PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl A. Yani No. 70 Bogor 16161
Abstract The objectives of this paper are to analyze: (a) The dynamic role of rural agro industry on Indonesian economy; and (b) Perspective of rural agro-industry development. Rural agro-industry in this context is the smallscale and home industry of food, beverage and tobacco industries. The role of rural agro industry in this case is its significant role in labor absorption and in added value generation. Descriptive analysis on agro industry role in this paper was based on small-scale/home industry statistic (Statistik IKKR), 1998-2003. This study shows that the role of agro industry in labor absorption was the highest and added value generation was the lowest. In respect to the unemployment and poverty issues in rural areas, rural agro industry has a good opportunity to become an alternative to solve the problems, although many constraints are embedded in its development. Policies to support the development of rural agro-industry are suggested through the increasing capacity of human resources, technology, infrastructure and partnerships between large and medium industries with small-scale/home industries. Key words : agro industry, rural area. Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji: (i) Dinamika peranan agroindustri perdesaan dalam perekonomian; dan (ii) Perspektif pengembangan agroindustri perdesaan. Yang dimaksud dengan agroindustri perdesaan, adalah Industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil dan rumah tangga. Yang dimaksud dengan peranan agroindustri perdesaan dalam perekonomian adalah peranan industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil dan rumah tangga dalam penyerapan tenaga kerja, dan penciptaan nilai tambah. Data yang digunakan adalah Statistik IKKR tahun 1998-2003, dengan metoda analisis deskriptif analitik. Hasil kajian menunjukkan bahwa agroindustri perdesaan berperanan besar dalam penyerapan tenaga kerja di perdesaan, namun peranannya relatif kecil dalam penciptaan nilai tambah. Terkait dengan permasalahan pengangguran dan kemiskinan di perdesaan, agroindustri mempunyai perspektif untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut. Namun, masih ditemui kendala dalam pengembangannya. Implikasinya adalah pengembangan agroindustri harus didukung dengan kebijakan pemerintah untuk mengatasi kendala dan hambatan pengembangan agroindustri perdesaan. Diperlukan kebijakan yang komprehensif dari penyediaan bahan baku sampai dengan pemasaran, serta dukungan SDM, teknologi, sarana dan prasarana, dan kemitraan antara agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumahtangga Kata kunci : agroindustri, perdesaan
PENDAHULUAN Pembangunan industri di Indonesia dimulai sejak Pelita II, bersamaan dengan masuknya penanaman modal dari luar negeri (PMA). Kebijakan ini terutama untuk mendorong terciptanya struktur perekonomian yang seimbang, sehingga diharapkan terjadi transformasi struktural perekonomian, dari dominasi sektor pertanian ke dominasi sektor industri, termasuk agroindustri didalamnya. Dalam rangka mewujudkan struktur perekonomian yang seimbang, kebijakan pengembangan agroindustri memiliki beberapa sasaran sekaligus,
yakni: (!) Menarik pembangunan sektor pertanian; (2) Menciptakan nilai tambah; (3) Menciptakan lapangan pekerjaan, (4) Meningkatkan penerimaan devisa; dan (5) Meningkatkan pembagian pendapatan. Namun, transformasi struktural perekonomian Indonesia yang terjadi tidak berimbang. Sektor industri mampu menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif besar, namun tidak diikuti oleh peningkatan penyerapan tenaga kerja yang seimbang, sehingga terjadi ketimpangan produktivitas tenaga kerja antar sektor (Erwidodo, 1995; Simatupang dan Purwoto, 1990; Rusastra et al., 2005). Agroindustri sebagai penarik pembangunan sektor
101
pertanian diharapkan mampu berperan dalam menciptakan pasar bagi hasil-hasil pertanian melalui berbagai produk olahannya. Disadari benar bahwa pengembangan agroindustri, belum dapat mencapai sasaran seperti yang dicanangkan sejak Pelita II. Pembangunan pertanian juga belum memberikan hasil yang optimal. Untuk mendukung pembangunan pertanian tersebut, maka pada tanggal 11 Juni 2005 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan program revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan (RPPK) di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat. Salah satu arah kebijakan yang perlu ditempuh dalam pembangunan pertanian jangka panjang adalah mewujudkan agroindustri berbasis pertanian domestik, yaitu agroindustri skala kecil di perdesaan dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. Secara agregat, berdasarkan analisis Tabel I-O (Tabel Input-Output) tahun 1985 2000. menunjukkan peranan agroindustri dalam mencipkatan PDB (nilai tambah) dan penyerapan tenaga kerja meningkat relatif besar (Erwidodo, 1995; Supriyati et al., 2006). Namun demikian, peranan sektor agroindustri dalam penciptaan nilai tambah dan devisa masih lebih rendah dibandingkan dengan sektor non agroindustri. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pembangunan industri yang dicanangkan sejak Pelita II (awal 1980an), bias ke non agroindustri (Supriyati et al., 2006). Penelitian menurut skala usaha menunjukkan bahwa struktur agroindustri di Indonedia didominasi oleh industri skala rumah tangga (Rachmat, 1995; Supriyati et al., 2006).
Hasil Hutan), Kelompok Non IKAHH. Dalam IKAHH dibedakan menjadi: (1) Industri makanan, minuman dan tembakau; (2) Industri barang kayu dan hasil hutan lainnya; (3) Industri kertas dan barang cetakan; (4) Industri pupuk, kimia dan bahan dari karet; dan (5) Industri semen, dan barang galian bukan logam. Yang dimaksud dengan agroindustri dalam analisis ini adalah Industri makanan, minuman dan tembakau. Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan industri menurut kriteria jumlah tenaga kerja, sebagai berikut: (1) Industri Rumah Tangga: 1–4 orang; (2) Industri Kecil: 5–19 orang; (3) Industri Menengah: 20–99 orang; dan (4) Industri Besar: 100 orang ke atas. Yang dimaksud dengan agroindustri perdesaan adalah Industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil dan rumah tangga, dengan asumsi IK dan IKR sebagian besar dilaksanakan di wilayah perdesaan. Yang dimaksud dengan peranan agroindustri perdesaan dalam perekonomian adalah peranan industri makanan, minuman dan tembakau yang berskala kecil dan rumah tangga dalam penyerapan tenaga kerja, penciptaan nilai output dan nilai tambah. Jenis Data dan Metode Analisis
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, tujuan dari tulisan ini adalah: (i) Mengkaji dinamika peranan agroindustri perdesaan dalam perekonomian; dan (2) Perspektif pengembangan agroindustri perdesaan.
Tulisan ini menggunakan data sekunder dari BPS yaitu Statistik Industri Kerajinan dan Rumah Tangga (IKKR) tahun 1998-2003. Data dari Statistik IKKR menurut skala usaha dibedakan menjadi Industri Kecil (IK) dan Industri Kerajinan dan Rumah Tangga (IKR). Menurut klasifikasi industri hanya diperinci menjadi 3 digit, jenis-jenis industri dan kode KLUI/ISIC pada agroindustri IKKR ditampilkan pada Tabel 1. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analitik, peranan agroindustri perdesaan dianalisis dengan pangsa agroindustri perdesaan terhadap total agroindustri.
METODOLOGI
Tabel 1. Jenis Industri dalam Kelompok Agroindustri Perdesaan
Batasan Agroindustri Perdesaan dan Perekonomian Secara umum dalam industri pengolahan dibedakan dalam 2 kelompok besar yaitu : (1) Industri Migas; dan (2) ) Industri Nonmigas. Industri nonmigas dibedakan menjadi menjadi Kelompok IKAHH (Industri Kimia Agro dan
102
KLUI/ISIC 311 312 313 314 Sumber : BPS
Jenis Industri Kerajinan dan Rumah Tangga (IKKR) Industri makanan Industri makanan lainnya Industri minuman Industri pengolahan tembakau dan rokok
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan tingkat teknologi yang relatif tinggi pada kedua gologan usaha tersebut. Penyerapan tenaga kerja pada sektor agroindustri pada tahun 1998 mencapai 3,3 juta orang, meningkat menjadi 3,9 juta orang pada tahun 2003 (dengan laju pertumbuhan 3,4%/tahun). Penyerapan tenaga kerja pada agroindustri pada tahun1998 tertinggi pada IKR (1,4 juta orang atau sekitar 44,6%), sementara itu pada IK relatif kecil (403 ribu orang atau sekitar 12%). Pada periode 1998-2003 ada kecenderungan peningkatan penyerapan tenaga kerja pada IK dan IKR, dengan laju peningkatan masing-masing 5,6 dan 3,12 persen per tahun. Disamping itu juga terjadi kecenderungan penurunan proporsi penyerapan tenaga kerja pada IKR, dan peningkatan pada IK, hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan pada IKR lebih kecil dibandingkan dengan IK (Tabel
Peranan Agroindustri Perdesaan Pada periode tahun 1998-2003, struktur agroindustri secara agregat dari sisi jumlah industri didominasi oleh IKR dengan proporsi di atas 90 persen (Tabel 2). Pada periode tersebut, terjadi kecenderungan penurunan proporsi IKR, meskipun masih terjadi pertumbuhan jumlah perusahaan (2,76%/tahun). Sementara itu, proporsi IK relatif kecil dibandingkan dengan IKR, namun menunjukkan kecenderungan meningkat, serta pertumbuhan jumlah perusahaan yang lebih tinggi. Apabila dicermati menurut golongan usaha, pada IKR didominasi oleh industri makanan dan makanan lainnya. Sementara jumlah industri minuman serta industri pengolahan tembakau dan rokok yang berskala IK dan IKR relatif kecil, hal ini terkait
Tabel 2. Jumlah Perusahaan Agoindustri Skala IK, IKR, Tahun 1998-2003 Tahun Golongan Usaha/ISIC Industri Kecil (IK) Ind. makanan Ind. makanan lainnya Ind. minuman Ind. pengolahan tembakau dan rokok Total IK
1998
1999
2000
2001
2002
2003
22.473 (2,89) 26.607
24.632 (2,85) 36.336
23.323 (2,64) 32.835
25.596 (2,96) 28.442
29.639 (3,04) 36.072
32.963 (3,73) 37.648
(3,42)
(4,21)
(3,72)
(3,29)
(3,71)
(4,26)
1.121 (0,14) 2.323 (0,30) 52.524 (6,75)
1.059 (0,12) 5.226 (0,61) 67.253 (7,79)
1.745 (0,20) 5.710 (0,65) 63.613 (7,20)
949 (0,11) 5.033 (0,58) 60.020 (6,95)
972 (0,10) 16.689 (1,71) 83.372 (8,56)
1.321 (0,15) 824 (0,09) 72.756 (8,22)
477.978 (55,35) 296.203 (34,30) 9.139 (1,06) 14.881 (1,72) 798.201 (92,43) (0,62) 863.573
558.897 (57,41) 267.639 (27,49) 17.948 (1,84) 40.377 (4,15) 884.861 (90,89) (0,55) 973.598
513.937 (58,09) 276.901 (31,30) 10.267 (1,16) 5.605 (0,63) 806.710 (91,19) (0,59) 884.668
Industri Kerajinan Rumah Tangga (IKR) Ind. makanan 399.357 454.144 455.406 (51,35) (52,58) (51,57) Ind. makanan lainnya 298.258 306.937 338.578 (38,35) (35,54) (38,34) Ind. minuman 14.352 18.175 14.960 (1,85) (2,10) (1,69) Ind. pengolahan 7.701 11.690 5.127 tembakau dan rokok (0,99) (1,35) (0,58) 790.946 814.071 Total IKR 719.668 (92,54) (91,58) (92,18) Ind. Skala Lainnya (0,70) (0,63) (0,62) Total Agoindustri 777.646 863.672 883.166 Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah) Keterangan : ( ) menunjukkan pangsa terhadap ioial agroindustri
Pertumbuhan (%/tahun) 7,54 4,33 -0,14 12,55 6,26
5,45 -2,57 -5,44 17,13 2,50
2,76
103
Tabel 3. Jumlah Pekerja Agoindustri Skala IK, IKR Tahun 1998-2003 Golongan Usaha/ISIC
Tahun 1998
1999
2000
2001
2002
2003
167.050 (5,01) 202.029 (6,06) 10.867 (0,33) 22.612
174.861 (4,80) 272.637 (7,48) 7.256 (0,20) 66.832
166.232 (4,51) 241.184 (6,55) 17.185 (0,47) 56.042
183.832 (5,04) 229.397 (6,29) 7.977 (0,22) 53.150
194.347 (4,67) 256.195 (6,16) 5.048 (0,12) 165.618
238.507 (6,05) 286.024 (7,25) 9.566 (0,24) 10.744
(0,68) (1,83) (1,52) (1,46) 521.586 480.643 474.356 402.558 (12,07) (14,31) (13,05) (13,00) Industri Kerajinan Rumah Tangga (IKR) Ind. makanan 846.917 966.838 970.366 1.023.861 (25,39) (26,53) (26,35) (28,07) Ind. makanan 601.007 630.307 668.078 574.535 lainnya (18,02) (17,29) (18,14) (15,75) Ind. minuman 24.885 26.690 23.868 18.035 (0,75) (0,73) (0,65) (0,49) Ind. pengolahan 14.449 23.120 9.420 25.548 tembakau dan rokok (0,43) (0,63) (0,26) (0,70) 1.646.955 1.671.732 1.641.979 Total IKR 1.487.258 (44,59) (45,18) (45,40) (45,02) Ind. Skala Lainnya (43,35) (40,51) (41,55) (41,98) Total Agoindustri 3.335.690 3.644.999 3.682.250 3.647.507 Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah) Keterangan : ( ) menunjukkan pangsa terhadap ioial agroindustri
(3,98) 621.208 (14,94)
(0,27) 544.841 (13,81)
1.232.760 (29,65) 561.427 (13,50) 39.870 (0,96) 71.018
1.085.348 (27,52) 591.441 (15,00) 19.837 (0,50) 7.748
(1,71) 1.905.075 (45,82)
(0,20) 1.704.374 (43,21)
(39,24) 4.157.686
(42,97) 3.943.962
Industri Kecil (IK) Ind. makanan Ind. makanan lainnya Ind. minuman Ind. pengolahan tembakau dan rokok Total IK
3). Menurut Supriyati et al. (2006), penyerapan tenaga kerja pada sektor industri masih didominasi oleh subsektor non agroindustri. Diantara golongan usaha pada kelompok agroindustri perdesaan, pada tahun 1998, penyerapan tenaga kerja pada industri makanan dan industri makanan lainnya IKR relatif besar, dengan proporsi masing-masing sekitar 25 dan 18 persen per tahun, sementara pada golongan usaha lain relatif kecil dengan kisaran antara 0,3-6 persen. Proporsi penyerapan tenaga kerja pada industri rokok relatif kecil, hanya sekitar 0,4 persen pada IKR dan 0,6 persen pada IK. Hal ini menunjukkan bahwa industri rokok sebagian besar berskala besar atau sedang. Dalam perkembangan 5 tahun berikutnya, penyerapan tenaga kerja pada agroin-
104
Pertumbuhan (%/tahun) 6,60 4,14 -6,61 10,70 5,65
5,72 -1,64 0,95 14,31 3,12
3,48
dustri perdesaan sebagian besar meningkat kecuali industri minuman IK dan industri makanan lainnya IKR. Hal ini terkait dengan penurunan jumlah industri kedua golongan usaha tersebut. Penyerapan tenaga kerja pada industri rokok pada periode tahun 1998-2003 berfluktuasi, namun masih menunjukkan kecenderungan meningkat. Status pekerja agroindustri IK sebagian besar pekerja dibayar, sementara pada IKR sebagian besar pekerja tidak dibayar (atau tenaga kerja dalam keluarga), seperti terlihat pada Tabel 4. Hal ini sesuai dengan sifat industri tersebut. Namun konsekuensinya adalah tenaga kerja dalam keluarga tersebut tidak memperoleh penghasilan, dan nilai output IKR didalamnya termasuk imbalan untuk tenaga kerja
Tabel 4. Pekerja pada Agroindustri Perdesaan menurut Status Pekerja, 1998-2003 IK Tidak Dibayar Jumlah Dibayar (%) (%) (orang) 1998 68,88 31,12 402.558 1999 66,38 33,62 521.586 2000 65,98 34,02 480.643 2001 72,58 27,42 474.356 2002 65,48 34,52 621.208 2003 67,59 32,41 544.841 Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah) Tahun
Nilai tambah merupakan selisih antara nilai output dengan nilai input, yang berasal dari kontribusi tenaga kerja dan investasi/ kapital. Pada industri yang padat modal, nilai tambah sebagian besar berasal dari kontribusi investasi/kapital, sementara pada industri yang padat tenaga kerja, nilai tambah sebagian besar berasal dari kontribusi tenaga kerja. Klasifikasi skala usaha pada Statistik Industri adalah berdasarkan pada tingkat penggunaan tenaga kerja, namun skala usaha tersebut juga mencerminkan perbedaan tingkat investasi dan teknologi yang digunakan, terutama antara Industri Besar dan skala usaha yang lainnya. Pada kelompok agroindustri pada tahun 1998, IKR hanya menguasai nilai tambah sebesar 6,57 persen dan IK 3,4 persen, sementara skala lainnya (Industri Besar dan Industri Sedang) menguasai nilai tambah 90 persen. Fenomena ini sunnguh menyedih-kan, diduga nilai tambah yang diperoleh agroindustri perdesaan sebagian besar merupakan upah tenaga kerja keluarga. Dinamika selama 5 tahun (1998-2003) menunjukkan bahwa proporsi nilai tambah pada IKR meningkat (dengan laju perrtumbuhan 18%/tahun), sementara pada IK proporsinya relatif tetap (meskipun masih tumbuh 13%/tahun), namun pertumbuhannya lebih kecil dibandingkan skala yang lainnya. Dengan penyerapan yang relatif tinggi dan nilai tambah yang sangat kecil, mengakibatkan produktivitas tenaga kerja yang sangat kecil juga. Artinya, agroindustri perdesaan belum mampu untuk mangatasi kemiskinan di perdesaan. Distribusi nilai tambah pada empat industri pada kelompok agroindustri menurut skala usaha berbeda-beda (Tabel 5). Pada industri makanan, pada tahun 1998 proporsi nilai tambah IKR sebesar 11 persen, dan IK sebesar 4,3 persen, ada kecenderungan pe-
Dibayar (%) 10,36 11,13 11,64 12,06 12,92 13,19
IKR Tidak Dibayar (%) 89,64 88,87 88,36 87,94 87,08 86,81
Jumlah (orang) 1.487.258 1.646.955 1.671.732 1.641.979 1.905.075 1.704.374
ningkatan pada periode berikutnya Pada masa pemulihan ekonomi, pertumbuhan nilai tambah pada IKR lebih tinggi dibandingkan dengan IK. Pada industri makanan lainnya, proporsi nilai tambah IKR dan IK pada tahun 1998 sebesar 14 dan 9 persen, meningkat pada periode berikutnya. . Pada industri minuman, proporsi nilai tambah pada IK dan IKR masing-masing adalah 4,5 dan 2,3 persen, relatif kecil dibandingkan dengan skala lainnya. Pada periode 1998-2003, nilai tambah pada IK dan IKR meningkat namun proporsinya tidak berubah secara signifikan. Pada tahun 1998, industri rokok IK dan IKR hanya menguasai nilai tambah 0,1 persen dari total nilai tambah, sementara 99,9 persen dikuasai oleh skala lainnya. Pada tahun 2003, proporsinya semakin menurun hanya 0,02 persen. Hal ini menunjukkan bahwa industri rokok pada skala usaha yang lainnya, memperoleh nilai tambah yang sangat besar dalam usahanya.. Dengan adanya perbedaan investasi dan teknologi yang sangat besar, sulit bagi agroindustri perdesaan untuk bisa mengimbangi Industri Besar dan Sedang. Perspektif Pengembangan Agroindustri Perdesaan Temuan-temuan di atas mengisyaratkan bahwa ke depan agroindustri kecil/rumah tangga harus dikembangkan, yang sekaligus diarahkan untuk mengatasi permasalahan pengangguran, kelebihan tenaga kerja sektor pertanian dan kemiskinan di perdesaan. Untuk itu diperlukan komitmen pemerintah yang kuat dalam bentuk dukungan kebijakan kemitraan dan pembagian ruang lingkup kegiatan antara agroindustri skala besar dengan skala kecil /rumah tangga. Peluang pengembangan agroindustri perdesaan masih terbuka, baik ditinjau dari ketersediaan bahan baku maupun dari sisi
105
Tabel 5. Nilai Tambah Agoindustri Skala IK, IKR Tahun 1998-2003 (Jutaan Rupiah) Golongan Usaha/ISIC
Tahun 2002
2003
1.367.399 (1,84) 1.447.952 (1,95) 48.931 (0,07) 398.720
474.852 (0,54) 1.421.972 (1,61) 35.292 (0,04) 564.131
1.544.764 (1,67) 1.547.628 (1,67) 92.966 (0,10) 9.330
(0.04) (0.11) (0.12) (0.54) 2.087.441 1.220.339 3.263.002 1.701.668 (3.40) (4.10) (2.21) (4.40) Industri Kerajinan Rumah Tangga (IKR) Ind. makanan 1.844.788 1.981.759 2.216.548 3.366.840 (3.68) (3.89) (4.01) (4.54) Ind. makanan 1.356.562 1.675.988 1.595.537 1.704.068 lainnya (2,71) (3,29) (2,89) (2,30) Ind. minuman 57.840 51.674 54.209 49.330 (0,12) (0,10) (0,10) (0,07) Ind. pengolahan 31.825 26.061 43.102 104.977 tembakau dan rokok (0,06) (0,05) (0,08) (0,14) 3.735.481 3.909.396 5.225.215 Total IKR 3.291.015 (6,57) (7,34) (7,07) (7,04) Ind. Skala Lainnya (90,03) (88,56) (90,72) (88,56) Total Agoindustri 50.070.607 50.882.620 55.297.748 74.174.374 Sumber : Statiistik IKKR 1998-2003, BPS (diolah) Keterangan: ( ) menunjukkan pangsa terhadap ioial agroindustri
(0.64) 2.496.247 (2.82)
(0.01) 3.194.688 (3.44)
4.496.939 (5.08) 1.812.504 (2,05) 160.476 (0,18) 183.792
4.967.873 (5.36) 2.699.776 (2,91) 86.982 (0,09) 7.484
(0,21) 6.653.711 (7,52)
(0,01) 7.762.114 (8,37)
(89,66) 88.503.543
(88,19) 92.744.579
Industri Kecil (IK) Ind. makanan Ind. makanan lainnya Ind. minuman Ind. pengolahan tembakau dan rokok Total IK
1998 723.861 (1,45) 927.370 (1,85) 29.219 (0,06) 21.218
1999 869.842 (1,71) 1.138.447 (2,24) 24.833 (0,05) 54.320
2000 193.368 (0,35) 904.188 (1,64) 58.960 (0,11) 63.823
permintaan produk olahan (Supriyati et al., 2006). Namun, masih ditemui kendala-kendala dalam pengembangannya, antara lain: (1) Kualitas dan kontinyuitas produk pertanian sebagai bahan baku kurang terjamin; (2) Kemampuan SDM masih terbatas; (3) Teknologi yang digunakan sebagian besar masih bersifat sederhana, sehingga menghasilkan produk yang berkualitas rendah; (4) Belum berkembang secara luas kemitraan antara agroindustri skala kecil/rumah tangga dengan agroindustri skala besar/sedang Ke depan, pengembangan agroindustri skala kecil/rumah tangga diarahkan pada: (a) Pengembangan kluster industri, yakni agroindustri yang terintegrasi dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya, (b) Pengembangan kemitraan agroindustri
106
2001
Pertumbuhan (%/tahun) 13,56 10,43 20,09 27,84 13,18
22,08 11,44 17,39 17,84 18,18
14,37
skala kecil/rumah tangga dengan agroindustri skala besar, (c) Regulasi pada agroindustri skala besar, bahan baku berupa bahan setengah jadi (bukan produk primer) hasil dari agroindustri skala kecil/rumah tangga; dan (d) Mengembangkan agroindustri yang mempunyai daya saing tinggi. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Agroindustri perdesaan berperanan besar dalam penyerapan tenaga kerja di perdesaan, namun peranannya relatif kecil dalam penciptaan nilai tambah. Hal ini mengakibatkan produktivitas tenaga kerja pada agroindustri perdesaan relatif kecil. Terkait dengan permasalahan pengangguran dan kemiskinan di per-
desaan, agroindustri mempunyai perspektif untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut. Namun, masih ditemui kendala dalam pengembangannya. Implikasinya adalah pengembangan agroindustri harus didukung dengan kebijakan pemerintah untuk mengatasi kendala dan hambatan pengembangan agroindustri perdesaan. Diperlukan kebijakan yang komprehensif dari penyediaan bahan baku sampai dengan pemasaran, serta dukungan SDM, teknologi, sarana dan prasarana, dan kemitraan antara agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA Erwidodo. 1995. Transformasi Struktural dan Industrialisasi Pertanian di Indonesia. Prosiding Agrisbisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Rachmat, M. 1995. Struktur dan Kinerja Agroindustri di Indonesia Analisa Peru-
bahan Tahun 1973-1994. Prosiding Agrisbisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Pusat penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. Rusastra,I.W., K. M. Noekman, Supriyati, Erma Suryani, R. Elizabeth, Suryadi. 2005. Analisis Ekonomi Ketenagakerjaan Sektor Pertanian dan Perdesaan di Indonesia. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Agro Ekonomi Pertanian, Bogor. Simatupang, P dan A. Purwoto, 1990. Pengembangan Agroindustri Sebagai Penggerak Pembangunan Desa. Prosiding Agroindustri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Supriyati, Setiyanto A., Suryani E. dan Tarigan H. 2006. Analisis Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor.
107