PENGEMBANGAN PAKET OBAT SOT (SEDIAAN OBAT TUNGGAL) UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSA Achmad Chusnul Chuluq ~ r,~bijoso', ' Barnbang ~idharta'
DEVELOPMENT OF FIXED-DOSE COMBINATION PACK4 GE FOR TUBERCULOSIS TREATMENT Abstrac. (An in vitro biopharmaceutic stability study has been conducted to combinefour TB drug, namely INH, Ethambutol, Pyrazinamide, and Rifampicin to form a fied-dose combination using Accelerated Temperature Stability Testing at the temperature of 30, 40 and 70 centigrade on relative humidity of 70%followed by experimental bioavailability study (pre-clinic study) the fixed-dose combination using equivalent time-sample design compared to Kombipack 11 on 9 healthy person. The INH titre in the combination of INH+Ethambutol during 7 days of observation was stable. The Pyrazinamide titre in the combination of Pyrazinamide+INH and Pyrazinamide+Ethambutol was also stable. The study found decrease of INH titre in the combination of INH+Ethambutol at 70 centigrade during 14 days observation. Pair t test of bioavailability of the fixed-dose combination in 9 healthy person showed better absorption compared to Kombipack 11 with p = 0.01; while the mean of the fixed-dose combination > Kombipack II. The Efficacy of the fixed-dose combination should be explored from clinical experiment on a small group of TB patients, compared to those treated with Kombipack II. Keywords :TBC;fixed-dose combination; stability and bioavailability
PENDAHULUAN Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberkulosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun cukup besar. Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis menduduki penyebab kematian nomor empat dan urutan kesepuluh angka kesakitan ( I ) . Hal lain yang cukup rnemprihatinkan ialah peningkatan urutan penyebab kematian dari urutan ke empat pada tahun 1986 menjadi urutan kedua pada tahun1992 (2),danmenduduki urutan ketiga pada tahun 1995'~). WHO telah mencanangkan tuberkulois seba ai Global Emergency pada tahun 1992 (435 Kasus TB ini meningkat disebabkan tingginya angka resistensi terhadap obat
7
I
Fakultas Kedokteran, Universitasa Brawijaya
TB, baik resistensi primer maupun resistensi sekunder. Resisteisi ini disebabkan antara lain karena pemakaian obat antituberkulosis (OAT) tunggal, kombinasi OAT yang tidak memadai dan pemakaian OAT yang tidak teratur @). Pengobatan TB dengan resistensi ini sangat sulit dan memerlukan biaya yang mahal serta waktu yang cukup lama. Konsep DOTS (Directly Observed Tretment Short Course) merupakan upa a dalam mengatasi masalah resistensi ( ). Tetapi dengan konsep DOTS obat yang diminum hams dalam jumlah banyak dan dalam jangka waktu cukup lama sampai 6 bulan, untuk itu penderita hams dipastikan meminum obatnya setiap hari tanpa absen. Pengobatan pada fase intensif 2 bulan terdiri dari satu tablet isoniazid 300 mg,
Y
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 3,2004: 127-134
satu kaplet salut selaput rifampisin 450 mg, tiga tablet pirazinamida 500 mg dan tiga tablet salut selaput etambutol 250 mg (8 tablet) hams diminum sekali teguk setiap hari selama dua bulan. Empat bulan berikutnya dua tablet INH 600 mg dan satu ka let Rifampicin 600 mg, seminggu 3 kali.t .
W
Penyebab utama terjadinya kegagalan pengobatan tuberkulosis adalah penderita tidak mematuhi ketentuan dan lamanya pengobatan secara teratur untuk mencapai kesembuhan, terutama pemakaian obat secara teratur pada 2 bulan fase awal (931'). Hasil penelitian sebelumnya di Rumah Sakit dr. Saiful AnwarlFakultas Kedokteran Unibraw Malang periode 2000-200 1 kepada penderita TB yang drop out pengobatan Kombipak I1 setelah diberikan minimal 1 bulan dalam fase intensif, 79% disebabkan masalah obatnya dan 8% masalah transportasi. Mereka yang drop out karena masalah obat, 97,46 % menyatakan karena obat terlalu banyak dan 89,8% obat tidak enak dan hanya 5,06 % karena efek samping obat. Diantara bentuk-bentuk obat yang ditawarkan, 82% menginginkan bentuk puyer disedu seperti jamu dengan rasa asal tidak pahit (69%). Ada suatu pemikiran untuk mencampurkan 4 komponen aktif obat TB yaitu INH, Ethambutol, Pyrazinamid dan Rifampicin menjadi satu Sediaan Obat Tunggal (SOT), fixed dose combination untuk peningkatan kepatuhan dan keteraturan penderita meminum obatnya agar tercapai kesembuhan yang sempurna. Kombinasi obat TB terbaru yang dibuat oleh Wyeth-Lederle, Pakistan dan tercatat di Afiika Selatan merupakan kombinasi 4 macam obat aktif TB dengan dosis Rifampicin 120 mg + INH 60 mg + Pyrazinamide 300 mg + Ethambutol 225 mg dalam bentuk tablet, dan produk
Hoechst Marion Rousse yaitu Rifampicin 120 mg + INH 60 mg + Pyrazinamide 300 mg + Ethambutol 200 mg dalam bentuk tablet (I2). Dari studi pustaka didapatkan bahwa sifat kimia Rifampicin tidak stabil bila dikemas dalam bentuk larutan atau ada air, sedangkan Ethambutol bersifat hygroskopis. Tidak ada reaksi interaksi antar 4 macam kandungan aktif obat tuberkulosis bila dikemas dalam bentuk kering (tablet atau puyer) (12,141. Permasalahan penelitian adalah: 1. apakah ada perubahan stabilitas INH dalam campuran dengan Ethambutol; 2. apakah ada perubahan stabilitas Pirazinamida dalam campuran dengan Isoniazid, dan dengan Ethambutol, 3. Apakah bioavailabilitas sediaan obat tunggal (SOT) pada orang sehat uji berbeda dengan Kombipak I1 Tujuan penelitian adalah untuk melakukan uji stabilitas bahan aktif obat TB dalam campuran in vitro, dan uji bioavailabilitas pada orang sehat (in vivo) sediaan obat tunggal (SOT) dibandingkan dengan Kombipak I1 BAHAN DAN METODA
Isoniazid Biochemie (Batch 2 12209)
, Pyrazinamide Biochemie (Batch 200205 02), Ethambutol CPL (Batch E-20021051 07), Rifampicin Zhengzhou (Batch 2001 1 1005), Methanol p.a. (E. Merk) Spektrofotonieter UV-Vis HP 8452 A, Spektrofotometer Jasco FTIIR 5300, Climatic Chamber MMM-Ill, Alat-alat gelas, HPLC (High Pressure Liquid Chromatografi) Metode Eksperimen Laboratorium Farmasetik untuk uji stabilitas in vitro bahan baku SOT (Sediaan Obat Tunggal)
Pengembangan Paket Obat.. .............(Chuluq Ar at.al)
dengan metode peningkatan suhu dipercepat (Accelerated Stability Test) pada 30, 40, 70" C dengan relative humidity (rh) 70% Penentuan kadar INH dalam campuran INH+Ethambutol, dan kadar Pyrazinamide dalam campuran Pyrazinamide + INH pada panjang gelombang 263,l dan penentuan kadar Pyrazinamid dalam campuran Pyrazinamid + Ethambutol pada panjang gelombang 269 3 (15-17) .
+
Metode Eksperimen Laboratorium Farmasetik untuk uji bioavailabilitas in vivo SOT (Sedian Obat Tunggal) pada orang sehat dibandingkan Kombipak I1 dengan Equivalent Time-Sample Design
HASIL Kadar INH yang diperoleh kembali (% rekoveri) dalam campuran INH
+
Ethambutol selama 7 hari penyimpanan pada suhu 30, 40, 70 stabilitasnya tidak berubah. Pengamatan selama 14 hari pada peningkatan suhu 70" C terdapat penurunan kadar INH yang peroleh atau terjadi perubahan stabiltas. (Tabel 1, Gambar 1) Kadar Pirazinamid yang diperoleh kembali dalam campuran Pirazinamid + INH selama 7 hari penyimpanan pada suhu 30, 40, 7 0 ' ~ stabilitasnya tidak berubah.
(18)
Tabel 1. Kadar INH Tertingal Dalam Sampel Tunggal dan Campuran INH + Ethammbutol pada Suhu 30,40 dan 70 O C dengan Kelembapan Relative 70 %
Waktu Hari ke
Kadar yang tertinggal suhu 30 " C INH dalam sampel tunggal
INH dalam camp INH + Ethambtol
Kadar yang tertinggal suhu 40 O C INH dalam sampel tunggal
INH dalam camp INH + Ethambtol
Kadar yang tertinggal suhu 70 O C INH dalam INH dalam sampel camp INH + tunggal Ethambtol
Bul. Penel. Kesehatan, Voi. 32, No. 3, 2004: 127-134
Waktu (hari)
Gambar 1. Grafik Perolehan Kembali (%BIB) Isoniazid dalam Bentuk Tunggal dan Campuran dengan Etambutol Pada Suhu 70" C Terhadap Waktu Tabel 2. Kadar Py~azinamidTertingal dalam Sampel Tunggal dan Campuran Pyrazinamid + INH pada Suhu 30,40 dan 70' C dengan Kelembapan Relative 70 % --
Waktu
-
-
Kadar yang tertinggal suhu 30 C
Hari ke Pyrazinamid dalam sampel tunggal
Kadar yang tertinggal suhu 40 O C
Pyrazinamid Pyrazinamid dalam dalam Pyrazisampel namid + tunggal INH
Pyrazinamid dalam Pyrazinamid + INH
Kadar yang tertinggal suhu 70 " C Pyrazinamid dalam sampel tunggal
Pyrazinamid dalam Pyrazinamid + INH
Pengembangan Paket Obat.. ........... ..(Chuluq Ar at.a[)
3 loo-'-; d
-
- -.-
P
80-
Y
9' S
g 0 L
g
8
Tunggal Campuran
6040
-
20
-
t (Waktu [hari])
Gambar 2. Grafik Perolehan Kembali (%BIB) Pirazinamid Tunggal dan Campuran dengan Isoniazid Pada Suhu 70" C Terhadap Waktu Tabel 3. Kadar Pyrazinamid tertingal dalam sampel tunggal dan campuran Pyrazinamid Ethambutol pada suhu 30,40 dan 70 O C dengan kelembapan relative 70 %
Waktu
Kadar yang tertinggal suhu 30 " C
Kadar yang tertinggal suhu 40 O C
+
Kadar yang tertinggal suhu 70 " C
Hari _Pyrazinamid Pyrazinamid Pyrazinamid Pyrazinamid Pyrazinamid Pyrazinamid ke dalam dalam Pyr + dalam dalam Pyr + dalam dalam Pyr + sampel Ethambutol sampel Ethambutol sampel Ethambutol tunggal tunggal tunggal
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 3,2004: 127-134
Pengamatan selama 14 hari pada peningkatan suhu 70' C terdapat penurunan kadar Pirazinamid yang peroleh atau terjadi perubahan stabilitas (Tabel 2, Gambar 2). Kadar Pirazinamid yang diperoleh kembali dalam campuran Pirazinamid + Ethambutol selama 7 hari penyimpanan pada suhu 30,40, 70' C stabilitasnya tidak berubah. Pengamatan selama 14 hari pada peningkatan suhu 70' C terdapat penurunan kadar Pirazinamid yang peroleh atau terjadi perubahan stabilitas (Tabel 3). Uji bioavailabilitas SOT (Sediaan Obat Tunggal) dengan mengukur kadar Isoniazid yang diamati pada panjang gelombang maksimum 457 nm. Dari 10 orang uji hanya sembilan orang yang bisa dievaluasi karena obat yang akan diminun oleh seorang uji tumpah. Tingkat absorbsi INH antara INH dalam SOT dan Kombipak I1 pada uji pair t test dengan confident interval 99 % (p=0,01) pada satu jam pertama tidak berbeda bermakna (0,021) tetapi pada jamjam selanjutnmya adalah berbeda bermakna (0,006-0,002) (Tabel 4) dimana mean SOT granul> kombipak I1 tablet. Kadar puncak maksimum INH (Cp Maks) dalam darah dan ketetapan laju eliminasi (Kel) antara INH dalam SOT dan Kombipak I1 pada uji pair t test dengan confident interval 99% (p=0,01) tidak berbeda bermakna (0,O 17) dengan nilai mean granul SOT Xombipak 11. '
AUC (Area Under Curve) INH antara INH dalam SOT dan Kombipak I1 pada uji pair t test dengan confident interval 99 % (p=0,01) berbeda bermakna (0,007) dengan nilai mean AUC SOT > AUC Kombipak 11.
PEMBAHASAN Pada penetapan kadar INH dalam campuran INH+Ethambutol, Pyrazinamide dalam campuran Pyrazinamid + INH dan Pyrazinamid + Ethambutol serapan pada panjang gelombang maksimum yang dilakukan 10 kali, diperoleh kadar antara 98,96%-102,34% dengan KV 1,68%, sesuai dengan rentang persyaratan: 95-105% dengan KV kurang 2%.)'*,9l( Bila ketiga macam obat anti tbc yaitu INH, Pirazunamid dan Ethambutol dicampurkan tidak akan terjadi reaksi interaksi sehingga tidak mengurangi potensi pengobatan terhadap kuman TB. Rifampicin sifatnya labil dan tidak bisa dicampurkan dengan ketiga macam obat TB lainnya. Namun kemasan SOT (Sediaan Obat Tunggal) terdiri dari dua bungkus obat TB dalam satu kemasan tunggal (aluminium foil), yang dicampur dan disedu menjadi satu kedalam air dan diminum sekali teguk. Dari 6 sampel darah periode 8 jam dibandingkan dengan 13 sampel darah periode 24 jam pada uji bioavailabilitas rifampicin yang ada dalam fixed-dose combination tablets menunjukkan sedikit kehilangan potensi terapinya dan saat ini masih dilakukan penelitian tentang bioavailabilitas rifampicin dalam FDC tablets, dan laboratorium lain mengatakan pada saatnya nanti akan diterima. Pemikiran untuk menyatukan 3 macam oba TI3 dalam satu kesatuan dan rifampicin dalam satu kesatuan terpisaj, kemudian keduanya dikemas dalam satu aluminium foil dan hanya mencampur-kan keduanya dalam satu gelas minuman dengan air, tidak akan menimbulkan kerusakan obat anti tbc akibat reaksi interaksi obat bila disatukan dalam satu kemasan. Kombinasi 4 komponen aktif TB atau $xed dose combination (SOT) ini akan mampu mengurangi resistensi kuman TB
Pengembangan Paket Obat...............(Chuluq Ar or.af)
terhadap obat tb karena penderita kecil kemungkinannya untuk memilih salah satu dari obat tb yang akan diminumnya dan penderita akan meminumnya secaera teratur sesuai dengan jadual yang ditentukan. Fixed dose combination (SOT) sebagai paduan obat kombinasi tetap juga akan mengurangi resiko resitensi, karena resistensi adalah akibat tidak terpenuhinya kombinasi obat (drugs interaction) dan atau lamanya pengobatan(Ashok et al) ( 9 ) Memberikannya akan mudah dan menyenangkan sehingga penderita akan lebih taat, mengurangi kemungkinan putus berobat, problem logistik dan menejemn sehingga lebih efisien. Juga mengurangi penyalah gunaan dan penggunaan lain dari rifampicin selain untuk tuberkulosa serta memudahkan observasi peminuman obat oleh penderita (12.21) . SIMPULAN
Stabilitas bahan baku obat TB adalah stabil dalam campuran INH + Ethambutol+ Pyrazinamid, tetapi Rifampicin tidak bisa dicampur dengan lainnya karena labil.Bioavailabi1itas SOT lebih baik dari pada Kombipak I1 dan dimungkinkan mempunyai efek pengobatan atau daya bunuh lebih baik dari Kombipak XI. UCAPAN TERIMA KASIH Disampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mebantu terlaksananya penelitian ini dan kepada Tim Reviewer, konsultan, pembimbing dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini, khususnya kepada Program RISBINKES, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. Harapan kami mudah-mudahan hasil penelitian ini akan menjadi sumber informasi bagi pengem-bangan ilmu dan lainnya .
DAFTAR RUJUKAN Departemen Kesehatan RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga 1985, 1986. Departemen Kesehatan RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga 1990, I99 1. Departemen Kesehatan RI. Survey Kesehatan Rumah Tangga 1995, 1996. Maher D, Chaulet P, Spinaci S, Harries A. Treatment of tuberculosis: guidelines for national programmes. 2th ed. Global TB Programme WHO. Geneva 1997 Harries A, Maher D. TB a clinical manual for South East Asia. TB Research and Surveillance Unit. Global TB Programme WHO. Geneva 1997 Mansyur, S., Temasonge, Aditama, T.Y., Jusuf, A., The Pattern of Antituberculosis Drug in Pulmony, Tuberculosis Pattern, TB Outpatient Clinic, Jurnal Respiratory Indonesia, 2001, Vol 21, p. 24-7. Smith, C.M., Reynard, A.M., Essentials of Pharmacology, Pensylvania, W.B. Sander Company, 1995,p. 395-401. Arimah, C. Pengobtan Tuberkulosis Secara DOTS (Directly Observed Treatment Short Course), Fatmawati Journal of Health Sciences, 1999, Vol, 1, p.103-6. Wulandari, W., Pengobatan untuk Tuberkulosis : Pedoman untuk Program - program Nasional. Hipokrates, Jakarta, 1996,hal. 3. 10. Abiyoso, Siswanto.Penyebab putus berobat penderita tuberkulosis rawat jalan di RSUD Dr Saiful Anwar. KONAS VIII PDPI. Malang 2-5 juli 1999. 11. Siswanto, Tatong H, Abijoso. Upaya menurunkan angka putus berobat pada penderita tuberkulosis dengan menggunakan kartu berobat TBC. Laporan akhir RISBINKES Balitbang DEPKES 1998. 12. WHO, Fixed-dose combination tablets for the treatment of tuberculosis, Reposrt of an informal meeting held in Genewa, 27 April 1999
13. Martindale, The Extra Pharmacophoeia, Edisi 3 1, The Pharmaceutical Press, London, 1996. 14. Sir Colon Dollary, The Therapeutic Drugs, Churchil Livingstone, London, 1991
Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 32, No. 3, 2004: 127-134
15. Departermen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, Hal. 1 107. 16. Mulja, M. dan Syahrani, A., Aplikasi Analisis Spektrofotometri UV-Vis, Mechipso Grafika, Surabaya, 1989, hal. 28-45 17. Martin, A., Physical Chemical Principles in the Pharmaceutical Science, Physical Pharmacy. 4' Edition, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia, 1993, p. 290. 18. Paul D. Leedy : Practical Research, Planning and Design, Mc Millan publ. Co., Inc. New York, 1974 , pp. 42-56
19. Carr, G.P., Wahlich, J.C., A Practical Approach to Method Validation in Pharmaceutical Analysis, Journal of Pharmaceutical and Biomedical, 1990, Vol 8, p. 611-18.
20. Indrayanto, G., Metode pada Analisis Kimia Persahihan Analisa KCKT dan DensitometriKLT, Prosiding Berkelanjutan Apoteker, FFUA, Surabaya, ISFI, 1994, p. 44-8. 21. Ashok Rattan, Kalia A, Achmad N,. Multidrug-resistant Mycobacteritim tuberculosis: Moleculer perspective. Emerging Infectious Diseases 19884: 195-207, Centers for Disease Control