PERAN PARTAI POLITIK DALAM MENJAGA HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PEMILU Gautama Budi Arundhati ABSTRACT General election is one of the implementations of citizen’s political rights. The political rights require non intervention from state while the government is also required to fulfil such right as part of its responsibilities. However, there are many violations in local and general elections. One of them is the lack of experience and performance of General Election Commission (KPU). The problem illustrates that the application of general and local elections may reduce citizen’s civil and political rights. This paper is going to show that the implementation of citizen’s civil and political rights depends on the willingness and ability of political party to fulfill its function and responsibility. One of its functions is to disseminate citizen’s political rights. Keywords: General Election, Political Party Responsibility, Political Rights
PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut mengandung makna, bahwa konsep bernegara yang dianut oleh Republik ini adalah
negara dengan asas demokrasi,
yaitu suatu sistem yang 71
dikonstruksi dan diorganisasikan berdasarkan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Menurut Rousseau yang dimaksud kedaulatan rakyat itu pada prinsipnya adalah cara atau sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum yang bersifat abstrak. Kehendak umum (volonté générale) yang dimaksud ini adalah kehendak rakyat. Sedangkan yang dimaksud dengan rakyat menurutnya, bukanlah penjumlahan dari individu-individu di dalam negara itu, melainkan adalah kesatuan yang dibentuk oleh individu-individu itu yang mempunyai „kehendak‟ yang diperoleh melalui perjanjian masyarakat.1 Maka sudah selayaknya apabila pemerintah harus selalu tunduk dan selalu mengarusutamakan kepentingan rakyat (warga negara) dalam setiap kebijakan-kebijakannya. Akhir-akhir ini pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah selalu diwarnai dengan “ketidakpuasan” masyarakat terutama menyangkut pengabaian hak pilih mereka. Absennya warga negara pada perhelatan politik yang bernama pemilihan umum baik di kota maupun di pedesaan selalu saja terjadi. Pemilihan umum yang merupakan salah satu elemen dalam mekanisme demokrasi hanya merupakan indikator dari ketidakmampuan elemen lain yang seharusnya dapat berperan sebagai pendukungnya. Elemen-elemen inti dari mekanisme demokrasi diantaranya adalah pemilihan umum, partai politik dan pemerintah sebagai penyelenggara pemilihan umum, dan warga negara adalah sebagai subyek yang paling berkepentingan. Warga negara dalam proses pemilihan umum memiliki hak yang mutlak dalam hal memilih, sebagai sarana menjalankan kedaulatannya. Konsepsi semacam ini ditransformasikan ke dalam pertanyaan praktis mengenai siapakah sesungguhnya rakyat yang berdaulat itu, dan bagaimana seharusnya kedaulatan itu dimanifestasikan. Rakyat 1
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980, h. 160-161.
72
diidentifikasikan dalam porsi dimana ada sekelompok orang dalam suatu wilayah sebagai warga negara dengan hak-hak politik dan manifestasinya diidentifikasi dengan melihat salah satu hak utama mereka yaitu untuk memilih. Maka dengan demikian, kita telah menyetujui pengertian mengenai warga negara (citizens).2 B. PEMBAHASAN B.1. Peran Pemerintah sebagai Penyelenggara Pemilihan Umum dalam Rangka Memberikan Jaminan Hak Politik Warga Negara Pemerintah wajib melaksanakan Undang-undang, termasuk diantaranya adalah Undang-Undang seperti klausul dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, yaitu pada pasal 2 yaitu: 1. Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya. 2. Apabila belum diatur dalam ketentuan perundang-undangan atau kebijakan lainnya yang ada, setiap Negara Pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan proses konstitusinya dan dengan ketentuan 2
Markoff, John, Gelombang Demikrasi Dunia, Gerakan Sosial dan Perubahan Politik, Pustaka Pelajar dan Center for Critical Social Studies, Yogyakarta, 2002, hlm.271-272
73
ketentuan dalam Kovenan ini, untuk menetapkan ketentuan perundang-undangan atau kebijakan lain yang diperlukan untuk memberlakuka hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini, selanjutnya Pasal 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik menyatakan bahwa setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak layak, untuk: a) Ikut serta dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung ataupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas; b) Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang murni, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih; c) Memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan dalam arti umum. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparat represif negara, khususnya aparatur represif negara yang menjadi Negara-Negara Pihak ICCPR. Makanya hak-hak yang terhimpun di dalamnya juga sering disebut sebagai hak-hak negatif (negative rights). Artinya, hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau terlihat minus. 3 Jaminan terhadap diselenggarakannya pemilihan umum yang jujur dan adil adalah suatu penjaminan yang harus 3
Kasim,Ifdhal, Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar, (Seri Bahn Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 2005, hlm. 2
74
dilaksanakan oleh pemerintah secara aktif, jadi dalam rangka memilih orang-orang yang akan ditempatkan dalam jabatan-jabatan negara, negara yang mengklaim dirinya sebagai “negara demokrasi” harus membuka ruang yang luas agar rakyat terlibat dan berperanserta aktif dalam proses pengambilan keputusan melalui pemilihan umum. Negara tidak boleh membiarkan rakyatnya kehilangan hak-hak untuk memilih dan dipilih. Negara harus melindungi sekaligus menindak bagi siapapun yang berbuat curang dan melanggar prinsip-prinsip pemilihan yang demokratis, bebas, jujur dan berdasarkan pada hukum dan keadilan. Negara oleh karena itu bertanggungjawab penuh atas terselenggaranya pemilihan umum yang demokratis, bebas, jujur dan adil. Untuk itulah, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, negara kemudian membentuk dan menugaskan sebuah komisi negara (state commission) untuk menyelenggarakan pemilihan umum sesuai dengan amanat konstitusi. Komisi inilah yang disebut dengan Komisi Pemiliahn Umum (KPU),4 berarti, dalam konteks tersebut pemerintah harus pula menjamin hak Politik warga negaranya melalui “campur tangan” terbatas, yaitu memberikan kepastian terjaminnya hak-hak politik warga negara melalui sarana dan prasarana yang memadai bagi berlangsungnya pemilihan umum yang baik, termasuk memantau pelaksanaan pendidikan politik yang dilakukan oleh partai-partai politik maupun menyelenggarakan pendidikan politik yang bersubstansi pada informasi seputar perkembangan politik dan hak politik warga negara yang disampaikan secara obyektif. B.2. Peran Partai Politik dalam Pendidikan Politik Warga Negara 4
Widodo Ekatjahjana, Bunga Rampai Masalah Hukum Pemilu Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Jember, Jember, 2009, hlm. 52
75
Partai politik mempunyai posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi. Partai memainkan peran penghubung yang sangat strategis antara prosesproses pemerintahan dengan warga negara. Bahkan banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti yang dikatakan Schattscheider (1942), ”political parties created democracy”5. Arti penting partai politik dalam penyelenggaraan pemerintahan yang demokratik adalah bahwa kedaulatan rakyat hanya mungkin diwujudkan dengan perantaraan partai politik. Bahkan oleh pemerintah dianjurkan agar masyarakat luas mengambil prakarsa untuk mendirikan partai-partai politik. Dengan demikian, dalam pelaksanaan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, kedudukan partai-partai politik itu sangat penting. 6 Kelemahan partai politik dalam menyediakan informasi disertai kengganan masyarakat untuk kritis terhadapnya merupakan suatu kendala tersendiri dalam proses pendidikan politik. Oleh karena itu partai politik harus berani terbuka bagi partisipasi masyarakat. Mekanisme keterbukaan partai melalui mana warga masyarakat di luar partai dapat ikut seta berpartisipasi dalam penentuan kebujaakan yang hendak di perjuangkan melalui dan oleh partai politik. Partai politik harus dijadikan dan menjadi sarana perjuangan rakyat dalam turut menentukan bekerjanya system kenegaraan sesuai aspirasi mereka. Karena itu, pengurus hendaklah berfungsi sebagai pelayan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya. 7 Bagaimanapun juga, sesungguhnya telah 5
Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm.52. 6 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 72. 7 Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm.53.
76
merupakan hak yang asasi bagi setiap waraga masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan secara mandiri dan untuk memilih – sampai batas-batas tertentu – secara bebas kegiatan-kegiatannya. Semua itu merupakan bagian dari ekspresi-ekspresi mereka yang manusiawi8 Pendidikan politik dapat dikatakan sebagai sarana untuk menyampaikan berbagai informasi yang diperlukan oleh masyarakat terutama pada masalah hak-hak politiknya, konsekuensinya adalah, yang akan menjadi hak kemanusiaan yang pokok dimasa-masa mendatang adalah hak atas informasi dalam semua bentuk dan coraknya. Perlu dipikirkan bagaimana mengatur agar informasi dapat dianggap sebagai warisan kemanusiaan yang bebas dan merupakan hak segala bangsa dan hak setiap orang untuk mengetahuinya9 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik menyebutkan bahwa Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang bernama partai politik, karena bagaimanapun juga partai politik memiliki tanggung jawab yang tidak kecil dalam hal penyelenggaraan pendidikan politik. Selanjutnya Pasal 11 ayat (1) huruf a menyatakan bahwa Partai Politik berfungsi sebagai sarana: pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
8
Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum: Pardigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, ELSAM dan HUMA, Jakarta, 2005. 9 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm. 213.
77
bernegara; dan Pasal 31 ayat (1) berbunyi: Partai Politik melakukan pendidikan politik bagi masyarakat sesuai dengan ruang lingkup tanggung jawabnya dengan memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender dengan tujuan antara lain: a. meningkatkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b. meningkatkan partisipasi politik dan inisiatif masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan c. meningkatkan kemandirian, kedewasaan, dan membangun karakter bangsa dalam rangka memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. Serta dilanjutkan pada Pasal 31 ayat (2) Pendidikan politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk membangun etika dan budaya politik sesuai dengan Pancasila.
C. KESIMPULAN: Penuntutan Hak Politik Masyarakat Sebagai Indikator Masyarakat bukanlah suatu obyek dalam suatu proses demokrasi dan pemerintahan tetapi sebagai actor utama yang sangat menentukan dan merupakan tujuan dari demokrasi itu sendiri, namun masyarakat sebagai variable dalam suatu proses dan mekanisme demokrasi selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor konstitutif lainnya seperti halnya pemerintah yang dalam hal ini berperan sebagai penyelenggara pemilihan umum dan partai politik yang memiliki fungsi sebagai penyelenggara pendidikan politik. Sehingga pengabaian peran serta masyarakat merupakan awal dari suatu keruntuhan demokrasi, yang dimulai dari absennya partai 78
politik dalam pendidikan politik, rakyat hanya digunakan sebagai konstituen belaka, selanjutnya akan timbul suatu keadaan apatis dari masyarakat. Kurangnya kesadaran politik warga negara, berdampak pada berbagai macam akibat, diantaranya adalah: Pertama berkembangnya praktek money politics dan korupsi hampir dalam tiap-tiap pemilihan umum, baik pemilihan umum legislatif, presiden, maupun dalam pemilihan umum kepala daerah karena sikap permisif masyarakat atau bahkan ketidak tahuan masyarakat. Kedua, absennya masyarakat dalam proses demokrasi yang berujung pada partisipasi politik dalam menentukan bangsanya sendiri yang merupakan konsekuensi adanya ketidak pedulian atau ketidaktahuan masyarakat pada proses politik yang nantinya akan menentukan nasib dan masa depannya sendiri. Indikator yang paling signifikan mengenai tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak politiknya tersebut adalah kurangnya minat masyarakat untuk melakukan penuntutan terhadap penyelenggara pemilihan umum, dalam hal ini adalah pemerintah, ketika mereka tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masyarakat merasa hanya digunakan sebagai bahan pelengkap dari pemenangan pemilu semata. Keadaan yang demikian merupakan indikator ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik serta pemilihan umum sebagai salah satu elemen dalam mekanisme demokrasi, tetapi perlu kiranya disadari pula bahwa sebagian rakyat telah mengabaikan haknya dalam pemilihan umum secara sadar sebagai perwujudan hak politik mereka.
79
DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005. Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994. Asshiddiqie, Jimly. Hukum Tata Negara Demokrasi, Konstitusi Press, Jakarta, 2005.
dan Pilar-Pilar
Ekatjahjana, Widodo. Bunga Rampai Masalah Hukum Pemilu Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Jember, Jember, 2009. Markoff, John, Gelombang Demikrasi Dunia, Gerakan Sosial dan Perubahan Politik, Pustaka Pelajar dan Center for Critical Social Studies, Yogyakarta, 2002. Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980. Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum: Pardigma, Metode dan Dinamika Masalahnya, ELSAM dan HUMA, Jakarta, 2005.
80