung pada saat operasi penangkapan ikan ; 39. Pengusaha perikanan adalah semua pengusaha baik perorangan atau badan yang melakukan usaha penangkapan dan atau usaha budidaya dan atau usaha pengumpulan dan atau usaha pengolahan dan atau pendistribusian ikan untuk tujuan komersial ; 40. Izin Usaha Kelautan dan Perikanan ( IUKP ) adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh nelayan atau pengusaha perikanan untuk melakukan usaha dibidang Kelautan dan Perikanan diwilayah kerja Kelautan dan Perikanan Daerah dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut. IUKP meliputi : SIUP, SIPI dan SIAPI ; 41. Surat Izin Usaha Perikanan ( SIUP ) adalah surat atau dokumen yang harus dimiliki setiap pengusaha perikanan dan atau badan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dan pengumpulan ikan untuk didistribusikan kedalam atau keluar Daerah ; 42. Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI ) adalah surat izin atau dokumen yang harus dimiliki kapal perikanan dari dalam dan luar daerah yang melakukan penangkapan ikan dan menggali sumber daya kelautan di wilayah kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah ; 43. Surat Izin Armada Pengangkutan Ikan ( SIAPI ) adalah surat izin atau dokumen yang harus dimiliki oleh armada pengangkutan atau pendistribusian ikan baik berupa kapal, kendaraan roda empat dan alat angkut lainnya dari sumber daya kelautan di dalam atau keluar daerah ;
BAB II USAHA PERIKANAN Pasal 2 (1). Usaha Kelautan dan Perikanan terdiri dari atas ; a. Usaha Penangkapan Ikan / Udang dan jenis biota air lainnya; b. Usaha Pembudidayaan ; c. Usaha Pengolahan / Prosesing ; d. Usaha Pendistribusian ; e. Usaha Penampungan / pengumpulan ikan / udang dan biota air lainnya (2). Usaha Penangkapan Ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a meliputi jenis kegiatan ; a. Penangkapan ikan modern = 10 – 69 GT (6-12 Mil /Jalur II) b. Penangkapan ikan semi modern = 5 – 10 GT (4-6 Mil /Jalur I) c. Penangkapan ikan tradisional = 0 – 5 GT (0-3 Mil /Jalur I) (3). Usaha Pembudidayaan Ikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b meliputi jenis kegiatan ; a. Pembudidayaan ikan / udang diair tawar ; dan atau b. Pembudidayaan ikan / udang diair payau ; dan atau c. Pembudidayaan ikan / udang di laut ; (4). Usaha Pengolahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi jenis kegiatan ; a. Prosesing ( pengolahan modern ). b. Pengolahan tradisional. (5). Usaha Pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c - d meliputi jenis kegiatan Pembelian dan usaha, Penjualan, Pengumpulan dan pengangkutan hasil produksi Kelautan dan Perikanan kedalam dan keluar daerah
5
Pasal 3 Klasifikasi penangkapan ikan modern, semi modern dan tradisional didasarkan atas besarnya ukuran kapal ( GT ), fungsi dan besarnya tenaga penggerak ( HP ), daya jelajah, alat tangkap dan alat bantu penangkapan.
Pasal 4 Kegiatan dibidang Kelautan dan Perikanan yang tidak bersifat komersial (bukan mata pencaharian) seperti untuk kepentingan penelitian ilmiah, olahraga, rekreasi dan atau pemancingan perorangan sebagai hobby tidak tergolong usaha perikanan ;
BAB III BATASAN WILAYAH PERAIRAN
Pasal 5 Batasan Wilayah Perairan Daerah meliputi : (1). Wilayah Pengelolaan Perikanan laut daerah adalah sepanjang pantai yang dikuasai oleh daerah dan 4 mil kelaut dihitung dari surut terendah air laut, dengan perbatasan sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Malawi, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamandau, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur dan sebelah Selatan berbatasan dengan garis pantai.. (2). Wilayah Pengelolaan Perikanan darat, sungai, danau dan rawa perbatasannya adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Malawi, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur dan sebelah selatan berbatasan dengan garis pantai.
Pasal 6 Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Daerah diatas 4 mil laut dari surut terendah pengelolaannya / pemanfaatannya diatur oleh pihak Propinsi Kalimantan Tengah dan bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Seruyan
Pasal 7
Batas wilayah laut daerah berupa titik – titik Kordinat yang ditetapkan dengan peraturan daerah dan selanjutnya diberi tanda batas serta pemetaan wilayah laut daerah yang akan ditetapkan dan diatur dengan keputusan Bupati.
6
BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Pasal 8 (1). Untuk tujuan melindungi kelestarian sumber daya kelautan dan Perikanan, maka setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan a. Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan dan atau alat tangkap yang dapat membahayakan dirinya dan atau orang lain dan atau merusak kelestarian sumber daya Kelautan dan Perikanan, antara lain dengan alat dan bahan sebagai berikut : dinamit, arus listrik, tuba, potassium, desis, hampang gabang dan lain- lain yang sejenisnya. b. Membawa, memelihara, memasukan dan mengeluarkan ikan atau biota air lainnya ke atau dari daerah yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan benih – benihnya. c. mendirikan bangunan untuk tujuan penangkapan dan atau budidaya ikan air payau, laut dan sungai atau untuk kepentingan lainnya yang membahayakan jalur pelayaran dan atau merusak sumber daya kelautan dan perikanan. d. Melakukan penangkapan jenis ikan atau biota langka lainnya yang dilindungi. (2). Kegiatan usaha Kelautan Dan Perikanan sebagaimana ayat (1) huruf b diperbolehkan dengan ketentuan melaksanakan ketetapan pembiayaan tentang membawa, memelihara, memasukan dan mengeluarkan benih ikan yang dilindungi dengan tarif berdasarkan jenis ikan yang selanjutnya diatur dengan keputusan Bupati. (3) 5 – 10 % ikan hidup dari hasil penangkaran jenis ikan langka dikembalikan ke habitat asalnya. (4). Kapal tenggelam diwilayah laut Dinas Kelautan dan Perikanan daerah wajib diangkat atau dipindahkan oleh pemiliknya keareal yang tidak mengganggu jalur pelayaran. (5). Benda – benda berharga dari kapal tenggelam dalam waktu yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah pemilik dan atau nahkoda tidak mengambil atau tidak dapat menjelaskan kepemilikan benda – benda tersebut secara sah dan tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah ditentukan disita menjadi milik pemerintah daerah. (6). Setiap kerusakan lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan dan kerugian yang ditimbulkan akibat dari tumpahan minyak dan atau bahan – bahan kimia beracun lainnya didalam wilayah laut Dinas Kelautan dan Perikanan daerah, maka kepada pelaku disamping diwajibkan membersihkan bahan tumpahan tersebut juga dikenakan denda terhadap kerugian sumberdaya kelautan dan perikanan dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan dan perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 9 Dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan sumber daya Kelautan dan Perikanan Daerah, Bupati atau Pejabat yang ditunjuknya menetapkan ketentuan – ketentuan mengenai : 1. Alat tangkap ikan yang boleh dioperasikan yang memenuhi standar di Wilayah Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Seruyan ; 2. batas jumlah kapal penangkapan, batas ukuran kapal penangkapan dan besarnya tenaga penggerak serta syarat – syarat teknis kapal perikanan dengan tidak mengurangi ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku mengenai keselamatan pelayaran ; 3. Jenis serta ukuran ikan yang boleh ditangkap serta jenis ikan langka yang dilindungi; 4. Batas penangkapan dan daerah penangkapan (fishing ground), jalur dan atau musim penangkapan. 5. Pencegahan, pengendalian, pencemaran dan kerusakan serta konservasi sumber daya kelautan dan perikanan ; 6. Penebaran ikan jenis baru ;
7
7. Pembudidayaan ikan dan penangkaran spesies langka dan atau spesifik lokal; 8. Pencegahan, pengendalian dan pemberantasan hama penyakit ikan ; 9. Hal – hal lain sepanjang untuk kepentingan pengelolaan sumber daya Kelautan dan perikanan ;
Pasal 10 Pemanfaatan, pengelolaan dan perlindungan sumber daya perairan yang belum diatur dalam peraturan daerah ini yang bukan kewenangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi adalah merupakan kewenangan daerah dan selanjutnya akan diatur melalui Keputusan Bupati.
BAB V PERIZINAN USAHA KELAUTAN DAN PERIKANAN
Pasal 11 Setiap pengusaha Kelautan dan perikanan yang melakukan usaha sebagaimana disebut pada pasal 2 ayat (1) wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh Bupati yang kewenangannya dilimpahkan kepada Kepala Dinas.
Pasal 12 Setiap kegiatan dibidang Kelautan dan perikanan yang tidak bersifat komersial sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 peraturan daerah ini tidak perlu memiliki izin.
Pasal 13 Usaha penangkapan ikan modern sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (2) huruf a hanya diizinkan melakukan usaha penangkapan diperairan 4 – 12 mil dari garis pantai surut terendah.
Pasal 14 (1). IUKP diberikan untuk masing – masing usaha perikanan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) dan berlaku selama perusahaan masih melakukan usaha perikanan. (2). Dalam IUKP untuk usaha penangkapan ikan dicantumkan jenis penangkapan berdasarkan pasal 2 ayat (2) dan batas penangkapan ikan pasal 13, jumlah dan ukuran kapal perikanan serta jenis alat tangkap yang digunakan. (3). Dalam IUKP untuk usaha Pembudidayaan ikan dicantumkan jenis pembudidayaan berdasarkan pasal 2 ayat (3), luas lahan, jenis ikan, kapasitas produksi dan letak lokasinya. (4). Dalam IUKP untuk Usaha Pengolahan Ikan dicantumkan jenis pengolahan berdasarkan pasal 2 ayat (4), kapasitas produksi, dan letak lokasinya. (5). Dalam IUKP untuk usaha pendistribusian ikan dicantumkan jenis kegiatan pendistribusian dalam daerah atau antar daerah atau manca negara sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (5), jenis alat pendistribusian / pengangkutan dan kapasitas angkutan
8
(6). Pemegang IUKP berkewajiban : a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUKP ; b. memohon persetujuan tertulis dari pemberi izin dalam hal memindahtangankan IUKP nya. c. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali bagi Perusahaan Perikanan. d. menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap : 1. satu kali periode penebaran / panen untuk pembudidayaan bagi petani ikan. 2. satu trip penangkapan bagi Nelayan Semi Modern dan Nelayan Tradisional. (7). Pemegang IUKP dilarang melakukan perluasan usaha tanpa seizin pemberi izin.
Pasal 15 (1). Kapal perikanan dari usaha penangkapan ikan yang melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah baik nelayan lokal maupun nelayan luar daerah wajib dilengkapi dengan Surat Izin Penangkapan Ikan ( SIPI ). (2). Dalam SIPI dicantumkan ketetapan mengenai daerah penangkapan ikan ( fishing ground ) dan jenis alat tangkap yang digunakan serta pangkalan pendaratan ikan ( fishing based ). (3). SIPI berlaku selama 1 ( satu ) tahun dan seterusnya untuk setiap berakhir masa berlakunya ( paling lambat 10 hari sejak tanggal ketetapan izin) diberikan perpanjangan izin sepanjang kapal tersebut masih digunakan oleh yang bersangkutan. (4). Pemegang SIPI berkewajiban : a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIPI ; b. melapor keberangkatan dan kedatangan setiap trip penangkapan kepada petugas yang ditunjuk di Pangkalan Penangkapan Ikan ( PPI ) ; c. membongkar dan melakukan transaksi penjualan hasil tangkapan di PPI ;
Pasal 16 (1). Kapal perikanan dari luar daerah dan dari dalam daerah dan atau badan usaha (pengumpulan ikan, pengolahan hasil perikanan ) dan atau usaha penangkapan ikan modern atau semi modern dan atau pembudidaya ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) huruf a dan b didaerah wilayah laut Dinas Kelautan dan Perikanan wajib dilengkapi dengan Surat Izin Usaha Perikanan ( SIUP ). (2). Dalam SIUP dicantumkan jenis usaha ( penangkapan, pengumpulan, pendistribusian dan pengolahan hasil ) dan waktu kegiatan usaha serta jenis alat bantu usaha yang digunakan dan pangkalan pendaratan ikan ( fishing based ) daerah. (3). SIUP berlaku selama 1 (satu) tahun dan setiap kali masa berlakunya berakhir dapat diperbaharui paling lambat 10 hari sejak tanggal ketetapan berakhir dan diberikan perpanjangan izin sepanjang usaha tersebut masih dijalankan oleh yang bersangkutan SIUP merupakan bagian yang tak terpisahkan dari SIPI. (4). Pemegang SIUP berkewajiban : a. Melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIUP ; b. melapor kedatangan dan keberangkatan serta melaporkan hasil produksi pengumpulan, pengolahan hasil serta jumlah produksi yang didistribusikan kedalam atau keluar daerah kepada petugas yang ditunjuk di PPI ; c. Membongkar dan melakukan transaksi penjualan hasil tangkapan, hasil pengumpulan, hasil pengolahan dan hasil pendistribusian kepada petugas yang ditunjuk di PPI.
9
Pasal 17 (1). Kapal perikanan yang melakukan usaha pendistribusian hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (5) diwilayah laut Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah, wajib melengkapi Surat Izin Armada Pengangkutan Ikan ( SIAPI ). (2). Dalam SIAPI dicantumkan kapasitas pengangkutan daerah atau tempat tujuan ikan hasil penangkapan atau pembudidayaan dan Pangkalan Pendaratan Ikan ( PPI). (3). SIAPI berlaku selama 1 (satu) tahun dan setiap kali masa belakunya berakhir dapat diperbaharui paling lambat 10 hari sejak tanggal ketetapan berakhir dan diberikan perpanjangan izin sepanjang armada tersebut masih digunakan oleh yang bersangkutan SIAPI merupakan bagian yang tak terpisahkan dari SIUP. (4). Pemegang SIAPI berkewajiban : a. Melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIAPI ; b. Melapor kedatangan dan keberangkatan serta melaporkan hasil produksi pengumpulan, pengolahan hasil serta jumlah produksi yang didistribusikan kedalam atau keluar daerah kepada petugas yang ditunjuk di PPI ; c. Membongkar dan melakukan transaksi penjualan hasil tangkapan, hasil pengumpulan, hasil pengolahan dan hasil pendistribusian kepada petugas yang ditunjuk di PPI.
Pasal 18 Tata cara pelaporan pada pasal 14 ayat (6) huruf c dan d. pasal 15 ayat (4) huruf b, pasal 16 ayat (4) huruf b dan pasal 17 ayat (4) b akan diatur dalam petunjuk teknis.
Pasal 19 (1). Untuk mendapatkan SIPI dan SIAPI kapal perikanan itu harus dilengkapi surat lulus uji perikanan (KIR) yang dikeluarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari SIUP. (2). KIR kapal penangkapan ikan adalah menguji tingkat kesesuaian data yang di muat dalam permohonan izin ( data sekunder ) dengan kenyataan yang ada pada kapal penangkapan tersebut ( data Primer ) dengan standar kapal perikanan dan alat tangkap ikan yang berlaku didaerah ( parameter ) (3). KIR kapal pengangkutan ikan adalah menguji tingkat kesesuaian data yang dimuat dalam permohonan izin ( data sekunder ) dengan data yang nyata pada kapal pendistribusian tersebut ( data primer ) dengan standar kapal perikanan untuk pendistribusian ikan yang berlaku didaerah ( parameter ). (4). Tata Pengujian cara KIR kapal perikanan akan diatur kemudian dengan petunjuk pelaksana.
BAB VI TARIF IUKP ( SIUP, SIPI, SIAPI ) DAN PUNGUTAN HASIL PERIKANAN Pasal 20 (1). Pemerintah daerah mengatur peredaran atau tata niaga ikan dan produk hasil Kelautan dan Perikanan dan melaksanakan pembinaan mutu hasil perikanan. (2). Peredaran komunitas perikanan keluar daerah yang meliputi benih ikan, ikan hias, ikan konsumsi, ikan olahan dan hasil perairan lainnya, harus disertai Surat Keterangan Asal ( SKA ). 10
(3). Ikan hidup yang tergolong langka dari hasil pembudidayaan atau penangkaran, untuk dijual belikan atau diangkat kedalam dan keluar daerah atau untuk ikan hias aquarium harus disertai atau dilindungi Surat Keterangan Asal Ikan Hias ( SKAIH ). (4). Tata cara pemberian SKA dan SKAIH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Bupati.
Pasal 21 Pengusaha Perikanan yang melakukan Usaha Penangkapan Ikan atau usaha Pembudidayaan atau Penangkaran Ikan di laut atau perairan atau tempat lainnya di Daerah, dikenakan pungutan perikanan.
Pasal 22 Pungutan perikanan dikenakan kepada pengusaha Kelautan dan Perikanan atas ikan hasil penangkapan atau budidaya atau penangkaran.
Pasal 23 Tarif penerbitan IUKP sebagaimana dimaksud dalam pasal (1) ayat (33) sebagai berikut : a. IUKP untuk penangkapan ikan : a.1. Alat Tangkap lampara dasar dan leges…………… = Rp. 60.000,a.2. Alat tangkap Gill Net dan ……………………….. = Rp. 40.000,a.3. Alat Tangkap Tammel Net dan Leges …………... = Rp. 50.000,a.4. Alat Tangkap Sungkur dan Leges ………………. = Rp. 35.000,a.5. Armada Pengangkut Ikan ……………………….. = Rp. 60.000,a.6. Alat Tangkap Purse Seine……………………….. = Rp.100.000,b. IUKP untuk usaha pembudidayaan ikan : a.1. Budidaya ikan dalam kolam ……………………. = Rp. 25.000,- / 0,5 Ha b.2. Budidaya ikan dalam karamba / jaring Apung … = Rp. 50.000,- / 5 buah c.3. Budidaya ikan / udang dalam tambak …………. = Rp. 50.000,- / Ha c. IUKP untuk pedagang pengumpul ikan ……………...
= Rp. 75.000,-
d. IUKP untuk pengolahan hasil – hasil perikanan …….
= Rp. 75.000,-
e. SIUP dan SIPI tidak dapat dipisahkan bagi nelayan penangkap ikan, namun khusus nelayan lokal tarif SIUP dan SIPI cukup dihitung satu jenis izin.
Pasal 24 (1). Pungutan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan 22 ditetapkan sebagai berikut : a. Untuk kegiatan penangkapan ikan sebesar 2,5 % ( dua setengah persen ) dari harga jual seluruh ikan hasil penangkapan ; b. Untuk kegiatan pembudidayaan ikan sebesar 1 % ( satu persen ) dari harga jual seluruh ikan hasil pembudidayaan. c. Untuk kegiatan penangkaran ikan jenis langka sebesar 5 % ( lima persen ) dari harga jual seluruh ikan hidup hasil penangkaran dan atau budidaya. (2). Pungutan Perikanan untuk pengadaan benih dan atau induk ikan dari luar daerah oleh rekanan sebesar 5 % ( lima persen ) dari harga benih dan atau induk yang berlaku di daerah. (3). Ketentuan mengenai tata cara Pungutan Perikanan Daerah, penyetoran ke kas Daerah dan besarnya harga jual akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
11
BAB VII TATA CARA PEMBERIAN IUKP DAN PEMUNGUTAN SERTA PENYETORAN ATAS PUNGUTAN HASIL PERIKANAN
Pasal 25 (1) Tata cara pemberian Izin Usaha Perikanan : a. Permohonan IUKP oleh perorangan atau badan hukum disampaikan kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dengan tembusan kepada Bupati dan instansi terkait; b. Petugas yang ditunjuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan bersama-sama instansi terkait selambatlambatnya 3 (tiga) hari kerja telah melakukan penelitian lapangan dan memeriksa kelengkapan dokumen; c. Petugas yang ditunjuk bersama - sama instansi yang terkait selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah melakukan penelitian segera menyampaikan hasil penelitian kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan dan instansi yang terkait; d. Selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya laporan hasil penelitian, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan atas nama Bupati menerbitkan IUKP untuk Usaha Penangkapan Ikan, Usaha Pembudidayaan Ikan, Usaha Pengolahan Ikan, Usaha Pengumpulan Ikan dan atau Usaha Pemancingan Ikan atau menundanya atau menolaknya. (2) Persyaratan dan ketentuan untuk memperoleh IUKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a. Surat permohonan yang bersangkutan diketahui oleh Lurah / Kepala Desa dan Camat setempat; b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk pemohon; c. Sket lokasi pemasangan alat tangkap (untuk IUKP penangkapan); d. Izin lokasi dari Pemerintah Kabupaten (untuk IUKP pembudidayaan ikan); e. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) atau Analisa mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi Usaha Pembudidayaan Ikan, Pengumpulan Ikan, Pengolahan Ikan atau Usaha Pemancingan Ikan; f. Rekomendasi Kelayakan dari Dinas Perhubungan (Sertifikat Kesempurnaan dan Pas Biru Kapal Pedalaman untuk IUKP penangkapan); g. Surat Pernyataan Sanggup Mentaati Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; h. Membayar biaya penerbitan IUKP sesuai Pasal 23. (3) IUKP berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal diterbitkan dan dapat diperbaharui kembali sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 26 (1) Penundaan pemberian IUKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d dilakukan apabila menurut hasil penelitian terdapat dokumen permohonan yang masih perlu disempurnakan. (2) Dalam hal penundaan, kepada perorangan atau badan diberikan kesempatan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penundaan untuk menyampaikan dokumen yang telah disempurnakan. (3) Apabila kesempatan yang diberikan tidak dipenuhi, maka permohonan IUKP ditolak.
12
(4) Apabila perorangan atau badan hukum dapat melengkapi dokumen yang telah disempurnakan dalam waktu yang ditentukan, maka IUKP diberikan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
Pasal 27
Pemegang IUKP berkewajiban : a. Melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUKP ; b. Memohon persetujuan tertulis kepada pemberi izin dalam hal pemindahtanganan IUKP nya; c. Menyampaikan laporan kegiatan usaha setiap 6 (enam) bulan sekali kepada pemberi Izin.
Pasal 28 Izin Usaha Kelautan dan Perikanan dapat dicabut oleh pemberi izin apabila : a. Pemegang IUKP selama menjalankan kegiatan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku ; atau b. IUKP yang bersangkutan sudah habis masa berlakunya ; atau c. Memindahtangankan IUKP -nya tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin.
Pasal 29 (1) Pungutan hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 - 22 dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dan seluruh jajarannya di wilayah Kabupaten Seruyan. (2) Untuk melaksanakan tugas perikanan tersebut, maka dengan keputusan Bupati diangkat para Petugas pelaksana dan atasan langsungnya. (3) Petugas pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam menjalankan tugas pelaksana pemungutan Hasil Perikanan harus berdasarkan Surat Keterangan Asal (SKA) dan Sertifikat Mutu Lokal (SML) yang dikeluarkan oleh kepala Dinas Kelautan dan Perikanan atau Pejabat yang ditunjuk olehnya, dengan menggunakan blanko / formulir Surat Ketetapan Retribusi yang disediakan Dinas Pendapatan Daerah. (4) Pada tempat-tempat yang cukup potensial bagi penarikan pungutan hasil perikanan, sedangkan ditempat tersebut tidak ada Satuan Kerja Dinas Kelautan dan Perikanan dapat diangkat Petugas Pemungut yang personilnya diambil dari Pegawai Kantor Kecamatan, dengan Atasan Langsung Camat yang bersangkutan.
Pasal 30
Bendaharawan Khusus Penerima bertugas dan berkewajiban untuk menerima, menyimpan, membukukan dan menyetor biaya pembuatan IUKP dan uang penarikan hasil perikanan ke Kas Daerah serta mempertanggungjawabkan seluruh hasil biaya penerbitan IUKP dan uang pungutan hasil perikanan perikanan yang dikelolanya kepada Bupati sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
13
BAB VIII USAHA PERIKANAN YANG TIDAK DIWAJIBKAN MEMILIKI IUKP
Pasal 31 (1). Usaha pembudidayaan ikan yang tidak diwajibkan memiliki SIUP adalah : a. Budidaya ikan dalam kolam dengan areal lahan tidak lebih dari 0,50 Ha. b. Budidaya ikan dalam Karamba/Jaring Apung yang mempunyai jumlah keseluruhan tidak lebih dari 5 buah. (2). Usaha pengolahan hasil-hasil perikanan yang mengolah hasil perikanan dengan kapasitas produksi tidak lebih dari 20 Kg/hari tidak diwajibkan memiliki SIUP. (3). Usaha budidaya Tambak dengan areal lahan tidak lebih dari 2 Ha
Pasal 32 (1). Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) tidak diwajibkan memiliki IUKP, tetapi setiap tahun wajib mencatatkan dan melaporkan kegiatannya kepada Dinas Kelautan dan Perikanan. (2). Usaha perikanan yang telah dicatat, diberikan Tanda Pencatatan Kegiatan Perikanan. (3). Penangkapan ikan yang bertujuan untuk kepentingan konsumsi sendiri dan atau olahraga dan hiburan. (4). Penangkapan ikan untuk keperluan penelitian dapat dilakukan setelah melaporkan maksud tersebut kepada Bupati
BAB IX PENCABUATAN IZIN
Pasal 33 (1). IUKP dapat dicabut pemberi izin dalam hal kelautan dan perikanan melakukan pelanggaran di bawah ini : a. Melakukan perluasan usaha tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin b. Tidak menyampaikan laporan kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut – turut atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar. c. Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam IUKP d. Memindah tangankan IUKP-nya tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin e. selama 1 (satu) tahun berturut – turut sejak IUKP dikeluarkan tidak melaksanakan kegiatan usahanya. (2). SIUP dapat dicabut pemberi izin apabila pengusaha perikanan melakukan pelanggaran dibawah ini : a. Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIUP b. Tidak melaporkan kedatangan atau kedatangan selama kegiatan usaha 3 (tiga) kali berturut – turut atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar. c. Melakukan transaksi jual beli hasil perikanan dilaut dan atau ditempat lain yang seharusnya dilakukan di PPI. d. Tidak memenuhi tata cara pungutan perikanan sesuai pasal 24 ayat (3). e. Tidak lagi menjalankan usahanya selama1 (satu) tahun berturut – turut.
14
(3). SIPI dapat dicabut apabila perusahaan perikanan atau nelayan dalam dan atau luar daerah melakukan pelanggaran dibawah ini : a. Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIPI. b. Menambah atau meningkatkan kekuatan kekuatan mesin atau jumlah mesin dan merubah alat tangkap tidak sesuai dengan data tercantum dalam SIPI. c. Menggunakan kapal penangkapan ikan diluar kegiatan penangkapan ikan. d. Melakukan penangkapan ikan diluar wilayah / jalur penangkapan dan atau diluar waktu yang diizinkan . e. Tidak lagi menggunakan kapal penangkapan ikan yang dilengkapi dengan SIPI. (4). SIAPI dapat dicabut apabila pengusaha perikanan yang mendistribusikan hasil perikanan melakukan pelanggaran dibawah ini : a. Tidak melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIAPI. b. Tidak melaporkan keberangkatan dan atau kedatangan selama kegiatan pendistribusian 3 (tiga) kali berturut – turut dan atau dengan sengaja menyampaikan laporan yang tidak benar. c. Mengadakan transaksi di tengah laut dan atau ditempat lain diluar PPI. d. Menggunakan armada perikanan diluar pendistribusian hasil Kelautan dan Perikanan dan atau tidak lagi menggunakan armada tersebut yang dilengkapi dengan SIAPI e. Pendistribusian hasil perikanan yang dialihkan dengan menggunakan armada lain ( mobil ) namun tidak dilengkapi dengan SIAPI maka IUKP-nya dicabut oleh pemberi izin.
BAB X KETENTUAN OPERASIONAL KAPAL DAN PENANGKAP IKAN
Pasal 34 Kapal penangkap ikan, kapal pengumpul dan kapal pengangkut ikan yang telah mendapat SIPI sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan pasal 16 ayat (1) dalam melaksanakan tugas dilaut baik siang hari maupun malam hari harus memasang tanda – tanda yang ditentukan sehingga kapal perikanan dalam melaksanakan tugasnya dapat dibedakan dengan kapal – kapal niaga lainnya yang sedang berlayar maupun berlabuh.
Pasal 35 (1) Semua jenis alat perikanan yang dipasang dan atau dioperasikan dilaut pada siang hari maupun malam hari harus memasang tanda - tanda tertentu. (2) Tanda – tanda yang dipasang pada alat perikanan yang dioperasikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat dilihat dengan jelas pada jarak tertentu, sehingga kapal yang sedang berlayar pada jarak tertentu dimaksud dapat menentukan arah / sikap untuk tidak mengganggu alat perikanan yang sedang dipasang.
Pasal 36 Semua mata jaring yang ukurannya kurang dari 25 mm ( dua puluh lima mili meter ) dan purse seine untuk penangkapan ikan cakalang dan ikan tuna ukuran matanya kurang dari 60 mm ( enam puluh mili meter ) dilarang dioperasikan.
15
Pasal 37 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ialah kapal perikanan yang melakukan kegiatan dalam rangka tugas Departemen Eksplorasi laut dan perikanan, Dinas Perikanan Propinsi dan badan – badan ilmiah lainnya dengan persetujuan Direktur Jenderal Perikanan Departemen Eksplorasi laut dan perikanan atau Gubernur dalam rangka mengadakan pelatihan penangkapan, penelitian / survey serta Eksploitasi khusus untuk menunjang pembangunan perikanan.
BAB XI JALUR PENANGKAPAN IKAN
Pasal 38 Jalur - jalur penangkapan diperairan laut Kalimantan Tengah ditetapkan sebagai berikut : a. Jalur penangkapan I adalah perairan laut selebar 2 (dua) “mil laut” yang diukur ketengah dari titik terendah waktu air surut mulai batas 4 (empat) “mil laut” sampai dengan 6 (enam) “mil laut” ; b. Jalur Penangkapan II adalah perairan pantai selebar 6 (enam) “mil laut” yang diukur dari garis luar jalur penangkapan I sampai dengan 12 (dua belas) “mil laut”
Pasal 39 Penggunaan kapal perikanan pada masing – masing jalur penangkapan sebagaimana dimaksud pada pasal 38 diatur sebagai berikut : a. Jalur penangkapan I tertutup bagi : 1. Kapal perikanan bermesin dalam (inboard) berukuran diatas 10 (sepuluh) Gross Tonase (GT) atau kapal perikanan bermesin dalam yang berkekuatan diatas 33 (tiga puluh tiga) Daya Kuda (HP); 2. Jaring (pukat) cincin/kolor/langgar dan sejenisnya (purse seine); 3. Jaring (pukat) lingkar (encircling gill net) dan jaring (pukat) hanyut tongkol (drift gill net). 4. Jaring (pukat) paying /dogol / cantrang / lampara diatas 120 (seratus dua puluh) meter panjang rintangan dari ujung sayap / kaki yang satu keujung yang lain. b. Jalur penangkapan II tertutup bagi : 1. Kapal perikanan bermesin dalam (inboard) berukuran diatas 30 (tiga puluh) Gross Tonase (GT) atau kapal perikanan bermesin dalam yang berkekuatan diatas 90 (sembilan puluh) Daya Kuda (HP). 2. Jaring (pukat) cincin/kolor/langgar dan sejenisnya yang panjangnya diatas 300 (tiga ratus) meter.
BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 40 (1). Pembinaan dan Pengawasan terhadap kegiatan Pengusaha Kelautan dan Perikanan, dilakukan oleh Bupati dan Kepala Dinas atau pejabat lainnya secara teratur dan berkesinambungan.
16
(2). Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pembinaan iklim usaha, sarana usaha, bantuan permodalan, teknik produksi, pemasaran dan mutu hasil perikanan. (3). Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan terhadap dipenuhinya ketentuan dalam Peraturan Daerah, Keputusan Bupati dan ketentuan peraturan perundang – undangan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penangkapan dan pembudidayaan ikan serta penanganan hasil perikanan.
BAB XIII KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 41 Selain pejabat penyidik Kepolisian negara Republik Indonesia, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini dapat juga dilakukan oleh pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Seruyan yang pengangkatannya ditetapkan sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Pasal 42 Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana. (1). Selain penyidik umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1), 35, 36 dan 37 dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS), dilingkungan pemerintah daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 adalah : a. Menerima, mencari, menyimpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ; b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah tersebut ; c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ; d. Memeriksa buku-buku , catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang Retribusi Daerah ; e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas Penyidik tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ; g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran ; i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ; j. Menghentikan penyidikan ; k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan ;
17
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 43 (1). Barang siapa yang melakukan Usaha Kelautan dan Perikanan di dalam wilayah kerja Dinas Kelautan dan Perikanan daerah melanggar pasal 8 ayat (2), pasal 11, pasal 15 ayat (1), pasal 16 ayat (1), 17 ayat (1) diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak – banyaknya Rp. 5.000.000,- ( Lima Juta Rupiah ). Untuk pelanggaran pada pasal 16 ayat (1) dan pasal 17 ayat (1) sesudah penyelesaian perkara maka barang bukti dapat disita atau dirampas sebagai kekayaan Pemerintah Daerah. (2). Barang siapa melakukan Usaha Kelautan dan Perikanan dalam daerah dengan melanggar pasal 8 ayat (1) huruf a, b, c dan d diancam dengan pidana yang lebih berat sesuai ketentuan perundang – undangan yang berlaku ( Undang – undang nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan).
Pasal 44 Pengusaha Kelautan dan Perikanan yang melanggar atau tidak mengindahkan ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 9 dikenakan sanksi atministrasi bertahap dan jika melakukan pelanggaran sebanyak 3 (tiga) kali berturut – turut maka IUKP dicabut, bila mengajukan izin baru ditunda 1 tahun sejak dijatuhkan sanksi.
Pasal 45 Pengusaha Kelautan dan Perikanan yang pernah dikenakan sanksi sesuai dengan pasal 28 dan melakukan pelanggaran yang sama maka dicabut haknya untuk mendapatkan IUKP.
Pasal 46 Pengusaha yang terlambat memperpanjang perizinan Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (3), 16 ayat (3) dan 17 ayat (3), akibat lalai atau sengaja, diancam dengan denda sebanyak – banyaknya Rp. 1.000.000,- ( satu juta rupiah ). Pasal 47 (1). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan 34 ayat (2) adalah kejahatan; (2). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 34 ayat (1), 35, 36 dan 37 adalah pelanggaran;
18
BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 48 Dengan ditetapkannya peraturan daerah ini maka semua peraturan yang sebelumnya mengatur perizinan, pengelolaan pemanfaatan sumber daya Kelautan dan Perikanan dinyatakan tidak berlaku.
BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 49 (1). Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (2). Hal – hal yang belum lengkap dalam peraturan daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati selama masih ada kekurangan dalam pelaksanaannya. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Seruyan.
Disahkan di Kuala Pembuang pada tanggal 08 Agustus 2005 BUPATI SERUYAN TTD
DARWAN ALI Ditetapkan di Kuala Pembuang pada tanggal 12 Agustus 2005 Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SERUYAN TTD Drs. DJONI ARDI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN TAHUN 2005 NOMOR 12 SERI C
19