PERANAN LAKI-LAKI DALAM KEPEMIMPINAN TIGA SANGADI PEREMPUAN DI BOLAANG MONGONDOW SULAWESI UTARA
Oleh: Dra. Yuli Christiana Yoedo, M. Pd
Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Kristen Petra Agustus 2009
i
LAPORAN PENELITIAN
PERANAN LAKI-LAKI DALAM KEPEMIMPINAN TIGA SANGADI PEREMPUAN DI BOLAANG MONGONDOW SULAWESI UTARA
Oleh: Dra. Yuli Christiana Yoedo, M.Pd
Jurusan Sastra Inggris Fakultas Sastra Universitas Kristen Petra Agustus 2009
ii
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Penelitian
: PERANAN LAKI-LAKI DALAM KEPEMIMPINAN TIGA SANGADI PEREMPUAN DI BOLAANG MONGONDOW, SULAWESI UTARA
2. Bidang ilmu Pengetahuan : Sastra 3. Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Pangkat/Golongan e. Jabatan Fungsional f. Fakultas/Jurusan g. Universitas
: Dra. Yuli Christiana Yoedo, MPd : Perempuan : 01-052 : Penata Tingkat I/3D : Lektor : Fakultas Sastra/Jurusan Sastra Inggris : Universitas Kristen Petra
4. Lokasi Penelitian
: Bolaang Mongondow
5. Waktu Penelitian
: 7 bulan
6. Biaya
: Rp. 5.000.000,(lima juta rupiah) Surabaya, 15 Agustus 2009
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Inggris,
Dra. Yuli Christiana Y., MPd NIP. 01-052
Peneliti,
Dra. Yuli Christiana Yoedo, MPd NIP. 01-052
Menyetujui,
iii
Dekan Fakultas Sastra,
Drs. Samuel Gunawan, M.A. NIP. 01-025
ABSTRAK Penelitian ini meneliti tentang peranan laki-laki dalam kepemimpinan tiga sangadi wanita di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan deskripsi yang jelas seberapa jauh peranan laki-laki dalam mendukung ketiga wanita menjadi pemimpin. Data-data penelitian diambil secara kualitatif melalui observasi dan wawancara dengan tiga sangadi wanita dan seorang tokoh masyarakat (laki-laki). Diharapkan data yang diperoleh berguna bagi para perempuan yang tinggal di Bolaang mongondow atau hidup dalam masyarakat yang menganut paham patriarkhi untuk menyusun strategi mencapai impian menjadi pemimpin. Kata kunci: peranan, laki-laki, sangadi perempuan, Bolaang Mongondow, masyarakat patriarkhi
ABSTRACT The research explores the roles of men in the leaderships of three female heads of the villages in Bolaang Mongondow, North Sulawesi. The purpose of this research is to get a clear description how men support these women to be leaders. The research uses qualitative method by observing and interviewing three female heads of the villagers and one male public figure. Hopefully, the research data could be useful for any woman in Bolaang Mongondow or in the patriarchal society to plan her strategy in order to make her dream as a leader come true. iv
Key words: role, men, female sangadi, Bolaang Mongondow, patriarchal society
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi ide untuk melakukan penelitian ini, semangat dan kesehatan sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Laporan ini didedikasikan khususnya kepada para perempuan di Bolaang Mongondow agar semakin berani tampil sebagai pemimpin yang mempunyai kualitas setara dengan laki-laki. Secara umum penelitian ini diperuntukkan bagi siapa saja yang mempunyai kepedulian dan ketertarikan kepada masalah jender. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Herman Kembuan, SE, AK , tokoh masyarakat, yang memperkenalkan saya kepada ketiga sangadi dan memberi pendampingan serta informasi yang sangat diperlukan. 2. Ketiga sangadi, yaitu:Ny. Saani Budi Daembana, Ny. Hajah Hasana Paputungan dan Ny. Mince Yuliana Taroreh yang dengan senang hati menjawab segala pertanyaan peneliti. 3. Bapak Drs. Samuel Gunawan, MA., dekan Fakultas Sastra, yang selalu memberi semangat kepada peneliti untuk mengembangkan diri. 4. Bapak Ir. Hanny Hosiana Tumbelaka, M. Sc.Ph.D, yang memberi kesempatan peneliti untuk melakukan penelitian ini. 5. Bapak Ir. Resmana Lim, M.Eng, yang selalu memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian. v
6. Bapak Drs. I. Nyoman Arcana, Msi. yang selalu memberi masukan. tentang bagaimana melakukan penelitian yang baik. 7. Keluarga tercinta, Sandy, Felicia dan Kezia yang merelakan waktunya untuk bercanda ria bersama istri dan mamanya. Semoga penelitian ini berguna bagi pembaca sekalian. Tuhan memberkati! DAFTAR ISI Lembar Judul Halaman Pengesahan Abstrak Kata Pengantar Daftar Isi Bab I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan penelitian 1.4 Kontribusi Penelitian 1.5 Definisi Istilah 1.6 Lingkup dan Batasan 1.7 Organisasi Laporan Bab II. Tinjauan Pustaka 2.1 Bolaang Mongondow 2.2 Peraturan Pemerintah 2.3 Sistem Patriarkhi 2,4 Hukum-hukum Islam Bab III. Metode Penelitian 3.1 Desain Penelitian 3.2 Instrumen 3.3 Prosedur Pengumpulan Data Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian 4.1 Saani Budi Daembana 4.2 Hasana Paputungan 4.3 Mince Yuliana Taroreh 4.4 Kesamaan Diantara Ketiga Sangadi 4.5 Herman Kembuan, SE.,AK vi
ii iii iv v vi 1 2 2 2 2 2 2 3 4 4 5 8 8 8 10 14 16 18 19
4.6 Peranan Laki-laki Bab V. Kesimpulan Kepustakaan Lampiran I. Daftar Pertanyaan II.Foto I.
23 28 29 31 33 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesetaraan dan keadilan jender belum sepenuhnya terwujud di Indonesia. Nilainilai sosial budaya merupakan salah satu penyebab dan penghambat ketidaksetaraan jender. Pada umumnya, perempuan sebagai sumberdaya manusia dalam pembangunan masih memiliki keterbatasan akses, kesempatan/peluang, partisipasi, dan kontrol. Ideologi jender yang berlaku di masyarakat mengakibatkan telah terjadi dominasi oleh satu pihak dengan yang lain sehingga menimbulkan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Secara statistik pada umumnya, perempuan mendapatkan posisi yang kurang menguntungkan dalam berbagai aspek kehidupan. Situasi ini merupakan hasil akumulasi dan akses dari nilai sosio kultural suatu masyarakat. Kondisi tersebut makin diperparah dengan adanya jargon ”laki-laki itu kepala, perempuan hanya sebagai pengekor”. Padahal pada kenyataannya banyak perempuan, sering digambarkan sebagai makhluk yang halus dan lembut, justru lebih mampu memimpin daripada lakilaki. Dengan kata lain, kemampuan perempuan dalam hal memimpin tidak perlu diragukan lagi [Manurung, 2009: 185]. Sejalan dengan perkembangan zaman, perempuan mulai memperjuangkan haknya dalam mengaktualisasikan dirinya berperan dalam pembangunan dan mendapat akses yang sama. Beberapa perempuan telah berhasil menduduki posisi penting sebagai pemimpin, diantaranya sebagai presiden, meneteri, bupati, kepala sekolah, ketua jurusan, kepala desa, rektor dan kapolsek. Di Bolaang Mongoondow yang mayoritas penduduknya beragama Islam, peneliti jumpai tiga sangadi perempuan. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui mengapa di daerah atau tepatnya desa yang nuansa Patriarkhinya begitu kental, tiga perempuan ini berhasil menjadi pemimpin. Peneliti ingin mengetahui apakah kesuksesan mereka menduduki jabatan bergengsi tersebut karena masyarakat melihat figur laki-laki di sekitar mereka atau karena
vii
masyarakat murni melihat kemampuan mereka. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian dengan topik ini terhadap ketiga sangadi perempuan ini.
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apakah ada peran serta laki-laki dalam keberhasilan ketiga perempuan ini
menjadi sangadi? 1.2.2 Bagaimana laki-laki tersebut
berperan dalam keberhasilan ketiga perempuan
tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana laki-laki berperan dalam keberhasilan ketiga perempuan Bolaang Mongondow menjadi sangadi.
1.4 Kontribusi Penelitian Penelitian ini dapat memperluas wawasan baik laki-laki maupun perempuan akan kemungkinan kerjasama laki-laki dan perempuan dalam mendukung kemajuan perempuan di kemudian hari.
1.5 Definisi Istilah Sangadi: kepala desa
1.6 Lingkup dan Batasan Lingkup penelitian ini hanyalah pada peranan laki-laki dalam mendukung keberhasilan ketiga perempuan, Saani Budi Daembana, Hasana Paputungan dan Mince Yuliana Taroreh, menjadi sangadi di Bolaang Mongondow. 1.7 Organisasi Laporan Bab 1 Pendahuluan yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, definisi istilah, lingkup dan batasan dan organisasi laporan. Bab II Tinjauan Pustaka Bab III Metode Penelitian BabIV Pembahasan dan hasil Penelitian Bab V Kesimpulan
viii
Kepustakaan Lampiran berisi daftar Pertanyaan dan foto ketiga sangadi bersama dengan peneliti
II. TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat Bolaang Mongondow yang mayoritas penduduknya beragama Islam, menganut suatu sistem, yaitu: sistem Patriarkhi. Sistem ini sudah berakar kuat dan menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat. Dalam bab ini akan dituliskan sejarah Bolaang Mongondow,
peraturan pemerintah, teori yang ada hubungannya
dengan sistem Patriarkhi dan Hukum-hukum Islam.
2.1 Bolaang Mongondow Raja Yacobus Manuel Manoppo diangkat sebagai raja pada tahun 1833 dan turun tahta pada tahun 1858. Sebagaimana raja-raja keturunan Manoppo sebelumnya yang semuanya beragama Katolik, demikian juga beliau. Pada masa pemerintahannya, tim penyebar Islam dari Gorontalo yang dipimpin oleh Imam Tueko dari Mazhab Syafii masuk ke Bolaan Mongondow. Raja jatuh cinta kepada putri Imam Tueko yang bernama Kilingo dan berniat menikahinya. Pinangan diterima tetapi dengan syarat raja bersedia memeluk agama Islam. Raja pun menyetujui syarat tersebut. Karena telah menjadi Islam, beliau diberi gelar Sultan. Sultan Yacobus Manuel Manoppo sangat dicintai rakyatnya sehingga rakyat yang sebagian besar telah memeluk agama Kristen mengikuti rajanya berganti agama [Tim Penyusun SMU, 2003: 16-7]. Pada tahun 1928 raja Laurens Cornelis Manoppo diangkat menjadi raja. Karena tidak berpihak kepada Belanda, beliau diturunkan pada tahun 1938. Sebagai gantinya, Belanda mengangkat Van Bierens sebagai kepala pemerintahan dan pada tahun 1939 Residen belanda membentuk Zelfbestuur Comisie sebagai pengawas pemerintahan, yaitu: H.D. Manoppo dan Max Mokodompit. [Tim Penyusun SMU, 2003,: 24]. Pada tahun 1950 sistem kerajaan berakhir setelah terjadi unjuk rasa yang besar dipelopori oleh Partai Syarikat Islam Indonesia di bawah pimpinan Zakaria Imban yang menuntut agar sistem kerajaan di Bolaang Mongondow dihapus karena tidak sesuai
ix
dengan azas dan jiwa demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. [Tim Penyusun SMU, 2003,: 24]. Pada masa setelah kemerdekaan, rakyat Bolaang Mongondow sedikitnya telah mengenal kiprah dua perempuan berani yang turut berjuang demi kemajuan Bolaang Mongondow. Perempuan pertama, Ny. N. Damopolii Manggo, ikut mengangkat senjata melawan tentara NICA dan polisi kerajaan yang pro kepada penjajah.. Keikutsertaan beliau dalam perjuangan mendapat restu dari suami tercinta bernama Y.F.K. Damopolii, seorang tokoh nasionalisme dan juga Pamong Praja, bekas komisaris PSII Sulawesi Utara Tengah pada aksi GUPPI tahun 1939. Mereka berdua bahu membahu menentang penjajah. Ny. N. Damopolii Manggo yang memegang peranan penting pada kelaskaran Banteng RI
tersebut akhirnya ditangkap pada tanggal 30 Desember 1945 [Tim
Penyusun SMU, 2003: 43-4,47,50]. Pada tanggal 5 Mei 2001 Bolaang Mongondow mempunyai bupati perempuan pertama, yaitu: Ny. Hj. Marlina Siahaan, seorang keturunan raja. Munculnya seorang bupati dari kaum hawa ini ternyata sangat mengagumkan masyarakat karena beliau sanggup memajukan daerah yang dipimpinya dalam waktu yang sangat cepat, terutama menjadikan Kotamobagu sebagai daerah lumbung beras Sulawesi Utara. Kemajuan lainnya menyangkut pembuatan jalan protokol, pembuatan taman kota dan membawa kesebelasan PERSIBOM menjadi juara I PSSI divisi II [Tim penyusun SMU, 2003: 635].
2.2 Peraturan Pemerintah Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa, pada bagian ke empat tentang pemilihan kepala desa, dalam pasal 44 disebutkan bahwa calon kepala desa, diantaranya: harus bertqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berpendidikan paling rendah tamat Sekolah lanjutan Tingkat Pertama dan/atau sederajat, penduduk desa setempat, berusia paling rendah 25 tahun. Pasal 47 menyebutkan bahwa tokoh masyarakat masuk dalam Panitia Pemilihan Kepala Desa. Pasal 52 menyebutkan bahwa masa jabatan Kepala Desa adalah enam tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya [Tim redaksi FOKUSMEDIA, 2008: 59-60, 62].
2.3 Sistem Patriarkhi
x
Dalam Sistem Patriarkhi, suami mempunyai hak untuk memerintah anggota keluarganya [Saadawi, 2000: 39]. Kata ”Patriarkhi” sendiri berarti kekuasaan sang ayah. Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa ayah berkuasa atas semua anggota keluarganya dan semua harta milik, menjadi pencari nafkah dan sebagai pembuat semua keputusan penting [Bhasin dan Khan, 1995: 25]. Dalam sistem Patriarkhi tugas perempuan yang memutuskan untuk berkarir atau aktif di masyarakat sangat berat karena perempuan yang bekerja di luar rumah tetap harus
menyelesaikan
pekerjaan
rumah
tangga
seperti
berbelanja,
memasak,
membersihkan rumah, mencuci dan merawat anak sedangkan laki-laki tidak. Jadi perempuan menjalani kerja rangkap atau mempunyai beban ganda (beban pekerjaan dengan upah dan pekerjaan tanpa upah) [Bhasin dan Khan, 1995: 27-8]. Dalam masyarakat penganut sistem Patriarkhi seperti di Bolaang Mongondow yang mayoritas penduduknya beragama Islam, laki-laki mendapat posisi sebagai pemimpin dalam rumahtangga sedangkan perempuan diposisikan untuk melayani lakilaki. Laki-laki juga bertugas untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarganya [Al-Mahalli, 2000:193; Hellwig, 1997:14]. Dalam kesehariannya, suami mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang terjadi di luar rumah tangga dan istri mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang terjadi di dalam rumah tangganya. Karena itu tidak mengherankan jika anak perempuan selalu dinasehati untuk kelak menjadi seorang istri dan ibu yang baik. Sementara itu, anak laki-laki dididik untuk menjadi pemimpin. Dalam masyarakat yang menganut sistem Patriarkhi, anak laki-laki dianggap lebih penting dan lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak laki-laki mendapat perlakuan istimewa [Dini, 1994: 129]. Yang dimaksudkan di sini diantaranya adalah bahwa anak laki-laki mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih banyak daripada anak perempuan. Orang tua akan berusaha keras untuk memberikan yang terbaik sebagai bekal di masa depan. Mengapa demikian? Karena di pundak anak laki-laki terletak semua harapan orang tua untuk mencapai kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Saani, Hasana dan Mince merupakan contoh yang baik dari perbedaan perlakuan di atas. Karena keterbatasan ekonomi, mereka tidak dapat menikmati bangku kuliah sedangkan saudara laki-laki mereka mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan di bangku kuliah.
2.4 Hukum-hukum Islam
xi
Berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah kepada Maryam, ibunda nabi Isa’alaihis salam, beberapa pihak berani berpendapat bahwa di sisi Allah kaum perempuan mempunyai kedudukan yang sederajat dengan kaum laki-laki.dengan syarat bahwa perempuan mempunyai kebajikan, keimanan dan kesucian seperti yang dimiliki laki-laki
Dari keputusan Allah ini dapat diartikan bahwa wahyu bukan hanya
diturunkan kepada kaum laki-laki yang diangkat menjadi nabi, tetapi diturunkan pula kepada seorang perempuan shalihah. Maryam binti Imran. Hal ini cukup memperkuat argumentasi untuk menolak pendapat sementara orang yang mengatakan bahwa kedudukan perempuan lebih rendah dari kaum laki-laki [al-Mahalli, 2000: 16-7]. Dalam buku Perempuan Bertanya Islam Menjawab, disebutkan bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin berdasarkan riwayat yang diceritakan oleh Abu Bakrah ra, yaitu sebagai berikut. ”Ketika sampai kepada Rasulullah saw. bahwa penduduk Persia dikuasai oleh Putri Kaisar, maka beliau bersabda: ”Tidak akan berjaya suatu bangsa (kaum) yang pemerintahannya dikendalikan oleh seorang perempuan” [Labib, Mz, 2001: 166] . Di dalam Al-Qur’an ada seorang pejuang perempuan yang dapat dijadikan panutan dan landasan berpikir bahwa perempuan juga mempunyai kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam membela negaranya. Dalam perang Uhud, ada seorang perempuan bernama Nusaibah binti Ka’ab yang ikut bersama dengan rombongan pasukan perang. Tugasnya adalah memberi minum para pasukan dan mengobati mereka yang terluka. Ketika melihat tidak ada yang melindungi Nabi Muhammad, atas inisiatif sendiri, beliau mengangkat senjata ikut berperang. Melihat hal ini, suaminya tidak melarangnya bahkan, Nabi sangat menghargainya. Keluarga Nusaibah binti Ka’ab pun dijadikan teladan bagi pasukanNya. Dalam peperangan ini dapat kita lihat terjadi kolaborasi yang sangat indah antara laki-laki dan perempuan. Mereka bahu-membahu saling bekerjasama mengalahkan musuh. Ketika melihat putranya Abdullah bin Zaid terluka, Nusaibah binti Ka’ab kembali kepada tugasnya yang mula-mula, yaitu sebagai perawat. Ketika Nusaibah binti Ka’ab terluka, putranya yang lain Habib bin Zaid mengobati lukanya [Asy-Syinnawi, 2006: 13-7]. Kolaborasi yang indah ini bisa terjadi karena tugas laki-laki dan perempuan tidak dibedakan. Perempuan dapat melakukan tugas yang dianggap milik laki-laki dan laki-laki dapat melakukan tugas yang dianggap milik perempuan jika memang diperlukan. Dengan kata lain, kemampuan tidak didasarkan pada jender. Disini dapat kita pelajari juga bahwa jika perempuan benarbenar ingin melakukan tugas laki-laki, dia harus melakukan tugas ganda, yaitu: tugas
xii
berperang dan tugas merawat yang dianggap merupakan tugas perempuan. Jika perempuan ingin melakukan tugas laki-laki, dia tidak boleh meninggalkan tugasnya sendiri sebagai perempuan. Di dalam Al-Qur’an juga disebutkan bahwa perempuan diwajibkan untuk memberi teladan dalam melakukan segala hal yang baik. Yang dimaksudkan di sini adalah berkenaan dengan pendidikan keimanan, keislaman, akhlak terpuji, dan berbagai pendidikan baik lainnya. Teladan dikatakan merupakan sarana pendidikan yang paling besar, paling menyentuh, serta paling berpengaruh [Ath-Tharsyah, 2003: 220-1]. Berkaitan dengan pendidikan, perempuan Muslimah juga diwajibkan untuk menuntut ilmu yang bermanfaat untuk perkembangan dirinya. Mengapa demikian? Karena, di hadapan Allah kedudukan perempuan sama dengan kedudukan laki-laki dalam menuntut ilmu. Sebagai buktinya, Nabi Muhammad SAW meluangkan waktu untuk mengajar para perempuan Ansar ketika mereka memohon kepada beliau untuk mengajari mereka agar mereka tidak kalah dengan kaum laki-laki Hasyimi, 2002: 96-7] Selain kewajiban di atas, menurut Syaikh Adnan Ath-Tharsyah, ada beberapa kiat yang perlu diikuti oleh perempuan jika ingin mencapai kesuksesan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Beberapa diantaranya adalah: menahan amarah dan memberi maaf., berbuat baik, berniat tulus ikhlas karena Allah dalam berkerja, jujur dalam bekerja, memberi zakat dan sedekah serta mentaati suami. Jika kiat-kiat tersebit diikuti, perempuan niscaya akan menikmati sukses dan mendapat kasih sayang dari Allah serta manusia. Mengapa pemberian maaf disini begitu ditekankan? Semata-mata karena setiap manusia khususnya perempuan pasti akan berbuat salah sehingga memerlukan maaf dari orang lain. Berkaitan dengan berbuat baik, Al-Qur’an mengajarkan bila manusia menganggap beriman kepada Allah maka mereka harus berbuat baik kepada orang lain. Sementara itu ketulus-ikhlasan dalam bekerja sangat diperlukan agar mendapatkan pahala dari Allah berupa kesuksesan sekaligus petunjuk dalam pekerjaannya. Pekerjaan yang dipilih perempuan muslimah pun hendaknya pekerjaan yang sesuai dengan kehendak suaminya. Selain izin dari suami, kejujuran dalam menjalankan pekerjaan dan tugas yang diberikan merupakan salah satu syarat menuju sukses. Berkaitan dengan harta benda, perempuan harus rela berbagi dengan orang lain yang tidak mampu agar Allah menyucikan, memberkati dan memberinya surga. Kewajiban bagi perempuan mentaati suami merupakan suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar. Bahkan Islam telah menjadikan jalan hidup perempuan, baik ke surga
xiii
maupun neraka tergantung pada sikapnya terhadap suaminya [Ath-Tharsyah, 2003: 2357; 264,280,282,308-310,374,377-8].
III. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Wawancara terstruktur dan mendalam dilakukan terhadap tiga perempuan yang menduduki posisi sebagai kepala desa, seorang laki-laki yang merupakan tokoh masyarakat dan delapan warga desa.
3.2 Instrumen: Dalam penelitian ini peneliti berfungsi sebagai instrumen. Peneliti harus pandai-pandai menyesuaikan diri dengan tiga pihak yang mempunyai strata sosial berbeda. Disini peneliti berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data dan pelapor hasil penelitiannya Hasil wawancara dan pengamatan dicatat di kertas. Pengamatan yang penulis lakukan dapat dikategorikan sebagai pengamatan melalui cara tidak berperan serta [lihat Sastriyani, 2007: 36-7].
3.3 Prosedur Pengumpulan Data: Peneliti melakukan pengamatan terhadap ketiga sangadi perempuan yang bernama: Saani Budi Daembana, Hasana Paputungan dan Mince Yuliana Taroreh serta tokoh masyarakat yang bernama: Herman Kembuan, SE, AK,. Tinjauan lapangan seperti ini diperlukan agar pengamatan dapat lebih terfokus [lihat Sastriyani, 2007: 47]. Peneliti juga mengadakan wawancara dengan ketiga sangadi perempuan, tokoh masyarakat tersebut dan delapan warga desa menggunakan daftar pertanyaan yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Beberapa pertanyaan yang tidak ada dalam daftar juga peneliti tanyakan agar data yang diterima semakin lengkap. Pengamatan dan wawancara dengan Herman Kembuan, SE, AK., peneliti lakukan pada tanggal 30 Januari – 2 Februari 2009 dan 18 - 21 Juli 2009. Wawancara dengan Bapak Herman Kembuan peneliti lakukan untuk mendapatkan data yang lebih
xiv
lengkap tentang budaya dan masyarakat Bolaang Mongondow. Peneliti juga melakukan proses trianggulasi data yang sudah diterima dengan beliau. Pertemuan dengan Bapak Herman Kembuan, SE. AK. peneliti lakukan terlebih dahulu karena beliau adalah perantara yang sangat tepat agar dapat berkenalan dan mewawancarai ketiga sangadi dan para warga. Dikatakan tepat disini karena beliau mempunyai posisi dan status yang lebih tinggi dari ketiga sangadi tersebut. Selain itu, beliau adalah tokoh masyarakat Bolaang Mongondow yang sangat dihormati oleh penduduk termasuk ketiga sangadi tersebut. Selama wawancara beliau sering mendampingi dan berperan aktif agar dapat digali informasi yang lebih mendalam [lihat Sastriyani, 2007: 36]. Wawancara dengan tiga sangadi perempuan, yaitu: Saani Budi Daembana, Hasana Paputungan dan Mince Yuliana Taroreh, peneliti lakukan pada tanggal 19 dan 20 Juli 2009. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa warga masyarakat pada tanggal 30 Januari – 1 Februari, 18-21 Juli 2009 untuk mendapatkan data yang tidak mungkin peneliti dapatkan dari keempat obyek penelitian yang sudah disebutkan di atas. Kemudian hasil wawancara dengan ketiga sangadi tersebut penulis diskusikan dengan Bapak Herman Kembuan SE, AK. agar dapat dicapai pemahaman yang lebih baik [lihat Sastriyani, 2007: 47]
xv
IV. PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini data yang sudah diterima akan dianalisis. Adapun analisis akan dibagi menjadi beberapa subbab, yaitu:
4.1 Saani Budi Daembana Perempuan berumur 59 tahun ini telah menjadi sangadi Lobong berpenduduk sebanyak kira-kira 1300 orang, kecamatan Pasi Barat selama 6 tahun karena mulai menjabat pada 22 Februari 2004. Beliau adalah sangadi perempuan pertama di desanya yang seluruh penduduknya beragama Islam.. Sebenarnya masa jabatannya telah berakhir tetapi karena adanya Pemilu Legislatif 2009, maka proses pemilihan diundur kemungkinan setelah lebaran. Saani berhasil menjadi sangadi setelah menang bersaing dengan dua calon sangadi laki-laki dan kemenangannya tersebut juga disebabkan karena masyarakat sudah jenuh dengan sikap sewenang-wenang sangadi laki-laki sebelumnya yang memimpin dengan kekerasan selama 10 tahun. Rupanya masyarakat telah trauma dengan kepemimpinan laki-laki dan menginginkan kelembutan seorang pemimpin perempuan. Pada saat itu motivasi Saani untuk mencalonkan diri juga disebabkan karena kejenuhan menanti kemajuan desanya. Setelah serangkaian observasi, beliau merasa mampu untuk memajukan desanya meskipun beliau seorang perempuan. Beliau sadar bahwa kesempatan untuk memajukan desanya hanya dapat diraih jika dia menjabat sebagai sangadi. Oleh sebab itu ketika masyarakat memberinya kesempatan, beliau bekerja dengan sepenuh hati mengabdi pada masyarakat desa. Sikapnya dalam menghadapi orang yang tidak suka kepadanya bertolak belakang dengan sangadi terdahulu. Dia balas kebencian dengan kebaikan dan kelembutan bukan dengan kekerasan seperti yang dilakukan oleh sangadi terdahulu. Saani memang ingin tampil beda. Beliau ingin menampilkan sosok keibuannya yang tidak dimiliki oleh sangadi
xvi
laki-laki. Masyarakat dianggapnya anak yang perlu dididik dan dirangkul. Pendekatan semacam ini ternyata ampuh sehingga pada pemilihan mendatang, masyarakat masih meminta beliau untuk mencalonkan diri kembali. Disamping karena pendekatan yang tepat, masyarakat juga melihat bahwa perempuan ini telah bekerja dengan total atau sepenuh hati untuk untuk desanya. Karena sadar akan tugasnya yang belum selesai, Saani bersedia untuk dicalonkan
kembali
asal
kondisi
kesehatannya
baik.
Karena
sadar
akan
tanggungjawabnya ini pula, perempuan yang sebenarnya ingin menikmati hari tuanya dengan menimang cucu ini bersedia kembali untuk memfokuskan dirinya memikirkan kemajuan desanya. Selain karena kejenuhan masyarakat akan kesewenang-wenangan sikap sangadi laki-laki,
Saani dapat terpilih karena partisipasinya dalam masyarakat. Sebelum
menikah, beliau aktif sebagai pengurus organisasi olah raga dan pemuda. Setelah menikah, beliau aktif ikut dalam arisan ibu-ibu dan duduk dalam kepengurusan PKK selama sembilan tahun. Saat itu masyarakat melihat akan potensinya dalam mengkoordinir kegiatan desa, kepiawaiannya dalam mengambil keputusan dan cara beliau dalam menyelesaikan masalah, yaitu selalu bermusyawarah dan bermufakat atau dengan kata lain tidak memaksakan kehendak pribadinya. Sebenarnya Saani tidak pernah bercita-cita menjadi sangadi. Ketika sekolah beliau belum tahu ingin mempunyai profesi apa. Beliau hanya bercita-cita ingin duduk di bangku kuliah. Cita-citanya terpaksa harus kandas karena orang tua tidak sanggup membiayai. Pada saat yang sama orang tua harus membiayai dua kakak laki-lakinya yang sedang kuliah [lihat Dini, 1994: 129]. Ketika gadis menjadi seorang pemimpin tidak pernah terbersit di kepalanya karena beliau jarang mendapat kesempatan untuk mengambil keputusan, yang merupakan salah satu tugas pemimpin, karena pada saat itu anak gadis belum boleh mengambil keputusan penting sebelum menikah. Semua keputusan penting berada di tangan ayah yang menjadi kepala keluarga [lihat Bhasin dan Khan, 1995: 25]. Kepemimpinan dipelajarinya dari buku, suami dan selama beliau menjadi sangadi. Dari penampilannya kita tidak akan menyangka bahwa beliau adalah seorang sangadi. Pertama kali bertemu kesan yang tertangkap adalah bahwa perempuan ini hanya seorang ibu rumah tangga atau nenek yang tidak mempunyai banyak kegiatan fisik dan pikir karena sudah berusia lanjut. Baru setelah mendengar beliau berbicara nampaklah
aura
kepemimpinannya
muncul.
xvii
Gaya
bicaranya
mencerminkan
semangatnya yang membara untuk membangun desanya. Semakin lama berbicara dengan perempuan ini semakin nampak dengan jelas bahwa beliau adalah sosok perempuan yang tahan banting atau tegat, bijaksana, tegas, matang, komunikatif, terbuka, saleh dan sabar. Selama wawancara peneliti ditemani oleh Bapak Herman dan sering terjadi pembicaraan antara Bapak Herman dan Bu Saani. Dari pembicaraan mereka, peneliti dapat menangkap kesan bahwa perempuan ini juga seorang yang rendah hati. Beliau dengan mudahnya menerima saran-saran yang diberikan oleh Bapak Herman yang relatif jauh lebih muda dari beliau. Sikap yang sama juga beliau tunjukkan kepada peneliti yang berusia lebih muda. Jika disimak, cara beliau berbicara jauh dari kesan menggurui. Satu lagi kepribadian beliau yang membuatnya berprestasi, yaitu: keinginan untuk terus belajar. Karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak bagus, perempuan berputra tiga ini tidak dapat melanjutkan pendidikannya di SMEA. Beepuluh-puluh tahun keinginannya untuk kembali ke bangku sekolah tidak dapat terlaksana tetapi beliau tidak patah semangat. Dua tahun yang lalu beliau ikut kejar paket C dan berhasil menyelesaikannya. Apa yang beliau lakukan ini bukan hanya demi keuntungan diri sendiri tetapi juga merupakan usahanya untuk memberi teladan kepada warga yang dipimpinnya, pada umumnya dan para perempuan, khususnya, bahwa menempuh pendidikan merupakan usaha yang harus dilakukan setiap manusia seumur hidup tanpa mengenal usia. Seperti disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa perempuan diwajibkan untuk memberi teladan dalam melakukan segala hal yang baik. Yang dimaksudkan di sini adalah berkenaan dengan pendidikan keimanan, keislaman, akhlak terpuji, dan berbagai pendidikan baik lainnya. Teladan dikatakan merupakan sarana pendidikan yang paling besar, paling menyentuh, serta paling berpengaruh [Ath-Tharsyah, 2003: 220-1].
Dalam hal ini, sangadi Saani memberikan teladan dalam menempuh
pendidikan. Berkaitan
dengan
pendidikan,
sebetulnya
sangadi
Saani
juga
ingin
mengingatkan kepada sesama perempuan di desanya bahwa perempuan Muslimah juga diwajibkan untuk menuntut ilmu yang bermanfaat untuk perkembangan dirinya. Mengapa demikian? Karena, di hadapan Allah kedudukan perempuan sama dengan kedudukan laki-laki dalam menuntut ilmu. Sebagai buktinya, Nabi Muhammad SAW meluangkan waktu untuk mengajar para perempuan Ansar ketika mereka memohon kepada beliau untuk mengajari mereka agar mereka tidak kalah dengan kaum laki-laki [lihatHasyimi, 2002: 96-7]
xviii
Satu hal lagi yang perlu dipelajari, yaitu meskipun beliau tidak berpendidikan tinggi, beliau dapat dikatakan perempuan yang pandai karena beliau belajar dari lingkungan dan masyarakatnya. Kegagalan orang lain dijadikannya pelajaran supaya beliau tidak mengalami kegagalan yang sama. Selain itu, beliau juga mencoba menangkap apa yang dikehendaki oleh sekitarnya. Dari sangadi yang terdahulu, beliau belajar untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Kekerasan dijauhkannya dari kamus pemerintahannya. Beliau juga mengerti betul bahwa untuk menjadi pemimpin dalam masyarakat yang menganut sistem Patriarkhi, perempuan harus dapat melakukan apa yang laki-laki dapat lakukan, bahkan lebih dari laki-laki. Untuk itu beliau melakukan observasi keinginan dan kebutuhan masyarakat serta mengevaluasi kelemahan dan kelebihan sangadi laki-laki terdahulu. Kepribadian Saani seperti yang telah disebutkan di atas ternyata memang hasil didikan ayah dan ibunya. Beliau dibesarkan dalam keluarga yang menjunjung tinggi kepedulian, keharmonisan, nilai-nilai agama, kerja keras, kelembutan dan persahabatan. Komunikasi dalam keluarga terjalin dengan sangat baik. Meskipun merupakan figur yang dominan dalam keluarga, ayah tetap memberi kesempatan kepada istrinya untuk menyampaikan pendapat. Ayah dan ibu beliau membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak mereka sehingga anak-anak dapat menceritakan masalah mereka dengan mudahnya. Kedekatan yang terjalin diantara anggota keluarga tersebut membuat mereka saling peduli dan tolong menolong. Kepedulian ini juga ditujukan terhadap orang lain, diantaranya: mengunjungi sanak keluarga yang sakit dan membantu sanak keluarga yang terbelit masalah. Salah satu cara untuk menajamkan kepedulian anak kepada orang tua adalah dengan menugaskan Saani untuk mengambil gaji ayahnya ketika sakit. Bila anak-anak berbuat kesalahan, orang tua menegur dan menasehati, tidak pernah memukul. Satu pesan orang tua yang begitu menancap di hati adalah agar Saani menjadi istri yang patuh kepada suami, ibu yang mendidik anak-anaknya dengan baik, bersahabat dengan semua orang dan perempuan yang dapat bekerja. Sebagai pegawai negeri dengan gaji yang rendah, sang ayah mendidik ke enam putra-putrinya untuk menerima keterbatasan mereka secara ekonomi dengan tidak menuntut orang tua memenuhi permintaan mereka. Sebagai gantinya, demi masa depan yang lebih baik, mereka dituntut untuk belajar dengan giat dan bekerja membantu orang tua, baik di rumah maupun di kebun. Bahkan anak perempuan pun ikut bekerja di kebun mengusir binatang pengganggu, seperti monyet atau babi.
xix
Bagi sangadi perempuan ini, ayah, yang menjabat sebagai sekretaris desa, merupakan figur yang menjadi panutannya. Beliau sering berada di dekat sang ayah memperhatikan caranya bekerja dan berelasi dengan orang lain. Teladan dan nasehatnasehat yang diberikan ayahnya supaya bersikap baik kepada orang lain, mencari teman bukan musuh, bekerja dengan jujur dan menjalankan kewajiban, menancap dengan kuat di benaknya. Teladan dan nasehat tersebut semakin kuat tertanam karena beliau melihat sendiri buah perbuatan dan perkataan ayahnya, yaitu masyarakat sangat mencintai bahkan mengidolakan ayahnya. Laki-laki kedua yang mempunyai sumbangsih besar dalam kepemimpinannya adalah sang suami tercinta. Laki-laki tersebut sepenuhnya sadar bahwa perempuan yang telah melayaninya dengan setia selama 17 tahun, tidak hanya harus bekerja di dapur tetapi memiliki kesempatan dan hak untuk lebih mengaktualisasikan dirinya, termasuk terlibat dalam pemecahan masalah dan penentuan keputusan [lihat Oetomo, 2007; 14]. Laki-laki yang berumur 10 tahun lebih tua dari istrinya ini menyadari bahwa perempuan yang memberinya 3 anak dan seorang cucu ini bukanlah perempuan yang hanya ingin memperhatikan keluarganya saja. Laki-laki itu sadar bahwa istrinya adalah perempuan yang mempunyai visi dan hati untuk masyarakat. Apa yang dilakukan sangadi Saani rupanya sejalan dengan kiat-kiat sukses yang diberikan oleh Syaikh Adnan Ath-Tharsyah, yaitu: menahan amarah dan memberi maaf., berbuat baik, berniat tulus ikhlas karena Allah dalam berkerja, jujur dalam bekerja dan mentaati suami [Ath-Tharsyah, 2003: 235-7; 264,280,282,374,377-8]. Sebagai pemimpin, perempuan muslimah ini tentu saja ingin dikasihi oleh Allah, keluarga dan warganya agar apa yang beliau lakukan bermanfaat bagi orang banyak. Beliau tidak segan selalu memberi maaf kepada orang yang memfitnahnya karena beliau sadar tidak ada manusia yang sempurna. Sebagai pemimpin, tentulah beliau banyak menghadapi tantangan karena itu setiap hari beliau membutuhkan petunjuk dari Allah. Keputusan beliau untuk bersedia dicalonkan menjadi sangadi juga dibuat setelah mendapatkan izin dari suami.
4.2 Hasana Paputungan. Perempuan cantik dan anggun berusia 39 tahun ini mulai menjadi sangadi di desa Pasi II kecamatan Passi Barat pada tanggal 15 Desember 2008 sampai dengan 15 Desember 2014 setelah mengalahkan 2 pesaing laki-laki. Tugas yang dinikmatinya
xx
sekarang ini sebetulnya tidak pernah muncul dalam benaknya ketika remaja karena sejak kecil orang tuanya jarang melibatkannya dalam proses pengambilan keputusan penting yang merupakan salah satu tugas sangadi. Seperti anak perempuan pada umumnya, beliau hanya mempunyai tugas belajar. Terlahir dalam keluarga dengan ekonomi pas-pasan karena ayah hanya berprofesi sebagai pegawai negeri dan ibu sebagai ibu rumah tangga, Hasana tidak dapat mengenyam pendidikan yang tinggi. Kenyataan tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk beraktualisasi diri.
Sejak remaja beliau aktif dalam organisasi
kepemudaan yang akhirnya meningkatkan popularitasnya. Kalau pada akhirnya, Hasana dapat menjadi sangadi, kemenangannya tersebut disebabkan karena beberapa faktor, diantaranya, kekayaan, peran ayah dalam masyarakat, keharmonisan keluarga, partisipasi dalam masyarakat, kepribadian dan penampilan fisik. Beliau adalah orang yang terpandang di desanya karena kekayaan yang dimilikinya. Suaminya adalah seorang pedagang sapi antar pulau yang sukses. Rumahnya tergolong rumah terbesar dan termewah di desanya. Karena kekayaannya tersebut, masyarakat berasumsi beliau tidak akan menyalahgunakan uang rakyat. Bahkan dengan kekayaannya beliau dapat menolong penduduk yang miskin. Ayah beliau adalah anggota Lembaga Adat Desa yang sangat berpengaruh. Peran beliau sebagai istri dan ibu yang baik juga mendukung perolehannya dalam pemilihan. Masyarakat dapat melihat bahwa perempuan ini telah sukses dalam perannya di keluarga. Dalam masyarakat, peran beliau dalam organisasi kepemudaan juga dijalaninya dengan sangat baik. Selain kaya materi, beliau memiliki kepribadian yang menarik, yaitu lembut dan ramah. Pertama kali berjumpa, saya tidak menyangka sama sekali bahwa beliau adalah seorang sangadi. Dalam pandangan saya, beliau lebih pantas sebagai artis karena beliau memiliki modal wajah yang cantik, tutur kata yang lembut, tubuh yang langsing, pakaian yang serasi dan selalu mengikuti mode. Perlu diketahui bahwa, di Bolaang Mongondow masyarakat sangat memperhatikan penampilan fisik. Meskipun lemah lembut dalam tutur kata dan sikap, Hasana ternyata seorang pemimpin yang tegas. Beliau tidak takut untuk meluruskan apa yang salah. Sebagai contoh, beliau tidak takut memecat juru tulisnya yang tidak bekerja dengan baik dan melaporkan orang-orang yang menghalangi tugasnya. Jika dihubungkan dengan kiat sukses Syaikh Adnan Ath-Tharsyah, Hasana Paputungan telah mengikuti kiat-kiat seperti: berniat tulus ikhlas karena Allah dalam bekerja, jujur dalam bekerja, memberi zakat dan sedekah serta mentaati suami [lihat
xxi
Ath-Tharsyah, 2003:
280,282,308-310,377-8]. Beliau yakin ketulus-ikhlasan dalam
bekerja sangat diperlukan agar mendapatkan pahala dari Allah berupa kesuksesan sekaligus petunjuk dalam pekerjaannya. Kejujuran dalam menjalankan pekerjaan dan tugas yang diberikan selalu menjadi mottonya yang terus menerus ditanamkan oleh orang tua sedari kecil. Berkaitan dengan harta benda, Hasana Paputungan yang mendapat berkat kekayaan dari Allah sadar bahwa beliau harus rela berbagi dengan orang lain yang tidak mampu agar Allah menyucikan, memberkati dan memberinya surga. Salah satu bentuk yang dapat kita lihat adalah dengan diserahkannya tanah miliknya dengan bangunan mesjid di atasnya kepada penduduk desa. Telah disebutkan diatas, Hasana Paputungan awalnya tidak mencalonkan diri tetapi karena sang suami menyarankannya untuk maju dengan janji dukungan penuh, beliau pun maju.
4.3 Mince Yuliana Taroreh Perempuan yang lahir 39 tahun yang lalu ini lahir dan besar di desa yang kini dipimpinnya. Beliau berhasil menjadi sangadi perempuan pertama beragama Kristen di Bolaang Mongondow yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Perempuan yang mengawali karirnya sebagai perawat gigi ini mulai menjabat sejak tanggal 27 Oktober 2007 dan masa jabatannya tersebut akan berakhir pada tanggal 27 Oktober 2013 nanti. Menjadi pemimpin bukanlah cita-cita beliau sejak kecil. Orang tua juga tidak melatihnya untuk menjadi pemimpin atau bercita-cita sebagai pemimpin. Yang ada di benaknya semasa gadis hanyalah bagaimana kelak beliau dapat menjadi perawat gigi karena hanya itu kesempatan yang tersedia dan selain itu, karena beliau menyukai bidang kesehatan. Sesuai dengan pesan orang tua, beliau pun belajar dengan sungguhsungguh untuk dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Setelah bekerja mulailah jiwa kepemimpinannya terbentuk yaitu sejak beliau sering menjadi pengganti Kepala Puskesmas. Kalaupun pada akhirnya beliau bersedia dicalonkan, hal itu disebabkan karena beliau ingin desanya yang tertinggal mengalami kemajuan yang signifikan. Sebetulnya apa yang telah diraihnya saat ini merupakan sebuah prestasi besar karena komposisi penduduk adalah 70 % laki-laki dan 30 % perempuan. Menurut analisi peneliti, masyarakat memilihnya karena beberapa faktor berikut. Pertama, Mince, lulusan pendidikan SPRG (Sekolah Pengatur Rawat Gizi) ini adalah orang yang sangat peduli terhadap warga desa. Sebagai perawat, masyarakat dapat merasakan pelayanan yang telah dilakukannya dengan penuh kasih dan tanggung jawab. Di sini
xxii
perbuatan lebih nyata daripada perkataan atau janji-janji yang disebar dalam kampanye. Kedua, Mince yang pernah menjadi pegawai negeri selama 1 tahun ini mempunyai prestasi membanggakan di cabang olah raga karate. Beliau sering mengikuti kejuaraan karate di luar daerahnya dan bahkan menyabet juara 2 dan 3 se Manado. Ketiga, beliau pandai beradaptasi dengan warga sekitarnya, termasuk yang beragama Islam. Diantaranya beliau tidak segan menghadiri peringatan keagamaan seperti perayaan IsraMiraj. Keempat, beliau aktif dalam organisasi PKK. Perempuan gesit ini mempunyai segala kualitas diri di atas berkat contoh, dan didikan dari ayah dan ibunya. Ayah beliau seorang petani punya sawah lebih kurang 1 hektar dan kebun lebih kurang 2 hektar. Beliau tampil sebagai pemimpin dalam keluarga yang senantiasa menegakkan kedisiplinan. Bila ada masalah, beliau mengajak istrinya untuk berdiskusi tanpa melibatkan anak-anak karena memang saat itu, anakanak tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting. Anak-anak baru diajak berdiskusi jika masalah yang dihadapi menyangkut masalah anak. Sebagai warga desa, beliau sering membantu tetangga-tetangganya yang mempunyai hajatan. Bahkan sering, beliau dipercaya untuk mengatur orang-orang yang membantu bekerja mempersiapkan hajatan tersebut. Beliau telah meninggal dunia tetapi sampai sekarang namanya sering dibicarakan. Jasad beliau sudah di liang kubur tetapi namanya tetap harum. Sang ibu juga tak kalah pedulinya kepada masyarakat sekitar. Beliau adalah perempuan yang suka menolong orang yang membutuhkan uluran tangannya. Dalam hajatan desa, beliau sering membantu memasak, bahkan mengerahkan anak-anaknya yang besar juga untuk membantu. Tidak jarang juga perempuan ini membantu suaminya menanam jagung dan kacang.di kebun. Beliau juga mengajak anak-anaknya bergotong royong membantu orang tua dan menyelesaikan tanggungjawabnya masing-masing. Anak-anak dilibatkan untuk mengusir burung pengganggu di sawah.atau mencangkul di kebun. Mince, anak ke 7 dari 8 bersaudara ini, juga ikut bahu membahu bekerja dengan saudara-saudaranya yang lain. Suami Mince adalah seorang guru olah raga di SMA. Profesi ini merupakan profesi yang terpandang dalam masyarakat. Pasangan yang harmonis ini dikaruniai 2 anak, putra dan putri. Meskipun baru pertama kali bertemu, peneliti diterima dengan baik dan komunikasi dapat berjalan dengan lancar karena peneliti juga sama-sama beragama Kristen dan mereka tahu bahwa peneliti telah diterima dengan sangat baik oleh Bapak Herman.
xxiii
Dalam wawancara sempat terungkap bahwa Mince ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi setelah selesai masa baktinya menjadi sangadi. Apa yang menjadi cita-cita terpendamnya ini telah mendapat restu dari suami tercintanya. Bukan tidak mungkin apa yang menjadi kerinduannya tersebut merupakan anak tangganya untuk menggapai posisi kepemimpinan yang lebih tinggi lagi di kemudian hari. Seperti disadari bahwa untuk mencapai kesetaraan jender, upaya pemberdayaan perempuan harus terus digalakkan, begitu juga peningkatan pendidikan, keterampilan dan pelatihan [Ihromi, Tapi Omas, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima, 2006: 300].
4.4 Kesamaan diantara Ketiga Sangadi. Salah satu faktor mengapa masyarakat memilih ketiga sangadi ini adalah karena mereka telah berhasil menjalankan perannya dalam masyarakat dan keluarga. Dalam masyarakat, mereka berperan aktif, menunjukkan kepedulian yang tinggi kepada masyarakat. Dalam keluarga, mereka terbukti dapat menjaga kelanggengan rumah tangga karena mereka dapat menempatkan diri sebagai istri dan ibu yang baik. Sebagai istri, mereka patuh kepada suami Sebagai ibu, mereka merawat anak-anak mereka dengan baik. Dengan kata lain, mereka telah mendudukkan laki-laki di tempat yang dikehendaki oleh masyarakat, yaitu: sebagai pemimpin dalam keluarga yang harus dipatuhi. Kita dapat katakan bahwa mereka telah dapat menyeimbangkan antara kehidupan rumah tangga dan karier mereka [lihat Oetomo, 2007: 5]. Dalam sistem Patriarkhi tugas perempuan yang memutuskan untuk berkarir atau aktif di masyarakat sangat berat karena perempuan yang memutuskan bekerja tetap harus
menyelesaikan
pekerjaan
rumah
tangga
seperti
berbelanja,
memasak,
membersihkan rumah, mencuci dan merawat anak sedangkan laki-laki tidak. Jadi perempuan menjalani kerja rangkap atau mempunyai beban ganda (beban pekerjaan dengan upah dan pekerjaan tanpa upah) [Bhasin dan Khan, 1995: 27-8]. Ketiga perempuan ini mendapat restu dari suami dan masyarakat untuk menjadi sangadi karena mereka ternyata dapat melakukan tugas sebagai istri dan ibu dengan baik. Yang menarik di sini adalah, orang tua ketiga sangadi ini tidak pernah memberi nasehat kepada mereka untuk menjadi pemimpin kelak di kemudian hari. Orang tua mereka hanya mendorong mereka untuk menunjukkan kepedulian kepada keluarga dan masyarakat. Ternyata dari kepedulian dalam ranah yang kecil membawa mereka kepada kepedulian dengan lingkup yang lebih besar. Mereka dengan jeli melihat bahwa dengan
xxiv
menduduki posisi sebagai sangadi, mereka mempunyai otoritas untuk membuat kepedulian mereka mencapai taraf tertinggi. Satu hal lagi yang menarik adalah mereka bertiga masing-masing harus berkompetisi dengan 2 laki-laki dan ternyata mereka berhasil sebagai pemenang. Dari prosentase ini dapat diketahui bahwa laki-laki lebih banyak yang ingin menjadi pemimpin atau diminta menjadi pemimpin daripada perempuan. Hal ini merupakan hal yang lumrah karena dalam masyarakat Patriarkhi, laki-laki yang mendapat kesempatan untuk menjadi pemimpin [lihat Bhasin dan Khan, 1995: 25]. Para ibu dari ketiga sangadi ini hanyalah ibu rumah tangga. Keputusan mereka menjadi sangadi dapat disebabkan karena mereka dekat dengan ayah mereka yang menjadi pemimpin dalam keluarga dan yang aktif dalam masyarakat. Kemungkinan lainnya adalah karena mereka diijinkan ayah mereka aktif bermasyarakat. Salah satu faktor keberhasilan ketiga sangadi ini menjalankan tugasnya adalah karena mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi pas-pasan,. Mereka terbiasa bekerja keras karena sejak kecil sampai gadis, mereka harus melakukan segala sesuatu sendiri tanpa bantuan pembantu. Mereka juga mampu berempati dengan masyarakat yang miskin. Karena mereka pernah menjalani kehidupan seperti itu, mereka mengerti benar penderitaan dan harapan orang-orang miskin.
4.5 Herman Kembuan, SE. AK Penelitian ini juga melibatkan tokoh masyarakat karena ternyata tokoh masyarakat berperanan sangat besar dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang menjadi sangadi di daerah Bolaang Mongondow. Tokoh masyarakat yang paling dihormati di daerah tersebut adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun bernama Herman Kembuan, SE, AK., Beliau adalah anggota DPRD Kabupaten Bolaang Mongondow yang bertugas di kantor DPRD Paloko Kinalang Kotamobagu. Beliau baru terpilih kembali untuk kali kedua sebagai wakil rakyat pada Pemilu tanggal 9 April 2009 yang lalu setelah beliau berhasil menang mutlak di daerah pemilihannya. Kemenangan beliau tersebut selain tentu saja karena kehendak Allah Yang Maha Kuasa juga karena kelebihan-kelebihan yang beliau miliki, diantaranya seperti: tingkat intelektualitas yang tinggi, kesuksesan dalam berbisnis, wawasan berpikir yang luas, kepribadian yang menarik, kewibawaan, leluhurnya raja, dan penampilan fisik yang memikat
xxv
Kelebihan pertamanya adalah beliau dapat dikatakan mempunyai tingkat intelektualitas yang tinggi. Ketika masih sangat muda, sarjana akuntansi ini berhasil menduduki posisi penting sebagai manager di sebuah perusahaan asing dengan gaji yang sangat memuaskan. Setelah merasa cukup bekerja di tempat tersebut, beliau beralih profesi sebagai pengusaha dan kemudian mencoba menapakkan kakinya di dunia politik. Dalam ketiga bidang yang berbeda tersebut, beliau dapat mencapai keberhasilan. Melihat bukti tersebut, tentu kita berani menimpulkan bahwa beliau adalah seorang yang mempunyai intelektualitas yang tinggi. Bukti yang lainnya adalah, selama saya mewawancarai beliau pada masa kampanye Pemilu, saya melihat orang silih berganti datang berkonsultasi dengan beliau, memohon bantuan untuk memecahkan masalah, baik siang maupun malam. Selama wawancara pun saya menangkap tanda bahwa segala tindakan dilakukannya setelah melalui pemikiran yang sangat cermat. Dapat dikatakan, beliau berani menanggung resiko tetapi tidak gegapah. Semua langkahnya didahului dengan menyusun strategi yang jitu. Seringkali apa yang tidak dipikirkan oleh orang lain hinggap di kepalanya. Keputusannya untuk tinggal di desa tetapi bekerja di kota ternyata tidak sesederhana yang saya bayangkan. Banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara hidup seperti itu. Kenyamanan yang tidak terpikirkan oleh orang lain ternyata dapat diperoleh dengan cara hidup seperti itu. Begitupun dengan keputusan beliau untuk membeli banyak lahan perkebunan. Salah satu keuntungan dengan cara hidup seperti itu adalah beliau dapat hidup dengan tenang dan sehat tetapi tetap dapat menjaga pemikirannya up-to-date, tidak ketinggalan jaman. Beliau selalu dapat berperan aktif dalam masyarakat, bahkan negara. Sebagai wakil rakyat, setiap enam bulan sekali beliau mendapat kesempatan untuk mengikuti pertemuan di Jakarta. Dengan demikian, meskipun tinggal di desa, beliau tetap dapat mengikuti perkembangan terbaru. Selain ke ibu kota, beliau juga melakukan kunjungan ke kota besar lain di Indonesia untuk mempelajari apa saja yang dapat diterapkannya di daerahnya. Kelebihan berikutnya, yaitu kesuksesannya dalam berbisnis dapat dibuktikan dari rumah besar, mobil mewah dan berhektar-hektar tanah perkebunan yang beliau miliki. Sebagai orang yang mempunyai kekayaan sedemikian besar, beliau dikenal sebagai orang paling kaya di desanya. Faktor kekayaan perlu untuk disebutkan di sini karena masyarakat sangat menghormati orang yang mempunyai kekayaan.
xxvi
Beliau mempunyai wawasan berpikir yang luas sehingga dapat menerima perbedaan. Meskipun beragama Islam, beliau dapat bergaul erat dengan keluarga dan teman-teman yang beragama Kristen, baik pribumi maupun keturunan Tionghoa. Menurut pengamatan saya hal ini dikarenakan dua hal. Pertama, karena sejak kedua orang tuanya meninggal, beliau dibesarkan sejak kecil dengan penuh kasih oleh kakak ipar perempuannya seorang keturunan Tionghoa yang beragama Kristen. Kedua, kakek buyut beliau sebelumnya beragama katolik. Kelebihan beliau lainnya adalah pada kepandaiannya bergaul dengan orangorang dari semua kalangan, dari yang tinggi sampai yang rendah, dari kalangan pejabat sampai kalangan sopir. kalangan orang kaya sampai orang miskin. Keramahannya terkenal di mana-mana, bukan hanya terhadap para perempuan, juga terhadap para lakilaki. Karena kelebihannya ini beliau mampu menjadi pelobi yang handal. Apa yang terjadi di masyarakat dapat ditangkapnya dengan cepat dan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dapat disampaikan kepada yang berwenang sehingga dapat ditindaklanjuti. Dengan ketrampilannya bersosialisasi dengan kalangan manapun ini, saya berani menyatakan bahwa beliau adalah penghubung yang tepat antara masyarakat dan pemerintah. Bukan hanya pandai bergaul, beliau juga sangat murah hati terhadap siapapun yang membutuhkan pertolongannya. Banyak orang yang datang kepadanya dalam kesulitan, ditolongnya. Tidak sedikit orang yang meminjam uang kepadanya dan dibiarkannya tidak membayar jika mereka benar-benar tidak mampu. Dia meminjamkan rumahnya kepada seorang kerabatnya yang beragama Kristen. Dalam perjalanan, saya sering melihatnya memberi uang kepada sopir angkot maupun orang miskin lainnya dan mengisi kotak sumbangan pembangunan mesjid. Contoh lainnya, dalam perjalanan tergesa-gesa ke bandara untuk mengantarkan saya pulang, ada seorang polisi yang mencegat mobil beliau. Wajah polisi tersebut begitu pucat, meminta dengan sangat kepada beliau agar dapat diperbolehkan menumpang untuk mengambil senjatanya yang ketinggalan di sebuah warung. Meskipun kelaparan dan tergesa-gesa takut terlambat ke bandara, beliau terlebih dahulu mengantarkan polisi tersebut ke warung yang ditujunya baru kemudian mengisi perutnya. Beliau menyadari benar konsekuensi yang akan diterima polisi tersebut bila kehilangan senjatanya. Bapak
Herman
merupakan
sosok
laki-laki
yang
berwibawa.
Aura
kewibawaannya ini terpancar karena beliau termasuk manusia yang berani atau tegas memegang prinsip. Jika beliau benar, apapun akan dilakukannya, siapapun akan
xxvii
dilawannya agar kebenaran dapat ditegakkan. Tidak segan-segan beliau akan menerima tantangan duel lawan lebih dari satu jika mereka berani melanggar haknya. Sebagai informasi duel secara fisik semacam ini di desa, bukanlah sesuatu yang aneh. Keberanian berduel ini pun bukan keberanian yang asal-asalan atau tidak menggunakan strategi karena keputusan apapun yang dibuatnya dan tindakan apapun yang dilakukannya pasti merupakan hasil pemikiran yang mendalam. Keberaniannya ini tentu saja membuat orang berdecak kagum dan segan kepadanya. Dalam panggung politik, lawan pun dibuat tak berkutik menerima serangannya yang dilempar lewat kata-kata yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga lawan tidak menyadari akan serangan tersebut. Laki-laki dengan nyali besar seperti ini, yang tidak takut dengan siapa pun, sanggup bertempur dengan cerdik, tentu saja membuat banyak orang menghormati. Sebetulnya, dimana saja beliau akan menentang orang yang berani melanggar haknya. Menurutnya, tindakan ini perlu dilakukan agar pihak yang mengganggu tersebut mendapat pelajaran sehingga tidak mengulangi lagi perbuatannya. Sebagai contoh, ketika saya sedang mewawancarai beliau di sebuah lobi hotel di kota Manado, ada seorang tamu hotel yang tiba-tiba langsung mengambil korannya tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Karena merasa orang tersebut tidak sopan, beliau langsung menegurnya dengan cara yang halus sehingga membuat orang tersebut malu karena menyadari kesalahannya. Meskipun orang tersebut kelihatannya kaya, beliau tidak segan berbuat demikian karena orang tersebut telah melanggar haknya. Ketika saya tanyakan kenapa beliau melakukan hal tersebut, dengan serius beliau mengatakan ,” Saya ingin memberi dia pelajaran agar dia tidak mengulanginya lagi”. Kewibawaan beliau juga terpancar karena adanya rasa percaya diri yang kuat. Beliau sadar benar akan kemampuan yang dimilikinya yang dapat dikatakan di atas ratarata tersebut. Sejak kecil beliau telah ditinggal pergi kedua orang tuanya menghadap Allah. Laki-laki yang merupakan anak kesayangan ibunya ini kemudian harus berjuang menghadapi tantangan kehidupan yang keras. Laki-laki ini sadar bahwa dia harus berdiri di atas kaki sendiri jika tidak ingin dipermalukan atau direndahkan orang. ”Saya tidak ingin miskin, bu Yuli”, begitulah alasannya mengapa beliau bekerja sangat keras dan akhirnya mencapai keberhasilan, bukan hanya di bidang bisnis tetapi juga di kancah politik. Keberhasilan inilah yang memupuk rasa percaya dirinya. Selanjutnya, kepercayaan diri inilah yang kemudian membuatnya bisa tampil dengan penuh wibawa dimanapun beliau.berada. Ternyata penderitaan berkolerasi juga dengan kewibawaan.
xxviii
Beliau juga sangat dihormati karena darah birunya, dengan kata lain, karena beliau adalah seorang keturunan raja. Kakek buyut beliau dari pihak ibu adalah seorang raja yang bernama Yacobus Manuel Manoppo. Kakek beliau yang bernama Max Gony Mokodompit adalah seorang pejabat raja [[Tim Penyusun SMU, 2003: 16-7,24]. Karena merupakan cucu dari orang yang sangat berkuasa, Bapak Herman juga sangat dihormati oleh masyarakat. Sebetulnya, bukan hanya karena alasan tersebut saja masyarakat sangat menghormati beliau tetapi juga karena beliau mempunyai kepedulian yang sangat tinggi terhadap masyarakat. Kepedulian untuk memajukan daerahnya ini terbaca dan terekam oleh masyarakat sehingga mereka sangat menghargai apa yang beliau ucapkan. Mereka dapat melihat dan merasakan kharisma ”raja” pada diri beliau. Ada satu hal lagi yang membuat tokoh ini populer, yaitu penampilan fisiknya. Dengan bekal ukuran badan tinggi semampai, kulit putih bersih, wajah tampan, beliau mempunyai modal untuk menjadi pusat perhatian perempuan, baik muda maupun tua. Dalam dua pesta pernikahan yang saya hadiri bersama beliau, saya melihat beliau selalu dikelilingi oleh para perempuan, baik muda maupun tua. Mereka sangat antusias berbincang-bincang dengan beliau. Menurut pengamatan saya, dalam dua pesta pernikahn tersebut, tidak saya jumpai laki-laki yang lebih populer dari beliau. Penilaian saya ini ternyata tidak berlebihan karena dalam pemilu yang baru lalu beliau menang mutlak. Mayoritas pemilihnya adalah perempuan dari kalangan baik muda maupun tua.
4.6 Peranan Laki-laki Keberhasilan ketiga perempuan ini menduduki posisi sebagai sangadi sebetulnya tidak terlepas dari campur tangan laki-laki. Selain kemampuan yang mereka miliki, masyarakat juga melihat laki-laki yang berada dekat dengan mereka, yaitu ayah dan suami. Selain itu, kesempatan mereka duduk sebagai pemimpin juga dikarenakan adanya campur tangan tokoh masyarakat laki-laki, dalam hal ini Bapak Herman Kembuan, SE, AK. Beliau tanpa ragu mendukung ketiga sangadi perempuan ini karena sebelumnya, yaitu pada tanggal 5 Mei 2001 Bolaang Mongondow mempunyai seorang bupati perempuan yang bernama Ny. Hj. Marlina Moha Siahaan. Beliau ternyata dapat membuat prestasi yang mengagumkan. Bapak Herman percaya bahwa jika perempuan dapat berperan sebagai bupati dengan sukses, tentu perempuan juga dapat berperan sebagai sangadi yang mempunyai daerah kekuasaan lebih sempit. Beliau juga mengikuti sejarah dan melihat bahwa perempuan juga mempunyai potensi dan keberanian yang
xxix
tidak kalah dengan laki-laki, seperti yang dapat dilihat pada sosok Ny. N. Damopolii Manggo [lihat Tim Penyusun SMU, 2003: 43-4,47,50,63-5]. .
Ayah sangadi Saani mempunyai kharisma yang besar di masyarakat karena
keteladanan yang diberikannya. Beliau menjadi idola dan panutan masyarakat. Kharisma sang ayah tersebut tentu saja menyumbang poin yang sangat besar bagi keberhasilan Saani menjadi orang nomor satu di desanya. Keberhasilan Saani menjadi sangadi perempuan pertama di desanya tidaklah dapat dipisahkan dari peran suami yang berprofesi sebagai seorang polisi, sebuah profesi yang dihormati oleh masyarakat. Sang suami mengijinkan dan sangat mendukung tugas-tugas istrinya mengkomandani sebuah desa. Profesi dan dukungan suami ini tentu saja tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Dukungan para suami ini dapat saja diilhami oleh kisah perjuangan perempuan dalam perang Uhud. Pejuang perempuan bernama Nusaibah binti Ka’ab tersebut melakukan tugas laki-laki, yaitu berperang dan mendapat persetujuan dari suami dan bahkan sangat dipuji oleh Nabi Muhammad. Bukan hanya itu, keluarga ini pun akhirnya menjadi teladan bagi yang lainnya. Dukungan para suami ini juga diberikan karena istri mereka, seperti Nusaibah binti Ka’ab, tidak melupakan kodratnya sebagai perempuan. Adanya kolaborasi yang sangat indah antara laki-laki dan perempuan dalam perang tersebut juga tidak bisa dilupakan. Teladan kerjasama yang diberikan oleh Nabi Muhammad, turun tangannya suami dan para anak laki-laki rupanya menginspirasi para laki-laki di Bolaang Mongondow untuk memberi kesempatan perempuan berperan aktif dalam pembangunan [lihat Asy-Syinnawi, 2006: 13-7]. Nampak sekali disini, seperti yang dinyatakan Mahatma Gandhi, perempuan dan laki-laki mmenjadi pelengkap bagi yang lainnya. Masing-masing saling bekerjasama [Gandhi, 2002: 48]. Selain mendapat dukungan dari suami, Saani juga mendapat dukungan dari Bapak Herman, tokoh masyarakat.. Berbagai masukan yang berarti demi kemajuan desa diberikan kepada beliau. Komunikasi dan kerjasama yang sangat baik terjalin diantara mereka berdua. Hal ini tentu saja mendapat perhatian dari masyarakat. Beralih ke Hasana, perempuan ini mendapatkan suara terbanyak karena dua lakilaki juga, yaitu ayah dan suaminya. Sang ayah, anggota Lembaga Adat Desa, mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat. Kharismanya mendongkrak popularitas putrinya. Laki-laki kedua adalah suaminya, seorang pedagang sapi antar pulau yang kaya raya. Laki-laki ini berkomitmen untuk mendukung usaha istrinya mencapai kursi sangadi, baik secara materi maupun pemikiran. Apa yang dikatakannya
xxx
dibuktikan dengan membangun mesjid di atas tanahnya sendiri dan diberikan kepada penduduk desa. Tentu saja apa yang dilakukannya ini mendapat simpati dari warga yang 100 % memeluk agama Islam. Selain itu, selama Hasana menjadi sangadi, suami tidak henti-hentinya membimbing dan membantunya dalam mengambil keputusan-keputusan yang sulit. Selain kedua laki-laki tersebut, Hasana mempunyai hubungan yang baik dengan Bapak Herman. Selama proses wawancara saya melihat bahwa diantara kedua pemimpin ini selalu terjalin komunikasi dua arah yang sangat baik. Hasana dapat mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapinya dan Bapak Herman dengan senang hati memberikan pengarahan-pengarahan yang dibutuhkan. Berkaitan dengan Mince Yuliana Taroreh, pemekaran di desa Muntoy dilakukan atas inisiatif Bapak Herman dan beliau berhasil karena memang sebagai anggota DPRD, beliau mempunyai akses di pemerintahan. Pemekaran terpaksa dilakukan untuk menghindari konflik antara orang Kristen dan orang Islam. Yang dimaksudkan dengan pemekaran di sini adalah desa Muntoy dengan penduduk 480 kk 7 kepala keluarga diantaranya beragama Kristen dibagi dua menjadi desa Muntoy Induk dengan penduduk 330 kepala keluarga 6 kepala keluarga diantaranya beragama Kristen dan desa Muntoy Timur dengan penduduk 150 kepala keluarga 1 kepala keluarga diantaranya beragama Kristen. Kedua desa tersebut dibatasi oleh sebuah lapangan bola. Mince akhirnya menjadi kepala desa Muntoy Induk. Sebetulnya sebelum pemilihan, ada seseorang yang menggambar salib di dinding mesjid dan setelah pemilihan terjadi pelemparan batu ke rumah orang Kristen, yang tidak lain kediaman kerabat dari tokoh masyarakat ini, oleh warga yang tidak setuju naiknya sangadi beragama Kristen ini. Jika tidak dilakukan pemekaran tentu terjadi konflik yang akhirnya mengakibatkan harus turunnya perempuan ini sebagai sangadi. Penolakan ini dapat juga disebabkan karena adanya pemikiran dari sebagian penduduk bahwa perempuan itu tidak boleh menjadi pemimpin berdasarkan riwayat yang diceritakan oleh Abu Bakrah ra, yaitu sebagai berikut. ”Ketika sampai kepada Rasulullah saw. bahwa penduduk Persia dikuasai oleh Putri Kaisar, maka beliau bersabda: ”Tidak akan berjaya suatu bangsa (kaum) yang pemerintahannya dikendalikan oleh seorang perempuan” [Labib, Mz, 2001: 166]. Ada kemungkinan jika terpaksa, pemimpin perempuan masih bisa diterima asal beragama Islam berdasarkan insiden SARA yang coba dimunculkan. Bukti adanya penolakan sangadi perempuan Kristen adalah dengan dipilihnya sangadi laki-laki.
xxxi
Tindakan pemekaran ini sebetulnya merupakan tindakan yang sangat bagus dan menguntungkan bagi pihak sangadi perempuan ini agar dia tetap berada pada posisinya. Meskipun dia kehilangan penduduk tetapi dia tetap menduduki jabatan tersebut. Dari hal ini, jelas sekali terlihat bahwa laki-laki tetap berperanan besar menentukan peran perempuan sebagai pemimpin. Dengan kata lain,
adanya pemekaran tersebut
merupakan bukti bahwa laki-laki mempunyai kontrol atas perempuan. Usaha untuk mengontrol peran perempuan lainnya adalah dengan meminta perempuan ini untuk mundur dari pencalonan demi menghindari konflik yang dapat mengarah kepada kerusuhan SARA. Tindakan ini diambil karena tokoh masyarakat ini menangkap adanya tanda-tanda ketidaksukaan sebagian warga kepada perempuan ini. Walau usaha meminta perempuan ini untuk mundur dari pencalonan gagal, tokoh masyarakat ini tetap mencari jalan agar tidak terjadi kerusuhan di desanya. Beliau kemudian mengusulkan pemekaran sehingga tidak terjadi kerusuhan. Warga yang tidak ingin dipimpin oleh sangadi perempuan tersebut akhirnya bersedia dipimpin oleh sangadi laki-laki yang tidak lain adalah saudara laki-laki tokoh masyarakat ini. Di sini jelas terlihat bahwa laki-laki merasa mempunyai kontrol atas perempuan. Laki-laki merasa yakin bahwa perannya sangat diperlukan. Jika kontrol yang pertama gagal, kontrol yang lainnya akan terus diupayakan. Laki-laki mempunyai keyakinan seperti itu karena memang masyarakat sangat mengakui peran laki-laki. Bukti lainnya adalah Mince Yuliana Taroreh dapat naik menduduki kursi sangadi karena masyarakat melihat figur dua laki-laki yang berada di sekitar beliau. Laki-laki pertama adalah ayah beliau. Dengan kata lain, kharisma ayah beliau masih sangat kuat sehingga masyarakat memberi kesempatan beliau untuk memimpin. Meskipun telah meninggal, sampai detik ini beliau masih sangat dihormati oleh masyarakat. Namanya pun masih sering dibicarakan orang. Keharuman namanya ini disebabkan karena perbuatan baik yang telah dilakukannya semasa hidup. Tidak segansegan beliau turun tangan untuk membantu warga tanpa melihat perbedaan agama. Laki-laki kedua adalah suami beliau, Laki-laki ini tidak canggung untuk menghadiri acara di mesjid, berbaur dengan warga yang berbeda agama. Selain itu, profesi beliau sebagai guru juga memberi andil besar. Selama wawancara sang suami, James Najoan, yang ikut mendampingi saat itu terlibat aktif bahkan lebih aktif daripada istrinya dalam menjawab pertanyaan dan memberikan informasi yang dibutuhkan. Bagi yang tidak mengetahui, pasti akan menyangka bahwa yang menjadi sangadi adalah suaminya. Dari pertemuan tersebut kelihatan sekali bahwa Bapak James sangat mendukung istrinya.
xxxii
Dalam kesehari-harian dukungan tersebut tentu dapat dilihat dengan mudah oleh masyarakat dan ini merupakan nilai tambah bagi Mince. Para suami memberi dukungan yang sangat besar karena ketiga sangadi ini menempatkan suami mereka benar-benar sebagai pemimpin dalam keluarga. Meskipun sebagai pemimpin, para sangadi ini ingat akan kewajiban mereka sebagai istri menurut agama masing-masing. Sebagai contoh, Saani dan Hasana Paputungan sadar benar bahwa mereka harus melakukan kewajiban dalam rumah tangga seperti yang disebutkan dalam Fatwa-Fatwa Tentang Perempuan terlebih dahulu sebelum terjun dalam masyarakat [Ifta, 2001: 107]. Ketiga sangadi ini memahami bahwa peran mereka di rumah berbeda dengan peran mereka dalam masyarakat. Bentuk penghormatan seperti ini melahirkan dorongan pada diri para suami untuk mendukung istri-istri mereka.
xxxiii
V. KESIMPULAN
Setelah melakukan penelitian ini, peneliti sampai pada kesimpulan bahwa lakilaki tetap mempunyai peranan yang sangat besar terhadap kesempatan perempuan menduduki posisi sebagai pemimpin, baik laki-laki sebagai ayah, suami atau tokoh masyarakat. Dengan kata lain, ketiga sangadi perempuan berhasil menjadi pemimpin karena kekuatan laki-laki juga. Masyarakat ternyata masih melihat siapa figur laki-laki di sekeliling perempuan itu. Meskipun perempuan tersebut mempunyai kemampuan secara perorangan tetapi masyarakat tetap melihat yang terutama kepada siapa laki-laki yang berada di sekelilingnya. Pengaruh tokoh masyarakat berjenis kelamin laki-laki ternyata lebih kuat daripada pengaruh ayah atau suami. Ternyata di daerah yang mayorit as penduduknya beragama Islam, nasib perempuan masih ditentukan oleh laki-laki. Perempuan dapat menjadi pemimpin kalau laki-laki menghendaki atau masyarakat memberi kesempatan perempuan menjadi pemimpin karena melihat figur ayah atau suami mereka juga, bukan semata-mata figur perempuan itu saja. Jadi dapat dikatakan bahwa nasib perempuan tidak terlepas dari laki-laki. Jika melihat kenyataan bahwa laki-laki masih memegang kendali yang sangat kuat dalam menentukan peran serta perempuan dalam masyarakat, mau tidak mau perempuan harus bekerjasama dengan laki-laki. Dengan kata lain, menjadikan laki-laki sebagai patner. Dalam hal ini perempuan harus pandai mengkombinasikan semangat berkompetisinya dengan laki-laki dalam meningkatkan kualitas diri dan semangat bekerjasamanya dalam mencapai impian. Memang suatu seni kerendahan hati diperlukan di sini agar perempuan tetap dapat menunjukkan kharismanya sehingga mampu menunjukkan eksistensi dirinya.
xxxiv
KEPUSTAKAAN Al-Mahalli, Abu Iqbal. 2000. Muslim Modern dalam Bingkai Al-Qur’an dan Al-Hadits. Yogyakarta: LeKPIM. Asy-Syinnawi, Abdul Aziz. 2006. 12 Perempuan Pejuang Bersama Rasulullah (diterjemahkan oleh: Totok Jumantoro dan Amin Handoyo, Lc.) Jakarta: AMZAH. Ath-Tharsyah, Syaikh Adnan. 2003. Menjadi Perempuan Sukses Dan Dicintai (diterjemahkan oleh: Abdul Ghofar EM). Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Bhasin, Kamla dan Nighat Said Khan. 1995. Feminisme dan relevansinya (diterjemahkan oleh S. Herlinah). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Dini, Nh. 1994. Sekayu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gandhi, Mahatma. 2002. Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hasyimi, Muhammad Ali. 2002. Kepribadian Perempuan Muslimah Menurut AlQur’an dan Assunah. Jakarta: Akademika Pressindo. Hellwig, Tineke. 1997. In the Shadow of Change: Women in Indonesian Literatur. Berkeley: Centers for South and Southeast Asia Studies University of California Ifta, Dan Lajnah Daimah Lil. 2001. Fatwa-Fatwa Tentang Perempuan jilid 2. Jakarta: Darul Haq. . Ihromi, Tapi Omas, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima. 2006. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan. Bandung: P.T. Alumni. Manurung, Rosida Tiurma. 2009. ”Ketidakberpihakan Jargon Politik terhadap Perempuan
di Indonesia”. Dalam Siti Hariti Sastriyani (Ed). Jender and Politics.
Yogyakarta: Pusat Studi Perempuan Universitas Gadjah mada, Sekolah
xxxv
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada dan Penerbit Tiara Wacana. Mz.,Labib. 2001. Perempuan Bertanya Islam Menjawab . Surabaya: Terbit Terang. Oetomo, Indayati. 2007. Women @ Work. Yogyakarta: Andi Saadawi, Nawal el. 2000. Perempuan di Titik Nol (diterjemahkan oleh Amir Sutaarga). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sastriyani, Siti Hariti. 2007. Metode Pengumpulan Data: Penerapannya Dalam Penelitian Jender Dan Sastra. Yogyakarta: BIGRAF Publishing. Tim redaksi FOKUSMEDIA. 2008. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Kecamatan, Desa dan Kelurahan 2009. Bandung: FOKUSMEDIA. Tim Penyusun SMU. 2003. Sejarah Bolaang Mongondow. Jakarta: CV. Cakra Media.
xxxvi
LAMPIRAN
I.
Daftar Pertanyaan untuk Ketiga Sangadi
1. Apakah pekerjaan ayah sebelum anda menikah? 2. Apakah pekerjaan ibu sebelum anda menikah? 3. Bagaimana keluarga ayah dan ibu anda menyelesaikan masalah keluarga? 4. Mengapa anda mau menduduki posisi ini? 5. Siapakah orang yang terdekat dalam keluarga, ayah, ibu atau saudara-saudara? 6. Berapakah saudara anda? 7. Anak keberapakah anda? 8. Di jurusan apakah anda menyelesaikan S1 anda? 9. Mengapa anda memilih jurusan itu? 10. Siapakah yang paling dominan, ayah atau ibu? 11. Seberapa dekatkah hubungan anda dengan ayah? 12. Seberapa dekatkah hubungan anda dengan ibu? 13. Apakah kewajiban anda dalam keluarga ketika belum menikah? 14. Apakah yang anda lakukan ketika menghadapi masalah yang berat? 15. Seberapa sering keinginan anda terpenuhi semasa gadis? 16. Hal apa yang membuat anda bangga dengan diri sendiri? 17. Apa yang anda lakukan untuk membuat keinginan anda terpenuhi? 18. Apakah ayah anda sering mengajak anda ketika bekerja? 19. Keputusan penting apakah yang pernah anda ambil semasa gadis? 20. Apakah ayah dan ibu melibatkan anda dalam pengambilan keputusan semasa gadis? 21. Berapakah pembantu yang anda punyai semasa gadis? 22. Apakah tanggungjawab anda dalam keluarga semasa gadis? 23. Apa yang anda lakukan jika anda tidak setuju dengan keputusan orang tua semasa gadis? 24. Apakah anda menjadi tulang punggung keluarga sekarang? 25. Apakah yang anda lakukan jika saudara-saudara anda menghadapi masalah? 26. Apakah yang anda lakukan ketika melihat ketidakberesan dalam keluarga? 27. Ketika orang tua anda pergi atau sibuk, siapakah yang mendapat tugas menggantikan mereka? 28. Kepedulian apakah yang biasa ditanamkan oleh orang tua anda? 29. Nasehat orang tua tentang masa depan yang manakah yang paling anda ingat? 30. Keputusan apa sajakah yang pernah anda buat semasa gadis? 31. Apakah anda selalu menuruti perintah orang tua?
xxxvii
32. Darimanakah anda belajar tentang kepemimpinan? 33. Apakah keuntungan yang anda peroleh semasa menjabat? 34. Apakah yang dilakukan orang tua ketika anda salah dalam mengambil keputusan? 35. Pekerjaan apakah yang orang tua ingin anda dapatkan? 36. Keputusan orang tua manakah yang membuat anda kecewa? 37. Keputusan orang tua manakah yang membuat anda bahagia? 38. Peran orang tua manakah yang mendukung posisi anda sekarang? II. Daftar Pertanyaan untuk Tokoh Masyarakat 1. Apakah yang anda ketahui tentang ketiga sangadi perempuan ini? 2. Apakah yang anda ketahui tentang ayah ketiga sangadi perempuan ini? 3. Apakah Apakah yang anda ketahui tentang suami ketiga sangadi perempuan ini? 4. Faktor-faktor apa saja yang membuat ketiga perempuan ini berhasil menjadi sangadi? 5. Apakah peran anda dalam keberhasilan ketiga perempuan ini menjadi sangadi?
III. Daftar Pertanyaan untuk Warga Desa 1. Apakah yang anda ketahui tentang Bapak Herman Kembuan? 2. Apakah yang anda ketahui tentang sangadi Saani, Hasana Paputungan dan Mince Yuliana Taroreh?
II. Foto ketiga sangadi dengan peneliti
1. Saani Budi Daembana dan peneliti
xxxviii
2. Hasana Paputungan dan peneliti
3. Mince Yuliana Taroreh dan peneliti
xxxix
xl