PERANAN PENGEMBANGAN OBAT DALAM PENEMUAN OBAT BARU UNTUK MENGATASI MASALAH RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIKA Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Jl. Kalimantan I/2 Jember e-mail:
[email protected]
Abstract The discovery, development, and clinical use of antibiotics during the 20th century have decreased substantially the morbidity and mortality from bacterial infections. Since 1980, a reduced rate of introduction of new agents has been accompanied by an alarming increase in bacterial resistance to existing agents, resulting in the emergence of a serious threat to global public health. The intense use and misuse of antibiotics are the major forces associated with the high numbers of resistant pathogenic and commensal bacteria worldwide. Both the volume and the way antibiotics are applied contributes to the selection of resistant strains. Still, other social, ecological and genetic factors affect a direct relationship between use and frequency of resistance. Unfortunately, the increasing emergence of acquired resistance to antibiotics seriously threatens their effectiveness for the therapy of both nosocomial and community-acquired infections. The development of new prophylactic and therapeutic procedures is urgently required to meet the challenges imposed by the emergence of bacterial resistance. Keyword: Antibiotic, resistance, drug development
I. PENEMUAN DAN PENGEMBANGAN OBAT Dilahirkan oleh ilmu kimia tetapi perkembangannya banyak dipengaruhi oleh ilmu farmakologi, penelitian obat memiliki kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan pengobatan dalam satu abad terakhir. Penelitian obat seperti yang kita kenal saat ini
dimulai ketika ilmu kimia mencapai tahap
kematangan dalam prinsip dan metode yang diaplikasikan untuk mengatasi masalah diluar ilmu itu sendiri, dan ketika farmakologi berkembang menjadi suatu disiplin ilmu sendiri (Drews, 2000). Penelitian obat meliputi beberapa disiplin ilmu yang berbeda untuk mencapai satu tujuan yaitu pengembangan suatu metode terapi yang baru.
Penelitian obat secara fungsional dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap penemuan dan pengembangan obat. Tahap penemuan meliputi penentuan target terapi baik berupa enzim atau reseptor yang memiliki aktivitas biologis, dan dilanjutkan dengan proses skrining sehingga diperoleh senyawa yang memiliki aktivitas biologis baik secara in vitro maupun in vivo. Tahap pengembangan obat meliputi evaluasi keamanan dan efikasi dari senyawa baru tersebut secara in vivo. Jika target enzim atau reseptor sudah diketahui, maka digunakan ilmu medisinal yang melihat hubungan antara struktur dan aktivitas baik secara empiris maupun semi empiris untuk menentukan modifikasi struktur sehingga diperoleh senyawa dengan aktivitas in vitro yang maksimal. Aktivitas in vitro yang baik belum tentu diikuti oleh aktivitas in vivo yang baik pula jika tidak didukung oleh bioavailabilitas yang baik dan lama kerja sesuai dengan kebutuhan. Karena itu, farmakokinetika dan metabolisme obat memiliki peranan yang sangat penting dalam pengembangan obat (Lin and Lu, 1997). Salah satu penemuan dan pengembangan obat yang sangat mempengaruhi dunia kesehatan adalah penemuan antibiotika. Penemuan, pengembangan dan penggunaan klinis antibiotika selama periode abad ke-20 telah berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh infeksi bakteri. Era antibiotika dimulai sejak digunakannya sulfonamide pada periode tahun 1930, yang diikuti oleh periode emas penemuan antibiotika yaitu antara tahun 1945-1970 dimana jumlah variasi struktur dengan efektivitas yang besar ditemukan dan dikembangkan. Sejak tahun 1980 timbul tantangan untuk penemuan obat baru, sementara komitmen dari industri farmasi untuk menemukan antibiotika baru menurun. Pada periode yang sama juga terjadi peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotika yang merupakan ancaman serius terhadap dunia kesehatan (Chopra et al., 1997).
II. MEKANISME RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIKA Resistensi bakteri terhadap antibiotika bukan merupakan sesuatu yang baru, tetapi timbulnya organisme yang resisten terhadap antibiotika dalam jumlah besar pada suatu lokasi geografis tertentu belum pernah terjadi sebelumnya (Levy and
Marshall, 2004). Penggunaan antibiotika yang salah dan berlebihan merupakan penyebab utama dari besarnya jumlah bakteri patogen dan komensal yang resisten terhadap antibiotika. Faktor lain yang memberikan kontribusi terhadap timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotika adalah jumlah dan cara penggunaan antibiotika. Faktor sosial, ekologi dan genetik juga mempengaruhi hubungan antara penggunaan dan frekuensi timbulnya resistensi terhadap antibiotika (Barbosa and Levy, 2000). Salah satu contoh masalah resistensi kuman terhadap antibiotika adalah resistensi Shigella terhadap beberapa jenis antibiotika. Resistensi kuman terhadap antibiotika berlangsung secara evolusi, maka dirasa perlu untuk melakukan pemantauan resistensi kuman terhadap antibiotik secara berkala, baik dalam skala lokal maupun nasional. Hal ini mengingat bahwa pola kuman dan resistensinya dapat bervariasi pada waktu dan tempat yang berbeda. Adapun masalah yang lebih besar lagi adalah timbulnya multiresistensi suatu bakteri terhadap berbagai jenis antibiotik karena penggunaan antibiotika yang berlebihan. Tujuan mengadakan pemantauan resistensi jenis bakteri ini terhadap antibiotika antara lain adalah untuk meningkatkan kualitas penulisan resep dokter, mempengaruhi, membantu dan mendorong pihak-pihak yang berkepentingan (pemerintah dan swasta) dalam membuat kebijakan penggunaan antibiotika (Triatmodjo, 1993). Resistensi bakteri terhadap antibiotika mudah menyebar, gen yang membawa sifat resisten tersebut dapat berpindah dari satu bakteri ke bakteri lain yang memiliki taksonomi dan ekologi yang berbeda. Proses penyebaran tersebut terjadi dengan cara perpindahan penyusun gen seperti bacteriophage, plasmid, DNA maupun transposons. Gen tersebut umumnya bersifat resisten terhadap satu tipe atau golongan antibiotika tertentu (Levy and Marshall, 2004). Mekanisme terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika sangat bervariasi, beberapa langsung bekerja pada antibiotika itu sendiri. Enzim βlaktamase merusak penisilin dan sefalosporin serta mengubah enzim yang menonaktifkan kloramfenikol dan aminoglikosida seperti streptomisin dan gentamisin. Target lain adalah sistem transport obat tersebut di dalam tubuh, misalnya sistem efflux aktif obat dapat menjadi media resistensi bakteri terhadap
tetrasiklin, kloramfenikol dan fluoroquinolon. Tipe ketiga dari mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotika adalah berubahnya target intraseluler dari obat, misalnya ribosom, enzim pemetabolisme, protein yang berperan dalam replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Perubahan target ini menyebabkan obat tidak dapat menghambat fungsi vital dari sel mikroba (Levy and Marshall, 2004).
III. PENEMUAN DAN PENGEMBANGAN ANTIBIOTIKA BARU Terjadinya peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotika merupakan ancaman serius terhadap dunia kesehatan, karena itu diperlukan penemuan dan pengembangan jenis antibiotika baru yang dapat melawan mekanisme resistensi yang sudah ada. Kebutuhan antibiotika baru masih sangat diperlukan, terutama yang efektif melawan bakteri resisten, virus, protozoa,fungi atau tumor. Untuk mendapatkan antibiotika baru, para peneliti telah banyak melakukan berbagai cara seperti biotransformasi senyawa-senyawa tertentu dengan bantuan mikroba atau membuat derivat antibiotika semisintetik, mutasi strain penghasil antibiotika atau mencari senyawa antibiotika baru dari mikroba yang ada di alam. Dalam mencari antibiotika baru, posisi Jepang, Amerika dan Inggris masih belum tertandingi. Pada saat ini sebagian besar antibiotika baru yang diperkenalkan merupakan antibiotika semisintetik. Misalnya derivat penisilin (ampisilin, amoksisilin), sefalosporin (sefotaksim), kanamisin (amikasin, dibekasin, rifampisin dan sebagainya. Keberhasilan ini telah merangsang untuk membuat derivat grup antibiotik yang lain seperti makrolida, poliene antifungi atau antrasiklin antitumor. Walaupun derivatisasi atau biokonversi menjanjikan antibiotika baru yang berguna, senyawa antibiotika baru yang alami masih terus dicari dan sangat diharapkan. Keberhasilan mendapatkan antibiotika baru dari sumber alami seperti metabolit mikroba telah menimbulkan asumsi bahwa mikroba merupakan sumber senyawa baru yang tidak pernah habis. Bahkan selain aktivitas antibiotika, metabolit mikroba juga menjadi sumber senyawa aktif farmakologis atau fisiologis yang berguna di bidang medis atau digunakan dalam pertanian. Aktinomisetes merupakan kelompok mikroba penghasil antibiotika terbanyak. Sekitar 70% antibiotika yang telah ditemukan dihasilkan oleh
aktinomisetes terutama streptomises, sehingga sasaran skrining mikroba penghasil antibiotika ditujukan pada kelompok aktinomisetes. Selain streptomises, skrining juga diarahkan untuk mendapatkan anggota aktinomisetes yang lain, terutama rare actinomycetes
seperti
Actinoplanes,
Micromonospora,
Saccharopolyspora,
Actinomodura, Dactylosporangium dan sebagainya. Organisme tersebut telah menghasilkan metabolit yang menarik termasuk antibiotik dan antitumor. Skrining mikroorganisme secara umum bertujuan mencari mikroba yang menghasilkan metabolit yang dapat dimanfaatkan oleh manusia misalnya antibiotika, asam amino, enzim, antitumor atau substansi bioaktif lainnya. Pada prinsipnya skrining mikroba penghasil antibiotik terbagi dalam beberapa tahap. Masing-masing tahap berusaha mengeliminasi mikroba yang tak dikehendaki dan meningkatkan organisme yang diinginkan misalnya aktinomisetes (Suwandi, 1993). Dalam proses pengembangan antibiotika baru ini perlu pendekatan rasional berdasarkan mekanisme terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotika secara biokimiawi. Hal ini untuk menjamin agar antibiotika baru yang diperoleh dapat melawan mekanisme resistensi yang sudah ada dan dapat mencegah terjadinya mekanisme resistensi baru, sehingga antibiotika baru tersebut dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Beberapa contoh pendekatan tersebut menurut Chopra et al, 1997 meliputi: 1. Analog antibiotika yang stabil terhadap inaktivasi enzim Inaktivasi antibiotika secara enzimatis adalah mekanisme penting dari resistensi bakteri terhadap antibiotika golongan β-laktam, kloramfenikol, aminoglikosida dan makrolida. Untuk mengatasi masalah ini, analog antibiotika yang stabil terhadap enzim dikembangkan, misalnya Isoxazolyl penisilin, Imipenem dan Amikasin. 2. Menghambat enzim dari bakteri yang menginaktivasi antibiotika Enzim bakteri yang mendegradasi antibiotika adalah target potensial untuk aksi obat dengan cara mengkombinasi produk yang berisi antibiotika dan inhibitor spesifik yang mencegah inaktivasi antibiotika oleh enzim. Asam klavulanat merupakan prototipe molekul untuk strategi ini. Asam klavulanat memiliki aktivitas antibakteri yang rendah tetapi memiliki afinitas yang tinggi
dan bersifat irreversible terhadap enzim β-laktamase. Dalam sediaan, asam klavulanat dikombinasi dengan amoksisilin. 3. Analog antibiotika yang tidak dikenali oleh efflux pump bakteri Beberapa isolat yang resisten terhadap makrolida, tetrasiklin dan quinolon disebabkan oleh efflux pump yang berfungsi untuk mencegah akumulasi antibiotika dalam bakteri. Sintesis senyawa analog dengan antibiotika golongan ini yang tidak dikenali oleh efflux pump dari bakteri, sehingga akan memperpanjang aktivitas dari antibiotika tersebut, memberikan solusi untuk mengatasi masalah resistensi yang berhubungan dengan mekanisme transport obat. Contoh pendekatan ini adalah ditemukannya Glycylcycline, yang merupakan analog dari Tetrasiklin. 4. Menghambat efflux pump yang mengeluarkan antibiotika dari sel bakteri Inhibitor efflux pump bakteri sudah ditemukan tetapi tidak memberikan hasil yang cukup menggembirakan, sehingga masih diperlukan penelitian yang panjang agar dihasilkan antibiotika baru yang mengikuti mekanisme ini. 5. Analog antibiotika yang memodifikasi target pada bakteri yang resisten Modifikasi target aksi antibiotika menyebabkan timbulnya resistensi pada beberapa golongan seperti β-laktam, tetrasiklin dan glikopeptida. Sintesis analog dari antibiotika ini menghasilkan senyawa baru yang dapat berikatan dengan target yang sudah dimodifikasi. Glycylcycline menghambat sintesis protein pada ribosom yang mengekspresikan resistensi pada tetrasiklin yang melindungi ribosom. Analog carbapenem yaitu L-695,256 dan SM-17466 memiliki afinitas yang tinggi terhadap gen mecA yang dihasilkan oleh stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. Gen mecA mengkode protein yang mengikat penisilin, yang memiliki afinitas rendah terhadap antibiotika βlaktam yaitu imipenem. Substitusi N- alkil pada glikopeptida menyebabkan munculnya generasi baru dari antibiotika glikopeptida yang memiliki aktivitas menyerang bakteri gram positif yang resisten terhadap vancomycin dan teicoplanin. Organisme tersebut mempengaruhi struktur peptidoglikan sehingga mengurangi kekuatan ikatan dengan peptidoglikan generasi sebelumnya.
Kesimpulan Melalui beberapa pendekatan terhadap mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotika, dapat ditemukan dan dikembangkan jenis-jenis antibiotika generasi baru yang dapat melawan resistensi yang sudah ada. Sesuai dengan perkembangan teknologi pengobatan yang sudah mengarah pada pendekatan secara molekuler, maka adanya teknologi molekuler terbaru membuka kesempatan bagi peneliti untuk menemukan dan mengembangkan golongan antibiotika baru yang memiliki efektivitas besar.
Daftar Pustaka Barbosa, T.M. and Levy, S.B., 2000, The Impact of Antibiotic Use on Resistance Development and Persistence, Drug Resistance Updates, vol.3, p.303-311 Chopra, I., Hodgson, J., Metcalf, B., Poste, G., 1997, The Search for Antimicrobial Agents Effective Againts Bacteria Resistant to Multiple Antibiotics, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, vol.41 no.3 p.497-503 Drews, J., 2000, Drug Discovery: a Historical Perspective, Science,vol. 287, p.1960-1964, New York Levy, S.B. and Marshall, B., 2004, Antibacterial Resistance Worldwide: Causes, Challenges and Responses, Nature Medicine Supplement, vol.10 no.12 Lin, J.H. and Lu, A.Y.H., 1997, Role of Pharmacokinetics and Metabolism in Drug Discovery and Development, Pharmacological Reviews, vol.49 no.4 Suwandi, U., 1993, Skrining Mikroorganisme Penghasil Antibiotika, Cermin Dunia Kedokteran, No. 89 Triatmodjo, P., 1993, Distribusi Geografis Pola Resistensi terhadap Beberapa Jenis Antibiotik di daerah Jakarta dan Jawa Barat, Cermin Dunia Kedokteran, No. 89