PENDEROGASIAN HAK POLITIK WARGA NEGARA DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF 2009
Gautama Budi Arundhati ABSTRACT The forms of human rights can be derived into two clusters such as economic, social and cultural rights which should be fulfilled by the state and civil and political rights that state only takes on the absolute minimum of public tasks as a part of its responsibilities. General election as the implementation of citizen’s civil and political rights but lack of experience and performance of General Election Commission (KPU) make the problem related to reducing citizen’s civil and political rights that should not be reduced by the state in any circumstances. The thesis of this paper is that the implementation of citizen’s civil and political rights depends on the ability of state to fulfill in economic, social and cultural rights. Keywords: general election, capability of state, non-derogable rights. I. PENDAHULUAN Undang-undang Dasar yang digunakan di Indonesia telah silih berganti berubah, dari konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku, ternyata ketentuan normatif yang secara eksplisit memuat ketentuan imperative tentang perlunya diselenggarakan Pemilihan Umum hanya terdapat dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950, sedangkan UUD 1945 sebelum mengalami amandemen, secara eksplisit tidak memuat tentang keharusan adanya Pmilihan Umum, baru sesudah UUD 1945 diamandemen dari tahun 1999 s/d 2002 memuat tentang keharusan adanya Pemilu (Pasal 22E) Tetapi dalam praktek kehidupan ketatanegaraan, Pemilu di Indonesia pernah berlangsung sekali pada masa UUDS 1950 dan tujuh kali pada masa UUD 1945 periode kedua
51
(1971, 1977,1982,1987,1992 dan 1999) (Fadjar. 88; 2006) selanjutnya pada masa UUD 1945 setelah amandemen sebanyak dua kali sampai saat ini (2004 dan 2009). Pengaturan masalah pemilihan umum dalam Undang-undang Dasar 1945 setelah diubah memasukkan pengakuan dan perlindungan hak-hak politik warganegara yang salah satunya dituangkan dalam Bab VII B Tentang Pemilihan Umum pasal 22E Ayat (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali Ayat (2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Ayat (3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. Ayat (4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. Dan selanjutnya untuk pemilihan umum legislatif diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang no 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, namun tidak seperti yang diharapkan, ternyata Pemilihan Umum kali ini banyak diwarnai berbagai kekurangan disana-sini mulai dari tahap periapan sampai dengan tahap pelaksanaanya. B. PERMASALAHAN Pemilihan umum legislatif 2009 diwarnai dengan buruknya administrasi yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum yang membuat banyak pihak menganggap penyelenggaraan Pemilu 2009 lebih kacau daripada pemilu 2004. Terutama soal pendataan Daftar Pemilih Tetap (DPT), hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pemilihan umum di Indonesia saat ini benar-benar merupakan implementasi non derogable rights, yaitu hak asasi warga negara yang pemberiannya tidak dapat
52
ditunda maupun dikurangi oleh negara dalam kondisi apapun dan apakah kemampuan negara dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhinya. C. PEMBAHASAN Indonesia adalah negara hukum, hal ini telah secara eksplisit dikemukakan dalam Bab I Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: Negara Indonesia adalah negara hukum. Secara umum negara hukum dapat dibedakan menjadi dua macam peran: pertama, negara hukum nachtwaakerstaat, negara sebagai penjaga malam, suatu negara yang bertindak sebagai “penjaga malam” (”nachtwaker”), merupakan suatu “nachtwakerstaat” adalah menjamin dan melindungi kedudukan ekonomis dari mereka yang menguasai alat-alat pemerintahan (dalam arti luas). (Utrecht, 18; 1957) . Peran negara yang demikian saat ini termasuk di Indonesia diterapkan dalam hal pemenuhan hak sipil dan politik warga negara oleh negara, peran tersebut mensyaratkan adanya keadaan tidak adanya campur tangan negara terhadap urusan warga negara yang mencakup hak sipil dan politik warga negara, lebih lanjut hak politik mengandung tuntutan terhadap penguasa agar tidak campur tangan dan menurut sifatnya mengandung norma tetap yang dapat dipakai di depan hakim, sedangkan hak sosial menuntut campur tangan dan perhatian positif dari penguasa dan selanjutnya berhubungan erat dengan keadaan dan taraf kesejahteraan masyarakat. (van Boven, 68; 2001). Ditinjau dari difinisinya, hak-hak politik adalah Those may be exercised in the formation or administration of the government. Rights of citizens established or recognized by constitutions which give them the power to participate directly or indirectly in the establishment or administration of government. (Blacks Law Dictionary, 1043; 1979), ini linier dengan hak-hak sipil yang merupakan bagian tidak terpisahkan darinya, yaitu: ”Civil liberties is Personal, natural rights guaranteed and protected by Constitution; e.g. freedom of speech, press, freedom from discrimination, etc. Body of law dealing with
53
natural liberties, shorn of execess which invades equal rights of others. Constitutionally, they are restrains on government.” (Blacks Law Dictionary, 224; 1979). Menaati hukum dan menaati konstitusi pada hakekatnya adalah menaati imperaif yang terkandung sebagai substansi maknawi di dalamnya. Maksudnya imperatif kebebasan sebagai hak-hak warga yang asasi (civil rights) harus dihormati dan ditegakkan oleh pengemban kekuasaan negara dimana pun dan kapan pun, juga tatkala warga ini menggunakan kebebasannya itu untuk ikut serta dalam – atau untuk mempengaruhi jalannya – proses pembuatan kebijakankebijakan publikdalam kehidupan bernegara bangsa (political rights). (Wignjosoebroto. 419; 2002), jadi pemenuhan hak politik warga negara menuntut peran negara untuk tidak turut campur tangan, dalam kerangka negara hukum nachtwaakerstaat yang dituangkan dalam pengaturannya dalam suatu undang-undang dasar. Kedua, negara hukum welfare state, suatu negara hukum modern yang mengutamakan kepentingan seluruh rakyat, yaitu suatu “welfare state”. tidak dapat berpegagan lagi pada pelajaran Kant. Lapangan pekerjaan suatu negara hukum modern sangat-sangat luas. Pemerintah suatu negara hukum modern bertugas menjaga keamanan dalam arti kata seluas-luasnya, yaitu keamanan sosial dalam segala lapangan masyarakat. (Utrecht, 18; 1957), peran negara tersebut diterapkan pada peran negara dalam hal pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya warga negara, peran tersebut mensyaratkan adanya campur tangan negara terhadap urusan kesejahteraan warga negara, hal tersebut membedakan secara tegas peran negara berdasarkan obyeknya yaitu hak warga negara dalam hal sipil dan politik atau ekonomi, sosial dan budaya. Dalam tahap konstitusional pemenuhan hak politik warga negara Indonesia terdapat dalam beberapa pasal dalam UUD 1945 : Pasal 28 C ayat (2) “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara.”
54
Pasal 28 D ayat (3) “Setiap warga Negara Republik berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintaan.” Pasal 28 E ayat (2) “Setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaannya, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya.” Pasal 28 E ayat (3) “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Pasal 28 I ayat (5) “Untuk menegakkan dan melindungi HAM sesuai dengan prinsip Negara Hukum yang Demokratis, maka pelaksanaan HAM dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan.” Selanjutnya hak warga negara atas peran negara dibedakan menjadi hak-hak yang masih dapat ditangguhkan atau dibatasi (dikurangi) pemenuhannya oleh negara dalam kondisi tertentu atau derogable rights, dan hak-hak yang tidak dapat ditangguhkan atau dibatasi(dikurangi) pemenuhannya oleh negara, meskipun dalam kondisi apapun atau non derogable rights. Hak politik merupakan hak yang dapat dikategorikan sebagai Non-derogable rights. Non derogable rights harus dipenuhi dalam hal negara dalam keadaan apapun termasuk negara yang tidak mampu secara ekonomi, sebagaimana diatur dalam pasal 4 UU No 39 tahun 1999 yakni : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun dan lebih jauh Kovenan Hak Sipil dan Politik diantaranya memuat hak-hak seperti hak hidup, hak bebas dari perbudakan dan penghambaan, hak untuk tidak dijadikan obyek dari perlakuan penyiksaan-perlakuan atau penghukuman keji, hak untuk diperlakukan secara manusiawi dan tidak direndahkan martabatnya sebagai manusia, hak untuk mendapatkan pemulihan menurut hukum, hak untuk dilindungi dari penerapan hukum pidana
55
karena hutang, hak untuk bebas dari penerapan hukum pidana yang berlaku surut, hak diakui sebagai pribadi didepan hukum, kebebasan berpikir dan berkeyakinan agama. Hak-hak tersebut diatas termasuk hak yang tergolong dalam non derogable rights. (legal.dailythought.info/2007/03/apakah-derogable-rights-dan-non-derogablerights-itu/) Pasal 4 Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya yang telah diratifikasi melalui UU No. 11 Thaun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, yaitu: The States Parties to the present Covenant recognize that, in the enjoyment of those rights provided by the State in conformity with the present Covenant, the State may subject such rights only to such limitations as are determined by law only in so far as this may be compatible with the nature of these rights and solely for the purpose of promoting the general welfare in a democratic society. Hak sipil dan politik merupakan non derogable rights. Kenyataannya Non derogable rights menjadi relatif apabila dihadapkan pada kondisi negara. Karena pemenuhan hak politik warga negara akan selalu pula menuntut adanya suatu kesiapan pemerintah selaku penyelenggara pemilu, dimana hal ini akan sangat berkaitan dengn kesiapan infrastruktur. Dalam masyarakat dengan tingkat hidup yang tinggi banyak waktu yang disisihkan untuk mengmbangkan masalah-masalah non ekonomis seperti peningkatan kesadaran dan partisipasi politik dan pengembangan hak sipil dan politik (Mauna: 616, 2001). Kesuksesan penyelenggaraan pemilihan umum tidak lepas dari kesiapan infrastrukturnya, sedangkan pemlihan umum merupakan supra struktur yang eksistensi dan kemampuannya hanya dapat diadakan berlandaskan suatu infrastruktur yang kuat, Pemilihan umum akan dapat berjalan dengan baik, selama infrastruktur pemilihan umum yang antara lain meliputi sumber daya manusia dan teknologi yang dibangun secara simultan dan dibangun berbasis perekonomian telah mapan.
56
C. PENUTUP Pemilihan umum sebagai salah satu variabel demokrasi merupakan bagian dari suatu sistem demokrasi yang seharusnya di fahami sebagai proses yang berkelanjutan mulai dari muara sampai dengan hilir dan bukan hanya suatu varian yang dapat dinilai secara parsial. Kekacauan Pemilihan umum legislatif 2009 dapat dikatakan bahwa negara telah melakukan derogasi pada hak politik warga negara karena pengaturan, administrasi dan teknis pemilihan umum tidak lepas dari permasalahan perekonomian negara selama ini. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sifat non derogable dari hak politik akan menjadi relatif dihadapkan pada persoalan yang bersifat derogable Jadi tidak mungkin negara yang tidak mapan secara ekonomi akan dapat melaksanakan pemilihan umum secara layak atau dengan kata lain non derogable rights hanya dapat dipenuhi hanya apabila derogable rights terpenuhi terlebih dahulu.
57
DAFTAR PUSTAKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. LITERATUR Black, Henry Campbell. 1979. Black’s Law Dictionary. ST. Paul Minnesota: West Publishing. Co Fadjar, Abdul Mukthie.2006. Hukum Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi.Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Alumni: Bandung. Utrecht, Ernst. 1957. Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia. Jakarta: NV. Penerbitan an Balai Buku Indonesia. Van Boven, Th., dkk. Instrumen Pokok Hak Asasi Manusia. Jakarta: Yayaan Obor Indonesia. Wignjosoebroto, Soetandyo. 2002. Hukum: Pardigma, Metode dan Dinamika Masalahnya. Jakarta: HUMA & ELSAM. (legal.daily-thought.info/2007/03/apakah-derogable-rights-dannon-derogable-rights-itu/) Diunduh 1 April 2009
58