KARAKTERISTIK MINYAK ATSIRI POTENSIAL Ma’mun dan Sintha Suhirman Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik ABSTRAK
PENDAHULUAN
Minyak atsiri digunakan secara luas dalam pembuatan obat-obatan, parfum, kosmetika, flavor makanan dan minuman, dan aromaterapi. Dengan semakin berkembangnya industri-industri tersebut, kebutuhan akan suplai minyak-minyak atsiri akan semakin bertambah, baik jumlah maupun jenisnya. Disamping mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri. Oleh karena itu pengembangan minyak atsiri disamping untuk tujuan ekspor juga untuk menyediakan bahan baku industri di dalam negeri. Beberapa jenis minyak atsiri berpotensi untuk diproduksi, antara lain minyak adas, minyak jahe, minyak daun jeruk purut, minyak kapolaga, minyak kayumanis, dan minyak permen. Karakteristik dari minyak-minyak tersebut diuraikan dalam tulisan ini.
Dewasa ini sekitar 200 jenis minyak atsiri diperdagangkan di pasar dunia dan tidak kurang dari 80 jenis diantaranya diproduksi secara kontinyu. Sekitar 20 jenis minyak atsiri Indonesia dikenal di pasar dunia, 15 diantaranya sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak serai wangi, nilam, akar wangi, kenanga, ylangylang, kayu putih, daun cengkeh, gagang cengkeh, cendana, pala, massoi, kruing, gaharu, lawang, dan terpentin; sedangkan potensinya lebih dari 40 jenis. Minyak atsiri digunakan dalam pembuatan obat-obatan, parfum, kosmetika, sabun, detergen, flavor dalam makanan dan minuman, dan aromaterapi. Disamping mengekspor, Indonesia juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri yang sebagian dapat dihasilkan di Indonesia (Tabel 1). Pada tahun 2006, Indonesia mengimpor minyak atsiri sebesar 815.797 kg dengan nilai US $ 7,36 juta (Anonimous, 2006). Oleh sebab itu pengembangan minyak atsiri Indonesia ditujukan untuk meningkatkan ekspor dan substitusi impor, sehingga dapat menyediakan bahan baku untuk industri dalam negeri yang berarti juga dapat menghemat devisa. Banyaknya ragam minyak atsiri di pasaran internasional dan masih sedikitnya jenis minyak atsiri yang diproduksi Indonesia menunjukkan
Kata kunci : Minyak atsiri, karakteristik
ABSTRACT Characteristics of Potential Essential Oils Essential oils are widely used in preparation of medicine, perfume, cosmetics, food flavor, and aromatherapy. The need of essential oils increases in accordance with the development of food, cosmetical, and medicinal industries. Indonesia has been known as essential oil exporter, but also importer of several kinds of essential oils. The development of essential oils in Indonesia is not only aimed for export but also providing the raw materials for domestic industries. Several kinds of potential essential oils to produce are fennel, ginger, cardamom, kaffir lime, cinnamon, and mint oils. The characteristics of those oils are expressed in this paper. Keywords : Essential oils, characteristic
110
bahwa peluang pasar ekspor minyak atsiri masih terbuka lebar. Disamping itu, besarnya nilai impor minyak atsiri menunjukkan bahwa potensi pasar di dalam negeri juga masih cukup terbuka. Di sisi lain, masih banyak jenis bahan tumbuhan yang mengandung minyak atsiri, seperti adas, jahe, jeruk purut, kapolaga, kayumanis dan lainlain yang belum dimanfaatkan sebagai sumber minyak atsiri. Hingga saat ini bahan-bahan tersebut masih diperdagangkan sebagai bahan mentah, dan harganya sangat rendah. Melalui teknologi sederhana seperti penyulingan, bahan-bahan tersebut dapat dibuat menjadi minyak atsiri yang harganya jauh lebih tinggi, akan tetapi data pendukung bagi pengembangan potensi tersebut belum diketahui secara pasti. Suatu hasil kajian menyimpulkan bahwa perkembangan perdagangan internasional pada bahan-bahan hasil flora (tumbuhan) termasuk minyak atsiri berkembang sangat cepat dengan nilai yang sangat besar (Apriantono, 2007). Dengan semakin berkembangnya industri obat-obatan, parfum, kosmetika, pengolahan makanan-minuman, aromaterapi, dan lain-lain, kebutuhan akan minyak atsiri akan semakin besar, baik volume maupun jenisnya. Beberapa jenis minyak atsiri yang potensial untuk dikembangkan antara lain minyak adas, minyak jahe, minyak daun jeruk purut, minyak kapolaga, kayumanis, dan minyak permen. Tulisan ini bertujuan untuk mencoba mengulas karakteristik, kegunaan, dan aspek lainnya dari minyak-minyak tersebut.
Tabel 1. Impor minyak atsiri ke Indonesia tahun 2006 Nama minyak atsiri Bergamot Orange Lemon Lime Citrus Geranium Jasmine Lavender Peppermint (M. Piperita) Cornmint (M. Arvensis) Vetiver Jumlah Anonimous, 2006
Volume (kg) 3.124 334.117 36.784 32.511 50.048 7.537 98 31.691 261.181
Nilai (US $) 132.155 1.201.433 426.668 354.596 746.440 845.299 292 383.074 2.209.346
46.423
1.007.582
12.283 815.797
51.306 7.358.191
MINYAK ATSIRI BARU Yang dimaksud dengan minyak atsiri potensial adalah minyak-minyak atsiri yang belum banyak diproduksi, terutama di dalam negeri, tetapi penggunaannya cukup luas dalam industri serta potensi sumber bahan bakunya cukup tersedia. Beberapa jenis minyak atsiri baru yang potensial untuk diproduksi diuraikan di bawah ini : Minyak adas (Fennel oil) Minyak adas dihasilkan dari biji adas (Foeniculum vulgare) melalui proses penyulingan uap. Dikenal dua jenis adas, yaitu adas pahit (F. vulgare var. amara) dan adas manis (F.vulgare var. dulce). Kegunaan minyak adas terutama adas manis adalah dalam industri farmasi adalah untuk obat batuk, antiseptik, laksatif dan lain-lain. Dalam industri lainnya, minyak adas dipakai sebagai pewangi pada sabun,
111
toilet deodorant, pewangi parfum, dan sebagai flavor pada minuman beralkohol dan permen. Dosis pemakaian maksimum minyak adas dalam minuman beralkohol adalah 234 ppm (Lawless, 2002; Leung, 1980). Dalam aromaterapi, minyak adas digunakan untuk pengobatan kulit, saluran pernapasan, asma, bronchitis, rematik, selulit, kegemukan, dan problem menopause. Minyak adas juga memiliki aktifitas sebagai insektisida. Di Indonesia, biji adas digunakan sebagai campuran jamu dan sebagai bumbu pada berbagai masakan, sedangkan minyaknya banyak digunakan untuk campuran minyak gosok, antara lain minyak telon, yang merupakan campuran minyak adas, minyak kayu putih, dan minyak kelapa. Komponen kimia penyusun utama minyak adas adalah senyawa kimia anetol. Menurut Sastrohamidjojo (2004), anetol dapat diisolasi dari minyak adas, kemudian dikonversi menjadi derivat-derivatnya. Kebutuhan anetol secara internasional mencapai 3.200 t/ha yang dihasilkan dari minyak adas dan minyak anis (anise oil). Negara-negara penghasil minyak adas pahit adalah Hongaria, Bulgaria, Jerman, Perancis, Itali, dan India. Minyak adas pahit kadang-kadang disuling dari herbal keseluruhan (biji, daun, dan batang), minyaknya disebut “weed oil”. Penghasil utama minyak adas manis adalah Perancis, Itali, dan Yunani. Minyak adas belum tercatat
112
sebagai minyak atsiri ekspor dari Indonesia, namun di Boyolali (Jawa Tengah) sudah ada penyuling yang memproduksi minyak adas manis dalam jumlah terbatas. Rendemen minyak adas manis di Perancis berkisar antara 4-7%, sementara hasil penyulingan biji adas manis di Balittro menghasilkan minyak ratarata 6% (Anonimous, 2004). Ditinjau dari aroma dan komponen kimianya, minyak adas mirip dengan minyak anis, karena kedua minyak tersebut mempunyai komponen utama yang sama yaitu senyawa anetol, namun kandungan anetol dalam minyak adas lebih rendah (50-65%) dibanding dalam minyak anis. Minyak anis dihasilkan dari biji anis (Pimpinella anisum), anis bintang atau star anise (Illicium verum) dan dari daun Clausena anisata. Karakteristik minyak adas dan minyak anis disajikan dalam Tabel 2. Menurut Sastrohamidjoyo (2004), selain mengandung anetol minyak adas manis juga mengandung fellandren, limonene, terpinen, fenchon, metilcavicol, metoksi benzaldehida, dan lain-lain. Negara penghasil utama anis bintang adalah Cina, sementara anis biji dihasilkan dari India dan Cina. Di Indonesia juga dikembangkan sumber minyak anis, yaitu dari daun C. anisata. Harga minyak anis ex Cina di pasar Eropa saat ini US $ 12,0 per kg.
Tabel 2. Karakteristik minyak adas dan anis Karakteristik Berat jenis Indek bias Putaran optik Kadar anethol, % Kelarutan dlm etanol
Minyak adas manis (F. vulgare) 0,96 1,52 16° 42’ 64,50 Larut jernih 1:1
Minyak anis (P. anisum) 0,98 1,55 19° 42’ 50,0 Larut jernih 1:1
C. anisata 0,99 1,59 26° 10’ 90,50 Larut jernih 1:1
Sumber : Lawless (2002); Anonimous(2004)
Minyak kayu manis (Cinnamon oil dan Cassia oil) Di pasar luar negeri terdapat dua jenis minyak kayu manis. Pertama, minyak kayu manis asal Sri Langka yang disebut cinnamon bark oil, diperoleh dari penyulingan kulit kayu manis (Cinnamomum zeylanicum/ Ceylon cinnamon). Kedua, minyak kayu manis asal Cina, dihasilkan dari penyulingan kulit manis (C. cassia/ Chinese cinnamon), disebut cassia oil. Kayu manis yang banyak dibudidayakan di Indonesia terutama di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara adalah jenis C. burmanii (Batavia cinnamon). Kayu manis jenis ini belum banyak diproduksi minyaknya, tetapi masih diekspor sebagai kulit kering yang disebut cassia vera. Namun hasil pengujian menunjukkan bahwa karakteristik minyak C. burmanii hampir sama dengan minyak C. zeylanicum dan C. cassia (Anonimous, 2004). Karakteristik ketiga jenis minyak kayu manis tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Minyak kayu manis selain mengandung sinnamaldehida juga mengandung senyawa-senyawa lain seperti benzaldehida, limonen, 1,8-sineol, αcopaena, bornil asetat, β-caryofilen, 1,4-terpineol, δ-cadinena, trans-cinnamaldehida, trans-cinnamil asetat, miristisin, coumarin, asam tetradecanoat (Lawless, 2002). Hasil penyulingan kulit C. burmanii, C. zeylanicum dan C. cassia yang ditanam di Kebun Percobaan Cimanggu Bogor menghasilkan minyak berturut-turut 1,75; 2,0; dan 1,50%. Selain dari kulitnya, daun kayu manis juga biasa disuling menjadi minyak daun kayumanis (cinnamon leaf oil). Namun demikian minyak daun C. Zeylanicum mengandung eugenol sebagai komponen utamanya (80 - 90%), sedangkan kandungan utama minyak daun C. burmanii dan C. cassia sama dengan minyak kulitnya, yaitu sinnamaldehida (Leung, 1980).
113
Tabel 3. Karakteristik tiga jenis minyak kayu manis Karakteristik Berat jenis, 25 °/25 °C Indeks bias, 25 °C Putaran optik Kelarutan dalam alkohol 70 % Kadar Sinnamaldehida
C. zeylanicum *) 1,01 – 1,02 1,57 – 1,59 (0°) - (-2°) Larut 1:3 55% - 78%
C. cassia **) 1,03 – 1,05 1,59 – 1,61 Larut 1:3 75% - 90%
C. burmanii***) 1,03 1,58 -3° Larut jernih 1:1 74,0 %
Sumber : *) Masada, 1980. **) ISO, 1997. ***) Anonimous, 2004
Minyak cassia bersifat anti bakteri, biasa digunakan dalam pasta gigi, obat pencuci mulut dan dalam pembuatan obat tonic. Selain itu banyak digunakan dalam flavor makanan dan minuman termasuk minuman beralkohol dan minuman ringan. Dalam jumlah kecil digunakan dalam parfum dan kosmetik. Minyak cinnamon mempunyai sifat aniseptik, anti mikroba dan sebagai parasitisida. Minyak kulit dan daun cinnamon banyak digunakan sebagai pewangi sekaligus pengobatan dalam pasta gigi, pencuci mulut, obat batuk dan perawatan gigi, juga sebagai flavor dalam makanan dan minuman seperti dalam coca cola. Minyak daun cinnamon digunakan dalam sabun, kosmetik, toilet deodoran, dan parfum. Batas maksimum pemakaian dalam makanan dan minuman adalah 0,057% untuk minyak cinnamon dan 0,047% untuk minyak cassia. Harga minyak cassia di luar negeri US $ 21,0 per kg dan harga minyak daun kayu manis Sri Lanka US $ 17,0 per kg. Dilihat dari kandungan minyak dan karateristiknya, minyak kayumanis dari C. burmanii yang ditanam di Indonesia memungkinkan
114
untuk diproduksi menjadi salah satu minyak atsiri potensial sebagai komoditi ekspor. Minyak kapolaga (Cardamom oil) Dalam The Public Ledger (2008) dikemukakan bahwa harga minyak cardamom di pasar Eropa saat ini sebesar US $ 230,0 per kg. Dikenal 2 jenis kapolaga, yaitu kapolaga sabrang (Elettaria cardamomum) dan kapolaga lokal (Amomum cardamomum). Kapolaga sabrang banyak dibudidayakan di India, Sri Langka, Laos, Guatemala, dan El Salvador. Kapolaga jenis ini dianggap sebagai true cardamom, sementara jenis kapolaga yang banyak ditanam di Indonesia adalah jenis A. cardamomum yang disebut juga sebagai pals cardamom (Leung, 1980). Minyak atsiri kapolaga atau cardamom oil yang terdapat di pasar internasional dihasilkan dari penyulingan biji kapolaga sabrang, sementara minyak dari jenis kapolaga lokal belum dikenal. Kapolaga yang ditanam di Indonesia banyak digunakan untuk campuran jamu, sementara minyak atsirinya belum ada yang memproduksi. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa karakteristik minyak kapolaga sabrang, yang ditanam di daerah Sukabumi Jawa Barat, dapat memenuhi persyaratan Standar Internasional. Sedangkan karakteristik minyak kapolaga lokal sangat berbeda dari kapolaga sabrang (Ma’mun, 2006). Perbedaan utama dari kedua jenis minyak kapolaga tersebut adalah komponen utamanya, dimana jenis sabrang mengandung senyawa terpinil asetat, sementara jenis lokal kandungan utamanya adalah sineol. Komponen lainnya antara lain limonene, sabinen, linalool, linalil asetat, pinen, dan zingiberen. Berikut karakteristik kedua jenis minyak kapolaga tersebut. Rendemen minyak kapolaga sabrang dan kapolaga lokal masing-masing 3,5 dan 2,5%. Minyak E. cardamomum banyak digunakan sebagai komponen pewangi dalam sabun, detergen, lotion, cream, dan parfum, terutama tipe oriental dan merupakan flavor penting dalam pengolahan makanan. Tingkat penggunaan mak-
simum dalam parfum adalah 0,4 dan 0,01% dalam minuman beralkohol. Contoh kapolaga jenis sabrang yang ditanam di daerah Sukabumi (Jawa Barat) serta harga minyak kapolaga yang tinggi di pasar luar negeri memberikan harapan bagi pengembangan kapolaga sabrang sebagai sumber minyak atsiri baru. Minyak jahe (Ginger oil) Minyak jahe pada umumnya dihasilkan dari penyulingan rimpang jahe kering. Harga minyak jahe asal India di pasar Eropa US $ 105 per kg, minyak jahe asal Cina US $ 42,0 per kg (The Public Ledger, 2008). Sementara minyak jahe Indonesia belum banyak dikenal. Minyak jahe digunakan sebagai komponen pewangi dalam produk-produk kosmetik, termasuk sabun, detergen, cream, lotion dan parfum, terutama parfum tipe oriental dan parfum tipe laki-laki. Batas maksimum penggunaan minyak jahe dalam parfum 0,4%. Minyak jahe, oleoresin, dan ekstrak jahe banyak digunakan dalam pembuatan minuman
Tabel 4. Karakteristik Minyak Kapolaga Minyak sabrang*) (E. Cardamomum) Berat jenis, 25 °C 0,94 Indeks bias, 25 °C 1,46 Putaran optik + 31° Kelarutan dlm alkohol Larut jernih 1 : 1 Bilangan asam 1,35 Bilangan ester 140,60 Sumber : *) Ma’mun, 2006. **) ISO, 1991 Karakteristik
Minyak lokal *) (A. cardamomum) 0,90 1,45 - 1° 30’ Larut jernih 1 : 1 1,62 12,95
Standar Internasional **) 0,90 – 0,94 1,46 – 1,47 +20° - +35° Larut jernih 1 : 1-4 Maksimum 5,0 Minimum 80
115
ringan (seperti gingerale, cola), dalam minuman beralkohol (seperti liqueur dan bitter), makanan beku, dan candy. Level maksimum penggunaannya 0,004%. Disamping itu minyak jahe digunakan juga sebagai obat rematik, sakit gigi, obat malaria, obat flu, obat batuk, obat untuk infeksi dan lain-lain. Minyak jahe bersifat analgesik, anti oksidan, antiseptik, stimulan dan bersifat anti bakteri serta banyak dipakai dalam aromaterapi. Komponen penyusun utama minyak jahe adalah gingeren, gingerol, gingeron, zingiberen, linalool, campen, felandrene, sitral, sineol, borneol dan lain-lain (Lawless, 2002). Untuk penggunaan tertentu, dewasa ini dikenal juga minyak jahe yang berasal dari jahe segar. Minyak jahe segar berbeda aroma dan komposisi kimianya dari minyak jahe kering. Hasil penelitian Menon et al. (2007) menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan pada jahe dapat menyebabkan perubahan pada komponen minyak jahe yang dihasilkan. Oleh karena itu komposisi kimia minyak jahe kering dan minyak jahe segar berbeda, antara lain dalam minyak jahe kering terdapat zingiberen
dan curcumen sedangkan dalam minyak jahe segar tidak terdapat curcumen. Sebelumnya, suatu penelitian yang dilakukan oleh Grosch (1997) menyimpulkan bahwa kontributor paling penting pada aroma jahe segar adalah senyawa-senyawa 1,8-sineol, linalool, sitronellil asetat, borneol, geranial, dan geraniol. Hasil penyulingan di Balittro menunjukkan bahwa rendemen minyak dari jahe kering asal Jawa tengah rata-rata 3,10% sedangkan rendemen rata-rata minyak jahe segar dari sumber yang sama 1,0%. Dalam penggunaannya sebagai komponen formula parfum, minyak jahe biasa dicampur dengan minyak cendana, minyak akar wangi, minyak nilam, minyak mawar, minyak jeruk, dan minyak atsiri lainnya. Minyak permen (Mint oil) Menurut Lawless (2002) dikenal 3 jenis minyak mint, yaitu minyak peppermint (peppermint oil) dihasilkan dari herba tanaman Mentha piperita, minyak cornmint dihasilkan dari M. Arvensis, dan minyak spearmint dihasilkan dari M. spicata. Jenis pertama dan kedua banyak dikenal di
Tabel 5. Karakteristik minyak jahe Karakteristik Bobot jenis, 25°/25°C Indeks bias, 25°C Putaran optik Kelarutan dlm etanol 90% Bilangan asam Bilangan ester
Nilai *) 0,88 1,48 +7° 36’ Larut 1:7 2,44 46,70
Sumber: *) Ma’mun (2006). **) ISO (1995).
116
Standar Internasional **) 0,87 – 0,89 1,48 – 1,49 (-20°) – (-45°) Larut 1:4 2,0 – 5,0 10,0 – 40,0
Indonesia dan sudah dikembangkan di beberapa daerah dalam jumlah terbatas. Perbedaan karakteritik ketiga jenis minyak mint tersebut disajikan pada Tabel 6. Minyak cornmint, karena kandungan mentolnya yang sangat tinggi, pada temperatur yang dingin dapat membeku. Oleh karena itu minyak ini biasa digunakan sebagai sumber isolasi mentol dengan cara proses pendinginan. Minyak yang sudah diisolasi (dipisahkan) sebagian mentolnya diperdagangkan dengan nama “Dementholized” oil. Mentol hasil isolasi berbentuk padatan kristal berwarna putih bening. Mentol yang masih tersisa dalam dementholized oil biasanya sekitar 35-45%. Kandungan minyak rata-rata M. piperita 0,5-1,0%; M. arvensis 1,0-2,0% dan M. spicata ratarata 0,7%. Harga minyak peppermint dan spearmint ex Cina di pasar Eropa masing-masing US $ 13,5 per kg dan US $ 28,5 per kg. Kristal mentol ex Cina berharga US $ 17,0 per kg (The Public Ledger, 2008).
Minyak peppermint diproduksi terutama di Inggris, Perancis, Amerika, Russia, Bulgaria, Italia, Hongaria, Maroco, dan Cina. Produser utama minyak cornmint adalah Cina, Brazil, Argentina, India, dan Vietnam. Sementara minyak spearmint diproduksi di Amerika, Hongaria, Spanyol, Yugoslavia, Russia, dan Cina. Penggunaan secara umum ketiga jenis minyak mint mempunyai kesamaan, seperti penggunaan dalam obatobatan, parfum, kosmetika, dan industri makanan minuman seperti obat batuk, pasta gigi, sabun, detergen, parfum, kembang gula, permen karet, dan minuman. Secara khusus minyak peppermint digunakan dalam flavor tembakau, minyak cornmint digunakan sebagai teh herbal, sirop dan sebagai sumber isolasi mentol, sedangkan minyak spearmint biasa digunakan dalam campuran parfum cologne. Tingkat penggunaan maksimum di dalam parfum untuk minyak cornmint adalah 0,8% dan spearmint 0,4%. Penggunaan dalam makanan adalah 0,104% minyak
Tabel 6. Karakteristik minyak mint Karakteristik Berat jenis, 25°/25°C Indeks bias, 25°C Rotasi optic Kelarutan dalam : - alkohol 70% - Menthol, % - Carvon, %
Peppermint oil (M. piperita) 0,90 – 0,92 1,46 – 1,47 (-10°) – (-30°)
Cornmint oil (M. arvensis) 0,90 – 0,91 1,45 – 1,46 (-30°) – (-35°)
Spearmint oil (M. spicata) 0,91 – 0,93 1,48 – 1,49 (-40°) – (-60°)
Larut 1:3 29 - 48 -
Larut 1:3 70 - 95 -
Larut 1:3 50 – 70
Sumber : Masada, 1980. Lawless, 2002
117
peppermint dalam permen dan 0,132% minyak spearmint dalam makanan panggang. Minyak daun jeruk purut (Kaffir lime oil) Minyak atsiri ini dihasilkan dari penyulingan daun jeruk lime (Citrus hystrix) dan dalam perdagangan disebut kaffir lime oil. Daun jeruk purut sehari-hari diperdagangkan dan digunakan sebagai bumbu atau penyedap dalam berbagai masakan. Bila dilihat dari aspek kimia, komponen utama dari minyak ini adalah senyawa sitral, menyerupai minyak sereh dapur atau lemon grass oil. Flavor minyak daun jeruk purut agak berbeda dari flavor minyak sereh dapur, minyak daun jeruk purut lebih segar dan lebih lembut, sehingga banyak digunakan dalam pengolahan makanan, sementara minyak sereh dapur banyak digunakan dalam formula parfum. Penyulingan minyak daun jeruk purut belum banyak dilakukan, namun dengan berkembangnya industri makanan, minuman dan flavor, minyak daun jeruk purut merupakan salah satu alternatif yang potensial. Hasil penyulingan yang dilakukan di Balittro, rendemen minyak daun jeruk purut berkisar antara 1,01,5% (Anonimous, 2004). Berikut ini karakteristik minyak daun jeruk purut hasil penyulingan di laboratorium Balittro.
118
Tabel 7. Karakteristik minyak daun jeruk purut Karakteristik Berat jenis Indeks bias Putaran optik Kelarutan dlm etanol Bilangan ester Kadar sitral
Nilai 0,86 1,46 - 2° 30’ Larut jernih 1:1 10,10 32,5
Sumber : Anonimous (2004)
Menurut Lawless (2002) minyak daun jeruk purut mengandung senyawa-senyawa sitral; mirsen; limonene; simen; 2,6-dimetilheptenal; sitronellal; linalool; beta-karyofilen; geranil asetat; sikloheksana; karyofillen oksida; dan lain-lain. Dalam aromaterapi, minyak lime digunakan untuk mengobati jerawat, anemia, bengkak-bengkak, bisul, kutil, kulit berlemak, rematik, sellulit, tekanan darah tinggi, asma, infeksi tenggorokan, bronchitis, flu dan lain-lain. Minyak daun jeruk purut juga bersifat anti bakteri. Level maksimum pemakaian minyak lime dalam makanan adalah 783 ppm (Leung, 1980). Saat ini beberapa penyuling minyak nilam beralih ke penyulingan daun jeruk purut disebabkan jatuhnya harga minyak nilam di pasaran. Saat ini harga minyak kaffir lime di pasar Internasional US $ 40,0 per kg.
POTENSI PENGEMBANGAN Untuk memprediksi prospek pengembangan suatu komoditas, harus dilihat dari potensi pasar dan potensi sumberdaya yang dimiliki. Dari data yang ada, ternyata Indonesia selain mengekspor juga mengimpor beberapa jenis minyak atsiri untuk kebutuhan industri di dalam negeri seperti industri farmasi, industri parfum dan sebagainya. Impor minyak atsiri dari tahun ke tahun terus meningkat baik nilai maupun jenisnya. Besarnya nilai impor minyak atsiri serta pesatnya perkembangan usaha industri di dalam negeri memberi petunjuk bahwa potensi pasar di dalam negeri cukup besar dan semakin berkembang. Dengan demikian dari segi kebutuhan dalam negeri saja peluang pengembangan minyak atsiri Indonesia cukup terbuka. Dari segi potensi sumberdaya, bahan tanaman penghasil minyak-minyak atsiri tersebut cukup tersedia dan dapat tumbuh dengan mudah di Indonesia. Tanaman kayumanis jenis C. burmanii di Sumatera Barat dan Jambi saat ini produksinya melimpah, sehingga harganya sangat rendah. Menurut Wahid et al. (1986), pembudidayaan tanaman kayumanis termasuk jenis C. zeylanicum dan C. cassia mudah dilakukan dan resiko kegagalan sangat kecil karena hama dan penyakit tanaman ini relatif kecil, bahkan tanaman kayumanis dapat ditumpang sarikan dengan tanaman semusim. Untuk sumber minyak permen dan mentol, Balittro memiliki 4 klon harapan yaitu Ryokubi, Jombang, Taiwan, dan Tempaku
dengan kisaran produksi terna segar 1030 t/ha yang setara dengan 60-100 kg minyak permen/ha pada panen pertama (Syakir, 2007). Indonesia merupakan salah satu pengekspor jahe, walaupun masih di bawah India. Varietas jahe unggul yang telah dilepas oleh Balittro memiliki keunggulan pada produksi rimpang, yaitu 17-37 t/ha dengan kadar minyak atsiri 0,82 persen (Rostiana, 2007). Tanaman kapolaga sabrang dapat dikembangkan di Indonesia, bahkan dapat dilakukan dengan cara pola tanam sistim pekarangan atau sebagai tanaman sela diantara tanaman perkebunan dan dapat juga dilakukan secara monokultur dengan tambahan pohon-pohon pelindung (Wahid et al., 1986). Daun jeruk purut sudah sejak lama dikembangkan dan digunakan sebagai penyedap pada berbagai masakan. Penyulingan daun jeruk purut menjadi minyak atsiri merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi kerusakan karena penyimpanan atau kerusakan lain yang umum terjadi pada hasil tanaman hortikultura (Wijaya et al., 2000). Disamping ketersediaan bahan tanaman, ragam lingkungan yang luas (jenis tanah dan iklim) memberi peluang dan pilihan yang sangat besar untuk mengembangkan berbagai jenis tanaman minyak atsiri baru. KESIMPULAN Beberapa jenis minyak atsiri yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia, baik ditinjau dari aspek bahan tanaman, lingkungan maupun pasarnya, antara lain minyak adas,
119
minyak jahe, minyak kapolaga, minyak kayu manis, minyak permen, dan minyak daun jeruk purut. Minyakminyak tersebut mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik yang dipersyaratkan dalam standar perdagangan.
Leung, A. 1980. Encyclopedia of Natural Ingredients. John Wiley & Sons. 408 p.
DAFTAR PUSTAKA
Ma’mun. 2006. Karakteristik Beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae dalam Perdagangan. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. XVII, 2, hal. 91-99.
Anonimous. 2006. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Impor. Vol. I. Biro Pusat Statistik. Jakarta. 804 p.
Masada, Y. 1980. Analysis of Essential oils by Gas Chromatography and Mass Spectrometri. John Wiley & Sons, New York. 285 p.
Anonimous. 2004. Laporan Tahunan Hasil Pengujian Laboratorium Pengujian Balittro. (tidak dipublikasi).
Menon, N., K.P. Padmakumari, Sankari Kutty. 2007. Effects of Processing on the Flavor Compounds of Indian Fresh Ginger. Journal of Essential oil. 19, 105109.
Apriantono, A. 2007. Seminar Nasional dan Pameran Perkembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Grosch, W. 1997. Determination of Potent Odorants in Food by Aroma Extract Dilution Analysis (AEDA) and Calculation of Odor Activity Values (COAVS). Journal of Flavor and Fragrance. 9, 147 – 158. ISO. 1997. International Standard. Oil of Cassia.
Rostiana, O. 2007. Peluang Pengembangan Bahan Tanaman Jahe Unggul untuk Penanggulangan Penyakit Layu Bakteri. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat. XIX No. 2. hal. 77-100. Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. hal. 203-238.
ISO. 1991. International Standard. Oil 0f Cardamom.
Syakir, M. 2007. Status Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik. Seminar Nasional dan Pameran Perkembangan Teknologi Tanaman Obat dan Aromatik. hal. 22-41.
Lawless, J. 2002. Encyclopedia of Essential Oils. Thorson, London. 226 p.
The Public Ledger. 2008. World Commodities Weekly. No. 72, 605. 21 p.
ISO. 1995. International Standard. Oil of Ginger.
120
Wahid, P., D. Sitepu, A. Hamid, S. Rusli, Sudiarto. 1986. Kemungkinan Pembudidayaan Tanaman Penghasil Minyak Permen dan Minyak Atsiri Lainnya. Kerjasama Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat – PT Unilever Indonesia. 26 hal. (tidak dipublikasi).
Wijaya, C. Hanny, S. Sudiaman, F. K. Hidayat. 2000. Ekstraksi Minyak Atsiri Dari Daun Jeruk Purut Pada Skala Pilot-Plant. Institut Pertanian Bogor. 8 p.
121