PIDANA SEUMUR HIDUP TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : PHILIP BEHALKER. SITORUS NIM : 030200183
Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
PIDANA SEUMUR HIDUP TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan : 200/PID/2004/PT-MDN
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas DanMemenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : PHILIP BEHALKER SITORUS NIM : 030200183
Departemen Hukum Pidana
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
Abul Khair, SH, M.Hum NIP : 131842854
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Warsani, SH
Dr. Marlina, SH, M.Hum
NIP : 130186781
NIP : 132300072
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2008
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
ABSTRAKSI Saat sekarang ini perdebatan mengenai penggunaan pidana seumur hidup sebagai sarana penanggulangan kejahatan semakin sering terjadi. Selain karena isu global tentang hak asasi manusia, kebijakan mengenai pidana seumur hidup juga dianggap tidak mencerminkan nilai keadilan. Kebijakan pidana seumur hidup yang ada selama ini dianggap lebih memperhatikan perlindungan kepada masyarakat, kebijakan pidana seumur hidup ini tidak memungkinkan modifikasi walaupun adanya perubahan atau perbaikan pada diri pelaku selama menjalani hukumannya. Tetapi menurut konteks kebijakan kriminal di Indonesia, pidana seumur hidup diangap masih relevan sebagai sarana penanggulangan kejahatan. Hal ini bisa terlihat dari masih seringnya penggunaan pidana seumur hidup dalam kebijakkan kriminal di Indonesia khususnya terhadap jenis tindak pidana berat yang mempunyai dampak sosial yang luas. Ketentuan dalam KUHP, contohnya Pasal 340 mengenai tindak pidana pembunuhan berencana salah satu ancaman pidananya adalah pidana seumur hidup. Tetapi ketentuan mengenai pidana seumur hidup tidak hanya termuat dalam KUHP, ketentuan mengenai pidana seumur hidup juga dapat kita lihat dalam peraturan perundang-undangan lain di luar KUHP. Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Dengan penelitian hukum normatif penulis melengkapi materi/isi skripsi ini dengan bahan-bahan hukum primer yang berupa hukum positif tentang pidana seumur hidup, yang kemudian didukung oleh bahanbahan hukum sekunder dan tertier, berupa keterangan-keterangan yang diperoleh dari skripsi, kamus hukum dan lain sebagainya yang berhubungan dengan judul skripsi ini. Selanjutnya untuk melihat fakta di lapangan, dengan metode penelitian empiris, penulis melengkapi isi tulisan ini dengan sumber pendukung berupa data primer. Ketentuan mengenai pidana seumur hidup secara garis besar terbagi dalam 2 bagian. Pertama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menjadi induk dari peraturan hukum pidana di Indonesia. Kedua dalam perundang-undangan di luar KUHP. Lebih spesifiknya lagi ketentuan mengenai pidana seumur hidup dimuat dalam UU No. 15 Tahun 1951 tentang Senjata Api, UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan terakhir UU No. 31 Tahun 1999 tentang Korupsi. Sebagai contoh penggunaan pidana seumur hidup yaitu pada Putusan No : 200/PID/2004/PTMDN dimana terdakwa RIK IRIADI alias ARIK didakwa dengan Pasal 340 KUHP yang ancaman pidananya berupa pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama 20 tahun. Oleh majelis hakim terdakwa dikenakan putusan pidana penjara seumur hidup, karena banyaknya hal-hal yang memberatkan terdakwa, sementara hal-hal yang meringankan tidak ada sama sekali. Harapan yang juga penting demi menjunjung kepastian ditanah air agar kiranya pemerintah tetap mempertahankan pidana seumur hidup, dengan melakukan perubahan yang sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat di dalam masyarakat Indonesia.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kebaikan dan kemurahan-Nya serta penyertaan Tuhan yang begitu luar biasa hingga saat ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan penuh sukacita. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh galar Sarjana Hukum program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Departemen Hukum Pidana. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan No : 200/PID/2004/PT-MDN). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan Tugas Akhir ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca dapat penulis terima dengan bijaksana demi kesempurnaan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Prof. Dr. Runtung, SH, terima kasih atas hubungan yang baik dengan bapak atas kerja-kerja yang pernah bapak lakukan demi kemajuan kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tercinta ini, saya sangat bangga dengan sikap bapak yang sangat low profile, sukses selalu buat kepemimpinan bapak yang sekarang dan yang akan datang. 2. Abul Khair SH, M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Nurmalawaty SH, M.Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
4. Prof. Warsani, SH. yang telah membantu penulis mulai dari pengajuan judul hingga selesainya Tugas Akhir ini. 5. Dr. Marlina, SH, M.Hum, yang dengan sangat sabar dan kooperatif kepada penulis selama penulisan Tugas Akhir ini, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih banyak kepada ibu. 6. Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS, sebagai dosen wali penulis, terima kasih atas bimbingan bapak selama saya kuliah hingga selesai. 7. Pegawai yang membantu mahasiswa Departemen Hukum Pidana Bang Beny, SH. 8. Seluruh Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam mengurus segala keperluan asministrasi, Bang M. Dian Lubis, Handayani, Bang Ismail petugas stampbook 2003, tanpa kalian penulis akan kesulitan melakukan riset dan mengurus segala keperluan administrasi, mulai dari penulis kuliah hingga selesai. Sekali lagi penulis ucapkan terima kasih banyak dan sukses selalu. 9. Dongoran, SH, pegawai yang bertugas sebagai panitera di Pengadilan Tinggi Medan yang telah membantu penulis untuk mendapatkan surat riset, serta data yang membantu penyelesaian skripsi ini. 10. Ir. B.P.T Sitorus ayahanda penulis, R. Manalu ibunda penulis, kakak-kakakku dr. Vernadeta Adelina Debora Sitorus, dr. Mariany Tiurma Christina Sitorus, serta adik-adikku Prisman Charles B. Sitorus, dan Peter B. M. Sitorus. 11. Teman-teman di Comot Community: terutama kepada Darmawan Tua Purba, SH, Ruth Fidola Silalahi, SH, Sahala Siagian, SH, terima kasih atas bantuan kalian yang sangat berharga dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Tidak lupa
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
juga kepada teman-teman yang lainnya Tere Tobing, SH, Doni Manurung, SH, Janroy Purba, SH, Whitty Sitorus, SH, Dody Prihatman, SH, Elisabeth D. O. Simanjuntak SH, Nova Versita Perangin-Angin, SH, Dewi L. M. Sitompul, SH, Erick Mario Siregar, SH, Marina Adriana Simanjuntak, SH, Melda Maria, SH, Evlyn Tampubolon, SH, Juita Nainggolan, SH, Berman Prananta Ginting, Juliman Berkat Harefa, Effendi Nababan. Semoga dukungan dan bimbingan yang diberikan dapat menjadi harta yang berharga bagi penulis kelak. Sekali lagi penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Medan, 11 Maret 2008 Penulis,
Philip B Sitorus
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI ABSTRAKSI ................................................................................................... i KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................. 4 C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan............................................ 4 D. Keaslian Penulisan ............................................................... 5 E. Tinjauan Kepustakaan.......................................................... 5 1. Pengertian Pidana......................................................... 5 2. Tujuan Pemidanaan...................................................... 11 3. Pengertian Pidana Seumur Hidup ................................ 18 4. Sejarah Pidana Seumur Hidup di Indonesia................. 20 F. Metode Penulisan................................................................. 21 G. Sistematika Penulisan .......................................................... 22
BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA SEUMUR HIDUP A. Ketentuan Pidana Seumur Hidup Di Indonesia ................... 24 1. Dalam KUHP.............................................................. 24 2. Di Luar KUHP............................................................ 32 B. Pidana Seumur Hidup Di Beberapa Negara....................... 38 1. Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Jepang ............. 39 2. Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Filipina ............ 42 3. Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Republik Korea45
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
BAB III
PENERAPAN PIDANA SEUMUR HIDUP TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PASAL 340 KUHP (Studi Kasus No : 200/PID/2004/PT-MDN) A. Analisis Kasus...................................................................... 49 1. Kronologi Kasus ......................................................... 49 2. Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP ................................... 52 3. Putusan Hakim............................................................ 62 B. Alasan Hakim Memberi Putusan Pidana Seumur Hidup ..... 65
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................... 69 B. Saran..................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 72 LAMPIRAN..................................................................................................... 74
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdebatan konseptual seputar penggunaan pidana seumur hidup sebagai sarana penanggulangan kejahatan telah muncul sejak berkembangnya falsafah pembinaan ( treatment philosophy) dalam pemidanaan. Perdebatan tentang pidana seumur hidup semakin meruncing seiring meningkatnya isu global tentang hak asasi manusia 1 . Dalam konteks kebijakan kriminal di Indonesia, pidana seumur hidup masih dipandang relevan sebagai sarana penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu jenis pidana ini hampir muncul dalam setiap kebijakan kriminal di Indonesia, khususnya terhadap jenis tindak pidana berat yang dampak sosialnya sangat luas dan kompleks 2 . Kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia yang ada selama ini belum mengimplementasikan gagasan keadilan sebagai nilai-nilai dasar dalam masyarakat Indonesia. Belum diimplementasikannya nilai-nilai keseimbangan dalam pidana seumur hidup tersebut telah menjadikan pidana seumur hidup dalam kebijakan perundangundangan pidana Indonesia tidak dapat memberikan keseimbangan perlindungan terhadap individu dan kepada masyarakat. Ketidakmampuan pidana seumur hidup memberikan perlindungan kepada individu dan masyarakat nampak dari 3 :
1
Tongat, Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana Di Indonesia, UMM Press, Malang, 2005 hal 1. 2 Ibid 3 Ibid, hal.2. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
1. Kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia baik yang ada dalam KUHP maupun dalam perundang-undangan diluar KUHP termasuk dalam ketentuan/aturan pelaksananya cenderung hanya diorientasikan pada perlindungan masyarakat sebagai refleksi atas fungsi pidana sebagai sarana pencegah kejahatan. 2. Kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana tidak memberikan kemungkinan modifikasi atas pertimbangan adanya perubahan atau perbaikan pada diri pelaku tindak pidana selama menjalani pidananya. Pidana penjara seumur hidup (untuk selanjutnya akan disebut “pidana seumur hidup”) merupakan bagian dari pidana (penjara). Tetap dipertahankannya pidana seumur hidup sering diperdebatkan oleh para ahli hukum. Tetap dipertahankannya pidana seumur hidup dalam sistem pemidanaan di Indonesia, tidak berarti bahwa pidana seumur hidup telah diterima oleh masyarakat. Banyak pihak yang merasa keberatan dengan tetap dipertahankannya pidana seumur hidup karena dianggap tidak sesuai dengan ide pemasyarakatan, yaitu karena dengan putusan demikian terhukum tidak akan mempunyai harapan lagi kembali kedalam masyarakat 4 . Bahkan dengan sangat ekstrem Hulsman 5 menyatakan bahwa pidana perampasan kemerdekaan khususnya pidana seumur hidup akan mengakibatkan rantai penderitaan yang tidak saja dirasakan oleh narapidana yang bersangkutan. Dengan demikian pidana seumur hidup tidak saja akan mengakibatkan rantai penderitaan bagi narapidana seumur hidup tetapi juga orang-orang yang kehidupannya tergantung pada narapidana tersebut. 4
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987, hal 62. L. H. C. Hulsman, Afscheid Van Het Strafrecht Een Pledooi Voor Zelfregulering atau Selamat Tinggal Hukum Pidana, Terj, Wonosutanto, UNS-Press, cetakan I, 1995 hal.46. 5
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Kajian yang membahas masalah pidana seumur hidup secara utuh boleh dikatakan sangat jarang, padahal sebagai jenis pidana berat yang keberadaannya masih mengandung pro dan kontra, pidana seumur hidup terasa sangat mendesak untuk mendapat perhatian. Tiga alasan mendasar pentingnya kajian tentang pidana seumur hidup di Indonesia 6 . Pertama, pidana seumur hidup sebagai bagian dari pidana penjara bukanlah jenis pidana yang berasal dari hukum pidana (adat) yang ada di Indonesia, akan tetapi berasal dari hukum pidana Belanda. Sebagai jenis pidana yang tidak berakar pada nilai-nilai sosial masyarakat Indonesia, pidana penjara, termasuk didalamnya pidana seumur hidup menjadi sangat mendesak untuk disesuaikan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat Indonesia. Kedua, kebijakan legislative tentang pidana seumur hidup yang ada selama ini mengandung pertentangan filosofis. Secara filosofis pidana penjara sebenarnya hanya bersifat sementara, sebagai tempat untuk mempersiapkan terpidana melakukan readapatasi sosial. Pidana seumur hidup yang ada selama ini cenderung hanya diorientasikan pada upaya perlindungan masyarakat, yang merupakan refleksi atas fungsi pidana sebagai sarana untuk mencegah kejahatan. Sementara perlindungan terhadap individu (pelaku tindak pidana) kurang mendapat perhatian. Ketiga, penonjolan salah satu aspek dengan mengabaikan aspek yang lain baik individu maupun masyarakat dalam merumuskan tujuan pemidanaan, tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang mengutamakan keadilan.
6
Djisman Samosir, Fungsi Pidana Penjara dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, Bina Cipta, Bandung. Cetakan pertama, 1992, hal 45. Lihat juga Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1982, hal 50. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Perdebatan yang terjadi terhadap pidana seumur hidup menimbulkan pemikiran bagi saya untuk melakukan penulisan mengenai pidana seumur hidup, terhadap perbuatan pidana yang termuat dalam pasal 340 KUHP. Menurut KUHP, bahwa pelaku yang melakukan perbuatan pidana pasal 340 KUHP diancam dengan hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau penjara sementara selama dua puluh tahun. Putusan No.200/PID/2004/PT-MDN tentang pembunuhan berencana pelaku dikenakan pidana seumur hidup. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas ketentuan-ketentuan apa saja yang mengatur pidana seumur hidup dan mengapa hakim memutus pidana seumur hidup dalam Putusan No.200/PID/2004/PT-MDN.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain : 1. Ketentuan-ketentuan apa saja yang memuat pidana seumur hidup di Indonesia ? 2. Bagaimana penerapan pidana seumur hidup terhadap pasal 340 KUHP (Studi Putusan No : 200/PID/2004/PT-MDN) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dalam penulisan ini, terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu : 1. Untuk mengetahui ketentuan-ketentuan yang memuat pidana seumur hidup di Indonesia.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan pidana seumur hidup pada pasal 340 KUHP. (Studi Putusan No : 200/PID/2004/PT-MDN) Karya tulis ini diharapkan menambah dan memperkaya literatur-literatur yang telah ada sebelumnya, khususnya tentang penerapan pidana seumur hidup dalam hukum pidana Indonesia. Karya tulis ini diharapkan juga menjadi bahan acuan untuk mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi. Di samping itu diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka menyempurnakan peraturan-peraturan di bidang hukum pidana, mengenai pidana seumur hidup
D. Keaslian Penulisan Skripsi yang telah ditulis oleh penulis merupakan hasil buah pikiran penulis sendiri ditambah dengan literatur-literatur lain, baik berupa buku-buku milik penulis sendiri maupun buku-buku dari perpustakaan serta sumber-sumber lainnya yang menunjang penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dikerjakan oleh penulis sendiri dengan topik yang penulis bahas dalam skripsi ini yang belum pernah dibahas oleh orang lain yang dibuktikan berdasarkan data yang ada di sekretaris Departemen Pidana.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Pidana Sebelum membahas lebih lanjut tentang tujuan pemidanaan, perlu terlebih dahulu dipahami apa yang dimaksud dengan pidana. Pemahaman ini diperlukan mengingat pidana hanyalah sebuah alat yaitu alat untuk mencapai tujuan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
pemidanaan 7 . Pemahaman terhadap alat itu penting untuk membantu memahami apakah dengan alat tersebut tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Soedarto mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 8 Roeslan Saleh menyatakan pidana adalah reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik. 9 Sedangkan menurut R. Soesilo yang menggunakan istilah hukuman untuk menyebut istilah pidana merumuskan, bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman adalah suatu perasaan yang tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undangundang hukum pidana. 10 Secara umum istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman. Tetapi kedua istilah tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Sedang pidana merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Sebagai pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan 11 .
7
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Jakarta 1986, hal 98. 8 Widya Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia,, PT.Refika Aditama, Jakarta, 2005, hal 6. 9 Ibid 10 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeia, Bogor, 1996, hal 35. 11 Andi Hamzah, Stelsel Pidana & Pemidanaan Di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. hal 1.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Menurut Moeljatno 12 , istilah hukuman yang berasal dari kata straf dan istilah dihukum yang berasal dari perkataan wordt gestraf merupakan istilahistilah yang konvensional. Moeljatno tidak setuju dengan istilah-istilah tersebut dan menggunakan istilah yang in konvensional, yaitu pidana untuk menggantikan kata straf. Menurut beliau, kalau straf diartikan hukuman maka strafrechts seharusnya diartikan hukum-hukuman. Menurut beliau dihukum berarti dikenakan hukuman, baik hukum pidana maupun hukum perdata. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut diatas, maka dalam skripsi ini penulis menggunakan istilah pidana dengan mempertimbangkan bahwa tulisan ini merupakan tulisan bidang hukum pidana, sehingga lebih tepat menggunakan istilah yang secara khusus lazim digunakan dalam hukum pidana. Berkaitan dengan pidana, di Indonesia terdapat bentuk pidana yang dimuat dalam Pasal 10 KUHP. Bentuk pidana sebagaimana diatur Pasal 10 KUHP adalah : 13 a. Pidana pokok yang terdiri dari : 1) Pidana mati Pidana mati adalah puncak dari segala pidana, pidana ini banyak dipersoalkan antara golongan yang pro dan kontra. Salah satu keberatan terhadap pidana mati yaitu sifatnya yang mutlak, sifatnya yang tidak mungkin untuk mengadakan perubahan dan perbaikan apabila pidana ini telah dijatuhkan.
12
Muladi & Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijaksanaan Pidana, Alumni, Bandung, 1992, hal 1. 13 A. Fuad Usfa & Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang, 2004. hal. 123. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
2) Pidana penjara Pidana penjara merupakan pidana utama (pidana pokok) diantara pidana-pidana kehilangan/pembatasan kemerdekaan. Pasal 12 KUHP ayat 1; menentukan bahwa pidana penjara ini dapat seumur hidup atau sementara, ayat 2; menentukan bahwa pidana penjara untuk sementara itu paling sedikit satu hari dan selama-lamanya 15 tahun, ayat 3; menentukan pidana penjara 15 tahun dapat dipertinggi lagi sampai 20 tahun berturut-turut yakni dalam hal-hal : a) Kejahatan yang pidananya mati, penjara seumur hidup; b) Dari sebab tambahan pidana, karena gabungan kejahatan (concursus) dan pengulangan kejahatan; c) Terjadinya kegiatan seperti dimaksud dalam Pasal 52 (pemberatan karena jabatan dan 52a (pemberatan karena dengan memakai bendera seragam) sedangkan pada ayat 4 menentukan batas yang paling tinggi yaitu 20 tahun. 3) Pidana kurungan Sama halnya dengan pidana penjara, pidana kurungan juga merupakan pidana hilangnya kemerdekaan/pembatasan kemerdekaan bergerak. Ada perbedaan yang jelas antara pidana penjara dengan pidana kurungan : a) Hal ini jelas ditentukan oleh Pasal 69 KUHP bahwa perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis oleh urutan susunan dalam Pasal 10 KUHP;
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
b) Ancaman pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara, maksimal 1 tahun, Pasal 18(1) dan Pasal 18 (2) KUHP menentukan bahwa pidana kurungan boleh dijatuhkan selamalamanya 1 tahun 4 bulan dalam hal mana terjadi gabungan peristiwa pidana (concursus), dan karena ulangan peristiwa pidana 4) Pidana denda Pidana denda hampir ada pada semua tindakan pelanggaran yang tercantum dalam buku III KUHP. Terhadap kejahatan-kejahatan ringan pidana denda diancamkan sebagai alternatif pidana kurungan, namun bagi kejahatan-kejahatan berat jarang sekali dincam dengan pidana denda. 5) Pidana tutupan Pidana tutupan pada mulanya tidak dkenal. Baru melalui UU No 20 tahun 1946 pidana tutupan ditambahkan pada pasal 10 KUHP tersebut. Tempat menjalani pidana tutupan, cara melakukan pidana tutupan dan segala sesuatu yang perlu untuk melaksanakan UU No 20 tahun 1946 diatur lebih lanjut dalam PP No 8 tahun 1948 yang diundangkan pada tanggal 5 Mei 1948 tentang rumah tutupan. Di dalam PP tersebut, kelihatan bahwa rumah tutupan tersebut bukanlah penjara biasa. Karena rumah tutupan tersebut keadaan serta fasilitas-fasilitasnya adalah lebih baik dari pada rumah penjara, misalnya dapat kita baca pada pasal 33 (2) yang menyatakan makanan orang-orang hukuman tutupan harus lebih baik daripada makanan orang-orang hukuman penjara.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
b. Pidana tambahan yang terdiri dari : 1) Pencabutan hak-hak tertentu Perlu
kita
ketahui
bahwa
pencabutan
segala
hak
yang
dipunyai/diperoleh seseorang sebagai warga negara yang dapat menyebabkan kematian perdata tidak diperkenankan oleh UU, lihat pasal 3 BW. Hak-hak yang dapat dicabut telah dapat ditentukan dalam pasal 35 KUHP, yaitu : a) Hak memegang pada umumnya atau jabatan tertentu; b) Hak masuk angkatan bersenjata; c) Hak memilih dan dipilih yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; d) Hak menjadi penasehat atau pengurus menurut hukum; e) Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampu atas anak sendiri; f) Hak menjalankan pencaharian tertentu. 2) Perampasan barang-barang tertentu Perampasan barang-barang suatu pidana hanya diperkenankan terhadap barang-barang tertentu. Undang-undang pidana tidak mengenal perampasan seluruh kekayaan. Menurut pasal 39 KUHP barang yang dapat dirampas dengan putusan hakim adalah barang yang berasal/diperoleh dari kejahatan. 3) Pengumuman keputusan hakim. Sebenarnya tiap-tiap putusan dengan pintu terbuka dan secara umum, tetapi kadang-kadang perlu supaya putusan itu sampai luas diketahui
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
umum. Misalnya seorang dokter bersalah karena kealpannya mengakibatkan matinya orang lain dan putusan hakim itu diumumkan pula sebagai pidana tambahan, maka publik akan diperingatkan terhadap kepercayaannya pada dokter. Biasanya ini dilakukan dengan mengumumkan putusan itu dalam surat kabar, dimana biaya untuk pelaksanaan pengumuman ini ditanggung oleh si terhukum.
2. Tujuan Pemidanaan Berbicara masalah eksistensi pidana seumur hidup dalam hukum pidana di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kajian terhadap tujuan pemidanaan. Kajian terhadap tujuan pemidanaan akan mengantarkan pada pemahaman tentang seberapa jauh sanksi pidana relevan dan karenanya patut dipertahankan dalam sistem hukum pidana. Mengenai tujuan pemidanaan dapat digolongkan dalam tiga jenis teori, yaitu teori pembalasan, teori tujuan dan teori gabungan : 14 a. Teori Pembalasan (teori absolute) Teori pembalasan membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana. Terhadap pelaku tindak pidana mutlak harus diadakan pembalasan yang berupa pidana, tidak dipersoalkan akibat dari pemidanaan bagi terpidana. Bahan pertimbangan untuk pemidanaan hanyalah masa lampau, maksudnya masa terjadinya tindak pidana itu. Teori pembalasan ini terbagi lima lagi 15 yaitu :
14
E.Y.Kanter. dan S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2002 hal 59. 15 Ibid. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
1) Pembalasan berdasarkan tuntutan mutlak dari etika Teori ini dikemukakan oleh Immanuel Kant yang mengatakan bahwa pemidanaan adalah merupakan tuntutan mutlak dari kesusilaan (etika) terhadap seorang penjahat yang telah merugikan orang lain. 2) Pembalasan bersambut Teori ini dikemukakan oleh Hegel, yang menyatakan bahwa hukum adalah perwujudan dari kemerdekaan, sedangkan kejahatan adalah merupakan tantangan kepada hukum dan keadilan. Menurut Hegel untuk mempertahankan hukum yang merupakan perwujudan dari kemerdekaan dan keadilan, kejahatan-kejahatan secara mutlak harus dilenyapkan dengan memberikan pidana kepada penjahat. 3) Pembalasan demi keidahan atau kepuasan Teori ini dikemukakan oleh Herbart, yang mengatakan bahwa pembalasan merupakan tuntutan mutlak dari perasaan ketidakpuasan masyarakat, sebagai akibat dari kejahatan, untuk memidana penjahat, agar ketidakpuasan masyarakat terpulihkan kembali. 4) Pembalasan sesuai dengan ajaran Tuhan (agama) Teori ini dikemukakan Sthal (termasuk juga Gewin dan Thomas Aquino) yang mengemukakan bahwa kejahatan adalah merupakan pelanggaran terhadap pri keadilan Tuhan dan harus ditiadakan. Karenannya mutlak harus diberikan penderitaan kepada penjahat demi terpeliharanya pri keadilan Tuhan. Cara mempertahankan pri keadilan Tuhan ialah melalui kekuasaan yang diberikan Tuhan kepada penguasa Negara.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
5) Pembalasan sebagai kehendak manusia Teori ini dikemukakan oleh J.J. Rousseau, Grotius, yang mendasarkan pemidanaan juga sebagai perwujudan dari kehendak manusia. Menurut ajaran ini adalah merupakan tuntutan alam bahwa siapa saja yang melakukan kejahatan, dia akan menerima sesuatu yang jahat. b. Teori Tujuan (teori relative) Berbeda dengan teori pembalasan, maka teori tujuan mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada penjahat atau kepentingan masyarakat, dipertimbangkan juga pencegahan untuk masa mendatang. Dipandang dari tujuan pemidanaan teori ini dibagi sebagai berikut : 1) Pencegahan terjadinya suatu kejahatan dengan mengadakan ancaman pidana yang cukup berat untuk menakut-nakuti. Cara ini ditujukan secara umum, artinya kepada siapa saja, agar takut melakukan kejahatan, dengan demikian disebut juga sebagai prevensi umum. Paul Anselm van Feuerbach yang mengemukakan teori ini dengan nama paksaan psikologis (psychology dwang), mengakui juga bahwa hanya dengan mengadakan ancaman pidana saja tidak akan memadai, melainkan diperlukan penjatuhan pidana kepada si penjahat. 2) Perbaikan atau pendidikan bagi penjahat (verbeterings theori). Kepada penjahat diberikan pendidikan berupa pidana, agar ia kelak dapat kembali ke lingkungan masyarakat dalam keadaan mental yang lebih baik dan berguna. Cara perbaikan penjahat dikemukakan ada tiga macam yaitu : perbaikan intelektual, perbaikan moral, dan perbaikan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
juridis. Penganut-penganut teori ini antara lain Grolman, Van Krause, Roder dan lain-lain. 3) Menyingkirkan penjahat dari lingkungan /pergaulan masyarakat (onschadelijk maken). Caranya ialah, kepada penjahat yang sudah kebal kepada ancaman pidana yang berupa usaha menakuti, supaya dijatuhi perampasan kemerdekaan yang cukup lama, bahkan jika perlu dengan pidana mati. Dengan demikian ia tersingkirkan dari pergaulan masyarakat. Penganut teori ini antara lain adalah Ferri, dan Garofalo. 4) Menjamin ketertiban hukum (rechstorde). Caranya ialah mengadakan norma-norma yang menjamin ketertiban hukum. Kepada pelanggar norma-norma tersebut, Negara menjatuhkan pidana. Ancaman pidana ini akan bekerja sebagai peringatan. Jadi diletakkan pada bekerjanya pidana sebagai pencegahan. Penganut teori ini anatara lain Frans Vonlitz, Van Hamel, Simons dan lain-lain. c. Teori Gabungan Kemudian timbul golongan ketiga yang mendasarkan pemidanaan kepada perpaduan teori pembalasan dengan teori tujuan, yang disebut sebagai teori gabungan. Penganutnya antara lain Binding. Dikatakan bahwa teori pembalasan dan teori tujuan masing-masing mempunyai kelemahan-kelemahan, untuk mana dikemukakan keberatan-keberatan sebagai berikut : Terhadap teori pembalasan : 1) Sukar menentukan berat/ringannya pidana, atau ukuran balasan tidak jelas.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
2) Diragukan adanya hak Negara untuk menjatuhkan pidana sebagai alasan. 3) Hukuman
(pidana)
sebagai
pembalasan
tidak
berguna
bagi
masyarakat. Terhadap teori tujuan : 1) Pidana hanya ditujukan untuk mencegah kejahatan, sehingga dijatuhkan pidana yang berat baik oleh teori pencegahan umum maupun teori pencegahan khusus. 2) Jika ternyata kejahatan itu ringan, maka penjatuhan pidana yang berat, tidak memenuhi rasa keadilan. 3) Bukan hanya masyarakat yang harus diberi kepuasan tetapi juga kepada penjahat itu sendiri. Maka oleh karena itu, tidak saja hanya mempertimbangkan masa lalu (seperti yang terdapat dalam teori pembalasan), tetapi juga harus bersamaan mempertimbangkan masa datang (seperti yang dimaksudkan pada teori tujuan). Dengan demikian penjatuhan suatu pidana harus memberikan rasa kepuasan, baik bagi hakim maupun kepada penjahat itu juga sendiri di samping kepada masyarakat. Jadi harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang telah dilakukan. Dari kajian yang dilakukan oleh berbagai kalangan ahli hukum dapat dikatakan, bahwa perkembangan teori pemidanaan cenderung beranjak dari prinsip menghukum yang berorientasi ke belakang ke arah gagasan/ide membina yang berorientasi ke depan. Menurut Roeslan Saleh 16 , pergeseran orientasi
16
Roeslan Saleh, Op.cit, hal 2.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
pemidanaan disebabkan oleh karena hukum pidana berfungsi dalam masyarakat. Hukum pidana mencerminkan gambaran masanya dan bergantung pada pikiranpikiran yang hidup dalam masyarakat. Untuk lebih memahami pergeseran orientasi pemidanaan yang terjadi dalam hukum pidana, berikut ini akan dikemukakan secara singkat berbagai aliran yang berkembang dalam hukum pidana yang melandasi adanya pergeseran tersebut.: 17 a. Aliran Klasik Aliran ini muncul sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan penguasa pada abad ke-18 di Perancis dan Inggris, yang banyak menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Aliran ini menghendaki hukum pidana yang tersusun secara sistematis dan menitikberatkan pada perbuatan dan tidak kepada orang yang melakukan tindak pidana. Dengan orientasi pada perbuatan yang dilakukan, aliran ini menghendaki pidana yang dijatuhkan itu seimbang dengan perbuatan tersebut. Secara ekstrim dapat dikatakan, bahwa aliran klasik dalam pemberian pidana lebih melihat kebelakang. Beberapa tokoh aliran ini dapat disebut misalnya, Cesare Beccaria, yang lahir di Italia pada tanggal 15 Maret 1738 dengan karyanya yang sangat terkenal yaitu Dei Delicti e delle pene (1764) yang diterbitkannya pertama di Inggris tahun 1767 dengan judul On Crimes And Punishment. bertolak dari filsafat kebebasan kehendak, Cesare Beccaria melalui karyanya memberikan sumbangan pemikiran yang sangat besar dalam pembaharuan
17
Tongat, Op.cit, hal 61
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
peradilan pidana dengan doktrin pidana harus sesuai dengan kejahatan. Tokoh lain aliran ini adalah Jeremy Bentham (1748-1832), seorang filsof Inggris. b. Aliran Modern 18 Alira ini timbul pada abad ke-19 dengan tokoh-tokohnya Lambroso, Lacassagne, Ferri, Von List, A. Prins Dan Van Hamel. Berbeda dengan aliran klasik, aliran ini berorientasi pada pelaku tindak pidana dan menghendakinya adanya individualisme dari pidana, artinya dalam pemidanaan harus diperhatikan sifat-sifat dan keadaan pelaku tindak pidana. Aliran ini disebut juga aliran positif karena dalam mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat secara positif (mempengaruhi pelaku tindak pidana kearah yang positif/ke arah yang lebih baik) sejauh ia masih dapat diperbaiki. Dengan orientasi yang demikian maka aliran modern sering dikatakan mempnyai orientasi ke masa depan. c. Aliran Neo Klasik 19 Di samping beberapa aliran tersebut di atas, perlu dikemukakan disini adanya suatu aliran yang berasal dari aliran klasik yaitu aliran neo klasik. Menurut aliran ini , pidana yang dihasilkan oleh aliran klasik terlalu berat dan merusak semangat kemanusiaan yang berkembang saat itu. Untuk itu aliran ini merumuskan pidana minimum dan mengakui apa yang
18 19
Ibid. Ibid.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dinamakan asas-asas tentang keadaan yang meringankan (principle of extenuating circumstances) 3. Pengertian Pidana Seumur Hidup Salah satu jenis pidana yang ada dalam system hukum pidana di Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10 KUHP adalah pidana penjara yang berdasarkan Pasal 12 ayat (1) terdiri dari pidana penjara seumur hidup dan pidana selama waktu tertantu. Pidana penjara adalah pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di dalam sebuah lembaga permasyarakatan yang menyebabkan orang tersebut harus mentaati semua peraturan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar. 20
1) 2) 3)
4)
Berkaitan dengan pidana penjara ini di dalam pasal 12 KUHP dinyatakan : Pidana penjara adalah seumur hidup dan selama waktu tertentu Pidana selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. Pidana penjara untuk selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena perbarengan (concursus), pengulangan (residive) atau karena yang ditentukan dalam pasal 52 dan 52a (L.N. 1958 No. 127) Pidana selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 KUHP di atas terlihat, bahwa untuk pidana penjara selama waktu tertentu undang-undang/KUHP telah secara tegas memberikan batasan tentang jangka waktunya, yaitu maksimal 15 tahun berturutturut dan minimal satu hari. Berbeda dengan jenis pidana penjara selama waktu tertentu yang secara eksplisit atau secara tegas ditentukan batas waktu-antara-nya, 20
Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Amico, Bandung, 1986, hal.58.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
undang-undang (KUHP) tidak secara eksplisit memberikan batasan tentang jangka waktu pidana seumur hidup. Tidak adanya batasan tentang pidana seumur hidup dalam KUHP seringkali menimbulkan kerancuan penafsiran dikalangan awam hukum. Di kalangan awam hukum, istilah “seumur hidup” sering diartikan sebagai sama dengan (hidup) pelaku tindak pidana pada saat melakukan tindak pidana Namun demikian, sekalipun Pasal 12 KUHP tidak secara eksplisit memberikan penafsiran tentang pidana seumur hidup, secara doktrinal pidana seumur hidup lazim ditafsirkan sebagai pidana selama hidup/sepanjang hidup. Pengertian seperti ini dapat dilihat dari pendapat Barda Nawawi Arief yang menyatakan : “Dilihat dari sudut penjatuhan pidana dan juga dari sudut terpidana, pidana seumur hidup itu bersifat pasti (definite sentence) karena si terpidana dikenakan jangka waktu yang pasti (a definite period of time), yaitu menjalani pidana penjara sepanjang hidupnya” 21 Karena sifatnya yang pasti itu menurut Roeslan Saleh, orang menjadi keberatan terhadap pidana seumur hidup. Sebab dengan putusan yang demikian, terpidana tidak akan mempunyai harapan lagi kembali ke dalam masyarakat. 22 Bertolak dari uraian di atas terlihat, bahwa dalam hal pidana penjara selama waktu tertentu, KUHP menganut sistem indefinite, yaitu sistem pidana yang tidak ditentukan secara pasti (indefinite sentence). Sistem ini dapat dilihat dalam rumusan ancaman pidana dalam pasal perundang-undangan pidana di Indonesia khusunya dalam KUHP, dimana dalam setiap rumusan ancaman pidana hanya ditentukan maksimum (khusus) pidana yang dapat dijatuhkan. 21 22
Tongat, Op.cit, hal 37 Roeslan Saleh, Op.cit, hal 62.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Sementara dalam hal pidana seumur hidup, KUHP menganut sistem pidana yang ditentukan secara pasti (definite sentence), Karena terpidana dikenakan jangka waktu yang pasti (a definite period of time), yaitu menjalani pidana sepanjang hidupnya.
4. Sejarah Pidana Seumur Hidup Di Indonesia Dalam berbagai literatur hukum yang membahas tentang sejarah sistem pidana dan pemidanaan di Indonesia akan nampak bahwa di Indonesia dahulu tidak dikenal jenis pidana penjara, termasuk pidana seumur hidup. Sejarah sistem pidana dan pemidanaan di Indonesia yang dapat ditelusuri dari jaman Majapahit tidak mencatat adanya jenis pidana penjara dalam sistem pidana dan pemidanaannya. Pidana yang dikenal pada masa Majapahit adalah : 23 a. Pidana Pokok : 1) Pidana mati 2) Pidana potong anggota badan yang bersalah 3) Denda 4) Ganti kerugian atau panglicawa atau patukucawa b. Pidana Tambahan : 1) Tebusan 2) Penyitaan 3) Uang pembeli obat atau patibajampi
23
Tongat, Op.cit, hal 57
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Menurut Koesnoe, pidana penjara baru dikenal di Indonesia ketika VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) memperkenalkan lembaga bui pada tahun 1602 yang kemudian dilanjutkan pada jaman Hindia Belanda menjadi pidana penjara. Keberadaan pidana penjara semakin eksis dalam sistem hukum pidana di Indonesia dengan adanya unifikasi WvS (Wetboek van Strafrecht) di Indonesia dengan Stb. 1915-732 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918. dengan diberlakukannya Wvs di Indoneisa maka secara resmi pidana penjara termasuk pidana seumur hidup menjadi salah satu pidana yang ada dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas terlihat, bahwa pidana penjara termasuk pidana seumur hidup merupakan produk hukum barat, bukan produk asli bangsa Indonesia dan karenanya tidak berasal dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
F. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Metode penelitian terdiri dari 2 macam yaitu metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris. Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian normatif yang mendefenisikan norma hukum tertulis mengenai pidana seumur hidup yang tertuang dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Selain itu untuk mendukung data penulis juga menggunakan metode penelitian empiris. Metode ini dilakukan dengan melakukan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
wawancara kepada hakim yang memberikan putusan dalam kasus pembunuhan berencana dengan putusan pidana seumur hidup. 5. Sumber Data Sumber data terdiri dari 2 yaitu data primer dan data sekunder, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan data sekunder yang terdiri dari : i.
Bahan hukum primer, yaitu berasal dari peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
ii.
Bahan hukum sekunder, berupa keterangan, kajian, analisis tentang hukum positif seperti makalah, skripsi, tesis, atau seminar.
iii.
Bahan hukum tertier, bahan yang mendukung, memberi penjelasan bagi bahan hukum sekunder seperti kamus hukum.
6. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode library research (penelitian kepustakaan) yaitu melakukan penelitian dengan berbagai macam bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel, dan bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. 7. Analisis Data Data sekunder yang diperoleh kemudiAn dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini, yaitu dengan mempelajari secara utuh dan menyeluruh untuk memperoleh jawaban mengenai skripsi ini/
G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah ruang lingkup apa saja yang di bahas dalam skripsi ini, maka penulis terlebih dahulu akan membuat gambaran isi dari materi yang
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dibahas. Gambaran isi dimaksudkan untuk mengetahui secara garis besar akan penulisan skripsi ini dan juga bertujuan agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan terkonsentrasi serta tersusun secara sistematis yang dapat memberikan gambaran secara singkat namun menyeluruh mengenai isi dan pembahasannya. Penulisan skripsi ini secara garis besar terdiri dari empat bab, yaitu : BAB I
PENDAHULUAN Dalam pendahuluan ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA SEUMUR HIDUP Dalam Bab II ini, akan menguraikan mengenai ketentuanketentuan pidana seumur hidup di Indonesia, baik yang terdapat dalam KUHP maupun ketentua-ketentuan lainnya di luar KUHP, selanjutnya menguraikan pidana seumur hidup di beberapa negara.
BAB III
PIDANA SEUMUR HIDUP TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PASAL 340 KUHP (Studi Putusan No : 200/PID/2004/PT-MDN) Pada Bab III ini akan diuraikan tentang kronologi kasus, unsurunsur Pasal 340 KUHP, putusan hakim terhadap kasus tersebut..
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi ini yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dari penulis.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
BAB II KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA SEUMUR HIDUP
A. Ketentuan Pidana Seumur Hidup di Indonesia 1. Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP a. Ketentuan Umum Tentang Pidana Seumur Hidup Induk dari peraturan hukum pidana di Indonesia adalah KUHP. Sebagai peraturan induk, ketentuan umum dalam KUHP tidak saja berlaku mengikat terhadap aturan-aturan pidana di dalam KUHP tetapi juga mengikat terhadap aturan-aturan pidana di luar KUHP. Tentang masalah ini secara tegas diatur dalam Pasal 103 KUHP yang menyatakan: “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VII buku ini (maksudnya KUHP, pen) juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Bertolak dari ketentuan Pasal 103 KUHP di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan umum dalam KUHP termasuk ketentuan umum mengenai pidana seumur hidup juga berlaku untuk perundang-undangan di luar KUHP sepanjang
tidak
ditentukan
lain
dalam
undang-undang
(khusus)
yang
bersangkutan. Di dalam KUHP ketentuan umum tentang pidana seumur hidup diatur dalam Pasal 12 yang menyatakan: 1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu 2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama 15 tahun berturut-turut. 3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana penjara Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena perbarengan (concursus), pengulangan (residive) atau karena yang ditentukan dalam Pasal 52 dan 52a. 4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.
Berdasarkan ketentuan Pasal 12 KUHP di atas terlihat bahwa ketentuan umum mengenai pidana seumur hidup hanya diatur dalam satu ketentuan, yaitu dalam ayat (1). Dari ketentuan tersebut tampak bahwa pengaturan tentang pidana seumur hidup dalam KUHP tidak sejelas pengaturan tentang pidana penjara selama waktu tertentu. Ketentuan Pasal 12 ayat (1) KUHP di atas sebenarnya hanya menunjukkan bahwa bentuk pidana penjara itu bisa berupa pidana seumur hidup dan sementara waktu. Dengan demikian dalam ketentuan umum ini sama sekali tidak disinggung tentang bagaimana pengaturan pidana seumur hidup sebagaimana dalam pengaturan tentang pidana penjara selama waktu tertentu. Sementara itu berkaitan dengan ketentuan tentang pelepasan bersyarat, Pasal 15 KUHP juga tidak mengatur tentang adanya kemungkinan terhadap narapidana seumur hidup untuk memperoleh pelepasan bersyarat. Ketentuan Pasal 15 KUHP secara jelas menyatakan: 1) Jika terpidana telah menjalani dua per tiga dari lamanya penjara yang dijatuhkan kepadanya, yang sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka kepadanya dapat diberikan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut-turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana. 2) Dalam memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan. 3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana yang belum dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
b. Tindak Pidana Yang Diancam Pidana Seumur Hidup Dilihat dari kualifikasinya, tindak pidana dalam KUHP yang diancam dengan pidana seumur hidup adalah tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan (berat). Tindak pidana tersebut terdapat dalam buku II yang tersebar dalam delapan bab dan dua puluh tiga ketentuan 24 . Penempatan kelompok tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup dalam buku II KUHP ini dapat dipahami oleh karena tindak pidana menurut sistem KUHP dibedakan secara “kualitatif” atas kejahatan dan pelanggaran. 25 Kejahatan yang secara umum “dianggap” lebih berat diatur dalam buku II dan pelanggaran diatur dalam buku III. Dalam perkembangannya, kualifikasi kejahatan dan pelanggaran atas tindak pidana dirasa tidak relevan lagi, sehingga kualifikasi kejahatan dan pelanggaran atas tindak pidana dalam konsep KUHP baru dihapuskan. Dalam konsep KUHP baru kualifikasi ini tidak dikenal. Dalam KUHP baru tindak pidana tidak dikualifikasikan atas kejahatan dan pelanggaran tetapi diklasifikasikan atas delik “sangat ringan”, “berat”, dan “sangat berat/serius”. 26 Secara rinci tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan dan diancam pidana seumur hidup dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tabel 1.
Kelompok tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup dalam KUHP
No. 1.
Kelompok Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Pasal yang Mengatur 104, 106, 107 (2), 11 (2), 124 (2),
24
Tongat, Op.cit, hal 80 Moeljtano, Azas-Azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1985, hal.71 26 Barda Nawawi Arief, Op.cit, hal 93 25
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
124 (3) Terhadap Negara 140 (3) Membahayakan Kepentingan Umum 187 ke-3, 198 ke-2, 200 ke-3, 202 (2), 204 (2) 4. Terhadap Nyawa 339, 340 5. Pencurian 365 (4) 6. Pemerasan dan Pengancaman 368 (2) 7. Pelayaran 444 8. Penerbangan 479 sub b, 479 k (1) (2), 479 o (1) (2) Sumber : Data Sekunder (KUHP) 2. 3.
Dari tabel 1 di atas terlihat, bahwa dilihat dari macam atau jenisnya, kejahatan yang diancam dengan pidana seumur hidup jumlahnya cukup besar. Dari 31 kelompok tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan, 27 8 kelompok tindak pidana diantaranya diancam dengan pidana seumur hidup. Penjelasan atas 8 kelompok tindak pidana tersebut dalam pemaparan berikut ini. Kelompok kejahatan terhadap keamanan negara merupakan kelompok kejahatan yang paling banyak memuat ancaman pidana seumur hidup. Dari 23 ketentuan yang memuat ancaman pidana seumur hidup, 7 ketentuan diantaranya merupakan ketentuan dalam kelompok kejahatan terhadap keamanan negara. Ketentuan ini meliputi: Pasal 104 tentang makar untuk membunuh Presiden atau Wakil Presiden atau membuat mereka tidak dapat memerintah; Pasal 106 tentang makar untuk memisahkan sebagian wilayah Negara; Pasal 107 makar untuk menggulingkan pemerintahan; 28 Pasal 111 (2) tentang mengadakan hubungan dengan Negara asing dengan maksud menggerakkan untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang; Pasal 124 (2) tentang memberikan bantuan kepada musuh atau merugikan Negara terhadap musuh pada masa perang; Pasal 124 (3) 27
Lihat buku II KUHP Bab I sampai dengan Bab XXXI yang mengatur tentang tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan. 28 M.Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Remadja Karya, Bandung, 1986, hal.209. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
ke-1 membantu musuh dan menghalangi serangan terhadap musuh dan ke-2 menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara atau pemberontakan di kalangan angkatan perang. 29 Pasal 140 (3) mengatur tentang makar yang dilakukan secara berencana terhadap nyawa atau kemerdekaan kepala Negara sahabat yang berakibat maut. Kejahatan yang diatur dalam pasal ini termasuk kelompok kejahatan terhadap Negara sahabat. Kelompok kejahatan lain yang juga banyak diancam dengan pidana seumur hidup adalah kelompok kejahatan membahayakan kepentingan umum. Kelompok kejahatan ini tersebar dalam 5 pasal, yakni Pasal 187 ke-3 tentang sengaja menimbulkan kebakaran, ledakan atau banjir yang mengakibatkan matinya orang; Pasal 198 ke-2 dengan sengaja menenggelamkan, mendamparkan atau merusak perahu yang mengakibatkan matinya orang; Pasal 200 ke-3 dengan sengaja menghancurkan atau merusak gedung yang mengakibatkan matinya orang; Pasal 202 (2) yaitu kejahatan memasukkan sesuatu ke dalam perlengapan air minum untuk umum yang mengakibatkan matinya orang; dan Pasal 204 (2) tentang menjual, menawarkan, menyerahkan, atau membagikan barang yang membahayakan nyawa orang dan menimbulkan matinya orang. Pasal 339 mengatur tentang pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului dengan tindak pidana dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, sedangkan Pasal 340 mengatur tindak pidana
29
Ibid
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
yang dikenal dengan pembunuhan berencana. Kedua jenis kejahatan ini termasuk dalam kelompok kejahatan terhadap nyawa. 30 Pasal 365 (4) tentang kejahatan pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang atau barang yang mengakibatkan luka berat atau matinya orang. Pasal 368 (2) merupakan ketentuan yang memberlakukan Pasal 365 (2), (3) dan (4) pada kejahatan pemerasan dan pengancaman. Bertolok dari ketentuan Pasal 268 (2), maka pemerasan dan pengancaman yang mengakibatkan luka berat atau kematian juga dapat diancam dengan pidana seumur hidup. Pasal 444 tentang kejahatan pelayaran yang mengakibatkan matinya orang. Pasal ini mengancam perbuatan kekerasan yang diterangkan dalam Pasal 438-441 KUHP dengan ancaman pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana selama-lamanya dua puluh tahun. Kelompok kejahatan penerbangan yang diancam pidana seumur hidup diatur dalam Pasal 479 f sub b yang mengatur perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan atau membuat tidak dapat dipakai pesawat udara yang mengakibatkan matinya orang. Pasal 479 k yang mengancam dengan pidana seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun tehadap perbuatan yang diatur dalam Pasal 479 i dan 479 j apabila dilakukan oleh dia orang atau lebih secara bersama-sama, sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat, dengan rencana lebih dahulu, mengakibatkan luka berat, mengakibatkan kerusakan pada pesawat, untuk merampas kemerdekaan seseorang ayat (1) atau dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana selama 30
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004 hal. 55. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dua puluh tahun (2) apabila perbuatan itu mengakibatkan matinya orang atau hancurnya pesawat tersebut. Masih dalam kelompok kejahatan ini adalah kejahatan yang diatur dalam Pasal 479 huruf o yang mengancam dengan pidana seumur hidup atau pidana selama dua puluh tahun terhadap perbuatan dalam Pasal 479 huruf l, Pasal 479 huruf m, dan Pasal 479 huruf n apabila dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, sebagai kelanjutan dari permufakatan jahat, dengan rencana lebih dahulu, mengakibatkan luka berat ayat (1) atau dengan pidana mati atau seumur hidup atau pidana selama-lamanya dua puluh tahun ayat (2) apabila perbuatan itu menghasilkan matinya orang atau hancurnya pesawat tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat diketahui bahwa bagian terbesar kelompok kejahatan yang diancam pidan seumur hidup merupakan kejahatan yang mengakibatkan matinya orang/ mengakibatkan hilangnya nyawa orang.
c. Perumusan Ancaman Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Secara umum dalam KUHP hanya ada dua bentuk perumusan ancaman pidana penjara, yaitu bentuk perumusan dengan sistem tunggal dan bentuk perumusan dengan sistem alternative. 31 Bentuk perumusan ancaman pidana dengan sistem tunggal merupakan bentuk perumusan ancaman yang paling banyak digunakan dalam KUHP. Bahkan hampir semua kelompok tindak pidana yang dikualifikasikan sebagai kejahatan
31
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Pengaggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Citra Aditya Bakti, Jakarta 1996, hal. 149. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dalam buku II KUHP memuat ancaman pidana penjara dengan perumusan sistem tunggal. 32 Sedangkan dalam hal pidana seumur hidup, tidak satu pasal pun yang ancaman pidananya dirumuskan dengan`sistem tunggal. Semua ancaman pidana seumur hidup dalam KUHP dirumuskan dengan sistem alternatif. Bentuk perumusan ancaman pidana seumur hidup dalam KUHP selengkapnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.
Perumusan Ancaman Pidana Seumur Hidup dalam KUHP
A. Perumusan Ancaman Pidana/Pasal Mati/ SH/ 20 TH SH/ 20 TH 104, 111 (2), 124 (3) 106, 107 (2), 108 (2), 124 (2) 2. Terhadap Negara 140 (3) 187 ke-3, 198 ke-2, 3.Membahayakan Kepentingan 200 ke-3, 202 (2), Umum 204 (2) 4. Terhadap Nyawa 340 339 5. Pencurian 365 (4) 6. Pemerasan dan Pengancaman 368 (2) 7. Pelayaran 444 8. Penerbangan 479 k (2), 479 o (2) 479 f sub b, 479 k (1), 479 o (1) Sumber : Data sekunder diolah Kelompok Kejahatan 1. Keamanan Negara
Catatan : - Mati
= Pidana Mati
- SH
= Pidana seumur hidup
- 20 TH
= Pidana penjara selama-lamanya 20 tahun
Dari tabel di atas, bahwa seluruh bentuk ancaman pidana seumur hidup dalam KUHP dirumuskan secara alternatif. Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa pidana seumur hidup selalu menjadi alternatif dari pidana mati dan
32
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kejahatan Hukum Pidana, Op. cit, hal. 156.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
selalu dialternatifkan dengan pidana penjara selama-lamanya 20 tahun. Sebagai alternatif pidana mati, pidana seumur hidup berhubungan pula dengan fungsi subsidair, yaitu sebagai pengganti (alternative, pen) untuk delik-delik yang diancam dengan maksimum pidana mati. 33 Dengan fungsi yang demikian, sangat dipahami apabila selama ini di banyak Negara, termasuk Indonesia, pidana seumur hidup selalu dirumuskan sebagai alternative dari pidana mati. Melihat perumusan pidana seumur hidup dalam KUHP yang secara keseluruhan menggunakan sistem alternative menunjukkan bahwa pidana seumur hidup dalam KUHP merupakan jenis sanksi yang dapat dipilih untuk penjatuhannya, tidak bersifat imperative. Hal ini berbeda dengan perumusan ancaman pidana penjara selama waktu tertentu yang justru banyak menggunakan perumusan ancaman pidana dengan sistem tunggal yang bersifat imperative.
2. Pidana Seumur Hidup Dalam Perundang-Undangan Pidana Di Luar KUHP a. Tindak Pidana Di Luar KUHP Yang Diancam Pidana Seumur Hidup Sudah menjadi pendapat umum bahwa perkembangan masyarakat yang demikian pesat tidak selalu dapat diikuti oleh perkembangan dan perubahan perundang-undangan yang sesuai. 34 Tetapi perkembangan masyarakat yang ditandai dengan munculnya berbagai teknologi mutakhir tersebut akan selalu diikuti oleh perkembangan kejahatan (crimes follows the socities), karena itulah KUHP akan selalu ketinggalan dari perkembangan masyarakatnya.
33 34
Ibid, hal. 207. Andi Hamzah, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 5
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Mengantisipasi hal tersebut maka tidak tertutup kemungkinan untuk mengatur suatu hal tertentu tersebut dalam perundang-undangan di luar KUHP atau yang secara populer disebut sebagai undang-undang (pidana) khusus. Tidak terkecuali di Indonesia, perkembangan masyarakat yang demikian pesat itupun juga tidak dapat diikuti oleh perkembangan di bidang hukum sehingga muncul berbagai perundang-undangan di luar KUHP termasuk perundang-undangan di luar KUHP yang mengatur berbagai tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup. Berbagai tindak pidana dalam perundang-undangan pidana di luar KUHP yang diancam pidana seumur hidup dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. 35 Tabel 3.
Tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup dalam perundang-undangan di luar KUHP
Perundang-undangan 1. UU No. 12/ Drt/ 1951 (senjata api) 2. UU No. 5/1997 (psikotropika) 3. UU No. 22/ 1997 (narkotika)
4. UU No. 31/ 1999 (korupsi)
Pasal yang mengatur Pasal 1 (1) Pasal 59 (2) Pasal 80 (1) sub a Pasal 80 (2) sub a Pasal 80 (3) sub a Pasal 81 (3) sub a Pasal 82 (1) sub a Pasal 82 (2) sub a Pasal 82 (3) sub a Pasal 87 Pasal 2 (1) Pasal 3 Pasal 15 Pasal 16
Sumber : Data sekunder diolah Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa tindak pidana dalam perundangundangan pidana di luar KUHP yang diancam pidana seumur hidup tersebar
35
Andi Hamzah, Delik-Delik Tersebar Diluar KUHP Dengan Komentar, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal. 7. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dalam berbagai perundang-undangan misalnya Undang-Undang (drt) Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak, Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Adapun tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup dalam berbagai undang-undang tersebut di atas secara rinci dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951, tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1), yaitu denganh tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau secara bahan peledak. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup adalah tindak pidana yang ditunjuk oleh Pasal 59 ayat (2), yaitu tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 ayat (1) yang dilakukan secara terorganisir. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tersebut meliputi: 1) Menggunakan psikotropika Golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 (2). 2) Memproduksi dan/atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika Golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
3) Mengedarkan psikotropika Golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 (3). 4) Mengimpor psikotropika Golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan. 5) Secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan/ atau membawa psikotropika Golongan I. Sementara itu dalam Undang-Undang No. 22 tahun 1997, tindak pidana yang diancam dengan pidana seumur hidup adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 87. Tindak pidana yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut meliputi: 1) Memproduksi, mengolah, mengekstraksi, mengkonversi, merakit atau menyediakan narkotika Golongan I, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) a. 2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 (1) a yang didahului dengan permufakatan jahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 (2) a. 3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 (1) a yang dilakukan secara terorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) a. 4) Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika Gologan I yang dilakukan secara terorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasl 81 (3) a. 5) Mengimpor, mengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjual, membeli, menyerahkan, menerima, menjadi prantara dalam jual
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
beli atau menawarkan narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 91) a. 6) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) a yang didahului dengan permufakatan jahat sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (2) a. 7) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) a yang dilakukan secara terorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) a. 8) Menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberi kesempatan, menganjurkan,
memberi
kemudahan,
memaksa
dengan
ancaman,
memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78, 79, 80, 81, 82, 83, dan 84. Dalam UU No. 31 Tahun 1999 tindak pidana yang diancam dengan pidana seumur hidup adalah tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1), 3, 15 dan 16. Rumusan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal tersebut adalah: a. Setiap orang yang dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 (1) ). b. Setiap orang yang dengan tujuan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, atau yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Sementara berdasarkan ketentuan Pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 juga ditegaskan, percobaan, pembantuan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan 3. Dengan demikian, percobaan, pembantuan dan permufakatan untuk melakukan tindak pidana korupsi merupakan delik tersendiri yang ancamannya sama dengan tindak pidana korupsi,36 dalam hal ini baik dilakukan di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia (Pasal 16).
b. Perumusan Ancaman Pidana Seumur Hidup Dalam PerundangUndangan Di Luar KUHP Tidak jauh berbeda dengan sistem perumusan ancaman pidana seumur hidup dalam KUHP, semua ancaman pidana seumur hidup dalam perundangundangan di luar KUHP juga dirumuskan secara alternatif. Hanya saja, apabila perumusan ancaman pidana seumur hidup di dalam KUHP hanya dirumuskan secara alternatif, ancaman pidana seumur hidup dalam perundang-undangan di luar KUHP selain dirumuskan secara alternatif juga dirumuskan secara alternatif kumulatif. Perumusan secara alternatif pidana seumur hidup dalam perundangundangan di luar KUHP dapat dilihat, misalnya dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 12 Tahun 1951 tentang senjata api dan bahan peledak. Sedang perumusan secara alternatif-kumulatif dapat dilihat dalam Pasal 59 (2) UU No. 5 Tahun 1997. Perumusan yang sama juga dijumpai dalam UU No. 22 Tahun 1997 serta UU No. 31 Tahun 1999. 36
Bambang Purnomo, Potensi Kejahatan Korupsi Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1983, hal. 57. Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Selengkapnya
perumusan
ancaman
pidana
seumur
hidup
dalam
perundang-undangan di luar KUHP disajikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4.
Perumusan
Ancaman
Pidana
Seumur
Hidup
dalam
Perundang-undangan di Luar KUHP Kelompok Kejahatan
1. UU No. 12/ 1951 2. UU No. 5/ 1997 Psikotropika 3. UU No. 22/ 1997 Narkotika
Perumusan Ancaman
Pidana/ Pasal
Mati/ SH/ 20 TH
SH/ 20 TH & / D
1 (1) 59 (2)
80 (1) a*) 80 (2) a*) 80 (3) a*) 81 (3) a*) 82 (1) a*) 82 (2) a*) 82 (3) a*) 4. Korupsi 2 (1) UU No. 31/ 1999 3 15 16 Sumber : Data sekunder diolah Catatan : - Mati
= Pidana Mati
- SH
= Pidana Seumur Hidup
- 20 TH &/ D = Pidana selama-lamanya 20 TH dan atau/ denda - *)
= diakumulasikan dengan denda
B. Pidana Seumur Hidup di Beberapa Negara Pembahasan mengenai pidana seumur hidup di beberapa negara digunakan sebagai bahan perbandingan atau komparasi dengan ketentuan pidana seumur hidup di Indonesia. Upaya perbandingan ini dilakukan dengan harapan akan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
semakin memperluas cakrawala atau memperkaya terhadap pengetahuan tentang pidana seumur hidup. Pada tataran yang paling mendasar metode ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia dapat ditempuh di masa akan datang serta sebagai cermin untuk melihat kebijakan tentang pidana seumur hidup yang ada sekarang. Oleh karena itu akan dikemukakan beberapa kebijakan tentang pidana seumur hidup di beberapa negara. Negara-negara yang dipilih sebagai bahan komparasi ini adalah negara-negara yang dipandang lebih maju dalam melakukan pembaharuan dalam bidang hukum pidana yang terlihat dari telah dilakukannya pembaharuan KUHP-nya. Berikut ini akan dikemukakan kebijakan tentang pidana seumur hidup di beberapa negara tersebut.
1. Kebijakan tentang Pidana Seumur Hidup dalam KUHP Jepang 37 Berkaitan dengan masalah ”pidana” KUHP Jepang mengutarakan dalam Pasal 9 tentang kategori pidana. Di dalam Pasal 9 KUHP Jepang dinyatakan: ”Pidana pokok adalah pidana mati, penjara pada suatu tempat kerja paksa, denda, pidana penambahan, dan denda ringan, dan perampasan sebagai pidana tambahan”. Sementara itu berkaitan dengan beratnya pidana, Pasal 10 KUHP Jepang menyatakan: 1) Susunan beratnya pidana pokok adalah sesuai dengan urutan sebagaimana tersebut di dalam pasal yang lalu, ditentukan bahwa pidana tanpa kerja
37
Soufnir Chibro, KUHP Jepang (terj.), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal,.70
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
paksa seumur hidup adalah lebih berat daripada penjara kerja paksa untuk waktu tertentu, penjara tanpa kerja paksa menurut jangka waktu tertentu apabila maksimum pidana pada tersebut pertama lebih lama dua kali daripada yang tersebut kemudian. 2) Di dalam kategori pidana yang sama pidana yang ditentukan maksimum lebih tinggi lamanya atau jumlahnya adalah lebih berat, dan apabila maksimum lamanya dan jumlahnya sama, pidana yang ditentukan minimumnya kebih tinggi, lama atau jumlahnya lebih berat. 3) Antara dua atau lebih pidana mati atau pidana yang kategorinya sama dan mempunyai maksimum dan minimum yang sama lamanya atau jumlahnya, urutan beratnya akan ditentukan sesuai dengan keadaankeadaan kejahatan itu. Khusus berkaitan dengan pidana seumur hidup ketentuannya labih lanjut terdapat dalam Pasal 12 dan 13 yang menyatakan: Pasal 12 (penjara kerja paksa) 1) Penjara kerja paksa akan berupa seumur hidup atau untuk jangka waktu tertentu, dan suatu pidana jangka waktu tertentu pada pidana kerja paksa tidak akan lebih dari 15 tahun; 2) Penjara kerja paksa akan terdiri dari kurungan di penjara dan kerja paksa. Pasal 13 (penjara tanpa kerja paksa) 1) Penjara tanpa kerja paksa akan berupa seumur hidup atau menurut jangka waktu tertentu dan penjara menurut jangka waktu tertentu tidak akan kurang dari 1 bulan dan tidak akan lebih dari 15 tahun. 2) Penjara tanpa kerja paksa akan terdiri dari kurungan di dalam penjara.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Berbeda dengan pidana penjara seumur hudup yang ada dalam KUHP Indonesia, yang hanya terdiri dari pidana seumur hidup, pidana seumur hidup dalam KUHP Jepang terdiri dari beberapa bentuk. Dalam KUHP Indonesia hanya ada satu bentuk pidana seumur hidup yaitu pidana (penjara) seumur hidup. Sementara dalam KUHP Jepang pidana seumur hidup dapat berupa penjara kerja paksa seumur hidup dan penjara tanpa kerja paksa seumur hidup. Dengan demikian dalam KUHP Jepang dikenal lebih dari satu bentuk pidana seumur hidup. Sementara itu berkaitan dengan kemungkinan pelepasan narapidana seumur hidup KUHP Jepang mengaturnya dalam ketentuan Pasal 28 tentang pelepasan bersyarat. Di dalam ketentuan Pasal 28 dinyatakan: ”Apabila seorang dipidana penjara dengan atau tanpa kerja paksa memperlihatkan kemajuan yang sebenarnya ia dapat dilepas bersyarat sesuai dengan putusan suatu penguasa administrative setelah menjalan 2/3 pidana untuk jangka waktu tertentu atau 10 tahun bagi pidana seumur hidup)”. Berdasarkan ketentuan Pasal 28 KUHP Jepang, maka seseorang yang dijatuhi pidana penjara baik pidana penjara dengan kerja paksa mapupun tanpa kerja paksa mempunyai kesempatan untuk dilepas secara bersyarat apabila yang bersangkutan dalam jangka waktu tertentu menunjukkan perilaku yang baik. Berdasarkan ketentuan Pasal 28 KUHP Jepang pelepasan bersyarat dapat dilakukan dengan ketentuan: (1) Terhadap orang yang dijatuhi pidana penjara dalam waktu tertentu, setelah yang bersangkutan menjalani 2/3 pidananya dengan berkelakuan baik.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
(2) Terhadap orang yang dijatuhi pidana penjara seumur hidup, setelah yang bersangkutan menjalani pidananya selama 10 tahun dengan berkelakuan baik. Bertolak dari ketentuan Pasal 28 tersebut jelas bahwa dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup terdapat kemungkinan modifikasi atau perubahan terhadap pidana seumur hidup yang disebabkan karena adanya perubahan (baik) dalam diri pelaku tindak pidana. Kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam KUHP Jepang tetap memperhatikan aspek perlindungan terhadap individu disamping tetap memberikan perlindungan kepada masyarakat.
2. Kebijakan Tentang Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Filipina 38 Di dalam KUHP Filipina dikenal beberapa pidana yang diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan, klasifikasi pidana tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 25 bab II tentang klasifikasi pidana. Dalam Pasal 25 KUHP Filipina secara tegas dinyatakan: Pidana yang bisa dikenakan menurut KUHP ini, dari berbagai kelasnya adalah pidana yang termasuk dalam pidana-pidana berikut ini: Skala/ tingkatan Pidana utama: Pidana tingkatan pertama/ pidana tertinggi Pidana mati Pidana afliktif (Afflictive): Pengasingan tetap (Reclusion perpetua),
38
Soufnir Chibro, KUHP Filipina (terj.), Ghalia Indonesia, Jakarta,1988, hal.72
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Diskualifikasi mutlak secara tetap atau sementara, Diskualifikasi secara tetap atau sementara; Prision mayor (pidana penjara). Pidana koreksional (Correctional penalties): Prision correctional (penjara koreksi) Anresto masyor pidana (pidana penahanan berat) Skorsing (suspension) Destienad (pidana tidak boleh memasuki tempat tertentu menurut radius tertentu) Pidana ringan: Anresto menor (pidana penahanan ringan) Pencelaan di muka umum (public sensore) Pidana yang umum menyertai tiga kelas terdahulu: Pidana denda, dan ikatan untuk memelihara ketertiban/ perdamaian (bond to keep the peace) Pidana tembahan: Diskualifikasi mutlak secara tetap atau sementara, Diskualifikasi khusus secara tetap atau sementara, Skorsing dari jabatan pemerintahan, hak memilih dan dipilih, Profesi atau panggilan (untuk menduduki suatu profesi), Pelanggaran perdata (civil interdiction) Ganti rugi Penyitaan atau pembeslahan instrumen-instrumen dan uang yang diperoleh dari hasil kejahatan/ pelanggaran, pembayaran ongkos-ongkos (perkara)
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 25 KUHP Filipina di atas terlihat bahwa apabila dibandingkan dengan KUHP Indonesia, maka KUHP Filipina merupakan KUHP yang paling banyak memuat jenis ancaman pidana. Secara umum dalam KUHP Filipina dikenal dua tingkatan pidana, yaitu pidana utama dan pidana tambahan. Pidana utama terdiri dari pidana tingkat pertama, pidana afliktif, pidana koreksional, pidana ringan, dan pidana yang menyertai tiga tingkatan pidana yang pertama yaitu denda dan ikatan untuk memelihara ketertiban. Dalam KUHP Filipina istilah yang digunakan untuk menunjuk pada pidana seumur hidup adalah “pidana tetap”. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 25 KUHP Filipina di atas juga terlihat bahwa jenis pidana seumur hidup atau pidana tetap yang dapat dijatuhkan lebih banyak apabila dibandingkan dengan KUHP Jepang maupun KUHP Indonesia sendiri. Dalam KUHP Filipina seumur hidup atau pidana tetap terdiri dari pengasingan tetap (pengasingan seumur hidup), diskualifikasi mutlak secara tetap (diskualifikasi mutlak seumur hidup) dan diskualifikasi khusus secara tetap (diskualifikasi khusus seumur hidup). Dalam KUHP Filipina tidak dikenal adanya pidana penjara seumur hidup. KUHP Filipina mengklasifikasikan pidana penjara sebagai pidana berat, tetapi pidana ini tidak dapat dijatuhkan untuk seumur hidup. Sekalipun KUHP Filipina memuat bermacam-macam pidana seumur hidup, namun demikian KUHP Filipina tetap memberikan kemungkinan modifikasi terhadap berbagai pidana seumur hidup tersebut. Kemungkinan adanya
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
modifikasi pidana seumur hidup dalam KUHP Filipina diatur dalam Pasal 27 yang menyatakan: “Barangsiapa yang dipidana salah satu dari pidana-pidana tetap (seumur hidup, pen) diampuni setelah menjalani pidana selama 30 tahun, kecuali jika orang tersebut karenaz perilakunya atau suatu sebab serius lainnya dianggap oleh kepala eksekutif sebagai tidak dapat diampuni”. Berdasarkan ketentuan Pasal 27 tersebut terlihat jelas bahwa kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam KUHP Filipina tetap memberikan kemungkinan kepada pelaku tindak pidana untuk memperoleh ampunan, sekalipun dengan syarat setelah yang bersangkutan menjalani pidananya selama 30 tahun dengan kelakuan baik. Dengan melihat ketentuan dalam Pasal 27 KUHP Filipina di atas tersimpul bahwa modifikasi pidana seumur hidup atas pertimbangan adanya perbaikan pada diri pelaku tetap dimunginkan. Dengan demikian juga dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam KUHP Filipina tetap memberikan “keseimbangan” perlindungan terhadap individu dan masyarakat.
3. Kebijakan Tentang Pidana Seumur Hidup Dalam KUHP Republik Korea 39 Persoalan pidana dalam KUHP Republik Korea diatu dalam bab III di bawah bab tentang pidana. Tentang pidana yang dapat dijatuhkan, KUHP republik Korea mengklasifikasikan ke dalam 9 klasifikas pidana. Pidana diklasifikasikan sebagai berikut:
39
Soufnir Chibro, KUHP Republik Korea (terj.), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal. 66.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
a. Pidana mati. b. Pidana perampasan kemerdekaa c. Pidana penjara d. Pencabutan kualifikasi e. Penundaan kualifikasi (skorsing) f. Denda g. Pidana penahanan h. Denda ringan i. Perampasan Berkaitan dengan pidana seumur hidup, ketentuannya terdapat dalam Pasal 42 yang menyatakan: ”Penal servitude atau penjara dapat seumur hidup atau waktu terbatas, dan waktu terbatas dari satu bulan sampai lima belas tahun, tetapi jika diperberat, perampasan kemerdekaan waktu terbatas atau penjara waktu terbatas dengan diperpanjang menjadi dua puluh lima tahun”. Berdasarkan ketentuan Pasal 42 KUHP Republik Korea tersimpul bahwa dalam KUHP Republik Korea dikenal adanya dua macam pidana seumur hidup, yaitu penal servitude (pidana perampasan kemerdekaan) dan pidana penjara seumur hidup. Berkaitan dengan aspek perlindungan dalam pidana seumur hidup dapat dikemukakan bahwa pidana seumur hidup dalam KUHP Korea tetap memperhatikan dua aspek perlindungan baik kepada individu maupun kepada masyarakat. Jadi dalam kebijakan tentang pidana seumur hidup KUHP Korea tetap memberikan ”keseimbangan” perlindungan antara perlindungan individu di
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
satu sisi dan perlindungan terhadap masyarakat di sisi lain. Adanya keseimbangan perlindungan tersebut dilihat dari adanya kemungkinan modifikasi atau perubahan terhadap pidana seumur hidup atas pertimbangan adanya perbaikan pada diri pelaku tindak pidana selama menjalani pidananya. Kemungkinan adanya modifikasi terhadap pidana seumur hidup dalam KUHP Korea diatur dalam Pasal 72 tentang parole (pelepasan bersyarat). Dalam ketentuan Pasal 72 KUHP Korea dinyatakan: ”(1) Seseorang yang menjalani pidana perampasan kemerdekaan atau penjara yang tingkah lakunya sudah menjadi baik dan telah memperlihatkan penyesalan yang sungguh-sungguh dapat dilepaskan sementara dengan suatu pertimbangan administrative jika ia telah menjalani sepuluh tahun pidana seumur hidup atau sepertiga dari masa pidana terbatas”. Apabila dibandingkan dengan kedua KUHP di atas, yaitu KUHP Jepang dan KUHP Filipina, maka ketentuan tentang pidana khususnya pidana seumur hidup dalam KUHP Korea merupakan ketentuan yang paling moderat. Hal ini terlihat bahwa untuk adanya pelepasan bersyarat pada pidana seumur hidup hanya mempersyaratkan 10 tahun yang bersangkutan menjalani pidananya dengan baik. Persyaratan lepas bersyarat untuk pidana terbatas dalam KUHP Korea jauh lebih moderat bila dibandingkan dengan persyaratan lepas bersyarat untuk pidana terbatas dalam kedua KUHP yang lain baik Jepang maupun Filipina bahkan termasuk KUHP di Indonesia. Dalam KUHP-KUHP tersebut persyaratan lepas bersyarat untuk pidana terbatas rata-rata mempersyaratkan telah menjalani setengah lebih dari pidananya. Berdasarkan komparasi terhadap beberapa negara di dalam merumuskan kebijakan tentang pidana seumur hidup dalam KUHP-nya tersimpul bahwa kebijakan tentang pidana seumur hidup yang ada dalam perundang-undangan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
pidana di Indonesia (KUHP) merupakan kebijakan yang paling kuno dan ketinggalan zaman. Ketertinggalan KUHP Indonesia dalam merumuskan kebijakan tentang pidana seumur hidup terlihat dari tidak adanya perlindungan terhadap individu (pelaku tindak pidana) yang tercermin dari tidak adanya kemungkinan modifikasi terhadap pidana seumur hidup sebagai katup pengaman untuk tetap memberikan perlindungan kepada individu pelaku tindak pidana. Dengan tidak adanya kemungkinan modifikasi terhadap pidana seumur hidup dalam KUHP yang berlaku di Indonesia menunjukkan bahwa tentang pidana seumur hidup dalam perundang-undangan pidana di Indonesia cenderung hanya diorientasikan pada perlindungan terhadap masyarakat sebagai refleksi atas fungsi pidana sebagai sarana untuk mencegah kejahatan dengan mengabaikan perlindungan terhadap individu.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
BAB III PENERAPAN PIDANA SEUMUR HIDUP TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA PASAL 340 KUHP (Studi Kasus No : 200/PID/2004/PT-MDN) A. Analisis Kasus 1. Kronologi Kasus Menimbang bahwa terdakwa telah diajukan di depan persidangan dengan dakwaan sebagai berikut : Primair : Bahwa terdakwa RIS IRIADI alias ARIK, pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2004, sekira pukul 10.00 WIB atau pada waktu lain tetapi masih dalam bulan Januari 2004, bertempat di areal Kebun Karet PT. Soeloeng Laoet Desa Sinah Kasih Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Deli Serdang atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli, dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain yaitu korban Joko Wibowo. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Pada hari Jumat tanggal 2 Januari 2004, malam hari sekitar pukul 01.00 WIB, terdakwa yang sedang tidur dirumahnya bermimpi dan dalam mimpinya ada yang mengatakan bahwa jika terdakwa mau mendapatkan 4 angka tebakan judi KIM (Toto Gelap), maka terdakwa harus mencari keluarga yang mempunyai anak laki-laki tunggal dan membunuhnya. Selanjutnya pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2004 sekitar pukul 09.00 WIB kembali terdakwa mengingat mimpinya terdahulu dan mengharapkan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
mimpinya akan terkabul lalu dengan menaiki sepeda dayung terdakwa mencari anak laki-laki tunggal didesanya seperti pesan dalam mimpinya tersebut. Sekitar pukul 09.10 WIB terdakwa sampai didepan warung Muchti di Dusun V Desa Pergulaan Kec. Sei Rampah dan terdakwa melihat 3 orang anak laki-laki yang diantaranya terdakwa mengenal Joko Wibowo yang merupakan anak lelaki tunggal dikeluarganya. Untuk memenuhi niatnya membunuh anak lelaki tunggal, lalu terdakwa membujuk korban Joko Wibowo dengan cara menawarkan burung jalak. Setelah korban Joko Wibowo menyatakan mau, selanjutnya dengan menaiki sepeda dayung masing-masing, terdakwa mengajak Joko Wibowo mengambil burung jalak ke tempat yang ia tunjukkan ke arah kebun karet. Sesampainya didaerah yang sunyi sekitar pukul 10.00 WIB di Areal kebun karet PT. Soeloeng Laoet di Desa Sinai Kasih Kec. Sei Rampah Kab. Deli Serdang terdakwa menghentikan sepeda dayungnya dan dibawah pohon karet dalam posisi saling berhadapan, lalu terdakwa melaksanakan rencananya membunuh Joko Wibowo dengan tangan kanannya dan tangan kirinya menutup mulut Joko Wibowo sehingga Joko Wibowo meronta-ronta dan lemas, lalu terdakwa membaringkan korban diatas tanah. Melihat korban Joko Wibowo masih bernafas kembali terdakwa mencekik leher korban dan menutup mulut dengan kedua tangannya. Setelah memastikan korban Joko Wibowo tidak bernafas lagi dan telah meninggal dunia lalu terdakwa menutupi tubuh korban dengan dan pisang dan daun pohon bendo. Karena mendengar ada orang mendatangi tempat tersebut lalu terdakwa melarikan diri. Kemudian sekitar pukul 10.30 WIB mayat Joko Wibowo
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
ditemukan yang selanjutnya oleh petugas Polsek Firdaus memeriksa mayat korban ke Rumah Sakit Pirngadi Medan., dari hasil Visum Et Repartum No. 05/I/IKK/VER 2004 tanggal 4 Januari 2004 yang dibuat oleh oleh Dr. HN. Syarif, SpF selaku dokter RS Pirngadi Medan, dalam kesimpulan pemeriksaannya menyatakan bahwa penyebab kematian Korban Joko Wibowo adalah mati lemas oleh karena terhalangnnya udara masuk kesaluran pernafasan dan paru-paru. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar pasal 340 KUHP. Subsidair : Bahwa terdakwa RIS IRIADI alias ARIK, pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2004, sekira pukul 10.00 WIB atau pada waktu lain tetapi masih dalam bulan Januari 2004, bertempat di areal Kebun Karet PT. Soeloeng Laoet Desa Sinah Kasih Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Deli Serdang atau setidaktidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli, dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain yaitu korban Joko Wibowo. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut : Pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2004 sekitar pukul 09.00 WIB terdakwa Ris Iriadi alias Irik bertemu dengan korban Joko Wibowo didepan warung Muchti di Dusun V Desa Pergulaan Kec. Sei Rampah. Lalu terdakwa mengajak Joko Wibowo mengambil burung jalak di Desa Sinai Kasih dan sesampainya di Areal Kebun Karet PT. Soeloeng Laoet Desa Sinai Kasih Kec. Sei Rampah sekitar pukul 10.00 WIB lalu terdakwa merasa tidak senang dengan Joko Wibowo dan saat itu pula terdakwa langsung mencekik leher Joko Wibowo
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dengan tangan kanannya dan tangan kiri terdakwa menutup mulut Joko Wibowo sehingga Joko Wibowo menjadi lemas dan tergeletak diatas tanah. Melihat korban masih bernafas selanjutnya terdakwa kembali mencekik leher korban dan menutup mulut korban dengan tangannya sehingga Joko Wibowo tidak bernafas lagi dan meninggal dunia. Untuk meghilangkan perbuatannya lalu terdakwa menutupi tubuh korban dengan daun pisang dan daun pohon bendo. Pada sekitar pukul 10.30 WIB mayat Joko Wibowo ditemukan
dan oleh petugas Polsek Firdaus dibawa untuk
dilakukan pemeriksaan mayat ke Rumah Sakit Pirngadi Medan. Dari hasil pemeriksaan menyatakan bahwa penyebab kematian korban
Joko Wibowo
disebabkan mati lemas oleh karena terhalangnya udara masuk ke saluran pernafasan
dan
paru-paru,
sebagaimana
Visum
Et
Repertum
No.
05/I/IKK/VER/2004 tertanggal 4 Januari 2004 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. HN. Syarif, SpF selaku dokter Rumah Sakit Pirngadi Medan. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar pasal 338 KUHP.
2. Unsur-Unsur Pasal 340 KUHP Pembunuhan dengan rencana lebih dahulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana, adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia. Pembunuhan berencana terdiri dari pembunuhan dalam arti Pasal 338 ditambah adanya unsur dengan direncanakan terlebih dahulu. Ancaman pidana pada pembunuhan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
berencana lebih berat jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 maupun 339, diletakkan pada adanya unsur direncanakan terlebih dahulu itu. Mengenai pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 340 KUHP yang rumusannya adalah : ”Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun” Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur : 40 a. Unsur Subjektif: 1) Dengan sengaja 2) Dan dengan direncanakan terlebih dahulu; b. Unsur Objektif 1) Perbuatan : menghilangkan nyawa orang lain. Mengenai unsur ”dengan sengaja”, dikenal dan dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : 41 a) Kesengajaan sebagai maksud b) Kesengajaan sebagai kepastian c) Kesengajaan sebagai kemungkinan Mengenai unsur dengan ”rencana terlebih dahulu”, pada dasarnya mengandung 3 syarat/unsur, yaitu : 42 a) Memutuskan kehendak dalam suasana tenang;
40 41 42
Adami Chazawi, Op, cit, hal. 81. Ibid, hal. 69. Ibid, hal. 82.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
b) Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak; c) Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang; Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana (batin) yang tenang. Suasana (batin) yang tenang, adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Sebagai indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk membunuh itu, telah dipikirkan dan dipertimbangkan untung dan ruginya. Pemikiran dan pertimbangan seperti ini hanya dapat dilakukan apabila ada dalam suasana tenang sebagaimana waktu ia memikirkan dan mempertimbangkan dengan mendalam itulah ia akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat. Sedangkan perbuatannya tidak diwujudkan ketika itu. Ada tenggang waktu yang cukup, antara sejak timbulnya/diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendakknya itu. Waktu yang cukup ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku. Tidak terlalu singkat karena jika terlalu singkat tidak mempunyai kesemlpatan lagi untuk berpikir-pikir,
karena
tergesa-gesa,
waktu
yang
demikian
sudah
tidak
menggambarkan suasana yang tenang. Begitu juga tidak boleh terlalu lama. Sebab bila terlalu lama tidak lagi menggambarkan ada hubungan antara pengambilan putusan kehendak untuk membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Dalam tenggang waktu itu masih tampak adanya hubungan antara pengambilan putusan kehendak dengan pelaksanaan pembunuhan. Sebagai adanya hubungan itu, dapat dilihat dari indikatornya bahwa dalam waktu itu a. dia masih sempat untuk menarik kehendaknya membunuh b. bila kehendaknnya sudah bulat, ada waktu yang cukup untuk memikirkan misalnya bagaimana cara
dan dengan alat apa melaksanakannya,
bagaimana cara untuk menghilangkan jejak, untuk menghindari dari tanggung jawab, punya kesempata untuk memikirkan rekayasa. Mengenai adanya cukup waktu, dalam tenggang waktu mana ada kesempatan untuk memikirkan dengan tenang untung ruginya pembunuhan itu dan lain sebagainya, sebagaimana diterangkan diatas, dapat dilihat dalam suatu arrest HR (22-3-1909) yang menyatakan bahwa ”untuk dapat diterimanya suatu rencana terlebih dahulu, maka perlu adanya suatu tenggang waktu pendek atau panjang dalam mana dilakukan pertimbangan dan pemikiran yang tenang. Pelaku harus dapat memperhitungkan makna dan akibat-akibat perbuatannya, dalam suatu suasana kejiwaan yang memungkinkan untuk berpikir” Mengenai syarat yang ketiga, berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana (batin) yang tenang. Bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banayak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya. Tiga unsur/syarat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah/terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu. Mengenai unsur menghilangkan ”nyawa orang lain”, pada dasarnya perbuatan menghilangkan nyawa orang lain ini mengandung unsur: 43 a) Adanya wujud perbuatan tertentu; b) Adanya kematian orang lain (hilangnya nyawa) c) Adanya hubungan kausalitas antara wujud perbuatan dengan kematian orang lain. Di dalam kasus pembunuhan berencana ini di dalam Putusan No : 200/PID/2004/Pt-MDN terdakwa RIS IRIADI alias ARIK didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan Subsidaritas yaitu Primair melanggar pasal 340 KUHP, Subsidair yaitu melanggar pasal 338 KUHP. Karena terdakwa dituntut Penuntut Umum dengan dakwaan subsidaritas, maka Majelis Hakim akan terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan Primair yaitu pasal 340 KUHP dan apabila terbukti maka dakwaan Subsidair tidak akan dipertimbangkan lagi. Adapun unsur-unsur pasal 340 KUHP adalah terdiri dari : i. Barang Siapa; ii. Dengan Sengaja Menghilangkan Nyawa Orang Lain; iii. Dengan Direncanakan Lebih Dahulu; Unsur Barang Siapa : Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan ”Barang Siapa” adalah setiap orang atau subjek hukum pidana yang dihadapkan didakwa kedepan persidangan karena diduga telah melakukan perbuatan pidana.
43
Ibid, hal. 90.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta yang terungkap dipersidangan ternyata bahwa subjek hukum yang dihadapkan dan didakwa telah melakukan suatu tindak pidana tersebut adalah subjek hukum yang identitasnya diuraikan didalam dakwaan Penuntut Umum. Menimbang, bahwaselama pemeriksaan berlangsung terdakwa, adalah subjek hukum yang dipandang cakap dan mampu untuk mempertanggung jawabkan akibat perbuatan yang didakwakan kepadanya menurut hukum pidana. Maka berdasarkan pertimbangan tersebut menurut Majelis Hakim unsur ini telah terpenuhi dan terbukti. Unsur Dengan Sengaja Menghilangkan Nyawa Orang Lain : Menimbang,bahwa pada hari Kamis, tanggal 1 Januari 2004 sekitar pukul 22.00 WIB, sepulangnya terdakwa dari Suhu (Dukun) untuk mencari nomor Toto Gelap (Togel) terdakwa bermimpi bahwa untuk mendapatkan 4 (empat) angka nomor judi Toto Gelap, tedakwa harus terlebih dahulu membunuh anak laki-laki tunggal. Mrnimbang, bahwa untuk mewujudkan impiannya, pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2004, terdakwa seolah mendapat bisikan agar mimpinya untuk mendapatkan 4 (empa) angka nomor judi Togel dapat segera dilaksanakan, kemudian terdakwa dengan menaiki sepeda berkeliling di kampungnya Desa Pergulaan, Kecamatan Sei Rampah, untuk mencarianak laki-laki tungal, kemudian sekitar jam 09.00 WIB, tepatnya di depan warung wak Muchti terdakwa menemui korban Joko Wibowo, yang sedang bermain-main dengan kawan-kawannya : Nanda, Frasetia, Rimbo Tanatu Sitorus, saksi Adi.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Menimbang, bahwa setelah bertemu dengan korban terdakwa mengatakan kepada korban ”apakah mau burung jalak” dan dijawab oleh Joko Wibowo ”mau”, selanjutnya terdakwa mengajak korban mengambilnya, dan dengan menaiki sepeda masing-masing terdakwa di depan, membawa korban menuju kebun karet Sinai Kasih yang berjarak kira-kira 1 kilometer dari warung wak Muchti.menimbang, bahwa setelah lebih kurang 15 (lima belas) menit terdakwa dan korban tiba di lokasi kebun karet Sinai Kasih, kemudian terdakwa dan korban sama-sama meletakkkan sepeda masing-masing dan kemudian kurang 110 meter dari tempat sepeda diletakkan terdakwa langsung mencekik leher korban dan mendorongnya, dan setelah korban tergeletak terdakwa menutup mulut dan hidung korban dengan tangan kiri selama lebih kurang 15 (lima belas) menit hingga korban lemas dan tidak bergerak, kemudian terdakwa menutupi tubuh korban dengan daun pisang dan daun bendo, namun beberapa menit kemudian korban bergerak lagi, selanjutnya terdakwa kembali mencekik dan menutup mulut dan hidung korban hingga korban benar-benar tidak bergerak dan mati. Menimbang, bahwa secara tiba-tiba terdengar bunyi tong penders karet, alalu terdakwa segera meninggalkan tempat kejadian dan pulang ke kampung, dan setibanya di kampung terdakwa meminjam sepeda motor saksi Darwisyah alias Idar dan pergi ke Dolok Masihul dan baru keesokan harinya terdakwa diketahui telah telah ditemukan oleh keluarga di Sei Rampah, dan kemudian diserahkan ke pihak kepolisian Sei Rampah. Menimbang, bahwa sekitar pukul 10.30 WIB, penderes karet (saksi Jasmin) menemukan korban ditutupi daun bendo dan daun pisang kering di lokasi areal kebun karet Sinai Kaih dan oleh saksi, kejadian dilaporkan ke atasannya dan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
kemudian bersama warga dan pihak kepolisian sektor Sei Rampah ke RSU Dr. Pirngadi Medan untuk di Visum, dan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, sesuai Visum Et Repertum No :05/IKK/VER/2004 tertanggal 4 Januari 2004, ternyata penyebab kematian korban Joko Wibowo adalah disebabkan mati lemas karena terhalangnya udara masuk ke saluran pernafasan dan paru-paru. Menimbang, bahwa selain pemeriksaan mayat korban, adalah juga dilakukan pemeriksaan cairan lambung dari korban Joko Wibowo, di laboratorium Kriminalistik Polri cang Medan, dan dari hasil pemeriksaan yaitu Berita Acara No : LAB : 27/KTF/I/2004 tertanggal 12 Januari 2004, dapat diketahui bahwa dalam cairag lambung korban tidak ditemui bahan aktif pestisida arsen dan chyanida. Menimbang, bahwa ternyata keterangan saksi-saksi, bahwa saksi korban Joko Wibowo, telah dikebumikan pada hari senin tanggal 5 Januari 2004, di kampungnya Desa Pergulaan Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Deli Serdang. Menimbang, bahwa dari rangkaian pertimbangan diatas, menurut pengadilan bahwa tindakan terdakwa yang telah berhasil mengajak korban Joko Wibowo, mencari burung jalak, kemudian membawanya ke areal kebun karet Sinai Kasih dan selanjutnya dengan cara mencekik leher dan menutup mulut dan lubang hidung korban selama 15 menit dan perbuatan serupa diulang lagi karena korban masih bergerak, adalah menjadi penyebab korban mati lemas (meninggal) karena terhalangnya masuk udara ke paru-paru melalui saluran pernafasan mulut dan hidung korban dan untuk menghilangkan jejak perbuatannya terdakwa menutupi korban dengan daun bendo dan daun pisang kering, setelah itu terdakwa pergi meninggalkan tempat kejadian, adalah merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yaitu korban Joko
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Wibowo, sebagaimana dimaksud dalam pembuktian unsur ini, maka dengan demikian unsur ini juga telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum. Unsur Dengan Direncanakan Lebih Dahulu : Menimbang, bahwa sebagaimana dipertimbangkan diatas bahwa terdakwa telah terbukti dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain yaitu matinya korban Joko Wibowo, maka selanjutnya akan dipertimbangkan apakah perbuatan terdakwa tersebut dilakukan dengan cara direncanakan terlebih dahulu atau tidak, Pengadilan mempertimbangkannya sebagai berikut : Menimbang, bahwa dari rangakaian fakta-fakta yang diperoleh di persidangan ternyata bahwa keinginan terdakwa untuk mendapatkan 4 (empat) angka nomor judi Toto Gelap (Togel), apabila telah berhasil membunuh anak lakilaki tunggal, pada hari Minggu tanggal 4 Januari 2004, terdakwa seolah mendapat bisikan untuk merealisasi perintah mimpinya membunuh anak laki-laki tunggal, kemudian dengan menaiki sepeda miliknya terdakwa berkelilingdi sekitar kampungnya Desa Pergulaan untuk mencari naka laki-laki yang diinginkannya, dan pada kira-kira pukul 09.00 WIB, terdakwa berhasil menemukan korban Joko Wibobo, sedang bermain dengan kawan-kawannya di depan warung wak Muchti, kemudian tanpa ragu-ragu terdakwa menawarkan kepada korban dengan mengatakan apa mau burung jalak ? lalu dijawab korban mau, selanjutnya terdakwa mengajak korban mengambilnya, dan dengan menaiki sepeda masingmasing terdakwa membawa korban menuju areal Sei Rampah tepanya ke areal Kebun Karet Sinai Kasih yang jaraknya lebih kurang 1 Kilometer dari warung wak Muchti dan ditempuh selam lebih kurang 15 (lima belas) menit dengan menaiki sepeda.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Menimbang, bahwa setibanya di tempat kejadian perkara (TKP) yaitu di areal Kebun Karet Sinai Kasih, terdakwa dan korban masing-masing meletakkan sepedanya, dan lebih kurang jaraknya 110 (seratus sepuluh) meter dari tempat sepeda diletakkan, terdakwa langsung mencekik leher korban dengan tangan kanan dan menutup mulut dan hidung dengan tangan kiri hingga korban tergeletak dan seteleh kurang 15 (lima belas) menit terdakwa mencekik dan menutup mulut dan hidung korban, korban lemas dan tidak bergerak, kemudian terdakwa menutupi tubuh korban dengan daun bendo dan daun pisang kering, namun beberapa menit kemudian tubuh korban bergerak, lalu terdakwa kembali mencekiknya dan menutup mulut serta hidung, hingga korban benar-benar tidak bergerak lagi dan mati, selanjutnya terdakwa meninggalkan tempat kejadian. Menimbang, bahwa dari rangkaian pertimbangan-pertimbangan di atas, menurut Pengadilan bahwa dari sejak timbulnya niat terdakwa yakni mulai pagi hari mingu 4 Januari 2004, kemudian berkeliling di sekitar kampunnya Desa Pergulaan untuk mencari korban, dan menemukan korban sedang bermain di depan warung wak Muchti kemudian mengajaknya mengambil burung jalak ke tempat kejadian perkara yaitu areal kebun karet Sinak Kasih yang jaraknya lebih kurang 1 kilometer dari warung wak Muchti, dan tempat kejadian perkara (TKP) tersebut adalah tempat sunyi dan jauh dari pemukiman penduduk dan selanjutnya di tempat kejadian perkara (TKP) terdakwa telah melaksanakan niatnya menghabisi nyawa korban dengan cara mencekik dan menutup mulut dan hidung korban hingga korban mati, adalah wujud dari suatu tindakan/perbuatan yang direncanakan terlebuh dahulu, dan rangkaian tindakan terdakwa dari awal hingga selesainya perbuatan yang dilakukan adalah sekaligus merupakan pencerminan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dari cara terdakwa yang dipikirkan secara matang untuk mewujudkan niatnya maka dengan demikian unsur ini telah terpenuhi dan terbukti menurut hukum.
3. Putusan Hakim Jika segala acara pemeriksaan pada tahap persidangan telah selesai, hakim ketua sidang menyatakan bahwa pemeriksaan dinyatakan ditutup, dengan ketentuan dapat membukanya sekali lagi, baik atas kewengangan hakim ketua sidang karena jabatannya, maupun atas permintaan penuntut umum atau terdakwa atau penasehat hukum dengan memberikan alasan. Sesudah pemeriksaan dinyatakan ditutup, hakim mengadakan musyawarah terakhir untuk mengambil keputusan dan apabila perlu musyawarah itu diadakan setelah terdakwa, saksi, penasehat hukum, penuntut umum dan hadirin meninggalkan ruangan sidang. Dalam musyawarah majelis hakim dalam perkara biasa sedapat mungkin merupakan permufakatan bulat. Jika permufakatan bulat tidak tercapai maka putusan diambil dengan suara terbanyak, jika suara terbanyak tidak tercapai maka yang dipakai adalah yang paling menguntungkan terdakwa. Kesepakatan dalam mengambil keputusan sebaiknya didahulukan pendapat dari seorang hakim anggota menurut urutan umur paling muda, seterusnya diikuti oleh hakim anggota lainnya dengan maksud agar hakim yang senior tidak dapat mempengaruhi dalam memilih keputusan yang dianggap baik. Setiap keputusan hakim adalah merupakan salah satu dari tiga kemungkinan 1. Putusan penghukuman (pemidanaan) Menimbang. bahwa putusan ini merupakan akibat yang timbul atas perbuatan yang telah dilakukan dengan
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
sengaja dan direncanakan lebih dulu oleh Terdakwa, dengan kata lain menjawab pertanyaan : apakah perbuatan Terdakwa yang telah memenuhi unsur perbuatan pidana dengan dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu tersebut
telah
mengakibatkan
hilangnya
jiwa
atau
matinya
orang
lainMenimbang. bahwa unur ini merupakan akibat yang timbul atas perbuatan yang telah dilakukan dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu oleh Terdakwa, dengan kata lain menjawab pertanyaan : apakah perbuatan Terdakwa yang telah memenuhi unsur perbuatan pidana dengan dengan sengaja dan direncanakan lebih dulu tersebut telah mengakibatkan hilangnya jiwa atau matinya orang lain Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana (pasal 193 (1) KUHAP) 2. Putusan bebas (Vrijspraak) Menurut pasal 191 (1) KUHAP, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. 3. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum Menurut pasal 191 (2) KUHAP, jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
a) Putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli (Putusan No : 53/PID.B/2004/PN-TTD) Terdakwa telah diajukan didepan persidangan dengan dakwaan, Primair melanggar Pasal 340 KUHP dan Subsidair melanggar Pasal 338 KUHP. Penuntut Umum mengajukan tuntutan agar pengadilan : 1. Menyatakan terdakwa RIS IRIADI alias ARIK, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Pembunuhan Berencana”, sebagaimana dakwan Primair Pasal 340 KUHP. 2. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan dan menetapkan agar terdakwa tetap ditahan. 3. Menetapkan agar barang bukti berupa : a. 1 (satu) unit sepeda BMX warna merah dan (satu) pasang sandal anak lelaki dikembalikan kepada keluarga korban yakni saksi Sutrisno alias Sutris. b. 1 (satu) potong baju kaos warna hijau dikembalikan kepada saksi Jasmin c. 1 (satu) unit sepeda sport warna biru, 3 (tiga) lembar daun pohon bendo dan 11 (sebelas) lembar daun pisang dirampas untuk dimusnahkan. 4. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000.(seribu rupiah). Di dalam perkara pembunuhan berencana ini terdakwa RIK IRIADI alias ARIK oleh majelis hakim dikenakan putusan berupa penghukuman (pemidanaan) yaitu pidana seumur hidup karena terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap korban
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Joko Wibowo dengan cara mencekik leher dan menutup mulut korban, perbuatan ini dilakukan terdakwa pada tanggal 4 Januari 2004 sekitar pukul 10.00WIB di areal kebun karet PT.Soeloeng Laoet di Desa Sinai Kasih Kec. Sei Rampah Kab. Deli Serdang.
b) Putusan Pengadilan Tinggi Medan (Putusan No : 200/PID/2004/PTMDN) Terdakwa diajukan dalam perkara tingkat banding berdasarkan penetapan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Medan tanggal 14 Juni 2004. Di dalam perkara ini majelis hakim memberikan putusan menerima permintaan banding dari terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum, serta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli Nomor : 53/PID.B/2004/PN-TTD yang dimintakan pembanding tersebut.
B. Alasan Hakim Memberikan Putusan Pidana Seumur Hidup Pertimbangan
hakim
dalam
menjatuhkan
putusan
secara
umum
menunjukkan kesesuaian dengan kategori perbuatan pidana yang telah diatur pada pasal yang didakwakan. Dalam kasus pembunuhan berencana No : 200/PID/2004/PT-MDN dengan terdakwa RIS IRIADI alias Arik, putusan yang diberikan majelis hakim sudah cukup sesuai, terdakwa RIS IRIADI alias ARIK oleh Jaksa Penuntut Umum dituntut dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun, dikurangi selama terdakwa dalam masa penahanan, tetapi oleh Majelis Hakim diberikan hukuman ”Pidana Seumur Hidup” karena menurut majelis hakim tidak ada hal-hal yang
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
dapat meringankan hukuman terdakwa malah sebaliknya banyak sekali hal-hal yang memberatkan terdakwa. Dalam penjatuhan Pidana Seumur Hidup atas diri terdakwa turut dipertimbangkan keadaan yang memberatkan dan keadaan yang meringankan dalam menjatuhkan putusan : Keadaan yang memberatkan : 1. Akibat perbuatan terdakwa orang tua laki-laki dari korban menjadi stress; 2. Perbuatan terdakwa dilakukan terhadap anak kecil yang tidak berdosa; 3. Korban satu-satunya anak laki-laki dari keluarga saksi Sutrisno alias Sutris; 4. Perbuatan dilakukan karena dorongan keinginan untuk mendapatkan angka Toto Gelap; 5. Terdakwa memberikan keterangan dipersidangan dalam keadaan yang sangat tenang; 6. Terdakwa melakukan perbuatan semata-mata untuk memenuhi keinginannya bermain judi dalam mendapatkan 4 angka judi Togel; 7. Tidak adanya usaha yang sungguh dari keluarga terdakwa untuk berdamai dengan keluarga korban dalam pemulihan hubungan yan sudah terganggu akibat perbuatan terdakwa; 8. perbuatan terdakwa dilakukan terhadap anak kecil yang dikenalnya dengan baik dan bertetangga dengan terdakwa. Keadaan yang meringankan : 1. Tidak ditemui Menimbang, bahwa selain dari keadaan yang memberatkan diatas, menurut hemat Pengadilan bahwa tindakan pidana yang dilakukan terdakwa
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
adalah juga termasuk kejahatan yang ditujukan terhadap kemanusiaan (Crime Against
Humanity)
dan
merupakan
pembunuhan
karakter
(Character
Assassination) bagi keluarga korban karena selain tindak pidana tersebut dilakukan atas dasar Motive yang illegal dan irrasional, perbuatan terdakwa telah pula mencederai ketentraman hati warga dan tatanan hubungan pergaulan masyarakat beradab di lingkungan Desa Pergulaan Kecamatan Sei Rampah, tempat terdakwa dibesarkan. Maka atas dasar pertimbangan tersbut pemidanaan yang akan dijatuhkan atas diri terdakwa adalah sebagai pembatasan hidup terdakwa
dengan
mendapatkannya
sebagai
warga
binaan
di
Lembaga
Pemasyarakatan selama hidupnya agar dapat belajar dan berpikir rasional dalam memperbaiki dirinya. Dan disisi lain pemidanaan terdakwa adalah juga diharapkan menjadi terapi pembelajaran bagi warga masyarakat bahwa dalam memenuhi keinginannya tidak bertindak sekehendak hatinya tanpa mengindahkan norma-norma hukum yang ada sehingga dengan demikian dapat tercipta tatanan masyarakat yang beradab dan sadar hukum sebagai warga negara yang baik Tetapi selain hal-hal yang memberatkan maupun hal-hal yang meringankan,
dalam
mengambil
suatu
keputusan
majelis
hakim
juga
mempertimbangkan pada latar belakang terjadinya tindak pidana baik dari diri pelaku dan korban, latar belakang lingkungan pelaku dan korban serta catatan tentang riwayat hidup pelaku maupun korban.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Ketentuan-ketentuan yang memuat pidana seumur hidup secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : a) Ketentuan-ketentuan pidana seumur hidup dalam KUHP Di dalam KUHP terdapat 8 kelompok kejahatan yang diancam dengan pidana seumur hidup, yaitu : 1) Terhadap keamanan negara, Pasal 104, 106, 107 (2), 111 (2), 124 (2), 124 (3); 2) Terhadapa negara, Pasal 140 (3); 3) Membahayakan kepentingan umum, Pasal 187 ke-3, 198 ke-2, 200 ke-3, 202 (2), 204 (2); 4) Terhadap nyawa, Pasal 339, 340; 5) Pencurian, Pasal 365 (4) 6) Pemerasan dan pengancaman, Pasal 368 (2); 7) Pelayaran, Pasal 444; 8) Penerbangan, Pasal 479 sub b, 479 k (1) (2), 479 o (1) (2). b) Ketentuan-ketentuan pidana seumur hidup dalam perundang-undangan di luar KUHP Ketentuan-ketentuan pidana seumur hidup di luar KUHP, terdapat pada 4 undang-undang, yaitu : 1) UU No. 12/Drt/ 1951 tentang senjata api, Pasal 1 (1); 2) UU No. 5/1997 tentang psikotropika, Pasal 59 (2);
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
3) UU No.22/1997 tentang narkoba, Pasal 80 (1) sub a, 80 (2) sub a, 80 (3) sub a, 81 (3) sub a, 82 (1) sub a, 82 (2) sub a, 82 (3) sub a, 87; 4) UU No. 31/1999, Pasal 2 (1), 3, 15, 16. 2. Dalam Pasal 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana, barang siapa yang melakukan pembunuhan berencana dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama waktu tertentu yaitu 20 tahun. Tetapi di dalam Putusan No : 200/PID/2004/PT-MDN terdakwa RIS IRIADI alias ARIK oleh majelis hakim dikenakan putusan berupa pemidanaan yaitu pidana seumur hidup. Alasan hakim memberikan putusan pidana seumur hidup karena dalam tuntutannya penuntut umum hanya menuntut agar terdakwa dihukum selama 17 tahun. Tetapi karena menurut hakim terdapat banyak hal yang memberatkan terdakwa dan tidak ada hal yang meringankan maka hukuman terdakwa lebih berat dari tuntutan penuntut umum yaitu pidana penjara seumur hidup. B. Saran 1. Agar pemerintah segera memperbaiki/merumuskan kembali pengaturan tentang pidana seumur hidup, karena masih banyak pengaturan mengenai pidana seumur hidup yang belum jelas pengaturannnya dan ketidakjelasan tersebut bisa menimbulkan kebingungan di dalam masyarakat mengenai pidana penjara seumur hidup. 2. Agar judi Toto Gelap (Togel), yang menjadi latar belakang pembunuhan berencana terdakwa RIK IRIADI alias ARIK tetap dijaga agar tidak diadakan lagi sehingga kejadian yang sama (pembunuhan berencana) tidak terulang lagi.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA Bassar, M. Sudrajat, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Dalam KUHP, Remadja Karya, Bandung, 1986. Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Chibro, Soufnir, Seri KUHP Negara-Negara Asing KUHP Jepang (terjemahan), Ghalia Indonesia, Jakarta,1988. --------, Soufnir, Seri KUHP Negara-Negara Asing KUHP Filipina (terjemahan), Ghalia Indonesia, Jakarta, 988. --------, Soufnir, Seri KUHP Negara-Negara Asing KUHP Republik Korea (terjemahan), Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988. Hamzah, Andi, Perkembangan Hukum Pidana Khusus, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. ---------, Andi, Delik-Delik Tersebar Di Luar KUHP Dengan Komentar, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992. ---------, Andi, Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993. Kanter, E. Y. dan S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2002. Lamintang, Hukum Penitensia Indonesia, Armico, Bandung, 1986. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1985. Muladi, dan Barda Nawawi Arief, Teori-Toeri Dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992,
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008
Nawawi Arief, Barda, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1986. --------- Arief, Barda, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1996. Priyatno, Widya, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Jakarta, 2005. Purnomo, Bambang, Potensi Kejahatan Korupsi Di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1983. Saleh, Roeslan, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1987. Samosir, Djisman, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Binacipta, Bandung, 1992. Tongat, Pidana Seumur Hidup Dalam Sistem Hukum Pidana Di Indonesia, UMM Press, Malang, 2005. Usfa, A. Fuad dan Tongat, Pengantar Hukum Pidana, UMM Press, Malang 2004.
Philip Behalker Sitorus : Pidana Seumur Hidup Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan : 200/PID.2004/PT-MDN), 2008 USU Repository © 2008