176
MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERDESAAN DALAM KLASTER AGROINDUSTRI MINYAK ATSIRI Berdasarkan
hasil
analisis
strategi
sistem,
strukturisasi
sistem
dan
pemberdayaan masyarakat PAP-Klaster, dilakukan rekayasa model konseptual kelembagaan pemberdayaan masyarakat PAP-Klaster. Gambar 65 menunjukkan model konseptual yang dirancang untuk memberdayakan petani dan petani-penyuling sebagai pelaku utama agroindustri minyak atsiri di samping komponen pelaku lainnya dalam satu sistem. Klaster agroindustri minyak atsiri masih dihadapkan pada berbagai kendala antara lain belum sinerginya kegiatan di hulu dan di hilir yang mengakibatkan para pelaku usahatani dan industri lepas panen belum merasakan adanya nilai tambah pada rantai nilai tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan suatu langkah strategis yang mampu memberikan nilai tambah pada rantai nilai sehingga dapat memberikan margin keuntungan yang proporsional antara usahatani, usaha lepas panen dan industri penyulingan/eksportir. Koperasi Usahatani dan Industri Kecil Penyulingan Adanya nilai tambah mendorong kegiatan yang ada dalam klaster agroindustri minyak atsiri dapat dilakukan secara terintegrasi antara kebun, pascapanen, dan pengolahan melalui pemberdayaan kelompok tani dalam wadah koperasi usahatani dan koperasi industri kecil penyulingan skala UKM. Koperasi usahatani dan koperasi industri kecil penyulingan pada setiap sentra produksi bersinergi melalui manajemen jejaring usaha untuk membangun kekuatan baru sehingga dapat bersaing dengan perusahaan besar yang ada di luar sentra produksi. Para petani atsiri dari masing-masing kecamatan dapat bersinergi dan membentuk sebuah kelompok tani yang akan menjadi suatu kekuatan sendiri. Beberapa kelompok tani bersepakat membangun wadah secara formal sesuai dengan kultur atau budaya masyarakat desa yaitu koperasi usahatani atau koperasi usaha bersama (KUBE). Beberapa petani-penyuling dapat bersinergi dan membentuk koperasi industri kecil penyulingan.
177
Minyak Nilam
Pemerintah Pusat Industri Penyulingan / Eksportir
Dukungan pembiayaan
Pembinaan, pengendalian dan pengawasan Kemitraan
Minyak Nilam
Kemitraan
Sarana distribusi & transportasi
Kemitraan
Pemerintah Daerah
Pasar Produk UKM: - Industri Dalam Negeri - Industri Luar Negeri
Jejaring Usaha PAP-Klaster
Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Kemitraan
Koperasi Industri Kecil Penyulingan / UKM
Dukungan pembiayaan
Dukungan pembiayaan
Asosiasi: - Petani nilam - Industri penyulingan - pedagang/eksportir Dewan Atsiri Indonesia
Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des)/Koperasi Kemitraan
Pembinaan
Lembaga Keuangan Mikro dan Kecil Produk Nilam
Kemitraan
Lembaga pendukung: - Konsultan agroindustri dan agribisnis - Litbang minyak atsiri - Perguruan Tinggi - LSM
Kemitraan
Kemitraan
Dukungan pembiayaan
Sarana Produksi
Dinas teknis
Pembinaan
Industri Pendukung: - Pupuk - Saprotan - Alat produksi, dll
KOPERASI USAHATANI/ KELOMPOK USAHA BERSAMA (KUBE) Kelompok Tani
Kelompok Tani
P
P
P P
Kelompok Tani P
P
Dukungan pembiayaan
P
P P
Gambar 65 Model konseptual sistem kelembagaan pemberdayaan masyarakat PAP-Klaster
Manajemen koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan dibentuk oleh pengurus kelompok tani dan petani-penyuling dengan tenaga kerja dapat diperoleh dari anggota keluarga petani, maupun petani-penyuling yang merupakan anggota koperasi, masyarakat sekitar industri dan tenaga professional dari dalam atau luar
178
anggota koperasi. Tugas manajemen koperasi adalah mengelola usahatani dan industri kecil penyulingan guna mendapatkan keuntungan yang optimal. Manajemen koperasi mempertanggungjawabkan seluruh aktivitas usaha yang dilakukan kepada para anggota koperasi. Koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan dalam melakukan usahanya lebih menekankan pada bidang administrasi dan keuangan, produksi, pemasaran, teknik pengolahan dan pemeliharaan serta pemberdayaan kebun. Manfaat yang diharapkan dari koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan adalah peningkatan kinerja usaha, membangun pengaruh dan kekuatan pasar sehingga dapat menjadi suatu bentuk usaha yang kuat. Pada saat yang bersamaan memberikan kesempatan bagi koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan untuk mampu bersaing dan mampu mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki terutama keterbatasan mengakses SDM yang profesional, keterbatasan mendapatkan informasi pasar, keterbatasan akses terhadap modal, keterbatasan kemampuan menyelesaikan kontrak yang lebih besar, dan keterbatasan kemampuan dalam bersaing baik di pasar domestik maupun pasar global. Proses partisipasi koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan dapat berlangsung secara efektif dan efisien bila dibuatkan sebuah wadah yaitu Jejaring Usaha PAP-Klaster.
Jejaring Usaha PAP-Klaster Jejaring Usaha PAP-Klaster (JUP) adalah suatu wadah independen yang berada pada setiap kabupaten dan bukan dibentuk oleh satu pihak, melainkan merupakan hasil kesepakatan antar pihak pemerintah dan nonpemerintah (antara lain koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan atau koperasi atsiri UKM yang memiliki jenis usaha sama dan dibangun dengan prinsip kesetaraan (equal partnership). Proses keterlibatan unsur nonpemerintah serta terbentuknya JUP bukan didasarkan pada mobilisasi (rekayasa) namun sangat menitikberatkan pada kondisi yang terjadi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelaku-pelakunya (participatory). Tujuan Jejaring Usaha PAP-Klaster adalah menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan mewujudkan tata persaingan yang sehat guna mendapatkan peluang pasar yang baru, melakukan penawaran bersama untuk pasar domestik, peningkatan ekspor produk dan saling menguntungkan. Melalui manajemen JUP, koperasi usahatani dan
179
industri kecil penyulingan, selanjutnya disebut koperasi atsiri UKM, dapat mengakses informasi dan pengetahuan tentang usaha, melakukan efisiensi biaya, meningkatkan teknologi proses produksi, memperkuat pemasaran dan distribusi, dan bersama-sama mencari jalan keluar dalam menghadapi setiap permasalahan serta berbagi risiko usaha yang mungkin timbul. Dengan demikian dapat meningkatkan daya saing produk minyak atsiri di pasar domestik maupun di pasar internasional. Hal ini tidak mudah diperoleh jika masing-masing koperasi atsiri UKM bergerak sendiri-sendiri. Pengelolaan usaha dilakukan oleh manajer yang terampil dan profesional dalam bidangnya. Pengelolaan JUP dapat direkrut dari kalangan anggota koperasi, eksportir, masyarakat sekitar industri, dan tenaga profesional dari dalam atau dari luar anggota koperasi dan eksportir. Struktur organisasi yang dirancang merupakan suatu struktur organisasi fungsional yang disusun berdasarkan ruang lingkup tugas dan wewenang dari suatu jabatan. Batasan rancangan jabatan adalah spesifikasi, deskripsi tugas, wewenang serta tanggung jawab masing-masing personal yang terlibat dalam organisasi. Penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan tempat dan kualifikasinya dapat memacu peningkatan produktivitas usaha. Penyusunan spesifikasi dan kualifikasi tenaga kerja dilakukan dengan mempertimbangkan skala usaha, jenis usaha, dan ruang lingkup pekerjaan. Pengakuan keberadaan JUP bersumber dari kepercayaan koperasi atsiri UKM dan untuk keperluan asas legalitasnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pelaku dalam JUP dengan surat keputusan Kepala Daerah setempat. Rencana kerja manajemen JUP disusun berdasarkan kesepakatan seluruh anggota manajemen JUP melalui rapat anggota. Rencana kerja yang telah disepakati bersama seluruh anggota JUP bersifat mengikat sehingga semua anggota wajib menaatinya. Mekanisme operasionalisasi manajemen JUP perlu dirumuskan secara rinci, tegas, benar, dan adil. Perumusan nota kesepahaman masing-masing pelaku harus dituangkan dalam dokumen yang memiliki kekuatan hukum berkaitan dengan hak dan tanggung jawabnya dalam manajemen JUP. Dokumen tersebut hendaknya memuat sanksi bagi setiap anggota yang melanggar kesepahaman kerja. Kesepahaman kerja manajemen jejaring usaha mengacu pada draft usulan masing-masing anggota yang
180
akan disepakati melalui agenda nota kesepahaman yang meliputi: (1) kesepahaman mengenai pengaturan keuangan, (2) kesepahaman mengenai kesepakatan harga, (3) kesepahaman mengenai pengaturan produksi, (4) kesepahaman mengenai pengaturan manajemen dan administrasi, (5) kesepahaman mengenai pengaturan peranan dan tugas masing-masing anggota. Pemerintah Daerah dapat berfungsi sebagai mediator atau fasilitator JUP untuk mendapatkan kemudahan fasilitas dan birokrasi dari lembaga-lembaga terkait. Juga dapat membantu koperasi atsiri UKM dalam mendapatkan persetujuan perolehan pinjaman dari lembaga pembiayaan usaha (perbankan) yang masih dalam lingkup kewenangannya. Jika memungkinkan membentuk lembaga perbankan pada tingkat Daerah atau desa seperti pembentukan BUM-Des berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 39 tahun 2010. BUM-Des merupakan usaha desa yang dikelola oleh Pemerintah Desa, dan berbadan hukum. Pemerintah Desa dapat mendirikan BUM-Des sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Pembentukan BUM-Des ditetapkan dengan Peraturan Desa. Kepengurusan BUM-Des terdiri dari Pemerintah Desa dan masyarakat desa setempat. Permodalan BUM-Des dapat berasal dari Pemerintah Desa, tabungan masyarakat, bantuan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, pinjaman, atau penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan. BUM-Des dapat melakukan pinjaman, yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD. Pemerintah daerah dapat melakukan koordinasi dengan lembaga atau dinas terkait dalam rangka pembinaan koperasi atsiri UKM sampai pengembangan industri pengolahannya. Pemerintah Daerah juga berhak memungut pajak dari hasil usaha berupa PPN, PPH dan PBB. Agar JUP dapat dikelola dengan baik serta untuk meningkatkan produktivitas usahanya, maka dimungkinkan menggunakan bantuan lembaga profesional yang dapat melayani kebutuhan tersebut. Salah satu jenis lembaga bantuan pelayanan terhadap pengembangan bisnis UKM dan koperasi adalah lembaga layanan pengembangan bisnis (business development service / BDS). BDS telah berhasil dikembangkan di berbagai Negara antara lain Amerika Serikat, Taiwan dan China. Tujuannya adalah membantu UKM dan koperasi dalam mengembangkan bisnisnya. BDS merupakan bentuk jasa non-finansial yang disediakan oleh lembaga eksternal (pemerintah atau
181
swasta) dengan tujuan membantu memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi oleh UKM. Secara umum BDS dapat memberikan layanan pengembangan bisnis pada UKM dan koperasi dalam bentuk layanan informasi, konsultasi, pelatihan, bimbingan teknis
dan
teknologi,
melakukan
bimbingan
dan
pendampingan
bisnis,
menyelenggarakan kontak binis, memfasilitasi peluang pasar dan modal serta mengembangkan organisasi, manajemen, dan teknologi. Perencanaan pembiayaan koperasi usahatani dan koperasi industri kecil penyulingan dapat dilakukan dengan sumber dana murah, bank konvensional dan bank syariah. Ada dua alternatif sumber pembiayaan yang dapat digunakan sebagai sumber dana murah, yaitu: Alternatif pertama, adalah dengan menggunakan Badan Perkreditan Rakyat atau Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa (BUM-Des). Bantuan kredit yang diberikan lebih bermakna sebagai motor penggerak laju kegiatan ekonomi. BUM-Des lebih tepat sebagai sumber modal kerja karena kredit yang dapat disalurkan tidak besar, tetapi bunganya sangat rendah. Alternatif kedua, adalah dengan menggunakan modal ventura. Modal ventura merupakan suatu sistem permodalan usaha dalam bentuk penyertaan investasi modal dari perusahaan modal ventura (PMV) kepada perusahaan pasangan usaha (PPU) berupa industri penyulingan minyak atsiri berdasarkan jangka waktu tertentu. Sebagai investor adalah PMV yang tidak hanya bertindak sebagai pemberi modal, tetapi sekaligus berfungsi sebagai Pembina dan ikut serta dalam pengelolaan manajemen PPU nya. Oleh karena itu sistem permodalan ini lebih diarahkan pada upaya meningkatkan taraf hidup petani dan industri kecil penyulingan, dibanding untuk mencapai keuntungan secara finansial. Yang paling tepat bertindak sebagai PMV adalah Pemerintah Daerah melalui badan usaha milik daerah (BUMD). Sedangkan JUP dapat bertindak sebagai PPU nya. Hubungan kerjasama antara PMV dan PPU dituangkan dalam suatu nota kesepahaman (MoU). Keberhasilan usaha dengan menggunakan sumber dana ini sangat tergantung pada muatan nota kesepahaman yang dibuat karena dalam pelaksanaannya dapat terjadi penyelewengan, baik yang merugikan PMV maupun PPU.
182
Sumber Dana Jika akan menggunakan sumber dana bank konvensional yakni berupa kredit komersial, maka harus mengikuti tingkat suku bunga yang berlaku di pasar umum. Sebagai contoh, PT BRI saat ini mencapai suku bunga pada kisaran 12 – 15%. Meskipun diketahui bahwa suku bunga komersial tinggi, namun memiliki kelebihan karena jumlah dana yang dibutuhkan relatif tersedia. Mekanisme perolehan kredit melalui bank syariah hampir sama dengan bank konvensional. Demikian pula dengan keberadaannnya, bank syariah juga merupakan bank milik pemerintah yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Bank syariah tidak mengenal bunga uang sehingga pembiayaan dilakukan dengan sistem kemitraan melalui mekanisme bagi hasil.
Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri Seluruh program JUP sangat memerlukan pengawasan yang ketat agar program-program tersebut mencapai hasil yang diharapkan. Disadari bahwa pengawasan yang paling efektif adalah dari masyarakat, dan untuk menunjang hal itu maka Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri dapat menjadi salah satu medianya. Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri (FLPK) adalah suatu wadah forum lintas pelaku independen yang berada pada setiap kabupaten/kota, sebagai fasilitas unsur pemerintah dan non pemerintah untuk secara bersama dan sejajar memantau pelaksanaan, memberi masukan, serta menangani berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program-program JUP di lingkup daerahnya masing-masing untuk diarahkan pada kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Fungsi dari FLPK adalah sebagai wadah untuk berkomunikasi, konsultasi, pemantauan, penanganan masalah/keluhan, dan hal-hal lain yang merupakan kesepakatan para pelaku yang tergabung dalam lembaga ini. Fungsi yang dimiliki oleh FLPK bukan hanya terbatas pada kebijakan program saja, namun dimaksudkan agar dapat pula memfasilitasi kerjasama untuk pembuatan kebijakan, pengawasan
pelaksaan
kebijakan,
dan
memberikan
masukan-masukan
atas
pelaksanaan program-program JUP. Sehingga sewaktu berbagai program JUP selesai
183
dilaksanakan, maka FLPK dapat terus menjadi media bersama untuk kemudian berfungsi sesuai dengan kesepakatan bersama pula. FLPK merupakan wadah terbuka (inklusif) bagi para pelaksana, pemantau dan pemerhati program-program lembaga jejaring serta kebijakan pembangunan lainnya, yang berasal dari kalangan pemerintah (pelaksana program, Bappeda, dan aparat lainnya) maupun nonpemerintah (koperasi usahatani dan industri kecil penyulingan, eksportir, perguruan tinggi, LSM, perusahaan swasta, dan individu-individu penerima manfaat). FLPK bukan dibentuk oleh satu pihak, melainkan merupakan hasil kesepakatan antar pihak pemerintah dan nonpemerintah. Proses keterlibatan unsur nonpemerintah serta terbentuknya FLPK bukan didasarkan pada mobilisasi (rekayasa) namun sangat menitikberatkan pada kondisi yang terjadi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelaku-pelakunya (participatory). Oleh sebab itu, beberapa langkah berikut dapat dipertimbangkan: 1. Desiminasi Pada tahap awal dilakukan sosialisasi JUP kepada aparat pemerintah daerah (pelaksana program-program). Informasi mengenai JUP dan FLPK (dalam bentuk booklet) akan pula didesiminasikan seluas mungkin ke unsur-unsur nonpemerintah di setiap kabupaten/kota. Upaya tersebut dilakukan oleh Sekretariat Tim Koordinasi Program-Program (TKPP) JUP Pusat yang bekerjasama dengan berbagai institusi nonpemerintah. 2. Identifikasi Setelah itu dilakukan pendataan semua institusi formal dan non formal yang terkait dengan JUP di daerah-daerah, termasuk diantaranya tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki komitmen tinggi terhadap JUP. Selama proses identifikasi ini harus bersifat independen. 3. Konsultasi Selanjutnya mengundang dan mengajak institusi serta tokoh masyarakat yang telah didata untuk berdialog tentang pelbagai masalah pembangunan, termasuk JUP. Suatu proses dialog yang terbuka dan jujur akan mendorong mereka untuk ikut bertanggungjawab terhadap proses dan hasil pembangunan serta mau berpartisipasi di
184
dalamnya. Proses partisipasi masyarakat dapat berlangsung dapat berlangsung secara efektif dan efisien bila dibuatkan sebuah wadah. Salah satu wadah tersebut adalah Forum Lintas Pelaku Klaster Agroindustri Minyak Atsiri. Untuk mensosialisasikan program-program JUP dan bersama mengupayakan terbentuknya FLPK dilakukan Lokakarya Pembahasan JUP dan FLPK yang mengundang secara terbuka segenap unsur nonpemerintah. FLPK tidak harus terbentuk pada acara Lokakarya tesebut, melainkan diharapkan terlebih dahulu terbentuknya “Panitia Persiapan” yang beranggotakan beberapa perwakilan organisasi nonpemerintah/individu (tokoh masyarakat) dan sekurang-kurangnya 1 (satu) perwakilan dari TKPP JUP (unsur pemerintah) yang diberi mandat oleh ketua TKPP JUP. Keanggotaan dan koordinator Panitia Persiapan dipilih secara musyawarah dan demokratis oleh pihak pemerintah dan nonpemerintah yang hadir pada acara Lokakarya, atau dengan melalui mekanisme lain yang disepakati bersama. Dan akan lebih baik bila anggota dari Panitia Persiapan ini terdapat individu yang memiliki pengalaman dalam mengelola hal yang serupa. Koordinator Panitia Persiapan ini diharapkan adalah seseorang inspirasional, koordinatif, dan sebaiknya memiliki kemampuan dalam memfasilitasi suatu forum. Untuk tidak merancukan fungsi antar keduanya, maka Panitia Persiapan yang dimaksud bukan merupakan perwakilan dari FLPK. Fungsi Panitia Persiapan akan lebih bersifat teknis yang meliputi antara lain adalah: 1. Mengidentifikasi berbagai pelaku yang berminat bergabung dalam FLPK, baik sewaktu acara Lokakarya dan sesudahnya 2. Menyiapkan (a) visi dan misi FLPK yang sesuai dengan kondisi daerahnya dan dipahami oleh para pelaku, (b) tujuan dan sasaran FLPK yang strategis, (c) tata tertib FLPK yang efektif dan efisien, (d) agenda kerja FLPK yang responsif dan akomodatif terhadap perkembangan yang terjadi di daerahnya, dan (e) hal-hal lain yang diusulkan dan disepakati bersama 3. Mengundang para pelaku yang berminat bergabung dalam FLPK untuk menghadiri pertemuan pembentukan FLPK
185
4. Mengajukan berbagai hal yang telah disiapkan oleh Panitia Persiapan (antara lain visi, misi dan tata tertib) kepada para pelaku pada pertemuan pembentukan FLPK untuk dibahas bersama dan disepakati secara bersama pula 5. Menyusun agenda, mengundang pelaku, serta membuat berita acara dari pertemuan pembentukan FLPK 6. Menyusun rencana anggaran biaya pengeluaran aktifitas FLPK. FLPK dapat terbentuk dan berfungsi setelah acara Lokakarya diadakan, yaitu pada pertemuan pembentukan FLPK. Pada acara pertemuan tersebut, diharapkan masing-masing pelaku dapat mempoerkenalkan dirinya secara singkat, agar masing-masing pelaku saling kenal dan mengetahui kualitas serta komitmennya terhadap JUP. Selanjutya, bentuklah beberapa kelompok untuk mendiskusikan serta merevisi (bila diperlukan) berbagai hal yang telah disiapkan oleh Panitia Persiapan. Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam diskusi kelompok adalah: 1. Apakah nama wadah ini (FLPK atau bukan)? 2. Kapan suatu kesepakatan bisa dikatakan merupakan keputusan FLPK? 3. Apakah diperlukan keanggotaan tetapmdalam FLPK? 4. Bagaimana menyebarluaskan keberadaan FLPK kepada masyarakat sehingga dapat dipercaya dan difungsikan oleh masyarakat? 5. Bagaimana mengantisipasi ketidakaktifan Panitia Persiapan? 6. Di mana lokasi secretariat FLPK? Hasil-hasil diskusi kelompok dibahas dan disahkan secara terbuka dalam siding pleno. Pengakuan keberadaan FLPK bersumber dari kepercayaan masyarakat dan untuk keperluan azas legalitasnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pelaku dalam FLPK dengan surat keputusan Kepala Daerah setempat. Struktur Organisasi FLPK FLPK terdiri atas Forum dan Badan Pelaksana. Forum adalah pemegang keputusan tertinggi. Badan Pelaksana adalah sebagai pelaksana harian forum lintas pelaku. Struktur Badan Pelaksana sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang dengan ketentuan satu orang perwakilan dari pemerintah yang diberi mandat tertulis
186
oleh Ketua TKPP-JUP untuk FLPK nasional dan Bupati/Walikota untuk FLPK kabupaten/kota ditambah dua orang yang mewakili organisasi nonpemerintah. FLPK tidak berada dalam struktur pemerintahan maupun TKPP. FLPK berdiri secara independen yang diakui oleh Kepala Pemerintahan setempat melalui “Surat Keputusan Bupati/Walikota”. Karena posisi FLPK sebagai mitra pemerintah, maka pemerintah tidak memiliki wewenang untuk membatasi atau melarang siapa saja unsur-unsur nonpemerintah untuk bergabung di dalamnya. Kegiatan FLPK Pertemuan FLPK diharapkan dapat diadakan secara rutin atau sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu FLPK memiliki peranan dalam menampung dan mengolah aspirasi masyarakat serta kontrol sosial dalam pelaksanaan programprogram JUP dan penyelenggaraan pemerintah di daerahnya. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh FLPK antara lain adalah: 1. Memberikan masukan atas rencana pengalokasian dana program-program JUP yang akan didistribusikan 2. Memantau dan memberikan masukan terhadap perkembangan dan pelaksanaan program-program JUP secara rutin 3. Memantau penanganan atas berbagai pengaduan yang masuk sekaligus mencarikan alternatif pemecahan dari berbagai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan program-program JUP 4. Menyepakati inovasi yang didasarkan atas kondisi lokal dan disepakati bersama pada FLPK guna mengatasi kekurangan yang ada pada Petunjuk Pelaksanaan program-program JUP 5. Hal-hal lain yang merupakan hasil kesepakatan bersama. Untuk menunjang hal tersebut di atas, maka TKPP JUP memiliki tugas dalam memberikan secara rutin laporan bulanan perkembangan pelaksanaan dari masingmasing program JUP dan laporan bulanan penanganan atas pengaduan-pengaduan yang masuk ke Unit Pengaduan Masyarakat di setiap program dan TKPP. Selain itu, di bawah TKPP JUP telah terdapat Pusat Informasi (PI) JUP Kabupaten/Kota yang merupakan sarana penyediaan dan penyebarluasan data/informasi mengenai programprogram JUP secara lengkap, akurat, dan mudah untuk didapat.
187
Dalam melakukan fungsinya, FLPK dapat pula membentuk komisi-komisi yang secara khusus mengurusi suatu bidang tertentu agar bisa menjadi DEVELOPER dari klaster. Kegiatan yang dilakukan oleh FLPK diharapkan tidak berorientasi pada keuntungan materi, demikian pula dengan kepedulian dan partisipasi para pelaku yang tergabung di dalamnya. Pembiayaan FLPK dapat dilakukan melalui sumber-sumber pembiayaan yang sah dan atas inisiatif yang disepakati oleh anggota forum. Jika dibutuhkan dan disepakati, dapat disediakan dana untuk membiayai sekretariat FLPK, pertermuan dan kegiatan FLPK. Setiap Rencana Anggaran Biaya (RAB) FLPK yang dibuat harus dapat diketahui dengan mudah oleh para pelaku yang tergabung di dalamnya. Untuk mendukung keberlanjutan dari FLPK di tahun-tahun berikutnya, dibutuhkan kerjasama yang baik antar para pelaku didalamnya untuk mendanai program-program kerja yang telah disepakati bersama. Kepercayaan masyarakat tehadap FLPK merupakan asset utama yang perlu dibuktikan. Dan untuk mendukung hal tersebut, eksistensi serta agenda kegiatan FLPK perlu diketahui oleh masyarakat luas (transparansi). Yang paling penting lagi adalah kerjasama (kooperatif) dan komitmen dari setiap pelaku yang tergabung dalam FLPK untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat demi kepentingan para pihak klaster.