PERANCANGAN SOP DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET PERUSAHAAN TERHADAP RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) HPH DI PT. X Budi Setiawan, Naning Aranti Wessiani, Yudha Andrian. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email :
[email protected] ;
[email protected] ;
[email protected] Abstrak PT. X merupakan salah satu perusahaan HPH yang berada di Kalimantan Tengah. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan salah satu kontraktor yang bernama PT. Y untuk menjalankan proses produksinya. Di dalam kerja sama tersebut terdapat kontrak yang berisi target yang harus dicapai oleh PT. Y berupa volume produksi dan biaya operasional. Untuk memenuhi target RKT, manajemen harus menetapkan jumlah tenaga kerja dan alat yang diperlukan sebagai faktor produksi utama. Pada penelitian ini membantu PT. Y dalam merumuskan standar proses bisnis dan biaya sebagai dasar acuan untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat berdasarkan target RKT dalam situasi lingkungan yang deterministik. Selanjutnya keputusan deterministik yang dihasilkan akan diuji kehandalannya dalam menghadapi beberapa situasi ketidakpastian dengan modifikasi pendekatan PERT dan simulasi Monte Carlo. Pada Penelitian ini menghasilkan standar proses bisnis berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) dan biaya standar sebagai acuan mejalankan proses bisnis perusahaan. Terdapat SOP aktivitas produksi utama yaitu penebangan, penarikan, pengupasan, pemuatan, dan pengangkutan. Pada biaya standar yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa biaya standar bahan baku, tenaga kerja, dan overhead. Pada hasil simulasi Monte Carlo didapatkan probabilitas pencapaian target volume produksi sebesar 85,3% dan total biaya 94%. Kata Kunci : sistem produksi HPH, standar operasional prosedur, biaya standar, simulasi Monte Carlo Abstract PT. X is a forest concession company located in central kalimantan. This company cooperates with a contractor called PT. Y to conduct its production process. The cooperation between these two company were sealed by a contract which contains a specific target on production volume and operational cost that needs to be fulfilled by PT. Y. To fulfill annual target, the management must define the number of workers and tools as the main production factor. This research helps PT. Y in composing cost and business process standard as a reference to define worker and tools requirement according to annual target in a deterministic environment condition. The reliability of the deterministic decision will be tested against several uncertainty situation with some modification using PERT approach and monte carlo simulation. The result of this research is a standard business process in the form of a standard operating procedure (SOP) and a standard cost as the reference in conducting company’s business process. The activity included in the SOP are logging, dispatching, paring, loading and unloading. The standard cost produced by this research consist of raw material, worker and overhead. Monte carlo simulation result shows that the probability of achieving production target volume is 85,3% and the probability of achieving total cost target is 94%. Keywords : forest concession production system, standard operating procedure, standard costing, monte carlo simulation
1. Pendahuluan Pada beberapa tahun terakhir khususnya pada tahun 2010 ini tercatat di Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan terdapat 59 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dengan total luas 4.067.010 ha di Kalimantan Tengah yang salah satunya adalah PT. X. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang mendapatkan izin untuk melakukan pembalakan mekanis di atas hutan alam yang biasa disebut dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). HPH mulai muncul sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Untuk menjalankan aktivitas produksinya PT. X bekerjasama dengan salah satu kontraktor di Surabaya yang bernama PT. Y. Kondisi yang terjadi pada PT. Y yaitu salah satu perusahaan kontraktor dari PT. X, baru memulai kerjasama khususnya di bidang produksi HPH. PT. Y mendapatkan kewenangan dari PT. X untuk melakukan produksi kayu yang dimulai dari pengambilan pohon di dalam hutan sampai berupa kayu gelondongan atau log yang siap diperjualbelikan. Oleh karena itu, terdapat sebuah kerjasama atau kontrak antara PT. X dengan PT. Y. Di dalam kontrak tersebut terdapat kesepakatan atau target yang harus dicapai oleh PT. Y selaku kontraktor. Target tersebut tercantum dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT). Di dalam RKT terdapat target volume produksi dan biaya operasional yang harus dicapai oleh PT. Y dalam waktu satu tahun. Untuk itu perlu adanya usaha yang perlu dilakukan oleh PT. Y untuk mencapai target tersebut meskipun dengan kondisi masih baru bergerak dalam bidang produksi HPH di hutan Kalimantan Tengah. Untuk memenuhi target RKT tersebut, manajemen harus menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat yang diperlukan sebagai faktor produksi utama dalam industri ini (variabel keputusan). Penetapan tersebut bukan hal yang mudah karena perusahaan belum memiliki standarisasi bisnis proses dan biaya sebagai dasar acuan estimasi. Selain itu, tingginya faktor-faktor ketidakpastian menyebabkan variabel keputusan harus handal dalam menghadapi ketidakpastian tersebut.
Penelitian ini membantu PT. Y dalam merumuskan standar proses bisnis dan biaya sebagai dasar acuan untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat berdasarkan target RKT dalam situasi ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional HPH (mengingat karakteristik umum permasalahan riil yang dominan stokastik daripada deterministik). Modifikasi pendekatan PERT dan simulasi Monte Carlo akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas keputusan dalam menghadapi situasi ketidakpastian. 2. Metodologi Penelitian Secara metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan mix method, yaitu gabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Secara umum metode kualitatif dilakukan pada awal penelitian yang dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan untuk mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang ada pada perusahaan. Di sisi lain, metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membuat model perhitungan untuk mengetahui biaya standar, dimana metode ini dimanfaatkan untuk mendapatkan gambar model konseptual pada sistem produksi HPH yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian adalah mengidentifikasi sistem produksi HPH sehingga dapat didefinisikan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian. Berlandaskan informasi kondisi sistem tersebut selanjutnya dilakukan observasi dan pembuatan SOP untuk menentukan detail aktivitas produksi yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Tahapan selanjutnya adalah menentukan standar proses dan biaya standar sebagai proses yang akan menentukan output yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pembuatan model konseptual. Pada tahap ini dilakukan pembuatan model yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dimana sistem dimulai dari input berupa target RKT, jumlah pohon dan harga kayu pada kondisi sekarang. Data yang digunakan berasal dari SOP yang dibuat pada tahapan di atas. Tahapan terakhir pada penelitian ini adalah dengan melakukan simulasi menggunakan pendekatan PERT dan metode simulasi monte carlo dengan menggunakan software @Risk. Simulasi ini dilakukan untuk
menguji kualitas keputusan atau pencapaian target produksi perusahaan terhadap ketidakpastian. 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Hak Pengusahaan Hutan PT. X merupakan salah satu perusahaan anggota kelompok usaha Korindo Group, yang memiliki Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) PT. KORINDO ARIABIMA SARI yang berlokasi di Jalan Korindo No. 77 Kelurahan Mendawai, Kecamatan Arut Selatan, Pangkalan Bun Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Kayu yang dihasilkan dari areal HPH PT. X hampir seluruhnya digunakan untuk memasok kebutuhan bahan baku industri tersebut sehingga sampai sejauh ini perusahaan tidak menghadapi kesulitan dalam hal pemasaran kayu bulat yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan tingkat kebutuhan bahan baku industri yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah produksi kayu bulat dari hutan alam sehingga seluruh kayu bulat yang berasal dari HPH pada Hutan Alam akan relatif mudah terserap oleh pasar. Pada proses produksinya PT. X melakukan kerjasama dengan PT. Y sehingga PT. Y memiliki kewenangan untuk melakukan pembalakan kayu mekanis atas ijin dari PT. X. Kegiatan produksi merupakan kegiatan yang paling utama pada perusahaan HPH. Hal ini dikarenakan fokusan untuk menjalankan bisnis prosesnya adalah melakukan produksi kayu. Perusahaan HPH yang mempunyai kewenangan melakukan pembalakan kayu yang berada di hutan sesuai dengan ijin yang didapatkan dari Departemen Kehutanan. Kegiatan produksi hutan merupakan rangkaian kegiatan yang mengubah tegakan pohon menjadi potongan kayu atau log sehingga kayu tersebut memiliki nilai ekonomis. Kegiatan ini dimulai dengan penebangan kayu di dalam hutan sampai kayu berada di dekat sungai besar atau biasa disebut dengan logpond. Rencana Kerja Tahunan atau yang disebut dengan RKT adalah suatu penjabaran, penyesuaian dan operasionalisasi tahunan dari Rencana Kerja Lima tahun (RKL). Syarat penyusunan RKT adalah perusahaan telah memiliki RKL yang sudah disahkan dan terdapat rencana blok RKT atau areal kerja HPH dengan luas dan batas tertentu yang akan dilakukan penebangan dalam jangka waktu
satu tahun yang disetujui oleh Dinas Kehutanan. Selain areal kerja, ditentukan juga target produksi yang harus dicapai oleh perusahaan dalam waktu setahun dengan jenis kayu yang telah ditentukan. Rencana kerja tahunan 2011 PT. X disahkan pada tanggal 11 Januari 2011 dengan No. 522.1.300/3/Dishut. Pada RKT 2011, PT. X mendapatkan target IUPHHK 47.410 m³ untuk Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Di bawah ini adalah gambar RKT 2011.
Gambar 3.1 Blok RKT 2011 (Sumber: PT. X)
Blok RKT 2011 merupakan tempat untuk melakukan aktivitas penebangan yang lokasinya sudah ditentukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil RKT 2011, dapat dijelaskan target menurut jenis kayunya sebagai berikut : Tabel 3.1 Target TPTI Menurut Jenis Kayu
No
Jenis Kayu
1 2 3 4 5 6 7 8
Meranti Keruing Nyatoh Bengkirai Agathis Kempas Komersil lain Ulin
9
Target TPTI Pohon Volume (M³) 12.252 3.797 1.230 966 14 558 3.618 94
26.048 7.686 2.275 2.193 54 1.028 7.259 262
Sindur
401
605
Total
22.930
Rata-rata volume tiap pohon
47.410 2,07
Pada penelitian ini jenis kayu dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok meranti, bangkirai & keruing, dan kelompok rimba campuran. Yang termasuk dalam kelompok meranti adalah kayu meranti, nyatoh dan agathis sedangkan yang dikelompokkan rimba campuran adalah kempas dan komersil lain. Untuk ulin dan sindur termasuk jenis kayu indah.
Pengelompokan ini dikarenakan melihat harga dari masing-masing kelompok yang memiliki perbedaan. Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar atau pedoman yang dipergunakan untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Pada aktivitas produksi di PT. X dengan kontraktor PT. Y belum memiliki SOP pada tiap aktivitas kerja terutama pada bagian produksi dikarenakan baru memulai pembukaan IUPHHK di Camp Palikodan sejak bulan Februari 2011. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan SOP sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin di bagian produksi. SOP pada aktivitas produksi akan dijadikan sebagai acuan untuk membuat suatu standar proses pada sistem produksi. Selain itu, SOP akan dijadikan sebagai alat komunikasi dan pengawasan bagi pekerja. Pada penelitian ini akan berfokus pada pembuatan SOP pada aktivitas proses produksi. SOP yang akan dibuat berupa flowchart tiap aktivitas dan pembuatan formulir-formulir yang harus diisi oleh tiap pekerja sebagai controlling system. SOP yang akan dijelaskan adalah SOP penebangan, SOP penarikan, SOP pengupasan, SOP Pemuatan, dan SOP Pengangkutan. Berikut adalah contoh SOP pada aktivitas produksi penebangan.
Standar Operasional Prosedur Aktivitas Penebangan Di Blok RKT 2011 Mulai
Mempersiapkan peralatan
Tidak Peralatan siap
Perbaikan
Ya Melakukan pengisian BBM
Mencatat pemakaian BBM
Data pemakaian BBM
Mengisi absensi
Data kehadiran karyawan
Memilih jenis pohon
Menentukan arah rebah
Menebang pohon
Membersihkan cabang dan ranting
Membuka jalur winching
Jam kerja selesai
Tidak
Ya Mengisi formulir hasil kerja
Data hasil penebangan
Menyerahkan dan melaporkan formulir hasil kerja ke mandor produksi
Membersihkan chainsaw dan alat-alat yang lain
Mengecek peralatan
Selesai
Gambar 3.2 Flowchart Aktivitas Penebangan Nomor Dokumen : PLKDN.103.01 Tanggal : 01/02/2011 Standar Operasional Prosedur Terbitan : Revisi : 01/05/2012 Aktivitas Penebangan (Pemotongan Pohon di Blok ) Halaman : 1 dari 2
I.
Tujuan Proses aktivitas penebangan dilaksanakan dengan benar dan mendapatkan hasil sesuai dengan target perusahaan.
II.
Tanggung Jawab Operator Chainsaw Melakukan pemotongan pohon Membersihkan cabang dan ranting pohon Membuka jalur winching Mengisi formulir hasil kerja Menyerahkan dan melaporkan formulir
Nomor Dokumen : PLKDN.103.01 Tanggal : 01/02/2011 Standar Operasional Prosedur Terbitan : Revisi : 01/05/2012 Aktivitas Penebangan (Pemotongan Pohon di Blok ) Halaman : 2 dari 2
III.
IV.
Dokumen terkait PLKDN.103.11 Daftar Hasil Penebangan PLKDN.103.19 Daftar Absensi Kerja PLKDN.103.20 Daftar Pemakaian BBM PLKDN.103.21 Peta Kerja Standar Operasional Prosedur 1. Persiapan Peralatan 1.1. Mempersiapkan mesin chainsaw dengan melakukan pengecekan pada mesin chainsaw, memperbaiki mesin chainsaw jika mesin mengalami kerusakan. 1.2. Melakukan pengisisan BBM pada mesin chainsaw dan mencatat pemakaiannya pada lembar konsumsi BBM setiap hari. 1.3. Mengisi Absensi sebelum melakukan aktivitas pekerjaan. Dan Jika berhalangan untuk bekerja, pekerja harus melapor kepada mandor produksi. 2. Melakukan Penebangan 2.1 Memilih jenis pohon yang akan ditebang dengan memilih pohon yang berdiameter di atas 40 cm. 2.2 Menentukan arah rebah sesuai arah penyaradan kayu, dan melihat posisi pohon, normal atau miring. 2.3 Membersihkan cabang dan ranting serta memotong ujung dan pangkal pohon. 2.4 Membuka jalur winching yang sesuai dengan arah penyaradan. 3. Setelah Melakukan Penebangan 3.1 Mengisi formulir hasil kerja. 3.2 Menyerahkan dan melaporkan formulir hasil kerja kepada mandor produksi. 3.3 Membersihkan chainsaw dan alat-alat lain selesai bekerja.
3.4 Memeriksa chainsaw setiap sore hari untuk persiapan besoknya. Bagian-bagian yang perlu diperiksa adalah rantai gergaji, bilah gergaji, kopling, saringan minyak dan bahan bakar, busi, sistem pembuangan asap, rem rantai, dan pelindung pegangan depan. Biaya standar pada penelitian ini ditentukan dari data yang diperoleh dari pengamatan langsung pada obyek amatan. Data tersebut menjadi input-an dari standar proses yang akan dijalankan pada alat bantu pendukung keputusan. Berikut adalah data tiap aktivitas. Tabel 3.2 Data Tiap Aktivitas
Tabel 3.2 Data Tiap Aktivitas (lanjutan)
Hasil dari perhitungan didapatkan pada RKT 2011 biaya standar bahan baku langsung sebesar Rp 4.805.376.000. Tenaga kerja langsung merupakan faktor yang fundamental dalam aktivitas produksi karena jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi kebutuhan dari mesin yang digunakan serta akan berimbas pada konsumsi BBM. Untuk menentukan biaya standar tenaga kerja dengan melihat upah standar dari pekerja dan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Untuk upah tenaga kerja langsung tiap aktivitas produksi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Upah Tenaga Kerja Langsung
Dari data di atas dipakai sebagai acuan untuk standar proses yang didapatkan dari observasi langsung. Pada perusahaan HPH, bahan baku langsungnya berupa sejumlah pohon pada suatu areal yang sudah mendapatkan ijin di dalam RKT. Perusahaan akan membayar sejumlah uang tertentu kepada pemerintah melalui Departemen Kehutanan. Pada Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 1998 dijelaskan tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Penerimaan tersebut disebut Provisi Sumber Daya Hutan atau PSDH dengan ketentuan kayu bulat yang mempunyai ukuran diameter 30 cm ke atas untuk jenis kayu meranti dan rimba campuran dengan biaya 6% per m³ dari harga kayu. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Tabel Perhitungan Biaya Bahan Baku
Untuk hasil perhitungan biaya tenaga kerja langsung pada tiap aktivitas produksi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung (Lanjutan)
Biaya standar overhead merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai bahan-bahan yang mendukung aktivitas produksi. Biaya overhead pada penelitian ini berupa biaya bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya BBM. Pada biaya bahan baku tidak langsung ditentukan oleh Iuaran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 1998. Pada peraturan tersebut dijelaskan mengenai pembayaran IHPH dengan tariff Rp 50.000 per hektar luas areal yang disetujui pada RKT. Selain itu perusahaan juga dikenai beban untuk dana reboisasi sebesar $ 16 untuk kelompok jenis meranti dan $ 13 untuk kelompok rimba campuran. Hal ini termaktub
dalam Peraturan Pemerintah No. 92 tahun 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Pada tabel 3.3, dijelaskan bahwa iuran HPH sebesar Rp 65.000.000 dan iuran Dana Reboisasi sebesar Rp 6.834.960.000 sehingga biaya standar bahan baku tidak langsung dapat dihitung sebesar Rp 6.899.960.000. Pada biaya tenaga kerja tidak langsung ditentukan oleh upah karyawan bulanan. Pada upah karyawan bulanan tersebut sudah memperhitungkan pencapaian target hasil produksi tiap bulannya yaitu 5926,25 m³. Hal ini diperhitungkan karena akan mempengaruhi premi dari tiap karyawan. Pada lampiran 1 dapat diketahui biaya standar tenaga kerja tidak langsungnya sebesar Rp 125.306.750,-. per bulan. Biaya BBM pada penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah mesin yang dibutuhkan serta harga BBM yang berlaku di tempat penelitian. Pada tiap aktivitas produksi, jumlah mesin yang dibutuhkan sama dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan kecuali pada aktivitas pengupasan yang tidak membutuhkan mesin untuk menjalankan aktivitasnya. Pada aktivitas penebangan biaya BBM tidak diperhitungkan, dikarenakan biaya BBM ditanggung oleh operator chainsaw. Harga BBM yang berlaku di tempat penelitian berkisar Rp 10.250 per liter untuk solar dan Rp 19.000 per liter untuk oli med 40 . Berikut adalah tabel perhitungan biaya BBM. Tabel 3.7 Biaya BBM
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya BBM per tahun adalah Rp 10,237 Milyar. Pada perancangan alat bantu pendukung keputusan dalam penelitian ini berupa sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan tenaga kerja sehingga dapat digunakan untuk melihat biaya tenaga kerja maupun yang lainnya. Alat bantu ini diawali dengan pembuatan model konseptual. Model konseptual alat bantu pendukung keputusan pada proses produksi HPH ini terdiri input, proses, dan output. Pada proses dipengaruhi oleh standar proses yang mendetailkan setiap aktivitas pada
proses. Berikut adalah model konseptual dari alat bantu.
Gambar 3.3 Model Konseptual Alat Bantu Pendukung Keputusan
Pada alat bantu pendukung keputusan menggunakan data input untuk mengawali prosesnya. Data input yang digunakan adalah target Rencana Kerja Tahunan, luas areal, ratarata volume pohon, jumlah pohon tiap jenisnya (meranti, bangkirai&keruing, rimba campuran), dan harga kayu tiap jenis. Data input tersebut akan diproses pada model perhitungan dengan menggunakan formulasi yang ada untuk menghasilkan output. Model perhitungan yang digunakan untuk memproses input menggunakan formulasi matematis. Formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Rata-rata volume tiap pohon = target RKT : jumlah pohon 2. Prestasi kerja tiap operator = hasil kerja per hari x rata-rata volume pohon 3. Rencana produksi per tahun = jumlah pohon x volume pohon 4. Target prestasi kerja per hari = rencana produksi per tahun : jumlah hari kerja per tahun 5. Jumlah operator = target prestasi kerja per hari : prestasi kerja tiap operator 6. Biaya tenaga kerja langsung penebang = (volume meranti x upah)+(vol. bangkirai&Keruing x upah) +(vol. R. Campuran x upah) 7. Biaya BBM = jumlah mesin x kebutuhan BBM x harga BBM Form input adalah bentuk visualisasi alat bantu pendukung keputusan untuk memasukkan data input. Berikut tampilan kotak dialog input.
Gambar 3.6 Output per Bulan
Gambar 3.4 Form Input pada Alat Bantu Pendukung Keputusan
Setelah form input diisi sesuai dengan kondisi RKT, kemudian ditekan tombol ok untuk memunculkan output secara keseluruhan pada aktivitas yang ada dalam proses. Output yang dihasilkan adalah rencana produksi kayu, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan mesin, kebutuhan BBM, rencana produksi kayu, biaya tenaga kerja dan BBM, serta perkiraan pendapatan. Sedangkan untuk output tiap aktivitas akan muncul ketika tombol aktivitas produksi pada kotak proses ditekan. Tampilan output tiap aktivitas akan muncul kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan mesin, kebutuhan BBM, biaya BBM, dan biaya tenaga kerja. Untuk melihat hasil output dan biaya standar dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya BBM dapat mengklik tombol output pada kotak output. Tampilan output biaya standar dapat dilihat di bawah ini, baik output standar per bulan maupun output standar per tahun.
Gambar 3.5 Output per Tahun
Setelah diketahui hasil keputusan, kemudian dilakukan pengujian keputusan terhadap ketidakpastian dari hasil perhitungan pada alat bantu pendukung keputusan. Pengujian dilakukan dengan melakukan simulasi Monte Carlo yaitu melakukan percobaan pada elemen kemungkinan dengan menggunakan sampel random acak. Percobaan ini dilakukan dengan software @Risk untuk memudahkan melakukan simulasi. Pada simulasi ini data yang disimulasikan berdistribusi pert menggunakan taksiran-taksiran atau estimasi untuk menentukan suatu kondisi yang realistis. Tiga macam taksiran tersebut adalah most likely, optimistic, dan pessimistic. Model pert pada dasarnya menjabarkan proses taksiran secara ilmiah ke dalam distribusi Beta sehingga bisa diketahui bagaimana proses penaksiran pada variabel data yang ada. Distribusi beta adalah salah satu distribusi teoritik yang dapat digunakan sebagai model pembuat keputusan. Sedangkan pada simulasi Monte Carlo adalah membuat nilai dari tiap variabel yang menyusun model dengan menghitung hasil variabel di masa lalu. Kemudian membangun distribusi kemungkinan kumulatif untuk tiap-tiap variabel serta menentukan interval angka random untuk tiap variabel. Setelah disimulasikan akan didapatkan hasil kemungkinan-kemungkinan yang terjadi secara realistis. Variabel data yang disimulasikan diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh manager dari perusahaan amatan. Variabel data tersebut dijelaskan pada tabel berikut ini.
Tabel 3.8 Variabel Data untuk Simulasi
Setelah dilakukan simulasi, didapatkan hasil pada software @Risk yang dijelaskan pada gambar berikut ini :
Gambar 3.7 Output Volume Produksi per Tahun
Tabel 3.8 Variabel Data untuk Simulasi (Lanjutan)
Gambar 3.8 Output Total Biaya per Tahun
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa probabilitas untuk mencapai volume produksi tersebut adalah 85,3 %. Sedangkan probabilitas total biayanya adalah 94 %. Dari hasil simulasi juga bisa dilihat faktor kritis yang paling berpengaruh terhadap hasil output yaitu random hari baik untuk volume produksi maupun total biaya. Di bawah ini gambar faktor yang berpengaruh terhadap output.
Model yang dibuat disimulasikan dengan software @Risk dengan iterasi 1000 untuk menentukan volume produksi dan total biaya. Pada variabel data jumlah hari kerja per tahun dibangkitkan (generate) sampai 180 hari kerja per tahun.
Gambar 3.9 Faktor Kritis Output
4. Analisis dan Interpretasi Data Pada perusahaan HPH, proses produksi atau aktivitas produksi merupakan sesuatu yang paling utama. Proses produksi akan menentukan hasil produksi dari suatu perusahaan. Proses produksi diawali dengan kegiatan penebangan. Tahap penebangan sangat penting dalam kelancaran kegiatan produksi hutan secara keseluruhan. Lancar atau tidaknya kegiatan penebangan akan berdampak pada lancar tidaknya kegiatan berikutnya karena aktivitas dari proses produksi berjalan berurutan. Pada proses penebangan dilakukan pada petak tebang yang berada di dalam hutan. Petak tebang tersebut sudah ditentukan lokasi maupun tempatnya pada RKT. Oleh karena itu, operator chainsaw harus mengetahui areal yang akan ditebang agar tidak keluar dari areal yang ditentukan pada RKT. Karena jika keluar dari RKT perusahaan akan menerima sanksi dari Dinas Kehutanan dikarenakan melanggar izin yang telah ditetapkan. Untuk menghindari hal tersebut, operator chainsaw bertempat tinggal di dekat petak tempat penebangan dengan menggunakan camp tarik. Dengan demikian, operator chainsaw tidak keluar masuk hutan tiap hari sehingga dapat mengurangi aktivitas non produktif. Karyawan yang bekerja di PT. X ini dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan karyawan borongan. Pada karyawan tetap, sistem pengupahannya menggunakan sistem bulanan yang sudah ditetapkan komponen gajinya. Komponen untuk karyawan bulanan terdapat gaji pokok, tunjangan bulanan, uang makan dan premi. Pada gaji pokok besarnya disesuaikan dengan jabatannya sama halnya dengan tunjangan gaji. Yang berhak menerima tunjangan gaji hanya beberapa jabatan saja seperti personalia, mandor produksi, dan chief mechanic. Hal ini dikarenakan jabatan-jabatan tersebut memiliki tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan jabatan-jabatan yang lain. Uang makan yang diberikan pada karyawan besarnya seragam rata-rata yaitu Rp 300.000,-. Uang makan dari seluruh pekerja tidak diberikan kepada karyawannya karena uang tersebut digunakan untuk makan sehari-hari pekerja. Uang makan tersebut dikoordinir oleh tukang masak yang ada di camp. Premi adalah bagian dari pendapatan yang diperoleh karyawan bulanan. Premi dihitung dengan mengalikan nilai premi dengan hasil produksi pada bulan tersebut. Harapannya dengan adanya uang premi tersebut bisa menambah semangat para pekerja bulanan. Dari kesemua komponen tersebut rata-rata gaji
dari karyawan bulanan adalah di atas Upah Minimum Regional (UMR) yang ada di Kalimantan Tengah yaitu Rp 1.134.580,(Sidauruk, 2011). Pada sistem pengupahan untuk karyawan borongan dibagi dalam dua komponen yaitu uang makan dan premi. Premi ditentukan oleh hasil kerja dari masing-masing karyawan. Hal ini dapat menjadi motivasi untuk karyawan agar bekerja lebih baik dan menghasilkan output yang maksimal bagi perusahaan sehingga gaji yang didapatkan oleh karyawan maksimal juga. Dengan adanya sistem borongan juga akan menghindarkan dari kinerja karyawan yang bermalas-malasan. Standar operasional prosedur yang telah dibuat digunakan sebagai pedoman untuk menjalan aktivitas produksi. SOP tersebut berisi flowchart dimana flowchart tersebut menunjukkan alur yang harus dijalani oleh seorang karyawan dalam hal ini operator. SOP yang dibuat terdiri dari SOP aktivitas penebangan, aktivitas penarikan, aktivitas pengupasan, aktivitas pemuatan 1, aktivitas pengangkutan 1, aktivitas bongkar muat, aktivitas pengangkutan 2, dan aktivitas pembongkaran. SOP dari masing-masing aktivitas produksi HPH berisi nomer dokumen yang digunakan sebagai inisial dari jenis aktivitasnya. Keuntungan bagi karyawan dengan adanya SOP adalah SOP digunakan karyawan untuk mengetahui tanggung jawab yang harus dilakukan oleh karyawan tersebut. Sedangkan keuntungan bagi perusahaan adalah perusahaan mendapatkan hasil yang sesuai dengan target perusahaan. Di dalam SOP juga dijelaskan dokumen-dokumen yang terkait dengan aktivitas tertentu sehingga akan mempermudah dalam hal administrasi an controlling. Controlling yang dilakukan oleh perusahaan juga bisa dengan melihat SOP, apakah karyawan sudah melakukan pekerjaan dengan baik atau belum. Pada SOP yang telah dibuat dapat dilihat dalam 3 hal yaitu kegiatan atau aktivitas, tugas atau tanggung jawab, dan prosedur kerja. Di dalam SOP yang dibuat terdapat aktivitas atau kegiatan yang mengidentifikasi fungsi utama dalam suatu pekerjaan dan langkahlangkah yang diperlukan dalam menjalankan fungsi kegiatan tersebut. Tugas atau tanggung jawab merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing karyawan. Tugas atau tanggung jawab tersebut mendeskripsikan jabatan tertentu. Deskripsi tugas berdasarkan fungsi atau posisi bukan individual. Jadi, sekelompok orang akan memiliki fungsi atau
peran yang sama. Pada prosedur kerja diperoleh langkah-langkah yang penting untuk melaksanakan pekerjaan. Prosedur kerja memiliki peranan yang penting bagi perusahaan karena memberikan pengawasan yang lebih baik mengenai apa yang dilakukan dan bagaimana pekerjaan tertentu dilakukan oleh karyawan. Pada RKT 2011, biaya standar bahan baku langsung berasal dari iuran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sedangkan untuk biaya standar bahan baku tidak langsung berasal dari pembayaran dana reboisasi dan Iuran HPH. Untuk iuran PSDH sebesar 6% dari harga kayu per m³. Untuk biaya standar bahan baku langsung per m3 adalah Rp 324.000 sedangkan biaya standar bahan baku tidak langsung per m3 adalah jumlah dari iuran DR dan IHPH per m3 yaitu Rp 406.348. Total biaya standar bahan baku sebesar Rp 730.348, jika diprosentasekan sebesar 49 % dari pendapatan perusahaan per m³ untuk jenis kayu meranti. Pada biaya tenaga kerja merupakan biaya yang paling rendah dibandingkan dengan biaya-biaya yang lain. Pada RKT 2011 biaya standar tenaga kerja langsung sebesar Rp 985 juta sedangkan biaya standar tenaga kerja tidak langsung besarnya Rp 1,002 Milyar. Hal ini dikarenakan pembayaran upah tenaga kerja tidak bergantung pada jumlah tenaga kerja tetapi besarnya upah tenaga kerja bergantung pada jumlah volume produksi. Jika volume produksi besar maka upah yang diterima oleh tenaga kerja juga besar. Besarnya upah tenaga kerja untuk jenis pekerjaan tertentu dipengaruhi oleh jenis kayu. Aktivitas produksi yang upah tenaga kerjanya dipengaruhi oleh jenis kayu adalah penebangan, penarikan dan pengangkutan 2. Ratarata upah untuk jenis kayu bangkirai dan keruing lebih besar dibandingkan dengan jenis kayu yang lain. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.3. Alasan lain dikarenakan harga kayu keruing lebih mahal dibandingkan dengan kayu meranti dan kayu rimba campuran sehingga upah tenaga kerja untuk jenis kayu bangkirai dan keruing lebih tinggi. Jika dilihat pada gambar 3.5 output per tahun terlihat bahwa biaya BBM merupakan biaya yang cukup besar dikeluarkan oleh perusahaan sekitar Rp 10 Milyar dengan harga solar Rp 10.250 per liter dan Oli Med 40 seharga Rp 19.000 per liter. Hal ini terlihat dari harga BBM yang ada merupakan harga BBM non subsidi sehingga harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Selain itu kebutuhan BBM untuk tiap mesin lebih besar dibandingkan kebutuhan standar mesin-
mesin pada umumnya di perusahaan lain. Faktor yang mengakibatkan hal tersebut bisa dikarenakan mesin-mesin yang digunakan untuk aktivitas produksi merupakan mesin-mesin yang sudah berumur lebih dari 10 tahun dengan efisiensi sekitar 60 %. Hal ini bisa meyebabkan pemakaian BBM yang boros. Selain itu pemakaian BBM yang boros dibandingkan pada umumnya, dikarenakan medan jalanan yang dilalui oleh mesin-mesin tersebut membutuhkan tenaga yang ekstra untuk melaluinya. Jika dilihat dari lokasi tempat produksi di daerah gunung, jalanan yang dilalui oleh mesin kebanyakan batu-batuan dan tidak beraspal. Untuk itu membutuhkan konsumsi BBM yang lebih, Inilah sebabnya kenapa perusahaan HPH kebanyakan berusaha untuk meminimalisir pemakaian BBM yang akan berdampak pada penurunan total biaya. Pada target RKT, untuk output volume produksi 47.410 m³ dan total biaya tidak lebih dari 10 milyar bisa dilihat probabilitas pencapaiannya pada gambar 3.7 dan gambar 3.8 dari hasil simulasi monte carlo. Probabilitas total output tebang per tahun nilainya 85,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk mencapai target produksi memiliki probabilitas 85,3 %. Angka ini sudah cukup menunjukkan bahwa hasil keputusan memiliki kepercayaan 85,3 % pada output volume produksi. Pada output total biaya per tahun menunjukkan bahwa probabilitas kesesuaian hasil simulasi dengan hasil keputusan pada alat bantu pendukung keputusan sebesar 94 %. Hal ini menunjukkan bahwa model yang ada dalam alat bantu pendukung keputusan merepresentasikan kondisi sebenarnya dalam faktor total biaya dengan probabilitas pencapaian 94 %. Dari gambar 3.9 diketahui bahwa faktor yang sangat mempengaruhi output dari volume produksi dan output total biaya adalah random hari. Hal ini terlihat bahwa hasil sensitifitasnya kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena assessmen jumlah hari pesimis, moderate, dan optimis sangat signifikan bedanya (112, 160, dan 180 hari). Jumlah hari pada aktivitas produksi sangat menentukan output hasil pencapaian target produksi. Jika jumlah hari produksi menurun akan mempengaruhi hasil pencapaian target produksi. Selain itu jika jumlah hari produksi rendah akan menurunkan jumlah biaya produksi dengan kata lain jumlah hari produksi berbanding terbalik dengan total biaya.
5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini terkait dengan sistem produksi HPH bahwa pada RKT 2011 terdapat 8 aktivitas yang dilakukan pada sistem produksi sehingga didapatkan delapan jenis SOP yaitu SOP penebangan, SOP penarikan, SOP pengupasan, SOP pemuatan , SOP pengangkutan 1, SOP bongkar muat, SOP pengangkutan 2, dan SOP pembongkaran pada sistem produksi HPH di PT. X. SOP ini akan digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk melakukan aktivitas produksi. Pada RKT 2011, biaya standar bahan baku didapatkan dari iuran PSDH dengan besar Rp 4.805.409.780. Sedangkan biaya standar bahan baku tidak langsung diperoleh dari pembayaran dana reboisasi dan IHPH sebesar Rp 6.638.912.210. Pada biaya standar tenaga kerja langsung sebesar Rp 985.824.093 dan biaya standar tenaga kerja tidak langsung sebesar Rp 1.002.454.000. Biaya BBM yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp 10.237.920.000. Kesemua biaya ini akan menjadi acuan perusahaan untuk mengendalikan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Dari hasil simulasi diketahui bahwa kemungkinan pencapaian target produksi RKT 2011 sebesar 85,3 % dengan kemungkinan total biaya yang dikeluarkan memiliki kepercayaan 94 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil keputusan yang dihasilkan bia mewakili kondisi yang sebenarnya. Dalam pengembangan SOP yang dihasilkan, sebaiknya perusahaan melakukan pengontrolan secara berkala terhadap setiap aktivitas produksi yang dilakukan oleh karyawan. Pengontrolan tersebut perlu dilakukan oleh orang tertentu yang bertugas sebagai time keeper sehingga tidak dibebankan hanya kepada mandor produksi. Selain itu, sebaiknya perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap SOP yang dijalankan oleh karyawan untuk mengetahui kinerja dari karyawan dan diperlukan suatu kerjasama antar karyawan untuk menjalankan SOP dengan baik. Untuk pengembangan penelitian ini, bisa dikembangkan dengan melakukan penilaian aktivitas produksi dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik.
6. Daftar Pustaka Atmoko, T.2010.Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
. Diakses 29 desember 2010. Barat, D. K.2011.Permohonan Ijin IUPHHK pada Hutan Alam. . Diakses 17 Februari 2011. Baridwan, Zaki.2002. Sistem Akuntansi: Penyusunan Prosedur dan Metode, Edisi 5.Yogyakarta:BPFE Basundoro, A. S.2008. Pengembangan Perangkat Lunak Sistem Manufaktur pada PT. Krama Yudha Ratu Motor dengan Studi Kasus Pengelolaan peralatan Berbasis Web Sistem Manufaktur. Bandung: Jurusan Teknik Mesin ITB. Carter, W., & Usry, M. F.2005. Cost Accounting 13th Edition. Singapore: Thomson. Djati, B. S. L. 2007. Simulasi Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:ANDI. Frenky.2010.DefinisiSistem.. Diakses 2 Desember 2010. Horngren, C., & Foster, G.2005. Cost Accounting: A Managerial Emphasis 12th edition.New Jersey:Prentice Hall. Kartadinata, A.2000. Akuntansi dan Analisis Biaya. Jakarta: Rineka Cipta. Laodesyamri.2010. Sistem Biaya Standar. . Diakses 30 Desember 2010. Matz, A., & Usry, M. F. (1980). Cost Accounting: Planning and Control, Seventh Edition.Filiphina:South-Western Publishing Co. Mulyadi.1993. Akuntansi Biaya. Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Mulyadi.2007. Sistem Akuntansi. Jakarta:Salemba Empat. Pardede, B.2009. Konsep Dasar Produksi. . Diakses 10 Desember 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.20/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam Pada Hutan Produksi Melalui Permohonan.
Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Peraturan Pemerintah No. 06 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan Pemerintah No. 03 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan. Sidauruk, M.2011. Upah Minimum Provinsi (UMP) 2011 Naik. . Diakses 3 Juni 2011. Simamora, H.1999. Akuntansi Manajemen. Jakarta:Salemba Empat. Supriyono, R.2000. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YKPN. Supriyono, R.1999. Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta:PT BPFE. Sutanto.2009. Model Simulasi Monte Carlo. . Diakses 2 Juni 2011. Willson, J. D., & Campbell, J. B.1991. Controllership, the Work of the Managerial Accountant. New York: John Wiley & Sons.
Daftar Lampiran Lampiran 1. Gaji Standar Karyawan Bulanan
No
Nama
Jabatan
Gaji Pokok
Tunjangan
Uang Makan
Premi
Total Pendapatan
1
Amalludinnor
Personalia
1.500.000
500.000
300.000
888.938
3.188.938
2
Andri Sugiar
1.500.000
-
300.000
592.625
2.392.625
3
Budi Santoso
Staf Logistik Mandor Produksi
2.000.000
1.000.000
300.000
5.037.313
8.337.313
4
Edi Heriono Vimala Cakra Netra Syaifulloh Muhyaddin
Driver
1.300.000
-
300.000
1.481.563
3.081.563
1.300.000
-
300.000
-
1.600.000
1.300.000
-
300.000
-
1.600.000
800.000
-
300.000
-
1.100.000
8
Ismawati Simba Sudarsono
ADM P'Bun Logistik P'Bun Jurmas P'Bun Mekanik/ Welder
2.000.000
-
300.000
1.185.250
3.485.250
9
Sukiman
Mechanik
2.500.000
-
300.000
1.777.875
4.577.875
10
Suryadi
-
300.000
1.777.875
4.077.875
11
Yopie Formes
1.000.000
300.000
2.963.125
6.763.125
12
Sius Arman
Mechanik 2.000.000 Chief Mekanik 2.500.000 Driver Dump Truck 1.500.000
-
300.000
888.938
2.688.938
13
Darman
1.500.000
-
300.000
592.625
2.392.625
14
Masto
1.300.000
-
300.000
888.938
2.488.938
15
1.300.000
-
300.000
888.938
2.488.938
16
Nendra Imamat Hardianto
Pengukuran Pembantu Mekanik Pembantu Mekanik Ka. Logistik
2.000.000
1.000.000
300.000
1.185.250
4.485.250
17
Dodi Apriadi
Pengukuran
1.500.000
-
300.000
592.625
2.392.625
18
Heriyanto
Mekanik
1.750.000
-
300.000
1.185.250
3.235.250
19
Robby Martinus
1.500.000
-
300.000
1.185.250
2.985.250
20
Siswanto
2.750.000
-
300.000
1.185.250
4.235.250
21
Suroso
Tireman Mekanik Elektrik Pembantu Mekanik
1.300.000
-
300.000
592.625
2.192.625
22
Suwadak
Ka. Satpam
1.500.000
500.000
300.000
1.185.250
3.485.250
23
Masa
Perminyakan
1.300.000
-
300.000
592.625
2.192.625
5 6 7
No
Nama
Jabatan
Gaji Pokok
Tunjangan
Uang Makan
Premi
Total Pendapatan
24
Irwanto
Bag. Perminyakan
1.300.000
-
300.000
592.625
2.192.625
25
Bibit
Juru Masak
800.000
-
300.000
592.625
1.692.625
26
Mistini
Juru Masak
800.000
-
300.000
592.625
1.692.625
27
E f i. H
Juru Masak
800.000
-
300.000
592.625
1.692.625
28
Suminah
800.000
-
300.000
592.625
1.692.625
29
Yakobus Beker
1.000.000
-
300.000
592.625
1.892.625
30
Nurudin
1.300.000
-
300.000
592.625
2.192.625
31
Kuswaji
750.000
-
300.000
1.185.250
2.235.250
32
Darius CP.
5.000.000
-
500.000
17.778.750
23.278.750
33
Soni
Juru Masak Satpam / Jaga Malam Pembantu mekanik Driver/Meka nik Manager Camp Manager Produksi
5.000.000
-
350.000
5.926.250
11.276.250
Total
125.306.750