PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus di Polda Metro Jaya) Desy Dwi Katrin, Diah Gustiniati, Rini Fathonah email: (
[email protected])
Abstrak Polisi sebagai lembaga penegak hukum yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Salah satu tugasnya adalah berperan dalam penegakan hukum terhadap pembunuhan berencana. Terkait dengan pembunuhan berencana maka kepolisian melakukan berbagai upaya penegakan hukum untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana, sebagai wujud dari peranan kepolisian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah peran kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana (studi kasus di polda metro jaya), apakah yang menjadi faktor pengahambat kepolisan dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, Peran Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat yang di maksud dalam penelitian ini termasuk dalam peran yang ideal. Faktor-faktor penghambat dalam proses penegakan hukum terhadap pembunuhan berencana, faktor aparat penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat. Saran penulis yaitu Penyidik Polda Metro Jaya perlu mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya penegakan hukum tindak pidana pembunuhan berencana Penyidik Polda Metro Jaya perlu melakukan pendekatan dengan masyarakat, karena masyarakat mempunyai peran untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana. Kata kunci: Peran, Kepolisian, Pembunuhan Berencana
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus di Polda Metro Jaya) Desy Dwi Katrin, Diah Gustiniati, Rini Fathonah email: (
[email protected]) Abstract The police as law enforcement agencies established to carry out the duties and functions to maintain security and public order. One task is to play a role in the enforcement of laws against murder. Related to murder the police perform law enforcement efforts to uncover cases of murder, as a manifestation of the role of the police. The problem in this research is how the role of the police in enforcing the law against the perpetrators of criminal acts of premeditated murder (case study in Jakarta Police), whether that be a factor inhibitors of the police to enforce the law against the perpetrators of the crime of murder. Approach to the problem which is used in this research is to use juridical normative and empirical. Based on the results of research and discussion, role of the Jakarta Police Department revealed that homicides committed by a close friend is the purpose of this research is included in the ideal role. Limiting factors in the process of enforcing the law against murder, law enforcement officials factor, factor means and facilities, community factors. Suggestions author of Jakarta Police investigators need to develop a network of cooperation with various parties in law enforcement criminal offense of premeditated murder Jakarta Police investigators need to engage with the community, because the community has a role to bring a case of murder Keywords: role, police, murder
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hakihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisan pada intinya adalah aparat penegak hukum yang bertugas dan bertanggung jawab atas ketertiban umum, keselamatan dan keamanan masyarakat. 1 Kepolisan merupakan lembaga yang pertama kali harus dilalui dalam proses peradilan pidana. Oleh karena itu mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penahanan, penyitaan, sampai ditemukan suatu kejahatan yang diduga telah di lakukan. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dalam Pasal 4 sebagai berikut : Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
1
Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
Fungsi kepolisian merupakan bagian dari suatu fungsi pemerintahan negara dibidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat serta pembimbing masyarakat dalam rangka terjaminnya ketertiban dan tegaknya hukum, kepolisian sebagai integral fungsi pemerintah negara, ternyata fungsi tersebut memiliki takaran yang begitu luas tidak sekedar aspek refresif dalam kaitannya dengan proses penegakan hukum pidana saja tapi juga mencakup aspek preventif berupa tugas-tugas yang dilakukan yang begitu melekat pada fungsi utama hukum administratif dan bukan kompetensi pengadilan. Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat sudah seharusnya pihak kepolisian mewujudkan rasa aman tersebut. Dalam hal mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana diperlukan kerja keras dari pihak Polda Metro Jaya untuk mengidentifikasi korban agar menemukan siapa yang menjadi otak pelaku tersebut dan segera untuk menghukum para pelaku pembunuhan berencana tersebut. Salah satu tindak pidana adalah pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan kata lain pembunuhan adalah suatu perbuatan melawan hukum dengan cara merampas hak hidup orang lain sebagai Hak Asasi Manusia. Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, di ancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Apabila terdapat unsur perencanaan
sebelum melakukan pembunuhan, maka pembunuhan dapat disebut dengan pembunuhan berencana. . Kasus pembunuhan berencana yang di lakukan kedua pelaku, diketahui pelaku menghabisi nyawa korban karena motif asmara. Pelaku yang merupakan mantan pacar korban mengaku sakit hati karena korban tidak mau dihubungi lagi olehnya. Motif pembunuhnya ini, pelaku sakit hati kepada korban karena tidak mau lagi dihubungi atau ditemui oleh pelaku. 2 Akan tetapi dalam mengungkap kasus tersebut banyak terjadi kejanggalan kejanggalan yang di temukan, salah satu diantaranya yaitu sudah banyak berubahnya BAP (berita acara pemerikasaan) dari kronologi yang sebenarnya. Dalam BAP di tuliskan bahwa pelaku sempat membawa kendaraanya yang berisi korban ke daerah Klender, padahal seharusnya ke daerah Sunter. Selain itu, dalam BAP juga tidak di jelaskan kronologi ketika Pelaku menjual handphone korban. Berdasarkan hal di atas maka peneliti perlu mengadakan penelitian mengenai permasalahan yang diajukan dalam penelitian yang berjudul Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Polda Metro Jaya. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah peran kepolisan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana 2
http://ciricara.com/2014/03/07/motifasmara-di-balik-pembunuhan-ade-sara/ . di akses 21 April 2014.
pembunuhan berencana (studi kasus di polda metro jaya), (2) apakah yang menjadi faktor pengahambat kepolisan dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana C. Metode Penelitian Pendekatan masalah yang digunakan untuk menjawab permasalahan di atas yaitu, pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer, dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, dan studi lapangan. Data-data tersebut lalu dilakukan pengolahan melalui tahap editing, evaluasi, klasifikasi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah tersebut kemudian disajikan dalam bentuk uraian, yang lalu diinterpretasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan dengan menggunakan metode induktif. II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran Kepolisan dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana yang Di lakukan Oleh Teman Dekat Peran Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat yang di maksud dalam penelitian ini termasuk dalam peran yang ideal, peran yang ideal yaitu peran yang dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, karena polisi sudah menjalankan
proses penegakan hukum dengan undang-undang.
sesuai
Enforcement Concept) inilah yang mungkin tercapai.3
Peran yang dilaksanakan kepolisian daerah metro jaya berdasarkan adanya kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat, hal ini sesuai dengan Pasal 2 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.
Menurut hasil wawancara dengan Tri Hamdani4 peran polisi dalam penegakan hukum terhadap pembunuhan berencana ini merupakan bagian dari peranan kepolisian sebagai aparat penegak hukum berupaya semaksimal mungkin dalam mengungkap kasus pembunuhan ini. Dengan melakukan berbagai langkah strategis dan konstruktif dalam melaksanakan perlindungan hukum sesuai dengan hak dan wewenangnya dalam rangka mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum.
Menurut Joseph dalam penegakan hukum pidana, agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut ditegakan tanpa terkecuali atau ditegakan secara total (Total Enforcement Concept), berarti penegakan hukum wajib menegakan semua ketentuan-ketentuan yang ada. Penegakan hukum secara total ini tidak mungkin dilakukan, kemungkinan hanya dapat dilakukan secara penuh (Full Enfforcement Concept), sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh hukum acara pidana maupun peraturan yang lainnya demi kepentingan perlindungan individu. Namun pada kenyataannya juga, penegakan hukum secara penuh impian sangat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: substansi hukumnya penegak hukumnya maupun kultur dan masyarakat ditempat hukum itu ditegakan. Oleh karena itu dibutuhkan peneyesuaianpenyesuaian dan adaptasi penegakan hukum secara aktual (Actual
Kepolisan Daerah Metro Jaya dalam upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan berencana, melaksanakan peran utamanya yaitu melakukan penyelidikan dan pinyidikan. Penyidik sesegera mungkin menanggapi setiap adanya laporan dari anggota masyarakat tentang adanya tindak pidana pembunuhan dengan melakukan penyelidikan, karena laporan tersebut harus di dukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk menentukan apakah termasuk sebagai tindak pidana atau bukan. Tujuan pokok tindakan penyidikan untuk menemukan kebenaran dan menegakan keadilan, bukan mencaricari kesalahan seseorang. Dengan demikian, seseorang penyidik dituntut untuk bekerja secara obyektif, tidak sewenang-wenang, 3
Muladi, Kapita Selekta Peradilan Pidana, Semarang: UNDIP, 1995. Hlm 35 4 Berdasarkan hasil wawancara dengan Iptu Tri Hamdani sebagai Panit Unit 2 Jatanras Reskrimum Polda Metro Jaya tanggal 17 Oktober 2014 Pukul 14.00 wib
senantiasa berada dalam koridor penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia. Beberapa tahapan penyidikan yang dilakukan untuk mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan berencana terhadap teman dekat dalam hal ini mantan kekasih antara lain: 1. pemeriksaan di tempat kejadian, yaitu memeriksa tempat kejadian perkara, dimana korban di buang di pinggir tol. 2. Pemanggilan atau penangkapan tersangka, setelah jelas dan cukup bukti awal maka pihak kepolisan melakukan pemanggilan atau penangkapan terhadap dua tersangka pelaku tindak pembunuhan berencana . 3. Penahanan sementara. Setelah dilakukan penangkapan terhadap tersangka maka dilakukan penahanan terhadap pelaku. 4. Penyitaan, melakukan kegiatan penyitaan berbagai barang bukti yang memperkuat pemberkasan atau berita acara. 5. Pemeriksaan, di lakukan untuk menambah atau memperkuat bukti bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan yang telah di rencanakan oleh pelaku. Pemeriksaan penyidikan adalah pemeriksaan di muka pejabat penyidik dengan menghadirkan tersangka, saksi atau ahli. Pemeriksaan berarti, petugas penyidikan berhadapan langsung dengan tersangka, saksi, atau ahli. Pemeriksaan di muka penyidik baru dapat di laksanakan penyidik, setelah dapat mengumpulkan bukti permulaan serta telah menemukan orang yang diduga sebagai tersangka. Penyidik yang mengetahui yang mengetahui sendiri terjadinya
peristiwa pidana atau oleh karena berdasar laporan ataupun berdasar pengaduan dan menduga peristiwa itu merupakan tindak pidana, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyidikan yang diperlukan dan rangkaian akhir tindakan yang diperlukan itu adalah pemeriksaan langsung tersangka dan saksi-saksi maupun ahli. 6. Pembuatan Berita Acara, yang meliputi berita acara penggeledahan, introgasi, dan pemeriksaan ditempat. 7. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum untuk dilakukan tindakan hukum lebih lanjut sesuai dengan hukum yang berlaku. Dasar hukum pelaksanaan tugas kepolisian telah dicantumkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), wewenang kepolisian baik sebagai penyidik maupun penyelidik telah dicantumkan secara terperinci. Berkaiatan dengan penyelidikan dan penyidikan ini kepolisian memiliki kewewnangan yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Banyak hal yang harus dipenuhi atau di lakukan dalam proses penyidikan perkara pidana terutama penyidik Polri, dalam menangani perkara pidana kebutuhan antara lain: 5 a. Kecermatan dengan ketepatan setiap membuat dokumen yang berkaitan dengan perkara yang ditangani dengan perkara yang ditangani. 5
Hartanto, penyidikan dan penegakan hukum pidana melalui pendekatan progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Hlm 120
b.
c.
d.
e.
Hati-hati dengan teknologi modern, teknologi medern hanyalah alat bantu yang mempermudah untuk melakukan pekerjaan yang di inginkan, harus diingat mindset-nya tetap ada pertanggungjawaban manusia yang diberi kesempurnaan, tetapi tergantung manusia itu sendiri mau diarahkan kemana teknologi modern itu. Memahani dengan benar kebutuhan yang harus diterapkan, bukan sekedar memenuhi kebutuhan peraturan perundang-undangan belaka. Karena sesungguhnya terdapat perbedan yang nyata antara apa hukum itu dan apa peaturan hukum itu. Hati-hati setiap membuat berita acara, baik terhadap berita acara karena tindakannya, maupun karena berita acara pemeriksaan, karena dengan kesalahan kecil dalam pembuatan berita acara, dapat berakibat fatal dan bisa mementahkan proses hukum yang seharusnya tidak perlu terjadi. Objek hukum (tersangka) bukan harus dijadikan sasaran legalitas oprasionalnya hukum, tetapi tersangka juga mempunyai hak-hak hukum yang harus dihargai oleh siapa pun,
Penyelesaian kasus tindak pidana pembunuhan berencana yang di lakukan oleh teman dekat adanya peranan penyidik kepolisian Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus pembunuhan tersebut, sebagai suatu pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang penyidik kepolisian
dalam pengungkapan kasus atau tindak pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai aspek yuridis pelaksanaan peranan tersebut. Proses penyidikan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 109 KUHAP, yaitu hal penyidik mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik meberitahukan hal itu kepada pentuntut umum, maka dengan telah dimulainya penyidikan tindak pidana, penyidik berkewajiban memberitahukan kepada kejaksaan dengan adanya pemberitahuan tersebut maka ditunjuklah jaksa penuntut umum oleh Kepala Kejaksaan Negeri agar perkembangan dan penyelidikan tersebut dapat diikuti. Proses selanjutnya adalah setelah lengkap dan memenuhi persyaratan maka semua tindakan yang telah dilakukan maka penyidik menuangkannya ke dalam berita acara secara tertulis untuk selanjutnya dibuat dalam 1 bundel kertas yang bersampul berkas perkara lengkap dengan daftar isi, daftar saksi, daftar tersangka, dan daftar barang bukti. Setelah berkas perkara tersebut diterima oleh kejaksan, maka penelitian dan pemeriksaan segera dilakukan oleh kejaksaan melalui penuntut umum. Dalam waktu maksimal 7 hari setelah berkas diserahkan oleh penyidik, maka penuntu umum wajib memberitahukan apakah hasil penyidikan telah lengkap atau belum, apabila dinyatakan belum lengkap maka segera mengembalikannya dengan disertai petunjuk untuk dilengkapi dan penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan dan
dalam waktu 14 hari setelah penerimaan wajib menyampaikan kembali berkas tersebut kepada penuntut umum [KUHAP Pasal 110 Ayat (2), (3),(3) dan Pasal 138 Ayat (2)]. Berita acara harus memenuhi kelengkapan formil yaitu kelengkapan yang isyaratkan oleh KUHAP pada Pasal 121 bahwa BAP harus memuat antara lain tanggal perbuatan, tindak pidana yang bersangkutan, dengan menyebutkan waktu, tempat dan keadaan pada waktu tindak pidana di lakukan ,nama dan tempat dari tersangka dan keadaan pada waktu tindak pidana dilakukan, nama dan tempat tersangka dan/atau saksi, keterangan tersangka dan/atau keterangan saks, sesuatu yang dianggap perlu untuk kepentingan penyelesaiana perkara pada tahapan selanjutnya. Kegunaan penyidikan tindak pidana pembunuhan berencana yang di lakukan teman dekat bagi kejaksaan dalam proses penuntutan sebelum Jaksa Pnenuntut Umum membuat surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri, terlebih dahulu harus ada penyerakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari pihak penyidik telah lengkap menurut Jaksa Penutut Umum, barulah Jaksa Penuntut umum membuat surat dakwaan, dimana surat dakwaa tersebut haruslah berjalan selaras dengan BAP tersebut. Apabila BAP tersebut menurut penyidik telah lengkap yang disertai dengan alatalat bukti dan keterangan para saksi yang dianggap telah sah menurut hukum, serta BAP tersebut telah berjalan sesuai dengan dakwaan yang dibuat oleh jaksa Penuntut Umum.
B. Faktor Pengahambat Kepolisan dalam Melaksanakan Peran Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan kejahatan menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri, contohnya, tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang, belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, serta kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya. b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Contohnya, keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi. c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Contohnya dapat dianut pikiran sebagai berikut: yang tidak ada, diadakan yang baru betul; yang rusak atau salah, diperbaiki atau dibetulkan; yang kurang, di tambah; serta yang macet, dilancarkan. d. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingankepentingannya; tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya
hukum karena faktor-faktor keuangan, psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya. e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta, rasa yang didasarkan pada karya manusia didalam pergaulan hidup. Contohnya, nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan, nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme. Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena merupakan esensi dari penegakan hukum serta merupakan tolak ukur dari pada efektifitas penegakan hukum. Selanjutnya, menurut satjipto raharjo6. Berdasarkan wawancara dan analisis yang dilakukan oleh penulis, maka yang menjadi faktor penghambat dalam melaksanakan peran penegakan hukum terhadap pelaku pembunuhan berencana sesuai dengan teori dari Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut: 1. Faktor Aparat Penegak Hukum Menurut Dwi Puja Nugraha maka diketahui bahwa faktor aparat penegak hukum yang menghambat peranan penyidik Kepolisian Polda Metro Jaya dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana adalah secara kuantitas masih kurangnya personil penyidik kepolisian. Selain itu secara kualitas masih adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik kepolisan dalam 6
Sajipto raharjo, hukum kekerasan dan penganiayaan. Masalah-masalah hukum nomor 1-6 tahun ke XII, PT Ghimia Indonesia, Jakarta, 1982. Hlm. 105
mengungkap berencana.
kasus
pembunuhan
Menurut Maroni faktor aparat penegak hukum itu sendiri masuk dalam faktor penghambat penegakan hukum di mana masih kurangnya sumber daya manusia di insitusi kepolisan itu sendiri sehingga menghambat pengungkapan kasus tindak pidana pembunuhan berencana. 2. Faktor sarana atau fasilitas Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Agar masalah tersebut dapat di pahami dengan mudah, akan disajikan suatu contoh mengenai proses peradilan. Menurut hasil wawancara penulis dengan Tri Hamdani, Faktor penghambat dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana tersebut yaitu kurang memadai sarana yaitu minimnya alat bukti di TKP (Tempat Kejadian Perkara), sehingga para penyidik harus lebih bekerja ekstra untuk menemukan alat bukti. Dan menurut beliau juga bahwa oprasional biaya juga menjadi salah satu penghambat dalam proses penyidikan. 3. Faktor sarana atau fasilitas Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung
dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Agar masalah tersebut dapat di pahami dengan mudah, akan disajikan suatu contoh mengenai proses peradilan. Menurut hasil wawancara penulis dengan Tri Hamdani, Faktor penghambat dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana tersebut yaitu kurang memadai sarana yaitu minimnya alat bukti di TKP (Tempat Kejadian Perkara), sehingga para penyidik harus lebih bekerja ekstra untuk menemukan alat bukti. Dan menurut beliau juga bahwa oprasional biaya juga menjadi salah satu penghambat dalam proses penyidikan. III. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis dapat ditarik simpulan bahwa : Peran Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat yang di maksud dalam penelitian ini termasuk dalam peran yang ideal, peran yang ideal yaitu peran yang dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, karena polisi sudah menjalankan proses penegakan hukum sesuai dengan undang-undang. Kepolisian Polda Metro Jaya dalam penegakan hukum tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh teman adalah melakukan
penyidikan.. Penyidikan dimulai dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara dimana korban di temukan di pinggir tol, pemanggilan atau penangkapan tersangka, penahanan sementara, penyitaan barang bukti, pemeriksaan, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, dan pelimpahan perkara kepada penuntut umum. Faktor-faktor penghambat kepolisian Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana adalah sebagai berikut: Faktor aparat penegak hukum yaitu secara kuantitas masih kurangnya personil penyidik kepolisian. Selain itu secara kualitas masih adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik kepolisan dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana, faktor Sarana atau fasilitas yaitu kurangnya tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan atau biaya untuk melakukan penyidikan yang yang cukup, faktor masyarakat yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam ikut membantu mengungkap kasus tersebut. Masyarakat cenderung menutup diri dan tidak menghiraukan. Masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi. DAFTAR PUSTAKA Buku/Literatur : D.P.M. Sitompul, dkk, 1995. Hukum Kepolisian di Indonesia suatu Bunga Rampai. Bandung: Transito. Hartanto, 2010, penyidikan dan penegakan hukum pidana melalui pendekatan progresif, Jakarta: Sinar Grafika.
Muladi, 1995, Kapita Selekta Peradilan Pidana, Semarang: UNDIP. Raharjo,
Sajipto.
1982,
hukum
kekerasan dan penganiayaan. Masalah-masalah
hukum
nomor 1-6 tahun ke XII, Jakarta: Indonesia.
Internet : http://ciricara.com
PT
Ghimia