PERANAN BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI SUMATERA UTARA (1961-1970)
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O L E H
NAMA
: DEDY IRAWAN S
NIM
: 020706009
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
PERANAN BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI SUMATERA UTARA (1961-1970)
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O L E H NAMA
: DEDY IRAWAN S
NIM
: 020706009
DOSEN PEMBIMBING,
Drs. Indera, M.Hum NIP : 131785644
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
PERANAN BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI SUMATERA UTARA (1961-1970)
Yang diajukan oleh : Nama
: DEDY IRAWAN S
NIM
: 020706009
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh : Dosen Pembimbing,
Drs. Indera, M.Hum NIP : 131785644
tanggal ......................................
Ketua Departmen Ilmu Sejarah,
Dra. Fitriaty Harahap, SU. NIP : 131284309
tanggal .....................................
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi
PERANAN BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI SUMATERA UTARA (1961-1970) SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H NAMA
: DEDY IRAWAN S
NIM
: 020706009
DOSEN PEMBIMBING,
Drs. Indera, M.Hum NIP : 131785644 Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah
DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Lembar Pengesahan Ketua
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Departemen Ilmu Sejarah Ketua,
Dra. Fitriaty Harahap, SU. NIP : 131284309
Medan,
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Lembar Pengesahan Skripsi oleh Dekan dan Panitia Ujian
PENGESAHAN :
Diterima oleh : Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra Dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra USU Medan
Pada
:
Tanggal
:
Hari
:
Fakultas Sastra USU Dekan,
Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D. NIP : 132098531
Panitian Ujian : No.
Nama
Tanda Tangan
1.
………………………………………………..
(……………………….)
2.
………………………………………………..
(……………………….)
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
3.
………………………………………………..
(……………………….)
4.
………………………………………………..
(……………………….)
5.
………………………………………………..
(……………………….)
KATA PENGANTAR
Segala hormat, puji dan syukur dihaturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena rahmat, kurnia dan KaruniaNya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul : PERANAN BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN DI SUMATERA UTARA (1961-1970) Adapun tujuan penulisan skripsi ini, disamping sebagai salah satu syarat ujian memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, juga untuk menambah pengatahuan dan wawasan penulis tentang Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban di Sumatera Utara, khususnya di Era tahun 1961-1970. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang relavan dengan penelitian. Disamping studi kepustakaan yang digunakan sebagai sumber informasi sejarah perjuangan Brimobdasu didalam didalam menjaga keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara pada tahun 1961-1971, informasi juga diperoleh dengan melakukan wawancara kepada beberapa informan yang dianggap mengetahui sejarah perjuangan Brimobdasu di tahun 1961-1971.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, tapi bagi penulis bukanlah sempurna itu yang menjadi faktor utama, melainkan proses menuju kearah kesempurnaan itulah yang terpenting, karena itulah dengan tulus dan ikhlas penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, teristimewa bagi mahasiswa/i. Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara, yang ingin melakukan penelitian lanjutan tentang Brigade Mobil (Brimob) Daerah Sumatera Utara.
Medan,
Maret 2009
Penulis,
Dedy Irawan S.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan tidak henti-hentinya dihaturkan puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, sebab hanya kerena Kasih dan Kuasa-Nya penulis memperoleh kemudahan dan kemurahan dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai problema dan dilema penulisa skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan uluran tangan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati dan dari lubuk hati yang paling dalam penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Orang tua penulis yang tersayang, Ayahanda JTH. Simangunsung dan Ibunda M. Tampubolon, juga untuk keluarga tercinta Abang, Kakak dan Adik : Desmonth, Denny dan Deasy yang senantiasa memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis baik secara moril maupun materil, saat menempuh perkuliahan maupun saat penulisan skripsi ini. 2. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTMH, Sp. A(K). 3. Dekan Fakultas Sastra, Bapak Drs. Syaifuddin, MA, Ph.D. yang senantiasa dengan sabar dan secara berkesinambungan meningkatkan layanan pendidikan di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. 4. Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Dra. Fitriaty Harahap, S.U. yang telah banyak memberikan bantuan, kemudahan serta pengalaman selama penulis menjalani perkuliahan. 5. Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah, Ibu Dra. Nurhabsya, M.Si, yang senantiasa memacu semangat penulis agar segera menyelesaikan penulisan skripsi ini. 6. Dosen Pembimbing, Bapak Drs. Indera, M.Hum, yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan dan masukan ilmu serta yang telah memberikan pinjaman buku kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
7. Dosen Wali, Bapak Drs. H. Wara Sinuhaji, M.Hum, yang telah memberikan banyak nasehat kepada penulis, baik selama menjalani masa perkuliahan maupun disaat – saat penulisan skripsi ini. 8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar di Departemen Ilmu Sejarah yang telah banyak memberikan didikan dan pengajaran kepada penulis, baik semasa menempuh perkuliahan mapun disaat penulisan skripsi ini. 9. Seluruh informan yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih atas waktu yang diberikan kepada penulis untuk berbagai informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini. 10. Rekan – rekan mahasiswa Stambuk ’02 di Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara : Zulkifli, Bohal dan Daru serta rekan lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkannya namanya satu persatu. Dengan tulus dan ikhlas penulis memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk membalas budi baik dan memberikan berkat serta rahmat yang berkelimpahan kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, teristimewa bagi mahasiswa/i. Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara.
Medan, Penulis,
Maret 2009
Dedy Irawan S.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Pada peringatan hari ulang tahun mobile brigade yang ke – XVI tanggal 14 Nopember 1961, nama MOBILE BRIGADE yang disingkat MOBRIG diganti dengan nama BRIGADE MOBIL yang disebut dengan BRIMOB oleh KEPALA NEGAR INDONESIA PRESIDEN Ir.SOEKARNO dan pada hari itu juga dengan surat keputusan presiden R I No.591tahun 1961 Korps Brigade mobil mendapat penghargaan “ NUGRAHA SAKANTI YANA UTAMA “ karena dengan didirikannya pada tanggal 14 Nopember 1946 dengan penuh kewaspadaan telah mendarma bhaktikan diri nya untuk kepentingan tugas kepolisian maupun Negara. Sebagai suatu kesatuan yang terpercaya patut menjadi tauladan yang dapat memelihara dan mengembangkan sifat – sifat kepolisian sejati, dengan dianugerahkannya penghargaan ini korps Brigade Mobil adalah satu – satunya dilingkungan kepolisian dan TNI yang pertama kali mendapat penghargaan dari kepala pemerintahan dan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan surat keputusan Menteri / Panglima Angkatan Kepolisian No Pol : 32 / SA / MK / 1965 tanggal 31 Maret 1965 Organisasi Korps Brigade Mobil Sumuatera Utara diganti namanya menjadi KORPS BRIGADE MOBIL RESIMEN V dan sebagai komandemennya adalah AKBP K.E.LUMI. Sejarah perjuangan Korps Bromobdasu, bukan saja menjadi kebanggan Polri, akan tetapi menjadi kebanggan Mayarakat Sumatera Utara khususnya, dan umumnya masyarakat Indonesia, karena Brimobdasu tidak pernah absent dalam perjuangan bersenjata. Brimobdasu didalam menjalankan wewenang dan tanggung jawab Tupoksinya di tahun 1961 – 1971 kerap sekali tumpang tindih (diskriminasi) dengan ABRI, disamping menjaga keamanan dan ketertiban internal, Brimobdasu juga didalam kendali ABRI didalam menjaga keamanan dan ketertiban Eksternal. Brimobdasu memiliki sejarah yang terkenal dan berperan besar di tahun 1961-1971 dalam rangka mempertahankan kemerdekaan serta memerangi insurgensi dan pemberontakan, diantaranya : Persiapan Pasukan Brimob ke Irian Barat Dalam Rangka Ops Trikora, Persiapan Pasukan Brimob ke Perbatasan Malaysia Ops Dwikora dan Penumpasan/Operasi G30S/PKI.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...................................................................................
i
UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... iii ABSTRAK .....................................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vi
BAB I
BAB
:
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ....................................................
1
1.2. Perumusan Permasalahan ..................................................
5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................
6
1.4. Tinjauan Pustaka ...............................................................
6
1.5. Metode Penelitian ..............................................................
8
II
:
GAMBARAN UMUM
PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI SUMATERA UTARA
BAB
2.1.
Kronologis Proklamasi Kemerdekaan ............................ 10
2.2.
Konsolidasi Kelaskaran dan TRI.................................... 14
2.3.
Sejarah Sumatera Utara ................................................. 19
III
:
PROSES TERBENTUKNYA
BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DI SUMATERA UTARA 3.1.
Sejarah Terbentuknya Kepolisian Republik Indonesia ... 24
3.2.
Sejarah Terbentuknya Brigade Mobil............................. 25
3.3.
Proses Peralihan Mobil Brigade Menjadi Brigade Mobil 30
3.4.
Tupoksi dan Peranan Brimob ......................................... 33
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
BAB
IV
:
PERAN BRIGADE MOBIL DALAM
MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN 4.1.
Perkembangan Brimob di Sumatera Utara (1961-1971) 35
4.2.
Peranan Brimobdasu Dalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban ...................................................................... 39
4.3.
Permasalahan
Brimobdasu
didalam
Menjalankan
Tupoksi dan Peranannya didalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban ............................................................... 40 4.4.
Tokoh – Tokoh Brimob di Sumatera Utara Tahun 19611970 .............................................................................. 46
BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ..................................................................... 61 5.2. Saran ............................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 63 LAMPIRAN
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai sebuah Negara yang baru memproklamasikan kemerdekaannya, Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam kondisi yang tidak menentu menunggu status peralihan yan akan dilakukan oleh sekutu dibawah Pimpinan Ir. Soekarno – Hatta, persiapan – persiapan yang matang sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi perubahan keadaan yang akan muncul sebagai akibat dari kelahan Jepang dalam perang Asia Timur Raya (A.T.R).1 Kondisi rakyat Indonesia pada masa peralihan ini sangat mencekam, namun pelajaran dan pengalaman yang diperoleh sejak masa pendudukan sampai masa penjajahan, baik bangsa Belanda maupun bangsa Jepang, merupak modal yang sudah cukup besar buat Bangsa Indonesia, terutama pemuda – pemuda yang progresif revolusioner maupun pemuda – pemuda yang pernah mengikuti pendidikan keprajuritan pada masa Belanda dan Jepang. Pelajaran dan pengalaman yang paling penting adalah perlunya membentuk kekuatan – kekuatan kelaskaran sebagai ujung tombak untuk mempertahankan diri dari kelompok dari kesewenang – wenangan bangsa penjajah. Oleh karena itu, diklangan masyarakat di hamper seluruh desa dan kota telah berdiri kekuatan pemuda dalam berbagai nama dan bentuk. 2 Proklamasi kemerdekaan Indonesia belum banyak diketahui masyarakat pada masa itu, karena surat – surat kabar dan radio masih dikuasai penjajah tidak
1 2
Muhammad Damiaty, Sejarah Perjuangan Indonesia, Djakarta : Widjaya. 1951. hal 89 Ibid. hal 131
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
menyiarkannya, mengingat beberapa hari setelah kekalahan Jepang, orang – orang Indonesia yang bekerja di radio – radio dilarang untuk masuk guna menjaga kekalahan Jepang. Kabar kekalahan Jepang baru disiarkan pada tanggal 21 Agustus 1945 melalui surat kabar dan radio Jepang di seluruh Jawa sekalian dengan pengumuman berakhirn dan bubarnya perang Asia Timur Raya (ATR), namun berita proklamasi kemerdekaan Indoensia tidak disiarkan. Berita ini membuat rakyat mengerti bahwa Jepang telah gagal dengan jani – janjinya memberi hadiah kemerdekaan keapda bangsa Indonesia. Kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia sendiri diproklamirkan secara sah di Sumatera Timur oleh Gubernur T.M. Hasan dengan Wakil Dr. M. Amir pada tanggal 30 September 1945. 3 Diawali dari desakan tiga pemuda pada waktu itu, antara lain : Marzuki Lubis, Selamat Ginting, dan Raptan, mereka adalah Nasional Pelopor yang data menemui Abdul Xarim M. S. (PESINDO) selaku tokoh gerakan yang paling terkemuka di kota Medan. Ketiga pemuda tersebut mendesak Xarim M.S. untuk segera mengumumkan proklamasi kemerdekaan di daerah ini. 4 Didalam pertemuan ini ketiga pemuda tersebut mendapat jawaban dari Abdul Xarim bahwa, mengumumkan proklamasi kemerdekaan tersebut harus disertai kekuatan senjata, karena pihak Jepang masih bisa menghantam kita. Mendengar jawaban ini, Selamat Ginting langsung mengeluarkan sebuah Pistol pada waktu itu dan menunjukkannya. Sambil memperlihatkan senjata yang diperlihatkan oleh Selamat Ginting, Xarim M. S. Kemudian mengharapkan agar senjata itu bisa diambil dalam beberapa hari sampai di Medan, karena dengan adanya senjata, proklamasi kemerdekaan dapat diumumkan dengan aman di daerah ini. Selanjutnya Selamat 3
A.E. Manihuruk, dkk, Perjuangan Rakyat Semesta Sumatera Utara, Jakarta : Forum Komunikasi Ex Sub Ter VII Komando Sumatera Utara, 1979. 4 Wawancara dengan Letkol Sempa Sitepu tanggal 22 Mei 2008 di Komplek Pamen Jl. Djamin Ginting No. 15 Medan. Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Ginting menyanggupinya dalam satu hari senjata itu akan sampai di Medan, dia hanya meminta bantyuan kendaraan untuk mengangkut senjata – senjata tersebut. Mendengar permintaan pemuda ini, Xarim M.S. segera mengambil secarik kertas dan menulis sebuah nota probadi yang kemudian menyuruhnya untuk diantarkan kepada Mahruzar. Keesokan harinya Selamat Ginting memperoleh sebuah kendaraan Open Cup merek Ford 1938 daro Mahruzar, yang pada waktu itu dikenal sebagai pengusaha dan tokoh gerakan nasional. Diserahkannya senjata hasil dari hubungan rahasia yang dilakukan oleh Selamat Ginting melalui penghulu Kutapinang, Raja Mula Manik dengan beberapa pimpinan Jepang untuk memberikan senjata kepada bangsa Indoensia guna menentang kembalinya
kekuasaan
Belanda
dan
sebagai
kekuatan
untuk
menegakkan
kemerdekaan Indonesia yang ditanam di lading Jumpali milik Selamat Ginting untuk menjaga kerahasiannya. Sesampainya di Medan mereka segera menuju ke Jalan Gurami dan secara kebetulan Nip Xarim pun ada di rumah yang sedang merundingkan sesuatu dengan Zein Hamid (sekarang Kolonel). Sebagian senjata diturunkan di Jalan Gurami, diberikan kepada Nip Xarim dan sisanya dibawa ke Jalan Sudor, ke rumah Ibu Ani, tempat mondoknya pemuda – pemuda nasional Pelopor. Senjata yang dibawa dari Tanah Karo merupakan modal pertama berupa senjata dalam penyusunan kekuatan Republik Indonesia di Wilayah Kota Medan. Begitu senjata telah ada, Abdul Xarim M.S. segera menghubungi T.M. Hasan dan Dr. M. Amir dan melaporkan bahwa senjata telah ada dan segera bertindak. Persiapan telah dilakukan mulai dari konsolidasi pemuda – pemuda mengumumkan pertemuan rapat yang akan diadakan di gedung Taman SIswa Jalan Amplas Medan kini dan Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
untuk mengawali proklamasi, setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 30 September, maka pada tanggal 3 Oktober keluarlah sebuah pengumuman yang menyatakan : Pemerintah Negara Republik Indonesia dengan resmi dijalankan di Sumatera. Hari berikutnya 4 Oktober mulailah Sang Merah Putih berkibar di Lapangan Explanade (Lapangan Merdeka) Medan sekarang dan pada 6 Oktober berlangsung pawai raksasa yang sangat bersemangat dengan membawa semboyan terus meneriakkan, “MERDEKA atau MATI!” mereka tidak peduli dengan keberadaan tentara Jepang yang masih menduduki Kota Medan dan mempercayakan nyawa mereka kepada para pemuda yang mengawal mereka dengan persenjataan yang tadinya dibawa oleh Selamat Ginting dari Tanah Karo yang sudah dapat dikatakan modern pada saat itu. Pawai ini berjalan dengan sukses, maka pertemuan di Jalan Amplas yang sekalian meresmikan terbentuknya Baris Pemuda Indonesia (BPI) yang memang
salah satu tugas T.M. Hasan dari pusat sembari membentuk Komite
Nasional Indonesia (KNI) sekaligus mengumumkan untuk pembentukannya di setiap daerah. 5 Jawatan Kepolisian Negara di Purwokerto yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung yang mengangkat Kepala Polisi yang pertama, yaitu R. Soekanto Tjokroatmojo dan dengan penetapan Pemerintah No. 11/SD tertanggal 25 Juni 1946, Kepolisian Negara dikeluarkan dari Departemen Dalam Negeri dan ditempatkan langsung dibawah Perdana Menteri sebagai Jawatan tersendiri. Peetapan tersebut mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1946 dan ditetapkan
5
Parulian Hutauruk, dkk, Perjuangan Korps Brigade Mobil Polri Masa Perang Kemerdekaan RI. Pemerintah Darurat RI di SUmatera. Medan : Yayasan Keluarga Besar Pejuangan Kemerdekaan RI Benteng Huraba, 1996. hal 59 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
sebagai Hari Bhayangkara. Dalam rangka re-organisasi Jawatan ini mulai menyeragamkan nama, susunan kepangkatan, tugas tata kerja dari pasukan Kepolisian yang terdapat diberbagai Keresidenan di Indonesia dengan berbagai nama antara lain : Polisi Pejuang, Polisi Istimewa, Polisi Gerak Cepat dan berbagai nama lainnya. Kemudian berdasarkan Surat Perintah Kepala Muda Kepolisian No. Pol. 126/78/91, sejak tanggal 14 Nopember 1946 disatukan dan diberi nama MOBIL BRIGADE POLISI” (MOBBRIG), dengan tujuan utama adalah menyusun pasukan – pasukan sebagai inti dari kepolisian yang kuat persenjataannya dengan mobilitas tinggi. Pada setiap keresidenan dibentuk Mobil Brigade Keresidenan (MBK) dan dipimpin oleh Inspektur POLISI Tk I/I. Adapun kekuatannya terdiri dari 100 orang atau lebih anggota dengan ruang gerak meliputi seluruh wilayah Keresidenan. 6
1.2. Rumusan Permasalahan Permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah “Peranan Brigade Mobil (Brimob) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970)” Untuk mempersiapkan permasalahan dari penelitian ini, maka penulis membuat beberapa point permasalahan yang akan dibahas, diantaranya : 1. Bagaimana wewenang dan tanggung jawab Brigade Mobil dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara? 2. Bagaimana peranan Brigade Mobil dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara?
6
Ibid. hal 24
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Batasa waktu yang diangkat dari penelitian ini menggunakan tahun 1961 sebagai batas awal, dan tahun 1970 sebagai batas akhir. Tahun 1961 sebagai batas awal dilatarbelakangi tematis tahun tersebut adalah tahun terbentuknya Brimob di Indonesia, maka arena tugas dan wewenang semakin diperluas ke seluruh daerah sebagai batas akhir dilatarbelakangi oleh ematis akitivitas Brimob dalam pembangunan struktur dan koordinasi dalam mengemban tanggung jawab keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara hingga tahun 1970. Disamping hal di atas, batasan tahun yang digunakan dalam penelitian ini juga dilatarbelakangi oleh keterbatasan ilmu pengetahuan yang di dapat di bangku kuliah dan keterbatasan waktu yang dimiliki.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Wewenang dan tanggung jawab Brigade Mobil dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara. 2. Peran Brigade Mobil dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara. Dengan tercapainya tujuan dari penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk 1. Menambah literature dalam penulisan tentang sejarah Brigade Mobil (Brimob), khususnya di Sumatera Utara. 2. Menambah wawasan pembaca tentang Brigade Mobil (Brimob) dan peranannya dalam mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, serta menjaga
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
dan memelihara keamanan dan ketertiban, khususnya di daerah Sumatera Utara.
1.4. Tinjauan Pustaka Untuk menulis tentang Mobil Brigade (Mobbrig) serta proses peralihannya menjadi Brigade Mobil (Brimob) pada tanggal 14 Nopember 1961 di Sumatera Utara tidak dilakukan dengan pendekatan dari banyak bidang ilmu (pendekatan multidimensional), melainkan penulisan ini dilakukan dari banyak bidang (analitik) untuk menghindari penulisan sejarah yang bersifat konvensional. Gaya penulisan seperti ini digolongkan sebagai gaya penulisan yang amatiran, dimana sejarah ditulis untuk menonjolkan peran seorang Raja, Kaisar, Panglima Perang, maupun peran seorang penguasa, sedangkan factor – factor lain yang tidak kalah perannya dengan pemeran utama, ditiadakan. 7 Menurut Parulian Hutabarat dkk, dalam bukunya “Perjuangan Korps Brigade Mobil Polri Masar Perang Kemerdekaan R.I di Sumatera”
bahwa pembentukan
Brigade Mobil Polri di Sumatera Timur dalam rangka untuk mempertahankan kemerdekaan RI sampai terjadi peralihan menjadi Brigade Mobil (Brimob) pada tanggal 14 Nopember 1961. Buku ini menguraikan bagaiman Brigade Mobil memobilisasi organisasi – organisasi kepemudaan yang masih melakukan perjuangan secara sektoral, namun karena banyaknya organisasi – organisasi pemuda yang melakukan perlawanan terhadap Belanda dan persenjataan yang sangat minim membuat perekrutan dilakukan seperlunya saja. 7
Sartono Kartodirdjo, Pemikiran dan Perkembangan Histografi Indonesia Suatu Alternatif. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1992. hal 40 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Menurut A.E. Manihuruk (ed) dalam bukunya “Perjuangan Rakyat Semesta Sumatera Utara”, oleh Forum Komunikasi Ex Sub Teritorium VII Komando Sumatera, yang banyak menghadirkan organisasi – organisasi kelaskaran pemuda yang selalu menjalin komunikasi dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Sumatera Utara. Buku ini banyak membahas tentang pimpinan – pimpinan rakyat yang memobilisir perjuangan, pengawai – pegawai yang merebut kekuasaan pemerintah sipil dari pemerintah militer Jepang dan menggerakan roda pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga mengankat bagaimana pemuda – pemuda mampu menggembleng masyarakat menjadi pejuang militant dalam organisasi – organisasi yang sederhana dengan semangat persatuan dan kebulatan tekad untuk sebuah kemerdekaan tanpa pamrih juga menghadirkan peranan para petani yang tanpa mengenal letih menyumbangkan hasil dari produksi dari lahannya secara Cuma-Cuma untuk kepentingan perjuangan, para pedagang yang mampu menembus blockade – blockade Belanda sehingga barang – barang yang dibutuhkan untuk kemerdekaan dapat diperoleh, tidak ketinggalan pemuda – pemudi yang senantiasa menyediakan dapur umum dan merawat korban – korban perang untuk para pejuang. Walau diakui oleh para penulis buku ini, masih sangat kurang dari yang seharusnya, namun sangat banyak literature dan refrensi yang dapat diambil, khususnya peranan rakyat semesat dalam memperjuangkan kesewenang – wenangan bangsa Belanda dan Inggris di Sumatera Timur.
1.5. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, dimana penulis akan menguraikan secara terperinci bagaimana perjalanan sejarah dari Brimob dan aktivitas sosialnya Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
dalam menjaga keamanan dan ketertiban serta tanggung jawab dan wewenangnya. Khususnya yang ada di Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan dalam merekonstruksi masalah ini akan menggunakan metodologi penelitian sejarah, yang prosesnya adalah sebagai berikut : 1. Heuristik, yaitu proses pengumpulan sumber sebanyak-banyaknya yang memberikan
penjelasan
tentang
Birgade
Mobil
(Brimob).
Penulis
mengharapkan sumber pokok adalah hasil wawancara dari anggota – anggota yang pernah terlibat dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Sumatera Utara, adapun langkah – langkah yang haruis dilakukan dalam proses pengumpulan data, antara lain : a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan berbagai sumber tertulis eperti buku, majalah, surat kabar, notulen, bulletin dan hasil penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian ini. b. Penelitian lapangan, yaitu menggunakan metode wawancara terhadap masyarakat dan pelaku yang mengetahui tentang Brimob di Sumatera Utara, khususnya dari pimpinan – pimpinan yang masih hidup. 2. Kritik sumber, sebagai cara mengetahui data yang akura melalui : a. Kritik intern yang ditujukan untuk memperoleh dokumen bersifat kredibel dengan cara menganalisis sejumlah data tertulis yang berkaitan dengan sejarah dan peranan Brigade Mobil di Sumatera Utara. b. Kritik Ekstern untuk memperoleh data yang outentik dengan cara menyesuaikan dengan jiwa zaman dan hasil wawancara dengan beberapa responden. Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
3. Historiografi, yaitu menyusun fakta menjadi hasil penelitian yang bentuknya adalah karyawa sejarah yang deskriptif analitis. Proses ini
menghasilkan
sebuah karyawa sejarah yang sistematis dan kronologis.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
BAB II GAMBARAN UMUM PERJUANGAN KEMERDEKAAN DI SUMATERA UTARA 2.1. Kronologis Proklamasi Kemerdekaan Pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hiroshima di Jepang di bom oleh Amerika Serikat yang mengakibatkan moral tentara jepang diseluruh dunia menurun. Pada tanggal 7 Agustus 1945 Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Zyunbi IInkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945 bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945 sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Pada tanggal 10 Agustus 1945 Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio pada tanggal 10 Agustus 1945 bahwa Jepang telah menyerahakn diri kepada pihak sekutu. Para pejuang bawah tanah menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah dari Jepang dan bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI. Syahrir langsung memberitahukan tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah kepada Chairil Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Anwar. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir. Pada tanggal 12 Agustus 1945 melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, jepang mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang. Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Sutan Sjahrir, salah satu tokoh pemuda mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desasdesus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang. Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab, belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pada tanggal 16 Agustus 1945 gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor. Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya. 8 Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional. Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka. 9 Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian. Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari otto iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
2.2. Konsolidasi Kelaskaran dan TRI Sebelum ada TNI, sejak pra kemerdekaan hingga kemerdekaan, komponenkomponen pejuang terbagi dalam beberapa kelompok, yaitu Hisbullah, Peta (Pembela 8 9
Muhammad Damayati, Op. Cit, hal 134-139 Ibid, hal 143
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Tanah Air) dan Laskar-laskar. Milisi Hisbullah merupakan campuran berbagai ormas Islam seperti Muhammadiyah, Masyumi, Syarikat Islam, dan NU. Sedangkan milisi Peta (Pembela Tanah Air) mayoritasnya berasal dari Muhammadiyah, dimana Jenderal Besar Sudirman merupakan salah satu tokohnya. Yang dimaksud dengan laskar-laskar, terdiri dari berbagai laskar seperti laskar minyak, laskar listrik, laskar pesindu, laskar pemuda sosialis dan laskar Kristen. Laskar pemuda sosialis dan laskar kristen adalah minoritas. Sedangkan laskar minyak, listrik dan sejenisnya berasal dari komunitas sejenis bajing loncat yang insyaf dan membentuk kekuatan rakyat dan bergabung dengan Laskar mayoritas Hisbullah. Pada 1946 terbentuk TKR (Tentara Keselamatan Rakyat) yang berasal dari ketiga komponen tersebut, dan Hisbullah merupakan unsur yang paling banyak (mayoritas). Pada 1947, TKR menjadi TRI (Tentara Rakyat Indonesia), di bawah pimpinan Panglima Besar Sudirman yang berasal dari Peta. Sebagai wakilnya adalah Urip Sumoharjo seorang mantan tentara KNIL (tentara Belanda) yang beragama Kristen. Sejak saat itulah terjadi ketidak-adilan, dimana minoritas menguasai mayoritas di tubuh (embrio) TNI. Kelak, para pejuang sejati dari Hisbullah dan peta (terutama Hisbullah) digusur oleh mantan tentara KNIL. Selain Urip Sumohardjo (mantan KNIL beragama Kristen), mantan KNIL lainnya adalah Gatot Soebroto (Budha), Soeharto (Kejawen), dan A.H. Nasution (nasionalis sekuler yang keberislamannya tumbuh setelah digusur Soeharto). Tentara KNIL adalah tentara Belanda yang memerangi tentara rakyat Indonesia yang ketika itu sedang berusaha menggapai kemerdekaan. Tentara KNIL adalah pengkhianat bangsa. Namun ketika Indonesia merdeka, merekalah yang merebut banyak posisi di tubuh institusi tentara (TNI). Sedangkan pejuang sejati Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
terutama yang tergabung dalam Hisbullah disingkirkan begitu saja. Terbukti kemudian, ketika para pengkhianat itu memimpin bangsa , kehidupan kita menjadi penuh musibah. Soekarno, ketika rakyat bersusah payah mengusir penjajah, ia justru membuat perjanjian damai dengan Belanda. Sedangkan anak angkat Gatot Soebroto termasuk salah seorang tokoh pemegang HPH yang menggunduli hutan kita. Pada tahun 1946 Kahar Muzakar (Panglima Hisbullah dari Sulawesi) dikirim ke Yogya (Ibukota RI) untuk menghimpun kekuatan rakyat. Saat itu Panglima Hisbullah Kalimantan adalah Hasan basri, yang berpusat di Banjarmasin. Sedangkan Panglima Nusatenggara adalah Ngurah Rai yang berpusat di Bali. Sedangkan Kartosoewirjo adalah Panglima Hisbullah Jawa Barat. Ia terus berjuang melawan penjajah Belanda. Pada 17 Januari tahun 1948, ketika terjadi Perjanjian Renville (di atas kapal Renville) daerah yang dikuasi rakyat Indonesai semakin kecil, karena daerah inclave harus dikosongkan. Kartosoewirjo tidak mau mengosongkan Jawa Barat, maka timbullah pemberontakan Kartosoewirjo tahun 1948 melawan Belanda. Kala itu Kartosoewirjo selain harus menghadapi Belanda juga menghadapi mantan tentara KNIL yang sudah bergabung ke TRI yang kala itu mereka baru saja kembali dari Yogyakarta. Kartosoewirjo
yang
berjuang
melawan
Belanda
dalam
rangka
mempertahankan Jawa Barat karena dia adalah Panglima Divisi Jawa Barat, justru dicap pemberontak oleh Soekarno, sehingga dihukum mati pada 1962. Menurut Dr. Bambang Sulistomo, putra pahlawan kemerdekaan Bung Tomo, tuduhan pemberontak kepada Kartosoewirjo dinilai bertentangan dengan fakta sejarah.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Menurut kesaksian almarhum ayah saya, yang ditulisnya dalam sebuah buku kecil berjudul HIMBAUAN, dikatakan bahwa pasukan Hizbullah dan Sabilillah, menolak perintah hijrah ke Yogyakarta sebagai pelaksanaan isi perjanjian Renvile; dan memilih berjuang dengan gagah berani mengusir penjajah dari wilayah Jawa Barat. Keberadaan mereka di sana adalah atas persetujuan Jenderal Soedirman dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Pada saat clash Belanda kedua, pasukan TNI kembali ke Jawa Barat dan merasa lebih berhak menguasai wilayah yang telah berhasil direbut dengan berkuah darah dari tangan penjajah oleh pasukan Hizbullah dan Sabilillah di bawah komando SM Kartosoewirjo. Karena tidak dicapai kesepakatan, maka terjadilah pertempuran antara pasukan Islam dan tentara republik tersebut… 10 Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Deliar Noor berkomentar: "Kesaksian almarhum ayah saudara itu, persis seperti kesaksian Haji Agoes Salim yang disampaikan di Cornell University Amerika Serikat, tahun 1953. Memang perlu penelitian ulang terhadap sejarah yang ditulis sekarang…" 11 Pada buku berjudul "Menelusuri Perjalanan Jihad SM Kartosuwiryo" (Juli 1999, hal. xv-xvi), KH Firdaus AN menuliskan sebagai berikut: …Setelah perjanjian Renville ditandatangani antara Indonesia dan Belanda pada tanggal 17 Januari 1948, maka pasukan Siliwangi harus 'hijrah' dari Jawa Barat ke Yogyakarta, sehingga Jawa Barat dikuasai Belanda. Jelas perjanjian itu sangat merugikan Republik Indonesia. Waktu itu Jenderal Sudirman menyambut kedatangan pasukan Siliwangi di Stasiun Tugu Yogyakarta. Seorang wartawan Antara yang dipercaya sang Jendral diajak oleh beliau naik mobil sang Panglima TNI itu…. …Di atas mobil itulah sang wartawan bertanya kepada Jendral Sudirman: 'Apakah siasat ini tidak merugikan kita?' Pak Dirman menjawab, 'Saya telah menempatkan orang kita disana', seperti apa yang diceritakan oleh wartawan Antara itu kepada penulis. …Bung Tomo, bapak pahlawan pemberontak Surabaya, 10 November dan mantan menteri dalam negeri kabinet Burhanuddin Harahap, dalam sebuah buku kecil berjudul 'Himbauan', yang ditulis beliau pada tanggal 7 September
10
Ant, P. De Graaft, Namapak Tilas Tentara Belanda dan TNI, Cawang, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal 123. 11 Sartono, Kartodirjo, Beberapa Kecenderungan Dari Studi Sejarah di Indonesia Dalam Sejarah Monografi Indonesia, Yogyakarta : Jurusan Ilmu Sejarah dan Geografi SOsial IKIP Sanata, Dharma, 1979, hal 234 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
1977, mengatakan bahwa Pak Karto (Kartosuwiryo, pen.) telah mendapat restu dari Panglima Besar Sudirman… 12 Dalam keterangan itu, jelaslah bahwa waktu meninggalkan Yogyakarta pada tahun 1948 sebelum pergi ke Jawa Barat, beliau (Kartosuwiryo) pamit dan minta restu kepada Panglima Besar TNI itu dan diberi restu seperti keterangan Bung Tomo tersebut. Dikatakan dengan keterangan Jenderal Sudirman kepada wartawan Antara di atas tadi, maka orang dapat menduga bahwa yang dimaksud 'orang kita' atau orangnya Sudirman itu, tidak lain adalah Kartosuwiryo sendiri. Apalagi kalau diingat bahwa waktu itu Kartosuwiryo adalah orang penting dalam Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang pernah ditawari menjadi Menteri Muda Pertahanan, tetapi ditolaknya. Jabatan Menteri Muda Pertahanan itu ternyata kemudian diduduki oleh sahabat beliau sendiri, Arudji Kartawinata. Pada Tahun 1950, TRI mereorganisasi membentuk divisi-divisi dalam bentuk TT (Tentara Teritorium yang merupakan embrio Kodam. Ini merupakan awal daripada AD (Angkatan Darat) dan PKI (Partai Komunis Indonesia) berkuasa menguasai TRI melalui kodam-kodam (divisi-divisi). Kala itu provinsi di Indonesia masih terdiri dari : 1. Kalimantan, dengan ibukota Banjarmasin 2. Sulawesi,dengan ibukota Makassar 3. Sumatera Selatan, dengan ibukota Palembang 4. Sumatera Tengah, dengan ibukota Padang 5. Aceh, dengan ibukota Banda Aceh 6. Sunda Kecil (Bali, NTT, NTB), dengan ibukota Singaraja. 13
12
KH Firdaus AN, Menelusuri Perjalanan Jihad SM Kartosuwiryo, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1999, hal xv-xvi 13 Sartono, Kartodirjo, Pemikiran dan Perkembangan Histografi Indonesia Suatu Alternatif. Jakarta : PT. Gramedia, 1983. hal 67 Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pada Desember 1950 terjadi pengakuan kedaulatan RI. Dua bulan kemudian Jendral Sudirman meninggal, kepemimpinannya dilanjutkan oleh Urip Sumohardjo mantan tentara KNIL beragama Kristen. Sementara itu, Panglima Divisi Sulawesi, Kahar Muzakar yang ditugaskan ke Yogya utk menghimpun kekuatan rakyat di tahun 1946, jabatannya sebagai Panglima Divisi Sulawesi diisi oleh Gatot Subroto mantan KNIL beragama Budha yang anti Hisbullah. Terjadi konflik antara Kahar dengan Gatot Subroto, sehingga diciptakan situasi yang merugikan/merusak citra Kahar, akibatnya Kahar melawan ketidakdilan dan ketidak benaran yang dihembuskan Gatot Subroto. Tahun 59/60 Kahar dinyatakan terbunuh dalam pertempuran, tetapi jenazahnya tidak ditemukan. M. Jusuf pernah dikirim melawan Kahar, mengalami kekalahan namun bisa selamat kembali ke Jakarta. Tidak semua divisi mengalami pergolakan. Di Kalimantan Selatan, Ibnu Hadjar menjadi Panglima KRJT (Kesatoean Rakjat Jang Tertindas). Institusi ini di bawah Panglima Divisi Kalimantan yang panglimanya adalah Hasan Basri. Sedangkan Divisi Jawa Timur panglimanya adalah Jendral. Sudirman (sebelum meninggal dunia). Ketidak-adilan di dalam tubuh TRI semakin terasa ketika orang-orang dari Sulut yang beragama Kristen (dan mantan tentara KNIL) banyak menduduki jabatan penting, antara lain Kol. Kawilarang (menjabat panglima divisi Siliwangi), Kol. Ventje Sumual, dan sebagainya. Apalagi kemudian AD memegang kendali pemerintahan, setelah Soekarno tumbang. Soeharto yang mantan KNIL dan penganut Kejawen, kemudian mengawali pemerintahannya dengan rasa benci yang mendalam terhadap Islam.
2.3. Sejarah Sumatera Utara Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Sumatera Utara lahir tanggal 15 April 1948 dengan wilayah mencakup tiga keresidenan, yaitu, Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Ibu kotanya waktu itu belum di Medan, melainkan di Kutaraja, sekarang Banda Aceh. Gubernur Sumatera Utara yang pertama dijabat oleh Mr. S.M. Amin. Berdasarkan penemuan arkeologi, Sumatera Utara diketahui dihuni sejak zaman Mesolitikum. Penghuninya disebut sebagai orang Austro Melanesoid, banyak mendiami daerah muara sungai. Pada tahun 2000 SM, Sumatera Utara mulai dihuni oleh orang Proto Melayu dan kemudian dihuni pula oleh orang Deutro Melayu yang berasal dari daerah bagian selatan Cina. Pada awal tarikh Masehi, penghuni Sumatera Utara sudah menjalin hubungan dagang dengan orang-orang dari India dan Cina. Sekitar tahun 775 Masehi, Sumatera Utara termasuk dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Pemerintahan dengan system Kerajaan di Sumatera Utara muncul pada abad 15, yaitu dengan munculnya Kerajaan Nagur, Aru, Panai, dan Batangiou. Pada suatu ketika, terjadi peperangan antara Kerajaan Nagur dan Kerajaa Batangiou yang dimenangkan oleh Kerajaan Nagur. Karena kemenangan dalam peperangan tersebut, Kerajaan Nagur menjadi penguasa seluruh Simalungun. Pada abad 16, di Tapanuli muncul suatu kerajaan yang didirikan oleh keturunan Sisingamangaraja, yaitu Kerajaan Batak. Kerajaan ini kemudian mencakup seluruh Tapanuli, sampai ke Angloka, Mandailing, dan Dairi. Sementara itu, di daerah pesisir timur Sumatera Utara terdapat sebuah kerajaan besar bernama Kerajaan Aru. Wilayahnya meliputi daerah yang sangat luas, dari perbatasan Aceh sampai ke muara sungai Barumun, meliputi daerah Langkat, Deli Serdang, Asahan, dan Labuhan Batu.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Ketiga kerajaan di atas, yaitu, Nagur, Batak, dan Aru terus menerus terlibat persaingan memperebutkan hegemoni di wilayah Sumatera Utara. Kekuasaan Kerajaan Nagur semakin luas, meliputi daerah pedalaman Asahan, Serdang Hulu, Tanah Karo sampai ke daerah Gayo atas, meliputi seluruh daerah pedalaman bagian utara Sumatera Utara. Sementara itu Kerajaan Batak (Sisingamangaraja) memperluah pengaruhnya ke seluruh Tapanuli, beberapa daerah di tanah Karo, bahkan kemudian merebut wilayah Simalungun yang sebelumnya di bawah kekuasaan Kerajaan Nagur. Sedangkan Kerajaan Aru, ketika itu mendapat ancaman dari tiga kekuasaan bedar di Selat Malaka, yaitu, Aceh, Portugis, dan Johor. Untuk menghindari ancaman itu, pusat Kerajaan Aru dipindah ke daerah pedalaman, yaitu di Deli Tua, sekarang wilayahnya sekitar sepuluh kilometer dari Medan. Pengaruh Aceh ke Sumatera Utara masuk pada abad 17. Seorang Panglima Aceh bernama Gocah Pahlawan dating ke Deli Tua dan menikah dengan putrid Wan Baluan dari Sunggal. Gocah Pahlawan inilah yang menurunkan raja-raja Deli dan rajaraja Serdang. Pada tahun 1669, beberapa daerah pesisir timur Sumatera Utara direbut oleh Siak. Siak kemudian menyusun pemerintahan berdasarkan aturan Minangkabau. Pada abad 19, pengaruh Belanda mulai masuk. pada tanggal 1 Februari 1859, Siak menandatangani penjanjian penting dengan Belanda. Isinya adalah pengakuan dari penguasa Siak bahwa daerahnya termasuk dalam kekuasaan Belanda. Belanda juga diizinkan membangun pangkalan di Bengkalis dan daerah yang yang dirasa perlu. Belanda juga diizinkan, bila perlu, mengutip pajak di daerah-daerah kekuasaan Siak. Belanda kemudian mengangkat seorang Asisten Residen di Siak. Kekuasaan Belanda ketika itu meliputi seluruh daerah jajahan Siak, yaitu daerah pesisir timur Sumatera. Sementara itu, di wilayah pesisir barat Sumatera Utara, kekuasaan Belanda Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
mulai masuk sejak berakhirnya perang Paderi di Sumatera Barat. Untuk wilayah tanah batak pedalaman, cengkraman kekuasaan Belanda ditandai dengan adanya "perjanjian tembaga". Penjanjian tersebut berisi permintaan bantuan raja Gedombang dari Mandailing terhadap Belanda untuk menghadapi Paderi. Dengan adanya perjanjian tersebut, Belanda mulai menancapkan pengaruhnya di pedalaman Sumatera Utara. Selain itu, Belanda juga menyerang dan memduduki Pulau Nias pada tahun 1863. Pada tahun 1834, Belanda mendirikan Keresidenan Tapanuli. Pusat keresidenan berada di Sibolga dan menguasai empat daerah afdeling, yaitu, Sibolga en Omstreken, Angkola en Sipirok, Batakladen, dan Nias. Pada tanggal 1 Maret 1887, Belanda membentuk keresidenan di daerah Sumatera Timur. Keresidenan Sumatera Timur berpusat di Medan, terdiri atas empat daerah Afdeling, yaitu, Deli Serdang, Simalungun dan Karolanden, Langkat, dan Asahan. Perluasan kekuasaan Belanda itu, banyak menimbulkan perlawanan rakyat. Namun, semua perlawanan tersebut tidak diorganisir dengan baik dan selalu dalam kekuatan yang kecil sehingga Belanda dapat meredam semua perlawanan tersebut. Perlawanan sengit baru terlihat ketika Belanda memperluas kekuasaannya ke daerah pedalaman, yaitu, tanah Batak. Perlawanan dipimpin oleh Sisingamangaraja XII. Perlawanan tersebut tersebar luas, selain di Toba, juga mencapai daerah kekuasaan Sisingamangaraja lainnya seperti Aceh Tenggara, Dairi, Pakpak, Karo, Simalungun, dan Toba sebelah selatan. Perlawanan Sisingamangaraja berlangsung 30 tahun, yaitu dari tahun 1877 sampai 1907. Setelah mematahkan perlawanan Sisingamangaraja ini, berarti Belanda sudah menguasai Sumatera Utara secara penuh. Perlawanan terhadap Belanda mulai muncul kembali pada awal abad 20. Kali ini pergerakan lebih secara politik dan digerakan oleh tokoh-tokoh yang Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
berpendidikan seperti Tan Malaka, Dr. Pirngadi dan Adenan Nur Lubis. Pada saat itu, banyak bermunculan organisasi-organisasi politik yang sebagian diantaranya merupakan cabang dari organisai yang berpusat di Jakarta. Mereka adalah Syarikat Ilam, PNI, Gerindo, Partindo, Al Jami'atul Washliyah, NU, Muhammadiyah, dan organiasi-organiasi pergerakan lain. Di Tapanuli terdapat pula organisasi keagamaan, khususnya gerejani yang masuk ke daerah ini sejak abad 19. Pengaruh nasionalisme mulai terasa dalam gereja sekitar tahun 1930. Sejumlah orang Batak yang tergabung dalam
perkumpulan
Hatopan Kristen Batak mengkritik gereja yang masih dipimpin oleh bangsa asing. Pada tanggal 13 Maret 1942, Tentara Jepang memasuki Medan. Mereka kemudian menduduki Mesjid Raya untuk dijadikan benteng. Dalam waktu ingkat, pasukan Jepang dapat menduduki kota-kota penting di Sumatera Utara. Raja-raja di Sumatera Utara kemudian diperintah untuk membantu pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah Jepang. Jepang memerintah di Sumatera Utara secara sewenang-wenang, dan menyengsarakan rakyat. Diantara kebijakan yang menyengsarakan rakyat adalah Romusha. Romusha bertujuan memobilisasi seluruh rakyat untuk membantu Jepang dalam pembangunan pertahanan di kawasan Asia Tenggara. Banyak diantara para romusha ini dikirim ke luar negeri seperti Birma, Thailand dan tempat lain untuk dipekerjakan secara paksa dan tidak manusiawi. Dua hari setelah Jepang menyerah kepada sekutu, yaitu pada17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Di awal kemerdekaan ini, Sumatera Utara termasuk dalam wilayah provinsi Sumatera. Seperti diuraikan di atas, pada tanggal 15 April 1948, Sumatera Utara terbentuk dengan wilayah mencakup tiga keresidenan, yaitu, Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pada tanggal 3 Oktober 1945, Dr. F. Lumbantobing diangkat sebagai residen Tapanuli. Selanjutnya dilakukan pembentukan KNI di seluruh wilayah yang disertai dengan pembentukan Pemuda Republik Indonesia (PRI). Dalam memperingati tiga bulan proklamasi kemerdekaan, tapatnya tanggal 17 Oktober 1945, di Tarutung dilakukan rapat umum yang dihariri oleh seluruh rakyat setempat. Dalam kesempatan itu, rakyat mengucapkan ikrar setia kepada pemerintah Republik Indonesia. Pada era RIS, identitas Sumatera Utara hilang karena wilayahnya masuk dalam Negara Sumatera Timur. Pada tanggal 15 Agustus 1950, pasca kembalinya RI dari bentuk RIS ke NKRI, provinsi Sumatera Utara kembali terbentuk dengan wilayah mencakup tiga keresidenan, yaitu, Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli dengan Medan ditetapkan sebagai Ibukotanya. Gubernur definitif pertamanya adalah A. Hakim yang kemudian pada tahun 1953 diganti oleh Mr. S.M. Amin. Pada tahun 1956, Aceh berdiri sendiri sebagai provinsi, dengan demikian wilayah Sumatera Utara hanya mencakup wilayah Sumatera Timur dan Tapanuli. Kondisi wilayah ini tetap sampai sekarang. Pada tahun 1956 ini SM. Amin diganti oleh St. Kumala Pontas yang menjabat gubernur sampai tahun 1960.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
BAB III PROSES TERBENTUKNYA BRIGADE MOBIL (BRIMOB) DI SUMATERA UTARA
3.1. Sejarah Terbentuknya Kepolisian Republik Indonesia Lahir, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap. Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang. Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang didalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti tentara Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi dimana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 Nopember Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia. Pertempuran 10 Nopember 1945.di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Andil pasukan Polisi dalam mengobarkan semangat perlawanan rakyat ketika itupun sangat besar.alam menciptakan keamanan dan ketertiban didalam negeri, Polri juga sudan banyak disibukkan oleh berbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK. Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).
3.2. Sejarah Terbentuknya Brigade Mobil Pada saat pemerintahan tentara Jepang berada di indonesia, di tiap – tiap keresidenan di bentuk kepolisian keresidenan disebut “chiang-bo” dan kepolisian keresidenan ini membawahi kantor kepolisian kabupaten disebut “keisatsu – syo“ dan juga membawahi kesatuan cadangan yang disebut “ toko betsu kaisatsu tai.yang dalam bahasa indonesianya “Pasukan Polisi Istimewa “.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Toko betsu kaisatsu tai dibentuk pada tahun 1943 yang anggotanya berasal dari polisi – polisi remaja lulusan dari pendidikan polisi keresidenan yang pada umum nya dari bangsa Indonesia, para calon anggotanya diasramakan mendapat pendidikan dan latihan kemiliteran dari tentara Jepang baik yang di adakan di indonesia maupun yang dikirim keluar negeri, hasilnya gemlengan tersebut menjadikan anggota toko betsu kaisatsu tai menjadi terlatih, berdisiplin tinggi terorganisir rapi dan memiliki persenjataan yang lengkap sehingga kesatuan ini merupakan kesatuan yang tangguh dan lengkap. Di daerah Balige ada keresidenan Tapanuli dan dibentuk toko betsu kaisatsu tai dipimpin oleh Mas kadiran anggota dari kesatuan polisi Balige berpangkat junso butyo (komandan polisi) berkedudukan di natal. Dengan kalahnya tentara Jepang dalam Perang Dunia ke II dan menggemanya pekik kemerdekaan bagi rakyat indonesia ke seluruh pelosok tanah air, begitu juga keresidenan Tapanuli berdasarkan SK Gubernur Sumatera Utara T.M Hasan diangkatlah
Dr.Ferdinan
Lumban
Tobing
sebagai
Residen
Tapanuli
yang
berkedudukan di Tarutung dan pada awal Oktober 1945 dikibarkanlah bendera Merah Putih di Lapangan Tarutung yang dipimpin oleh keresidenan tapanuli Dr.F.Lumban Tobing. Dengan berangkatnya Tentara Jepang/pemerintah sipil Jepang di Balige maka mas kadiran langsung mengambil alih tugas Kepala Polisi untuk toba di balige dipegang oleh Mas Kadiran beserta anggota bekas polisi pemerintahan Belanda dan Jepang pulang kembali ke Jawa dan ada yang kembali ke kampung masing – masing , yang masih tinggal hanya 25 orang yang berjiwa setia dan patuh di bawah pimpinan mas kadiran dengan kesadaran dan tanggung jawab pada nusa dan bangsa dan pada
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
saat itu pemerintah Jepang hanya memberikan 10 pucuk senjata karabyn dan 15 buah samurai. Pada tanggal 19 Oktober 1945 pasukan polisi istimewa di pimpin oleh Mas Kadiran dibantu oleh masyarakat merampas gudang senjata jepang di Parapat, dengan menggunakan teknik “serangan fajar“ pada pukul 04.00 wib. Pasukan Istimewa yang dibantu masyarakat dapat menguasai gudang senjata dan merampas isinya, dari rampasan tersebut berhasil menyita 20 pucuk senjata , 60 buah granat tangan dan 50 stel pakaian tentara jepang dan 2 peti amunisi. Berhubungan dengan keadaan Politis, ibukota Tapanuli dipindahkan ke Sibolga, maka atas perintah Residen Tapanuli Dr.F.L Tobing maka pasukan Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli dipindahkan Ke Sibolga pada pertengahan Mei 1946 barisan istimewa polisi keresidenan Tapanuli pindah ke Sibolga. Di Sibolga MAS KADIRAN membangun asrama untuk anggota Barisan Istimewa polisi. Pada tanggal 4 Februari 1947 berangkatlah barisan istimewa polisi keresidenan Tapanuli dipimpin oleh Mas Kadiran dengan 150 anggota ke Front Medan Area. Sampai di P.Siantar Mas Kadiran menghadap kepada
Kepala Polisi Sumatera yang
berkedudukan di P.Siantar KBP R. Sulaiman dan bertemu dengan Gubernur Sumatera T.M. Hasan di Front Medan Area Barisan Istimewa Polisi ditempatkan di Perbaungan dan Tebing Tinggi serta di garis depan T. Morawa. Tanggal 15 Februari 1947 dari markas besar pertempuran Medan Area diadakan Serangan ke seluruh pertahanan musuh dalam kota Medan, dalam serangan umum ini Belanda mengerahkan semua kekuatan dari mulai senjata berat, Tank dan Pesawat terbang, dan berhasil mematahkan seranganu umum medan area dari pihak pejuang banyak jatuh korban dan akhirnya pasukan Front Medan Area mundur ke Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
garis belakang, begitu juga dengan Barisan Istimewa Polisi keresidenan Tapanuli bertahan di Marendal, Tj. Morawa dan L. Pakam dan akhirnya kembali ke Perbaungan. Berdasarkan surat ketetapan cabang jawatan kepolisian untuk sumatera dan atas perintah kepala polisi keresidenan tapanuli di lebur namanya menjadi “Mobil Brigade Polisi Keresidenan Tapanuli“ nama Mobil Brigade Polisi ini berdasarkan surat perintah kepala muda kepolisian No. : 126/78/91 tanggal 14 Nopember 1946. Perihal pembentukan mobile brigade di tiap – tiap keresidenan pembentukan mobile brigade polisi dimaksudkan untuk menyeragamkan nama, susunan kepangkatan, tugas tata cara kerja dari pasukan kepolisian yang terdapat dikeresidenan di Indonesia dimana nama polisi beraneka ragam, ada Polisi Pejuang, Polisi Istimewa, Barisan Istimewa Polisi, Polisi Gerak Cepat dll. Pada tanggal 5 Mei 1949 sekitar pukul 04.00 wib tentara Belanda dari pijor koling mengadakan serangan pengepungan dari 4 jurusan yang dibantu oleh 2 orang penunjuk jalan anggota mobile brigae Tapanuli yang bernama Maka Leo dan Syamsul Bahri, serangan Belanda ini berhasil merebut Benteng Huraba, pasukan MBK Tapanuli yang berada di Benteng Huraba mundur ke kampung Tolang dan Pasukan Brigade – B Pimpinan Kapten Robinson Hutapea mundur kekampung Tolang. Belanda yang sudah menduduki Benteng Huraba, pertempuran terjadi kembali dengan bantuan penembakan mortir pasukan Mas Kadiran dapat mengusir dari Benteng Huraba dan pada pukul 16.30 Wib Benteng Huraba dapat direbut kembali dan tentara Belanda mundur ke Padang sidimpuan dari pertempuran Benteng Huraba kerugian dipihak pasukan yang dipimpin oleh Mas Kadiran 10 orang anggota MBK tewas, 12 orang dari pasukan Brigade – B tewas serta kerugian senjata. Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dengan surat kepala kepolisian tertanda No. Pol : 04, Tanggal 9 Juli 1951 dan kepala Kepolisian Negara No.26/XIII/1952 tanggal 6 Mei 1952 mobil brigade direorganisasi,dalam reorganisasi tersebut dijelaskan untuk ditingkat pusat, kepala bagian inspeksi mobile brigade Jawatan Kepolisian Negara ditingkat Propinsi, coordinator inspektur mobil brigade dan ditingkat keresidenan mobil brigade rayon pimpinan tehnis tetap berada pada kepolisian keresidenan. Koordinator inspektur mobile brigade Sumut – Aceh memiliki kekuatan 8 kompi dan masing – masing berkedudukan : 1. Markas Koordinator inspektur brigade Sumut – Aceh berkedudukan di medan jalan putri hijau. 2. Kompi 5129 berkedudukan di Medan 3. Kompi 5132 berkedudukan di Binjai 4. Kompi 514 berkedudukan di Pematang Siantar 5. Kompi 5140 berkedudukan di Sibolga 6. Kompi 5134 berkedudukan di Tebing Tinggi 7. Kompi 5164 berkedudukan di Banda aceh 8. Kompi 5272 berkedudukan di Tanjung balai 9. Kompi 5378 berkedudukan di Makorins Mobrig Ditingkat jawatan kepolisian Negara disebut komandan mobile brigade pusat. Ditingkat propinsi disebut komandan mobile brigade daerah dengan 3 Batalyon senapan sebagai unsur pelaksanaan tugas. Ditingkat keresidenan adanya kesatuan mobile brigade hanya semata – mata didasarkan atas lokasi pasukan saja Untuk koordinator dan inspektur mobile brigade sumut namanya menjadi komandemen mobile brigade Sumut – Aceh dengan kekuatan 3 Batalyon dengan kedudukan Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Batalyon 515 Rencong Sakti berkedudukan di Aceh dengan kekuatan 1 kompi berkedudukan di Banda aceh dengan nama kompi 5164 Batalyon 516 Elang Sakti berkedudukan di Medan dengan kekuatan 3 kompi yang terdiri dari. 1. Kompi 5378 berkedudukan di Medan 2. Kompi 5129 berkedudukan di Medan 3. Kompi 5132 berkedudukan di Binjai Batalyon 517 Patuan Nagari Anggi berkedudukan pertama di Tarutung kedua di P.sidimpuan dan terakhir di P.Siantar dengan kekuatan 4 kompi yang terdiri dari : 1. Kompi 514 berkedudukan di P.Siantar 2. Kompi 5140 berkedudukan di Sibolga 3. Kompi 5134 berkedudukan di Tebing tinggi 4. Kompi 5272 berkedudukan di Tanjung balai
3.3. Proses Peralihan Mobil Brigade Menjadi Brigade Mobil Pada peringatan hari ulang tahun mobile brigade yang ke – XVI tanggal 14 Nopember 1961, nama Mobile Brigade yang disingkat MOBRIG diganti dengan nama Brigade Mobil yang disebut dengan BRIMOB oleh Kepala Negar Indonesia Presiden Ir.SOEKARNO dan pada hari itu juga dengan Surat Keputusan Presiden RI No.591tahun 1961 Korps Brigade mobil mendapat penghargaan “Nugraha Sakanti Yana Utama “ karena dengan didirikannya pada tanggal 14 Nopember 1946 dengan penuh kewaspadaan telah mendarma bhaktikan diri nya untuk kepentingan tugas kepolisian maupun Negara.
Sebagai suatu kesatuan yang terpercaya patut menjadi
tauladan yang dapat memelihara dan mengembangkan sifat – sifat kepolisian sejati, dengan dianugerahkannya penghargaan ini korps Brigade Mobil adalah satu – satunya Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
dilingkungan kepolisian dan TNI yang pertama kali mendapat penghargaan dari kepala pemerintahan dan Negara Republik Indonesia. Berdasarkan surat keputusan Menteri/Panglima angkatan kepolisian No Pol : 32 / SA / MK / 1965 tanggal 31 maret 1965 Organisasi Korps Brigade Mobil ditetapkan sebagai berikut: 1. Di pusat disebut Markas Besar 2. Di propinsi – propinsi di sebut Resimen Korps Brimob 3. Lembaga pendidikan korps Brimob 4. Kesatuan bantuan umum dan kesatuan pelayan korps Brimob 5. Kesatuan tugas khusus korps Brimob Untuk komandemen Brimob daerah Sumut – Aceh diganti namanya menjadi Korps Brigade Mobil Resimen V dan sebagai komandemennya adalah AKBP K.E. Lumi. Korps Brigade mobil V Sumut – Aceh berkekuatan masih 3 Batalyon yang diganti namanya seperti : Markas Resimen V korps Brimob Sumut – Aceh Putri Hijau, terdiri dari : 1. Markas Batalyon 515 di Banda Aceh dengan kekuatan 1 kompi dengan sebutan kompi A 2. Markas Batalyon 516 di Medan jalan sei wampu dengan kekuatan 3 kompi, yaitu : a. Kompi A berkedudukan di Medan b. Kompi B berkedudukan di Binjai c. Kompi C berkedudukan di Medan 3. Markas Batalyon 517 di pematang siantar kekuatan 4 kompi, yaitu : a. Kompi A berkedudukan di P.Siantar Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
b. Kompi B berkedudukan di T.tinggi c. Kompi C berkedudukan di Sibolga d. Kompi D berkedudukan di T.balai Sesuai Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI. No. Pol. Kep / 05 / III / 1972 tanggal 17 Maret 1972 tentang Refungsionalisasi dan Reorganisasi Korps Brigade Mobil Polri diatur sebagai berikut : 1. Ditingkat Pusat Markas Korps Bbrimob Polri dengan kesatuan – kesatuan di pusat dimasukkan dalam organic Komando Samapta Selaku Unsur Komando Samapta maka status dari status tersebut diatas ialah Markas Pusat Brigade Mobil POLRI. 2. Pimpinan Korps Brigade Mobil Polri disebut Komando Korps Brigade Mobil kesatuan – kesatuandan Staf Brimob yang di daerah dimasukkan dalam Organik KOMDAK dimana kesatuan ini berada di Resimen – V Sumut – Aceh diganti menjadi SAT BRIMOBDAK – II / SU Dengan demikian Korps Brimob Resimen – V Sumut – Aceh masuk dalam markas Komando Daerah Kepolisian – II Sumatra Utara (KOMDAK – II / SU ) Seluruh Bataliyon di bubarkan sehingga menjadi 3 Kompi saja yang berkedudukan di : 1. Kompi 03 Berkedudukan di P. Siantar 2. Kompi 04 Berkedudukan di Binjai 3. Kompi 05 Berkedudukan di Sibolga Pada tahun 1994 Dibawah kepemimpinan Dansat Brimobda Sumut Letkol Pol Bambang Suedi mulai merencanakan dan merumuskan piranti lunak serta pelaksanaan Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
penataan sarana dan prasarana guna meningkatkan pendayagunaan Sat Brimobda Sumut dan pembangunan Markas Batalyon di Binjai dan Markas Batalyon di Tebing Tinggi, sebagai satuan pelaksana dibentuk tiga Batalyon kerangka dengan kedudukan di : 1. Batalyon-A berkedudukan di Binjai dengan kekuatan 6 Kompi : a. Kompi Markas berkedudukan di Binjai b. Kompi 1 berkedudukan di Medan c. Kompi 2 berkedudukan di Tanjung Morawa d. Kompi 3 berkedudukan di Binjai e. Kompi 4 berkedudukan di Binjai f. Kompi Bantuan berkedudukan Binjai 2. Batalyon-B berkedudukan di Tebing Tinggi dengan kekuatan 6 Kompi : a. Kompi Markas berkedudukan di Tebing Tinggi b. Kompi 1 berkedudukan di Tebing Tinggi c. Kompi 2 berkedudukan di Pematang Siantar d. Kompi 3 brkedudukan di TanjungBalai e. Kompi 4 berkedudukan di Tebing Tinggi f. Kompi Bantuan berkedudukan di Tebing Tinggi 3. Batalyon-C berkedudukan di Padang Sidempuan
3.4. Tupoksi dan Peranan Brimob Tugas pokok Korps Brimob Polri adalah membina kemampuan dan mengerahkan kekuatan Brimob guna menanggulangi gangguan Kamtibmas tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan teroganisir bersenjata api dan bahan peledak Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
dan bersama – sama dengan unsur pelaksana operasional kepolisian lainnya untuk mewujudkan tertib hokum dan ketertiban di seluruh Wilayah Yuridiksi Nasional Republik Indonesia. Sebagai salah satu fungsi tehnis Polri, meliputi segala penyelenggaraan, usaha dan kegiatan dibidang pencegahan dan penindakakn pelanggaran hokum berkadar tinggi yang dilaksanakan dengan cepat dan mobile dalam bentuk ikatan satuan serta secara khusus. Adapun peranan Brimob Polri, antara lain : 1. Dalam posisi melaksanakan tugas pokoknya, maka Brimob Polri akan menampilkan dirinya dalam mewujudkan peranannya, seperti : a. Satuan penindakan hura – hura b. Satuan reserse dan intelijen c. Satuan penjinak bahan peledak d. Satuan search and rescue e. Satuan lawan insurjensi f. Satuan combat intelijen g. Satuan Grilya lawan Griliya h. Satuan lawan terror 2. Dalam posisi sebagai bantuan taktis operasional fungsi teknis kepolisian yang serbaguna yang berlandaskan keahlian, keterampilan taktis, teknis Brimob Polri dalam bentuk : a. Patroli daerah rawan b. Pelatihan c. Pengamaan VIP/WIP Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
d. Pengawal perbatasan e. Eksekusi
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
BAB IV PERAN BRIGADE MOBIL DALAM MENJAGA KEAMANAN DAN KETERTIBAN
4.1. Perkembangan Brimob di Sumatera Utara (1961-1971) Sepanjang tahun 1961 – 1971 Brimob di Indonesia banyak mengalami perkembangan, diantaranya : a. Reorganisasi Ke – IV : Mobrig Diganti Menjadi Brimob Pada peringatan Hari Ulang Tahun Mobile Brigade yang ke XVI tanggal 14 Nopember 1961, Nama Mobile Brigade yang di singkat Mobrig diganti dengan nama Brigade Mobil yang di sebut dengan Brimob oleh Kepala Negara Indonesia Presiden Ir. Soekarno dan pada hari itu juga dengan surat Keputusan Presiden R.I Nomor: 591 Tahun 1961 Korps Brigade Mobil mendapat Penghargaan “Nugraha Sakanti Yana Utama” karena dengan di dirikannya pada tanggal 14 Nopember 1946 dengan penuh Kewaspadaan telah mendarma Bahktikan dirinya untuk kepentingan tugas Kepolisian maupun Negara, sehingga sebagai suatu kesatuan yang terpercaya patut menjadi Tauladan yang dapat memelihara dan mengembangkan sifat-sifat Kepolisian Sejati, dengan di anugrahkannya Penghargaan ini Korp Brigade Mobile adalah satu satunya Kesatuan di Lingkungan Kepolisian dan TNI yang pertama kali mendapat Penghargaan dari Kepalan Pemerintah dan Negara Republik Indonesia b. Persiapan Pasukan Brimob Ke Irian Barat Dalam Rangka Ops Trikora Pada Ulang Tahun Penyerahan kedaulatan RI di Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1961 dicanangkan oleh Presiden RI Ir Soekarno, Tri Komando Rakyat, guna mengembalikan Wilayah Irian Barat ke Wilayah Indonesia, dimana Irian Barat Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
masih diduduki oleh kekuatan Belanda. Sadar akan panggilan Tugas maka Markas Besar Korp Brimob menyusun strategi tugas yang sifatnya lebih besar dalam bentuk Resimen Pertempuran, dalam penyusunan ini Koordinator Brimob Daerah SumutAceh disiapkan untuk sewaktu-waktu diberangkatkan, namun karena Ops Trikora tidak memakan waktu lama maka yang diberangkatkan ke Irian Barat pada waktu itu hanya Resimen Pelopor yang tergabung dengan Pasukan-Pasukan Istimewa/khusus TNI. c. Mas Kadiran Memasuki Masa Persiapan Pensiun Pada Tahun 1962 Mas Kadiran mamasuki masa persiapan Pensiun dan Jabatan Komandan Brimob Daerah Sumut-Aceh diserah terimakan kepada Bapak AMIR SUNARYO, pada tahun 1969 Mas Kadiran dipensiunkan dari tugas-tugasnya sebagai Anggota Kepolisian RI, dengan alasan mengundurkan diri. d. Persiapan Pasukan Brimob Ke Perbatasan Malaysia Ops Diwikora Dalam rangka Konfrontasi dengan Malaysia, karena berdirinya Negara Malaysia diperkirakan dapat mengakibatkan gangguan Keamanan baik Fisik maupun Psychologis. Baik pada sebagian wilayah maupun seluruh wilayah Indonesia, maka bersama Satuan ABRI lainya segera membentuk Satuan Tugas menjaga Perbatasan. Sementara itu Sukarelawan-Sukarelawan Kepolisian RI / Korp Brimob / Menpor dan Komandemen Brimob Daerah Sumut – Aceh disiapkan juga untuk mengambil bagian dalam Penyusupan ke Malaysia dan Singapura, tak sedikit Sukarelawan-Sukarelawan kita yang gugur dan Tentara dalam menjalankan Tugas tersebut. e. Pergantian Jabatan Komandan KOMOBDA Sumut - Aceh
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pak Amir Sunaryo sebagai Komandan Komobda Sumut – Aceh diganti dengan Tumpak Tampubolon dan tak lama kemudian Tumpak Tampubolon diganti dengan Bapak Kusnadi.
f. Reorganisasi Ke V Komandemen Brimob Diganti Menjadi Resimen Berdasarkan surat keputusan Mentri / Panglima Angkatan Kepolisian No.Pol : 32 / SA / MK / 1965 tanggal 31 Maret 1965 Organisasi Korp Brigade Mobil ditetapkan sebagai berikut : 1) Di Pusat disebut Markas Besar 2) DI Propinsi-Propinsi disebut Resimen Korp Brimob 3) Lembaga Pedidikan Korp Brimob 4) Kesatuan Bantuan Umum dan Kesatuan Pelayan Korp Brimob 5) Kesatuan Tugas khusus Korp Brimob Untuk Komandemen Brimob Daerah Sumut – Aceh di ganti namanya menjadi Korps Brigade Mobile Resimen V dan sebagai Komandannya adalah AKBP K.E. Lumy. Korps Brigae Mobile Resimen V Sumut – Aceh berkekuatan masih 3 Batalyon yang diganti namanya seperti: 1) Markas Resimen-V Korps Brimob Sumut-Aceh di Putri Hijau 2) Markas Batalyon 515 di Banda Aceh dengan kekuatan 1 Kompi dengan Sebutan Kompi-A 3) Markas Batalyon 516 di Medan Jl. Sei Wampu dengan kekuatan 3 Kompi. a) Kompi A Kedudukan di Medan. b) Kompi B Kedudukan di Binjai c) Kompi C Kedudukan di Medan. Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
4) Markas Batalyon 517 di P.Siantar kekuatan 4 Kompi a) Kompi A Kedudukan di P.Siantar b) Kompi B Kedudukan di T.Tinggi c) Kompi C Kedudkan di Sibolga d) Kompi D Kedudukan di T.Balai. g. Operasi G.30-S / PKI Meluasnya Tragedi Nasional dengan Pengkhiatan PKI yang dikenal dengan sebutan G.30-S/PKI Merupakan Pengkhiatan kedua kalinya setelah Madiun Afair, Kesatuan Korps Brimob di daerah segera mengambil bagian bersama-sama ABRI yang lain untuk menghancurkan Potensi Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G.30-S / PKI ) Diseluruh daerah, begitu juga dengan Korps Brimob Resimen-V Sumut – Aceh juga bertugas bersama-sama Satuan ABRI lainya dan Masyarakat untuk menghancurkan PKI. Guna untuk menghilangkan pengaruh dari G.30-S / PKI. Akibat dari Pemberontakan PKI ini terjadi pergantian Presiden R.I. Ir, Soekarno diganti oleh Soeharto. Demikian
halnya
dengan
Brigade
Mobil
Daerah
Sumatera
Utara
(Brimobdasu). Sejarah panjang sebagai suatu kesatuan yang berbeda dari polisi reguler. Brimob
juga menjadikan dirinya terkenal dalam usahanya melawan
pemberontak di masa-masa awal berdirinya Republik Indonesia.Kedua faktor ini dapat berarti dua hal: Pertama, reformasi dilakukan untuk lebih mengintegrasikan Brimob ke dalam Polri. Kedua, melikuidasi peran lawan insurgensi yang dimiliki Brimob selama ini walaupun bertentangandengan budaya institusional.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dalam perkembangannya, sejak dibentuknya Brimobdasu pada tahun 1943 hingga akhir tahun 1971 memiliki peran penting dan manfaat yang sangat dirasakan masyarakat Sumatera Timur, seperti diantaranya : 1. Revolusi Sosial di Tapanuli 2. Penembakan Kapal Perang Belanda Terpedo di Teluk Sibolga 3. Pertempuran MBB I Sumaetra dengan Legiun Pengempur 4. Perang Saudara di Tapanuli 5. Penyerangkan Kembali Merebut Kota Padang Sidempuan 6. Pertempuran di Benteng Huraba 7. Pemulihan Kedaulatan and Timbang Terima dengan Kepolisian Belanda di Keresidenan Tapanuli 8. Timbang Terima dengan Kepolisian Belanda di Sumatera Timur 9. MBB – I Sumut – Aceh dan MBB – I Sumbar menjaga keamanan di Sumut 10. Penumpasan Pemberintakan DI/TII di Aceh 11. Penumpasan Pemberontakan PRRI 12. Pembersihan Didalam Tubuh Kepolisian Sumatera Utara 13. Gerakan Operasi Pemulihan Keamanan 14. Persiapan Pasukan Brimob ke Irian Barat Dalam Rangka Ops Trikora 15. Persiapan Pasukan Brimob ke Perbatasan Malaysia Ops Dwikora 16. Penumpasan/Operasi G30S/PKI
4.2. Peranan Brimobdasu Dalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban 1. Persiapan Pasukan Brimob ke Irian Barat Dalam Rangka Ops Trikora
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pada ulang tahun penyerahan kedaulatan RI di Yogyakarta, pada tanggal 19 Desember 1961 dicanangkan oleh Presiden RI Ir. Soekarno, Tri Komando Rakyat (Trikora) guna mengembalikan wilayah Irian Barat ke Wilayah Indonesia, dimana Irian Barat masih diduduki oleh kekuatan Belanda. Sadar akan panggilan tugas, maka Markas Besar Korps Brimob menyusun strategi tugas yag sifatnya lebih besar dalam bentuk Resimen Pertempuran, dalam penyusunan ini coordinator Brimob Daerah Sumut Aceh disiapkan untuk sewaktu – waktu diberangkatkan, namun karena Ops Trikora tidak memakan waktu lama, maka yang diberangkatkan ke Irian pada waktu itu
hanya Resimen Pelapor yang tergabung dengan pasukan – pasukan
Istimewa/Khusus TNI.
2. Persiapan Pasukan Brimob ke Perbatasan Malaysia Ops Dwikora Dalam rangka konfrotasi dengan Mayalsia, karena berdirinya Negara Malaysia diperkirakan dapat mengakibatkan gangguan keamanan, baik fisik maupun physicologis, baik pada sebagian wilayah maupun seluruh wilayah Indonesia, maka bersama satuan ABRI lainnya segera membentuk Satuan Tugas menjaga perbatasan. Sementarai itu Sukarelawan – Sukarelawan Kepolisian RI/Korp Brimob/Menpor dan Komandemen Brimob Daerah Sumatera Utara - Aceh disiapkan untuk mengambil bagian dalam Penyusupan ke Malaysia dan Singapura, tak sedikir sukarelawan – sukarelawan kita yang gugur dan tentara dalam menjalankan tugas tersebut. 3. Penumpasan/Operasi G30S/PKI Meluasnya tragedy Nasional dengan pengkhianatan PKI yang dikenal dengan sebutan G.30S/PKI merupakan penghianat kedua kalinya setelah Madiun Afair, kesatuan Korps Brimob di Daerah segera mengambil bagian bersama – sama dengan Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
ABRI yang lain untuk menghancurkan potensi gerakan Partai Komunis Indonesia (G.30 S/PKI) diseluruh daerah, begitu juga dengan korps Brimob Resimen V Sumut – Aceh juga bertugas bersama – sama satuan ABRI lainnya dan masyarakat untuk menghancurkan PKI guna untuk menghilangkan pengaruh dari G30S/PKI.
4.3.
Permasalahan Brimobdasu didalam Menjalankan Tupoksi Peranannya didalam Menjaga Keamanan dan Ketertiban
dan
Masalah keamanan yang dihadapi Sumatera Utara dari tahun 19961 – 1971 : pemberontakan, separatisme, konflik masyarakat, tindak kekerasan dan terorisme – dapat merusak kapasitas polisi walau telah mengikuti latihan terbaik sekalipun didunia. Brimobdasu memiliki tugas yang sulit, yakni bagaimana menyesuaikan diri dengan peran penegakkan hukum sipil setelah lebih daritiga dekade berada dalam posisi sebagai unsur ABRI yang paling tidak bergengsi dan paling kurang sumber dayanya. Dalam angkatan bersenjata di masa Soeharto. Angkatan Darat memiliki tanggung jawab besar dalam keamanan internal. Tiga puluh tiga tahun menjadi bagian dari militer membuat polisi Indonesia menghadapi beberapa
masalah serius untuk diatasi. Pertama adalah
bagaimana untuk
“mensipilkan” angkatan melalui berbagai bentuk pelatihan, budaya institusional, dan pendekatan umum atas keamanan. Kedua adalahbagaimana menentukan pembagian kerja dengan militer yang dapat diterimakedua belah pihak, tidak hanya secara legal, namun juga dalam bentuk responpraktis atas masalah keamanan serius. Ketiga adalah, bagaimana dapat memperbaiki kapasitas Brimob dengan cepat untuk menjalankan peranannya di bidang keamanan ketika disadari kita kekurangan personil polisi yang terlatih dengan baik.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Masalah terakhir, sangat terkait dengan masalah yang pertama, yakni bagaimana meningkatkan hubungan dengan masyarakat lokal, terutama dengan masyarakat memiliki persepsi negatif tentang polisi.Keamanan internal adalah tanggung jawab seluruh elemen dalamkepolisian, tidak hanya Brimob, namun tetap saja Brimob adalah pihak yang pertama kali diturunkan di garis depan ketika terjadi kekerasan dan Brimob,dalam tradisinya, memang selalu menghadapi tugas-tugas Polri yang paling berbahaya dan sulit. Dalam menjalankan tugas-tugas seperti ini, yang seringkali tanpa dilengkapi dengan persiapan dan peralatan yang memadai, pelanggaran hak asasi manusia dengan mudah dapat terjadi. Polisi telah mengambil langkah besar dalam mendefinisikan peran keamanan internal mereka danmembedakan diri mereka dari militer. Namun tekanan tetap ada, danperbedaan ini menjadi kabur terutama di daerah konflik yang aktif.Beberapa perwira Brimob mengatakan tentang masalah “wilayah abu-abu”, yang sangat tidak aman untuk operasi bagi polisi biasa tetapi bukan daerah yang berkonflik penuh atau “wilayah hitam” yang membutuhkan kehadiran militer. Namun hanya dengan menugaskan pasukan para militer di “wilayah abu-abu” ini dapat mengurangi kemungkinan penegakkan hukum murni serta memperkuat anggapan bahwa Brimob dan polisi biasa adalah dua kelompok yang berbedadan bukan berasal dari satu institusi dengan mandat bersama.Selama Brimob memiliki peran melawan insurgensi, “pensipilan” penuh polisi tidak akan menjadi kenyataan. Kami percaya bahwa dalam jangka panjang, Polri pada umumnya, dan Brimob khususnya, akan dapat melayani masyarakat dengan lebih baik jika peran melawan insurgensinya dihapuskan.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Di Aceh, media dan kebanyakan masyarakat menggunakan istilah “TNI/Polri” untuk mengacu pada kekuatan keamanan seakan-akan mereka berasal dari badan yang sama. Ketika militer dan Brimob melakukan operasi bersama di Aceh, hanya terdapat perbedaan kecil dalam menjalankan peran mereka; yangada adalah kenyataan bahwa militer memiliki peralatan yang lebih baik dan lebih terlatih untuk berperang. Polisi tidak boleh menjadi bawahan militer dalam bidang tugas yang sama; mereka harus memilikiperanan yang benar-benar berbeda. Peran para militer Brimob mendorong pasukan Brimob untuk memandang orang-orang yang berada di daerah konflik sebagai “musuh”. Di saat yang sama, Polri perlu mendefinisikan dengan jelas fungsi para militer manakah yang dapat dilakukan oleh Brimob secara sah, seraya memastikan agar Brimob yang menjalankan fungsi tersebut juga memiliki nilai-nilai pemolisian sipil yang sama dengan polisi biasa. Pertanyaan kemudian, siapa yang bertanggung jawab untuk melawan insurgensi? Dalam hal ini hanya terdapat tiga opsi: Opsi 1: Mengembalikan Peran Melawan Insurgensi ke Militer Argumen pendukung:
Selama terdapat definisi yang jelas dan dapatditerima mengenai apa yang termasuk sebagai insurgensi (dengan menggunakanProtokol
II
Konvensi
Jenewa
sebagai
panduan), batasan insurgensi yang berlawanan dengan gangguan
sipil
haruslah
ketat,
dan
keseluruhan
aktivitasdalam rangka melawan insurgensi untuk daerah tertentu berada di bawah kendali dan diawasi sipil. Kemudian,TNI yang lebih terlatih dan lebih lengkap Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
peralatannya
daripada
polisi
bertugas
mengatasi
pemberontakan bersenjata.Polisi harus melakukan berbagai usaha untuk penegakkan hukum sipil, dan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, memberikan polisi peran untuk
berperang
akan
menyebabkan
semakin
sulit
membedakan mereka dari militer.* Argumen anti:
Dengan
memberikan
peran
melawan
insurgensi
secaraeksplisit kepada TNI berarti mensahkan peran keamanan internal TNI. Dengan tidak menyetujui hal ini, berarti akan menciptakan fokus yang lebih eksklusifbagi TNI atas pertahanan eksternal. Selain itu, mengembalikan peran melawaninsurgensi ke militer tidak akan membawa dampak apapun dalam konteksmenghormati Hak asasi manusia. Opsi 2: Transformasi Brimob Menjadi Pasukan ParamiliterProfesional Argumen pendukung:
Jika yang diinginkan adalah polisi yangmenangani Semua masalah keamanan hanyasebagai
internal,
pendukung
jika
dan
militer
diperlukan,
berperan maka
memberikan pelatihan khusus danintensif kepada Brimob adalah satu-satunya jawaban. Selama semua yangdilatih telah melewati beberapa tahapan pelatihan polisi umum terlebih dahulu, sehingga mereka tetap memiliki nilai-nilai dasar penegakkan hukum sipil,maka tidak ada alasan
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
mengapa
pelatihan
lanjutan
tidak
dapat
menghasilkanpasukan yang kompeten melawan insurgensi. Argumen anti:
Peran paramiliter gaya lama mungkin terlalu banyakmenjadi bagian dari budaya institusional Brimob untuk beradaptasi dalammemenuhi permintaan peran yang baru.
Opsi 3: Membentuk Satuan Baru Dalam Polisi untuk MelawanInsurgensi. Argumen pendukung:
Seseorang dapat menghindari masalah persepsipublik mengenai Brimob, budaya institusional dan catatan masalah hak asasimanusia di masa lalu di wilayah konflik, dengan cara menciptakan satuan baru, atau menggunakan kesatuan yang sudah dalam proses pembentukan,seperti Detasemen 88, dan memberikan mereka pelatihan tambahan melawan insurgensi. Detasemen 88 adalah satuan polisi baru, tugas utamanya
menangani anti-terorisme
namun
memiliki
pelatihan-pelatihan lainnya, yang ahlinya disediakan oleh US State Department Diplomatic Security Service. Banyak anggota baru yang berlatar belakang Brimob. Argumen anti:
Membuat satuan operasional baru akan memakan waktu bertahun-tahun.
Detasemen
88
direncanakan
sebagai
kelompok elit SWAT dengan fungsi melawan teror, dan menambahkan fungsi baru dan rumit didalamnya adalah suatu kesalahan.Pada akhirnya, Polri dan semua pihak yang terkait lainnya harus memilih mana dari ketiga opsi di atas yang terbaik, Status quo sudah jelas tidak dapatdi Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
pertahankan. Langkah-langkah interim, sampai salah satu opsi ini dipilih,dapat berupa pengurangan bertahap, yang bertujuan menghapuskan, semuaoperasi perang bersama dengan angkatan darat; lebih banyak perhatian dari Jakarta atas stres yang dihadapi pasukan BKO Brimob di area konflik dan pada penyebab utama dari stres tersebut; berdasarkan situasi-kenyataan, dan diajarkan oleh instruktur yang berkualitas dan sudah siap, untuk semua personil Brimob, dengan pelajaran yang menghibur yang diberikan sebelum pengiriman ke daerah konflik.Yang juga penting untuk dicatat adalah, pada akhirnya, solusi untukinsurgensi tidak berada di tangan pasukan keamanan; namun terdapat dalamusaha yang komprehensif guna menangani penyebabpenyebab konflik dari sektor sosial, politik dan ekonomi. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa peran Brimobdasu didalam menjalankan Tupoksinya masih diskriminasi dan mengatasnamakan ABRI, sehingga prestasi yang diraih Brimob semata – mata mengangkat citra ABRI dimata masyarakat Indonesia. Disamping itu, dengan berada dibawah komando ABRI, Brimob tidak dapat mengambil keputusan pengamanan internal tanpa komando atau perintah ABRI.
4.4. Tokoh – Tokoh Brimob di Sumatera Utara Tahun 1961-1970 Sepanjang tahun 1961 – 1971 bisa dikatakan Brimobdasu dipimpin oleh Mas Kadiran, sekalipun pada tahun 1962 Mas Kadiran mamasuki masa persiapan Pensiun dan Jabatan Komandan Brimob Daerah Sumut-Aceh diserah terimakan kepada Bapak Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Amir Sunaryo, namun secara resmi pada tahun 1969 Mas Kadiran dipensiunkan dari tugas-tugasnya sebagai Anggota Kepolisian RI. Sepanjang tahun 1969 – 1971, tidak banyak yang bisa diperbuat Bapak Amir Sunaryo sebagai pengganti Mas Kadiran. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai informan di Brimobdasu, diperoleh informasi bahwa dalam perjalanan karirnya, Mas Kadiran banyak berjasa didalam memperjuangan Brimob di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Di suatu tempat di daerah Balige tepatnya di pinggiran Danau Toba dalam Keresidenan Tapanuli ada seorang Pemuda yang bernama “Mas Kadiran” berumur 22 tahun anggota dari Kesatuan Polisi Balige berpangkat Junso Butyo (Komandan Polisi) yang baru kembali mengikuti Pendidikan di Syonatou Singapura, tak lama kemudian Mas Kadiran di pindahkan ke Sibolga diangkat sebagai Pelatih “Toko Betsu Kaisatsu Tai “ Sibolga, setelah beberapa lama di Sibolga Mas Kadiran di pindahkan ke Natal dan diangkat sebagai “ Kepala Toko Betsu Kaisatsu Tai Natal”. Dengan adanya Pembentukan “ Tentara Rakyat Jepang (Giyogun) maka Pasukan “Toko Betsu Kaisatsu Tai Keresidenan Tapanuli di bubarkan oleh Pemerintah Jepang dan sebagian Anggota Toko Betsu Kaisatsu Tai dimasukkan pada Pasukan “Gyogun” dan sebagian lagi dimasukkan pada “Polisi Umum Jepang” dan Mas Kadiran di pindahkan ke Sibolga dengan jabatan sebagai Staf Chiang-Bu (Markas Polisi Jepang Keresidenan Tapanuli ). Pada waktu berada di Sibolga Mas Kadiran beserta teman-teman Polisi lainnya di tangkap oleh Kompetai (Polisi Militer Jepang), di tuduh sebagai mata-mata Sekutu. Dalam Tahanan itu Mas Kadiran mendapat siksaan yang sangat berat dari Kompetai, namun dalam Pemeriksaan berikutnya Mas Kadiran dan kawan-kawan tidak terbukti sebagai mata-mata Tentara sekutu di Tapanuli dan maka mereka semua dibebaskan Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
dan bekerja kembali. Mas Kadiran di pindahkan ke Balige menjadi Wakil Kepala Polisi Umum Kabupaten Toba di Balige. Dengan kalahnya Tentara Jepang dalam Perang dunia ke –II dan menggemanya pekik Kemerdekaan bagi Rakyat Indonesia ke seluruh pelosok Tanah air Indonesia, begitu juga Keresidenan Tapanuli berdasarkan SK. Gubernur Sumatera T.M. Hasan diangkatlah Dr. Ferdinan Lumban Tobing sebagai Residen Tapanuli yang berkedudukan di Tarutung dan pada awal Oktober 1945 di kibarkanlah BENDERA Merah Putih di lapangan tarutung yang di pimpin oleh Residen Tapanuli Dr. F. Lumban Tobing dan juga di hadiri oleh Mas Kadiran. Sepulang dari Tarutung Mas Kadiran mempengaruhi Kepala Polisi Jepang Toba (T. Syoga) agar kiranya di Asrama Polisi Balige dapat di kibarkan bendera Merah Putih. Dengan persetujuan Kepala Polisi Umum Jepang maka berkibarlah Sang Saka Merah Putih di Asrama Polisi Umum Jepang di Balige walaupun dengan ancaman Tentara Jepang di Balige tetapi Kepala Polisi Umum Jepang (T. Syoga) tetap mempertanggung jawabkan karena beliau berpendapat bahwa Kemerdakaan Indonesia tidak dapat di halang – halangi lagi. Dengan berangkatnya Tentara Jepang/Pemerintah Sipil Jepang di Balige maka Mas Kadiran langsung mengambill alih tugas Kepala Polisi untuk Toba di balige, setelah Jabatan Kepala Polisi Umum Toba Balige di pegang oleh Mas Kadiran beserta Anggota bekas Polisi Pemerintahan Belanda dan Jepang pulang kembali ke Jawa dan ada yang kembali ke Kampung masing-masing, yang masih tinggal hanya 25 orang yang berjiwa Setia dan Patuh di bawah pimpinan Mas Kadiran dengan kesadaran dan tanggung jawab pada Nusa dan bangsa dan pada saat itu Pemerintahan Jepang hanya memberikan 10 Pucuk senjata Karabyn dan 15 buah Samurai. Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dengan bermodalkan Anggota 12 orang, senjata 10 Pucuk dan Samurai 15 buah. Mas Kadiran membentuk “Polisi Istimewa” di Balige dalam arahannya kepada anak buahnya Mas Kadiran mengatakan “bahwa untuk menjaga Keamanan dengan bermodalkan senjata 10 Pucuk dan Samurai 15 buah itu sudah cukup, akan tetapi untuk mempertahankan Kemerdekaan belum lah berarti apa-apa. Maka kita harus mencari Senjata sebanyak-banyaknya” salah satu usulnya adalah merampas Senjata Jepang di Gudang senjata Jepang di Parapat. Pada tanggal 19 Oktober 1945 Pasukan Polisi Istimewa di pimpin oleh Mas Kadiran di bantu oleh Masyarakat merampas Gudang Senjata Jepang di Parapat, dengan mengunakan Tehnik Serangan Fajar pada pukul. 04.00. Wib. Pasukan Istimewa yang dibantu oleh Masyarakat dapat menguasai Gudang Senjata dan merampas isinya, dari rampasan tersebut berhasil menyita 20 pucuk senjata, 60 buah Granat tangan dan 50 Stel pakaian Tentara Jepang dan 2 Peti Amunisi sesuai dengan perjanjian senjata dan Amunisi untuk Pasukan Polisi Istimewa sedangkan Pakaian diserahkan kepada Masyarakat. Kabar kemenangan Pasukan Polisi Istimewa Pimpinan Mas Kadiran sampai ke Desa-desa Rakyat bersorak sorai dan nama Mas Kadiran dan anak buah menjadi harum dan rakyat memberikan bahan makanan berupa beras dll. Kepada Pasukan Mas Kadiran dan antara Rakyat dan Pasukan Polisi Istimewa menyatu yang membuat Polisi Balige bertambah semangatnya. Mas Kadiran meminta kepada T. Syoga bekas Kepala Polisi umum Jepang di Balige untuk meminta senjata pasukan Jepang di Sopo Surung tiga hari kemudian T. Syoga menyerahkan senjata kepada Mas Kadiran sebanyak 20 Pucuk model US. Karabyn dan Amunisi 2 Peti dan Mas Kadiran mengucapkan terima kasih kepada T. Syoga. Kabar penyerahan senjata di Perapat dan di Sopo Surung telah tersiar luas Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
keseluruh Kabupaten Toba dan Kepercayaan Rakyat kian bertambah kepada Pasukan Polisi Istimewa Toba Pimpinan Mas Kadiran. Karena banyaknya senjata, sedangkan Polisi Istimewa hanya 12 orang maka Mas Kadiran menambah anggotanya dengan mengambil anak-anak dari Polisi yang sudah remaja dan Pemuda-pemuda Balige yang bersemangat
juang dami
mempertahankan Kemerdekaan. Mereka dilatih baris berbaris, diajarkan cara mempergunakan Senjata, teori menyerang musuh dan lain sebagainya di bidang ini Mas Kadiran sudah termasuk ahli karena beliau bekas Kepala dan Pelatih Toko Betsu Kaisatsu Tai di tambah pernah di latih Kemiliteran di Luar Negeri Terdengarlah berita bahwa tentara Jepang di Tarutung akan membuang Senjata beserta Amunisinya di Danau Toba Sebanyak 5 Truck. Pada tanggal 17 Desember Mas Kadiran beserta Anak buahnya berangkat ke Sipintu-Pintu yang jaraknya 14 Km dari Balige menuju Tarutung. Medan nya sangat baik untuk melakukan Penghadangan, setelah menanti selama 3 hari Truck Tentara Jepang tiba di SipintuPintu tetapi tidak bisa melanjutkan perjalanan karena terhalang oleh Bebatuan di jalanan. Pasukan Polisi Istimewa Balige beserta masyarakat yang siap membantu apabila di perlukan. Tentara Jepang berhenti dan berdialog dengan Mas Kadiran dengan dialog yang alot akhirnya Tentara Jepang meminta berdamai dengan syarat semua Senjata di buang ke dalam jurang Sipintu-Pintu saja. Maka Komandan Tentara Jepang memerintahkan anak buahnya untuk membuang seluruh Senjata dan Amunisi kedalam jurang, dalam waktu singkat seluruh senjata dan Amunisi sudah dibuang seluruhnya kedalam jurang, dan anak buah Mas Kadiran menyingkirkan Bebatuan agar Truck
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Tentara jepang bisa lewat tak lama kemudian Truck Tentara Jepang pergi menuju ke Perapat. Setelah Tentara Jepang pergi anak buah Mas Kadiran di bantu oleh Masyarakat mengambil Senjata Jepang yang di buang di Jurang Sipintu-Pintu, setelah diambil maka terkumpul lah sebanyak 179 Pucuk US. Karabyn Cal. 8,6 mm, 15 Pucuk Pistol Vicher dan 12 Pucuk jenis Carabyn Johson, 30 Peti Cal.8,6 mm dan 8 Peti Amunisi Pistol. Dengan adanya Hasil Rampasan senjata Jepang di Sipintu-Pintu maka Mas Kadiran menambah Anggota Pasukan Polisi Istimewa bekas Militer Belanda, Giugun, Heiho dan Pemuda-pemuda Rakyat Balige dengan demikian Pasukan Polisi Istimewa Balige pimpinan Mas Kadiran bertambah besar dan kuat. Pemerintahan Keresidenan Tapanuli dibawa Pimpinan Dr. F.L. Tobing melihat perkembangan yang sangat pesat dari Pasukan Polisi Istimewa Balige dan atas desakan Komite Nasional Indonesia. Di Tarutung pada Pemerintahan Tapanuli maka atas Perintah Kepala Polisi Keresidenan Tapanuli Maka Pasukan Polisi Istimewa Balige Pimpinan Mas Kadiran di pindahkan ke Ibu Kota Tapanuli di Tarutung dan Kepolisian Toba diserahkan kepada Sarif Sihombing. Kepindahan Pasukan Polisi Istimewa ke Ibu Kota Tapanuli di Tarutung dengan tugas untuk menegakkan Hukum dan menjaga Keamanan serta menjamin Keamanan di seluruh Keresidenan Tapanuli, berdasarkan keputusan Residen Tapanuli Bapak F.L. Tobing “Pasukan Istimewa Polisi” di ganti namanya menjadi “Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli”. Dengan berubahnya nama “Pasukan Polisi Istimewa” menjadi “Barisan Istimewa Polisi” maka jangkauan dan Wewenang lebih besar maka Mas Kadiran ingin Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
menambah kekuatan dan persenjataannya dan Mas Kadiran segera merencanakan pembongkaran Senjata dan Amunisi Jepang di Tarutung, melakukan perundingan dengan Kepala Tentara Jepang di Sibolga, Padang Sidempuan dan Kota Nopan. Dari hasil perundingan tersebut Mas Kadiran menerima Senjata dari Tentara Jepang berupa 8 Pucuk Senapan Mesin Bren MK-II, Senapan Mesin Penembak Kapal Terbang 2 Pucuk beserta Amunisi dari berbagai jenis senjata 100 karung dan 8 Peti Adanya Anasir Pengacau Keamanan di Daerah Tapanuli yang menamakan dirinya “Laskar Rakyat“ dari Sumatera Timur yang terdiri dari Suku Karo, Suku Aceh dan Suku Tapanuli yang dipimpin oleh Arifin Nainggolan bersama teman-temannya dengan maksud untuk menangkapi Kepala Nagari (Raja-Raja) yang ada di seluruh Tapanuli, dengan adanya Gerakan Revolusi Sosial yang datangnya dari Sumatera Timur, maka atas Perintah Residen Tapanuli F.L. Tobing Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli Pimpinan Mas Kadiran di tugaskan menghentikan Gerakan Revolusi Sosial di Samosir dan Sidikalang. Setelah mendapat Perintah dari Residen Tapanuli, maka Mas Kadiran berkoordinasi dengan Komandan Resimen – III TRI Brigade XI Tapanuli Letkol Jansen Siahaan, dalam Koordinasi tersebut disepakati untuk bekerja sama dalam penumpasan apa yang namanya Gerakan Revolusi Sosial dari Sumatera Timur. Pada hari yang telah ditentukan maka TRI Resimen – III Brigade XI Tapanuli pimpinan Letkol Jansen Siahaan dan Barisan Polisi Istimewa Polisi Pimpinan Mas Kadiran bergerak menuju Pangururan melalui Dolok Sanggul dan Tele. Sesampainya di Pangururan Pasukan Tri Resimen-III Brigade XI dan Barisan Istimewa Polisi keresidenan Tapanuli terjadi Baku tembak dengan Laskar Rakyat yang akan melakukan Revolusi Sosial di Tapanuli. Dalam pertempuran ini Kota Pangururan Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
dapat di rebut dan Laskar Rakyat dapat dilumpuhkan dan Pemimpinnya Alimin Nainggolan dapat di tangkap dan menjadi Tahanan di angkut ke Balige beserta Persenjataan dan Amunisinya. Setelah menumpas Revolusi Sosial di Samosir maka TRI dan BIP bergerak menuju ke Sidikalang untuk menumpas Gerakan Revolusi Sosial di daerah Tapanuli sampai ke perbatasan antara Tapanuli dan Aceh, setelah selama 2 bulan bertugas di Dairi Kepala Pemerintahan Dairi TRI - I Resimen Brigade XI dan Barisan Istimewa Polisi mengadakan perundingan dengan di hadir oleh Ketua-Ketua Adat dan Ketua Partai dari Perundingan tersebut dapat di sepakati bahwa Revolusi Sosial di hentikan dan jangan terulang lagi. Dengan demikian TRI dan BIP dapat mengembalikan dan memulihkan Keamanan di Daerah Dairi dan sekitarnya. Pada saat BIP dan TRI bertugas di Dairi, di Tarutung terjadi penangkapan terhadap Kepala Polisi Keresidenan Tapanuli beserta Staf-stafnya dan di tahan di Balige dengan tuduhan sebagai kaki tangan Belanda oleh “Volk Front Tarutung” dan akan di bawa ke P. Siantar Sumatera Timur untuk di adili. Demi untuk menegakkan Hukum dan memulihkan Kewibaan Kepolisian. Republik Indonesia maka Mas Kadiran mengambil langkah untuk mengadakan perundingan dengan Ketua Volk Front dan Ketua Partai Pesindo, dari hasil perundingan tersebut diadakan Pemeriksaan oleh Ketua Hukum Tarutung dari Pemeriksaan ini tidak ada Bukti PolisiKeresidenan Tapanuli sebagai Kaki Tangan Belanda akhirnya kepala Polisi Keresidenan Tapanuli. M. Nurdin dan Stafnya di bebaskan dan kembali bertugas di Tarutung. Berhubung dengan keadaan Politis, Ibu Kota Tapanuli di pindahkan ke Sibolga, maka atas perintah Residen Tapanuli Dr. F.L. Tobing maka Pasukan Barisan Istimewa Polisi keresidenan Tapanuli di Pindahkan ke Sibolga pada pertengahan Mei Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
1946. Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli Pindah ke Sibolga. Di Sibolga Mas Kadiran membangun Asrama untuk anggota Barisan Istimewa Polisi. Pada tanggal 4 Pebruari 1947 berangkatlah Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli dipimpin oleh Mas Kadiran dengan 150 anggota ke Front Medan Area. Sampai di P. Siantar Mas Kadiran menghadap kepada Kepala Polisi Sumatera yang berkedudukan di P.Siantar KBP R. Sulaiman dan bertemu dengan Gubernur Sumatera T.M. Hasan di Front Medan Area Barisan Istimewa Polisi di tempatkan di Perbaungan dan Tebing Tinggi serta di garis depan Tanjung Morawa. Tanggal 15 Pebruari 1947 dari Markas Besar Pertempuran Medan Area diadakan serangan keseluruh Pertahanan musuh dalam kota Medan, dalam serangan umum ini Belanda mengerahkan semua kekuatan dari mulai Senjata Berat, Tank dan Pesawat Terbang, dan berhasil mematahkan serangan umum Medan Area dari pihak Pejuang banyak jatuh Korban dan akhirnya Pasukan Front Medan Area mundur ke garis Belakang, begitu juga dengan Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli bertahan di Marendal, Tg. Morawa dan Pakam dan akhirnya kembali ke Perbaungan. Gagalnya perundingan Pemerintahan Indonesia dengan Pemerintahan Belanda di Linggar jati, selanjutnya tugas Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli untuk menjadi Polisi Keamanan di garis Status Quo di Medan Area namun tugas ini tidak dapat dilaksanakan namun atas Perintah Dewan Kemananan Tapanuli dan Kepala Polisi Keresidenan Tapanuli agar di tarik kembali ke Tapanuli. Berdasarkan Perintah tersebut maka Mas Kadiran memerintahkan anak buahnya yang masih berada di garis depan di tarik mundur dan kembali kepada Kepala Polisi Sumatera Timur di P.Siantar untuk kembali ke Sibolga.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Selanjutnya di Sibolga Mas Kadiran melapor kepada Dewan Pertahanan Daerah Tapanuli dan Kepala Kepolisian Keresidenan di Tapanuli tentang tugas-tugas selama di Medan Area, selanjutnya Mas Kadiran memerintahkan Konsulidasi Pasukan dalam hal ini Mas Kadiran merencanakan membuat Mobil Lapis Baja dan Beberapa Senjata Penembak jarak jauh (Meriam). Untuk mempercepat rencana pembuatan Mobil Lapis Baja Mas Kadiran meminta Beberapa orang tahanan di Lembaga Pemasyarakatan yang ahli Tehnik di keluarkan dan bergabung dengan Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli, bahanya di ambil dari bekas Mobil lapis Baja Tentara Jepang dan Tentara Belanda dan bantuan Bengkel Mobil di Sibolga dengan kerja keras akhirnya Mobil Lapis Baja tersebut selesai dan menghasilkan 1 Mobil Lapis Baja 2,5 Ton 2 Mobil Lapis Baja 1,5 Ton dan 1 Mobil Lapis Baja 1 Ton. Rencana Selanjutnya Mas Kadiran untuk menambah Senjata Penembak Jarak Jauh (Meriam) untuk ini Mas Kadiran memerintahkan Anggotanya untuk berlayar ke Pulau Poncane Gadang (Mursala) untuk mengambil bekas meriam Tentara Jepang dan Tentara Belanda, sesampainya di Pulau Poncane Gadang Mas Kadiran memerintahkan untuk memeriksa Meriam-meriam tersebut setelah di pilih maka bekas-bekas Meriam tersebut di bawa ke Sibolga untuk di perbaiki. Pada hari jum’at 28 April 1947 Kapal Perang Belanda Type Terpedo JTI Lego jangkar 1,5 Mil dari Labuhan Angin di Sibolga informasi dari Pos ALRI di G. Ketapang. Situasi di kota Sibolga menjadi tegang Dewan Pertahanan Tapanuli di berangkatkan menuju Kapal Perang untuk mengajukan Protes atas kehadiran Kapal Perang Belanda tersebut dari hasil perundingan di Kapal Belanda Kapten Kapal
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
menerimanya dan Rombongan kembali ke Darat dan Kapal Perang berangkat menuju Sabang. Pada tanggal 10 Mei 1947 Kapal Perang Belanda yang lalu kelihatan di ujung pulau Poncan Gadang dan tak lama kemudian lego jangkar 1,5 Mil dari Pelabuhan Sibolga, dengan berlabuhnya kapal Perang Belanda, Kota Sibolga siaga seluruh kekuatan dikerahkan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, Kesatuan keamanan Tapanuli mengajukan Protes yang disampaikan oleh Komandan Kompi A.L. Oswald Siahaan kepada Kapal Perang Belanda, Namun terjadi insiden maka juru runding Oswald Siahaan dengan Kapal Belanda terjadi tembak menembak. Dengan adanya insiden tersebut maka ketua Dewan Pertahanan Tapanuli memerintahkan kepada Kapal Perang Belanda untuk segera pergi meninggalkan Pelabuhan kalau tidak akan diambil tindakan. Seluruh Pasukan tempur sudah siap tembak apabila Kapal Belanda tidak pergi, karena Kapal Belanda tidak pergi maka Dewan Pertahanan memerintahkan untuk menembak kapal Belanda, akibatnya terjadi baku tembak antara Pasukan RI dengan Kapal Perang Belanda selama 6 jam, Kapal Perang Belanda menembak dengan membabi buta akhirnya Kapal Perang Belanda tersebut meninggalkan Teluk Sibolga Dengan membabi butanya kapal Perang Belanda menembaki Kota Sibolga maka Mas Kadiran memerintahkan dan mengerahkan untuk mepercepat penyelesaian pembuatan Meriam, sayang pada saat uji coba meriam, salah seorang Anggota Barisan Istimewa Polisi Keresidenan Tapanuli yang bernama “Luncius Simanjuntak” Tewas kurang satu bulan tewasnya Luncius Simanjuntak Meriam Penembak Jarak jauh selesai Mas Kadiran menamakan Meriam tersebut dengan nama Meriam “Luncius” guna untuk mengenang Nama salah seorang Anggotanya yang gugur saat uji coba Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Meriam tersebut. Akhirnya ahli-ahli Tehnik tersebut dapat menyelesaikan 3 buah Meriam, satu Meriam Penembak jarak jauh ukuran 8 inchi, satu Meriam Anti Pesawat Udara dan satu Meriam Anti Tank Cal. 3,8 inch. Agresi Belanda di Sumatera Timur semakin luas Kota –kota di Sumatera Timur sudah di kuasai oleh Belanda dan Belanda akan meluaskan daerahnya dengan menuju daerah Parapat. Berdasarkan Perintah Dewan Pertahanan Daerah Tapanuli dan Komandan MEN-I BRIG IV Tapanuli Mayor Maraden Panggabean agar Pasukan Yon IV MEN-I BRIG XI berangkat menuju Parapat menahan gerak lajunya Pasukan Belanda. Berdasarkan perintah tersebut Mas Kadiran dengan Pasukannya berangkat ke Parapat. Setibanya di Parapat Mas Kadiran mengadakan Koordinasi dengan Pasukan Resimen III Tapanuli dibawah Komando Letkol Jansen Siahaan dan dalam Koordinasi ini di sepakati bahwa Mas Kadiran sebagai Komandan Pertempuran di Parapat guna membendung gerak Pasukan Belanda. Pasukan MBK/YON – IV MEN – I dan Anggota MEN – III dibantu Masyarakat membuat Pertahanan Barikade di jalan besar yang disusun dari Aek Nauli sampai Parapat dan mengadakan Pos-Pos pengintaian dan Pertahanan secara Estafet dari Aek Nauli sampai Parapat. Pada hari ke 15 di Parapat didapat berita dari penyelidik bahwa Pasukan Belanda sudah berada 15 Km dari Aek Nauli, maka Pasukan yang berada di bawah Komando Mas Kadiran siap untuk melawan dengan cara Penghadangan dan Penghancuran di Aek Nauli, pada pukul 03.00 Wib seluruh Pasukan sudah siap di Aek Nauli dan pada pukul 05.00.Wib terjadilah pertempuran yang sengit di jalan besar Aek Nauli – Parapat.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pukul 10.00.Wib muncul 2 Pesawat Terbang Belanda dengan menembaki Pertahanan – pertahanan dan tempat penting di Parapat, munculnya 2 Pesawat Terbang milik Belanda menembaki Pertahanan Pasukan Mas Kadiran secara membabi buta sehingga mengakibatkan Pertahanan Pasukan menjadi terpecah dan Mas Kadiran memerintahkan Pasukannya untuk mundur ke Parapat. Dalam Pertempuran ini Pasukan MAS KADIRAN mengalami banyak kerugian. Dalam waktu 21 hari lamanya Pasukan MBK/YON IV MEN – I Tapanuli Pimpinan Mas Kadiran, atas PerintahDewan Pertahanan dan Komandan Resimen – I BRIGADE IX Tapanuli agar Pasukan MBK Tapanuli /YON IV MEN – I BRIG XI kembali ke Induk Satuan di Sibolga dan Komandan Parapat Area di serah terimakan kepada Mayor Leberty Malau di Parapat. Pada tahun 1952 bulan September Mas Kadiran di pindah tugaskan ke Sulawesi dengan Jabatan Wakil koordinator dan Inspektur Mobil dari Gape Sulawesi dan sebagai Komandan adalah Tengku Sani Kompol Kelas - I dan di Sulawesi Mas Kadiran di Perintahkan untuk menumpas gerombolan Darul Islam/Tentara Islam (DI/TII) Pimpinan Kahar Muzakir dalam penumpasan ini Mas Kadiran memimpin Kompi 5127 selama 1 Tahun. Mas Kadiran dan pasukannya mengadakan Pertempuran dan Pembersihan gerombolan dengan DI/TIII tak lama kemudian Mas Kadiran di tarik ke Induk Satuan. Pada pertengahan Maret 1958 Mas Kadiran di panggiil Pak M.Yasin untuk diajak ke Medan. Mas Kadiran memohon kepada Bapak M. Yasin kalau bisa yang lain saja dengan alasan Keluarga, namun Bapak M. Yasin menolak Permohonan Mas Kadiran dan akhirnya Mas Kadiran ikut Bapak M.Yasin ke Medan.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Pada tanggal 18 Maret 1958 pukul 14.00. Wib Mas Kadiran dan Bapak M.Yasin dan Kombes Pol Hakim Nasution tiba di Bandara Polonia Medan dan langsung menuju ke kediaman Bapak Brigjend Djati Kesumo di Gelugur, dalam hal ini Bapak Djati Kesumo menerangkan kepada Mas Kadiran apa yang sudah terjadi di Sumatera Utara dan banyak Anggota kepolisian yang ikut dalam Pemberontakan DI/TII dan PRRI. Dalam perundingan dengan bapak M. Yasin, Bapak Hakim Nasution dan Bapak Jati Kesumo yang di dampingi oleh Mas Kadiran. Bapak Jati Kesumo meminta agar Kepolisian Sumut-Aceh di pulihkan kembali dan meminta satu orang Kader-kader Kepolisian untuk mengikuti gerakan-gerakan Tentara dalam memulihkan Keamanan di Sumatera Utara. Untuk memenuhi permintaan Bapak Djati Kesumo, maka Bapak M.Yasin memerintahkan Mas Kadiran untuk mengikuti Gerakan Tentara dalam Pemulihan Keamanan di Tubuh Mobrig Sumut – Aceh selanjutnya M.Yasin melaporkan kepada Kepala Kepolisian Negara untuk mengirim dan menunjuk seorang Kepala Kepolisian Sumatera Utara, karena Kepala Kepolisian Sumut Bapak Muhammad Isa sudah masuk dalam Pemberontakan DI/TII Aceh, sedangkan Kepala Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade Sumut-Aceh yaitu Bapak Dompak Tampubolon sudah masuk PRRI di Sumatera Utara dan Sumbar. Untuk mengembalikan Nama baik Kepolisian/Mobile Brigade Sumut-Aceh yang pertama di lakukan Mas Kadiran adalah mendatangi Kantor Koord. Ins Mobrig Sumut Aceh di Kampung Keling , pada saat itu kantor Polisi tersebut sunyi tidak ada orang keesokan harinya baru ada beberapa Anggota Mobring Sumut-Aceh datang, setelah dijelaskan oleh Mas Kadiran tentang kedatangan Bapak M.Yasin dan Bapak
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Hakim Nasution, dimintakan kepada mereka untuk bekerja seperti biasa sambil menunggu Perintah Mas Kadiran. Bapak M.Yasin memerintahkan Mas Kadiran untuk memanggil Dompak Tampubolon Pejabat Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade Sumut – Aceh untuk menghadap Bapak M.Yasin di Hotel Deboer, Mas Kadiran langsung mendatangi Rumah Bapak Dompak Tampubolon dan membawanya menghadap Bapak M.Yasin. setelah beberapa lama pembicaraan antara Bapak M.Yasin dan Bapak Dompak Tampubolon, Bapak M.Yasin memanggil Mas Kadiran dan memerintahkan kepada Mas Kadiran mulai besok Mas Kadiran memangku Jabatan sebagai Komandan Koordinator dan Inspektur Mobile Brigade Sumut – Aceh. Dengan penunjukan Mas Kadiran tersebut maka Mas Kadiran harus menyelesaikan tugas yang berat antara lain memulihkan Kewibaan kepolisian di Sumut-Aceh dan turut pula dalam Operasi Militer dalam pemulihan Keamanan terhadap pemberontakan PRRI di Sumatera Utara yang di pimpin oleh Kolonel M. Simbolon. Berdasarkan Laporan-Laporan dan daftar nama-nama yang di dapat dari Anggota yang masih setia dan patuh terhadap Pemerintahan Republik Indonesia, maka Mas Kadiran mengadakan pembersihan di Tubuh Mobile Brigade Sumut-Aceh dan para Kader dan Anggota yang tersangkut di serahkan kepada tim Pemeriksa Gabungan yang di datangkan dari Jakarta yang dipimpin oleh Bapak Kombes Pol Soeparjo Kepala bagian Reserse Kriminal DKN Jakarta, diantara yang di tangkap adalah Kombes Pol Muhammad Isa. Kepala Kepolisian Propinsi Sumatera Utara, dan IPTU Kelas-I Dompak Tampubolon Pejabat Koordinator Mobrig Sumut – Aceh. Setelah selesai mengadakan pembersihan dan Penangkapan terhadap para Kader dan Anggota
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
– Anggota Kepolisian Sumatera Utara maka berangsur-angsur Keamanan dan Kewibawaan Kepolisian telah dapat di pulihkan kembali. Pada Juni 1959 Mas Kadiran Komandan Komobda Sumut-Aceh mendapat surat Perintah dari Markas Besar Kepolisian di Jakarta untuk menjadi Komandan Upacara HUT Kepolisian Negara R.I yang di pusatkan di Jogjakarta, Mas Kadiran berangkat tanggal 15 juni dari Medan ke Jogjakarta, setelah melaksanakan latihan beberapa lama maka Mas kadiran di tetapkan sebagai Komandan Upacara. Pada tanggal 1 Juli 1959 Hari Ulang Tahun Kepolisian Negara Republik Indonesia bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Presiden RI, Ir Soekarno dan sebagai Komandan Upacara adalah Komisari Polisi Tk-I. Upacara ini di hadiri oleh para Mentri-Mentri Kabinet, Kepala dan Staf 3 Angkatan serta Duta Besar. Para Atase Milter Negara-Negara sahabat dan Perwira-Perwira tinggi dari Kepolisian, sedangkan Pasukan yang ikut dalam Upacara adalah Pasukan dari Mobrig Jawa Timur, Jawa Tengah, Resimen Mobrig Pusat, Resimen PTIK, Polisi Lalu Lintas, Polisi Perairan dan Polisi umum. Pada saat Upacara Protokol memberitahukan lewat pengeras suara bahwa yang bertindak selaku Komandan Upacara HUT Kepolisian Negara R.I. adalah Kepala Komandemen Mobrig Daerah Sumut – Aceh Komisaris Polisi Kelas-I Mas Kadiran yang berjuluk “Singa Dari Tapanuli” sejak itu Mas Kadiran terkenal dengan Julukan “Singa Dari Tapanuli” Pada Tahun 1962 Mas Kadiran mamasuki masa persiapan Pensiun dan Jabatan Komandan Brimob Daerah Sumut-Aceh diserah terimakan kepada Bapak Amir Sunaryo, pada tahun 1969 Mas Kadiran dipensiunkan dari tugas-tugasnya sebagai Anggota Kepolisian RI, dengan alasan mengundurkan diri.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Sejarah perjuangan Korps Bromobdasu, bukan saja menjadi kebanggan Polri, akan tetapi menjadi kebanggan Mayarakat Sumatera Utara khususnya, dan umumnya masyarakat Indonesia, karena Brimobdasu tidak pernah absent dalam perjuangan bersenjata. 2. Brimobdasu didalam menjalankan wewenang dan tanggung jawab Tupoksinya di tahun 1961 – 1971 kerap sekali tumpang tindih (diskriminasi) dengan ABRI, disamping menjaga keamanan dan ketertiban internal, Brimobdasu juga didalam kendali ABRI didalam menjaga keamanan dan ketertiban Eksternal, seperti penembakan kapal perang Belanda Terpedo pada tanggal 28 April 1947. 3. Brimobdasu memiliki sejarah yang terkenal dan berperan besar di tahun 19611971 dalam rangka mempertahankan kemerdekaan serta
memerangi
insurgensi dan pemberontakan, diantaranya : a. Persiapan Pasukan Brimob ke Irian Barat Dalam Rangka Ops Trikora b. Persiapan Pasukan Brimob ke Perbatasan Malaysia Ops Dwikora c. Penumpasan/Operasi G30S/PKI
5.2. Saran 1. Untuk
membangun kembali dan memperluas peran Brimob didalam
menjalankan Tupoksinya menjaga keamanan dan ketertiban internal sekaligus Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
melayani masyarakat yang optimal, hendaknya pemisahan Polri dan TNI sudah dilakukan sejak tahun 1961-1971, sehingga polisi dapat memperoleh tanggung jawab keamanan internal yang seutuhnya. 2. Persoalan masa lalu tidak dapat dipisahkan dengan sejarah pertumbuhan Brimob pada umumnya, karena pertumbuhannya tidak bisa terlepas dari sejarah dan proses pertumbuhan Negara dan Bangsa, untuk digunakan Retinrospeksi dan Instrospeksi Korps Brigade Mobil (Brimob) Daerah Sumatera Utara.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA Bill, Moyer, Merencanakan Gerakan, Yogyakarta : Pustaka Kendi, 2004. De Graaff, P, Ant, Napak Tilas Tentara Belanda dan TNI, Cawang, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997 Dimayati, Muhammad, Sejarah Perjuangan Indonesia, Djakarta : Widjaya, 1951. Gongong, Anhar, Seminar Sejarah Nasional V Sub Tema Sejarah Perjuangan, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradional Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1990. Hutabarat, Parulitan (dkk), Perjuangan Korps Brigade Mobil Polri Masa Perang Kemerdekaan RI. Pemerintah Darurat RI di Sumatera, Medan : Yayasan Keluarga Besar Pejuang Kemerdekaan RI. Benteng, Hurawa, 1996. Kartodirjo, Sartono, Pemikiran dan Pekermbangan Historiografi Indonesia Suatu Alternatif, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1983. , Beberapa Kecenderungan Dari Studi Sejarah di Indonesia Dalam Sejarah Monografi Indonesia, Yogyakarta : Jurusan Ilmu Sejarah dan Geografi Sosial IKIP Sanata Dharma, 1980. Manihuruk, AE. (dkk), Perjuangan Rakyat Semesat Sumatera Utara, Jakarta : Forum Komunikasi Ex Teritorium VII Komando Sumatera, 1979. Reid, Anthony, Perjuangan Rakyat Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1987. Syahnan, H.R. Dari Medan ke Pedalaman dan Kembali Lagi ke Kota Medan, Medan : Dinas Sejarah Kodam II/BB, 1982.
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
LAMPIRAN 1. LASKAR PERANG INDONESIA
Jenderal Sudirman
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Kartosoewirjo LAMPIRAN 2. PERJANJIAN RENVILLE
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Suasana Perjanjian diatas Kapal USS "Renville" (17 Jan 1948). Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, Agus Salim dan Achmad Soebardjo. Sedangkan Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
LAMPIRAN 2. TENTARA RAKYAT INDONESIA (TRI)
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
LAMPIRAN 4. MARKAS BRIMOBDASU
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
LAMPIRAN 5. BENTENG HURABA
LAMPIRAN 5. LAMBANG BRIMOBDASU
1. Bentuk
2. Warna 3. Nama 4. Arti
Sisi kiri Dhuaja berisi lambang Pataka Polda Sumut yang bertulis kan : “SATYA BHAKTI JAYA”. Sisi Kanan Dhuaja berbentuk Benteng dan berlatar Bukit Barisan. Benteng berwarna Hitam berarti Kebenaran. Deretan Bukit Brisan : berwarna Biru menandakan Kedamaian. “ SATYA BAPRA KOSALA “ ( Benteng Kokoh yang menghadirkan : ketentraman dan kemakmuran ) . : Satya = Setia kepada Negara dan Etika Profesi Polri. Bapra = Benteng Kokoh yang mampu melindungi dan menentramkan
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
Masyarakat
5. Makna
Kosala = Tanah air yang dapat memakmurkan dan mense jahterakan Masyarakat "Sat Brimob Polda sumut dengan tangguh menghadapi berbagai tantangan dan gangguan dalam ikut menciptakan Ketentraman : Masyarakat di wilayah Polda Sumut, serta senantiasa setia kepada Etika Profesi Polri”
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
LAMPIRAN 6. STRUKTUR ORGANISASI
LAMPIRAN 7.
TOKOH – TOKOH YANG PERNAH MEMIMPIN BRIMOB DI SUMATERA UTARA
AKBP MAS KADIRAN 1945-1965
AKBP K. E. LUMI 1965-1973
LETKOL POL P. HUTABARAT 1973-1980
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009
LETKOL POL ALEX TUMBOL 1980-1985
LETKOL POL Drs. P.E. KALANGI 1987-1990
LETKOL POL Drs. BAMBANG SUEDI 1994-1999
KOMBES POL Drs. H. SYAFEI AKSAL 2001-2003
LETKOL Drs. SUMADI MUJIONO 1985-1986
LETKOL POL JHON PAPALANGI 1986-1987
LETKOL POL Drs. W.S. PATTIASINA 1990-1993
LETKOL POL Drs. KRIS HERMANTO 1993-1994
LETKOL POL H. SUDARYANTO, SH 1999-2000
SUPERINTENDENT Drs. F. PRIHANTORO 2000-2001
KOMBES POL Drs. KOMBES POL Drs. NURAD COSMAS LEMBANG ISMAIL 2003-2006 2006-2008
Dedy Irawan : Peranan Brigade Mobil (BRIMOB) Dalam Menjaga Keamanan Dan Ketertiban Di Sumatera Utara (1961-1970), 2009. USU Repository © 2009