ANALISIS PERANAN INDUSTRI KAIN SASIRANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BANJARMASIN DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA (PERIODE 2005-2009)
OLEH MOHAMMAD RINALDY AULIA PUTRA H14070094
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
MOHAMMAD RINALDY AULIA PUTRA. Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya (Periode 2005-2009). Dibimbing oleh DENIEY ADI PURWANTO. Salah satu subsektor industri yang berperan vital dalam perekonomian yaitu industri UKM. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Perannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan menjadi langkah awal bagi upaya pemerintah menggerakkan sektor produksi pada berbagai lapangan usaha. Industri kecil mempunyai karakteristik yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja dibandingkan modal dan peralatan (mesinmesin). Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang seringkali dipandang sebelah mata ternyata mampu bertahan pada saat krisis moneter bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional. Hal ini pula yang terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin dimana peran industri pengolahan terhadap PDRB Kota Banjarmasin sangat signifikan dengan menempati urutan ketiga terbesar penyumbang PDRB pada tahun 2009 dengan nilai Rp 824,953 juta. Salah satu sub sektor industri yang cukup berpengaruh adalah industri kecil dan menengah (IKM) dimana semakin menunjukkan kontribusi yang cukup baik bagi perekonomian kota Banjarmasin. Salah satu jenis IKM tersebut adalah IKM Kain Sasirangan. Salah satu peluang yang dapat dikembangkan dalam industri di provinsi Kalimantan Selatan khususnya untuk wilayah kota Banjarmasin dalam memperkuat perekonomian adalah Kain Sasirangan. Saat ini permasalahan yang dialami oleh industri Kain Sasirangan diantaranya yaitu permodalan, keterampilan tenaga kerja, dan akses pasar. Bagi kota Banjarmasin perlu meningkatkan daya saing industri kain Sasirangan secara berkelanjutan akan membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa stabilitas ekonomi makro, iklim usaha, dan investasi yang sehat. Untuk itu, dukungan dari seluruh jajaran pemerintah provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Pemeritah Kota Banjarmasin bagi pembangunan dan pengembangan industri kain Sasirangan untuk menjadi penopang ekonomi Kalimantan Selatan dapat terwujud secara konsisten dan berkesinambungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sektor-sektor basis di Kota Banjarmasin, menganalisis peranan industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin, menganalisis kondisi faktor-faktor (permodalan, akses pasar, regulasi pemerintah, serta tenaga kerja dan produksi) terhadap perkembangan industri Sasirangan, dan menganalisis kebijakan yang harus dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung serta mengembangkan Industri Sasirangan di Kota Banjarmasin. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis location quotient (LQ), analisis shift share (SS), analisis SWOT, dan analisis lingkungan dan kecenderungannya. Data yang digunakan adalah data primer dan
data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan wawancara dan pemberian kuesioner terhadap pengrajin sasirangan, konsumen sasirangan, dan instansi pemerintah yang berhubungan dengan pengembangan Sasirangan. Data primer yang dibutuhkan yaitu informasi usaha, kondisi umum dari IKM Sasirangan, permodalan, ketenagakerjaan, kapasitas produksi, nilai produksi, dan nilai tambah serta pemasaran output. Data sekunder yang dibutuhkan adalah PDRB dan pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005-2009, laju pertumbuhan industri tahun 2005-2009, dan jumlah usaha kecil, menengah, dan besar nasional Tahun 1999-2006 penyerapan tenaga kerja usaha kecil, menengah, dan besar nasional tahun 2001-2006 serta data penyerapan tenaga kerja sektor UKM provinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor basis di Kota Banjarmaisn. Lalu, IKM Sasirangan memiliki peranan yang cukup baik dalam penyerapan tenaga kerja namun masih belum mampu bersaing dengan sub sektor industri lainnya di wilayah lain di Provinsi Kalimantan Selatan tetapi IKM Sasirangan memiliki kontribusi sangat baik dalam nilai produksi atau output sehingga mampu bersaing dengan subsektor IKM lain di wilayah lain di Kalimantan Selatan.. Berdasarkan hasil penelitian tersebut juga didapat upaya dan kebijakan yang telah dilakukan Pemda Kalsel untuk mendukung pengembangan dan memajukan IKM Kain Sasirangan di antaranya, yaitu: (1) menghias setiap sudut Kota Banjarmasin dengan motif-motif sasirangan; (2) digelarnya perlombaan merancang dan peragaan busana bermotif sasirangan; (3) mendaftarkan motifmotif Sasirangan ke Dirjen HAKI; (4) bekerja sama dengan BI untuk memberdayakan UMKM; (5) mewajibkan para pegawai dan pelajar memakai Sasirangan pada hari tertentu; (6) pemberian subsidi UKM; (7) pelatihan pembuatan motif, desain, dan pewarnaan; (8) mengadakan pameran di dalam dan di luar Kalsel; (9) memasukkan IKM Sasirangan ke dalam APBN dan APBD; (10) adanya sentra sasirangan (kampung sasirangan); dan (11) membuat kebijakan tentang pembuangan limbah hasil industri. Untuk mengembangkan dan melestarikan kain Sasirangan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kalsel dan Pemerintah Kota Banjarmasin saja, tetapi harus dilibatkan juga para stakeholder yaitu para pengrajin dan konsumen Sasirangan. Menjadikan kain Sasirangan sebagai produk andalan diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan pengusaha Sasirangan guna meningkatkan kualitas produk dan SDM nya, serta promosi yang gencar untuk memasarkannya di setiap acara-acara penting, baik di tingkat nasional hingga ke luar negeri.
ANALISIS PERANAN INDUSTRI KAIN SASIRANGAN TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BANJARMASIN DAN STRATEGI PENGEMBANGANNYA (PERIODE 2005-2009)
Oleh MOHAMMAD RINALDY AULIA PUTRA H14070094
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama
: Mohammad Rinaldy Aulia Putra
Nomor Registrasi Pokok
: H14070094
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.AEc NIP. 19641022 198908 1 003 Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Mohammad Rinaldy Aulia Putra H14070094
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Mohammad Rinaldy Aulia Putra lahir pada tanggal 26 September 1989 di Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Penulis anak pertama dari satu bersaudara, dari pasangan Mohammad Noor Akhmady dan Atmawiaty. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis dimulai dengan menamatkan sekolah dasar di SD Negeri 54 Banda Aceh, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 105 Jakarta dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 112 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa kepanitian dan organisasi, baik di departemen maupun fakultas, diantaranya Banking Goes to Campus (BGTC), HIPOTEX-R, MPF (Masa Perkenalan Fakultas) dan MPD (Masa Perkenalan Departemen) serta HIPOTESA (Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan) Divisi INTEL (Information, Communication, and External Relationship) FEM IPB (2009-2010).
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, Robbul Izzati yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini sehingga penyusunannya dapat selesai tepat waktu. Shalawat serta salam tak lupa selalu kita curahkan kepada Rasulullah SAW. Judul skripsi ini adalah “Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya (Periode 2005-2009)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Deniey Adi Purwanto, M.S.E selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu, kesabaran, masukan, arahan, perhatian, bimbingan, dan koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ibu Dr. Teti Lies Purnamadewi, selaku dosen penguji utama atas semua saran, masukan dan arahan beliau merupakan hal yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa dan tata cara penulisan untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak H. Mohammad Noor Akhmady, SH, MM. dan Ibunda Dra. Hj. Atmawiaty atas doa dan dukungannya. Tidak lupa terima kasih untuk seluruh keluarga besar penulis yang telah membantu dan mendoakan sehingga skripsi ini selesai dengan baik. 5. Pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Banjarmasin yaitu Bapak Gani dan Desy yang telah membantu
dan memudahkan penulis dalam pencarian data. Tidak lupa penulis berterima kasih kepada para pengrajin dan konsumen Kain Sasirangan serta Koperasi Bayam Raja yang sangat membantu penulis dalam pengumpulan data. 6. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 44 Abdul Aziz, Avy Luthfiandy, Risa Pragari, Rochma Afriyani, Yudi Aditya dan seluruh teman-teman Ilmu Ekonomi angkatan 44 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, semangat, perhatian, bantuan, serta keceriaan selama proses menuju “impian”.
7. Teman-teman di DR D21 tercinta yang sudah memberikan semangat, keceriaan, dan kebersamaan untuk terus maju dan tidak menyerah (Yudi, Agung, Lutfi, Rizki, Afdal, Alan, Aldy, Herdian, Windy, dan Pun). 8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para civitas akademika pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Mohammad Rinaldy Aulia Putra H14070094
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii I.
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang........................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................................. 10 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 13 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................... 13 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 14
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 15 2.1. Teori Produksi ........................................................................................ 15 2.2. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................................... 17 2.3. Pembangunan Ekonomi Daerah ............................................................. 21 2.3.1. Teori Basis Ekonomi .................................................................... 24 2.3.2. Sektor Prioritas ............................................................................. 25 2.3.3. Sektor Unggulan .......................................................................... 26 2.4. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ........................................................ 28 2.5. Penelitian-penelitian Terdahulu .............................................................. 29 2.6. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 31 III. METODE PENELITIAN ............................................................................... 34 3.1. Populasi dan Lokasi Penelitian ............................................................... 34 3.2. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 34 3.3. Metode Pengambilan Data dan Sampling .............................................. 35 3.4. Alur dan Metode Analisis ........................................................................ 36 3.4.1. Analisis Location Quotient .......................................................... 37 3.4.2. Analisis Shift Share ....................................................................... 39 3.4.3. Rasio indikator kegiatan ekonomi ................................................ 44 3.4.4. Analisis SWOT ............................................................................. 46
ii
IV. GAMBARAN UMUM ................................................................................... 52 4.1. Gambaran Umum Kota Banjarmasin ..................................................... 52 4.1.1. Kondisi Fisik Wilayah ................................................................. 52 4.1.2. Batas Administratif ...................................................................... 53 4.1.3. Kependudukan dan Pertumbuhan Ekonomi ................................. 54 4.1.4. Fungsi Kota Banjarmasin ............................................................. 56 4.2. Gambaran Umum Industri Kain Sasirangan ........................................... 57 4.2.1. Sekilas Tentang Kain Sasirangan ................................................. 57 4.2.2. Sejarah Kain Sasirangan ............................................................... 61 4.2.3. Bahan Baku dan Bahan Penunjang .............................................. 62 4.2.4. Penghambat Warna ...................................................................... 63 4.2.5. Proses Pembuatan ........................................................................ 63 4.2.6. Sebaran Industri Kain Sasirangan ................................................ 65 4.3. Perkembangan Industri Sasirangan ........................................................ 67 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 70 5.1. Analisis Lingkungan Strategis dan Kecenderunganya ........................... 70 5.1.1. Lingkungan Provinsi Kalimantan Selatan ................................... 70 5.1.2. Lingkungan Nasional ................................................................... 76 5.1.3. Lingkungan Global ....................................................................... 78 5.2. Profil dan Karakteristik Responden......................................................... 82 5.2.1. Pelaku Usaha ................................................................................ 83 5.2.2. Konsumen .................................................................................... 87 5.2.3. Pemerintah ................................................................................... 91 5.3. Analisis Sektor Basis di Kota Banjarmasin ............................................ 92 5.4. Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan ..................... 94 5.4.1. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi .............................................. 95 5.4.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja ..... 97 5.5. Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) IKM Sasirangan ...................... 100 5.5.1. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi ............................................ 100 5.5.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) ....... 102
iii
5.5.3. Profil Pertumbuhan Indikator Kegiatan Ekonomi IKM Kain Batik Sasirangan .................................................................................. 105 5.6. Analisis SWOT...................................................................................... 107 5.6.1. Berdasarkan Data Sekunder ....................................................... 108 5.6.1.1. Permodalan ..................................................................... 109 5.6.1.2. Akses Pasar ..................................................................... 110 5.6.1.3. Tenaga Kerja dan Produksi ............................................ 112 5.6.1.4. Regulasi Pemerintah ....................................................... 113 5.6.2. Berdasarkan Data Primer ........................................................... 121 5.6.2.1. Permodalan ..................................................................... 122 5.6.2.2. Akses Pasar ..................................................................... 123 5.6.2.3. Tenaga Kerja dan Produksi ............................................ 126 5.6.2.4. Regulasi Pemerintah ....................................................... 128 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 135 6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 135 6.2. Saran ...................................................................................................... 136 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 138 LAMPIRAN ......................................................................................................... 140
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1.
Jumlah UMKM dan UB Tahun 2005-2009 Indonesia ................................ 2
1.2.
Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Tahun 2005-2009 Indonesia .. 3
1.3.
Perkembangan Sektor Industri Menurut Kelompok Industri Kota Banjarmasin Tahun 2007-2008 ................................................................... 4
1.4.
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Kota Banjarmasin Tahun 20062008.............................................................................................................. 4
1.5.
Posisi Kredit UMKM yang Diberikan Bank Umum dan BPR Menurut Sebaran Plafon Kredit Kota Banjarmasin Tahun 2008 ................................ 5
1.6.
Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ............................................................. 6
1.7.
Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 .................................................. 6
1.8.
KPJu Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan ............................................ 9
1.9.
Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2005-2006 ........................................... 10
1.10.
Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2007-2008 ........................................... 11
1.11.
Perkembangan Industri Kain Sasirangan Tahun 2004-2009...................... 11
2.1.
Pengelompokan Kegiatan Usaha ditinjau dari Jumlah Pekerja ................ 29
3.1.
Matriks SWOT .......................................................................................... 47
3.2.
Matriks Faktor Strategi Eksternal dan Internal (EFAS-IFAS)................... 49
4.1.
Wilayah Administratif Kota Banjarmasin Tahun 2009 ............................. 54
4.2.
Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2010 ............................... 55
4.3.
Persentase Kontribusi Sektoral Perekonomian Kota Banjarmasin berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009............ 56
5.1.
Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2009 .................................................................................................................... 72
5.2.
Realisasi Ekspor menurut Komoditi Tahun 2007-2008............................. 73
5.3.
Nilai Ekspor Kalimantan Selatan Tahun 2010 ........................................... 74
v
5.4.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 - 2010 .................................................................................... 75
5.5.
Karakteristik Umum Responden Pengrajin IKM Sasirangan .................... 83
5.6.
Kelompok Lama Usaha Responden Pengrajin IKM Sasirangan .............. 84
5.7.
Jumlah Karyawan Responden Pengrajin IKM Sasirangan ....................... 84
5.8.
Jumlah Tanggungan Keluarga para Pengrajin IKM Sasirangan ............... 85
5.9.
Jumlah Modal Usaha yang dibutuhkan Pengrajin IKM Sasirangan ......... 86
5.10.
Nilai Asset yang dimiliki para Pengrajin IKM Sasirangan ....................... 86
5.11.
Jumlah Produksi per Bulan dari IKM Sasirangan ..................................... 86
5.12.
Nilai Omset/Pendapatan per Bulan dari IKM Sasirangan ........................ 86
5.13.
Jenis Pekerjaan Responden Konsumen Produk Sasirangan ...................... 87
5.14.
Jenis Kelamin Responden Konsumen Produk Sasirangan ........................ 88
5.15.
Kelompok Usia Responden Konsumen Produk Sasirangan ..................... 88
5.16.
Kelompok Pendapatan Responden Konsumen Produk Sasirangan .......... 89
5.17.
Jenis Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan ................................................................................................. 89
5.18.
Harga Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan ................................................................................................. 90
5.19.
Identifikasi Karakkteristik Umum Responden Pemerintah ...................... 91
5.20.
Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) di Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 ....................................................................................... 92
5.21.
Rasio Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 (Nilai Ra, Ri, dan ri) ........................................ 95
5.22.
Proporsi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan .................................................................................... 97
5.23.
Pertumbuhan Bersih (PB) Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan Tahun 2005-2009 ..................................................................................... 100
5.24.
Rasio Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 (Nilai Ra, Ri, dan ri)................... 101
5.25.
Proporsi Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan ................................................................................. 103
vi
5.26.
Pertumbuhan Bersih (PB) Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan Tahun 2005-2009 ..................................................................................... 105
5.27.
Identifikasi Faktor-faktor Strategis Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Sekunder ......................................................................................... 108
5.28.
Perkembangan Industri Kain Sasirangan ................................................ 116
5.29.
Identifikasi Faktor-faktor Strategis Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Primer (Survey) ............................................................................... 121
5.30.
Identifikasi Potensi, Tantangan dan Permasalahan Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Primer (Survey) .......................................................... 130
5.31.
Matrik Interaksi Analisis SWOT-Klasifikasi Isu Sektor IKM Kain Batik Sasirangan ............................................................................................... 131
5.32.
Faktor Strategis menurut Kondisi/Performa Perusahaan Saat Ini terhadap Pengembangan Industri Kain Sasirangan ............................................... 132
5.33.
Faktor Strategis menurut Skala Kepentingan terhadap Pengembangan Industri Kain Sasirangan .......................................................................... 133
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Kerangka Pikir Konseptual ...........................................................................32 3.1. Alur Metode Analisis Penelitian ...................................................................37 3.2. Model Analisis Shift Share ..........................................................................41 3.3. Matriks SWOT ............................................................................................. 48 4.1. Obyek-obyek Wisata di Kota Banjarmasin ..................................................53 4.2. Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2010 .................................55 4.3. Jenis-jenis Motif Kain Batik Sasirangan ...................................................... 58 4.4. Produk-produk Sasirangan ...........................................................................61 4.5. Proses Pembuatan Kain Sasirangan dan Kunjungan Para Pejabat ...............65 4.6. Peta Sebaran IKM Sasirangan di Kalimantan Selatan ..................................66 4.7. Perkembangan Jumlah Industri Sasirangan .................................................67 4.8. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Sasirangan ........................... 67 4.9. Perkembangan Nilai Investasi Industri Sasirangan ......................................68 4.10. Perkembangan Nilai Produksi Industri Sasirangan ......................................68 4.11. Perkembangan Nilai Bahan Baku Industri Sasirangan ................................ 69 5.1. Kelompok Lama Usaha Responden Pengrajin IKM Sasirangan .................84 5.2. Jumlah Karyawan Responden Pengrajin IKM Sasirangan .......................... 85 5.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Para Pengrajin IKM Sasirangan ..................85 5.4. Jenis Pekerjaan Responden Konsumen Produk Sasirangan .......................... 87 5.5. Jenis Kelamin Responden Konsumen Produk Sasirangan ........................... 88 5.6. Kelompok Usia Responden Konsumen Produk Sasirangan ........................ 88 5.7. Kelompok Pendapatan Responden Konsumen Produk Sasirangan .............89 5.8. Jenis Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Sasirangan ....90 5.9. Harga produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Sasirangan ...90 5.10. Profil Pertumbuhan Indikator Kegiatan Ekonomi IKM Kain Sasirangan Tahun 2005-2009 ....................................................................................... 106
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Kuesioner Penelitian untuk Pelaku Usaha IKM Sasirangan ................... 141
2.
Kuesioner Penelitian untuk Konsumen Sasirangan ................................ 149
3.
Kuesioner Penelitian untuk Pemerintah .................................................. 154
4.
Perkembangan Data UMKM dan UB Indonesia Tahun 2005-2009 ....... 159
5.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 ....... 160
6.
Perhitungan Location Quotient (LQ) ...................................................... 161
7.
Perkembangan Sektor dan Subsektor Industri ........................................ 163
8.
Komponen Shift Share (SS) ..................................................................... 164
9.
Komponen Share Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan ............... 165
10.
Komponen Shift Share (SS) ..................................................................... 167
11.
Komponen Share Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan ........... 168
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara berupaya untuk keluar dari krisis finansial global yang dimulai dari Amerika Serikat dan terus melanjut melanda perekonomian negara-negara di dunia. Padahal perekonomian Indonesia mulai mengarah pada pemulihan krisis ekonomi yang tercermin dari membaiknya kondisi ekonomi makro dengan indikator terkendalinya inflasi, stabilnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, dan rendahnya suku bunga bank. Sektor industri pun mengalami perbaikan kinerja, baik dalam hal pertumbuhan, kontribusi, maupun peranannya. Meskipun ada perbaikan yang cukup berarti, harus diakui bahwa peran sektor industri dalam ekonomi nasional serta sektor riil lainnya masih lebih rendah dibanding dengan kondisi sebelum krisis. Sementara dalam rangka percepatan
pembangunan,
penciptaan
kemandirian
serta
pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya ke seluruh wilayah, pemerintah pusat memberikan kesempatan pada daerah untuk mengatur dan mengelola seluruh potensi sumber daya agar tercipta kegiatan ekonomi yang produktif. Untuk itu, pemerintah
menetapkan
Undang-Undang
No.
22
Tahun
1999
tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Lalu undangundang tersebut saat ini telah disempurnakan dengan terbitnya Undang-Undang No. 32 dan 33 Tahun 2004. Sehingga diharapkan dapat menggairahkan daerah untuk menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi yang lebih dinamis.
2
Salah satu subsektor industri yang berperan vital dalam perekonomian yaitu industri UMKM. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Perannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja diharapkan menjadi langkah awal bagi upaya pemerintah menggerakkan sektor produksi pada berbagai lapangan usaha. Industri
kecil
menempati
posisi
strategis
dalam
kebijaksanaan
pembangunan nasional karena industri kecil mempunyai karakteristik yang lebih banyak menggunakan tenaga kerja dibandingkan modal dan peralatan (mesinmesin). Hal ini menempatkan industri kecil sebagai salah satu strategi perluasan kesempatan kerja. Sementara itu, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang sering kali dipandang sebelah mata ternyata mampu bertahan pada saat krisis moneter bahkan dapat memulihkan perekonomian nasional. Tabel 1.1 Jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Besar Tahun 20052009 di Indonesia (Unit Usaha) Tahun
Mikro Kecil Menengah 45.217.567 1.694.008 105.487 2005 (96,17) (3,60) (0,22) 48.512.438 472.602 36.763 2006 (98,95) (0,97) (0,07) 49.608.953 498.565 38.282 2007 (98,92) (0,99) (0,08) 50.847.771 522.124 39.717 2008 (98,90) (1,02) (0,08) 52.176.795 546.675 41.133 2009 (98,87) (1,04) (0,08) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2010. Keterangan: ( ) menyatakan persentase (%)
Besar 5.022 (0,01) 4.577 (0,01) 4.463 (0,01) 4.650 (0,01) 4.677 (0,01)
Jumlah 47.022.084 (100,00) 49.026.380 (100,00) 50.150.263 (100,00) 51.414.262 (100,00) 52.769.280 (100,00)
Kontribusi yang diberikan oleh sektor UMKM selama periode tahun 20052009 dimana jumlah UMKM tetap memiliki proporsi yang terbesar terhadap lapangan usaha di Indonesia setiap tahunnya. Terutama untuk jenis usaha mikro
3
yang menunjukkan tren yang semakin positif dalam jumlah unit usahanya pada periode tersebut. Tabel 1.2 Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2005-2009 di Indonesia (jiwa) Tahun Mikro Kecil Menengah Besar Jumlah 69.966.508 9.204.786 4.415.322 2.719.209 86.305.825 2005 (81,07) (10,67) (5,12) (3,14) (100,00) 82.071.144 3.139.711 2.698.743 2.441.181 90.350.778 2006 (90,84) (3,47) (2,99) (2,70) (100,00) 84.452.002 3.278.793 2.761.135 2.535.411 93.027.341 2007 (90,78) (3,52) (2,97) (2,73) (100,00) 87.810.366 3.519.843 2.694.069 2.756.205 96.780.483 2008 (90,73) (3,64) (2,78) (2,85) (100,00) 90.012.694 3.521.073 2.677.565 2.674.671 98.886.003 2009 (91,03) (3,56) (2,71) (2,70) (100,00) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2010. Keterangan: ( ) menyatakan persentase (%)
Penyerapan tenaga kerja sektor UMKM lebih didominasi oleh industri mikro dari tahun 2005 hingga tahun 2009 dimana terus mengalami peningkatan (Tabel 1.2). Hingga tahun 2009, jumlah tenaga kerja yang diserap usaha UMKMB di Indonesia sebanyak 98.886.003 jiwa dimana sebesar 91,03 persen disumbangkan oleh sektor usaha mikro yaitu sebanyak 90.012.694 jiwa. Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin menjadi pusat perdagangan, industri, dan aktivitas tenaga kerja. Selama periode tahun 2005 hingga 2009, kota Banjarmasin mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,08 persen (BPS Kota Banjarmasin, 2010). Ini menunjukkan kestabilan ekonomi yang dialami kota Banjarmasin meskipun pada tahun 2007-2008 dunia mengalami krisis ekonomi global. Atas dasar tersebut, peran industri UKM sangat berperan dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Selatan, khususnya di Kota Banjarmasin. Peran industri UKM di Kota Banjarmasin dapat dilihat dari seberapa banyak tenaga kerja yang diserap, jumlah nilai produksi yang selalu meningkat, dan kontribusi terhadap output sektor industri dan UKM.
4
Berikut data perkembangan unit usaha, tenaga kerja, dan investasi sektor industri kota Banjarmasin pada tahun 2007 dan tahun 2008 (Tabel 1.3). Tabel 1.3 Perkembangan Unit Usaha, Tenaga Kerja dan Investasi Sektor Industri Menurut Kelompok Industri Kota Banjarmasin Tahun 2007-2008 Kelompok Industri
Unit Usaha (buah)
Industri Kecil Industri Menengah dan Besar Jumlah
Tenaga Kerja (orang) 2007 2008 209 455
2007 30
2008 58
1
1
15
31
59
224
Investasi (Rp ribu) 2007 2.322.622
2008 2.409.500
20
221.000
1.250.000
475
2.543.622
3.659.500
Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Banjarmasin, 2009.
Selain di bidang industri, baiknya perekonomian Kota Banjarmasin dapat dilihat dari perkembangan nilai ekspor komoditi yang ada di Kota Banjarmasin. Selama tahun 2006-2008, jumlah nilai ekspor komoditi di Kota Banjarmasin meningkat cukup pesat. Pada tahun 2008 jumlah nilai produk yang diekspor oleh Kota Banjarmasin mencapai US$ 3,6 milyar (Tabel 1.4). Tabel 1.4 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditi Kota Banjarmasin Tahun 2006-2008 Jenis Produk Produk Kayu Produk Tambang Produk Karet Produk Rotan Produk Perikanan Produk Hasil Hutan Lainnya Jumlah
2006 Nilai (Ribuan US$) 284.031 1.701.335 94.138 8.973 11.853
2007 Nilai (Ribuan US$) 426.575 2.022.517 144.412 8.011 14.215
2008 Nilai (Ribuan US$) 386.974 2.879.164 198.586 10.624 9.147
508.191
324.700
193.768
2.608.521
2.940.430
3.678.263
Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kota Banjarmasin, 2009.
Jumlah kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah yang diberikan bank umum dan BPR pada tahun 2008 di Kota Banjarmasin juga cukup baik. Selama januari-desember 2008 jumlah kredit yang diberikan bank umum dan BPR untuk UMKM sebanyak Rp 4,07 trilyun (Tabel 1.5).
5
Tabel 1.5 Posisi Kredit UMKM yang Diberikan Bank Umum dan BPR Menurut Sebaran Plafon Kredit Kota Banjarmasin Tahun 2008 (Rp juta) Bulan
Mikro ( < Rp 50 juta)
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1.255.481 1.231.278 1.259.684 1.260.298 1.280.163 1.309.693 1.323.300 1.322.009 1.371.633 1.358.264 1.349.323 1.380.998
Kecil ( Rp 50 juta – Rp 500 juta) 765.372 771.446 797.807 855.379 902.385 955.220 992.824 1.056.226 1.102.167 1.132.030 1.164.351 1.185.730
Menengah (> Rp 500 juta – Rp 5 milyar) 1.251.909 1.268.376 1.335.082 1.349.045 1.352.669 1.435.081 1.467.696 1.521.311 1.542.669 1.506.520 1.494.374 1.512.595
Jumlah 3.272.762 3.271.100 3.392.574 3.464.722 3.535.216 3.699.994 3.783.819 3.899.545 4.016.469 3.996.814 4.008.047 4.079.322
Sumber: Bank Indonesia Cabang Banjarmasin, 2009.
Peran industri pengolahan terhadap PDRB Kota Banjarmasin sangat signifikan dengan menempati urutan ketiga terbesar penyumbang PDRB pada tahun 2009 (Tabel 1.6). Meskipun kontribusi ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 sektor industri pengolahan menempati urutan pertama kontribusi PDRB terbesar untuk lapangan usaha. Salah satu sub sektor industri ini yang cukup berpengaruh adalah industri kecil dan menengah. Penurunan ini bisa disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam membuat kebijakan-kebijakan yang membantu dan melindungi para pengusaha di bidang industri serta dibukanya perdagangan bebas untuk antar negara maupun regional. Selama tahun 2008 Kota Banjarmasin megalami pertumbuhan ekonomi sebesar 6,22 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor perdagangan, restoran, dan hotel yang mencapai 15,81 persen dan sektor bangunan sebesar 10,75 persen. Secara umum seluruh sektor mengalami peningkatan kecuali sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,73 persen (BPS Kota Banjarmasin).
6
Tabel 1.6 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 (Rp Juta) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Bank, Keuangan, Perumahan Jasa-jasa Total PDRB
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) 2005 2006 2007 2008 2009 25,919 40,550 44,845 45,521 51,663 0 0 0 0 0 839,253 868,608 816,855 810,915 824,953 59,877
59,126
67,710
68,817
71,983
286,219
311,542
348,514
385,965
428,156
620,661
765,376
832,188
939,285
975,622
981,679
951,375 1,024,949
350,289
367,682
441,471
378,796 470,707 503,767 3,542,693 3,834,966 4,080,298
1,096,215 1,147,059 444,188
496,793
529,769 563,745 4,320,676 4,559,973
Sumber: BPS Kota Banjarmasin 2010, diolah.
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banjarmasin menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan dengan tahun dasar 2000 pada tahun 2009 mencapai Rp 4,5 trilyun. Kontribusi PDRB selama 2009 terbanyak disumbangkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai 25,15 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta sektor industri pengolahan memberikan kontribusi kedua dan ketiga terbesar (Tabel 1.7). Tabel 1.7 Distribusi PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 (persen) Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Bank, Keuangan, dan Perumahan Jasa - Jasa PDRB
2005 0.73 0.00 23.69 1.69 8.08
2006 1.06 0.00 22.65 1.54 8.12
2007 1.10 0.00 20.02 1.66 8.54
2008 1.05 0.00 18.77 1.59 8.93
2009 1.13 0.00 18.09 1.58 9.39
17.52
19.96
20.40
21.74
21.40
27.71
24.81
25.12
25.37
25.15
9.89
9.59
10.82
10.28
10.89
10.69 100,00
12.27 100,00
12.35 100,00
12.26 100,00
12.36 100,00
Sumber: BPS Kota Banjarmasin 2010, diolah.
7
Kebijakan pembangunan industri Indonesia, secara khusus di provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Banjarmasin harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dan mampu mengatasi perubahan-perubahan lingkungan yang bergerak cepat. Untuk membangun dayasaing yang berkelanjutan, upaya pemanfaatan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki pemerintah provinsi Kalimantan
Selatan
dan
pemerintah
kota
Banjarmasin
harus
mampu
memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam daerah ataupun secara nasional, maupun ditingkat internasional guna mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Arah dan kebijakan industri nasional harus disepakati bersama, bila tidak disepakati bersama, maka akan terjadi industri tumbuh secara alami tanpa kejelasan bentuk bangun industri, hal ini disebabkan : Secara internal masih terdapat gejala keinginan sektoral yang bersifat individual (belum terkonsolidasi) dan belum saling mengisi, serta belum sinergi. Secara eksternal akan berlaku kaidah pasar bebas, yaitu pasar dunia dengan kendaraan globalisasi dan liberalisasi yang memaksakan kehendak, serta mendistorsi kepentingan nasional. Dan hal ini sesuai dengan kehendak negara maju yang berusaha mematikan aspirasi, daya kreativitas, dan memotivasi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang. Dengan demikian akan terjadi pemborosan sumberdaya pembagunan (inefesiensi) dan tidak terwujudnya tujuan pembangunan industri yang diinginkan. Bila provinsi Kalimantan Selatan melihat pengalaman beberapa negara lain, mereka berhasil memajukan industrinya karena adanya suatu kebijakan industri nasional yang didukung oleh seluruh potensi bangsa secara konsisten,
8
sehingga pembangunan industrinya lebih cepat mencapai keberhasilan dan juga dapat mengurangi tekanan-tekanan yang datang dari eksternal. Untuk itu pemerintah perlu memiliki suatu Kebijakan Industri Nasional, yang komprehensif dan disepakati oleh berbagai pihak terkait. Dimana Kementrian Perindustrian telah menerbitkan Kebijakan Industri Nasional (KIN) melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008. Lewat peraturan itu Indonesia di tahun 2025 diharapkan menjadi negara industri maju, karena di dalam KIN termuat peta panduan (roadmap), strategi dan rencana aksi pengembangan industri nasional jangka menengah dan jangka panjang. Mengacu pada hal tersebut di atas, maka semua Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kota Banjarmasn menjabarkan KIN pada produk kekhasan daerah yang dapat menjadi produk unggulan untuk menopang perekonomian Kalimantan Selatan. Pada tahun 2007 Bank Indonesia melakukan sebuah penelitian yang bertujuan utama dalam rangka pengembangan komoditas unggulan UMKM di Kalimantan Selatan dengan penetapan Komoditi/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan per sektor maupun lintas sektor. Proses penetapan KPJU Unggulan dilakukan secara bertingkat yang diawali dengan penetapan KPJU unggulan pada tingkat kecamatan, kemudian tingkat kabupaten/kota dan terakhir pada tingkat propinsi. KPJU unggulan ditentukan berdasarkan kriteria dan sub-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, diantaranya penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan dayasaing produk KPJU Unggulan lintas sektor di tingkat Propinsi merupakan hasil agregasi KPJU Lintas Sektor pada setiap kabupaten/kota. Dari hasil penggabungan tersebut
9
dilakukan penyaringan KPJU unggulan lintas sektor dengan menggunakan metode pembobotan Borda. Hasil yang diperoleh adalah maksimal 5 (lima) KPJU unggulan yang memiliki total nilai/skor tertinggi sebagai KPJU unggulan lintas sektor tingkat propinsi, yaitu : Tabel 1.8 KPJU Unggulan Provinsi Kalimantan Selatan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sektor/Sub-Sektor Perkebunan Perdagangan Industri Perkebunan Peternakan Perikanan Perdagangan Peternakan Perikanan Tanaman Pangan
KPJU Unggulan Karet Mebel Kain/Batik Sasirangan Kelapa Sawit Budidaya Itik Budidaya Ikan di Kolam Aneka Kerajinan Sapi Penangkapan Ikan di Perairan Umum Padi sawah
Sumber: Bank Indonesia, 2007.
Salah satu peluang yang dapat dikembangkan dalam industri di provinsi Kalimantan Selatan khususnya untuk wilayah kota Banjarmasin dalam memperkuat perekonomian adalah Kain Sasirangan. Bagi kota Banjarmasin perlu meningkatkan dayasaing industri kain Sasirangan secara berkelanjutan akan membentuk landasan ekonomi yang kuat berupa stabilitas ekonomi makro, iklim usaha, dan investasi yang sehat. Di masa depan, tumbuh majunya Industri Kain Sasirangan akan diikuti dengan pemberian manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh masyarakat Kalimantan Selatan dan rakyat Indonesia, tanpa menrongrong kedaulatan bangsa serta mengorbankan kepentingan nasional dan tetap melestarikan nilai-nilai budaya Kalimantan Selatan yang dicerminkan oleh terbangunnya kerjasama ekonomi secara setara dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Untuk itu, dukungan dari seluruh jajaran pemerintah provinsi
10
Kalimantan Selatan, khususnya Pemeritah Kota Banjarmasin bagi pembangunan dan pengembangan industri kain Sasirangan untuk menjadi penopang ekonomi Kalimantan Selatan dapat terwujud secara konsisten dan berkesinambungan.
1.2. Perumusan masalah Perkembangan industri di Provinsi Kalimantan Selatan hingga akhir tahun 2006 mencapai 39.455 unit usaha atau naik sebanyak 6,00 persen dari 37.222 unit usaha pada tahun 2005 dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 93.771 orang atau naik sebanyak 8,00 persen dari 86.825 orang pada tahun 2005, nilai investasi mencapai sebesar Rp. 143,383 milyar. Nilai produksi mencapai Rp. 590,157 milyar dengan nilai bahan baku mencpai Rp. 331,093 milyar dan nilai tambah mencapai Rp. 259,082 milyar atau naik sebesar 6,21 persen dari nilai tambah sebesar Rp. 243,938 milyar pada tahun 2005. Tabel 1.9 Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2005-2006 No.
URAIAN
s.d TAHUN
2005 1 Unit Usaha 37.222 2 Tenaga Kerja 86.825 3 Nilai Investasi 137.868.655 4 Nilai Produksi 560.470.312 5 Nilai Bahan Baku 316.532.316 6 Nilai Tambah 243.937.996 Sumber: BPS Provinsi Kalsel, 2008.
2006 39.455 93.771 143.383.401 590.175.239 311.092.803 259.082.436
PERTAMBAHAN 2.233 6.946 5.514.746 29.704.927 14.560.487 15.144.440
% 6,00 8,00 4,00 5,30 4,60 6,21
Begitupun selama tahun 2007 sampai tahun 2008, perkembangan sektor industri di Provinsi Kalimantan Selaan mengalami peningkatan walaupun dalam pertumbuhannya tidak sebesar pada tahun 2005-2006. Dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, nilai bahan baku, dan nilai tambahnya.
11
Tabel 1.10 Laju Pertumbuhan Industri Tahun 2007-2008 No.
s.d TAHUN
URAIAN
2007 1 Unit Usaha 41.521 2 Tenaga Kerja 99.452 3 Nilai Investasi 146.997.986 4 Nilai Produksi 601.978.850 5 Nilai Bahan Baku 336.390.590 6 Nilai Tambah 274.238.758 Sumber: BPS Provinsi Kalsel, 2008.
PERTAMBAHAN
2008 42.351 101.441 151.407.429 614.018.427 342.277.425 281.780.324
%
830 1.989 4.409.443 12.039.577 5.886.835 7.541.566
2,00 2,00 3,00 2,00 1,75 2,75
Sementara itu perkembangan Industri Sasirangan di provinsi Kalimantan Selatan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ini dapat dilihat dari unit usaha, penyerapan tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, nilai bahan baku, dan nilai tambah (tabel 1.11). Perkembangan tersebut memperlihatkan bahwa indutri UKM Kain Sasirangan merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap perkonomian provinsi Kalimantan Selatan. Tabel 1.11 Perkembangan Industri Kain Sasirangan Tahun 2004-2009 No.
URAIAN
1.
Unit Usaha
2
3.
4.
5.
6.
Tenaga Kerja (orang) Nilai Investasi (Rp) Nilai Produksi (Rp) Nilai Bahan Baku (Rp) Nilai Tambah (Rp)
2004
2005
2006
2007
2008
2009
29
32
34
36
38
40
2.555
2.762
2.938
3.136
3.325
3.525
14.433
15.603
16.253
16.931
17.636
18.341
54.973
59.430
62.756
66.268
69.977
73.686
31.854
34.437
36.097
37.838
39.662
41.487
23.134
25.010
26.666
28.432
31.314
32.197
Keterangan : No 3-6 dalam 000.000 Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, 2010.
12
Masalah nasional yang sedang mengemuka saat ini yang juga dialami oleh Provinsi Kalimantan Selatan di antaranya, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya perkembangan ekspor, lemahnya sektor infrastruktur, dan tertinggalnya kemampuan di bidang penguasaan teknologi. Pengembangan Industri Kain Sasirangan di provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pembangunan dan pengembangan Industri Kain Sasirangan harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik di provinsi Kalimantan Selatan. Oleh karenanya tujuan pengembangan sektor Industri Kain Sasirangan jangka panjang bukan hanya ditujukan untuk mengantisipasi permasalahan dan kelemahan di sektor Industri Kain Sasirangan saja tetapi sekaligus juga harus mampu turut mengatasi permasalahan provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi perumusan masalah yang akan dijawab dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor basis di Kota Banjarmasin? 2. Bagaimana peranan industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin ? 3. Bagaimana
kondisi
faktor-faktor
(permodalan, akses pasar,
regulasi
pemerintah, serta tenaga kerja dan produksi) terhadap perkembangan industri Sasirangan ? 4. Kebijakan apa yang harus dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung serta mengembangkan Industri Sasirangan di Kota Banjarmasin ?
13
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sektor-sektor basis di Kota Banjarmasin. 2. Menganalisis peranan industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin. 3. Menganalisis kondisi faktor-faktor (permodalan, akses pasar, regulasi pemerintah, serta tenaga kerja dan produksi) terhadap perkembangan industri Sasirangan. 4. Menganalisis kebijakan yang harus dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung serta mengembangkan Industri Sasirangan di Kota Banjarmasin.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi sektoral yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi, membawa dampak makro maupun mikro bagi perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan, mewujudkan pembangunan dan pengembangan
industri
Kain
Sasirangan
serta
mampu
menggerakkan
perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dalam membuat, merencanakan, dan mengambil kebijakan pada sektor ini dalam menentukan arah dan strategi pembangunan ekonomi di masa datang dan dapat menjadi bahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
14
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah kontribusi sektor Industri Kain Sasirangan terhadap perekonomian kota Banjarmasin, baik itu peran dan kontribusinya terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan nilai output/produksi. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan Location Quotient (LQ), analisis Shift Share, dan analisis SWOT. Analisis LQ untuk menganalisis sektor basis yang terdapat di Kota Banjarmasin. Analisis SS untuk menganalisis peranan industri sasirangan terhadap perluasan lapangan kerja dan nilai output. Sementara analisis SWOT digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki oleh industri Sasirangan dalam pengembangan usaha ini. Penulis dalam penelitian ini menggunakan periode dari tahun 2005 hingga tahun 2009.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan atau keterkaitan antara faktor-faktor
produksi (tenaga kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawanan) dan tingkat produksi yang diciptakan. Secara matematis fungsi produksi dapat dituliskan dalam bentuk model sebagai berikut : Q = f (K, L, R, T) Q : jumlah produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor produksi. K : jumlah modal/kapital L : jumlah tenaga kerja R : kekayaan alam T : teknologi yang digunakan Faktor produksi : input,
Jumlah produksi : output
Kelebihan dari fungsi produksi Cobb-Douglas: 1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah penerapannya. 2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun. 3. Koefisien-koefisien
fungsi
produksi
Cobb-Douglas
secara
langsung
menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu.
16
4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks efisiensi
produksi
yang
secara
langsung
menggambarkan
efisiensi
penggunaan input menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji.
Kekurangan dari fungsi produksi Cobb-Douglas: 1. Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. 2. Kesalahan pengukuran variabel ini terletak pada validitas data, apakah data yang dipakai sudah benar, terlalu ekstrim ke atas atau sebaliknya. Kesalahan pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3. Dalam praktek, faktor manajemen merupakan faktor yang juga penting untuk meningkatkan produksi, tetapi variabel ini kadang-kadang terlalu sulit diukur dan dipakai dalam variabel independentdalam pendugaan fungsi produksi Cobb-Douglas.
Bentuk umum fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: Q = δ.I α Keterangan: Q = Output I = Jenis input yang digunakan dalam proses produksi dan dipertimbangkan untuk dikaji δ = indeks efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output α = elastisitas produksi dari input yang digunakan.
17
2.2.
Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan
mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut sehingga terjadi proses pertumbuhan (Boediono 1999:2). Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002), ada perbedaan dalam istilah perkembangan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan ekonomi merupakan perubahan spontan dan terputus-putus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya, sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Hicks mengemukakan masalah negara terbelakang menyangkut pengembangan sumbersumber yang tidak atau belum dipergunakan, kendati penggunanya telah cukup dikenal. Sedangkan menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang ekonomi kepada penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Atas sudut pandang tersebut, penelitian ini menggunakan istilah pertumbuhan ekonomi yang akan dilihat dari sudut pandang Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui dengan membandingkan PDRB pada satu tahun tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1).
18
Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi (Sukirno,1994) yaitu: a. Tanah dan kekayaan alam lain: Kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses
pertumbuhan
ekonomi.
Di
dalam
setiap
negara
dimana
pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi. Apabila negara tersebut mempunyai kekayaan alam yang dapat diusahakan dengan menguntungkan, hambatan yang baru saja dijelaskan akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi dipercepat kemungkinannya untuk memperoleh keuntungan tersebut dan menarik pengusahapengusaha dari negara-negara/daerah-daerah yang lebih maju untuk mengusahakan kekayaan alam tersebut. Modal yang cukup, teknologi dan teknik produksi yang modern, dan tenaga-tenaga ahli yang dibawa oleh
19
pengusaha-pengusaha tersebut dari luar memungkinkan kekayaan alam itu diusahakan secara efisien dan menguntungkan. b. Jumlah dan mutu penduduk/tenaga kerja: Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara tersebut menambah produksi. Selain itu pula perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barangbarang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Ini berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk. c. Barang-barang modal dan tingkat teknologi: Barang-barang modal penting artinya dalam mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi, barang-barang modal yang sangat bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah menjadi bertambah modern memegang peranan yang penting sekali dalam mewujudkan kemajuan ekonomi yang tinggi itu.
20
Apabila barang-barang modal saja yang bertambah, sedangkan tingkat teknologi tidak mengalami perkembangan maka kemajuan yang akan dicapai akan jauh lebih rendah. d. Sistem sosial dan sikap masyarakat: Sikap masyarakat dapat menentukan sampai dimana pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. Di sebagian masyarakat terdapat sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar pada pertumbuhan ekonomi. Sikap itu diantaranya adalah sikap menghemat untuk mengumpulkan lebih besar uang untuk investasi, sikap kerja keras dan kegiatan-kegiatan mengembangkan usaha, dan sikap yang selalu menambah pendapatan dan keuntungan. Disisi lain sikap masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat yang tradisional dapat menghambat masyarakat untuk menggunakan cara-cara produksi yang modern dan yang produktivitasnya tinggi. Oleh karenanya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dipercepat. e. Luas pasar sebagai sumber pertumbuhan: Adam Smith (telah) menunjukkan bahwa spesialisasi dibatasi oleh luasnya pasar, dan spesialisasi yang terbatas membatasi pertumbuhan ekonomi. Pandangan Smith ini menunjukkan bahwa sejak lama orang telah lama menyadari tentang pentingnya luas pasar dalam pertumbuhan ekonomi. Apabila luas pasar terbatas, tidak ada dorongan kepada para pengusaha
untuk
menggunakan
teknologi
modern
yang
tingkat
produktivitasnya tinggi. Karena produktivitasnya rendah maka pendapatan para pekerja tetap rendah, dan ini selanjutnya membatasi pasar.
21
2.3.
Pembangunan Ekonomi Daerah Pengertian pembangunan ekonomi yang dijadikan pedoman dalam
penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno 1996:13) dalam Saerofi. Berdasarkan atas definisi ini dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi lebih baik lagi. Adanya proses pembangunan itu di diharapkan adanya kenaikan pendapatan riil masyarakat berlangsung untuk jangka panjang. Definisi lain dari pembangunan ekonomi darah yaitu suatu proses dimana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antar Pemerintah Daerah dengan sektor swasta. Tujuannya adalah untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembagan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan mengunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal/daerah (Arsyad, 2003). Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Beberapa teori yang dapat menerangkan adanya perbedaan dalam pembangunan ekonomi antar daerah, diantaranya yaitu :
22
a. Teori Basis Ekonomi Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah hubungan langsung dengan permintaan terhadap barangbarang dan jasa di luar daerah. Proses produksi di suatu sektor yang menggunakan sumberdaya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita, dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut. b. Teori Lokasi Teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan sebesar mungkin dengan biaya serendah mungkin. Oleh karena itu, perusahaan akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalkan biaya usaha/produksinya, yaitu lokasi di dekat bahan baku dan pasar. c. Teori Daya Tarik Industri Faktor-faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah terdiri dari produktivitas, industri-industri kaitan, daya saing, dan spesialisasi industri. Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro (1983:1280) dalam Saerofi, 2005 adalah:
23
1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan. 2. Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional. 3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
Ada empat model pembangunan (Suryana, 2000) dalam Saerofi, 2005 yaitu model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian sampai batas maksimal. Adapun beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
24
2.3.1. Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor (Suyatno 2000:146). Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory). Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu: 1) Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. 2) Sektor-sektor Bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barangbarang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
25
perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tersebut tidak dapat mengekspor produknya, ruang lingkup dan daerah pasar bersifat lokal. Secara implisit pembagian perekonomian regional yang dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana keduanya menjadi pijakan dalam membentuk teori basis ekonomi. Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
2.3.2. Sektor Prioritas Perkembangan suatu wilayah tidak akan pernah lepas dari kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di wilayah tersebut. Agar pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan. Kriteria penetapan sektor-sektor yang menjadi prioritas dalam pembangunan dapat dilihat dari tiga sisi (Arsyad, 1999) yaitu: 1. Dari sisi ekonomi dengan melihat sektor-sektor yang ada pada produk domestik regional bruto (PDRB). 2. Dari sisi kebijaksanaan yang ada di suatu wilayah. 3. Dari sisi kesejahteraan masyarakat.
26
Suatu sektor dapat menjadi prioritas karena sektor tersebut memang menpunyai kontribusi yang besar (merupakan sektor unggulan) bagi suatu wilayah atau bisa jadi suatu sektor menjadi prioritas karena sektor tersebut terbelakang.
2.3.3. Sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factor). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Sektor unggulan adalah satu grup sektor/subsektor yang mampu mendorong kegiatan ekonomi dan menciptakan kesejahteraan di suatu daerah terutama melalui produksi, ekspor dan penciptaan lapangan pekerjaan sehingga identifikasi sektor unggulan sangat penting terutama dalam rangka menentukan prioritas dan perencanaan pembangunan ekonomi didaerah (Arsyad, 1999). Manfaat mengetahui sektor unggulan yaitu mampu memberikan indikasi bagi perekonomian secara nasional dan regional. Sektor unggulan dipastikan memiliki potensi lebih besar untuk tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor lainnya dalam suatu daerah terutama adanya faktor pendukung terhadap sektor unggulan tersebut yaitu akumulasi modal, pertumbuhan tenaga kerja yang terserap, dan kemajuan teknologi (technological progress). Penciptaan peluang investasi juga dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Sektor unggulan yang diukur dengan analisis Location Quotient (LQ) memiliki kesamaan dengan sektor
27
ekonomi basis yang pertumbuhannya menentukan pembangunan menyeluruh suatu daerah. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Menurut Sambodo dalam Usya (2006), hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya: 1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi 2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar. 3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang. 4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tingi. Untuk menetapkan sektor unggulan di masing-masing provinsi, digunakan pula beberapa kriteria yang lain sehingga sektor tersebut bisa dikatakan sebagai sektor unggulan, yaitu : 1. Sumbangan sektor produksi tersebut pada total output di masing-masing propinsi (share output). 2. Sumbangan sektor tersebut terhadap nilai tambah bruto (pendapatan regional) di masing-masing propinsi (share PDRB). 3. Daya penyebaran (DP) dan derajat kepekaan (DK), yang merupakan keterkaitan sektoral ke hulu dan ke hilir (forward dan backward linkages) terhadap sektor produksi lainnya. 4. Nilai multiplier output, multiplier nilai tambah bruto, dan multiplier tenaga kerja.
28
5. Prospek sektor tersebut di masa yang akan datang, dengan melihat potensi masing-masing propinsi dan rata-rata pertumbuhan sektor tersebut dengan mempertimbangkan kondisi daerah atau propinsi masing-masing.
2.4.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Menurut Undang-Undang (UU) No. 9 tahun 1995, Usaha Kecil dan
Menegah (UKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 milyar dan milik warga negara Indonesia. Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbagi dalam 2 kriteria, yaitu : 1. Sektor industri, memiliki total asset paling banyak Rp 5 milyar, dan 2. Sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3 milyar. Menurut Inpres No. 10 tahun 1999, usaha menengah adalah usaha yang mempunyai syarat-syarat seperti berikut: memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta sampai dengan paling banyak 10 milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Milik warga negara Indonesia. Berdiri sendiri dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar. Badan usaha tidak berbadan hukum dan badan usaha berbadan hukum, serta bentuk usahanya perseorangan.
29
Definisi industri kecil lainnya adalah kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah nilai asset kurang dari Rp 600 juta di luar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya (Departemen Perindustrian, 1991). Berdasarkan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (1999), nilai investasi perusahaan industri yang seluruhnya sampai dengan satu miliar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tenpat usaha, kewenangan pembinannya berada pada direktorat Jenderal Industri Kecil dan Dagang Kecil (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2000). Tabel 2.1 Pengelompokan Kegiatan Usaha ditinjau dari Jumlah Pekerja Skala Usaha Usaha Kecil
Usaha Menengah
Usaha Besar
Kelompok
Jumlah Tenaga Kerja
Kecil I – kecil
1 – 9 orang
Kecil II – kecil
10 – 19 orang
Besar – kecil
100 – 199 orang
Kecil – menengah
201 – 499 orang
Menengah – menengah
500 – 999 orang
Besar – menengah
1000 – 1999 orang
……………………………
> 2000 pekeja
Sumber: Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
2.5.
Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian dengan menggunakan analisis shift share dan metode LQ telah
banyak dilakukan sebelumnya, seperti Usya (2006) yang melakukan penelitian tentang perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Hal ini ditunjukkan dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian Kabupaten Subang walaupun pertumbuhannya lambat. Berdasarkan analisis Location Quotient menunjukan bahwa di Kabupaten
30
Subang terdapat empat sektor basis yaitu sektor pertanian, sektor bangunan atau konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Terdapat lima sektor non basis yang terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor pengnaguatan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Menurut Sondari (2007) yang membahas tentang sektor unggulan dan kinerja ekonomi wilayah Provinsi Jawa Barat periode tahun 2001-2005 dengan menggunakan analisis Location Quotient. Kesimpuan dari penelitian tersebut adalah sektor yang menjadi sektor basis marupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari lima sektor: gas dan air bersih, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor non basis terdiri dari sektor pertanian, sektor galian dan pertambangan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa. Sementara itu untuk penelitian yang menggunakan analisis SWOT di antaranya dilakukan oleh Agung Wibowo (2009) yang meneliti tentang kinerja dan strategi pengembangan usaha kerajinan sepatu di Kabupaten Bogor, menyimpulkan hasil kinerja usaha kerajinan sepatu cukup bagus, keuntungan yang diperoleh pengrajin sepatu sangat dipengaruhi oleh volume produksi yang ditentukan oleh grosir sepatu, dan besarnya upah didasarkan atas jumlah barang yang diproduksi dan jenis pekerjaannya. Menurut Laswati (2009) yang meneliti tentang tingkat keuntungan dan penyerapan tenaga kerja pada industri kecil sandal di Desa Sirnagalih, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor menggunakan analisis SWOT. Kesimpulan yang
31
didapat adalah faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usaha secara nyata adalah nilai penjualan, upah pekerja, bahan baku, dan pendidikan pengusaha.
2.6.
Kerangka Pemikiran Dalam era liberalisasi dan globalisasi ekonomi telah terjadi perubahan
yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian baik di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin, Indonesia, maupun di dunia internasional. Ketatnya persaingan di sektor industri yang mempunyai peranan cukup
besar
bagi
perekonomian
Indonesia
paling
terasa
dampaknya.
Pembangunan dan pengembangan sektor industri agar mampu bertahan bahkan maju dalam arena persaingan seperti saat ini akan jadi motor penggerak perekonomian nasional, bahkan provinsi Kalimantan Selatan di masa depan. Demikian halnya terhadap industri Kain Sasirangan, terjadi persaingan yang cukup ketat dan terasa dampaknya bagi perekonomian Kota Banjarmasin. Hal ini dapat dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan untuk mampu bertahan, bahkan maju dalam arena persaingan seperti saat ini, bukan mustahil Kain Sasirangan akan jadi motor penggerak perekonomian Kota Banjarmasin bahkan Provinsi Kalimantan Selatan di masa depan. Untuk itu, industri Kain Sasirangan perlu memiliki daya saing yang tinggi karena kuatnya struktur industri, tingginya peningkatan niali tambah dan tingginya produktivitas di sepanjang rantai nilai produksi, serta dukungan dari seluruh sumber daya produktif yang dimiliki oleh Provinsi Kalimantan Selatan dan bangsa Indonesia.
32
Penyerapan Tenaga Kerja
Pertumbuhan Ekonomi
PDRB/Output Sektor UKM
Peran IKM Sasirangan terhadap Perekonomian
Strategi Pengembangan Sasirangan
Perkembangan IKM Sasirangan
Permodalan
Akses Pasar
Tenaga Kerja dan Produksi
Regulasi Pemerintah
Persyaratan (Bankable) dan Bunga
Informasi Pasar Produk
Keahlian Tenaga Kerja
Pembentukan Sentra Usaha
Alternatif Sumber Bank-Non Bank
Outlet/Jalur Pemasaran
Produktivitas
Pembinaan dan Promosi
Perijinan Usaha
Bantuan Pemerintah Daerah
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Konseptual
33
Masalah nasional yang sedang mengemuka dan dialami pula oleh Provinsi Kalimantan Selatan terutama di Kota Banjarmasin di antaranya, tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya pertumbuhan ekonomi, melambatnya perkembangan ekspor, lemahnya sektor infrastruktur, dan tertinggalnya kemampuan di bidang penguasaan teknologi. Pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan di Kota Banjarmasin merupakan bagian dari pembangunan nasional, sehingga derap pengembangan industri Kain Sasirangan harus mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap pembangunan ekonomi, budaya maupun sosial politik di Kota Banjarmasin. Bagi Provinsi Kalimantan Selatan masalah pokok yang sedang dihadapi oleh industri Kain Sasirangan yaitu: Pertama, ketergantungan yang tinggi dari Pulau Jawa terhadap bahan baku, bahan penolong, barang setengah jadi maupun komponen. Kedua, keterkaitan antar sektor industri dan industri Kain Sasirangan dengan sektor ekonomi lainnya relatif masih lama. Ketiga, kurang lebih 90% kegiatan sektor industri tekstil terletak di Pulau Jawa. Keempat, masih lemahnya peranan kelompok industri kecil dan menengah (IKM) dalam sektor perekonomian.
III.
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Lokasi Penelitian Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi 1998:103). Populasi dalam penelitian ini adalah pelaku usaha, konsumen, dan pembuat kebijakan IKM Sasirangan. Populasi dari IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 52 unit yang sebagian besar (45 unit) berada di Kota Banjarmasin. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode sampling secara acak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 yang dimulai dengan persiapan penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan penelitian.
3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dengan memberikan kuesioner dan wawancara kepada beberapa usaha industri batik sasirangan, konsumen Sasirangan, dan pembuat kebijakan (pemerintah). Sementara data sekunder diperoleh dari data nasional Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, Badan Pusat Statistik
(BPS)
Provinsi
Kalimantan
Selatan,
Dinas
Perindustrian
dan
Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, LSI IPB, media massa dan media elektronik serta instansi dan literarur terkait lainnya. Data primer yang dibutuhkan yaitu informasi usaha, kondisi umum dari IKM Sasirangan, permodalan, ketenagakerjaan, kapasitas produksi, nilai produksi, dan nilai tambah serta pemasaran output. Data sekunder yang dibutuhkan adalah
35
PDRB dan pertumbuhan ekonomi provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005-2009, laju pertumbuhan industri tahun 2005-2009, dan jumlah usaha kecil, menengah, dan besar nasional Tahun 1999-2006 penyerapan tenaga kerja usaha kecil, menengah, dan besar nasional tahun 2001-2006 serta data penyerapan tenaga kerja sektor UKM provinsi Kalimantan Selatan.
3.3. Metode Pengambilan Data dan Sampling Indikator pembahasan dan metode pendekatan dalam menganalisa data dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif maupun kualitatif. Metode pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan analisa data yang komprehensif, deskriptif dan analitis. Karena itu untuk kepentingan penelitian ini, penulis menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data, yaitu metode dokumentasi dan wawancara. Menurut Suharsimi (1998:131) metode dokumentasi merupakan suatu cara untuk memperoleh data atau informasi mengenai berbagai hal yang ada kaitannya dengan penelitian dengan jalan melihat kembali laporan-laporan tertulis, baik berupa angka maupun keterangan (tulisan atau papan, tempat kertas dan orang). Selain data-data laporan tertulis, untuk kepentingan penelitian ini juga digali berbagai data, informasi dan referensi dari berbagai sumber pustaka, media massa dan internet. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi 1998:117). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purpossive sample yaitu cara pengambilan sampel didasarkan atas dasar adanya tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan yaitu karena
36
keterbatasan tenaga, waktu dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel secara besar dan jauh. Adapun sampel penelitian ini adalah 21 dari 52 unit usaha IKM Kain Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan yang berada di Kota Banjarmasin, 30 konsumen Sasirangan, dan 4 instansi atau lembaga terkait dengan pengembangan IKM Sasirangan (Bappeda bagian ekonomi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, BPS Kota Banjarmasin dan BPS Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan). Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara dan pemberian kuesioner.
3.4. Alur dan Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 (tiga), yaitu analisis Loqation Quotient (LQ), analisis Shift Share (SS), dan analisis SWOT. Analisis LQ pada penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi sektor-sektor apa saja yang menadi sektor basis di Kota Banjarmasin. Analisis SS digunakan untuk menganalisis peranan dan kontribusi dari IKM Kain Sasirangan terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan nilai produksi terhadap sektor industri pengolahan dan subsektor industri kecil dan menengah. Sementara analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang dimiliki IKM Kain Sasirangan serta membuat strategi-strategi kebijakan yang cocok dalam pengembangan dan kemajuan IKM Kain Sasirangan. Berikut alur dari penggunaan metode analisis tersebut.
37
Analisis Loqation Quotient (LQ) Sektor-sektor basis di kota Banjarmasin
Sektor industri pengolahan merupakan sektor basis/non basis di kota Banjarmasin
Analisis Shift Share (SS) Peran dan kontribusi IKM Sasirangan terhadap perekonomian Kota Banjarmasin (terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan nilai produksi/output)
Analisis SWOT Strategi pengembangan IKM Sasirangan di kota Banjarmasin berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang dimiliki oleh usaha kerajinan Kain Sasirangan
Gambar 3.1 Alur Metode Analisis Penelitian
3.4.1. Analisis Location Quotient (LQ) Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki suatu daerah yaitu sektor-sektor mana yang merupakan sektor basis (basic sector) dan sektor mana yang bukan sektor basis (non basic sector). Pada dasarnya teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan satu sektor antara daerah yang diselidiki dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas atau digunakan juga untuk membandingkan pendapatan antara sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan total semua sektor di daerah atasnya. Rumus LQ dapat dituliskan :
Keterangan : Sib = Pendapatan sektor i pada daerah bawah (Kota Banjarmasin)
38
Sb = Pendapatan total semua sektor daerah bawah (Kota Banjarmasin) Sia = Pendapatan sektor i pada daerah atas (Provinsi Kalimantan Selatan) Sa = Pendapatan total semua sektor daerah atas (Provinsi Kalimantan Selatan)
Jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor unggulan atau sektor basis dan berpotensi untuk ekspor, artinya peranan suatu sektor dalam perekonomian Kota Banjarmasin lebih besar daripada sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Sebaliknya apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-unggulan atau sektor non basis, artinya peranan sektor tersebut dalam perekonomian Kota Banjarmasin lebih kecil daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Teknik ini memiliki asumsi bahwa semua penduduk di suatu daerah mempunyai pola permintaan yang sama dengan pola permintaan nasional (regional). Bahwa produktivitas tiap pekerja di setiap sektor industri di daerah adalah sama dengan produktivitas pekerja dalam industri nasional. Setiap industri menghasilkan barang yang homogen pada setiap sektor, dan bahwa perekonomian bangsa yang bersangkutan adalah suatu perekonomian tertutup. Dengan teknik kuantitatif ini, kita dapat menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat kemandirian suatu sektor. Dalam LQ, kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan, yaitu (Tri Widodo, 2006 :116) : 1. Kegiatan industri yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan. Industri ini dinamakan industry basic. 2. Kegiatan ekonomi atau industri yang melayani pasar di daerah tersebut. Jenis ini dinamakan industry non basic atau industri lokal.
39
Digunakan analisis LQ karena analisis ini memiliki kelebihan-kelebihan. Kelebihan analisis LQ antara lain merupakan alat analisis sederhana yang dapat menunjukkan struktur perekonomian suatu daerah dan industri substitusi impor potensial atau produk-produk yang bias dikembangkan untuk ekspor dan menunjukkan industri-industri potensial (sektoral) untuk dianalisis lebih lanjut. Sedangkan kelemahannya antara lain merupakan indikator kasar yang deskriptif, merupakan kesimpulan sementara dan tidak memperhatikan struktur ekonomi setiap daerah. Ini mengingat bahwa hasil produksi dan produktivitas tenaga kerja di setiap daerah adalah berbeda, juga adanya perbedaan sumber daya yang bias dikembangkan di setiap daerah.
3.4.2. Analisis Shift Share (SS) Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah terhadap perekonomian nasional. Tujuannya adalah untuk menentukan kinerja/produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional atau nasional). Secara umum, analisis ini memberikan data kinerja perekonomian dalam 3 komponen (Budiharsono dalam Priyarsono, Sahara, dan Firdaus, 2007) : a. Komponen
Pertumbuhan
Regional
(PR),
yaitu
perubahan
produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja regional, perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian sektoral.
40
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), yaitu perbedaan sektor dalam hal permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah , kebijakan industri pengolahan dan struktur serta keragaman pasar. Proporsi penyerapan tenaga kerja sektoral nasional pada penyerapan tenaga kerja total nasional terhadap perubahan tenaga kerja sektoral di wilayah tertentu. c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), yaitu perubahan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana social ekonomi serta kebijakan ekonomi regional wilayah tersebut. Komponen ini juga memperlihatkan daya saing atau keunggulan suatu wilayah dengan wilayah lainnya dalam menyerap tenaga kerja di suatu sektor. Alat analisis Shift Share mampu memperlihatkan jumlah pertumbuhan penyerapan tenaga kerja tersebut dan dapat memperlihatkan pergeseran penyerapan tenaga kerja sektoral dan keunggulan masing-masing sektor di Kalimantan Selatan dalam penyerapan tenaga kerja. Analisis SS pertama kali diperkenalkan oleh Perloff, et al. pada tahun 1960. Analisis Shift Share merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu. Dengan metode ini, dapat dianalisis besarnya sumbangan pertumbuhan dari tenaga kerja dan pendapatan masing-masing sektor di wilayah tertentu. Keunggulan utama dari analisis Shift Share adalah dapat melihat perkembangan produksi atau penyerapan tenaga kerja di suatu wilayah hanya
41
dengan menggunakan dua titik waktu data. Data yang digunakan juga mudah diperoleh dan tersedia di setiap wilayah, yaitu data PDRB, PDB, dan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Komponen Pertumbuhan Nasional Maju PP + PPW ≥ 0 Wilayah ke j
Wilayah ke j
sektor ke i
sektor ke i Lambat PP + PPW < 0
Komponen PP
Komponen PPW
Sumber : Budiharsono, 2001 Gambar 3.2. Model Analisis Shift Share Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada analisis Shift Share adalah : 1) Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai implikasi-implikasi keperilakuan. Metode SS tidak untuk menjelaskan mengapa. Metode SS merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik. 2) Komponen pertumbuhan nasional secara implisist mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hanya disebabkan oleh kebijakan nasional tanpa memperhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang bersumber dari wilayah tersebut. 3) Analisis SS hanya akan efektif bila periode yang digunakan tidak lebih dari lima tahun.
Pertumbuhan tenaga kerja pada sektor i di Provinsi Kalimantan Selatan dan skala nasional dapat diketahui dengan menggunakan alat analisis Shift Share. Penyerapan tenaga kerja adalah lapangan kerja yang dapat diisi oleh penawaran
42
tenaga kerja atau permintaan tenaga kerja yang tersedia. Apabila dalam suatu negara terdapat m daerah (j = 1, 2, 3,…, m) dan n sektor perekonomian (i = 1, 2, 3, …, n), maka lapangan kerja dari usaha i pada tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis dapat dirumuskan berikut : 1) Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor i pada tahun dasar analisis (2005). Yi = ∑ Yij keterangan : Yi = Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor atas pada tahun dasar analisis (2005), Yij = Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi pada sektor bawah di wilayah j pada tahun dasar analisis (2005). 2) Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor i pada tahun akhir analisis (2009). Y’i = ∑ Y’ij keterangan : Y’i = Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor atas pada tahun akhir analisis (2009), Y’ij = Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi pada sektor bawah di wilayah j pada tahun akhir analisis (2009). Jumlah penyerapan tenaga kerja dan hasil produksi keseluruhan di Kalimantan Selatan dan nasional/sektor bawah dan atas pada tahun dasar dan tahun akhir dapat dirumuskan sebagai berikut :
43
3) Total penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor atas/bawah pada tahun dasar analisis (2005) Yi = ∑ ∑ Yj Keterangan : Y =
Total penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor atas pada tahun dasar analisis (2005),
Yj =
Total penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari seluruh sektor bawah pada tahun dasar analisis (2005).
4) Total penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor atas/bawah pada tahun akhir analisis (2009) Y’ = ∑ ∑ Y’j Keterangan : Y’ = Total penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari sektor atas pada tahun akhir analisis (2009), Y’j = Total penyerapan tenaga kerja/hasil produksi Provinsi Kalimantan Selatan dari seluruh sektor bawah pada tahun akhir analisis (2009). Untuk menghitung perubahan penyerapan tenaga kerja dan hasil produksi dari sektor atas dan sektor bawah dapat dirumuskan sebagai berikut ; 5) Perubahan penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor atas dan sektor bawah di Kalimantan Selatan dapat dirumuskan sebagai berikut ∆Yi = Y’i – Yi Keterangan : Yi = Perubahan
penyerapan
tenaga
atas/bawah di Kalimantan Selatan,
kerja/hasil
produksi
sektor
44
Yi = Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi dari sektor atas/bawah di wilayah Kalimantan Selatan pada tahun dasar analisis (2005). Y’i = Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi dari sektor atas/bawah di wilayah Kalimantan Selatan pada tahun akhir analisis (2009). 6) Persentase perubahan penyerapan tenaga kerja/hasil produksi dapat dirumuskan sebagai berikut: %
’
x 100%
Keterangan : %
= Perubahan penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor atas/bawah di Kalimantan Selatan,
Yi
= Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi dari sektor atas/bawah di wilayah Kalimantan Selatan pada tahun dasar analisis (2005).
Y’i
= Penyerapan tenaga kerja/hasil produksi dari sektor atas/bawah di wilayah Kalimantan Selatan pada tahun akhir analisis (2009).
3.4.3. Rasio indikator kegiatan ekonomi (Nilai Ra, Ri, dan ri) Nilai Ra, Ri, dan ri digunakan untuk melihat perbandingan penyerapan tenaga kerja di Kalimantan Selatan dengan penyerapan tenaga kerja nasional pada sektor tertentu. a) Ra Ra menunjukkan selisih antara penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor atas pada tahun akhir analisis (2009) dengan penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor atas pada tahun dasar analisis (2005).
45
keterangan : Ra
= Indikator pertumbuhan penyerapan tenaga kerja/produksi sektor atas
Y
di Provinsi Kalimantan Selatan
= Penyerapan tenaga kerja/produksi dari sektor atas pada tahun dasar analisis
Y’
= Penyerapan tenaga kerja/produksi dari sektor atas pada tahun dasar analisis
b) Ri Ri menunjukkan selisih antara penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor bawah pada tahun akhir analisis
(2009) dengan
penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor bawah pada tahun dasar analisis (2005).
keterangan : Ri = indikator pertumbuhan penyerapan tenaga kerja/produksi sektor bawah di Provinsi Kalimantan Selatan Yi = Penyerapan tenaga kerja/produksi dari sektor bawah pada tahun dasar analisis Y’i = Penyerapan tenaga kerja/produksi dari sektor bawah pada tahun akhir analisis c) ri ri menunjukkan selisih antara penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor yang dianalisis pada tahun akhir analisis (2009) dengan
46
penyerapan tenaga kerja/hasil produksi sektor yang dianalisis pada tahun dasar analisis (2005).
keterangan : ri =
Indikator pertumbuhan penyerapan tenaga kerja/produksi pada sektor yang dianalisis
yi =
Penyerapan tenaga kerja/produksi dari sektor yang dianalisis pada tahun dasar analisis
y i = Penyerapan tenaga kerja/produksi dari sektor yang dianalisis pada tahun akhir analisis
3.4.4. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan dan digunakan juga sebagai dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan menggunakan kerangka kerja kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan sebuah strategi. Analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunty, and Threats) digunakan untuk menjelaskan strategi pengembangan yang perlu diterapkan untuk
47
meningkatkan kinerja usaha kerajinan Batik Sasirangan. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menyusun strategi pengembangan usaha berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor internal yakni hal-hal yang berasal dari dalam diri suatu perusahaan. Peluang dan ancaman merupakan faktor eksternal yakni faktor luar yang banyak mempengaruhi kinerja perusahaan Batik Sasirangan (Rangkuti, 2006) dalam Wibowo, 2009. Dengan teridentifikasinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman maka dapat diteliti apa yang dimiliki oleh industri Batik Sasirangan dari faktor internal maupun faktor eksternalnya yang dibentuk dalam sebuah matriks SWOT seperti ini : Tabel 3.1 Matriks SWOT (Wheelen dan Hunger, 1992) Faktor Internal
Strength
Weakness
Faktor Eksternal
Opportunity
Threat
Ada dua macam pendekatan dalam analisis SWOT, yaitu: pendekatan kualitatif matriks SWOT dan pendekatan kuantitatif matriks SWOT. Pendekatan kualitatif matriks SWOT sebagaimana dikembangkan oleh Kearns menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (Peluang dan Tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal.
48
Gambar 3.3. Matriks SWOT
Keterangan: Sel A: Comparative Advantages Sel ini merupakan pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan kemungkinan bagi suatu organisasi untuk bisa berkembang lebih cepat. Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. Sel B: Mobilization Sel ini merupakan interaksi antara ancaman dan kekuatan. Di sini harus dilakukan upaya mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar tersebut, bahkan kemudian merubah ancaman itu menjadi sebuah peluang. Sel C: Divestment/Investment Sel ini merupakan interaksi antara kelemahan organisasi dan peluang dari luar. Situasi seperti ini memberikan suatu pilihan pada situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan namun tidak dapat dimanfaatkan karena kekuatan yang ada tidak cukup untuk menggarapnya. Pilihan keputusan yang
49
diambil adalah (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan organisasi lain) atau memaksakan menggarap peluang itu (investasi). Sel D: Damage Control Sel ini merupakan kondisi yang paling lemah dari semua sel karena merupakan pertemuan antara kelemahan organisasi dengan ancaman dari luar, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana yang besar bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan.
Tabel 3.2 Matriks Faktor Strategi Eksternal dan Internal (EFAS-IFAS) Faktor-faktor Strategis
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Komentar
Jumlah
Dalam membuat matrik faktor strategi eksternal dan internal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang menjadi faktor eksternal dan internal suatu perusahaan. Pada penelitian ini matrik faktor strategis dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor strategis menurut kondisi/performa perusahaan saat ini terhadap pengembangan suatu usaha dan faktor strategis menurut skala kepentingan pada pengembangan suatu usaha. Berikut ini adalah prosedur penentuan faktor strategis eksternal dan internal pada suatu usaha:
50
1. Penyusunan dalam kolom 1 yaitu 5 sampai dengan 10 faktor strategis pada perusahaan. 2. Penghitungan bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat baik dan sangat penting) sampai dengan 0,0 (sangat tidak baik dan sangat tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dapak terhadap faktor strategis. 3. Penentuan rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. 4. Penghitungan pada kolom 4 yaitu dengan perhitungan bobot faktor pada kolom 2 dikalikan perhitungan rating pada kolom 3. 5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. 6. Penjumlahan pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktorfaktor strategis eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
Jadi, sebelum strategi diterapkan perencana strategi akan dilakukan analisis lingkungan eksternal untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena
51
masalah ini mungkin dapat mempengaruhi perusahaan di masa yang akan datang. Untuk itu, penggunaan metode-metode kuantitatif sangat dianjurkan untuk membuat peramalan (forecasting) dan asumsi, seperti ekstrapolasi, brainstorming, statistical modeling, riset operasi, dan sebagainya. Setelah itu, dianalisis pula faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan). Keunggulan perusahaan yang tidak dimiliki oleh perusahaan pesaing (distinctive competencies) harus diintegrasikan ke dalam budaya organisasi sedemikian rupa sehingga perusahaan lain tidak mudah menirunya.
IV.
4.1.
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Kota Banjarmasin
4.1.1. Kondisi Fisik Wilayah Kota Banjarmasin merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Selatan dan berada pada 310 5’ – 30 22’ LS dan 1140 32’ – 1140 32’ BT. Terletak sekitar 50 km dari muara dan berada di pinggiran Sungai Barito, sehingga secara umum kondisi morfologi daerah didominasi oleh daerah yang relatif datar dan berada di dataran rendah. Daerah ini terletak di bawah permukaan laut rata-rata 0,16 m (dpl) dengan kemiringan lereng 0 – 2 persen. Sebagian besar formasi batuan dan tanah yang ada di wilayah Kota Banjarmasin adalah jenis Aluvium (Qa) yang dibentuk oleh kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur, selain itu banyak juga dijumpai sisa-sisa tumbuhan serta gambut pada kedalaman tertentu. Iklim di Banjarmasin yaitu tropis dengan suhu udara sekitar 25 0C – 38 0C dan curah hujan rata-rata 236 mm, hari hujan 157 hari/tahun (pengaruh angin muson barat). Tata guna tanah di Banjarmasin yaitu untuk pertanian sebanyak 3.390,5 Ha (47,09 persen), Industri 148,9 Ha (3,52 persen), Perkantoran 298,4 Ha (4,14 persen), Perdagangan dan Jasa 407,9 Ha (5,66 persen), dan Perumahan 2.305,0 Ha (39,59 persen). Sebagian besar ciri fisik di Kota Banjarmasin, yaitu bentuk rumah yang panggung untuk mengantisipasi air pasang (±80 cm), pembuatan turap tepi sungai, jalan masuk lebih tinggi (±40 cm) dari permukaan air rawa untuk menghindari genangan, dan jembatan-jembatan yang berbentuk melengkung agar kelotok/perahu dapat melewati terutama pada saat air pasang.
53
Obyek-obyek wisata di Kota Banjarmasin yang dapat dikunjungi diantaranya adalah pasar terapung, kampung tradisional, jembatan barito, suaka margasatwa Pulau Kembang, Makam Al-Amah Muhammad Amin, Pura Gatot, Makam Habib Basirih, Makam Habib Al-Habsy, Mesjid Raya Sabilal Muhtadin, Klenteng Pecinan, Makam dan Mesjid Sultan Suriansyah, Mahligai Al-Quran, Taman Agro Wisata, dan Museum Wasaka.
Gambar 4.1 Obyek-obyek Wisata di Kota Banjarmasin 4.1.2. Batas Administratif Dari segi geografis dan administrasi, Kota Banjarmasin memiliki posisi dan peranan yang sangat penting. Posisinya yang strategis di bagian hilir Sungai
54
Barito menjadikan Banjarmasin menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan yang potensial bagi wilayah Kalimantan, terutama bagian selatan dan tengah (sebagai daerah lalu lintas Trans Kalimantan). Kota Banjarmasin dengan luas wilayah 72 km2 atau 0,019 persen dari luas wilayah Kalimantan Selatan, memiliki batas administratif: sebelah barat dibatasi oleh Kabupaten Barito Kuala, sebelah selatan dibatasi oleh Kabupaten Banjar, sebelah timur dibatasi oleh Kabupaten Banjar, dan sebelah utara dibatasi oleh Kabupaten Barito Kuala, meliputi 5 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Banjarmasin Selatan, Banjarmasin Timur, Banjarmasin Barat, Banjarmasin Tengah, dan Banjarmasin Utara. Kelima kecamatan tersebut berfungsi sebagai pusat perkantoran dan pusat pertumbuhan di Kota Banjarmasin. Rincian luas wilayah perkecamatan dan jumlah kelurahan di Kota Banjarmasin tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Wilayah Administratif Kota Banjarmasin Tahun 2010 No.
Kecamatan
Luas (km2) 20,18
Persentase (%) 28,03
Jumlah Kelurahan 11
Pusat Kecamatan Kelurahan Surgi Mufti
1.
Banjarmasin Selatan
2.
Banjarmasin Timur
11,54
16,03
9
Kelurahan Kelayan Barat
3.
Banjarmasin Barat
13,37
18,57
9
Kelurahan Teluk Dalam
4.
Banjarmasin Tengah
11,66
16,19
12
Kelurahan Pelambuan
5.
Banjarmasin Utara
15,25
21,18
9
Kelurahan Kuripan
Jumlah
72,00
100,00
50
Sumber : BPS Kota Banjarmasin, 2010.
4.1.3. Kependudukan dan Pertumbuhan Ekonomi
Penduduk merupakan faktor yang sangat dominan karena penduduk bukan saja menjadi pelaksana, tetapi juga menjadi sasaran bagi pembangunan.
55
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, Data Agregat per Kecamatan jumlah penduduk Kota Banjarmasin hingga tahun 2008 adalah 627.245 orang, yang terdiri dari 313.489 laki-laki dan 313.756 perempuan. Kecamatan Banjarmasin Selatan, Barat, Tengah, dan Timur adalah Kecamatan di Kota Banjarmasin dengan urutan jumlah penduduk terbanyak (lebih dari 100.000 orang) hanya Kecamatan Banjarmasin Utara yang jumlah penduduknya terkecil (di bawah 100.000 orang) (Tabel 4.2). Rata-rata tingkat kepadatan penduduk Kota Banjarmasin sebesar 8.712 orang per km persegi.
Gambar 4.2 Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2010
Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Persentase (%)
Banjarmasin Selatan 145.958 Banjarmasin Timur 111.902 Banjarmasin Barat 143.402 Banjarmasin Tengah 91.780 Banjarmasin Utara 132.353 Banjarmasin 625.395 Sumber : BPS Kota Banjarmasin 2010, diolah.
23,95 18,86 23,87 18,27 15,05 100,00
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 7.233 9.697 10.726 7.871 8.679 8.686
56
Kontribusi PDRB Kota Banjarmasin pada tahun 2005-2009 didominasi 3 sektor, yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pada tahun 2009, distribusi PDRB terbanyak disumbangkan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi (25,15 persen) kemudian didikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (21,40 persen) serta sektor industri pengolahan (18,09 persen) Tabel 4.3. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut tidak tampak terjadi pergeseran struktur ekonomi secara fundamental, hanya sektor industri pengolahan saja yang mengalami penurunan sejak tahun 2007 ke peringkat ketiga sebelumnya sektor ini di peringkat kedua. Kenaikan dan penurunan kontribusi tiap sektor belum signifikan untuk menggeser peran sektor lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga sektor ini merupakan pembentuk struktur ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap PDRB Kota Banjarmasin. Tabel 4.3 Persentase Kontribusi Sektoral Perekonomian Kota Banjarmasin berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2005-2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lapangan Usaha 2005 Pertanian 0,73 Pertambangan 0,00 Industri Pengolahan 23,69 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1.69 Bangunan 8.08 Perdagangan, Restoran dan 17.52 Perhotelan 7. Pengangkutan dan Komunikasi 27.71 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 9.89 Perusahaan 9. Jasa 10.69 Jumlah 100,00 Sumber : BPS Kota Banjarmasin 2009, diolah
2006 1,06 0,00 22,65 1.54 8.12
2007 1,10 0,00 20,02 1.66 8.54
2008 1,05 0,00 18,71 1.59 8.91
2009 1.13 0.00 18.09 1.58 9.39
19.96
20.40
22.24
21.40
24.81
25.12
24.83
25.15
9.59
10.82
10.53
12.27 100,00
12.35 100,00
12.15 100,00
10.89 12.36 100,00
4.1.4. Fungsi Kota Banjarmasin Berdasarkan pertimbangan potensi lokal, sumber daya alam hinterland, laju pertumbuhan ekonomi wilayah, peluang-peluang ekonomi maupun rencana
57
pengembangan sektoral, maka fungsi Kota Banjarmasin dalam lingkup Provinsi Kalimantan Selatan seperti disebutkan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Banjarmasin Tahun 2011 adalah sebagai berikut: a. Pusat pelayanan wilayah belakang (hinterland). Kota Banjarmasin ditetapkan sebagai kota yang memiliki kemampuan sebagai pusat pelayanan jasa, perdagangan dan sosial terhadap wilayah belakangnya. b. Pusat komunikasi antarwilayah karena memiliki lokasi strategis. c. Pusat industri manufaktur karena memiliki fasilitas dan prasarana yang memadai untuk berlangsungnya kegiatan industri serta memiliki akses, baik terhadap bahan baku dan pemasaran produksi. d. Pusat permukiman dan pusat administrasi pemerintahan.
4.2.
Gambaran Umum Industri Kain Sasirangan
4.2.1. Sekilas Tentang Kain Sasirangan Sasirangan berasal dari kata sirang. Sirang diambil dari bahasa banjar yang artinya rajut atau dirajut. Untuk lebih memudahkan dalam pengucapan atau mengingat kata tersebut maka kata sirang itu ditambah awalan dan akhiran, menjadi sasirangan. Kita sering mendengar kain jumputan asal Palembang. Kata jumputan itu berasal dari kata jumput artinya diikat. Kalau kita perhatikan antara kain sasirangan dan kain jumputan, kelihatannya ada sedikit persamaan, baik dilihat dari warna maupun motif. Bahan baku kain dan bahan pewarna yang digunakan oleh pengrajin jumputan, sebagian juga ada digunakan oleh pengrajin sasirangan. Perbedaaan dengan kain jumputan yaitu menggunakan tali raffia yang sudah dikecilkan untuk mengikat motif dan merajut, sedangkan kain sasirangan itu lebih dominan menggunakan benang untuk
58
menyirang atau merajut sehingga ketika proses akhir selesai, benang yang melekat pada kain itu dilepas maka motifnya lebih terlihat. Pola atau motif yang nampak itulah yang dinamakan sasirangan. Untuk mendapatkan motif sasirangan yang bagus diperlukan ketelitian pengrajin bagian sirang atau rajut, jika penusukan jarum yang mengikuti pola motif yang ada pada lembaran kain itu jaraknya tidak terlalu jauh dan juga menarik ikatan benangnya pada masing-masing motif itu kuat, maka hasilnya akan jauh lebih baik dan motif sasirangan terlihat jelas.
Gambar 4.3 Jenis-jenis Motif Kain Batik Sasirangan Proses pembuatan kain sasirangan cukup rumit/unik, dikerjakan melalui tahapan mulai dari mendesign motif, merajut, mencelup, membuka rajutan, mencuci dan menyetrika. Keseluruhan penyelesainnya dikerjakan oleh masingmasing pengrajin sesuai dengan keahliannya dan tidak menggunakan alat mekanis. Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan pemilihan bahan baku dan pewarna yang berkualitas, kalau menggunakan bahan warna yang berkualitas
59
maka hasilnya akan baik pula, ini bisa dilihat dengan kecerahan warna yang lekat pada kain itu (tidak kelihatan buram), awet, dan tahan lama. Jika para pengrajin mau menggunakan bahan warna yang bagus dan berkualitas maka kesan sebagian masyarakat yang mengatakan kain sasirangan itu luntur, akan hilang sendirinya apabila para pengrajin tersebut mau berusaha untuk itu, namun perlu diketahui bahwa bahan pewarna bagus tentu harganya jauh lebih mahal dan ini tentu sangat mempengaruhi harga pokok produksi, sehingga wajar kita temui ada perbedaan harga antara masing-masing pengrajin, tergantung bahan warna produk mana yang mereka gunakan. Selain, itu Kain Sasirangan adalah kain yang didapat dari proses pewarnaan rintang dengan menggunakan bahan perintang seperti tali, benang atau sejenisnya menurut corak-corak tertentu. Pada dasarnya teknik pewarnaan rintang mengakibatkan tempat-tempat tertentu akan terhalang atau tidak tertembus oleh penetrasi larutan zat warna. Prosesnya sering diusahakan dalam bentuk industri rumah tangga, karena tidak diperlukan peralatan khusus, cukup dengan tangan saja untuk mendapatkan motif maupun corak tertentu, melalui teknik jahitan tangan dan ikatan. Sebagai bahan baku kainnya, yang banyak digunakan hingga saat ini adalah bahan kain yang berasal dari serat kapas (katun). Hal tersebut disebabkan karena pada mulai tumbuhnya pembuatan kain celup ikat adalah sejalan dengan proses celup rintang yang lain seperti batik dan tekstil adat. Untuk saat ini pengembangan bahan baku cukup meningkat, dengan penganekaragaman bahan baku non kapas seperti : polyester, rayon, sutera, dan lain-lain.
60
Desain/corak didapat dari teknik-teknik jahitan dan ikatan yang ditentukan oleh beberapa faktor, selain dari komposisi warna dan efek yang timbul antara lain : jenis benang/jenis bahan pengikat. Dengan mengkombinasikan antara motifmotif asli yang satu dengan motif asli yang lainnya, maka kain kain sasirangan makin menarik dan kelihatan modern. Selain itu motif-motif tersebut dimodifikasi sehingga menciptakan motif-motif yang sangat indah namun tidak meninggalkan ciri khasnya. Adapun corak atau motif yang dikenal antara lain Kembang Kacang, Ombak Sinapur Karang, Bintang Bahambur, Turun Dayang, Daun Jaruju, Kangkung Kaombakan, Kulit Kayu, Sarigading, Parada dll. Produk barang jadi yang dihasilkan dari kain Sasirangan yaitu Kebaya, Hem, Selendang, Jilbab, Gorden, Taplak Meja, Sapu Tangan, Sprei, Mukena, Baju Koko, kaos, kemeja, dress, blus, tas, gamis, dompet, tempat tissue, tudung saji, baju anak-anak, sajadah, sandal, bungkus stoples, dan hiasan lampu yang mengadopsi unsur kain sasirangan.. Penggunaan Kain Sasirangan ini pun lebih meluas yaitu untuk busana pria maupun wanita yang dipakai sehari-hari baik resmi atau tidak.
61
Gambar 4.4 Produk-produk Sasirangan 4.2.2
Sejarah Kain Sasirangan Pada abad XII di Kalimantan Selatan hidup seorang Patih Negara Dipa
bernama Lambung Mangkurat yang bertapa di atas rakit Balarut Banyu selama 40 hari 40 malam hingga tiba di daerah Rantau kota Bagantung. Lambung Mangkurat melihat seonggok buih dan mendengar suara seorang wanita dari dalamnya, ternyata wanita itu adalah seorang ratu yang bernama Putri Junjung Buih. Untuk dapat melihat wujud dari Putri Junjung Buih. Lambung Mangkurat harus memenuhi syarat-syarat yang diajukan putri, yaitu Lambung Mangkurat harus membuat sebuah istana Batung dan selembar kain yang ditenun dan diberi warna dengan cara pencelupan oleh 40 orang putri dengan motif wadi/padi waringin dengan batasan waktu satu hari. Kain hasil pencelupan tersebut digunakan oleh masyarakat setempat untuk membuat pakaian adat yang digunakan keturunan para bangsawan dan kalangan rakyat biasa saat melaksanakan upacara adat. Masyarakat Kalimantan Selatan pada zaman dahulu percaya bahwa kain ini mempunyai kekuatan magis sebagai alat pelindung yang mampu menangkal gangguan makhluk halus dan menjadi alat
62
pengusir roh jahat serta dapat pula digunakan untuk mendukung pengobatan. Motif Sasirangan ini dibuat berdasarkan pesanan orang yang akan disembuhkan dari penyakit atau pengaruh roh jahat, sehingga disebut juga Kain Pamitan (permintaan). Bentuk awal Kain Sasirangan untuk kaum lelaki berupa ikat kepala (laung), sabuk dan sarung, untuk kaum perempuan berupa selendang, kerudung, dan kemben. Sehingga kain ini dinamakan kain Sasirangan yang diwariskan secara turun temurun bagi orang-orang banjar, sehingga menjadi salah satu kebudayaan masyarakat Kalimantan Selatan yang harus dikembangkan dan dilestarikan. Agar budaya Banjar ini terlindungi dan tidak diambil/diakui oleh negaranegara lain, sebaiknya didaftarkan pada UNESCO walaupun sudah 16 motif atau jenis Kain Sasirangan di bawah ini yang didaftarkan pada pemerintah melalui Dirjen HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) Departemen Hukum dan HAM RI.
4.2.3. Bahan Baku dan Bahan Penunjang a. Kain Bahan baku Kain Sasirangan adalah kain katun yang terbuat daru benang berbahan baku dasar kapas dan saat ini dkembangkan dengan menggunakan kain berbahan baku sutera, polyester atau rayon. b. Pewarna Pada awalnya bahan pewarna mengunakan pewarna alami, seperti daun pandan, temulawak, akarakar kayu kebuau, jambal, karamunting, mengkudu, gambir dan air batang pohon pisang. Pewarna ini perlu dibuat
63
terlebih dahulu dan
memakan waktu yang lama, maka pengrajin Kain
Sasirangan saat ini lebih suka memakai bahan pewarna kimiawi yang mudah didapat di pasar, serta proses pewarnaannya juga lebih mudah dan cepat.
4.2.4. Penghambat Warna Uniknya Sasirangan adalah benang yang dijelujur pada kain mempunyai kemampuan yang menghambat penyerapan warna pada kain sehinga terbentuk gambar sesuai yang diinginkan pengrajin. Hal ini disebabkan bagian kain yang dijelujur benang tidak terserap bahan pewarna dalam proses pencelupan warna. Pembentukan gambar atau bentuk-bentuk pada kain, selain digunakan benang yang dijelujur bisa juga kain diikat oleh penghambat warna lainnya, seperti tali raffia, benang ban atau serat nanas. Fungsi penghambat warna adalah untuk menjaga agar bagian-bagian tertentu pada kain terjaga dari warna yang tidak diinginkan. Untuk mengatasi hal tersebut, penghambat warna harus mempunyai spesifikasi khusus, misalnya:
Mempunyai konstruksi anyaman maupun twist yang padat (seperti benang dengan rajut rapat).
Mempunyai kekuatan tarik yang tinggi (seperti tali raffia, benag ban atau serat nenas.
4.2.5
Proses Pembuatan Kata Sasirangan berasal dari kata sirang yang berarti diikat atau dijahit
dengan tangan dan ditarik benangnya atau istilah jahit-menjahit disebut dismoke/dijelujur. Kemudian kain yang telah dismoke dicelup dengan warna yang
64
diinginkan, sehingga menghasilkan suatu bahan bernotif dengan corak aneka warna atau garis-garis motif yan menarik sesuai keinginan pengrajin. Lebih rincinya terlihat dalam uraian proses pembuatan kain Sasirangan sebagai berikut: 1) Gambar Pola Siapkan kertas polos biasa atau karton manila untuk dijadikan pola, dengan cara mengambar motif atau corak dari berbagai jenis motif Sasirangan, kemudian digunting sehingga terbentuklah pola yang diinginkan pengrajin. 2) Penyiapan Bahan Kain Siapkan
bahan
warna
putih
atau
kuning
polos
(belum
bercorak/bermotif) untuk ditulis atau digambar dengan pola yang telah dibuat. Biasanya kain-kain yang dijual di toko kain masih mengandung kanji. Padahal kanji tersebut dapat menghalangi penyerapan kain terhadap zat pewarna. Untuk itu harus dilakukan penghilangan kanji dari kain, dengan cara:
Kain direndam dengan air selama satu atau dua hari, kemudian dibilas namun cara ini mempunyai kelemahan, yaitu prosesnya terlalu lama dan ada kemungkinan timbul miro organism yang dapat merusak kain.
Kain direndam dalam larutan asam sulfat atau asam chloride selama satu malam, atau hanya membutuhkan waktu dua jam jika larutan asam tersebut dipanaskan pada suhu 350 C. Setelah itu, kain dibilas dengan air sehingga kain terbebas dari zat asam.
65
Kain yang hendak dibuat dimasak dengan larutan enzim (Rapisae, Novofermasol, dan lain-lain) pada suhu sekitar 450 C selama 30 s/d 45 menit. Setelah itu, kain direndam dalam air panas dua kali masing-masing 5 menit dan kemudian dicuci dengan air dingin sampai bersih.
Gambar 4.5 Proses Pembuatan Kain Sasirangan dan Kunjungan Para Pejabat
4.2.6. Sebaran Industri Kain Sasirangan Industri Kain Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan berjumlah 52 unit, yang tersebar hanya di dua daerah yaitu Kota Banjarmasin dan Kabupaten Banjar. Jumlah unit usaha IKM Sasirangan di Kota Banjarmasin berjumlah 47 unit dan di Kabupaten Banjar hanya berjumlah 5 unit (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, 2010).
66
Pada penelitian ini, IKM Sasirangan yang dijadikan populasi adalah IKM Sasirangan yang berada di Kota Banjarmasin. Dari 47 unit yang terletak di Kota Banjarmasin, 21 unit usaha yang diwawancara dan diberikan kuesioner. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan membuat dan membentuk sebuah koperasi dan kampung Sasirangan. Kampung Sasirangan tersebut merupakan suatu wadah yang dapat memudahkan para pengrajin untuk mengembangkan dan menual produk hasil produksi mereka dan dekat dari proses/tempat produksi Sasirangannya. Pemerintah juga membentuk suatu koperasi yang menaungi dan membantu para pengrajin yaitu Koperasi Bayam Raja. Kampung dan koperasi Sasirangan ini berlokasi di jalan seberang mesjid Kecamatan Banjarmasin Timur. Sekitar 18 IKM Sasirangan yang berada di Kampung Sasirangan ini, sehingga sebagian besar populasi IKM Sasirangan di Kota Banjarmasin berada di lokasi ini, yaitu di Kecamatan Banjarmasin Timur. Berikut peta sebaran industri kain Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan.
5 Unit
5 Unit
28 Unit
9 Unit
5 Unit
Gambar 4.6 Peta Sebaran IKM Sasirangan di Kalimantan Selatan
67
4.3.
Perkembangan Industri Sasirangan Industri Sasirangan dalam proses pengerjaannya selain dilakukan oleh
pengrajin dan keluarga, juga melibatkan tenaga kerja dari masyarakat sekitar antara 5-200 orang. Perkembangan industri Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan dari tahun 2004 hingga tahun 2010 mengalami peningkatan. Antara tahun 2009 sampai tahun 2010 terjadi eningkatan yang cukup pesat yaitu dari 40 unit menjadi 52 unit usaha. Perkembangan jumlah IKM Sasirangan ini rata-rata naik
Unit Usaha
sebanyak 6 persen per tahun. 52
60 40
29
32
34
2004
2005
2006
36
38
40
2008
2009
20 0 2007 Tahun
2010
Gambar 4.7 Perkembangan Jumlah Industri Sasirangan Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Kalimantan Selatan 2010, diolah.
Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar sebagai pengrajin industri Sasirangan, dari tahun 2004 hingga tahun 2009 juga mengalami kenaikan dalam trennya. Dapat dilihat pada gambar 4.8 dimana setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 8 persen per tahun. 4.000
Jiwa
3.000
2.555
2.762
2.938
2004
2005
2006
3.126
3.325
3.525
2007
2008
2009
2.000 1.000 0 Tahun
Gambar 4.8 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Industri Sasirangan Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Kalimantan Selatan 2010, diolah.
68
Perkembangan nilai investasi industri Sasirangan dari tahun 2004 hingga 2009 mengalami kenaikan. Dari tahun 2004 sebesar Rp 14.433 milyar hingga oktober tahun 2009 mencapai Rp 18,431 milyar atau naik sebesar 4 persen/tahun.
20.000
16.931
17.636
14.433
16.253
18.341
15.603
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Milyar
15.000 10.000 5.000 0 Tahun
Gambar 4.9 Perkembangan Nilai Investasi Industri Sasirangan Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Kalimantan Selatan 2010, diolah.
Nilai produksi industri Sasirangan dari tahun 2004 hingga tahun 2009 juga memiliki tren yang positif, dimana hingga oktober tahun 2009 mencapai Rp 73,686 milyar atau naik sebanyak 5,30 persen setiap tahunnya.
Milyar
80.000 60.000
54.973
59.430
2004
2005
62.756
66.268
69.977
73.686
2008
2009
40.000 20.000 0 2006 2007 Tahun
Gambar 4.10 Perkembangan Nilai Produksi Industri Sasirangan Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Kalimantan Selatan 2010, diolah.
Jumlah nilai bahan baku yang dibutuhkan industri Sasirangan selama tahun 2004 hingga 2009 juga mengalami kenaikan dan trennya positif, dimana hingga Agustus tahun 2009 nilai bahan baku mencapai Rp 41,487 milyar atau naik sebanyak 4,60 persen setiap tahunnya.
69
50.000
Milyar
40.000
31.854
34.437
36.097
2004
2005
2006
37.838
39.662
41.487
2007
2008
2009
30.000 20.000 10.000 0 Tahun
Gambar 4.11 Perkembangan Nilai Bahan Baku Industri Sasirangan Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Kalimantan Selatan 2010, diolah.
Berdasarkan data di atas, industri Kain Sasirangan sangatlah berkembang dan tumbuh pesat dari tahun ke tahun, baik dilihat dari sisi jumlah unit usaha, penyerapan tenaga kerja, nilai investasi, nilai produksi, dan nilai bahan bakunya. Tidak heran dengan semakin berkembangnya IKM Kain Sasirangan ini menjadikanya salah satu sektor unggulan yang cukup berpengaruh terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan dan Kota Banjarmasin khususnya di sektor industri dan UMKM.
V.
5.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Lingkungan Strategis dan Kecenderunganya Perkembangan industri Kain Sasirangan baik secara langsung maupun
tidak langsung dipengaruhi perkembangan lingkungan strategis. Dengan demikian faktor-faktor lingkungan pada tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia maupun global, serta kecenderungannya perlu dikaji dan dipertimbangkan dengan baik. Kemajuan industri Kain Sasirangan yang dicita-citakan dan ditumbuh kembangkan harus mengakomodasi aspirasi dan harapan rakyat banyak yang tentunya tidak dapat lepas dari persaingan serta pasang surutnya perekonomian Indonesia dan global. Apabila keadaan lingkungan telah diantisipasi, diharapkan industri Kain Sasirangan mampu mempertahankan eksistensinya dan dapat tumbuh di lingkungan dan iklim persaingan ekonomi global yang makin tajam.
5.1.1. Lingkungan Provinsi Kalimantan Selatan Lingkungan Provinsi Kalimantan Selatan tidak terlepas dari pengaruh lingkungan nasional yang telah mengalami banyak perubahan pada kehidupan sosial, ekonomi maupun politik. Di bawah ini beberapa hal yang penting untuk menjadi pertimbangan, yaitu: a. Perubahan Sistem Pemerintah Daerah Dengan terjadinya perubahan sentralistik menjadi desentralistik membuat perhatian masyarakat di euforia demokrasi ini prioritasnya bergeser pada politik daerah sehingga kecenderungan yang terjadi adalah perhatian masyarakat kepada politik daerah lebih utama dengan ini terlihat
71
dimulai dari tingkat provinsi, kabupaten hingga kelurahan berkeinginan dilakukan reformasi politik yang akhirnya perhatian, potensi daya dan dana terkosentrasi untuk mewujudkan perubahan ini. b. Perubahan Perekonomian Daerah Kalimantan Selatan Secara umum, kondisi perekonomian Kalimantan Selatan pada tahun anggaran 2008 memberikan harapan dan melegakan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2008 mencapai 6,23 persen lebih tinggi dibandingkan tahun 2007 sebesar 6,01 persen bahkan naik secara signifikan bila dibandingkan pertumbuhan ekonomi rata-rata Kalimantan Selatan tahun 2006 yang hanya berada di kisaran 4,86 persen (BPS, 2008). Artinya, ekonomi daerah berjalan dinamis serta kesempatan kerja terus tercipta sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi yang bergerak positif. Perekonomian Kalimantan Selatan tahun 2008 ditandai dengan beberapa sektor yang dominan dalam PDRB yaitu: Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Perdagangan, hotel, dan restoran, serta Industri pengolahan. Secara umum pertanian (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan) merupakan salah satu sektor dominan dengan kontribusi sebesar 22,15 persen dari PDRB tahun 2008 (Tabel 5.1). Khusus subsektor padi sawah, produksi padi yang ada makin menempatkan posisi Provinsi Kalimantan Selatan sebagai salah satu daerah penyangga produksi padi nasional. Produksi padi Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2008 mencapai 1.977.789 ton dan produksi beras mengalami surplus sebanyak 636.000 ton (BPS Kalsel). Keberhasilan Kalimantan Selatan dalam produksi padi selain mampu memenuhi kebutuhan lokal, juga dapat
72
membantu daerah tetangga dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka. Atas keberhasilan pembangunan pertanian, maka Pemerintah Pusat telah memberikan sejumlah penghargaan Ketahanan Pangan kepada Gubernur dan beberapa Bupati lainnya di Kalimantan Selatan. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran adalah sektor yang secara signifikan menunjukkan kenaikan positif dalam kontribusi PDRB Kalimantan Selatan dalam 3 tahun terakhir ini. Walaupun krisis finansial global sudah dirasakan dampaknya di berbagai penjuru dunia, sektor industri masih mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB Kalimantan Selatan di atas dua digit yaitu sebesar 10,31 persen. Sektor industri masih tetap dominan tetapi memiliki kecenderungan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Untuk itu, banyak hal yang harus dibenahi termasuk di dalamnya perlu kebijakan yang lebih terintegrasi dan langkah yang tepat agar kontribusi sektor ini tidak makin melemah. Tabel 5.1 Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008-2009 Lapangan Usaha 01. Pertanian 02. Pertambangan dan Penggalian 03. Industri Pengolahan 04. Listrik, Gas dan Air Bersih 05. Bangunan 06. Perdagangan, Restoran dan Perhotelan 07. Pengangkutan dan Komunikasi 08. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 09. Jasa-jasa PDRB Tanpa Migas Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2009.
2008 22,15 21,73 10,31 0,56 6,25 14,95 9,17 4,80 10,07 100,00
2009 22,34 21,06 9,87 0,58 6,23 15,00 9,23 5,02 10,69 100,00
73
Ketika krisis finansial terjadi di tahun 2008, Provinsi Kalimantan Selatan masih berada dalam situasi yang prospektif dan memberikan harapan besar bagi berlangsungnya kegiatan investasi, ekonomi riil, dan pelayanan dasar bagi masyarakat luas. Ekspor Kalimantan Selatan tahun 2008 memiliki nilai realisasi US$ 7.864.343.680 lebih besar dibandingkan tahun 2007 yang mencapai angka US$ 2.913.524.650 (Tabel 5.2). Kemajuan ekspor yang didominasi oleh produk pertambangan, karet alam, CPO, dan produk lainnya. Tabel 5.2 Realisasi Ekspor menurut Komoditi Tahun 2007-2008 Jenis Komoditi
Nilai (000 US $) 2007
2008
Karet Alam
144.761,96
163.511,59
Produk Kayu
452.613,54
279.758,61
Produk Rotan
8.011,43
7.648,07
Produk Perikanan
17.067,56
7.078,07
Produk Tambang
2.158.949,71
3.388.399,00
132.120,38
4.017.948,34
2.913.524.65
7.864.343,68
Produk Lainnya Jumlah
Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Selatan, 2009.
Nilai ekspor Kalimantan Selatan bulan Desember 2010 mencapai 630,61 juta US$ atau naik sebesar 17,61 persen dibanding ekspor November 2010 yang hanya sebesar 536,18 juta US$ (Tabel 5.3). Secara kumulatif nilai ekspor Kalimantan Selatan bulan Januari – Desember 2010 mencapai 6.373,34 juta US$, naik sebesar 14,15 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2009 yaitu sebesar 5.583,42 juta US$ (BPS, Provinsi Kalimantan Selatan). Jadi, komoditi Kalimantan Selatan bisa bersaing di pasar internasional dan sebagai penghasil devisa.
74
Tabel 5.3 Nilai Ekspor Kalimantan Selatan Tahun 2010 Bulan
Nilai Ekspor (Us$) Januari 671,789,482 Pebruari 574,223,809 Maret 591,913,510 April 566,837,065 Mei 466,017,740 Juni 522,010,188 Juli 449,425,320 Agustus 511,041,557 September 403,339,919 Oktober 449,950,666 November 536,184,640 Desember* 630,609,807 TOTAL 6,373,343,703 *) angka sementara. Sumber : BPS Prov. Kalimantan Selatan, 2010.
Tahun 2008 telah dilakukan penandatanganan rencana investasi baik dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp 48.338.725.240.000 dan Penanaman Modal Asing (PMA) dengan rencana investasi US$ 5.511.549.810. Bahkan kepercayaan pihak investor yang menjadikan Kalimantan Selatan sebagai daerah tujuan investasi berujung diperolehnya penghargaan dari pemerintah pusat yang menyerahkan Investment Award kepada Kalimantan Selatan, dimana dari 33 provinsi yang prospektif dalam investasi Kalimantan Selatan masuk dalam 3 besar. Mudah-mudahan kedepannya, prestasi ini dapat dipertahankan dan ditingkatkan karena fakta membuktikan bahwa pelbagai investasi yang ditanamkan di Kalimantan Selatan terbukti telah memberi manfaat kepada pemanfaaatan sumberdaya serta perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat luas.
75
Perbankan Kalimantan Selatan mencatat pula selama tahun 2008 pertumbuhan kinerja lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Volume usaha atau asset perbankan Kalimantan Selatan tahun 2008 sebesar Rp 18,46 triliyun naik 21 persen dibandingkan tahun 2007 (LBU Kalimantan Selatan dan Bank Indonesia). Pertumbuhan asset didorong oleh tingginya permintaan pembiayaan, penambahan jaringan kantor bank umum serta kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang masih terus terjaga. Pembiayaan yang disalurkan perbankan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 11,87 trilyun dari Rp 9,1 trilyun pada tahun 2007. Pertumbuhan pembiayaan tersebut tercermin pula dari penurunan rasio non performing loan (NPL) dari 4,16 persen (2007) menjadi 3,65 persen pada tahun 2008 (LBU Kalimantan Selatan dan Bank Indonesia). Tabel 5.4 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2000 - 2010 Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk (ribuan) Miskin 2000 385,40 13,05 2001 357,40 11,92 2002 259,80 8,51 2003 258,90 8,16 2004 231,00 7,19 2005 235,70 7,32 2006 278,50 8,32 2007 233,50 7,01 2008 218,90 6,48 Maret 2009 175,98 5,12 Maret 2010 181,96 5,21 Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2010. Tahun
Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, dilakukan berbagai program pengetasan kemiskinan oleh Provinsi Kalimantan Selatan melalui Gerbang Mastaskin,
76
PNPM, dan Kredit Usaha Rakyat. Selama pelaksanaan program tersebut di Kalimantan Selatan menunjukkan hasil yang baik. Pada tahun 2008 (Tabel 5.4) Kalimantan Selatan berhasil menempati peringkat ke-3 sebagai provinsi dengan jumlah penduduk miskin terkecil (6,48 persen) setelah DKI Jakarta (4,29 persen) dan Bali (6,17 persen). Sehingga atas keberhasilan ini, Pemerintah Pusat melalui Menko Kesra ketika berkunjung ke Provinsi Kalimantan Selatan menyampaikan pengakuan atas keberhasilan Kalimantan Selatan ini.
5.1.2. Lingkungan Nasional Banyak perubahan sosial, ekonomi, dan politik nasional yang menjadi pertimbangan dalam perkembangan industri nasional dan daerah dan beberapa agenda penting untuk mengatasinya, antara lain : a. Dampak Krisis Ekonomi Pengorbanan dan energi masyarakat banyak terkuras akibat krisis ekonomi yang berlarut-larut, bahkan banyka usaha masyarakat yang bangkrut, rusaknya lingkungan hidup, meningkatnya pengangguran, kurangnya perawatan infrastruktur, pendayagunaan kapasitas terpasang industri rendah, kemampuan ekspor terbatas, dan ketergantungan yang tinggi pada barang-barang impor. b. Lingkungan Usaha yang Belum Kondusif Faktor yang sangat penting dalam membentuk iklim usaha kondusif dan sehat guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi adalah ketenangan berusaha, masalah ketenagakerjaan, kepastian
77
hukum, dan konsistensi kebijakan. Kecenderungan semakin rendahnya kualitas dari keempat
faktor tersebut pada akhir-akhir ini menjadi
perhatian yang sangat serius dari para investor. Tingkat suku bunga saat ini walaupun sudah lebuh menurun, tetapi pengusaha banyak yang menganggap masih tinggi. Persaingan usaha antara pemodal luar negeri pada saat ini masih tetap unggul dibanding pengusaha yang mengandalkan perbankan dalam negeri, sehingga sangat perlu dibuat langkah-langkah yang konsisten dan ternecana secepatnya untuk memperbaki iklim usaha domestik agar menjasi lebih kondusif. c. Profesionalisme Birokrasi Pada saat ini dirasakan masih dalam proses transisi perubahan paradigma pada jajaran birokrasi dimana pembinaan terhadap dunia usaha industri dari budaya penguasa ke budaya pelayanan public, perlakukannya lebih bersifat memfasilitasi. Kondisi ini sering dengan langkah pembaharuan kebijakan sistem politik dan arah sentralisasi menuju otonomi daerah. Dengan demikian keinginan untuk mewujudkan birokrasi yang bersih, professional, transparan, pro bisnis, dan fasilitatip masih perlu dilakukan perbaikan. d. Perubahan Sistem Pemerintahan dari Sentralistik ke Otonomi Daerah Terjadinya perubahan sistem pemerintahan Indonesia yang dahulunya cenderung sentralistik, telah berubah ke desentralistik atau otonomi daerah membawa dampak positif dan negative terhadap penyelenggaraan program pemerintahan dan pembangunan secara keseluruhan. Dampak positifnya adalah di berbagai daerah terjadi
78
percepatan dan ketepatan pembangunan, sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan daya gerak dan kualitas pembangunan secara nasional karena masing-masing daerah dapat mengekspresikan kreatifitasnya dan membangun daerahnya sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat lokal. Kecenderungan ini apabila makin menguat, tidak mustahil gerak pembangunan di berbagai wilayah kesatuan Republik Indonesia semakin cepat mengahsilkan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sementara itu dampak negative dari otonomi daerah itu sendiri yaitu Pertama, antara pemerintah pusat dengan daerah koordinasinya memerlukan waktu serta tenaga dan Kedua, masing-masing daerah lebih menonjolkan kepentingan daerahnya dibandingkan kepentingan nasional. Agar perubahan ini membuat keadaan menjadi lebih baik, maka pemerintah perlu mendorong dan memupuk sinergi antar daerah.
5.1.3. Lingkungan Global Lingkungan internasional juga mengalami perubahan yang cukup mendasar, seperti yang terjadi di dalam negeri. Beberapa kecenderungan internasional yang berpengaruh pada perkembangan industri nasional, dapat dicatat sebagai mana uraian berikut : a. Isu serta Praktik Globalisasi dan Liberalisasi Ekonomi Isu dan praktik globalisasi serta liberalisasi makin melanda ekonomi dan perdagangan dunia, seperti munculnya berbagai keputusan lembaga ekonomi internasional, yaitu WTO yang mendorong laju globalisasi dan liberalisasi ekonoi dunia. Sekarang masih menjadi
79
perdebatan antar negara maju dan negara berkembang berkaitan dengan isu dan praktik globalisasi ini. Negara-negara maju menghendaki negara berkembang membuka akses pasar seluas-luasnya bagi produk negara maju, namun di sisi lain negara maju melakukan proteksi terhadap produk pertanian mereka melalui subsidi yang relatif besar. Terjadi kecenderungan saat ini bahwa globalisasi dan liberalisme ekonomi tidak memihak negara-negara berkembang, malah lebih memberikan peluang yang lebih luas bagi negara maju untuk mendapatkan keuntungan semata. Untuk memajukan perekonomian Indonesia sebagai masyarakat dunia tentu juga berkepentingan dengan isu di atas, dimana kecenderungan perkembangan globalisasi ini harus dicermati secara proporsional sehingga tidak merugikan Indonesia. Dalam forum G20 dimana Indonesia saat ini sebagai anggota, bersama negara berkembang lainnya harus melakukan berbagai usaha menanggulangi dampak isu tersebut dan juga melobi berbagai lembaga dunia dan negara yang perekonomiannya lebih kuat. Indonesia melalui WTO
melakukan
langkah
tersebut
di
atas
untuk
mendapatkan
keseimbangan dan keadilan pasar dalam perekonomian dunia. Dengan demikian perumusan kebijakan industri nasional perlu memperhatikan kecenderungan ini agar mampu mengantisipasi dan menselaraskan perkembangan ekonomi dan perdagangan di masa depan. b. Isu terorisme Maraknya terorisme dunia juga melanda Indonesia, dimana hal ini mempengaruhi iklim investasi dan usaha di dunia termasuk Indonesia
80
sehingga mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan pula. Dampak terorisme terhadap perekonmian dunia, antara lain adalah premi asuransi untuk pengiriman barang ataupun tenaga ahli dan fasilitas industri menjadi tinggi, terjadinya peningkatan yang tinggi untuk daya pengamanan, dan takut mendapatkan kerugian yang tinggi sehingga volume perdagangan berkurang. Kecenderungan ini harus diatasi dengan sangat serius dan harus dituangkan dalam kebijakan pembangunan industri. c. Kerjasama Internasional Indonesia telah melaksanakan beberapa perjanjian dan kesepakatan untuk kerjasama internasional dengan berbagai organisasi dunia, misalnya dengan WTO, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional (IMF) baik yang belum mengikat maupun yang sudah mengikat. Perjanjian dan kerjasama juga dilakukan di tingkat regional dan multilateral dengan APEC, ASEAN, dan organisasi lainnya yang sudah mempengaruhi perjalanan perekonomian Indonesia saat ini dan masa mendatang. Dampak positif terjadi dengan dibukanya pasar baru bagi produk-produk Indonesia di kawasan ASEAN setelah dilakukan melalui kesepakatan AFTA. Memperhatikan kecenderungan ini, maka industri Indonesia harus meningkatkan mutu hasil produksinya dan mempunyai daya saing yang tinggi sehingga mampu mensejajarkan bahkan melebihi negara-negara di kawasan ASEAN lainnya. Jika industri Indonesia tidak melakukan peningkatan mutu hasil produksi dan tidak mempunyai daya saing tinggi, bukan mustahil masyarakat tidak akan membeli produk dalam negeri.
81
Eksportir Indonesia saat ini juga menghadapi hambatan teknis (TBT = Technical Barrier to Trader), seperti masalah kesehatan (isu flu burung, flu babi, dll), masalah keamanan, keselamatan (terror bom Bali, bom Marriot, dll) dan lingkungan hidup (pencemaran udara, pencemaran sungai, pembakaran hutan, dll). Ini sebenarnya hanya isu yang digunakan untuk melakukan proteksi pada hasil industri dan juga konsumen negaranegara yang melakukan hambatan ini. Ada juga hambatan lain yang menimpa pengusaha Indonesia, misalnya tuduhan dumping, sementara negara lain melakukan subsidi terhadap hasil industrinya. Untuk mengurangi ketimpangan perdagangan antara negara berkembang dengan negara maju perlu dilakukan komitmen pengambilan langkah positif yang dapat menjamin negara berkembang mendapatkan perdagangan internasional sesuai dengan kebutuhan ekonomi dan melaksanakan kesepakatan serta perjanjian WTO seutuhnya. Terbuka luas peluang perdagangan luar negeri dengan adanya prefensi perdagangan yang sifatnya unilateral dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang dengan adanya Global System of Trade Preferences among Developing Countries (GSTP) dan General System of Preferences (GSP) untuk saling memberikan keuntungan dalam perdagangan. d. Munculnya Raksasa Industri Baru Kemajuan dunia industri Asia Timur di luar Jepang juga mulai terjadi dengan munculnya raksasa industri baru, seperti Korea, Republik Rakyat Cina (RRC), Vietnam dan Thailand, serta Malaysia yang semakin memperkuat perekonomian mereka. Terjadi kecenderungan hasil produk
82
industrinya mulai mempunyai daya saing yang tinggi, sehingga mulai merambah
pasar
dunia
ternasuk
Indonesia.
Indonesia
harus
memperhatikan ancaman ini dengan memperbaiki industri dan kebijakan perdagangan yang mendorong industri dalam negeri agar mampu meningkatkan daya saing yang lebih tinggi.
5.2.
Profil dan Karakteristik Responden Dalam penelitian ini metode pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner dan wawancara. Pengumpulan data diambil dari 3 variabel atau 3 kelompok, yaitu pelaku usaha, pemerintah/pembuat kebijakan, dan konsumen. Penentuan jumlah pelaku usaha yang dijadikan responden yaitu dengan cara 30 persen dari jumlah populasi ditambah error sebesar 15 persen. Jadi, dari populasi IKM Sasirangan yang ada di Banjarmasin (47 unit) diambil samplingnya sebesar 30 persen yaitu 14 unit usaha ditambah error 15 persen menjadi 21 unit usaha, ini dikarenakan 47 dari 52 unit usaha Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan berada di wilayah Kota Banjarmasin. Sementara itu untuk responden konsumen yang dijadikan sampling sebanyak 30 orang yang diambil secara purpossive sampling. Responden pemerintah ada 4 lembaga/instansi pemerintah, yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Kalimantan Selatan, Bappeda bagian Perekonomian, dan BPS Provinsi Kalimantan Selatan.
83
5.2.1
Pelaku Usaha Karakteristik responden untuk pelaku usaha IKM Sasirangan diperoleh
berdasarkan pengisian kuesioner yang dilakukan terhadap 21 pengrajin Sasirangan yang berada di Kota Banjarmasin. Karakteristik umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi lama usaha berdiri, jumlah tenaga kerja yang dimiliki, dan jumlah tanggungan keluarga pengrajin (Tabel 5.5). Penentuan nilai dalam tabel di bawah ini menggunakan nilai rata-rata. Penentuan nilai rata-rata berdasarkan penjumlahan nilai pada baris dalam satu kolom dibagi dengan jumlah data yang ada. Tabel 5.5 Karakteristik Umum Responden Pengrajin IKM Sasirangan, Tahun 2010 No. Karakteristik Umum Pengrajin 1. Lama Usaha Berdiri (tahun) 2. Jumlah Tenaga Keja (orang) 3. Jumlah Tanggungan Keluarga(orang) Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Rataan 17,4 19,9 5
Data di atas memperlihatkan lama usaha pengrajin IKM Sasirangan ratarata 17,4 tahun dengan rata-rata karyawan sebanyak 19,9 orang. Pengrajin ratarata memiliki tanggungan keluarga sebanyak 4,89 orang (dibulatkan menjadi 5). Hasil wawancara juga menunjukan bahwa pemilik IKM Sasirangan sebagian besar perempuan yaitu sebanyak 14 orang, rata-rata 66,6 persen dari seluruh unit usaha yang diwawancarai. Sementara pemilik IKM yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 7 orang atau rata-rata 33,3 persen dari sampling. Pemilik IKM Sasirangan sebagian besar merupakan pekerjaan utama hanya 3 orang saja yang merupakan pekerjaan sampingan dan semua usaha mereka tersebut dirintis sendiri.
84
Tabel 5.6 Kelompok Lama Usaha Responden Pengrajin IKM Sasirangan, Tahun 2010 No. 1. 2. 3.
Kelompok Lama Usaha (Tahun)
1-10 11-20 21-30 Total Sumber: Data Primer, diolah (2010).
14,3 %
Rataan (Unit) 2 16 3 21
(Persen) 9,5 76,2 14,3 100
9,5 % 1-10 Tahun 11-20 Tahun 21-30 Tahun 76,2 %
Gambar 5.1 Kelompok Lama Usaha Responden Pengrajin IKM Sasirangan
Tingkat lama usaha IKM Sasirangan yang diteliti lebih banyak yang berdiri sejak 11 hingga 20 tahun yang lalu yaitu sebanyak 16 unit usaha atau 76,2 persen. Sementara kelompok lama usaha 1-10 tahun dan 21-30 tahun tidak jauh berbeda yaitu masing-masing sebanyak 2 unit usaha (9,5 persen) dan 3 unit usaha (14,3 persen). Tabel 5.7 Jumlah Karyawan pada IKM Sasirangan Responden Pengrajin IKM Sasirangan, Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
Jumlah Karyawan (Orang)
1-10 11-20 21-50 > 50 Total Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Rataan (Unit) 5 14 1 1 21
(Persen) 23,81 66,67 4,76 4,76 100
85
4,76%
4,76%
23,81% 1 s/d 10 Orang 11 s/d 20 Orang 21-50 Orang > 50 Orang
66,67%
Gambar 5.2 Jumlah Karyawan Responden Pengrajin IKM Sasirangan
Mayoritas responden sebanyak 14 unit/pemilik UKM mempekerjakan karyawan sebanyak 11 hingga 20 orang atau sebesar 66,7 persen (Tabel 5.7). Tabel 5.8 Jumlah Tanggungan Keluarga para Pengrajin IKM Sasirangan, Tahun 2010 Jumlah Tanggungan Keluarga (Orang) 1. 1-3 2. 4-7 3. >7 Total Sumber: Data Primer, diolah (2010). No.
Rataan (Unit) 6 13 2 21
9,5% 28,6%
(Persen) 28,6 61,9 9,5 100
1 s/d 3 Orang 4 s/d 7 Orang > 7 Orang
61,9%
Gambar 5.3 Jumlah Tanggungan Keluarga Para Pengrajin IKM Sasirangan
Jumlah tanggungan keluarga para pengrajin Batik Sasirangan sebagian besar memiliki 4 hingga 7 orang tanggungan keluarga yaitu sebanyak 13 unit usaha dan sebesar 62 persen (Tabel 5.8).
86
Tabel 5.9 Jumlah Modal Usaha yang dibutuhkan para Pengrajin IKM Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Jumlah Modal Usaha No. (Rupiah) (Unit) (Persen) 1. < 100 juta 5 23,8 2. 100 juta – 500 juta 13 61,9 3. > 500 juta 3 14,3 Total 21 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Jumlah modal usaha yang dibutuhkan pengrajin mayoritas antara Rp 100 juta-Rp 500 juta yaitu sebanyak 13 unit usaha menjawab demikian. Tabel 5.10 Nilai Asset yang dimiliki para Pengrajin IKM Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Nilai Asset No. (Rupiah) (Unit) (Persen) 1. < 250 juta 10 47,6 2. 250 juta – 750 juta 9 42,9 3. > 750 juta 2 9,5 Total 21 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Jumlah nilai asset yang dimiliki pengrajin rata-rata sebesar di bawah Rp 250 juta dan diantara Rp 250 juta hingga Rp 750 juta. Tabel 5.11 Jumlah Produksi per Bulan dari IKM Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Jumlah Produksi/Bulan No. (Meter) (Unit) (Persen) 1. 100-500 14 66,7 2. 600-1000 4 19 3. > 1000 3 14,3 Total 21 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Setiap bulannya 14 unit dari 21 unit IKM Sasirangan memproduksi 100500 meter kain, baik jenis katun, sutera, ATBM, dan lain-lain. Tabel 5.12 Nilai Omset/Pendapatan per Bulan dari IKM Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Jumlah Produksi/Bulan No. (Rupiah) (Unit) (Persen) 1. < 20 juta 14 66,7 2. 20 juta -100 juta 5 23,8 3. > 100 juta 2 9,5 Total 21 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Mayoritar pengrajin IKM Sasirangan memiliki jumlah omset/bulan di bawah Rp 20 juta yaitu sebanyak 14 unit usaha.
87
5.2.2
Konsumen Karakteristik responden untuk konsumen IKM Sasirangan diperoleh
berdasarkan pengisian kuesioner yang dilakukan terhadap 30 orang yang diambil secara convenience sampling. Karakteristik umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi pekerjaan, jenis kelamin, usia, pendapatan, jenis produk Sasirangan yang dibeli, dan harga produk yang dibeli. Tabel 5.13 Jenis Pekerjaan Responden Konsumen Produk Sasirangan, Tahun 2010 Rataan No. Jenis Pekerjaan (Orang) (Persen) 1. PNS 19 63,3 2. Pegawai Swasta 2 6,7 3. Wiraswasta 6 20 4. Mahasiswa/Pelajar 3 10 Total 30 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010). 10% PNS
20%
Pegawai Swasta Wiraswasta 6,7%
63,3%
Mahasiswa/Pelajar
Gambar 5.4 Jenis Pekerjaan Responden Konsumen Produk Sasirangan
Berdasarkan jenis pekerjaannnya, mayoritas jumlah responden yang mengisi kuesioner bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 19 orang atau 63,3 persen (Tabel 5.13). Lalu, jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu sebanyak 20 orang dari 30 orang yang di wawancara atau sebesar 67 persen (Tabel 5.14). Mengapa lebih banyak PNS, ini dikarenakan pengisian kuesioner dilakukan oleh para pegawai yang bekerja di Instansi-instansi
88
terkait dengan pengembangan IKM Sasirangan dan pengisian kuesioner ini diisi pula oleh para petingginya untuk kelompok pemerintah. Tabel 5.14 Jenis Kelamin Responden Konsumen Produk Sasirangan, Tahun 2010 Rataan No. Jenis Kelamin (Orang) (Persen) 1. Laki-laki 20 66,7 2. Perempuan 10 33,3 Total 30 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
33,3%
Laki-laki
Perempuan
66,7%
Gambar 5.5 Jenis Kelamin Responden Konsumen Produk Sasirangan
Mayoritas kelompok responden konsumen Sasirangan memiliki rentang usia 25 hingga 50 tahun sebanyak 18 orang atau responden (60 persen) Gambar 5.6. Tabel 5.15
Kelompok Usia Responden Konsumen Produk Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Kelompok Usia No. (Tahun) (Orang) (Persen) 1. < 25 4 13,3 2. 25-50 18 60 3. > 50 8 26,7 Total 30 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010). 27%
13% < 25 Tahun 25-50 Tahun > 50 Tahun 60%
Gambar 5.6 Kelompok Usia Responden Konsumen Produk Sasirangan
89
Sementara itu, kelompok konsumen sebagian besar yaitu 53,3 persen memiliki pendapatan lebih dari lima juta rupiah sebanyak 16 orang (Gambar 5.7). Tabel 5.16 Kelompok Pendapatan Responden Konsumen Produk Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Kelompok Pendapatan No. (Rupiah) (Orang) (Persen) 1. < 1 juta 3 10 2. 1 juta – 5 juta 11 36,7 3. > 5 juta 16 53,3 Total 30 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010). 10% < Rp 1 juta 53,3% Rp 1 juta – Rp 5 juta 36,7%
> Rp 5 juta
Gambar 5.7 Kelompok Pendapatan Responden Konsumen Produk Sasirangan
Untuk jenis produk yang dikonsumsi, jenis kain bahan Sasirangan menjadi produk paling diminati konsumen yakni sebanyak 22 responden (73,4 persen) Gambar 5.8. Ini dikarenakan dengan membeli kain bahan maka konsumen dapat membuat model sendiri sesuai yang mereka inginkan dan butuhkan.
Tabel 5.17
Jenis Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan, Tahun 2010 Rataan No. Jenis Produk (Orang) (Persen) 1. Kaos 3 10 2. Kemeja pria dan wanita 4 13,3 3. Kebaya 1 3,3 4. Kain Bahan 22 73,4 Total 30 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
90
10%
Kaos (Orang)
14% 3% 73%
Kemeja pria dan wanita (Orang) Kebaya (Orang) Kain Bahan (Orang)
Gambar 5.8 Jenis Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Sasirangan
Harga produk yang dikonsumsi juga bervariasi, sebagian besar konsumen lebih banyak membeli produk yang harganya Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu (Tabel 5.18) yaitu sebanyak 19 responden (63,3 persen). Produk dengan harga tersebut biasanya adalah jenis kain berbahan Semisutera, ATBM, dan satin. Untuk harga di bawah Rp 100.000 produknya untuk jenis kain berbahan katun dan produk yang memiliki harga di atas Rp 200.000 adalah jenis kain sutera. Tabel 5.18 Harga Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan, Tahun 2010 Rataan Harga No. (Rupiah) (Orang) (Persen) 1. < 100 ribu 3 10 2. 100 ribu – 200 ribu 19 63,3 3. > 200 ribu 8 26,7 Total 30 100 Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Harga Produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Produk Sasirangan 27%
10% < Rp 100 ribu Rp 100 ribu – Rp 200 ribu > Rp 200 ribu 63%
Gambar 5.9 Harga produk Sasirangan yang dibeli Responden Konsumen Sasirangan
91
5.2.3
Pemerintah Karakteristik responden untuk pemerintah yaitu instansi-instansi yang
terkait dengan pengembangan IKM Sasirangan. Instansi-instansi tersebut diharapkan dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang tepat dan sesuai untuk mendukung pengembangan dan memajukan IKM Sasirangan. Karakteristik umum responden ini dinilai dari beberapa variabel meliputi perkembangan IKM Sasirangan dalam 3 tahun terakhir, kontribusi IKM Sasirangan terhadap perekonomian Kalimantan Selatan, bantuan pemerintah, dan prospek IKM Sasirangan di masa datang. Tabel 5.19 Identifikasi Karakkteristik Umum Responden Pemerintah No.
Nama Instansi
Perkembangan IKM Sasirangan
1.
Dinas Koperasi dan UKM
Berkembang pesat dan menyerap tenaga kerja yang banyak
2.
Bappeda bagian ekonomi
Maju Pesat
3.
BPS Kalsel
Sangat berkembang
4.
Disperindag Provinsi Kalsel
Sangat pesat, Jumlah unit usaha Sasirangan yang semakin banyak
Sumber: Data Primer, diolah (2010).
Kontribusi IKM Sasirangan Membantu perekonomian, khususnya UMKM kalsel
Bantuan pemerintah
Prospek
Modal, pelatihan terkait proses produksi, dan fasilitas pembiayaan
Membantu kinerja pertumbuhan sektor industri dan tenaga kerja di Prov. Kalsel Membantu para pengusaha dan pengrajin sektor UMKM
Subsidi UKM berupa modal usaha dan pelatihanpelatihan terkait produksi Bantuan modal dan memberikan fasilitas pembiayaan
Menguntungkan, jika pemerintah lebih memperhatikan lagi dan pemasaran yang lebih luas Menguntungkan. karena ciri khas budaya Banjar yang perlu dilestarikan
Menyerap tenaga kerja yang banyak dan memajukan sektor UMKM Kalsel
Pelatihanpelatihan, pemberian gerobak, dan memasukkan IKM Sasirangan ke dalam APBD
Menguntungkan. karena ciri khas budaya Banjar yang perlu dilestarikan Sangat cerah, karena semakin banyak peminat baik di dalam kalsel, luar kalsel, dan mancanegara.
92
5.3.
Analisis Sektor Basis di Kota Banjarmasin Analisis Location Quotien (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-
sektor ekonomi manakah yang termasuk kedalam sektor basis atau berpotensi ekspor dan manakah yang bukan merupakan sektor basis. Apabila hasil perhitungannya menunjukkan angka lebih dari satu (LQ > 1) berarti sektor tersebut merupakan sektor basis. Sebaliknya apabila hasilnya menunjukkan angka kurang dari satu (LQ < 1) berarti sektor tersebut bukan sektor basis. Hasil perhitungan Location Quotien (LQ) Kota Banjarmasin selama 5 tahun terakhir (dari tahun 2004-2009) selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.20. Tabel 5.20 Hasil Perhitungan Indeks Location Quotient (LQ) di Kota Banjarmasin Tahun 2005-2009 Tahun 2005
2006
Sektor Pertanian 0.0302 0.0431 Pertambangan 0 0 Industri Pengolahan 1.8635 1.8748 Listrik, Gas, dan Air 3.2382 2.9426 Bersih Bangunan dan 1.5023 1.4599 Konstruksi Perdagangan, Hotel, 1.1736 1.3100 dan Restoran Pengangkutan dan 3.3209 2.8996 Konstruksi Bank, Keuangan, dan 2.6618 2.5859 Perumahan Jasa-jasa 1.2465 1.3846 Sumber: BPS Kota Banjarmasin, 2010 (diolah).
RATARATA
2007
2008
2009
0.0456 0 1.7320
0.0436 0 1.6814
0.0464 0 1.6646
0.0418 0 1.7632
3.2723
3.2012
3.1779
3.1664
1.5449
1.6254
1.7011
1.5667
1.3566
1.4347
1.4040
1.3358
2.9188
2.9426
2.8972
2.9958
2.7217
2.5985
2.6924
2.6520
1.4050
1.3901
1.3800
1.3612
Berdasarkan tabel 5.20, maka dapat teridentifikasikan sektor-sektor mana saja yang terdapat di Kota Banjarmasin yang merupakan sektor-sektor basis maupun sektor nonbasis. Kota Banjarmasin ini mempunyai tujuh sektor basis, sektor tersebut yaitu sektor listrik, gas, dan air bersih dengan indeks LQ rata-rata sebesar 3,1664 sehingga sektor ini merupakan sektor basis dengan indeks rata-rata
93
terbesar. Sektor pengangkutan dan konsumsi merupakan sektor basis terbesar kedua dengan indeks LQ rata-rata sebesar 2,9958 sektor ketiga yaitu sektor Bank, keuangan dan perumahan yang memiliki nilai rata-rata sebesar 2,6520. Sementara sektor indutri pengolahan berada di nomor empat dengan indeks LQ rata-rata 1,7632. Nomor lima hingga tujuh diikuti oleh sektor bangunan dan konstruksi, sektor jasa-jasa, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selama periode tahun 2005-2009 ketujuh sektor tersebut memiliki nilai LQ > 1, hal ini menunjukkan sektor-sektor tersebut merupakan sektor basis dan memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Kota Banjarmasin serta sektor ini sudah mampu memenuhi kebutuhan di daerahnya bahkan berpotensi ekspor. Atas dasar pemahaman di atas, sektor ini merupakan sektor yang potensial dimana sektor ini dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Tabel 5.20 juga menunjukkan sektor nonbasis di Kota Banjarmasin yaitu, sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Kedua sektor ini memiliki nilai LQ < 1 selama periode tahun 2005-2009 dengan rata-rata nilai indeks LQ sebesar 0,0418 dan 0. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, di Kota Banjarmasin tidak memiliki lahan dan perusahaan yang bergerak di bidang/sektor tersebut sehingga tidak ada nilai indeks LQ. Kedua sektor tersebut hanya mampu menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tinggal di dalam batas-batas wilayah Kota Banjarmasin bahkan mengimpor dari luar daerah.
94
Selama periode tahun 2005-2009, sektor industri pengolahan memiliki nilai LQ > 1. Berdasarkan penelitian, sektor ini berorientasi ekspor karena memiliki pasar pada skala lokal dan di luar batas-batas wilayah Kota Banjarmasin. Berbeda dengan sektor lain dimana sektor basis merupakan sektor yang dapat mengekspor barang atau jasa ke luar wilayahnya, maka sektor industri pengolahan dimana termasuk di dalamnya industri kecil dan menengah dapat memenuhi kebutuhan pasar di luar wilayah dengan cara menarik wisatawan untuk membeli dan memakai produk hasil dari industri pengolahan dan industri kecil dan menengah, khususnya produk Kain Sasirangan yang semakin hari semakin banyak yang meminati. Meskipun sektor basis merupakan sektor yang paling potensial untuk dikembangkan dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi Kota Banjarmasin, akan tetapi kita tidak boleh melupakan sektor nonbasis. Karena dengan adanya sektor basis tersebut maka sektor nonbasis dapat dibantu untuk dikembangkan menjadi sektor basis baru.
5.4.
Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan Dalam menganalisis dan mengetahui pertumbuhan penyerapan tenaga
kerja subsektor Industri Kecil dan Menengah Kain Batik Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan, digunakanlah metode Shift Share untuk menganalisis perkembangan subsektor industri ini dengan memakai dua titik waktu yaitu tahun 2005 sampai tahun 2009. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja industri Batik Sasirangan di Kalimantan Selatan direpresentasikan dalam nilai ri. Sementara nilai Ri
95
mempresentasikan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja pada Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Kalimantan Selatan. Nilai Ra sendiri menjelaskan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan.
5.4.1. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Indikator kegiatan ekonomi pada penelitian ini yaitu penyerapan tenaga kerja dari subsektor industri Kain Batik Sasirangan. Rasio kegiatan ekonomi terbagi dalam tiga bentuk nilai, yaitu Ra, Ri dan ri. Semakin tinggi nilai rasio yang didapat menunjukkan tingginya tingkat pertumbuhan yang terjadi pada Industri Kecil dan Menengah Kain Batik Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Ketiga nilai tersebut diperoleh dari perhitungan jumlah penyerapan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan, subsektor industri kecil dan menengah, dan IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan yang dibandingkan pada dua titik waktu, yaitu tahun awal pada tahun 2005 dan tahun akhir 2009. Tabel 5.21 Rasio Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 (Nilai Ra, Ri, dan ri) Jenis Usaha IKM Kain Batik Sasirangan
Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Ra Ri ri 0,25
0,32
0,27
Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 (diolah).
Nilai Ra diperoleh dari selisih antara jumlah tenaga kerja yang diserap sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009 dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang diserap sektor industri
96
pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005. Pada Tabel 5.21 nilai Ra adalah sebesar 0,25. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan meningkat 25 persen dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Nilai Ri diperoleh dari hasil perhitungan selisih antara jumlah tenaga kerja yang diserap subsektor industri kecil dan menengah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009 dengan jumlah tenaga kerja yang diserap subsektor industri kecil dan menengah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang diserap subsektor industri kecil dan menengah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005. Subsektor industri kecil dan menegah Provinsi Kalimantan Selatan memiliki nilai Ri yang positif yaitu sebesar 0,32. Hal ini mengindikasikan subsektor industri kecil dan menegah Provinsi Kalimantan Selatan mengalami pertumbuhan 32 persen dalam kurun waktu 5 tahun di Kalimantan Selatan. Dengan pertumbuhan 32 persen ini, memperlihatkan bahwa hampir sepertiga dari jumlah keseluruhan tenaga kerja yang diserap pada sektor industri pengolahan adalah Industri Kecil dan Menengah (IKM). Nilai ri didapat dari perhitungan selisih antara jumlah tenaga kerja yang diserap IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009 dengan jumlah tenaga kerja yang diserap IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang diserap IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005. Nilai ri yang diperoleh adalah 0,27 yang artinya telah terjadi pertumbuhan penyerapan
97
tenaga kerja oleh IKM Sasirangan sebesar 27 persen dalam kurun waktu 5 tahun (2005-2009) di Provinsi Kalimantan Selatan. Artinya, dari jumlah keseluruhan tenaga kerja di subsektor industri kecil dan menengah, IKM Sasirangan berkontribusi sebesar 27 persen dalam penyerapan tenaga kerja.
5.4.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja Komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis Shift Share secara umum terdapat tiga komponen utama yaitu Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
Pertumbuhan
Regional (PR) dalam penelitian ini adalah kontribusi pertumbuhan tenaga kerja di Kalimantan Selatan terhadap pertambahan penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan di Kalimantan Selatan. Sementara itu, Pertumbuhan Proporsional (PP) menjelaskan proporsi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja sektor industri pengolahan Kalimantan Selatan terhadap pertambahan penyerapan tenaga kerja subsektor industri kecil dan menengah Kalimantan Selatan. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sendiri menerangkan penyerapan tenaga kerja IKM Sasirangan berdasarkan keunggulan wilayah di Kalimantan Selatan. Tabel 5.22 Proporsi Pertumbuhan Penyerapan Tenaga Kerja IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan Jenis Usaha IKM Sasirangan
PR
PP
PPW
Jiwa
(%)
Jiwa
(%)
695
25,17
185
6,71
Jiwa -118
Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 (diolah).
(%) -4.26
98
Komponen Pertumbuhan Regional (PR) merupakan hasil kali antara rasio jumlah tenaga kerja yang diserap sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan (Ra) dengan jumlah tenaga kerja yang diserap IKM Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2005. Sektor industri pengolahan mempunyai nilai Pertumbuhan Regional (PR) sebesar 695 jiwa dengan kontribusi 25,17 persen. Komponen ini dapat terjadi karena adanya perubahan kebijakan ekonomi oleh pemerintah daerah. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh adanya perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor di Provinsi Kalimantan Selatan. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) didapat dari hasil kali antara rasio jumlah tenaga kerja yang diserap IKM Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2005 dengan selisih antara Ri dan Ra. Subsektor industri kecil dan menengah mempunyai nilai Pertumbuhan Proporsional (PP) sebesar 185 jiwa dengan kontribusi sebanyak 6,71 persen. Nilai PP yang lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa subsektor IKM di Kalimantan Selatan mengalami pertumbuhan yang cepat. Untuk komponen pertumbuhan pangsa wilayah, sektor yang memiliki nilai PPWij > 0 berarti sektor tersebut memiliki daya saing yang baik dibanding dengan subsektor-subsektor industri yang lain di kota atau kabupaten yang lain di Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan untuk sektor yang memiliki PPWij < 0 maka sektor tersebut tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tabel 5.22 menunjukkan bahwa IKM Sasirangan memiliki nilai PPW < 0 yaitu sebesar -4,26 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam penyerapan tenaga kerja, IKM Sasirangan di Kalimantan Selatan
99
belum mampu bersaing dengan subsektor industri yang lain di kota atau kabupaten lain di Kalimantan Selatan. Dengan demikian, kegiatan IKM Sasirangan menunjukkan kontribusi yang cukup baik terhadap penyerapan tenaga kerja untuk sektor industri di Provinsi Kalimantan Selatan, namun memiliki daya saing yang kurang baik untuk sektor tersebut di wilayah lainnya karena nilai PPW yang negatif. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah banyaknya jumlah unit usaha IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Hal ini sebagai respon atas semakin banyaknya peminat kain sasirangan baik di dalam wilayah Kalimantan Selatan maupun yang di luar wilayah Kalimantan Selatan sehingga membuka kesempatan kerja dan berusaha yang lebih banyak lagi bagi masyarakat. Selain itu, memberikan peluang bagi pengusaha untuk menginvestasikan dananya pada sektor ini. Dimana hinga tahun 2009 nilai investasi IKM Sasirangan mencapai Rp 18,341 milyar dari jumlah nilai investasi untuk subsektor IKM sebesar Rp 34,734 milyar. Pertumbuhan Bersih (PB) penyerapan tenaga kerja diperoleh dari penjumlahan komponen penyerapan tenaga kerja Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen penyerapan tenaga kerja Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sektor IKM Sasirangan. Pada Tabel 5.23 dapat dilihat bahwa perkembangan penyerapan tenaga kerja IKM Sasirangan pada tahun 2005-2009 bernilai PB > 0 yang artinya pertumbuhan IKM Sasirangan dapat dikatakan termasuk ke dalam kelompok progresif atau maju.
100
Tabel 5.23 Pertumbuhan Bersih (PB) Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan Tahun 2005-2009 Jenis Usaha
PB Jiwa
(%)
67
2,45
IKM Sasirangan
Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 (diolah).
5.5.
Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) IKM Sasirangan Dalam menganalisis dan mengetahui pertumbuhan jumlah nilai produksi
yang dihasilkan oleh subsektor Industri Kecil dan Menengah Kain Batik Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan, juga digunakan metode Shift Share untuk menganalisis perkembangan subsektor industri ini dengan memakai dua titik waktu yaitu tahun 2005 sampai tahun 2009. Pertumbuhan nilai produksi industri Batik Sasirangan di Kalimantan Selatan direpresentasikan dalam nilai ri. Sementara nilai Ri mempresentasikan pertumbuhan nilai produksi pada Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Kalimantan Selatan. Nilai Ra sendiri menjelaskan pertumbuhan nilai produksi sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan.
5.5.1. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Indikator kegiatan ekonomi pada penelitian ini yaitu pertumbuhan nilai produksi (output) dari subsektor industri Kain Batik Sasirangan. Rasio kegiatan ekonomi terbagi dalam tiga bentuk nilai, yaitu Ra, Ri dan ri. Semakin tinggi nilai rasio yang didapat menunjukkan tingginya tingkat pertumbuhan nilai produksi yang terjadi pada Industri Kecil dan Menengah Kain Batik Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan. Ketiga nilai tersebut diperoleh dari perhitungan jumlah nilai
101
produksi pada sektor industri pengolahan, subsektor industri kecil dan menengah, dan IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan yang dibandingkan pada dua titik waktu, yaitu tahun awal pada tahun 2005 dan tahun akhir 2009. Tabel 5.24 Rasio Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 (Nilai Ra, Ri, dan ri) Jenis Usaha IKM Kain Batik Sasirangan
Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Ra Ri ri 0,13
0,23
0,24
Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 (diolah).
Nilai Ra diperoleh dari selisih antara jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009 dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 dibagi dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005. Pada tabel 5.24, nilai Ra adalah sebesar 0,13. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan meningkat 13 persen dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Nilai Ri diperoleh dari hasil perhitungan selisih antara jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor industri kecil dan menengah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009 dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor industri kecil dan menengah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 dibagi dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor industri kecil dan menengah Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005. Subsektor industri kecil dan menegah Provinsi Kalimantan Selatan memiliki nilai Ri yang positif yaitu sebesar 0,23. Hal ini mengindikasikan
102
subsektor industri kecil dan menegah Provinsi Kalimantan Selatan mengalami pertumbuhan 23 persen dalam kurun waktu 5 tahun di Kalimantan Selatan. Dengan pertumbuhan 23 persen ini, memperlihatkan bahwa hampir seperempat dari jumlah keseluruhan nilai produksi yang dihasilkan pada sektor industri pengolahan adalah Industri Kecil dan Menengah (IKM). Nilai ri didapat dari perhitungan selisih antara jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2009 dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005 dibagi dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh IKM Kain Batik Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2005. Nilai ri yang diperoleh adalah 0,24 yang artinya telah terjadi pertumbuhan nilai produksi oleh IKM Sasirangan sebesar 24 persen dalam kurun waktu 5 tahun (2005-2009) di Provinsi Kalimantan Selatan. Artinya, dari jumlah keseluruhan nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor industri kecil dan menengah, IKM Sasirangan berkontribusi sebesar 24 persen dalam menghasilkan produksinya (outputnya).
5.5.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) Komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis Shift Share secara umum terdapat tiga komponen utama yaitu Pertumbuhan Regional (PR), Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
Pertumbuhan
Regional (PR) dalam penelitian ini adalah kontribusi pertumbuhan nilai produksi
103
(output) di Kalimantan Selatan terhadap pertambahan nilai produksi (output) sektor industri pengolahan di Kalimantan Selatan. Sementara itu, Pertumbuhan Proporsional (PP) menjelaskan proporsi pertumbuhan nilai produksi (output) sektor industri pengolahan Kalimantan Selatan terhadap pertambahan nilai produksi (output) subsektor industri kecil dan menengah Kalimantan Selatan. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sendiri menerangkan nilai produksi (output) IKM Sasirangan berdasarkan keunggulan wilayah di Kalimantan Selatan. Tabel 5.25 Proporsi Pertumbuhan Nilai Produksi (Output) IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan Jenis Usaha IKM Sasirangan
PR Rp Juta 7.509,89
PP (%) 12,64
Rp Juta 6.453,52
PPW (%) 10,86
Rp Juta 292,60
(%) 0,49
Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 (diolah).
Komponen Pertumbuhan Regional (PR) merupakan hasil kali antara rasio jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor industri pengolahan Provinsi Kalimantan Selatan (Ra) dengan jumlah nilai produksi yang dihasilkan oleh IKM Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2005. Sektor industri pengolahan mempunyai nilai Pertumbuhan Regional (PR) sebesar Rp 7.509,89 juta dengan kontribusi sebesar 12,64 persen. Komponen ini dapat terjadi karena adanya perubahan kebijakan ekonomi oleh pemerintah daerah. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh adanya perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor di Provinsi Kalimantan Selatan. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) didapat dari hasil kali antara rasio jumlah nilai produksi yang dihasilkan IKM Sasirangan Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2005 dengan selisih antara Ri dan Ra. Subsektor industri kecil
104
dan menengah mempunyai nilai Pertumbuhan Proporsional (PP) sebesar Rp 6.453,52 juta dengan kontribusi sebesar 10,86 persen. Nilai PP yang lebih besar dari 0 (nol) menunjukkan bahwa subsektor IKM
di Kalimantan Selatan
mengalami pertumbuhan yang cepat. Untuk komponen pertumbuhan pangsa wilayah, sektor yang memiliki nilai PPWij > 0 berarti sektor tersebut memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan subsektor-subsektor industri yang lain di kota atau kabupaten yang lain di Provinsi Kalimantan Selatan, sedangkan untuk sektor yang memiliki PPWij < 0 maka sektor tersebut tidak dapat bersaing dengan baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tabel 5.25 menunjukkan bahwa IKM Sasirangan memiliki nilai PPW > 0, yaitu Rp 292,60 juta dengan kontribusi sebesar 0,49 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa IKM Sasirangan di Kalimantan Selatan mampu bersaing dengan subsektor industri yang lain di kota atau kabupaten lain di Kalimantan Selatan dalam hal nilai hasil produksi. Dengan demikian
berdasarkan Tabel 5.25, kegiatan IKM Sasirangan
menunjukkan kontribusi yang baik terhadap nilai produksi yang dihasilkan untuk sektor industri di Provinsi Kalimantan Selatan karena bernilai positif. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah banyaknya jumlah unit usaha IKM Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan sebagai respon semakin banyaknya peminat kain sasirangan baik di dalam maupun di luar wilayah Kalimantan Selatan sehingga perusahaan-perusahaan tersebut menghasilkan jumlah produksi yang selalu meningkat di setiap tahunnya dan memberikan peluang bagi pengusaha untuk menginvestasikan dananya pada sektor ini.
105
Pertumbuhan Bersih (PB) nilai produksi diperoleh dari penjumlahan komponen nilai produksi yang dihasilkan Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen nilai produksi yang dihasilkan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) sektor IKM Sasirangan. Pada Tabel 5.26 dapat dilihat bahwa perkembangan nilai produksi yang dihasilkan oleh IKM Sasirangan pada tahun 2005-2009 bernilai PB > 0, yaitu yang artinya pertumbuhan IKM Sasirangan dapat dikatakan termasuk ke dalam kelompok progresif atau maju. Tabel 5.26 Pertumbuhan Bersih (PB) Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan Tahun 2005-2009 Jenis Usaha IKM Sasirangan
PB Rp Juta
(%)
6.746,11
11,35
Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010 (diolah).
5.5.3. Profil Pertumbuhan Indikator Kegiatan Ekonomi Industri Kecil dan Menengah Kain Batik Sasirangan Evaluasi profil pertumbuhan IKM Kain Batik Sasirangan di Kalimantan Selatan akan diperlihatkan pada gambar 5.10. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa IKM Kain Batik Sasirangan di Kalimantan Selatan akan ditempatkan pada empat kuadran yang tersedia sesuai dengan pertumbuhan tenaga kerjanya dan pertumbuhan nilai produksinya. Pada gambar 5.10, sumbu horizontal menggambarkan persentase perubahan komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), memperlihatkan nilai pergeseran sektoral tenaga kerja dan jumlah produksi, sedangkan sumbu vertikal merupakan persentase Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) atau memperlihatkan
106
nilai keunggulan sektoral wilayah dalam menyerap tenaga kerja dan menghasilkan jumlah produksi.
1
Kuadran I
0.4923
0
% PP 0
2
4
6
8
10
12
% PPW
-1 -2
Kuadran II -3 -4
-4.2567
-5
tenaga kerja
nilai produksi
Gambar 5.10 Profil Pertumbuhan Tenaga Kerja dan Nilai Produksi IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan Tahun 2005-2009 Pertumbuhan tenaga kerja pada IKM Kain Sasirangan berada pada Kuadran II. Ini menunjukkan bahwa IKM Kain Sasirangan di Kalimantan Selatan memiliki pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang tergolong cepat dan progresif (PP dan PB positif) tetapi IKM Sasirangan ini mengalami penurunan pergeseran penyerapan tenaga kerja dan berpindah ke sektor lainnya daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan sektor yang sama di daerah lain (PPW negatif) dan IKM Sasirangan tidak mempunyai keunggulan dalam penyerapan tenaga kerja bila dibandingkan dengan sektor yang sama di wilayah lainnya. Sementara itu, dalam pertumbuhan nilai produksi IKM Sasirangan berada di kuadran I. Kuadran I merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa IKM Sasirangan di Kalimantan
107
Selatan memiliki pertumbuhan nilai produksi yang cepat (PP positif) dan memiliki daya saing yang lebih baik dalam hal jumlah nilai produksi yang dihasilkan dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (PPW positif). IKM Sasirangan juga mempunyai pergeseran nilai produksi yang tinggi dari sektor-sektor lainnya dan mempunyai peningkatan keunggulan dalam menghasilkan nilai produksi di Kalimantan Selatan. Pergeseran nilai produksi yang tinggi ini dapat disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari para konsumen ataupun produksi dari beberapa subsektor industri lainnya. Kapasitas produksi IKM Sasirangan ini dari tahun 2005 hingga 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp 14,25 milyar dari Rp 59,43 milyar menjadi Rp 73,68 milyar pada tahun 2009 (BPS, 2010).
5.6.
Analisis SWOT Ketatnya persaingan di sektor industri yang mempunyai peranan cukup
besar bagi perekonomian Indonesia paling terasa dampaknya. Pembangunan dan pengembangan sektor industri agar mampu bertahan bahkan maju dalam arena persaingan akan jadi motor penggerak perekonomian nasional, khususnya provinsi Kalimantan Selatan di masa depan. Untuk itu, sektor industri perlu memiliki daya saing yang tinggi karena kuatnya struktur industri, tingginya peningkatan nilai tambah, tingginya produktivitas di sepanjang rantai nilai produksi, dan dukungan dari seluruh sumber daya produktif yang dimiliki oleh provinsi Kalimantan Selatan. Demikian halnya dengan industri Kain Sasirangan, terjadi persaingan yang cukup ketat dan terasa dampaknya bagi perekonomian provinsi Kalimantan Selatan. Agar mampu bertahan, IKM Sasirangan perlu
108
dibangun dan dikembangkan sehingga akan jadi motor penggerak perekonomian provinsi Kalimantan Selatan di masa depan.
5.6.1. Berdasarkan Data Sekunder Identifikasi menurut data sekunder pada penelitian ini adalah berdasarkan pendapat dan artikel-artikel yang terdapat pada media cetak, elektronik, internet, dan menurut pembuat kebijakan. Berikut identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal pada IKM Sasirangan berdasarkan Data Sekunder dan strategi pengembangannya. Tabel 5.27 Identifikasi Faktor-faktor Strategis Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Sekunder Faktor Strategis
SWOT
IKM Kain Batik Sasirangan
S
-
W
1. Peralatan yang masih sederhana 2. Terbatasnya persediaan bahan baku dan proses poduksi yang terlalu lama.
O
1. Bank Indonesia Sasirangan.
T
1. Harga bahan baku terus mengalami kenaikan.
S
1. Sasirangan mudah dibentuk dan dirancang untuk berbagai macam busana. 2. Kain Sasirangan tidak mengenal musiman.
W
1. Para pengrajin pemikirannya masih berorientasi pada berdagang bukan bisnis. 2. Kain Sasirangan belum menjadi “tuan rumah” di daerah sendiri
O
1.Peluang kain Kain Sasirangan untuk go internasional terbuka lebar. 2. Semakin tumbuhnya kecintaan dan kepedulian dari masyarakat Kalsel, khususnya anak muda terhadap kain Sasirangan. 3. Pengrajin kain Sasirangan harus terus berinovasi.
T
1. Membanjirnya sasirangan buatan pabrik (printing). 2. Kain Sasirangan printing berasal dari China dan Pulau Jawa.
S
1. Bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan swasta memberikan pelatihan pembuatan Sasirangan kepada masyarakat luas. 2. Komunitas pengrajin mendirikan Telecenter.
Permodalan
Akses Pasar
Tenaga Kerja dan Produksi
W O T
turut
membantu
memberdayakan
1. Kualitas SDM yang terbatas dan minimnya upah. -
UMKM
109
Regulasi Pemerintah
S
1. Tampilan kota Banjarmasin lebih meriah karena di setiap sudut kota Seribu Sungai itu dihiasi dengan motif sasirangan. 2. Digelarnya kegiatan-kegiatan untuk mencintai sasirangan. 3. Mendaftarkan motif-motif kain Sasirangan ke Direktorat Jenderal HAKI Departemen Hukum dan HAM RI dan menadi komoditi unggulan.
W O
1. Sulit memperoleh perizinan ketika mendaftarkan ke Ditjen HAKI.
T
-
1. Bank Indonesia turut membantu memberdayakan UMKM Sasirangan. 2. Pemerintah Kota Banjarmasin mewajibkan Sasirangan sebagai pakaian seragam PNS dan siswa-siswi sekolah di wilayah tersebut.
5.6.1.1. Permodalan Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) 1. Peralatan yang masih sederhana, menggunakan jarum, benang, tali, baskom, panci, minyak tanah, kompor, air hangat, dll. 2. Terbatasnya bahan baku yang tersedia di pasaran. Kalaupun ada itu harus mengimpor dari pulau Jawa dan membutuhkan biaya transport lagi. Proses produksi kerajinan Sasirangan terlalu lama sehingga sulit memenuhi permintaan masyarakat yang ingin serba cepat dan praktis. Peluang (Opportunities) 1. Bank Indonesia merasa perlu untuk memberdayakan UMKM Sasirangan dengan cara penguatan modal melalui peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Salah satu kegiatan fasilitas yang dilakukan BI yaitu menyediakan informasi sektor usaha atau komoditas potensial yang layak dibiayai oleh perbankan (lending model). Lending model (pola pembiayaan) tersebut bukan hanya hasil kajian yang berisi informasi aspek keuangan kelayakan usaha, tetapi juga meliputi aspek pemasaran, teknik
110
produksi, dampak ekonomi sosial dan lingkungan, serta aspek usaha lainnya. Melalui lending model kerajinan sasirangan ini diharapkan dapat membantu
mengangkat
industri
khas
daerah
sehingga
mampu
meningkatkan daya saing produk serta lebih memasyarakat. Ancaman (Threaths) 1. Harga bahan baku saat ini yang mahal. Untuk kain jenis katun yang berbahan baku kapas harganya sedang tinggi. Ini disebabkan harga kapas dunia yang melonjak.
5.6.1.2. Akses Pasar Kekuatan (Strengths) 1. Sasirangan itu tidak kaku sehingga tidak hanya pas untuk busana daerah tetapi juga rancangan modern di antaranya busana muslim aneka style dan macam-macam busana untuk pagelaran catwalk. 2. Kain Sasirangan tidak mengenal musim, setiap saat selalu dicari baik kain maupun produk jadi, namum jumlah permintaan meningkat tajam pada saat bulan puasa karena banyak masyarakat Kalsel membeli bahan kain maupun produk Sasirangan untuk dipakai di Hari Raya Idul Fitri. Kelemahan (Weaknesses) 1. Para produsen Kain Sasirangan hanya memilki mental dagang, tidak memiliki mental bisnis. Artinya, habis membuat barang, selesai. Tidak berupaya membesarkan usaha dan bagaimana memahami keinginan pasar.
111
2. Kain Sasirangan belum jadi “tuan rumah” di daerah sendiri karena produk kerajinan tangan ini belum menjadi primadona warga Kalsel. Penyebabnya mungkin masih terkendala mutu, kualitas produk serta minimnya promosi yang gencar sehingga perlu mendapat perhatian serius Pemerintah Daerah. Untuk membuat kain sasirangan menjadi produk andalan dan pilihan diperlukan komitmen yang kuat, baik dari Pemerintah Daerah maupun pengusaha sasirangan lokal guna meningkatkan kualitas produk dan SDMnya. Kain sasirangan, sebenarnya sudah sangat bagus, namun kurang promosi sehingga Kementerian Perindustrian akan berupaya membantu memasarkan dan mempromosikan sasirangan pada setiap acara-acara penting, baik di tingkat nasional hingga ke luar negeri. Peluang (Opportunities) 1. Peluang kain Sasirangan untuk go internasional terbuka lebar. Berkaca dari kisah sukses batik yang ternyata sangat diminati di Arika, telah menumbuhkan optimisme bahwa kain-kain tradisonal dari daerah lain di Indonesia juga bisa melakukan hal serupa. Untuk produk Sasirangan, berpotensi sekali tinggal disesuaikan dengan bahan dan corak yang sesuai selera pasar di sana. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria, Tanzania, Mozambik, Zimbabwe, dll batik Indonesia lebih dihargai daripada batik buatan Cina. Masyarakatnya menyukai bahan dari katun, berukuran besar, dan warnanya yang ngejreng. 2. Saat ini banyak pelajar dan mahasiswa yang mengenakan baju sasirangan ketika mereka ke kampus/sekolah. Dengan memakai sasirangan, mereka tetap tampil modis dan gaya. Hal itu dilakukan sebagai wujud kepedulian
112
terhadap budaya bangsa, dengan menjaga kelestarian kekayaan asli masyarakat Kalsel. 3. Agar semakin diminati pasar, produsen kain Sasirangan harus terus berinovasi, baik dari bahan dasar yang digunakan, warna, hingga motif sehingga Sasirangan terus diminati karena kualitas dan inovasinya. Ancaman (Threaths) 1. Saat
ini
kegelisahan
dialami
para
pengrajin
Sasirangan
karena
membanjirnya sasirangan printing. Harganya lebih murah, proses produksi lebih cepat dan beragam motif, membuatnya lebih menguasai pasar. 2. Kain Sasirangan printing tidak hanya berasal dari china saja tetapi juga dari Pulau Jawa, yaitu dari Pekalongan, Surabaya, dan Bandung.
5.6.1.3. Tenaga Kerja dan Produksi Kekuatan (Strengths) 1. Bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan swasta seperti PT Jorong Barutam Greston (JBG) membuat program pengembangan keterampilan membuat kain Sasirangan bagi masyarakat yang berada di ring desa binaan CD JBG. Pemberian pelatihan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan keahlian masyarakat sekitar tambang dengan tetap memperhatikan potensi dan karakteristik lokal. 2. Komunitas pengrajin Kain Sasirangan Banjar mendirikan Telecenter. Bekerjasama dengan BPPT, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi
Provinsi
Kalimantan
Selatan
melaksanakan
pelatihan
pengembangan SDM untuk mengelola Telecenter Sasirangan Banjar.
113
Telecenter merupakan tempat bagi masyarakat untuk melakukan empowering (pemberdayaan) melalui sarana teknologi informasi dan komunikasi. Melalui pelatihan ini diharapkan pengembangan terhadap produk sasirangan ini akan terus berlangsung dan semakin kreatif. Selain itu promosi produk kain sasirangan juga akan semakin berkembang dan pelaku pengrajin dapat menciptakan produk-produk yang lebih inovatif sekaligus memasarkannya dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk mengakses informasi, berkomunikasi, promosi produk, berjaringan sosial dan menambah pengetahuan komunitas. Kelemahan (Weaknesses) 1. Terbatasnya SDM yang berkualitas dikarenakan yang mampu membuat dan mengerjakan Sasirangan hanya pengrajinnya saja, tenaga kerja yang lain hanya mampu untuk melukis, menjahit, mewarnai, melepas jahitan, mencuci dan menyeterika saja. Para tenaga kerja yang usahanya masih kecil berupah minim berbeda dengan para pengrajin yang berskala besar. Peluang (Opportunities) Ancaman (Threaths) 5.6.1.4. Regulasi Pemerintah Kekuatan (Strengths) 1. Tampilan kota Banjarmasin lebih meriah karena di setiap sudut kota Seribu Sungai itu dihiasi dengan motif sasirangan. Tujuan dari kegiatan ini
114
adalah selain membuat kota Banjarmasin semakin berwarna dan memperindah pemandangan, tetapi juga untuk memperkenalkan kain sasirangan kepada turis yang berkunjung ke Banjarmasin sehingga Banjarmasin juga bisa dikenali dengan ikon sasirangan tidak hanya bekantan. 2. Selalu digelar kegiatan-kegiatan untuk mencintai sasirangan oleh pemerintah, dinas pariwisata dan kebudayaan, disperindag, instansi sosial, swasta, institusi-institusi pendidikan, seperti lomba peragaan busana bercorak sasirangan, lomba mendesain busana dengan motif sasirangan, dan lain-lain. 3. Penegasan bahwa sasirangan adalah milik warga Kalsel dilakukan Pemprov Kalsel dengan mendaftarkan motif kain tersebut ke Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) untuk dipatenkan. Baru 17 motif dari ratusan motif yang biasa dibuat pengrajin tradisonal sasirangan yang didaftarkan. Rencananya Pemprov akan mendaftarkan lagi sejumlah motif sasirangan. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi pengakuan dari negara atau daerah lain. Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Bank Indonesia mengenai pengembangan komoditas unggulan UMKM di Kalimantan Selatan didapat hasil bahwa Kain Batik Sasirangan menjadi KPJU (Komoditi/Produk/Jenis Usaha) unggulan yang ketiga untuk lintas sektor di bawah komoditi Karet (Sektor Perkebunan) dan Mebel (Sektor Perdagangan) dan menjadi peringkat pertama untuk sektor industri. Penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
115
sebelumnya, yaitu Penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan peningkatan daya saing produk. Kelemahan (Weaknesses) 1. Ada kendala yang dialami perajin dalam mendaftarkan motif sasirangan ke dirjen Haki, yaitu untuk memperoleh perizinan mereka harus memenuhi beberapa persyaratan dan itu yang tidak bisa dipenuhi mereka. Sehingga hanya beberapa motif/corak saja yang sudah didaftarkan ke Ditjen HAKI, walau begitu Pemerintah Daerah akan berusaha supaya semua motif yang ada sekarang bisa didaftarkan dan dipatenkan. Peluang (Opportunities) 1. Bank Indonesia merasa perlu untuk memberdayakan UMKM Sasirangan dengan cara penguatan modal melalui peningkatan fungsi intermediasi perbankan. Salah satu kegiatan fasilitas yang dilakukan BI yaitu menyediakan informasi sektor usaha atau komoditas potensial yang layak dibiayai oleh perbankan (lending model). Lending model (pola pembiayaan) tersebut bukan hanya hasil kajian yang berisi informasi aspek keuangan kelayakan usaha, tetapi juga meliputi aspek pemasaran, teknik produksi, dampak ekonomi sosial dan lingkungan, serta aspek usaha lainnya. Melalui lending model kerajinan sasirangan ini diharapkan dapat membantu
mengangkat
industri
khas
daerah
sehingga
mampu
meningkatkan daya saing produk serta lebih memasyarakat. 2. Pemerintah Kota Banjarmasin telah memberlakukan Kain Sasirangan sebagai pakaian seragam pegawai negeri sipil dan siswa-siswi sekolah di
116
daerah Kalimantan Selatan. Jadi, di hari tertentu mereka memakai seragam dengan motif Sasirangan sebagai wujud kecintaan dan melestarikan budaya asli Kalsel. Ancaman (Threaths) Berikut ini identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman lain yang dihadapi IKM Sasirangan: Industri Kain Batik Sasirangan dalam proses pengerjaannya selain dilakukan oleh pengrajin dan keluarga, juga melibatkan tenaga kerja dari masyarakat sekitar 5 hingga 200 orang. Perkembangan industri Sasirangan ini juga terlihat dari tahun 2005 hingga agustus tahun 2009 mencapai 40 unit usaha (tahun 2010 sudah 52 unit usaha) atau naik sebanyak 6 persen/tahun yang mampu menyerap tenaga kerja sebagai karyawan atau sebagai pengrajin mencapai 7.403 orang atau naik 8 persen/tahun, nilai investasi naik sebanyak 4 persen/tahun, nilai produksi naik sebanyak 5,30 persen dan untuk nilai bahan baku naik sebanyak 4,60 persen kemudian nilai tambah naik sebesar 6,21 persen/tahun (Tabel 5.28). Tabel 5.28 Perkembangan Industri Kain Sasirangan No.
Uraian
1.
Unit Usaha
2
Tenaga Kerja (orang)
3.
Nilai Investasi (Rp)
4.
2004
2005
2006
2007
2008
2009
29
32
34
36
38
40
2.555
2.762
2.938
3.136
3.325
3.525
14.433
15.603 16.253
16.931
17.636 18.341
Nilai Produksi (Rp)
54.973
59.430 62.756
66.268
69.977 73.686
5.
Nilai Bahan Baku (Rp)
31.854
34.437 36.097
37.838
39.662 41.487
6.
Nilai Tambah (Rp)
23.134
25.010 26.666
28.432
31.314 32.197
Keterangan : No 3-6 dalam 000.000 Sumber: Disperindag Provinsi Kalimantan Selatan, 2010.
117
Motif Batik Sasirangan mempunyai lebih dari 25 motif dan beberapa diantaranya telah didaftarkan ke Dirjrn HAKI. Ini dilakukan agar motif-motif tersebut tidak ditiru oleh pihak-pihak, daerah atau negara lain dan menjelaskan bahwa Sasirangan merupakan kekayaan dan budaya asli Kalimantan Selatan yang sudah turun temurun dari nenek moyang untuk terus dikembangkan dan dijaga kelestariannya. Adanya perhatian pemerintah daerah dengan dibukanya Show room hasil kerajinan dalam pengelolaan Dekranasda provinsi Kalimantan Selatan. Bahkan beberapa pengrajin Kain Sasirangan telah menikmati pinjaman pihak ketiga bagi pengembangan showroom nya. Beberapa pengrajin melakukan pemasaran lewat internet dan membuka website, sehingga informasi dan pembelanjaan dapat diakses oleh pengguna internet. Berikut beberapa kekuatan lainnya yang dimiliki IKM Sasirangan, yaitu : Semua IKM sasirangan sudah memiliki surat izin pendirian usaha; Kelebihan produk sasirangan terletak pada motif/coraknya yang berbeda dengan jenis batik dari daerah lainnya; Pemerintah daerah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi UKM berupa modal usaha dan gerobak, mengadakan pelatihan-pelatihan dalam pewarnaan, motif, dan desain, mengadakan pameran-pameran, dan dibentuknya suatu sentra sasirangan (kampung sasirangan); kontribusi IKM sasirangan terhadap perekonomian provinsi Kalimantan Selatan khususnya sektor UKM yaitu membuka lapangan pekerjaan, dan menarik wisatawan berkunjung ke Banjarmasin untuk melihat dan membeli Batik Sasirangan. Sektor industri terjadi kecenderungan penurunan dalam beberapa tahun belakanan ini, walaupun masih tetap dominan sebagai penggerak perekonomian
118
Kalimantan Selatan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari pengaruh ekonomi global saat ini yang menyebabkan berbagai sektor industri mengalami perlambatan pertumbuhan dan kesulitan dalam operasional kegiatannya, begitu juga yang terjadi dengan IKM Kain Sasirangan. Untuk mendapatkan bahan baku yang lebih murah maka pembelian bahan baku yang sesuai keinginan pengrajin dilakukan di pulau Jawa. Pembuatan gambar pola banyak yang hanya dikuasai oleh pemilik usaha atau pengrajin, dimana 1 industri hanya memiliki 1 tenaga yang mampu menggambar pola. Proses pencelupan menggunakan air yang dimasak terlebih dahulu, baru dicampur dengan bahan pewarna, dimana pemasakan air menggunakan minyak tanah. Pengrajin membeli minyak tanah untuk memasak air dilakukan setiap hari lebih dari 1 kali kepada pedagang minyak tanah keliling karena tidak mempunyai tempat penyimpanan minyak tanah yang memadai sehingga bila terjadi hambatan pada pedagang keliling (hujan atau minyak tanah sulit didapat di pasar), maka terjadi gangguan proses produksi kain Sasirangan. Kontrol perataan warna kurang baik karena penerangan tempat pemasakan dan proses pencelupan (dapur) cahayanya kurang. Untuk menjaga warna kontrasnya warna, maka pewarna hanya digunakan 1 kali proses pencelupan dan air pewarna bekas pencelupan dibuang sehinga menimbulkan biaya tinggi dip roses pewarnaan. Pengeringan hasil pencelupan menggunakan cara konvensional, dijemur pada tali jemuran dan tidak terkena matahari, agar warna tidak cepat memudar. Terjadinya bajak membajak tenaga kerja lepas atau perajut antar pengrajin dengan memberikan upah yang lebih tinggi ketika pesanan tinggi (biasanya
119
menjelang hari raya Idul fitri), namun hal ini hanya bersifat sementara dimana bila terjadi hal demikian pengraijn awal sudah tidak mau pakai tenaga kerja yang dibajak, akibatnya muncul pengangguran baru. Belum semua industri Kain Sasirangan mengolah pembuangan limbah hasil pencelupan karena sebagian besar pengrajin membuang limbah ke saluran buang masyarakat umum sehingga air limbah mengalir dan mencemari sungaisungai di sekitar lokasi pengrajin. Selain itu, hambatan dan kelemahan lainnya yaitu dalam permodalan, dimana proses yang sedikit lambat, tidak ada jaminan dalam peminjaman modal, tingkat suku bunga yang tinggi, dan prosedur peminjaman di bank yang cukup rumit. Bagi provinsi Kalimantan Selatan masalah pokok yang sedang dihadapi oleh IKM Sasirangan yaitu: Pertama, ketergantungan yang tinggi dari Pulau Jawa terhadap bahan baku, bahan penunjang, barang setengah jadi maupun komponen. Kedua, keterkaitan antar sektor industri dan industri Kain Sasirangan dengan sektor ekonomi lainnya masih lemah. Ketiga, kurang lebih 90 % kegiatan sektor industri tekstil terletak di pulau Jawa. Keempat, masih lemahnya peranan kelompok industri kecil dan menengah (IKM) dalam sektor perekonomian. Agar industri Kain Sasirangan proses produksinya efisien, maka perlu dibuat industri pendukung lainnya, misalnya didirikan industri tekstil berupa pabrik pembuatan benang dan pabrik pembuatan kain sehingga pengrajin tidak perlu membeli bahan baku di pulau Jawa. IKM sasirangan menjual produknya dengan membuka toko sendiri, outlet, dan mendistribusikannya di toko-toko yang lebih besar (konsinyiasi). Dipilihnya tempat tersebut karena pemasaran mudah dilakukan, terjangkau konsumen, dan
120
dekat dengan proses produksi. Prospek kain sasirangan untuk 1-3 tahun ke depan dapat berkembang pesat karena dapat bersaing dengan produk lain, pemerintah sangat memperhatikan perkembangan Batik Sasirangan dengan menonjolkan sasirangan sebagai produk khas asli Kalimantan Selatan, banyak peminatnya (baik dari dalam maupun luar Kalimantan Selatan), dan desain motif yang semakin bagus dan beraneka ragam. Seiring dengan kesadaran masyarakat Kalimantan Selatan agar dapat melestarikan warisan budaya daerah. Peluang lainya yaitu produk yang paling banyak diminati yaitu bahan (kain) sasirangan itu sendiri, IKM Sasirangan dapat menyerap tenaga kerja yang cukup banyak serta teknologi di masa sekarang yang suduh cukup canggih sehingga dapat dimanfaatkan dalam pengembangan IKM Sasirangan. Negara Cina, Jepang, Korea, dan Thailand adalah pesaing yang cukup berat dalam industri tekstil modern yang bukan mustahil akan melakukan tindakan peniruan secara modern. Belum lagi Malaysia yang rajin mengambil produk Indonesia, kemudian diakui sebagai karya mereka dan langsung dipatenkan sebagai produk asli mereka. Semakin meningkatnya harga bahan baku terlebih lagi bahan baku pewarna yang perkembangan harganya terus meningkat akan membuat produksi kain Sasirangan naik, sehingga mendorong harga jual kain Sasirangan meningkat yang pada akhirnya harg ajual tidak kompetitif. Begitu juga dengan harga kapas dunia yang semakin tinggi, kapas merupakan salah satu bahan baku yang dibutuhkan oleh para pengrajin kain Sasirangan dalam produksi mereka. Kapas menjadi bahan baku untuk jenis kain Sasirangan yang terbuat dari katun.
121
5.6.2. Berdasarkan Data Primer Identifikasi faktor strategis menurut data primer pada penelitian ini didapat dari wawancara dan pemberian kuesioner terhadap pengrajin, kinsmen, dan instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan kain Sasirangan. Berikut identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal pada IKM Sasirangan berdasarkan Data Primer dan strategi pengembangannya. Tabel 5.29 Identifikasi Faktor-faktor Strategis Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Primer (Survey) Faktor Strategis
SWOT S
Permodalan
W O T
S Akses Pasar W
O
T
S
Tenaga Kerja dan
W
IKM Kain Batik Sasirangan 1. Adanya bantuan dari Pemerintah Daerah.. 2. Dukungan modal didapat dari bank/lembaga keuangan, keluarga, dan koperasi 1. Banyak hambatan dalam permodalan. 1. Semakin berkembangnya teknologi. 1. Harga bahan baku yang semakin tinggi. 2. Tidak ada jaminan dalam peminjaman modal 3. Terjadinya krisis global dan munculnya teknologi baru. 1. Konsumen telah menjangkau semua kalangan. 2. Kelebihan produk sasirangan terletak pada motif/coraknya dan keanekaragaman produknya. 3. Pemasaran lewat internet dan pembuatan website. 4. Perkembangan industri batik sasirangan dalam 3 tahun terakhir berkembang sangat pesat. 5. Segmentasi pasar sudah cukup baik. 1. Menjual hasil produksi dengan membuka toko sendiri, outlet, dan mendistribusikannya di toko-toko yang lebih besar (konsinyiasi/jual titip). 2. Informasi harga bahan baku didapat dari toko penjual kain, media massa, dan teman-teman pengrajin sendiri. 3. Terbukanya pasar di Benua Afrika dan negara-negara Asia lainnya. 1. Adanya ancaman produk pabrik (printing). 2. Persaingan dengan batik dari daerah lain 1. IKM Sasirangan merupakan home industry 2. Sistem produksi dijalankan berdasarkan persediaan barang dan pesanan. 3. Adanya pelatihan-pelatihan terhadap para karyawan. 1. Tidak adanya perlindungan terhadap karyawan 2. Bahan baku diperoleh dari luar kota 3. Tenaga kerja masih belum terampil. 4. Penggunaan minyak tanah dan kontrol pemerataan warna dapat mengganggu proses produksi. 5. Terjadinya pembajakan tenaga kerja sesama IKM Sasirangan.
122
Produksi
O T S
Regulasi Pemerintah
W O T
1. Menyerap tenaga kerja yang cukup banyak 1. Tingkat pendidikan pekerja yang rendah 1. Semua IKM Sasirangan sudah memiliki surat izin pendirian usaha. 2. Adanya bantuan dari Pemerintah Daerah 3. Kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian sektor industri UMKM 1. Belum semua industri Kain Sasirangan mengolah pembuangan limbah. 1. Prospek kain sasirangan untuk 1-3 tahun ke depan sangat potensial -
5.6.2.1. Permodalan Kekuatan (Strengths) 1. Dalam pengembangan IKM sasirangan, pemprov dan pemkot sudah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi UKM berupa modal usaha; mengadakan pelatihan-pelatihan pewarnaan, pembuatan motif, dan desain; bantuan berupa gerobak untuk usaha; mengadakan pameran-pameran baik di wilayah Kalsel maupun secara nasional; memasukkan ke dalam APBN dan APBD; sertamdibentuknya suatu sentra sasirangan (kampung sasirangan) oleh pemerintah untuk membantu IKM sasirangan dalam mempromosikan, memasarkan dan menjual produknya. Kebijakan lainnya yaitu dalam hal pembuangan limbah dan kewajiban bagi instansi pemerintah dan sekolah untuk memakai sasirangan pada hari tertentu. 2. Dalam menjalankan usaha, IKM Sasirangan mendapat bantuan modal dari pemda, pemkot, bank/lembaga keuangan, koperasi, dan keluarga para pengrajin sendiri. Kelemahan (Weaknesses) 1. Hambatan dalam permodalan yaitu: proses yang sedikit lambat ketika peminjaman modal di bank, tidak ada jaminan dalam peminjaman modal,
123
tingkat suku bunga yang ditawarkan pemberi modal tinggi, dan prosedur peminjaman di bank yang cukup rumit. Peluang (Opportunities) 1. Berkembangnya teknologi di masa sekarang yang cukup canggih dapat dimanfaatkan dalam pengembangan IKM Sasirangan. Ancaman (Threaths) 1. Harga yang ditawarkan pemasok bahan baku cukup mahal, ini dikarenakan harga untuk bahan baku jenis katun pada saat ini tinggi disebabkan harga kapas dunia yang sedang naik. 2. Tidak ada jaminan dalam peminjaman modal, tingkat suku bunga yang tinggi, dan prosedur peminjaman di bank yang cukup rumit akan mengancam IKM Sasirangan dalam permodalan. 3. Terjadinya krisis global dan munculnya teknologi baru. Dengan krisis global dapat mengancam biaya produksi yang semakin tinggi dan adanya teknologi-teknologi yang baru membuat Sasirangan dapat ditiru.
5.6.2.2. Akses Pasar Kekuatan (Strengths) 1. Konsumen produk batik sasirangan sebagian besar pria dan wanita dewasa, namun beberapa IKM juga membuat produk-produk untuk anakanak. 2. Kelebihan produk sasirangan terletak pada motif/coraknya yang berbeda dengan jenis batik daerah lain dan saat ini inovasi corak batik sasirangan mampu bersaing dengan batik-batik yang lain. Beraneka ragamnya
124
produk-produk yang dihasilkan diantaranya yaitu: kain (bahan), kaos, kemeja, dress, hem, kebaya, blus, baju koko, selendang, baju wanita, tas, gamis, dompet, mukena, tempat tissue, tudung saji, baju anak-anak, sajadah, sandal, bungkus stoples, bantalan kursi, sarung galon, bed cover, taplak meja, tas laptop, dan hiasan lampu yang mengadopsi unsur kain sasirangan. 3. Beberapa pengrajin melakukan pemasaran lewat internet dan membuat website, sehingga informasi dan proses penjualan dapat diakses oleh konsumen melalui internet. Cara ini juga mempermudah para pengraijn memasarkan Sasirangan ke luar daerah. Bagi konsumen yang tidak dapat membeli Sasirangan langsung ke toko dapat memesannya via internet dan dikirim ke wilayahnya masing-masing. 4. Perkembangan industri batik sasirangan dalam 3 tahun terakhir berkembang sangat baik karena sasirangan mulai banyak dikenal di seluruh daerah di Indonesia, banyak dari instansi pemerintah, swasta, dan sekolah yang memakai sasirangan pada hari-hari tertentu, pewarnaan yang tidak mudah luntur, jumlah outlet/toko penjual batik sasirangan sangat banyak 5. Segmen pasar sudah mencapai mancanegara dan banyak diminati di luar daerah
Kalimantan Selatan.
Sasirangan cukup diminati di Afrika,
khususnya negara-negara di Afrika seperti Nigeria, Tanzania, Mozambik, dan Zimbabwe karena warnanya yang mencolok. Begitu pula di pasar Asia, kain Sasirangan untuk bahan pakaian jadi banyak diminati di negara tetangga di antaranya Singapura, Malaysia, maupun Australia. Kain
125
Sasirangan yang dipasarkan ke sejumlah negara tersebut mayoritas kain yang berbahan sutera. Setiap bulan para pengrajin di Banjarmasin selalu menerima pesanan dari negara tetangga tersebut namun jumlahnya tidak menentu, sekitar 300-500 lembar tergantung jumlah permintaan. Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) 1. IKM sasirangan menjual produknya dengan membuka toko sendiri, outlet, dan mendistribusikannya di toko-toko yang lebih besar (konsinyiasi). Dipilihnya tempat tersebut karena pemasaran mudah dilakukan, terjangkau konsumen, dan dekat dengan proses produksi. 2. Para pengrajin memperoleh informasi tentang harga bahan baku dari toko penjual kain, media massa (cetak, elektronik, dan internet) dan temanteman pengrajin sendiri. 3. Terbukanya pasar di Benua Afrika dan Asia. Sasirangan berpotensi diminati di benua Afrika karena masyarakat disana menyukai produk batik yang terbuat dari katun, berukuran besar, dan warnanya yang ngejreng. Tinggal disesuaikan dengan bahan dan corak yang sesuai selera pasar di sana. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria, Tanzania, dan Mozambik batik Indonesia lebih dihargai daripada batik buatan Cina. Ancaman (Threaths) 1. Adanya ancaman dari negara cina, karena ada barang tiruan yang harganya lebih murah namun dengan motif printing (kain sibori) bukan dicelup dan dijelujur seperti sasirangan yang asli, mutu dan jenis kain kurang baik
126
2. Persaingan dengan batik dari daerah lain. Untuk itu perlu inovasi dan kreatifitas dari para pengrajin agar dapat bersaing dengan jenis batik lain.
5.6.2.3. Tenaga Kerja dan Produksi Kekuatan (Strengths) 1. Jumlah tenaga kerja IKM Sasirangan sekitar 5-200 orang. Karena IKM Sasirangan merupakan home industry, banyak menyerap tenaga kerja di lingkungan sekitar. Sebagian besar pekerja adalah ibu-ibu di daerah sekitar. Tingkat pendidikan terakhir para karyawan sebagian besar SMP dan SMA. 2. Sistem produksi dijalankan berdasarkan persediaan barang, namun ada juga yang berdasarkan pesanan konsumen. 3. Diberikan pelatihan-pelatihan terhadap para karyawan dalam bentuk membuat desain Sasirangan, penggambaran motif-motif, pewarnaan, dan tenun. Kelemahan (Weaknesses) 1. Tidak ada suatu organisasi atau kelompok yang melindungi kesejahteraan para karyawan. 2. Bahan baku untuk kain Sasirangan diperoleh dari luar kota namun sebagian besar bahan baku tersebut diproduksi di pulau Jawa. Jadi, di Kalimatan Selatan belum banyak pabrik tekstil yang memproduksi kain dalam jumlah yang banyak sehingga penjual kain di Banjarmasin harus mengimpor dari pulau Jawa.
127
3. Tenaga kerja masih belum terampil, dimana pembuatan gambar pola banyak yang hanya dikuasai oleh pemilik usaha atau pengrajin saja, dimana 1 industri hanya memiliki 1-3 orang tenaga yang mampu menggambar pola. Sementara yang lain hanya bertugas untuk pewarnaan, menjahit, mencuci, dan menyetrika saja. 4. Penggunaan
minyak
tanah
oleh
pengrajin
sewaktu-waktu
dapat
mengganggu proses produksi kain Sasirangan, seperti pada kasus berikut: ketika musim hujan, pengrajin yang menggunakan minyak tanah sangat bergantung kepada pedagang keliling karena kesulitan membeli minyak tanah dan langkanya pasokan minyak tanah di pasar. Selain itu untuk kontrol perataan warna juga kurang baik karena penerangan dan proses pencelupan (dapur) cahayanya kurang. 5. Terjadinya bajak membajak tenaga kerja lepas atau perajut antar pengrajin dengan jalan memberikan upah yang lebih tinggi pada saat pesanan tinggi (biasanya menjelang hari raya Idul Fitri), namun ketahanan usaha pembajak bersifat sementara, dimana ketika terjadi hal demikian pengrajin awal sudah tidak mau lagi memakai tenaga kerja yang dibajak akibatnya muncul pengangguran baru. Peluang (Opportunities) 1. IKM Sasirangan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. IKM Sasirangan yang sudah cukup besar usahanya dapat mempekerjakan karyawan hingga 500 orang, sementara yang masih kecil dapat mempekerjakan 10-50 orang pekerja.
128
Ancaman (Threaths) 1. Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah dapat mempengaruhi pola pikir pekerja sehingga IKM Sasirangan tidak dapat berkembang dengan baik.
5.6.2.4. Regulasi Pemerintah Kekuatan (Strengths) 1. Semua IKM sasirangan sudah memiliki surat izin pendirian usaha. Baik itu izin mendirikan usaha maupun bangunan. 2. Dalam pengembangan IKM sasirangan ini, pemerintah daerah sudah memberikan bantuan dalam bentuk subsidi UKM berupa modal usaha; mengadakan pelatihan-pelatihan pewarnaan, pembuatan motif, dan desain; bantuan berupa gerobak untuk berusaha; mengadakan pameran-pameran baik di wilayah Kalsel maupun secara nasional; memasukkan Industri Sasirangan ke dalam APBN dan APBD; serta dibentuknya suatu sentra sasirangan (kampung sasirangan) oleh pemerintah untuk membantu IKM sasirangan dalam mempromosikan, memasarkan dan menjual produknya. Selain itu kebijakan Pemda dalam mendukung pengembangan IKM sasirangan yaitu dalam hal pembuangan limbah dan kebijakan kewajiban bagi instansi pemerintah dan sekolah-sekolah untuk memakai sasirangan pada hari tertentu. 3. Kontribusi IKM sasirangan terhadap perekonomian provinsi Kalimantan Selatan khususnya sektor UMKM yaitu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat, menarik wisatawan berkunjung ke Banjarmasin untuk
129
membeli Sasirangan, dan peran yang cukup baik terhadap output sektor industri UMKM. Kelemahan (Weaknesses) 1. Belum semua industri Kain Sasirangan mengolah pembuangan limbah hasil pencelupan karena sebagian besar pengrajin membuang limbah ke saluran buang masyarakat umum sehingga air limbah mengalir dan mencemari sungai-sungai di sekitar lokasi pengrajin. Peluang (Opportunities) 1. Prospek kain sasirangan untuk 1-3 tahun ke depan sangat potensial karena dapat bersaing dengan produk lain karena desain motifnya yang semakin bagus dan beraneka ragam serta semakin banyak peminatnya (baik dari dalam maupun luar Kalimantan Selatan). Pemerintah juga sangat memperhatikan perkembangan Batik Sasirangan dengan menonjolkan sasirangan sebagai produk khas asli Kalimantan Selatan, seiring pula dengan kesadaran masyarakat Kalimantan Selatan untuk melestarikan warisan budaya daerah.
Ancaman (Threaths) -
130
Tabel 5.30 Identifikasi Potensi, Tantangan dan Permasalahan Dalam Metode SWOT Berdasarkan Data Primer (Survey) SWOT
IKM Kain Batik Sasirangan 1. Konsumen telah menjangkau semua kalangan. 2. Semua IKM Sasirangan sudah memiliki surat izin pendirian usaha. 3.Kelebihan produk sasirangan terletak pada motif/coraknya dan keanekaragaman produknya. 4. Adanya bantuan dari Pemerintah Daerah.. 5. Dukungan modal didapat dari bank/lembaga keuangan, keluarga, dan koperasi 6. IKM Sasirangan merupakan home industry.
S
7. Pemasaran lewat internet dan pembuatan website. 8. Sistem produksi dijalankan berdasarkan persediaan barang dan pesanan. 9. Kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian sektor industri UMKM. 10.Perkembangan industri batik sasirangan dalam 3 tahun terakhir berkembang sangat pesat. 11. Adanya pelatihan-pelatihan terhadap para karyawan. 12. Produk-produk Sasirangan terbuat dari berbagai macam jenis kain. 13. Segmentasi pasar sudah cukup baik. 1. Banyak hambatan dalam permodalan. 2. Tidak adanya perlindungan terhadap karyawan 3. Bahan baku diperoleh dari luar kota.
W
4. Tenaga kerja masih belum terampil. 5. Penggunaan minyak tanah dan kontrol pemerataan warna dapat mengganggu proses produksi. 6. Terjadinya pembajakan tenaga kerja sesama IKM Sasirangan. 7. Belum semua industri Kain Sasirangan mengolah pembuangan limbah. 1.Menjual hasil produksi dengan membuka toko sendiri, outlet, mendistribusikannya di toko-toko yang lebih besar (konsinyiasi/jual titip).
dan
2. Prospek kain sasirangan untuk 1-3 tahun ke depan sangat potensial.
O
3.Informasi harga bahan baku didapat dari toko penjual kain, media massa, dan teman-teman pengrajin sendiri. 4. Menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. 5. Semakin berkembangnya teknologi. 6. Terbukanya pasar di Benua Afrika dan negara-negara Asia lainnya. 1. Harga bahan baku yang semakin tinggi. 2. Adanya ancaman produk pabrik (printing).
T
3. Persaingan dengan batik dari daerah lain 4. Tidak ada jaminan dalam peminjaman modal 5. Tingkat pendidikan pekerja yang rendah. 6. Terjadinya krisis global dan munculnya teknologi baru.
131
Tabel 5.31 Matrik Interaksi Analisis SWOT-Klasifikasi Isu Sektor Industri Kecil dan Menengah Kain Batik Sasirangan Fak. I Fak. E
P e l u a n g
(O)
A n c a m a n
(T)
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Strategi SO:
Strategi WO:
4-2 tidak hanya pemerintah kota 4-2 harus lebih diperbanyak lagi Banjarmasin saja yang mewajibkan pengetahuan tentang variasi motifPNS dan pelajar untuk memakai motif kain dan perlu adanya sasirangan di hari tertentu tetapi bimtek tentang UKM. juga seluruh masyarakat 5-5 diperlukan pembinaan dan Banjarmasin memakai sasirangan di pelatihan khusus kepada tenaga hari tertentu sebagai wujud kerja melestarikan budaya daerahnya. 4-6 Mengadakan pelatihan Selain itu pemerintah pusatpun pembuatan Kain Sasirangan yang harus membuat kebijakan kepada didalamnya menitik beratkan pada pegawai di daerah untuk memakai pembuatan pola dan pengadaan produk batik dari masing-masing perangkat keras (hardware) daerah mereka sendiri. komputer lengkap dengan 4-2 memberikan seragam bermotif perangkat lunak (software). Hal Sasirangan bagi jamaah haji asal ini akan dapat menciptakan tenaga Kalimantan Selatan agar semakin kerja yang mampu membuat pola dikenal oleh daerah dan negara lain. gambar motif Sasirangan dengan 13-2 diperluas lagi segmentasi kreasi yang baru sesuai pasarnya lewat semua media. perkembangan zaman. Strategi ST: Strategi WT 6-5 pendidikan, IPTEK dan pelatihan tenaga kerja perlu ditingkatkan 13-4 akses tidak saja di dalam negeri tetapi sampai luar negeri 4-4 subsidi dari pemerintah dan memasukkan IKM sasirangan melalui APBD. 4-3 lebih sering lagi mengadakan pameran di luar kalsel, masyarakat asli kalsel yang berada di luar daerah lebih memperkenalkan lagi batik sasirangan di daerah lain supaya sasirangan semakin banyak dikenal dan diminati. 4-3 promosi lebih gencar lagi melalui duta sasirangan dan mempromosikan sasirangan pasa setiap even-even penting, baik di tingkat nasional hingga ke luar negeri. 4-2 pemerintah harus mematenkan seluruh motif, corak, dan produk sasirangan supaya tidak ditiru oleh daerah ataupun negara lain.
1-1 kebijakan pemerintah dengan memberi modal usaha, tingkat bunga dari pemberi modal (bank dan lembaga keuangan) harus lebih ringan untuk kalangan UKM dibanding pinjaman regular. 4-3 kain sasirangan harus mempunyai kualitas/mutu yang bagus, baik itu dari motif, jenis kain, dan harga yang bersaing. 1-4 bekerja sama dengan bankbank syariah dalam hal peminjaman modal karena tidak memakai sistem bunga tetapi dengan sistem bagi hasil. 1-4 kalau bisa permodalan didapat dengan menjual saham atau obligasi pasar modal 3-1 persedian bahan baku kain tidak lagi harus mengimpor tetapi sudah mampu menyediakan dan memproduksi sendiri dengan cara didirikan industri tekstil berupa pabrik pembuatan benang dan pabrik pembuatan kain.
132
14-2 harus ditingkatkan lagi strategi 5-5 pembuatan kain sasirangan pemasaran yang lebih baik dan masuk ke dalam kurikulum di kompetitif lagi. sekolah-sekolah dalam pelajaran muatan lokal/tata busana, sehingga diharapkan banyak yang terampil dalam pembuatan kain sasirangan ini sejak dini.
Faktor-faktor strategis yang diidentifikasi merupakan faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi kinerja dan menjadi pertimbangan penting dalam usaha Kain Sasirangan. Akses permodalan meliputi bantuan modal dari pemerintah daerah, kemudahan dalam peminjaman modal pada lembaga keuangan, bank dan non bank, serta jumlah lembaga keuangan/bank dalam peminjaman modal. Pasar tenaga kerja/upah meliputi ketersediaan tenaga kerja, kualitas dan keahlian tenaga kerja, produktivitas, dan spesialisasi produksi. Akses pasar meliputi informasi pasar Batik Sasirangan dan kemana saja produk Sasirangan dijual. Tabel 5.32 Faktor Strategis menurut Kondisi/Performa Perusahaan Saat Ini terhadap Pengembangan Industri Kain Sasirangan
1.
Akses Permodalan
0,20
4
Bobot x Rating 0,80
2.
Pasar Tenaga Kerja dan Upah
0,15
3
0,45
3.
Akses Pasar
0,10
3
0,30
4. 5. 6.
Suplai Input Regulasi Persaingan Pasar
0,15 0,20 0,20
3 4 3
0,45 0,80 0,60
No.
Faktor-faktor Strategis
TOTAL
Bobot
Rating
1,00
Komentar Bunga tinggi, mudah mendapatkannya Perlu pelatihan dan keahlian Terbukanya pasar global Bahan baku mahal Bantuan pemda Meningkatnya persaingan
3,40
Suplai input terdiri dari kestabilan harga input, stok barang, darimana saja stok input, dan penggunaan teknologi. Regulasi meliputi promosi Sasirangan oleh pemerintah, pembinaan, perijinan usaha, pemerintah memberikan modal dan
133
membentuk sentra usaha, regulasi terhadap faktor-faktor strategis yang lain serta persaingan pasar meliputi penguasaan dan segmentasi pasar serta inovasi produk. Berdasarkan tabel faktor strategis eksternal dan internal IKM Sasirangan di atas, faktor modal menjadi faktor yang paling berperan dan berpengaruh terhadap kinerja IKM Kain Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin. Baik berdasarkan kondisi perusahaan saat ini dan skala kepentingannya. Faktor strategis akses permodalan meliputi: darimana perolehan modal didapat, bantuan modal dari pemerintah daerah, kemudahan dalam peminjaman modal pada lembaga keuangan, bank, dan non bank, serta semakin banyaknya lembaga keuangan yang memberikan peminjaman modal. Nilai rating merupakan skala 1-4, dimana rating 1 adalah kondisi perusahaan yang sangat tidak baik, rating 2 adalah tidak baik, rating 3 adalah baik, dan rating 4 adalah sangat baik untuk kondisi/performa perusahaan saat ini. Sementara itu, nilai rating berdasarkan skala kepentingan dimana rating 1 adalah faktor strategis yang sangat tidak penting, rating 2 adalah tidak penting, rating 3 adalah penting, dan rating 4 adalah sangat penting. Tabel 5.33 Faktor Strategis menurut Skala Kepentingan terhadap Pengembangan Industri Kain Sasirangan No.
Faktor-faktor Strategis
Bobot
Rating
1. 2.
Akses Permodalan Pasar Tenaga Kerja dan Upah
0,25 0,15
4 3
Bobot x Rating 1,00 0,45
3.
Akses Pasar
0,15
3
0,45
4.
Suplai Input
0,15
4
0,60
5. 6.
Regulasi Persaingan Pasar TOTAL
0,15 0,15 1,00
4 3
0,60 0,45 3,55
Komentar Suku bunga tinggi Produktivitas meningkat Ancaman produk tiruan Didapat dari luar daerah Bantuan pemda Inovasi produk
134
Berdasarkan tabel 5.32 berdasarkan kondisi perusahaan Kain Sasirangan saat ini, IKM Sasirangan termasuk pada kondisi yang baik karena terletak pada rating 3,4. Tabel 5.33 menunjukan faktor-faktor strategis yang menjadi faktor penting dalam usaha IKM Sasirangan adalah akses permodalan, suplai input, dan regulasi, dan termasuk ke dalam kondisi yang sangat penting dengan nilai bobot 3,55.
VI. 6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Sektor industri pengolahan merupakan sektor basis dan sektor unggulan di Kota Banjarmasin. Selama periode 2005-2009, sektor industri pengolahan memiliki nilai indeks LQ yang > 1 yaitu dengan nilai rata-rata 1,76. 2. IKM Kain Sasirangan memiliki peranan yang cukup baik dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan Shift Share didapat, terjadi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja oleh IKM Sasirangan sebesar 27 persen dari seluruh tenaga kerja IKM selama 20052009 di Provinsi Kalsel. IKM Sasirangan di Kalsel mengalami pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang cepat dan termasuk ke dalam kelompok progresif/maju namun belum mampu bersaing dengan subsektor industri yang lain di daerah lainnya di Kalsel. 3. IKM Kain Sasirangan memiliki kontribusi yang baik dalam nilai produksi atau output terhadap subsektor IKM di Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan analisis Shift Share didapat dari jumlah keseluruhan nilai produksi yang dihasilkan oleh subsektor IKM, IKM Sasirangan berkontribusi sebesar 24 persen, dan untuk nilai produksinya IKM Sasirangan mengalami pertumbuhan yang cepat serta sudah mampu bersaing dengan subsektor industri lain di kota lain di Kalimantan Selatan dan termasuk ke dalam kelompok progresif/maju. 4. Upaya dan kebijakan yang telah dilakukan Pemda Kalsel dan Pemkot Banjarmasin dalam mendukung pengembangan dan memajukan IKM Kain Sasirangan di antaranya, adalah: menghias setiap sudut Kota Banjarmasin
136
dengan motif-motif sasirangan; digelarnya perlombaan merancang dan peragaan Sasirangan
busana ke
bermotif
Dirjen
sasirangan;
HAKI;
bekerja
mendaftarkan sama
dengan
motif-motif BI
untuk
memberdayakan UMKM; mewajibkan para pegawai dan pelajar memakai Sasirangan pada hari tertentu, pemberian subsidi UKM; pelatihan pembuatan motif, desain, dan pewarnaan; mengadakan pameran di dalam dan di luar Kalsel; memasukkan IKM Sasirangan ke dalam APBN dan APBD; adanya sentra sasirangan (kampung sasirangan); dan membuat kebijakan tentang pembuangan limbah hasil industri.
6.2 Saran 1. Untuk mengembangkan dan melestarikan kain Sasirangan tidak hanya dilakukan oleh Pemprov Kalsel dan Pemkot Banjarmasin saja, tetapi harus dilibatkan juga para stakeholder yaitu para pengrajin dan konsumen Sasirangan. 2. Untuk mengatasi permasalahan IKM Sasirangan seperti keterampilan tenaga kerja, penyediaan bahan baku, permodalan, dan Sasirangan printing upaya yang dapat dilakukan, yaitu mendirikan industri penyediaan input dan bahan baku, mendorong pengrajin jadi pemasok bahan baku, penggunaan teknologi kepada pemilik dan karyawan IKM Sasirangan, tetap membiarkan adanya Sasirangan printing tetapi pangsa pasarnya berbeda, para pengrajin Sasirangan harus lebih kreatif dan inovatif dalam produknya agar tetap mampu bersaing dengan jenis batik dari daerah lain dan Sasirangan printing, bekerja sama dengan bank-bank syariah dalam
137
hal peminjaman modal karena tidak memakai sistem bunga tetapi dengan sistem bagi hasil, permodalan didapat dengan menjual saham atau obligasi pasar modal, serta perlu ditumbuhkan kesadaran menggunakan dan membeli sasirangan asli. 3. Menjadikan kain Sasirangan sebagai produk andalan diperlukan komitmen yang kuat dari Pemprov Kalimantan Selatan, Pemkot Banjarmasin dan pengusaha/pengrajin Sasirangan guna meningkatkan kualitas produk dan SDM nya, serta promosi yang gencar untuk memasarkannya di setiap acara-acara penting, baik di tingkat nasional hingga ke luar negeri. 4. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pertimbangan bagi pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, khususnya Pemkot Banjarmasin dalam membuat kebijakan untuk pengembangan IKM Sasirangan dan industri UKM pada umumnya agar mampu memberikan peran dan kontribusi yang positif bagi perekonomian daerah maupun Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN. Badan Pusat Statistik Kota Banjarmasin. 2010. Banjarmasin Dalam Angka Tahun 2005-2010. Banjarmasin. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2009. Kalimantan Selatan Dalam Angka Tahun 2009. Banjarmasin. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2009. PDRB Kabupaten/Kota Di
Kalimantan
Selatan
Menurut
Lapangan
Usaha
2006-2008.
Banjarmasin. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan. 2010. Kalimantan Selatan Dalam Angka Tahun 2010. Banjarmasin. Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalimantan Selatan. 2008. Daftar Sentra dan Potensi Komoditi Industri Kecil dan Menengah Tahun 20052008. Banjarmasin. Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Juanda, B. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi & Bisnis. Bogor: IPB Press. Khairunnisa, R. 2010. “Analisis Dampak Sektor Industri pengolahan Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah di Provinsi Banten” [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nazar, Freddy. 1990. Ekonomi Mikro untuk Negara Sedang Membangun. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Nicholson,W.
2002.
Mikroekonomi
kedelapan). Jakarta: Erlangga.
Intermediet
dan
aplikasinya
(Edisi
139
Partomo, T. dan A. Soejodono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan Koperasi. Jakarta: Ghalia. Priyarsono, D.S, Sahara, dan M. Firdaus. 2007. Ekonomi Regional. Jakarta: Universitas Terbuka. Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Saerofi, M. 2005. “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Pengembangan Sektor Potensial di Kabupaten Semarang (Pendekatan Model Basis Ekonomi dan SWOT)” [Skripsi]. Jurusan Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang, Semarang. Setiaji, R. 2010. “Analisis Penyerapan Tenaga Kerja di Jawa Barat : Perbandingan Era Pra Otonomi Daerah dengan Era Otonomi Daerah” [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soepono, Prasetyo. 1993. Analisis Shift Share Perkembangan dan Penerapan. Dalam Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. VIII. No. 1. Hal 43-54. Yogyakarta: UGM. Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Sukirno, Sadono. 1994. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Warpani, Suwardjoko. 1984. Analisis Kota dan Daerah. Bandung: Penerbit ITB. Wibowo, A. 2009. “Analisis Kinerja dan Strategi Pengembangan Usaha Kerajinan Sepatu di Kabupaten Bogor (Studi Kasus pada CV. Anugerah Jaya, Desa Suka Makmur, Kecamatan Ciomas)” [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
lampiran
141 PELAKU USAHA
Lampiran 1. Kuesioner untuk Pengrajin Sasirangan
KUESIONER PENELITIAN Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya
Kain Sasirangan adalah hasil kerajinan yang diolah masyarakat yang mempunyai nilai sejarah dan budaya Kalimantan Selatan. Sangatlah tepat bila Kain Sasirangan yang merupakan produk khas daerah dijadikan produk unggulan untuk menopang perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Perlu pembinaan yang harus ditingkatkan dengan melakukan pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan. Untuk itu peran serta Bapak/Ibu/Saudara(i) sebagai Stakeholder (pelaku usaha, pemerintah, dan konsumen) Kain Sasirangan ini sangatlah penting dan dibutuhkan dalam pengembangan industri Kain Sasirangan tersebut. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan penyusunan tugas akhir sebagai Mahasiswa Program Sarjana Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dengan ini saya mohon bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini sebagai bahan pengumpulan data yang dibutuhkan guna menunjang penelitian tentang “Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya”. Informasi yang diterima dalam kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk
kepentingan
akademis.
Terima
kasih
atas
kesediaan
dan
kerjasama
Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i), saya sampaikan terima kasih. Petunjuk Pengisian:
Pada pertanyaan terbuka, isilah titik yang tersedia sesuai dengan informasi yang Bapak/Ibu/Saudara(i) miliki (tidak ada opsi jawaban).
Pada pertanyaan pilihan ganda, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara(i) maksud.
142 No. Tanggal
: 2011-Ques-01:
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
: …………………………………………..
2. Alamat Rumah
: …………………………………………..
3. Alamat Tempat Usaha
: …………………………………………..
II. KARAKTERISTIK RESPONDEN 4. Jenis Kelamin
: ………………………….
5. Umur
: ………………………….
6. Jumlah anggota keluarga : …………………………. III. INFORMASI USAHA 7. Nama UKM
: ……………………………………………………
8. Nama Pemilik/Pimpinan UKM 9. Jenis Usaha
: ……………………………………
: ……………………………………………………
10. Tahun Berdirinya Usaha : …………………………………………… 11. Status usaha
: a. merintis sendiri
b. turun temurun c. lainnya (sebutkan) …………………..
IV. KONDISI UMUM 12. Menurut
Bapak/Ibu/Saudara(i),
bagaimana
perkembangan
industri
Batik
Sasirangan dalam 3 tahun terakhir? ……………………………………………… …………………………………………………………………………….. [ S/W ] 13. Lokasi Usaha: (jawaban boleh lebih dari satu) a. toko sendiri
b. pasar tradisional
c. outlet
[S] d.lainnya (sebutkan)….. ……………………….
14. Mengapa anda memilih tempat tersebut:
[S]
a. pemasaran mudah
c. dekat dengan proses dan faktor produksi
b. terjangkau konsumen
d. lainnya (sebutkan) ………………………
15. Berapa persentase konsumen produk Batik Sasirangan anda: a. pria (
%)
b. wanita (
%)
c. anak-anak (
[S] %)
16. Produk apa yang paling banyak diminati: ………………………………… [ O ] 17. Usaha Kerajinan Batik Sasirangan yang dilakukan merupakan: a. pekerjaan utama
b. pekerjaan sampingan
143 18. Apakah usaha Sasirangan anda telah memiliki surat izin pendirian usaha dan berbagai aspek legalitas yang lainnya:
a. ya
b. tidak
[S]
19. Apa kelebihan produk Sasirangan anda dari produk Sasirangan lainnya: [ S ] a. Motif/corak
d. lainnya, sebutkan….
b. harga c. keanekaragaman produk
……………………. 20. (i) Apakah pemerintah daerah sudah memberikan bantuan dalam pengembangan sektor UKM Kain Sasirangan:
a. ya
b. tidak
[S]
(ii) Jika Ya dalam bentuk apa saja, sebutkan ...................................................... ………………………………………………………………………………….. 21. Kebijakan atau peraturan apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan industri UKM Kain Sasirangan anda,(jelaskan) .................................................................................................................................... ……………………………………………………………………………… [ O ] 22. Apa kontribusi usaha Sasirangan anda terhadap perekonomian daerah Kalimantan Selatan, khususnya sektor UKM? ……………………………………….... [ S ] 23. Bagaimana prospek usaha Batik Sasirangan dalam 1-3 tahun ke depan: a. menguntungkan
b. rugi
[O]
c. lain-lain (sebutkan)…………………..
Alasannya: …………………………………………………………………………. 24. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel tentang bagaimana Kondisi Perusahaan Anda berdasarkan faktor-faktor strategis berikut. Cara Pengisian: Kolom 1: Faktor-faktor strategis dalam perusahaan Anda. Kolom 2: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi dukungan/kekuatan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dari perusahaan Anda. Kolom 3: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi hambatan/kelemahan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dari perusahaan Anda. Kolom 4: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi strategi apa saja untuk mengatasi hambatan/meningkatkan dukungan dari faktor-faktor strategis (kolom 2 dan kolom 3) dari perusahaan Anda.
144 Strategi mengatasi Kondisi Perusahaan
Dukungan
Hambatan
Hambatan/meningkatkan
(1)
(2)
(3)
dukungan (4)
Modal
Faktor Input
Tenaga Kerja
Input
Akses Pasar
Faktor daya
Pemasaran
saing Regulasi/Peme rintah
25. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel penilaian bagaimana
faktor-faktor
strategis
di
bawah
ini
berpengaruh
terhadap
kondisi/performa perusahaan hingga saat ini. Bapak/Ibu/Saudara(i) dapat mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1 = Sangat Tidak Baik
Angka 3 = Baik
Angka 2 = Tidak Baik
Angka 4 = Sangat Baik
145 Tabel 1. Faktor strategis menurut kondisi/performa perusahaan saat ini terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan (Semakin Baik) No.
Tingkat Penilaian
Faktor Strategis
1
2
3
4
Akses Permodalan (meliputi: darimana perolehan modal didapatkan, adakah bantuan dari pemerintah daerah dalam 1.
modal, kemudahan dalam peminjaman modal pada lembaga keuangan, bank dan non bank, serta jumlah lembaga keuangan/bank dalam peminjaman modal) Pasar Tenaga Kerja dan Upah (meliputi: ketersediaan
2.
tenaga kerja, kualitas pendidikan dan keahlian tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, dan spesialisasi produksi)
3.
Akses Pasar (meliputi: informasi mengenai pasar Batik Sasirangan dan kemana saja produk Sasirangan dijual) Suplai Input (meliputi: kestabilan harga input, stok barang
4.
memadai/tidak, darimana saja stok input, dan penggunaan teknologi) Regulasi (meliputi: Promosi produk Sasirangan oleh
5.
pemerintah,
pembinaan,
perijinan
usaha,
pemerintah
memberikan modal dan membentuk sentra usaha, serta regulasi terhadap faktor-faktor strategia yang lain)
6.
Persaingan Pasar (meliputi: penguasaan pasar, kondisi keuangan, segmentasi pasar, dan inovasi produk)
26. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel penilaian bagaimana faktor-faktor strategis di bawah ini berperan penting terhadap pengembangan
Industri
Batik
Sasirangan.
Bapak/Ibu/Saudara(i)
dapat
mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1 = Sangat Tidak Penting
Angka 3 = Penting
Angka 2 = Tidak Penting
Angka 4 = Sangat Penting
146 Tabel 2. Faktor strategis menurut Skala Kepentingan terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan (Semakin Penting) No.
Tingkat Penilaian
Faktor Strategis
1.
Akses Permodalan
2.
Pasar Tenaga Kerja dan Upah
3.
Akses Pasar
4.
Suplai Input
5.
Regulasi
6.
Persaingan Pasar
1
2
3
4
V. PERMODALAN 27. Darimana perolehan modal usaha: (jawaban boleh lebih dari satu) a. sendiri
b. keluarga
c. lembaga keuangan/bank
28. Berapa modal yang dibutuhkan dalam usaha ini: a. < Rp 100 juta
[ S/W ]
b. Rp 100 juta – Rp 500 juta
c. > Rp 500 juta
29. Berapa nilai asset yang dimiliki saat ini: a. < Rp 250 juta
[S]
[S]
b. Rp 250 juta – Rp 750 juta
c. > Rp 750 juta
VI. KETENAGAKERJAAN 30. Berapa jumlah tenaga kerja dalam UKM Sasirangan anda: a. 1-10
b. 11-20
c. 21-50
[S] d. > 50
31. Berapa besar upah karyawan UKM Sasirangan anda: a. < Rp 250.000
[ S/W ]
b. Rp 250.000 – Rp 1.000.000
c. > Rp 1.000.000
32. Bagaimana sistem perekrutan tenaga kerja: (jawaban boleh lebih dari satu) [ S ] a. Iklan b. Rekomendasi karyawan
c. Keluarga d. Lainnya, sebutkan ……. …………………………..
33. Adakah bonus/premi untuk karyawan:
a. Ya
b. Tidak
[S]
34. Tingkat pendidikan terakhir tenaga kerja: (jawaban boleh lebih dari satu) [ S ] a. Tidak sekolah
b. SD
c. SLTP
d. SLTA
35. Berapa produk yang dihasilkan setiap tenaga kerja/hari: ………lembar 36. (i). Apakah ada pelatihan-pelatihan terhadap para pekerja: a. Ya
b. Tidak
e. S1 [S] [S]
147 (ii). Jika ada dalam bentuk apa pelatihan-pelatihan tersebut: ……………………. 37. (i). Adakah perlindungan terhadap para pekerja: a. Ya
[S]
b. Tidak
(ii). Jika ya, dalam bentuk apa: a. Organisasi Pekerja
b. Koperasi
c. Lainnya, sebutkan ……………………
VII. PEROLEHAN INPUT 38. Sebutkan bahan-bahan baku dalam usaha Sasirangan anda: Bahan Baku
Jumlah yang dibutuhkan
[S] Harga
Utama
Penunjang
39. Darimana saja bahan baku diperoleh: a. Dalam kota
b. Luar kota
[ S/W ] c. Luar Provinsi
40. Berapa rataan pengeluaran bahan baku setiap bulannya? ……………… [ S/W ] 41. Darimana informasi tentang harga bahan baku diperoleh: (jawaban boleh lebih dari satu)
[O]
a. Media massa (cetak, elektronik, dan internet)
c. Pemerintah
b. Perusahaan lain
d. Lainnya, sebutkan ……
42. Bagaimana harga yang ditawarkan pemasok bahan baku: a. Murah
[T]
b. Mahal
VIII. PRODUKSI 43. Berapa kapasitas produksi yang dihasilkan? ………………… lembar/hari [ S ] 44. (i). Berapa nilai produksi tertinggi: ……………………............................. [ S ]
148 (ii).Berapa nilai produksi terendah: ………………………………………
[W]
45. Bagaimana sistem produksi dijalankan: a. Berdasarkan persediaan barang
[S] b. Berdasarkan pesanan
46. Apa saja peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Kain Sasirangan: ………………………………………………………………………………... [ S ] IX. PEMASARAN OUTPUT 47. Apa saja jenis produk dari Kain Batik Sasirangan yang dihasilkan dari UKM Sasirangan anda? (Sebutkan) …………………………………………………[ S ] 48. Bagaimana cara pemasaran yang dijalankan oleh UKM Sasirangan anda: (jawaban boleh lebih dari satu)
[O]
a. Jual langsung (di tempat produksi)
c. Outlet Khusus
b. Konsinyiasi (jual titip)
d. Lainnya, sebutkan…………… ………………………….........
49. (i). Berapa harga jual produk dari UKM Sasirangan anda: a. < Rp 100.000
b. Rp 100.000 – Rp 250.000
[S] c. > Rp 250.000
(ii). Apakah harga jual tersebut sama untuk semua jenis konsumen: a. Ya
b. Tidak
(iii). Jika tidak berapa kisarannya? …………………………………………. 50. Bagaimana fluktuasi harga output? ………………………………………… [ T ] Berapa harga tertinggi dan kapan hal itu terjadi? …………………………… Berapa harga terendah dan kapan hal itu terjadi? …………………………... 51. Siapa yang menentukan harga output? Bagaimana caranya?.................... ……………………………………………………………………………… [ W ] 52. Adakah ancaman dari negara lain dalam memasarkan produk Sasirangan: [ T ] a. Ya
b. Tidak
53. Jika ada (no 52), dalam bentuk apa saja: ……………………………………
149 KONSUMEN
Lampiran 2. Kuesioner untuk Konsumen Sasirangan
KUESIONER PENELITIAN Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya
Kain Sasirangan adalah hasil kerajinan yang diolah masyarakat yang mempunyai nilai sejarah dan budaya Kalimantan Selatan. Sangatlah tepat bila Kain Sasirangan yang merupakan produk khas daerah dijadikan produk unggulan untuk menopang perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Perlu pembinaan yang harus ditingkatkan dengan melakukan pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan. Untuk itu peran serta Bapak/Ibu/Saudara(i) sebagai Stakeholder (pelaku usaha, pemerintah, dan konsumen) Kain Sasirangan ini sangatlah penting dan dibutuhkan dalam pengembangan industri Kain Sasirangan tersebut. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan penyusunan tugas akhir sebagai Mahasiswa Program Sarjana Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dengan ini saya mohon bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini sebagai bahan pengumpulan data yang dibutuhkan guna menunjang penelitian tentang “Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya”. Informasi yang diterima dalam kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk
kepentingan
akademis.
Terima
kasih
atas
kesediaan
dan
kerjasama
Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i), saya sampaikan terima kasih. Petunjuk Pengisian:
Pada pertanyaan terbuka, isilah titik yang tersedia sesuai dengan informasi yang Bapak/Ibu/Saudara(i) miliki (tidak ada opsi jawaban).
Pada pertanyaan pilihan ganda, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara(i) maksud.
150 No. Tanggal
: 2011-Ques-03:
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
: …………………………………………..
2. Alamat Rumah
: …………………………………………..
3. Pekerjaan
:
a. Pelajar/mahasiswa b. Pegawai Negeri c. Pegawai Swasta d. Wirasawasta e. TNI f. Pensiunan g. Lainnya, sebutkan ………………………………. II. KARAKTERISTIK RESPONDEN 4. Jenis Kelamin
: ………………………….
5. Umur
: ………………………….
III. KONDISI UMUM 6. Menurut
Bapak/Ibu/Saudara(i),
bagaimana
perkembangan
industri
Batik
Sasirangan dalam 3 tahun terakhir? ……………………………………………… …………………………………………………………………………….. [ S/W ] 7. Pendapatan rumah tangga per bulan: a. < Rp 1.000.000
b. Rp 1.000.000-Rp 5.000.000
8. Apakah anda membeli produk Kain Sasirangan:
c. > Rp 5.000.000
a. Ya
b. Tidak
9. Jika Ya, jenis produk Sasirangan apa saja yang anda miliki/beli: ………………. ……………………………………………………………………………… [ S ] 10. Dimana anda sering membeli Sasirangan: (jawaban boleh lebih dari satu) [ O ] a. Toko Sasirangan b. Pasar Tradisional c. Outlet
d. lainnya (sebutkan)… ……………………….
11. Mengapa anda memilih tempat tersebut: (jawaban boleh lebih dari satu)
[S]
a. mudah didapat
c. langganan
b. harga terjangkau
d. lainnya (sebutkan) …………………..
12. Bagaimana prospek kain Batik Sasirangan dalam 1-3 tahun ke depan: a. baik
b. buruk
c. lain-lain (sebutkan)………….. [ O ]
Alasannya: ………………………………………………………………………….
151 13. Apa alasan anda memakai produk Sasirangan: (jawaban boleh lebih dari satu) [ S ] a. Coraknya bagus (berbeda dengan jenis Batik yang lain) b. Harga murah c. Melestarikan budaya Kalimantan Selatan d. lainnya, sebutkan …………………………………………………………… 14. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel tentang bagaimana Kondisi Perusahaan Batik Sasirangan saat ini berdasarkan faktorfaktor strategis. Cara Pengisian: Kolom 1: Faktor-faktor strategis dalam UKM Batik Sasirangan. Kolom 2: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi dukungan/kekuatan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dari UKM Sasirangan. Kolom 3: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi hambatan/kelemahan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dari UKM Sasirangan. Kolom 4: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi strategi apa saja untuk mengatasi hambatan/meningkatkan dukungan dari faktor-faktor strategis (kolom 2 dan kolom 3) dari UKM Sasirangan. Strategi mengatasi Kondisi Perusahaan (1)
Hambatan (3)
Hambatan/meningkat kan dukungan (4)
Modal Faktor
Tenaga
Input
Kerja Input Akses Pasar
Faktor daya
Dukungan (2)
Pemasaran
saing Regulasi/ Pemerintah
152 15. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel penilaian bagaimana
faktor-faktor
kondisi/performa
strategis
perusahaan
di
bawah
Batik
ini
Sasirangan
berpengaruh hingga
terhadap saat
ini.
Bapak/Ibu/Saudara(i) dapat mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1 = Sangat Tidak Baik
Angka 3 = Baik
Angka 2 = Tidak Baik
Angka 4 = Sangat Baik
Tabel 1.
Faktor strategis menurut kondisi/performa perusahaan saat ini
terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan (Semakin Baik) Tingkat No.
Penilaian
Faktor Strategis 1
1.
Akses Permodalan (meliputi: adakah bantuan dari pemerintah daerah dalam modal, kemudahan dalam peminjaman modal pada lembaga keuangan, bank dan non bank, serta jumlah lembaga keuangan/bank dalam peminjaman modal)
2.
Pasar Tenaga Kerja dan Upah (meliputi: ketersediaan tenaga kerja,
kualitas
pendidikan
dan
keahlian
tenaga
kerja,
produktivitas tenaga kerja, dan spesialisasi produksi) 3.
Akses Pasar (meliputi: informasi mengenai pasar Batik Sasirangan dan kemana saja produk Sasirangan dijual)
4.
Suplai Input (meliputi: kestabilan harga input, stok barang memadai/tidak, darimana saja stok input, dan penggunaan teknologi)
5.
Regulasi pemerintah,
(meliputi:
Promosi
pembinaan,
produk
perijinan
Sasirangan
usaha,
oleh
pemerintah
memberikan modal dan membentuk sentra usaha, serta regulasi terhadap faktor-faktor strategia yang lain) 6.
Persaingan Pasar (penguasaan pasar, segmentasi pasar, dan inovasi produk)
2
3
4
153 16. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel penilaian bagaimana faktor-faktor strategis di bawah ini berperan penting terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan. Bapak/Ibu/Saudara(i) dapat mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1 = Sangat Tidak Penting
Angka 3 = Penting
Angka 2 = Tidak Penting
Angka 4 = Sangat Penting
Tabel 2.
Faktor strategis menurut Skala Kepentingan terhadap pengembangan
Industri Batik Sasirangan (Semakin Penting) No
Faktor Strategis
. 1.
Akses Permodalan
2.
Pasar Tenaga Kerja dan Upah
3.
Akses Pasar
4.
Suplai Input
5.
Regulasi
6.
Persaingan Pasar
Tingkat Penilaian 1
2
17. Berapa kisaran harga produk Batik Sasirangan yang anda beli: b. < Rp 100.000
b. Rp 100.000 – Rp 200.000
3
4
[ S/W ] c. > Rp 200.000
18. Apakah inovasi dari produk Batik Sasirangan saat ini sudah baik dan mampu bersaing dengan jenis Batik yang lainnya: a. Ya
[ S/W ]
b. Tidak
Alasannya: ……………………………………………………………………… 19. Apakah harga Batik Sasirangan saat ini sudah terjangkau: b. Ya
b. Tidak
20. (i). Adakah ancaman dari negara lain dalam pada produk Sasirangan: 11. Ya
[ S/W ]
[T]
b. Tidak
(ii).Jika ada (no 19), dalam bentuk apa saja: ……………………………………
154 Lampiran 3. Kuesioner untuk Pemerintah
PEMERINTAH
KUESIONER PENELITIAN Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya
Kain Sasirangan adalah hasil kerajinan yang diolah masyarakat yang mempunyai nilai sejarah dan budaya Kalimantan Selatan. Sangatlah tepat bila Kain Sasirangan yang merupakan produk khas daerah dijadikan produk unggulan untuk menopang perekonomian Provinsi Kalimantan Selatan. Perlu pembinaan yang harus ditingkatkan dengan melakukan pembangunan dan pengembangan industri Kain Sasirangan. Untuk itu peran serta Bapak/Ibu/Saudara(i) sebagai Stakeholder (pelaku usaha, pemerintah, dan konsumen) Kain Sasirangan ini sangatlah penting dan dibutuhkan dalam pengembangan industri Kain Sasirangan tersebut. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan penyusunan tugas akhir sebagai Mahasiswa Program Sarjana Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, dengan ini saya mohon bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini sebagai bahan pengumpulan data yang dibutuhkan guna menunjang penelitian tentang “Analisis Peranan Industri Kain Sasirangan terhadap Perekonomian Kota Banjarmasin dan Strategi Pengembangannya”. Informasi yang diterima dalam kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk
kepentingan
akademis.
Terima
kasih
atas
kesediaan
dan
kerjasama
Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk mengisi kuesioner ini. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara(i), saya sampaikan terima kasih. Petunjuk Pengisian:
Pada pertanyaan terbuka, isilah titik yang tersedia sesuai dengan informasi yang Bapak/Ibu/Saudara(i) miliki (tidak ada opsi jawaban).
Pada pertanyaan pilihan ganda, berilah tanda silang (X) pada jawaban yang Bapak/Ibu/Saudara(i) maksud.
155 No. Tanggal
: 2011-Ques-02:
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama
: …………………………………………..
2. Alamat Rumah
: …………………………………………..
II. KARAKTERISTIK RESPONDEN 3. Jenis Kelamin
: ………………………….
4. Umur
: ………………………….
III. INFORMASI INSTANSI/LEMBAGA 5. Nama Instansi
: ……………………………………………………
6. Alamat
: ……………………………………
IV. KONDISI UMUM 7. Menurut
Bapak/Ibu/Saudara(i),
bagaimana
perkembangan
industri
Batik
Sasirangan dalam 3 tahun terakhir? ……………………………………… [ S/W ] 8. Apa kontribusi usaha Sasirangan terhadap perekonomian daerah Kalimantan Selatan, khususnya sektor UKM?…………………………………………… [ S ] 9. Kebijakan apa saja yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan industri UKM Kain Sasirangan, dan bagaimana hasilnya, (jelaskan).................................................................................................................... .................................................................................................................................. ……………………………………………………………………………...
[O]
10. (i) Apakah pemerintah daerah sudah memberikan bantuan dalam pengembangan sektor UKM Kain Sasirangan: a. ya
[S]
b. tidak
(ii) Jika Ya, dalam bentuk apa saja: (jawaban boleh lebih dari satu) a. Pelatihan terkait produksi
d. Fasilitas pembiayaan
b. Promosi pemasaran
e. Lainnya, sebutkan…………
c. Bantuan modal
………………………………
11. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi tabel tentang bagaimana Kondisi Perusahaan Batik Sasirangan saat ini berdasarkan faktorfaktor strategis berikut ini.
156 Cara Pengisian: Kolom 1: Faktor-faktor strategis dalam perusahaan Batik Sasirangan. Kolom 2: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi dukungan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan. Kolom 3: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi hal apa saja yang menjadi hambatan dari faktor-faktor strategis (kolom 1) dalam pengembangan Industri Batik Sasirangan. Kolom 4: Bapak/Ibu/Saudara(i) diminta untuk mengisi strategi apa saja yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hambatan dan meningkatkan dukungan (kolom 2 &3) dalam pengembangan Industri Batik Sasirangan. Strategi mengatasi Kondisi Perusahaan (1)
Hambatan (3)
Hambatan/meningkatkan dukungan (4)
Modal
Faktor
Tenaga
Input
Kerja
Input
Akses Pasar Faktor daya
Dukungan (2)
Pemasaran
saing Regulasi/ Pemerintah
157 12. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) hanya diminta untuk mengisi tabel penilaian faktor-faktor strategis sesuai dengan skala kepentingan terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan. Responden bisa mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1 = Sangat Tidak Penting
Angka 3 = Penting
Angka 2 = Tidak Penting
Angka 4 = Sangat Penting
Tabel 1. Faktor strategis menurut Skala Kepentingan terhadap pengembangan Industri Batik Sasirangan (Semakin Penting) No. 1.
Faktor Strategis Akses Permodalan (meliputi: darimana perolehan modal didapatkan, adakah bantuan dari pemerintah daerah, kemudahan dalam peminjaman modal pada lembaga keuangan, bank dan non bank, serta jumlah lembaga keuangan/bank dalam peminjaman modal)
2.
Pasar Tenaga Kerja dan Upah (meliputi: ketersediaan tenaga kerja, kualitas pendidikan dan keahlian tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja, dan spesialisasi produksi)
3.
Akses Pasar (meliputi: informasi mengenai pasar Batik Sasirangan dan kemana saja produk Sasirangan dijual)
4.
Suplai Input (meliputi: kestabilan harga input, stok barang memadai/tidak, darimana saja stok input, dan penggunaan teknologi)
5.
Regulasi (meliputi: Promosi produk Sasirangan oleh pemerintah, pembinaan, perijinan usaha, membentuk sentra usaha dan memberi modal, serta regulasi terhadap faktorfaktor strategia yang lain)
6.
Persaingan Pasar (meliputi: penguasaan pasar, kondisi keuangan, segmentasi pasar, dan inovasi produk)
Tingkat Penilaian 1
2
3
4
158 13. Pada bagian ini, Bapak/Ibu/Saudara(i) hanya diminta untuk mengisi tabel penilaian faktor-faktor strategis sesuai dengan kondisi saat ini usaha kain batik sasirangan. Responden bisa mengisikan tanda ceklis (√) pada blok yang tersedia. Penilaian Responden: Angka 1 = Sangat Tidak Baik
Angka 3 = Baik
Angka 2 = Tidak Baik
Angka 4 = Sangat Baik
Tabel 2. Faktor
strategis
menurut
skala
Kondisi
Saat
Ini
terhadap
pengembangan Industri Batik Sasirangan (Semakin Baik) No.
Faktor Strategis
1.
Akses Permodalan
2.
Pasar Tenaga Kerja dan Upah
3.
Akses Pasar
4.
Suplai Input
5.
Regulasi
6.
Persaingan Pasar
Tingkat Penilaian 1
2
14. Bagaimana prospek usaha Batik Sasirangan dalam 1-3 tahun ke depan: a. menguntungkan
b. rugi
3
4
[O]
c. lain-lain (sebutkan)…………………
Alasannya: ………………………………………………………………………… 15. Apakah UKM Sasirangan pernah mendapat bantuan permodalan dari pemerintah Provinsi/Kota: a. Ya
[S] b. Tidak
16. Adakah ancaman dari negara lain dalam memasarkan produk Sasirangan: b. Ya
[T]
b. Tidak
17. Jika ada (no 16), dalam bentuk apa saja: ………………………………………....
Lampiran 4.
159
Lampiran 5. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) 1. Kota Banjarmasin Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Bank, Keuangan, Perumahan Jasa-jasa Total PDRB
2. Provinsi Kalimantan Selatan
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) 2005 2006 2007 2008 2009 25,919 40,550 44,845 45,521 51,663 0 0 0 0 839,253
868,608
816,855
810,915
824,953
59,877
59,126
67,710
68,817
71,983
286,219
311,542
348,514
385,965
428,156
620,661
765,376
832,188
939,285
975,622
981,679
951,375 1,024,949 1,096,215 1,147,059
350,289
367,682
441,471
444,188
496,793
378,796 470,707 503,767 529,769 563,745 3,542,693 3,834,966 4,080,298 4,320,676 4,559,973
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Bank,Keuangan Perumahan Jasa-jasa Total PDRB
Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rupiah) 2005 2006 2007 2008 2009 5,640,957 5,905,870 6,243,735 6,648,382 7,087,238 5,032,633 5,048,571 5,681,678 6,100,515 6,331,865 2,960,951
2,910,562
2,996,207
3,073,856
3,157,343
121,573
126,229
131,453
137,012
144,309
1,252,618
1,340,602
1,433,164
1,513,409
1,603,457
3,477,082
3,670,304
3,896,957
4,172,594
4,426,975
1,943,522
2,061,216
2,230,869
2,374,332
2,522,355
865,234
893,247
1,030,451
1,089,508
1,175,552
1,997,971 2,135,662 2,277,772 2,428,844 2,602,535 23,292,541 24,092,263 25,922,286 27,538,452 29,051,629
160
Lampiran 6. Perhitungan Location Quotient (LQ)
1. Kota Banjarmasin
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Konsumsi Bank, Keuangan, dan Perumahan Jasa-jasa Total
2. Provinsi Kalimantan Selatan
2005
2006
2007
2008
2009
0.0073162
0.0105738
0.0109905
0.0105357
0.0113297
0
0
0
0
0
0.2368969
0.2264969
0.2001949
0.1876824
0.1809118
0.0169015
0.0154175
0.0165943
0.0159274
0.0157858
0.0807914
0.0812374
0.0854139
0.0893298
0.0938944
0.1751947
0.1995782
0.2039528
0.2173931
0.2139535
0.2770997
0.248079
0.2511946
0.2537139
0.2515495
0.0988765
0.0958763
0.1081957
0.1028051
0.1089464
0.1069232 1
0.1227409 1
0.1234634 1
0.1226126 1
0.1236289 1
Lapangan Usaha Pertanian
2005 0.2421787
2006 0.2451355
2007 0.2408636
2008 0.2414218
2009 0.2439532
Pertambangan Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan dan Konstruksi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Konsumsi Bank, Keuangan, dan Perumahan
0.216062
0.2095515
0.2191812
0.2215272
0.2179521
0.1271201
0.120809
0.1155842
0.1116205
0.1086804
0.0052194
0.0052394
0.005071
0.0049753
0.0049673
0.0537776
0.0556445
0.0552869
0.0549562
0.0551934
0.1492788
0.1523437
0.1503323
0.1515188
0.152383
0.0834397
0.0855551
0.0860599
0.0862188
0.0868232
0.0371464
0.0370761
0.0397515
0.0395632
0.0404642
0.0857773
0.0886451
0.0878693
0.0881983
0.0895831
1
1
1
1
1
Jasa-jasa Total
161
3. Hasil LQ 2005
2006
2007
2008
2009
LQ RATARATA
0.0302099
0.0431347
0.0456297
0.0436403
0.046442
0.0418113
0
0
0
0
0
0
Industri Pengolahan
1.8635671
1.8748346
1.7320265
1.6814328
1.6646221
1.7632966
Listrik, Gas, dan Air Bersih
3.2382192
2.9426117
3.2723565
3.2012899
3.177933
3.1664821
Bangunan dan Konstruksi
1.5023225
1.4599349
1.5449193
1.6254716
1.7011904
1.5667677
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
1.1736075
1.3100527
1.3566796
1.4347598
1.4040505
1.33583
Pengangkutan dan Konsumsi
3.320958
2.8996402
2.9188349
2.9426754
2.8972619
2.9958741
Bank, Keuangan, dan Perumahan
2.6618052
2.5859322
2.721798
2.5985065
2.6924118
2.6520908
Jasa-jasa
1.2465209
1.384632
1.4050805
1.3901929
1.3800472
1.3612947
Jenis Usaha Pertanian Pertambangan
162
Lampiran 7. Perkembangan Sektor dan Subsektor Industri 1. Perkembangan Industri Kain Sasirangan di Provinsi Kalimantan Selatan Uraian
2005
2006
Unit Usaha
2007
2008
2009
32
34
36
38
40
2,762
2,938
3,136
3,325
3,525
Nilai Investasi (Rp)
15,603,000,000
16,253,000,000
16,931,000,000
17,636,000,000
18,341,000,000
Nilai Produksi (Rp)
59,430,000,000
62,756,000,000
66,268,000,000
69,977,000,000
73,686,000,000
Nilai Bahan Baku (Rp)
34,437,000,000
36,097,000,000
37,838,000,000
39,662,000,000
41,487,000,000
Nilai Tambah (Rp)
25,010,000,000
26,666,000,000
28,432,000,000
31,314,000,000
32,197,000,000
Tenaga Kerja (orang)
2. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah di Provinsi Kalimantan Selatan Uraian
2005
Unit Usaha
2006
2007
2008
2009
9676
9867
10,584
12,327
30,583
15,890
16,564
17,508
19,004
20,956
Nilai Investasi (Rp)
31,743,252,000
32,673,450,000
31,230,928,000
32,593,631,000
34,734,834,000
Nilai Produksi (Rp)
396,110,029,000
394,937,330,000
395,782,737,000
420,735,727,000
491,488,473,000
Nilai Bahan Baku (Rp)
300,814,928,000
300,919,383,000
302,349,389,000
305,645,214,000
309,345,834,000
95,295,101,000
94,017,947,000
93,433,348,000
115,090,513,000
182,142,639,000
Tenaga Kerja (orang)
Nilai Tambah (Rp)
3. Perkembangan Sektor Industri di Provinsi Kalimantan Selatan Uraian
2005
2006
2007
2008
2009
Unit Usaha
37,222
39,455
41,521
42,351
50,198
Tenaga Kerja (orang)
86,825
93,771
99,452
101,441
108,678
Nilai Investasi (Rp)
137,868,655,000
143,383,401,000
146,997,986,000
151,407,429,000
159,392,309,000
Nilai Produksi (Rp)
560,470,312,000
590,175,239,000
601,978,850,000
614,018,427,000
631,294,284,000
Nilai Bahan Baku (Rp)
316,532,316,000
311,092,803,000
336,390,590,000
342,277,425,000
348,837,828,000
Nilai Tambah (Rp)
243,937,996,000
259,082,436,000
274,238,758,000
281,780,324,000
282,456,456,000
163
164
Lampiran 8. Komponen Shift Share (SS) 1. Pertambahan Tenaga Kerja IKM Sasirangan 2005 - 2009 (orang) Uraian Tenaga Kerja
2005 2.762
2009 3.525
Perubahan 763
Persen/ri (1) 27,62490949
2. Pertambahan Tenaga Kerja IKM Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (orang) Uraian Tenaga Kerja
2005 15.890
2009 20.956
Perubahan 5.066
Persen/Ri (2) 31,8816866
3. Pertambahan Tenaga Kerja Sektor Industri Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (orang) Uraian Tenaga Kerja
2005 86.825
(1) = 0,27 (2) = 0,31 (3) = 0,25
2009 108.678
Perubahan 21.853
Persen/Ra (3) 25,16901814
165
Lampiran 9. Komponen Share Penyerapan Tenaga Kerja IKM Sasirangan 1. Perhitungan Pertumbuhan Regional Uraian Tenaga Kerja
Orang 695,168281 (1)
Persen 25,16901814 (2)
(1)
(2)
= 25,16901814
2. Perhitungan Pertumbuhan Proporsional Uraian Tenaga Kerja
Orang 185,4039027 (3)
Persen 6,712668455 (4)
(3)
(4)
= 6,712668455
3. Perhitungan Pertumbuhan Pangsa Wilayah Uraian Tenaga Kerja
Orang -117,5721838 (5)
Persen -4,256777109 (6)
(5)
(6)
= -4,256777109
166
4. Perhitungan Pertumbuhan Bersih Uraian Tenaga Kerja
Orang 67,83171897 (7)
Persen 2,455891346 (8)
(7)
(8)
= 2,455891346
167
Lampiran 10. Komponen Shift Share (SS) 1. Pertambahan Nilai Produksi IKM Sasirangan 2005 - 2009 (rupiah) Uraian
2005
2009
Perubahan
Persen/ri
Nilai Produksi
59.430.000.000
73.686.000.000
14.256.000.000
23,98788491 (1)
2. Pertambahan Nilai Produksi IKM Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (rupiah) Uraian
2005
2009
Perubahan
Persen/Ri
Nilai Produksi
397.980.729.000
491.488.473.000
93.507.744.000
23,49554569 (2)
3. Pertambahan Nilai Produksi Sektor Industri Provinsi Kalimantan Selatan 2005 - 2009 (rupiah) Uraian
2005
2009
Perubahan
Persen/Ra
Nilai Produksi
560.470.312.000
631.294.284.000
70.823.972.000
12,63652516 (3)
(1) = 0,239 (2) = 0,234 (3) = 0,126
168
Lampiran 11. Komponen Share Pertumbuhan Nilai Produksi IKM Sasirangan 1. Perhitungan Pertumbuhan Regional Uraian Nilai Produksi
Rupiah 7.509.886.904 (1)
Persen 12,63652516 (2)
(1)
(2)
= 12,63652516
2. Perhitungan Pertumbuhan Proporsional Uraian Nilai Produksi
Rupiah 6.453.515.897 (3)
Persen 10,85902052 (4)
(3)
(4)
= 10,85902052
3. Perhitungan Pertumbuhan Pangsa Wilayah Uraian Nilai Produksi
Rupiah 292.597.199,4 (5)
Persen 0,492339222 (6)
(5)
(6)
= 0,492339222
169
4. Perhitungan Pertumbuhan Bersih Uraian Nilai Produksi
Rupiah 6.746.113.096 (7)
Persen 11,35135974 (8)
(7)
(8)
= 11,35135974