BAB III BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
Saksi dan korban dalam mengungkapkan suatu tindak pidana, rentan sekali mendapatkan acaman yang membahayakan diri, keluarga maupun harta bendanya yang bisa saja mempengaruhi keterangan di persidangan. Dengan adaya ancaman yang ditujukan terhadap saksi dan korban, maka sudah sepatutnya saksi dan korban mendapatakan perlindungan. Perlindungan saksi dan korban ini bertujuan memberikan rasa aman terhadap saksi dan korban dalam memberikan keterangan dalam setiap proses peradilan pidana. Perlindungan yang diberikan kepada diri saksi dan korban tentunya berdasarkan asas - asas yang sesuai dengan undang - undang Perlindungan Saksi dan korban yaitu : 1.
Penghargaan atas harkat dan martabat manusia
2.
Rasa aman
3.
Keadilan
4.
Tidak diskriminatif
5.
Kepastian hukum Asas - asas tersebut harus dapat tercermin dan dapat diadopsi dalam isi
pasal-pasal Undang-undang Perlindungan Saksi dan korban tersebut, asas-asas tersebut harus dapat dipegang ataupun dipatuhi. Hakikat dari asas-asas tersbut memberi penghargaan atas harkat dan martabar manusia, karena saksi dan korban
24 Universitas Sumatera Utara
25
pada hakikatnya pun memiliki harkat dan martabat yang harus dilindungi dan diperhatikan. Pada prinsipnya perlindungan akan hak - hak seseorang sebagai saksi telah diakomodasikan dalam KUHAP, tetapi mengingat jenis tindak pidana yang semakin beragam dan menimbulkan efek atau akibat bagi keselamatan jiwa dari saksi/korban atau keluarganya, sehingga ada hal - hal khusus yang diatur . Perlindungan khusus bagi saksi atau pelapor diberikan Negara untuk mengatasi kemungkinan ancaman yang sangat besar. Saksi pelapor tindak pidana memerlukan perlindungan khusus karena tidak semuanya menghadapi ancaman. Perlindungan khusus menurut Undang - Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban terdapat dalam Pasal 5. Perlindungan khusus ini meliputi juga perlindungan terhadap harta kekayaan si pelapor bahkan keluarganya. Perlindungan saksi yang diatur diluar KUHAP sebagaimana diatur dalam Bab II Pasal 5 Undang - Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 menyebutkan : 11 1. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya KUHAP, tidak ada satu pasal pun yang secara khusus ditujukan untuk memberikan perlindungan atas keselamatan dan keamanan saksi dan keluarganya. Akan tetapi, beberapa pasal yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan orang dapat didayagunakan (potensial) juga untuk 11
Undang - Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban terdapat dalam Pasal 5 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
26
melindungi saksi, walaupun dengan ancaman pidana yang sama dengan apabila ditujukan terhadap orang lain yang bukan saksi perkara pidana. Pasal - pasal potensial dimaksud antara lain: a. Pasal 170 KUHP, yang berbunyi: (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang bersalah diancam: a. Dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan
barang
atau
jika
kekerasan
yang
digunakan
mengakibatkan luka - luka; b. Dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; c. Dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. Konteks perlindungan terhadap saksi dalam pasal ini, baik secara preventif maupun represif, dapat melindungi keselamatan saksi dan barang - barang miliknya dari kejahatan kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan tenaga bersama, baik berkaitan dengan kesaksian yang akan, telah, atau mungkin akan diberikannya atas suatu tindak pidana.
Universitas Sumatera Utara
27
2. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan Keberadaan saksi dalam suatu proses persidangan sangatlah penting sebagai salah satu pertimbangan dalam membantu proses perkara yang sedang berjalan di persidangan. Keberadaan saksi tersebut menimbulkan tekanan tersendiri yang mengakibatkan keterangan saksi memerlukan perlindungan dan dukungan keamanan hingga proses perkara putus di persidangan. Keterangan saksi menjadi salah satu cara majelis hakim, jaksa penuntut umum melihat dan menimbang serta hakim yang memutuskan dapat bersikap adil dan bijaksana. 3. Memberikan Keterangan tanpa Tekanan Salah satu aspek perlindungan hukum warga negara Indonesia adalah kebebasan beraktifitas dan berbicara sesuai fakta kebenaran atas sesuatu serta bertanggungjawab dihadapan hukum, sehingga hak dan kewajiban asasi manusia dalam hidup dan kehidupan di muka bumi ini merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa, yang perwujudannya tidak dapat dihilangkan oleh dan sesama umat manusia. 12 Tindak pidana kemanusiaan adalah seperangkat ketentuan peraturan yang bertujuan untuk memberikan sanksi akibat tindakan hukum seseorang yang terbukti telah menghapus dan mengurangi kepastian perlindungan serta penegakan hak asasi manusia. Salah satu jenis tindak pidana kemanusiaan adalah diskriminasi dan ancaman keamanan fisik maupun psykhologi atas diri dan keluarga serta harta benda termasuk penghasilan terhadap Saksi dan Korban yang terkait dengan keterangan yang sedang akan atau telah diberikan dalam http://asa-keadilan.blogspot.co.id/2014/12/tindak-pidana-bidang-perlindungansaksi.html (diakses tanggal 13 Oktober 2015) 12
Universitas Sumatera Utara
28
pengungkapan kebenaran kasus pidana atau dalam proses Peradilan Pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 43, Undang - Undang Nomor : 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Ketentuan mana merupakan ketentuan yang bersifat operatif dan implementatif serta korelatif kaitannya dengan Undang - Undang Nomor : 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta Undang - Undang lainnya yang meliputi tindak pidana diskriminasi ras dan etnis serta tindak pidana perdagangan orang; sistim peradilan pidana anak ; Perlindungan dimaksud adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian Bantuan untuk memberikan rasa Aman kepada Saksi dan atau Korban, yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (Pasal 1 angka 8, Undang - Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban). 4. Mendapat Penerjemah Pasal 167 RUU KUHAP dinyatakan bahwa Jika terdakwa atau saksi tidak memahami atau tidak bisa berbahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. Dengan catatan bahwa Dalam hal jika seseorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara, maka yang bersangkutan dilarang menjadi juru bahasa dalam perkara itu. Pasal 168 RUU KUHAP juga dinyatakan bahwa jika terdakwa atau saksi bisu, tuli, atau tidak dapat menulis, hakim ketua sidang mengangkat orang yang pandai bergaul dengan terdakwa atau saksi tersebut sebagai penerjemah. Namun Jika terdakwa atau saksi bisu atau tuli tetapi dapat menulis, hakim ketua sidang
Universitas Sumatera Utara
29
menyampaikan semua pertanyaan atau teguran secara tertulis kepada terdakwa atau saksi tersebut untuk diperintahkan menulis jawabannya dan selanjutnya semua pertanyaan serta jawaban harus dibacakan. Hak penerjemahan bagi saksi yang diatur diatas masih sangat terbatas, RUU KUHAP hanya menegaskan bahwa Hak penerjemah bagi saksi korban hanya di berikan terbatas dalam ruang - ruang persidangan. Padahal keterangan saksi korban juga penting dalam tahap penyidikan atau pra penuntutan. Dalam banyak kasus justru dalam tahap-tahap tersebut akses saksi korban atas penerjemahan yang layak tidak diberikan oleh aparat penegak hukum. Demikian pula akses saksi korban dalam Pasal 168 RUU KUHAP yang penekanannya masih di ruang persidangan. Oleh karena itu rancangan KUHAP harus memperluas akses penerjemah ini tidak hanya dalam ruang lingkup persidangan namun juga dalam lingkup penyidikan atau pra penuntutan 5. Bebas dari Pertanyaan yang Menjerat Pasal 155 RUU KUHAP dinyatakan bahwa Pertanyaan yang bersifat menjerat dilarang diajukan kepada saksi atau ahli, atau kepada terdakwa. Dalam penjelasan Pasal 155RUU KUHAP diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “pertanyaan yang bersifat menjerat” misalnya hakim dalam salah satu pertanyaan menyebutkan suatu tindak pidana yang tidak diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah - olah diakui atau dinyatakan. Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan kepada terdakwa ataupun kepada saksi.
Universitas Sumatera Utara
30
Ketentuan ini sesuai dengan prinsip bahwa keterangan terdakwa atau saksi harus diberikan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan. Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan hakim, penuntut umum, atau penasihat hukum tidak boleh melakukan tekanan dengan cara apapun, misalnya dengan mengancam yang mengakibatkan terdakwa atau saksi memberikan keterangan hal yang berbeda dari hal yang dapat dianggap sebagai pernyataan pemikirannya yang bebas. 6. Informasi Perkembangan Kasus Pemberian informasi kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan proses penyelidikan dan pemeriksaan tindak pidana yang dialami oleh korban, pemberian informasi ini memegang peran yang sangat penting dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi inilah diharapkan fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja kepolisian dapat berjalan dengan baik. 7. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan Seorang saksi dalam memberikan kesaksian harus mendapat informasi mengenai putusan pengadilan. 8. Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan Pemberian informasi terhadap terpidana apabila warga binaan akan segera bebas terhadap perkara yang sedang dijalani maka hak dari warga binaan mengajukan Pembebasan bersyarat (PB) sebagai salah satu cara pengajuan masa tahanan, sehingga warga binaan memerlukan penjamin sebagai salah satu syarat dalam pengajuan Pembebasan bersyarat bilamana warga binaan tersebut melakukan kembali tindak pidana di luar Lapas.
Universitas Sumatera Utara
31
9. Dirahasiakan identitasnya Saksi dalam memberikan kesaksiannya identitasnya harus dirahasiakan agar dalam memberikan kesaksiannya tidak mendapat tekanan dari pihak manapun. 10. Mendapat identitas baru Hak untuk mendapatkan identitas baru bagi saksi dan korban yang berada dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih sulit direalisasikan. Meskipun hal ini diatur jelas dalam Pasal 5 Undang - Undang (UU) No 31 Tahun 2014 Atas Perubahan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pengubahan identitas bukanlah perkara mudah, mengingat budaya yang berlaku di tengah masyarakat Indonesia. 11. Mendapat tempat kediaman sementara Apabila keterangan saksi dirasa penting dalam membantu proses persidangan maka saksi itu sendiri dapat mengajukan bantuan selama proses persidangan tersebut berlangsung sebagai salah satu cara membatu Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim dalam memutus perkara. 12. Mendapat tempat kediaman baru Saat ini sekalipun LPSK telah ada, namun dalam praktiknya tidaklah mudah. Memasukkan saksi atau saksi korban ke dalam program perlindungan saksi sangat banyak kendalanya, hal ini dikarenakan masalah kesulitan kesediaan dari saksi atau dari saksi korban untuk masuk ikut program perlindungan saksi dari LPSK. Ketika seorang saksi atau korban menyatakan diri ikut masuk program perlindungan, saksi/korban harus sepakat tentang persyaratan standard yang telah
Universitas Sumatera Utara
32
ditentapkan oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam upaya perlindungan saksi LPSK tersebut, saksi/korban harus bersedia memutuskan hubungan dengan setiap orang yang dikenalnya jika keadaan menghendaki. Hal ini sejalan dengan maksud di dalam pasal 30 ayat (2) huruf c UU No.31 Tahun 2014, dimana saksi atau korban yang berada dalam program perlindungan akan dipindahkan ke tempat persembunyian yang benar-benar aman dan akan memutuskan hubungan dengan siapapun sehingga tidak ada orang lain yang mengenalnya, meskipun keluarga inti (suami, isteri dan anaknya) dimungkinkan diikutsertakan dalam persembunyian. Pemutusan hubungan dengan orang lain, sangat dimungkinkan bahkan termasuk memberikan saksi/korban beserta keluarganya mendapat kehidupan baru dengan mengubah indentitas dan tempat tinggal yang baru setelah mereka bersaksi di persidangan Pemberian indentitas baru ini dimaksudkan agar pelaku kehilangan jejak untuk tidak dapat mencelakakan saksi atau saksi korban pada saat / waktu pelaku bebas dari hukuman penjara. Mengingat risiko atau konsekuensi yang lumayan besar, maka sekalipun seorang saksi atau saksi korban telah menyatakan bersedia masuk program perlindungan saksi, belum tentu setiap saksi atau saksi korban bersedia untuk mengorbankan kehidupan yang sebesar itu, sehingga UU No.31 tahun 2014 dan lahirnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam praktiknya akan mendapatkan kesulitan bahkan dilema dari para saksi dan/atau saksi korban itu sendiri yang membuat LPSK kurang dapat menjalankan program perlindungan saksi sesuai dengan maksud dan tujuan UU No.31 Tahun 2014 tersebut. Belum lagi hambatan yang datang dari kurangnya anggaran/dana
Universitas Sumatera Utara
33
perlindungan saksi yang tersedia, serta Sumber Daya Manusia yang ada di LPSK yang karena lembaga tersebut masih baru tentu “belum profesional” dalam menangani perlindungan saksi. Masalah lain yang mungkin dihadapi oleh LPSK adalah menyangkut tekanan psikologis yang dirasakan saksi/korban yang ada dalam perlindungannya sebagai akibat diputusnya hubungan saksi dengan pihak lain, termasuk keluarga. Dan masih banyak lagi potensi yang menjadi kendala bagi LPSK. 13. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan Restitusi dan Kompensasi merupakan yang istilah dalam penggunaannya sering dapat dipertukarkan (interchangeable). Namun, menurut Stephen Schafer, perbedaan antara kedua istilah itu adalah kompensasi lebih bersifat keperdataan. Kompensasi timbul dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk pertanggungjawaban masyarakat atau negera (the responsible of society), sedangkan restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana (the responsibility of the offender). 14. Mendapat nasihat hukum. Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan kepada seorang Saksi dan/atau Korban atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK. a. LPSK menentukan kelayakan diberikannya bantuan kepada Saksi dan/atau Korban. b. Dalam hal Saksi dan/atau Korban layak diberi bantuan, LPSK menentukan jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan.
Universitas Sumatera Utara
34
c. Ketentuan lebih lanjut mengenai kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta jangka waktu dan besaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Keputusan LPSK mengenai pemberian bantuan kepada Saksi dan/atau Korban harus diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan tersebut. 15. Memperoleh bantuan hidup sementara sampai balas waktu perlindungan berakhir Jika saksi dianggap sangat berkopeten dan keterangan saksi sangat diperlukan maka saksi yang diajukan dalam proses persidangan tersebut harus lah mendapatkan perlindungan dari awal persidang hingga perkara yang memerlukan keterangan saksi putus dan memiliki kekuatan hukum tetap. 16. Mendapat pendampingan Pendampingan dilakukan antara lain melalui pemantauan dan pengawasan terhadap pemenuhan hak Saksi dan/atau Korban dalam proses peradilan. 13
13
. Ibid, Pasal 5 ayat 1
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN DAN UPAYA PEMBERIAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
A. Hambatan dalam mendapatkan Perlindungan Hukum Bagi Saksi Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mencangkup seluruh hak - hak dan perlindungan saksi bagi korban kejahatan. Penerapan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 tidak terlepas dari hambatan – hambatan karena disatu sisi memberikan perlindungan dan hak-hak kepada saksi dan korban tetapi disisi lain kurang memperhatikan proses pelaksanaan dari perlindungan saksi dan korban tersebut, seperti pengurangan hukuman dan mendapat penghargaan. Adapun hambatan dalam mendapatkan perlindungan hukum antara lain : 1. Internal Perlindungan hukum bagi saksi pengungkap fakta (Whistleblower) dalam perkara Tindak Pidana pembunuhan pada paraktiknya di lapangan mendapat banyak kendala dan hambatan. Tentunya kendala - kendala dan hambatan hambatan
tersebut
disebabkan
oleh
berbagai
macam
faktor,
sehingga
perlindungan hukum bagi saksi pengungkap fakta belum maksimal. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai lembaga yang paling potensial dan mempunyai kewenangan untuk memberikan perlindungan berdasarkan Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi
35 Universitas Sumatera Utara
36
dan Korban dinilai belum maksimal dan masih terdapat banyak kekurangan, baik itu dari LPSK sendiri maupun undang-undang yang mengaturnya Pembatasan tugas dan wewenang lembaga perlindungan saksi dan korban. UU LPSK secara tegas menyatakan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri. 14 Kemandirian LPSK yang dimaksud oleh undang - undang ini, adalah sebuah lembaga yang independen tanpa campur tangan dari pihak manapun. Oleh karena idealnya sebuah lembaga yang mandiri inilah maka UU PSK tidak meletakkan struktur LPSK berada di bawah institusi manapun, baik itu instansi pemerintah (eksekutif) misalnya kepolisian, kejaksaan, departemen pemerintahan, maupun lembaga independen lainnya seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan komisi - komisi negara lainnya. UU PSK menetapkan model lembaga ini hampir sarna dengan berbagai lembaga yang telah ada seperti : Komnas HAM, KPK, PPATK dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan pula bahwa lembaga tersebut merupakan sebuah state auxiliaries. Pekerjaan LPSK tidak akan terlepas dari keberadaan beberapa lembaga penegak hukum yang ada. Dari segi politik hal ini membutuhkan seni dan cara penempatan yang baik agar bisa menempatkan diri pada posisi tersebut. Oleh karena itu LPSK secara jelas harus membangun posisi kelembagaannya yang berada diantara dua posisi kepentingan yakni kepentingan pertama yang dimandatkan oleh UU PSK sebagai lembaga yang bersifat mandiri, dan memiliki kepentingan kedua yakni untuk menjalankan program yang juga harus didukung
14
. Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan saksi dan
korban
Universitas Sumatera Utara
37
oleh instansi terkait yang dalam praktiknya nanti akan menimbulkan keterkaitan kewenangan. 15 Faktor-faktor internal penghambat perlindungan hukum terhadap saksi antara lain : 1. Definisi dan Status Saksi yang terbatas di dalam Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 masih terdapat beberapa aturan atau pasal-pasal yang belum memadai untuk memberikan jaminan perlindungan kepada saksi. Diantaranya mengenai “definisi saksi” yang terbatas. Dalam konteks “definisi saksi” yang terbatas tersebut, UU No. 31 Tahun 2014 juga (tidak ada ditemukan/diatur) melupakan orang-orang yang memberikan bantuan kepada aparat penegak hukum untuk keterangan dan membantu proses pemeriksaan pidana yang berstatus ahli (orang yang memiliki keahlian khusus). 2. Inkonsistensi pasal - pasal di dalam Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 Di dalam UU No. 31 Tahun 2014 jangka waktu yang diberikan tidak konsisten. Yang dimaksudkan dalam Perlindungan dalam UU ini adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang - undang ini. Namun undang - undang ini memberikan perlindungan pada saksi dan korban terbatas hanya dalam semua tahap proses peradilan pidana dalam lingkungan peradilan. Pasal ini akan membatasi jangka waktu perlindungan karena pengertian tahap proses peradilan 15
. Supriyadi Widodo Edyono dkk, 2008, Pokok-Pokok Pikiran Penyusunan Cetak Biru Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, ICW, Jakarta, Halaman 5-8.
Universitas Sumatera Utara
38
pidana ini hanya mencakup tahap penyelidikan sampai dengan pemberian putusan yang final, padahal dalam kondisi tertentu dimana kejahatan yang ada sifatnya serius proteksi perlindungan saksi harus diberikan pula pada tahapan setelah proses peradilan pidana. Lagi pula Pasal - pasal tersebut tidak konsisten bila dikaitkan dengan Pasal 5 huruf f, huruf h, huruf i yang memberikan kepada saksi hak untuk untuk mendapat informasi mengenai perkembangan kasus, hak mengetahui dalam hal terpidana di bebaskan dan hak identitas baru. Hak - hak ini diberbagai negara dalam prakteknya justru diberikan setelah kasus selesai di proses dalam peradilan pidana, bahkan untuk perlindungan dengan cara penggantian identitas maupun relokasi yang permanen bagi saksi, tahapan pemberiannya seharusnya menjangkau waktu yang sangat lama atau diberikan secara permanen (seumur hidup). 16 3. Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK) yang belum memiliki perwakilan di daerah dan kurangnya sosialisasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih memiliki beberapa kekurangan sehingga belum maksimal dalam menjalankan tugasnya. Diantaranya yaitu lembaga tersebut yang hanya berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia. LPSK tidak memiliki perwakilan di daerah - daerah, hal tersebut menyulitkan LPSK dalam menjangkau daerah - daerah lain mengingat wilayah Negara Indonesia yang sangat luas.
16
. Supriyadi Widodo Eddyono, 2006, Undang - Undang Perlindungan Saksi Belum Progresif, Koalisi Perlindungan Saksi dan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, Halaman 3.
Universitas Sumatera Utara
39
Pasal 29 UU nomor 31 Tahun 2014 menjelaskan permohonan perlindungan ke LPSK di lakukan secara tertulis atas inisiatif sendiri maupun pejabat yang berwenang. Pasal tersebut tentunya menyulitkan dan membebani bagi para saksi yang berada di luar Jakarta, karena jarak yang terlampau jauh dan terkadang saksi juga belum mengetahui mekanisme bersurat ke LPSK karena kurangnya sosialisasi dan eksistensi dari lembaga tersebut. Tentang pihak yang dapat meminta perlindungan juga menjadi kendala, selama ini permohonan hanya dapat dilakukan atas inisiatif saksi itu sendiri maupun pejabat yang berwenang, seharusnya permohonan dapat diminta oleh keluarga atau pihak yang mengenal saksi. 4. Belum Adanya Mekanisme “Perlindungan Sementara bagi Saksi dalam Kondisi Darurat Berkaitan dengan tata cara pemberian perlindungan saksi, UU ini sengaja tidak memasukkan mekanisme perlindungan sementara terhadap saksi dalam kondisi mendesak seperti yang telah dipraktekkan lembaga perlindungan saksi di berbagai Negara argumentasinya mungkin karena jangka waktu putusan pemberian perlindungan oleh LPSK cukup pendek yakni 7 hari, maka tidak diperlukan perlindungan yang mendesak. Mekanisme perlindungan mendesak ini sangatlah penting, karena kadangkala dalam sebuah kasus, baik intimidasi dan ancaman kadangkala diberikan secara cepat sesaat seorang saksi akan memberikan informasi ke aparat hukum. Oleh karena itu diperlukan mekanisme
Universitas Sumatera Utara
40
yang cepat (diluar cara-cara biasa) untuk melindungi saksi - saksi dalam kondisi seperti ini. 17 5. Pembatasan Tugas dan Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban UU PSK secara tegas menyatakan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri. Kemandirian LPSK yang dimaksud oleh undang - undang ini, adalah sebuah lembaga yang independen tanpa campur tangan dari pihak manapun. Oleh karena idealnya sebuah lembaga yang mandiri inilah maka UU PSK tidak meletakkan struktur LPSK berada di bawah institusi manapun, baik itu instansi pemerintah (eksekutif) misalnya kepolisian, kejaksaan, departemen pemerintahan, maupun lembaga independen lainnya seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan komisi - komisi negara lainnya. UU LPSK menetapkan model lembaga ini hampir sarna dengan berbagai lembaga yang telah ada seperti : Komnas HAM, KPK, PPATK dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan pula bahwa lembaga tersebut merupakan sebuah state auxiliaries. UU No 31 Tahun 2014 dalam ketentuan umumnya telah menyatakan bahwa Lembaga Perlindungan Saksidan Korban, LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak - hak lain kepada Saksi dan/atau Korban sebagaimana diatur dalam Undang - Undang. Namun UU LPSK tidak merinci tugas dan kewenangan dari LPSK tersebut lebih lanjut 18
17
. Supriyadi Widodo Eddyono, 2006, Undang - Undang Perlindungan Saksi Belum Progresif, Koalisi Perlindungan Saksi & Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, Halaman 20. 18 . Undang - Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor 31 Tahun 2014 Pasal 12
Universitas Sumatera Utara
41
6. Ketidaksepahaman Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Dengan Pihak Pihak Terkait Pasal 36 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2006 berbunyi, “dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan LPSK dapat bekerjasama dengan instansi terkait yang berwenang”. Hal ini menjelaskan bahwa masalah dalam melakukan perlindungan saksi dapat terlaksana secara efektif jika ada kerjasama yang baik antar instansi terkait yang berwenang antar instansi terkait yang berwenang. 19 dengan LPSK. Kerjasama ini diperlukan karena tidak mungkin LPSK berjalan sendiri dalam melindungi saksi sementara beberapa pihak ada yang menginginkan agar LPSK tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya. Seiring berjalannya waktu LPSK dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Banyak hal yang terjadi sehingga menimbulkan masalah di dalam segala kegiatan LPSK dalam melindungi saksi terutama saksi dalam tindak pidana korupsi. Salah satu masalah yang terjadi adalah timbulnya ketidaksepahaman antara LPSK dengan pihak pihak terkait yang berwenang. Hal ini tentu akan menghambat tugas paling utama dari LPSK yaitu melindungi saksi dan atau korban. Salah satu pihak yang sangat ingin agar LPSK tumpul adalah pihak dari terdakwa itu sendiri. Ini dikarenakan terdakwalah yang sering melakukan intimidasi dan teror kepada saksi agar tindak pidana yang dilakukan oleh nya tidak dapat terbukti. Hal ini wajar mengingat sudah sangat sering kita melihat bahwa terdakwa yang melakukan tindak pidana dibebaskan karena keterangan
19
. UU LPSK Nomor 31 Tahun 2014 Pasal 13
Universitas Sumatera Utara
42
saksi tidak memberatkan atau sama sekali sengaja sudah diatur oleh terdakwa itu sendiri agar saksi bungkam di pengadilan setelah sebelumnya mengancam saksi. 7. Permasalahan Internal Kelembagaan LPSK UU LPSK menyatakan LPSK terdiri atas, Pimpinan dan Anggota. 20 Pimpinan LPSK terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua yang merangkap anggota yang dipilih dari dan oleh anggota LPSK Mengenai tata cara pemilihan Pimpinan LPSK akan diatur dengan peraturan internal LPSK nantinya. Sedangkan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua LPSK ditetapkan oleh UU selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sarna, hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Undang - Undang, anggota dari LPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan, pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia. UU LPSK juga telah menetapkan siapa saja (representasi) yang berhak menjadi anggota dari lembaga ini yakni representasi dari : kepolisian, kejaksaan. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, advokat, akademisi atau lembaga swadaya masyarakat. Hal ini diperkuat dengan Marthin Simangunsong, meskipun ada Undang – Undang Perlindungan Saksi dan Korban belum dapat menampung keinginan dan menjalankan Undang – Undang itu secara menyeluruh karena sampai saat ini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban hanya terdapat di Jakarta sehingga di daerah – daerah lain yang membutuhkan perlindungan kurang mendapatkan perlindungan hukum. Apabila terhadap pembunuhan berencana, saksi takut
20
. Pasal 16 UU No. 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
Universitas Sumatera Utara
43
mendapatkan ancaman dari si pelaku ataupun pihak terdekat dari si pelaku dalam memberikan keterangan atas kesaksiannya. Bisa juga polisi menyudutkan saksi sehingga saksi takut memberikan keterangannya di depan persidangan. Masalah yang biasanya timbul terjadi yaitu adanya sumber anggaran dan sumber daya manusia yang minim sehingga perlindungan hukum yang diatur dalam Undang – Undang perlindungan saksi dan korban kurang efektif dalam penerapannya. 21
2. Eksternal Pengertian saksi yang telah dijelaskan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan saksi adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan/atau ia alami sendiri. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan bahwa : “Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Saksi dan/atau Korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK.” Pasal 5 ayat (2) hanya memberikan hak sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus - kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK. Di sini yang dimaksud dengan kasus - kasus tertentu sebagaimana penjelasan pasal demi pasal antara lain, tindak pidana korupsi, tindak pidana narkotika/psikotropika, tindak
21
. Hasil wawancara dengan Marthin Simangunsong, selaku Advokat 4 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
44
pidana terorisme, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan/atau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya. Menurut Marthin Simangunsong, Hambatan eksternal dalam perlindungan saksi disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut : 1. Masih rendahnya tingkat pendidikan 2. Faktor ekonomi 3. Rasa takut bertemu dengan penyidik atau Polisi 4. Tidak mengetahui adanya undang - undang perlindungan saksi 5. Adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu22
B. Upaya Perlindungan Hukum terhadap saksi dalam Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 1. Penal Kebijakan penanggulangan kejahatan atau criminal policy merupakan usaha yang rasional dari masyarakat sebagai reaksi mereka terehadap kejahatan. Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum (law enforcement policy) kebijakan penggulangan kejahatan harus mampu menempatkan setiap komponen sistem hukum dalam arah yang kondusif dan aplikatif untuk menanggulangi kejahatan, termasuk peningkatan budaya hukum masyarakat sehingga mau memberikan partisipasi yang aktif dalam penanggulangan .kejahatan. Oleh karena itu kebijakan
22
. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
45
penanggulangan kejahatan harus dilakukan melalui perencanaan yang rasional dan menyeluruh sebagai respon terhadap kejahatan. 23 Kebijakan penal atau sering disebut politik hukum pidana merupakan upaya menentukan kearah mana pemberlakuan hukum pidana Indonesia masa yang akan datang dengan melihat penegakannya saat ini. Hal ini berkaitan dengan konseptualitas hukum pidana yang paling baik untuk diterapkan. 24 Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan, juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum, khususnya penegakan hukum pidana. Disamping itu, usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan undang undang hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari usaha perlindungan masyarakat (social defence) dan usaha mencapai kesejahteraan masyarakat (sosial walfare). Dua masalah sentral dalam kebijakan criminal dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan antara lain : 25 1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, 2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar Kebijakan kriminal tidak dapat dilepaskan sama sekali dari masalah nilai, terlebih bagi bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan garis kebijakan pembangunan nasionalnya bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia 23
. Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Tubuh dan Nyawa, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Halaman 46. 24 . Mahmud Mulyadi, 2008, Criminal Policy, Pustaka Bangsa Perss, Medan, Halaman 66. 25 . Barda Nawawi Arif, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditiya Bakti, Bandung, Halaman 21.
Universitas Sumatera Utara
46
seutuhnya. Penggunaan sanksi pidana, tidak hanya berarti bahwa pidana yang dikenakan pada sipelanggar harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang beradab, tetapi harus dapat membangkitkan kesadaran si pelanggar akan nilai nilai kemanusiaan dan nilai pergaulan hidup masyarakat. Upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur penal atau hukum pidana lebih menitik beratkan pada sifat refresif yaitu berupa pemberantasan atau penumpasan sesudah kejahatan terjadi. Upaya ini dilakukan apabila preventif atau upaya pencegahan belum mampu untuk mencegah terjadinya kejahatan. Upaya penal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekerasan baik dilaporkan masyarakat maupun temuan kepolisian akan dilakukan tindakan tegas atau penegakan hukum secara tuntas dengan tujuan agar para pelaku menjadi sadar dan jera untuk berbuat kembali. Selain itu menjatuhkan hukuman yang maksimal yang sesuai dengan ketentuan KUHPidana kepada pelaku pembunuhan. Kebijakan hukum yang dapat dijatuhkan bagi para pelaku pembunuhan mengacu pada KUHPidana yang disesuaikan dengan pasal-pasal pembunuhan terhadap jiwa orang berdasarkan perbuatan pelaku dengan korban dalam pembuktian kasus disesuaikan dengan pembuktian kasus sesuai dengan pembuktian KUHPidana. Kebijakan hukum yang dapat dijatuhkan pada kasus pembunuhan yang akan diterima adalah hukuman pidana maksimal berbagai pertimbangan, juga mengaju pada Pasal 338 KUHPidana. Namun dalam penerapannya diharapkan bersifat selektif, hati - hati dann berotientasi juga pada perlindungan/kepentingan individu (pelaku tindak pidana).
Universitas Sumatera Utara
47
Penggunaan upaya hukum, termasuk hukum pidana, sebagai salah satu upaya untuk mengatasi masalah sosial termasuk dalam bidang kebijakan penegakan hukum. Disamping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejateraan masyarakat pada umumnya, maka kebijakan penegakan hukum itupun termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala usaha yang rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.26 Kebijakan dengan menggunakan sarana penal, yaitu menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materill, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu. Tujuan - tujuan tersebut, dalam jangka pendek adalah resosialisasi (memasyarakatkan kembali) pelaku tindak pidana, jangka menengah adalah untuk mencegah kejahatan dan dalam jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah untuk mencapai kesejahteraan sosial. 27 Menurut Sudarto, kebijakan kriminal merupakan “suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan”. Kebijakan atau upaya penanggulangan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) dan upaya mencapai kesejahteraan masyarakat (social welfare). Tujuan dari politik kriminal adalah “perlindungan masyarakat
untuk
mencapai
kesejahteraan
masyarakat”.
Dalam
upaya
26
. Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori - teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, Halaman 148. 27 . M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal aman 49.
Universitas Sumatera Utara
48
penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti, yaitu: a. Ada keterpaduan (intergralitas) antara politik kriminal dan politik sosial; b. Ada keterpaduan (intergralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan “penal” dan “non penal” Kebijakan hukum pidana pada hakikatnya merupakan usaha untuk mewujudkan peraturan perundang - undangan pidana agar sesuai dengan keadaan pada waktu tertentu (ius constitutum) dan masa mendatang (ius constituendum). Namun, kebijakan hukum pidana identik dengan penal reform dalam arti sempit, karena sebagai suatu system hukum pidana terdiri dari budaya (cultural), stuktur (structur), dan substansi (substansive) hukum. Karena undang - undang merupakan bagian dari substansi hukum, pembaharuan hukum pidana, disamping memperbaharui perundang - undangan juga mencakup pembaharuan ide dasar dan ilmu hukum pidana. Menurut Marc Ancel, penal policy merupakan ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik. Peraturan hukum positif diartikan sebagai peraturan perundang - undangan hukum pidana. Usaha dan kebijakan membuat peraturan hukum pidana yang baik, pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi, kebijakan atau politik hukum pidana bagian dari politik kriminal. Dengan kata lain, dari sudut politik kriminal, politik hukum pidana identik dengan
Universitas Sumatera Utara
49
pengertian kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana. 28 Dalam rangka melindungi dan menciptakan kesejahteraan masyarakat, hukum pidana mempunyai posisi sentral untuk menyelesaikan konflik (kejahatan) yang terjadi. Masyarakat Indonesia yang heterogen, baik horizontal (suku, agama, ras) maupun vertical (perbedaan kekayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi), pada hakikatnya dapat menjadi faktor kriminogen, terutama jika terjadi ketidakadilan dan diskriminasi dalam menangani masyarakat. Dengan demikian, hukum pidana menjadi penting perannya, sekarang dan di masa mendatang, bagi masyarakat sebagai control social untuk mencegah timbulnya disorder, khususnya sebagai pengendali kejahatan. Kebijakan penal dalam UU PSK ini dirumuskan dalam Bab V mulai Pasal 37 sampai Pasal 43. Kebijakan penal dalam UU PSK ini dimulai dengan Pasal 37 (1) yang mengancam pidana kepada setiap orang yang memaksakan kehendaknya baik menggunakan kekerasan maupun cara - cara tertentu, yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf d, (a. hak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; d. hak mendapat penerjemah) sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memberikan kesaksiannya pada tahap pemeriksaan tingkat mana pun, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling 28
. Barda Nawawi Arief, 2008, Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyususnan Konsep KUHP Baru, Kencana, Jakarta, Halaman 1.
Universitas Sumatera Utara
50
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). Pada ayat (2)-nya disebutkan, apabila pemaksaan kehendak itu menimbulkan luka berat pada Saksi dan/atau Korban, maka pelaku diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Sementara itu, apabila pemaksaan kehendak itu mengakibatkan matinya Saksi dan/atau Korban (ayat 3), maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp. 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Sementara itu, Pasal 38, mengancam setiap orang yang menghalang halangi dengan cara apapun, sehingga Saksi dan/atau Korban tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf d, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tujuan dari Pasal 38 ini memiliki kemiripan dengan Pasal 37, akan tetapi tidak harus ada unsur akibat pada saksi dan/atau korban, baik berupa luka, luka berat, atau kematian, sehingga Pasal 38 ini relatif lebih fleksibel dan berjangkauan luas. Untuk menjamin supaya saksi dan/atau korban atau keluarganya kehilangan
Universitas Sumatera Utara
51
pekerjaan karena Saksi dan/atau Korban tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, maka Pasal 39 mengancam pidana setiap orang yang menyebabkan Saksi dan/atau Korban atau keluarganya kehilangan pekerjaan dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan palingbanyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) Ketentuan yang demikian diharapkan akan menjadi warning, supaya seseorang tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan hilangnya pekerjaan saksi dan/atau korban atau keluarganya karena memberikan kesaksian perkara pidana, walaupun ini sangat potensial dilakukan oleh mereka yang punya posisi kuat dalam lingkungan kerja atau masyarakat (power full). Dengan demikian saksi dan/atau korban tidak akan khawatir kehilangan pekerjaan karena akan, sedang, atau telah berkontribusi dalam menegakkan hukum pidana dengan menjadi bersedia menjadi saksi. Untuk memberikan perlindungan bagi saksi dan/atau korban dari kemungkinan dirugikan atau dikuranginya hak-hak saksi, hal mana justru sangat potensial dilakukan oleh aparat penegak hukum, maka Pasal 40 mengancam setiap orang yang menyebabkan dirugikannya atau dikuranginya hak - hak Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, atau Pasal 7 ayat (1) karena Saksi dan/atau Korban memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, di pidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Salah satu bentuk perlindungan kepada saksi dan/korban
Universitas Sumatera Utara
52
adalah dengan
merahasiakan keberadaan saksi dan/atau korban yang sedang
dalam perlindungan LPSK. Diketahuinya keberadaan saksi dan/atau korban yang dalam status perlindungan dapat membahayakan keselamatan saksi dan/atau korban. Untuk menjamin supaya orang tidak membuka rahasia keberadaan saksi dan/atau korban, maka dirumuskanlah Pasal 41 yang mengancam pidana bagi setiap orang yang memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau Korban yang tengah dilindungi dalam suatu tempat khusus yang dirahasiakan oleh LPSK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf j, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Ketentuan pidana dalam Pasal 42 UU PSK ini juga mengenal pemberatan pidana dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, dan Pasal 41 di atas dilakukan oleh pejabat publik, maka ancaman pidananya ditambah dengan 1/3 (satu pertiga). Pasal 43 UU PSK juga mengatur bagaimana apabila pidana denda yang tidak mampu dibayar oleh terpidana. Di mana apabila terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, dan Pasal 42 maka pidana denda tersebut diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun (ayat (1)). Pidana penjara sebagai pengganti pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam amar putusan hakim (ayat (2)).
Universitas Sumatera Utara
53
Apabila mencermati ketentuan pidana yang terdapat dalam pasal - pasal di atas, maka diketahui bahwa kebijakan penal yang dianut, dalam beberapa hal, mengatur secara spesifik atau menyimpang (lex specialist) dari ketentuan umum yang dianut oleh KUHP. Lex specialist dimaksud di antaranya adalah berkaitan dengan sistem ancaman pidananya. UU PSK menganut sistem ancaman pidana minimum khusus dan maksimum khusus, artinya tindak pidana yang dirumuskan dalam pasal - pasal itu masing-masing mengancam pidana minimum dan maksimum yang secara khusus bisa dijatuhkan hakim terhadap terdakwa yang terbukti bersalah, baik untuk ancaman pidana penjara maupun pidana dendanya. Sementara KUHP menganut sistem ancaman pidana maksimum khusus, artinya KUHP membuat batas atas / maksimum ancaman pidana terhadap masing masing tindak pidana yang dapat dijatuhkan terhadap terdakwa. Menurut Marthin Simangunsong, pemerintah seharusnya menyiapkan anggaran dan sumber daya manusia ke tiap - tiap daerah sebagai perwakilan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban agar tidak terjadi kendala dalam mendapatkan perlindungan hukum terhadap saksi, sehingga Undang - Undang Perlindungan Saksi dapat terealisasi dengan baik.
2.
29
Non Penal Upaya non penal atau upaya diluar hukum pidana lebih menitik beratkan
pada sifat preventif yaitu pencegahan, penangkalan, pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Sasaran utama dari upaya ini adalah menangani faktor-faktor
29
. Hasil wawancara dengan Marthin Simangunsong, selaku Advokat, 4 Juni 2016.
Universitas Sumatera Utara
54
kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor - faktor kodusif antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi - kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut politik criminal secara makro dan global maka non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik criminal. Upaya non penal yang paling strategis adalah upaya untuk manjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat secara materil dan imateril dari faktor-faktor krominoge. 30 Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor - faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi - kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan. Upaya non penal atau upaya diluar hukum pidana lebih menitik beratkan pada sifat preventif yaitu pencegahan, penangkalan, pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Sasaran utama dari upaya ini adalah menangani faktor - faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor - faktor kodusif antara lain berpudat pada masalah - masalah atau kondisi - kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian, dilihat dari sudut politik criminal secara makro dan
30
. Ibid, Halaman 49.
Universitas Sumatera Utara
55
global maka non penal menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Upaya non penal yang paling strategis adalah upaya untuk manjadikan masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat secara materil dan imateril dari faktor - faktor krominoge. 31 Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani factor - faktor kondusif terjadinya kejahatan. Faktor - faktor kondusif penyebab terjadinya peradilan sesat terhadap kekeliruan penangkapan dan tidak berdasarkan undang-undang, diantaranya rendahnya budaya hukum aparat penegak hukum yang berimplikasi terhadap penegakan hukum. Pertanggungawaban terhadap segala tugas yang dijalankan sebagai alat Negara, maka yang bertanggungjawab atas tugas kenegaraan tesebut adalah Negara. Dan terhadap oknum penegak hukum, yang dipandang mungkin perlu dikoreksi atau dianggap tidak cakap menjalankan tugasnya, maka hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing instansi. 32 Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara perkara pidana, pada peradilan tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai berikut, dalam perkara terdakwa : Suratno als. Nano, umur 25 tahun, jenis kelamin laki - laki, kebangsaan Indonesia, tempat tinggal Jalan Cempaka Ujung Lingkungan III No. 69 BL Kelurahan Tanjung 31
. Barda Nawawi Arif, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditiya Bakti, Bandung, Halaman 49. 32 . Martiman Prodjohamidjojo, 1986, Ganti Rugi dan Rehabilitasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, Halaman 28.
Universitas Sumatera Utara
56
Gusta Kecamatan Medan Helvetia, agama Islam, pekerjaan buruh bangunan, pendidikan SMP. Kronologis Terdakwa Suratno als Nano baik secara sendiri - sendiri maupun bersama - sama dengan Ifin (DPO) pada hari Jumat tanggal 30 Agustus 2013 sekira pukul 21.25 wib atau setidak - tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2013 bertempat di Jalan Cempaka Kelurahan Tan jung Gusta, Kecamatan Medan Helvetia tepatnya di jalan umum atau setidak - tidaknya di suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan dengan sengaja dan dengan
direncanakan lebih dahulu menghilangkan
jiwa orang lain, yang
dilakukan terdakwa. Dakwaan Terdakwa didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1e KUHPidana. Pertimbangan hakim Bahwa untuk membuktikan dakwaanya, Jaksa Penuntut Umum telah menghadapkan enam orang saksi yang telah didengarkan keterangannya dibawah sumpah dipersidangan masing-masing memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut: 1. Saksi Misri Nurhayati Saksi mengetahui tindak pidana pembunuhan terhadap korban terjadi pada hari Jumat tanggal 30 Agustus 2013 pukul 21.25 di Jalan Cempaka Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia (Jalan umum) setelah saksi dihubungi dan mendatangi petugas kepolisian yang ada di Pos Polisi Kampung Lalang.
Universitas Sumatera Utara
57
Saat itu sekira pukul 22.00 wib saksi dihubungi seorang laki-laki yang saksi tidak kenal via handphone korban (suami saksi), kemudian saksi dan kakak iparnya berangkat ke Polsek Kampung Lalang dan bertemu dengan petugas polisi dan mengatakan bahwa suami dari saksi telah meninggal dunia dan sekarang berada di rumah sakit pringadi, mendengar hal tersebur saksi langsung bergegas ke rumah sakit sementara kakak ipar saksi pergi ke rumah untuk memberitahu kepada keluarga, setelah saksi sampai di rumah sakit dan menemui jenazah korban yang berada di dalam ruang mayat dengan terlentang ditutupi dengan kain panjang, setelah korban diperiksa secara medis terus dibawa pulang ke rumah dan pada saat dimandikan saksi melihat ada luka disekujur tubuh suami saksi. Bahwa terdakwa sebelum pada hari kejadian saksi tidak pernah melihat terdakwa sebelumnya namun pada hari kejadian dari pagi sampai malam terdakwa ada beberapa kali mendatangi rumah korban dan rumah kakak korban di Asrama Abdul Hamid bersama beberapa orang lain. Bahwa pada saat sebelum kejadian saksi melihat suaminya dijemput dua orang dari rumah korban dengan ciri-ciri satu orang badan tegap (kekar) muka bulat, kulit agak hitam, kaos warna hitam, pakai celana pendek jenis jeans lee yang salah satunya adalah terdakwa. Bahwa benar posisi terdakwa pada saat itu duduk diboncengan bagian tengah sedangkan teman terdakwa yang ahak kurus membawa sepeda motor dan terdakwa duduk dibagian belakang. Bahwa benar kepada saksi ditunjukkan barang bukti dan saksi membenarkan barang bukti berupa kaos warna merah, jaket warna merah, celana
Universitas Sumatera Utara
58
ponggol kotak - kotak warna merah, jam tangan adalah milik korban sedangkan barang bukti yang lainnya tidak diketahui saksi. 2. Saksi Dian Ekawati Bahwa saksi menerangkan bahwa sekitar pukul 22.00 wib saksi didatangi oleh saksi 1 Misri Nuryanti (istri korban) selanjutnya saksi 1 menerangkan bahwa dianya dihubungi via handpone korban oleh seseorang yang mengaku polisi yang menyuruh saksi 1 untuk datang ke Pos Polisi Kampung Lalang selanjutnya saksi 1 pergi ke Pos Polisi Kampung Lalang dan setiba disana bertemu dengan petugas 3. Saksi Sriani alias Sri Bahwa saksi menerangkan tindak pidana pembunuhan terhadap korban terjadi pada hari jumat tanggal 30 Agustus 2013 pukul 21.25 Wib di Jalan Cempaka Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia (jalan umum) Bahwa pada saat itu adik ipar istri korban dan istri korban datang ke rumah sambil menangis dan pada saat itu saksi menanyakan kepada korban, istri korban menyatakan kalau yang menelepon bukanlah Dedy melainkan pihak kepolisian, dan pada saat itu juga saksi dan istri korban dan adik ipar istri korban bergegas ke pos polisi Kampung Lalang setelah sampai disana mengatakan bahwa korban telah meninggal dunia dan sekarang berada di RS Pringadi Bahwa benar mendengar hal tersebut istri korban langsung bergegas ke rumah sakit sementara kakak istri korban pergi kerumah untuk memberitahu kepada keluarga, setelah istri korban sampai dirumah sakit dan menemui jenazah korban yang berada di dalam ruang mayat dengan terlentang ditutupi dengan kain
Universitas Sumatera Utara
59
panjang, setelah korban diperiksa secara medis terus dibawa pulang kerumah dan pada saat dimandikan saksi melihat ada luka disekujur tubuh suami istri korban Bahwa pada saat sebelum kejadian istri koban melihat suaminya dijemput 2 (dua) orang dari rumah korban dengan ciri-ciri satu orang badan tegap (kekar) muka bulat, kulit agak hitam, kaos warna hitam, pakai celana pendek jenis jeans lee yang salah satunya adalah terdakwa Bahwa pada hari kejadian sekitar pukul 11.00 Wib, saksi melihat terdakwa dan temannya berdiri di depan pintu pagar rumah saksi di Komplek Abdul Hamid Medan dan saksi pada saat itu sedang berkeliling komplek melihat terdakwa dan temannya lalu terdakwa berkata pada saksi “apa kak kok liat - liat” yang dijawab saksi “saya yang seharusnya bertanya kenapa kalian berdiri di depan pagar rumah saya” lalu seseorang mengajak pergi naik sepeda motor terakhir di antara laki-laki dan duduk di box depan rumah laki-laki tersebut tidak ada ngomong, selanjutnya terdakwa dan teman-temannya silih berganti datang ke rumah saksi Bahwa benar sebelum hari kejadian saksi tidak pernah melihat terdakwa datang atau bermain ke rumah saksi 4. Saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy Bahwa saksi tidak melihat bagaimana perbuatan terdakwa membunuh korban. Bahwa benar pada hari jumat tanggal 30 Agustus 2013 sekira pukul 08.30 Wib, ketika saksi bekerja di doorsmeer terdakwa datang dan mengatakan kepada saksi dimana ada menjual shabu-shabu yang di jawab saksi “di Asrama Abdul Hamid sama Dedi”lalu terdakwa mengajak saksi pergi ke rumah Dedi
Universitas Sumatera Utara
60
Bahwa terdakwa dan korban bertemu lalu saksi mendengar bahwa terdakwa mengatakan “bang ada barang” dijawab korban “ada, berapa” kemudian terdakwa mengatakan “1 jie harganya berapa? “dijawab korban “Rp 1.000.000,(satu juta rupiah)” terus terdakwa membuka dompet mengambil uang pecahan seratus ribu rupiah dan pecahan lima puluh ribu rupiah selanjutnya menyerahkan kepada korban Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) Bahwa korban mengatakan tunggu sebentar biar kuambil barangnya, selanjutnya korban keluar rumah melalui pintu samping setengah jam kemudian korban balik dengan membawa 1(satu) plastik warna putih berisikan butiran putih dan menyerahkan dan setelah barang di tangannya, terdakwa mengatakan “berapa ini bang, berapa titik ini bang ? “dijawab korban “ sembilan titik” oleh terdakwa mengatakan paling ada separuh atau lebih dikit, terus korban mengatakan “tunggu aku tambah” lalu korban pergi keluar rumah melalui pintu samping Bahwa tak seberapa lama korban membawa 1 (satu) paketan kecil lalu terdakwa jawab “bagaimana ini bang” yang dijawab korban “bawa aja dulu nanti kalau kurang datang kesini “maka saksi bersama terdakwa pulang menuju rumah terdakwa dan etelah ditimbang ternyata benar kurang Bahwa selanjutnya sekira pukul 11..00 Wib terdakwa membawa timbangan narkotika dan mengajak saksi kerumah korban dan setelah ketemu terdakwa mengatakan bahwa timbangannya kurang dan korban mengambil barang tersebut dan mengatakan “tunggulah sebentar biar kutambah” lalu saksi bersama terdakwa menunggu dirumah korban sampai pukul 15.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
61
Bahwa kemudian terdakwa menghubungi teman terdakwa melalui handphone untuk menjemput terdakwa dan sekira pukul 15.30 Wib terdakwa dijemput temannya dan pergi naik sepeda motor sementara saksi disuruh menunggu hingga korban datang Bahwa karena jenuh, saksi lalu pulang ke doorsmeer sekira pukul 16.15 Wib, saksi dihubungi oleh terdakwa marah kemudian karena takut maka saksi pergi lagi ke rumah korban dan kakak korban mengatakan korban belum pulang, lalu sekira pukul 18.00 Wib saksi pulang ke rumah dan mandi kemudian balik lagi ketempat kerja jaga parkir di Jalan Cempaka rumah makan Holpet Bahwa terdakwa mengatakan “dimana kau”, yang dijawab saksi “iya udah kesana dan keliling mencari dia tidak ketemu” padahal saksi masih dilokasi parker. Bahwa sekira pukul 20.00 Wib saksi minta tolong kepada temannya Irwansyah untuk mengantar saksi kerumah korban dan di Jalan Abdul Hamid saksi bertemu dengan terdakwa dan temannya separuh baya lalu saksi disuruh berhenti oleh terdakwa dan mengatakan “kau tunggu aja disitu” lalu dijawab saksi “ bagaimana kalau dia sampai pagi tidak ada, biarlah ku ganti uangnya dengan cara nyicil” oleh terdakwa mengatakan “kau jangan lepas tangan” kau mau aku mengambil tindakan sendiri, nanti kau yang kumatikan disini, nggak percaya kau (sambil menunjukkan pisau dipinggangnya)’ lalu saksi menjawab “percaya, biarlah ku tunggu dia disana”kemudian terdakwa pergi bersama dengan temannya
Universitas Sumatera Utara
62
Bahwa saksi bertanya pada keluarganya “dimana korban dan keluarga korban mengatakan “ belum pulang dia tak usah kalian cari dia” lalu saksi menyuruh teman saksi pulang dan saksi menunggu korban Bahwa sekira pukul 21.35 Wib, saksi dihubungi oleh terdakwa dengan mengatakan “pulang kau nanti ketangkap”, kemudian dengan berjalan kaki saksi pulang menuju rumah di Jalan Cempaka Ujung Kelurahan Tanjung Gusta Medan Helvetia dan tepatnya di Jalan Banten Kelurahan Tanjung Gusta Medan, saksi melihat orang rame-rame lalu saksi menanyakan “ada apa bang” yang dijawab masyarakat yang ada disitu ada rampok yang dibunuh namun karena badan saksi sakit, sksi langsung pulang kerumah dan istirahat 5. Saksi Adi Darma alias Adi Bahwa pada saat saksi sedang berdiri di Jalan Cempaka depan toko Indomaret melihat-lihat orang pasang tenda teratak pesta, pada saat saksi berdiri saksi mendengar teriakan orang “maling-maling” spontan saksi berpaling kearah suara tersebut dan melihat korban lari ke arah saksi dan saksi langsung menangkap bajunya, kemudian korban mengaku bahwa dirinya bukan maling hanya masalah utang-piutang dan pada waktu bersamaan datang terdakwa memegang kelewang mengatakan maling, terus korban berbalik atau berlindung kemudian terdakwa mengatakan jangan ada yang menghalangi nanti ku tebas sambil mengayunkan klewang. Bahwa mendengar perkataan terdakwa maka saksi merasa ketakutan, lalu saksi menolakkan korban dan saksi jatuh, saksi jatuh kearah selatan dan korban jatuh kearah utara pada saat korban bangun berdiri, saksi melihat terdakwa
Universitas Sumatera Utara
63
menikam dengan menggunakan pisau ke arah korban dan korban menghindar dan berusaha lari namun terdakwa membacok kaki korban, kemudian korban yang merasakan sakit dikakinya berusaha lari menyelamatkan diri namun tepat diantara mobil parkir sampai tengah jalanan teman terdakwa yang bernama Ifin (DPO) menikam dan membacok korban lalu korban dengan posisi setengan jongkok bersandar pada sepeda motor yang parkir yang membuat korban jatuh dan tertimpa sepeda motor tersebut 6. saksi Irwansyah Daulay Bahwa pada hari jumat tanggal 30 Agustus 2013 sekira pukul 19.55 Wib, saksi dihubungi oleh saksi Afrizal dan meminta saksi untuk mengantarnya ke Jalan Abdul Hamid Medan bahwa ketika di Jalan Abdul Hamid Medan, saksi bertemu denga terdakwa dan terdakwa mengatakan saksi Afrizal berhenti dan apa pembicaraan terdakwa dengan saksi Afrizal saksi tidak mengetahuinya bahwa kemudian saksi dan saksi Afrizal pergi menuju rumah korban dan menunggu korban, lalu keluarga korban mengatakan bahwa korban tidak pulang lagi kerumah, kemudian saksi dihubungi oleh orang tua saksi lalu saksi pulang dan meninggalkan saksi Afrizal bahwa cirri - ciri teman terdakwa adalah pendek dan kecil. Menimbang, bahwa karena dakwaan Jaksa Penuntut Umum Berbentuk Dakwaan
Susidairitas,
maka
Majelis
Hakim
terlebih
dahulu
akan
mempertimbangkan tentang Dakwaan Primair : melanggar pasal 340 jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1e, yang unsur-unsurnya sebagai berikut : 1. Barang Siapa
Universitas Sumatera Utara
64
2. Dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu 3. Menghilangkan jiwa orang lain 4. Dilakukan secara bersama-sama 1. Unsur “Barang siapa” Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan ‘barang siapa” adalah setiap orang sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum : Bahwa dari hasil pemeriksaan dipersidangan,
identitas terdakwa
sebagaimana diuraikan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum benarlah terdakwalah orangnya yang sehat jasmani dan rohani serta dapat bertanggung jawab secara hukum ; Menimbang, bahwa apakah terdakwa dapat dipersalahkan telah melakukan perbuatan
pidana
sebagaimana
didakwakan
kepadanya,
masih
harus
dipertimbangkan pada unsur selanjutnya; 2. Unsur “Dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu” Menimbang, bahwa Dengan sengaja dalam ketentuan pasal ini dimaksudkan adalah sengaja sebagai maksud, dimana akibat dari perbuatan tersebut adalah dikehendaki yang termasuk dalam niatnya, sedangkan pengertian “dengan direncanakan lebih dahulu” maksudnya antara timbulnya maksud untuk melakukan suatu perbuatan dengan pelaksanaannya, masih ada tempo bagi si pelaku untuk dengan tenang memikirkan dengan cara bagaimana perbuatan itu akan dilakukan Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan yaitu keterangan saksi-saksi Adi Darma alias adi dan Afrizal Afdani alias Ijal
Universitas Sumatera Utara
65
alias Igoy , Sriani alias sri dan Irwansyah Daulay serta adanya barang bukti dan visum et Repertum dihubungkan dengan keterangan terdakwa, benar pada hari jumat tanggal 30 Agustus 2013 sekira pukul 08.30 Wib, terdakwa menjumpai saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy dan menanyakan dimana ada jual shabushabu yang dijawab saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy “di Asrama Abdul Hamid sama Dedi” kemudian sekira pukul 09.00 Wib, terdakwa dan saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy sampai di Komplek Abdul Hamid Blok IX Nomor : 68 Desa Lalang Kecamatan Medan Sunggal Kabupaten Deli Serdang dan menemui korban Dedy Syahputra dan membeli shabu-shabu seharga Rp.1.100.000,- (satu juta seratus rubu rupiah) kemudian korban pergi keluar dari samping rumah korban dan membawa uang sebesar Rp.1.100.000,- (satu juta seratus ribu rupiah) tersebut untuk mengambil shabu-shabu dan memberikan kepada terdakwa, setelah di pegang oleh terdakwa, ternyata kurang dan terdakwa mengatakan ini hanya setengah lalu di jawab korban “ kalau nanti kurang datang aja lagi kesini biar aku tambah” lalu terdakwa dan saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy lalu pulang ke rumah terdakwa dan sesampainya di rumah terdakwa, terdakwa menimbang shabu-shabu tersebut dan ternyata kurang setengah, kemudian terdakwa mengajak Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy pergi lagi ke rumah korban dan terdakwa mengatakan kepada korban bahwa shabu-shabu
tersebut kurang setengah,
kemudian korban mengambil shabu-shabu itu dan mengatakan kepada terdakwa “ tunggu sebentar biar kutambah”, selanjutnya sekira pukul 15.30 wib, korban tidak datang juga, kemudian terdakwa menghubungi Ifin (DPO) dan memintanya untuk datang menjemput terdakwa lalu Ifin (DPO) datang dan terdakwa pulang bersama
Universitas Sumatera Utara
66
dengan Ifin sedangkan saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy disuruh terdakwa untuk menunggu korban, kemudian Ifin (DPO) kembali bekerja lalu selesai makan, terdakwa kembali menjumpai Ifin (DPO) dan memintanya mengantarkan terdakwa mencari korban ke rumah namun tidak ketemu sehingga Ifin (DPO) kembali bekerja dan terdakwa bersama Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy tetap menunggu korban, selanjutnya sekira pukul 16.00 wib, terdakwa menanyakan kepada kakak korban dimana korban dan nomor handphonenya akan tetapi kakak korban mengatakan “Dedi tidak ada dan dia tidak punya hp”, lalu terdakwa menanyakan keberadaan korban kepada tetangganya namun tetangganya tidak tahu, kemudian terdakwa menghubungi Ifin (DPO) untuk menjemputnya dan Ifin (DPO) menjemput terdakwa dan mengatakan bahwa ianya baru dipukuli oleh Pemuda Komplek Abdul Hamid mengakibatkan tulang rusuk patah lalu terdakwa mengajak Ifin (DPO) ke rumah setelah terdakwa di rumah, Ifin (DPO) kembali bekerja di doorsmeer karena merasa kesakitan akibat dipukuli , mendengar hal itu terdakwa lalu meminjam Sepeda Motor Yamaha Vega R Milik adek dan kembali ke rumah mengambil 1 (satu) buah kelewang dan sebilah pisau, kelewang tersebut terbuat dari besi panjang kurang lebih 70 cm dalam keadaan berkarat dengan sengaja terdakwa menyimpannya di knalpot sepeda motor sedang sebilah pisau terdakwa selipkan di pinggang sebelah kiri selanjutnya terdakwa menjumpai Ifin (DPO) di doorsmeer dan mengajak mencari korban ketika diperjalanan terdakwa mengatakan kepada Ifin (DPO) pegang ini bang untuk jaga-jaga lalu Ifin (DPO) menerimanya dan menyelipkan diperut dekat pusat, dimana terdakwa dengan sengaja membawa serta menyediakan pisau dan kelewang tersebut untuk sebagai
Universitas Sumatera Utara
67
alat menyakiti korban jika korban tidak menepati janjinya melakukan perlawanan terhadap terdakwa dan temannya lalu memberikan pisau tersebut kepda Ifin (DPO) lalu mencari korban diseputaran Komplek Abdul Hamid dan diperjalanan terdakwa melihat Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy bersama iwan sedang naik sepeda motor lalu menyuruh mereka berhenti dan menanyakan kepada saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy “kemana kau kan ku suruh kau nunggu Dedi” dijawab saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy “ aku masih mencari dia” kemudian terdakwa mengatakan kepada saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy “jangan kau lepas tangan, nanti aku bertindak sama kau, nggak percaya kau: sambil memegang pinggang seolah-olah mencabut pisau kemudian saksi Afrizal Afdani alias Ijal alias Igoy “iya, aku percaya”, terus pergi ke rumah korban, kemudian terdakwa dan Ifin (DPO) lalu mencari korban dan mendapatkan informasi bahwa rumah korban di Jalan Pinang Baris GG. Pancasila Nomor 1 Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal, Medan dan sekira pukul 20.15 wib, terdakwa dan Ifin (DPO) pergi ke rumah korban dengan mengendarai sepeda motor lalu mendatangi alamat tersebut dan pemilik rumah mengatakan bahwa rumah korban berada di belakang, kemudian terdakwa
dan Ifin (DPO) lalu
menuju rumah korban korban dan terdakwa memanggil korban “bang dedi” lalu isteri korban mengatakan “siapa, bentar bang Dedi masih mandi”, dan tak seberapa lama kemudian korban membuka pintu dan terdakwa berkata kepada korban “mana shabu-shabunya, kalau gak ada shabu-shabunya uang saja kembalikan, oleh korban mengatakan “ tidak bisalah soalnya barang berikut uangnya sudah sama bos” dan saat itu terdakwa menarik tangan korban dan
Universitas Sumatera Utara
68
mengajaknya ke Jalan Asrama Abdul Hamid untuk meminta uang tersebut namun korban tidak mau, lalu terdakwa mengatakan, “jangan macam-macam ayolah bang kita minta uangnya” sehingga korban mau ikut, pada saat itu Ifin (DPO) langsung memutar sepeda motornya lalu korban duduk di tengah-tengah dan terdakwa duduk dibelakang, lalu diperjalanan korban meronta-ronta dan ketika berada di Jalan Cempaka Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia tepatnya jalan umum , korban melompat dari sepeda motor, melarikan diri sehingga terdakwa mengejar korban dan meneriaki korban “maling”, kemudian terdakwa memukulkan kelewang yang dipegangnya sebanyak 3 (tiga) kali ke kepala korban dan Ifin (DPO) menikam
dada korban dari arah depan, lalu
menikam punggung korban sebanyak 2 (dua) kali dari belakang dan menikam tulang rusuk korban dari samping kanan dan menikam kepala korban dari atas lalu terdakwa membacok kaki kiri korban hingga korban berusaha melarikan diri dengan berjalan terseret-seret dan bersandar pada sepeda motor yang parkir yang akhirnya sepeda motor tersebut menimpa korban Menimbang, bahwa dari rangkaian kejadian tersebut diatas yaitu sejak terdakwa ada merasa kecewa atau marah terhadap perbuatan korban yang menjual shabu-shabu kepada terdakwa tidak pas ukuran, lalu menyuruh saksi Afrizal Afdani menunggu dan mencari korban dirumahnya di komplek Abdul Hamid, kemudian berusaha mencari korban di Komplek Abdul Hamid bersama-sama dengan Ifin, dan setelahdapat informasi bahwa rumah korban adalah di Jalan Pinang Baris Gang Pancasila Nomor 1 Kelurahan Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, Medan lalu terdakwa pergi dengan mengendarai sepeda motor ke rumah,
Universitas Sumatera Utara
69
mengambil sebilah kelewang panjang dan sebilah pisau kemudian mengajak dan memberikan pisau tersebut kepada Ifin (DPO) untuk mencari korban kerumahnya dansetelah bertemu lalu korban di bawa pergi, dan ketika di tengah jalan korban meronta-ronta dan melompat dari sepeda motor, melarikan diri namun di kejar oleh terdakwa dan Ifin hingga korban dibacok dan ditikam oleh terdakwa bersama Ifin secara berulangulang, dapat disimpulkan bahwa perbuatan yang disengaja dan direncanakan terlebih dahulu, oleh karenanya unsur ini telah terbukti dan terpenuhi 3. Unsur Menghilangkan jiwa orang lain Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum tersebut diatas akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Ifin (DPO) yang memukul kepala korban dengan kelewang, membacok kaki korban dengan kelewang, kemudian Ifin menikam atau menusuk dada dan punggung korban serta menikam kepala korban dari atas hingga korban berusaha lari dengan berjalan terseret-seret dan bersandar pada sepeda motor yang parkir akhirnya sepeda motor tersebut menimpa korban dan meninggal dunia, dan tidak berapa lama kemudian polisi datang lalu membawa korban ke Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan dimana setelah diperiksa ternyata pada tubuh korban ada luka-luka diantaranya: luka tusuk pada dada sebelah kanan bagian bawah dan punggung sebelah kanan, pada perabaan dijumpai tanda-tanda patah tulang iga ke-4 setentang luka tusuk pada punggung sebelah kanan, luka robek pada dada sebelah kiri dan punggung sebelah kiri, luka bacok pada tungkai bawah jiri bagian belakang, dijumpai putus pembuluh darah nadi besar dan pembuluh darah balik besar tungkai bawah kiri
Universitas Sumatera Utara
70
setentang luka bacok pada tungkai bawah kiri bagian belakang, dengan kesimpulan luka -luka tersebut adalah akibat ruda paksa tajam, sebagaimana diuraikan dalam Visum Et Repertum atas nama korban Dedi Syahputra tanggal 31 agustus 2013 nomor : 196 / VII / IKK / VER / 2013 yang dibuat dan ditandatangani oleh Dr. Dessy. D. Harianja, SpF, Dokter pada instalasi P.J. / kedokteran kehakiman rumah sakit umu daerah Dr. Pirngadi Medan / FK – USU, denagn demikian unsur ini juga telah terbukti dan terpenuhi 4. Unsur dilakukan secara bersama-sama Menimbang, bahwa dari pertimbangan pada unsur pertama tersebut diatas, perbuatan terdakwa dilakukan bersam,a-sama dengan Ifin (DPO), dimana pada awalnya terdakwa dan Ifin (DPO) sama-sama mencari korban di komplek abdul hamid akan tetapi tidak ketemu, dan setelah mendapatkan informasi bahwa rumah korban di Jalan Pinang Baris Gg Pancasila Nomor 1 Kelurahan Lalang Kecamatan Medan Sunggal lalu sekira pukul 2.15 Wib, terdakwa dan Ifin (DPO) pergi kerumah korban dengan mengendarai sepeda motor serta mengajak korban ke komplek asrama abdul hamid dan diperjalanan tepatnya di jalan cempaka kelurahan tanjung gusta, kecamatan medan helvetia, korban meronta-ronta karena ketakutan lalu melompat dari sepeda motor hendak melarikan diri sehingga terdakwa mengejar korban dan meneriaki korban maling dan ketika korban ditolong oleh masyarakat lalu terdakwa mengatakan kepada masyarakat yang menolong korban tersebut “jangan ada yang menghalangi nanti kutebas” sambil mengayunkan kelewang sehingga masyarakat yang menolong merasa ketakutan dan langsung mendorong korban hingga korban terjatuh, kemudian terdakwa
Universitas Sumatera Utara
71
memukulkan kelewang dipegangnya ke arah kaki korban dan menyebabkan korban terjatuh dan lalu korban berusaha menyelamatkan diri dan Ifin (DPO) menikam dada korban dari arah depan, lalu menikam punggung korban sebanyak 2 (dua) kali dari belakang dan menikam tulang rusuk korban dari samping kanan dan menikam kepala korban dari atas lalu korban dengan tertatih-tatih, berusaha menyelamatkan diri dan bersandar pada sepeda motor yang parkir yang akhirnya sepeda motor tersebut menimpa korban, selanjutnya terdakwa dan Ifin (DPO) pergi dan tak seberapa lama datang petugas kepolisian dan membawa korban ke RS. Pirngadi Medan dimana korban sudah meninggal dunia. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas karena unsur-unsur dari dakwaan primair telah terbukti dan terpenuhi maka menurut majelis hakim terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “ pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama” Menimbang, bahwa karena dakwaan primair telah terbukti dan terpenuhi maka untuk dakwaan yang lainnya tidak perlu dipertimbangkan lagi Menimbang, bahwa setelah mempertimbangkan segala sesuatunya ternyata tidak ada disapati hal-hal yang dapat menghapuskan hukuman terdakwa atau alasan yang dapat menghilangkan pertanggung jawaban pidana atas diri terdakwa karenanya terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dihukum Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukumannya terlebih dahulu perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal - hal yang meringankan atas diri terdakwa sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
72
Hal-hal yang memberatkan : -
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
-
Akibat perbuatan terdakwa korban meninggal dunia dan meninggalkan isteri dan anak yang masih kecil dan masih membutuhkan kasih sayang
-
Perbuatan terdakwa tergolong cukup sadis
Hal-hal yang meringankan : -
Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya sehingga tidak mempersulit pemeriksaan di persidangan
-
Terdakwa belum pernah di hukum, menyesali perbuatannya dan bersikap sopan dipersidangan
Menimbang, bahwa tentang pidana yang akan dijatuhkan atas diri terdakwa menurut pendapat Majeli Hakim adalah dirasa adil dan patut serta sesuai dengan perbuatannya Menimbang, bahwa tentang masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan Menimbang, bahwa karena tidak ada alasan untuk mengeluarkan terdakwa dari dalam tahanan, sedangkan pidana yang akan dijatuhkan melebihi masa penahanan yang telah dilalui, maka untuk itu terdakwa haruslah dinyatakan tetap ditahan Menimbang, bahwa tentang barang bukti berupa : -
1 (satu) kaos warna merah bercak darah
-
1 (satu) jaket warna merah ada bercak darah
Universitas Sumatera Utara
73
-
1 (satu) celana ponggol motif kotak-kotak warna merah ada bercak darah
-
1 (satu) pisau kecil sejenis rencong berbalut kaos kai merah
-
1 (satu) buah cincin imitasi warna putih bermata batu warna merah
-
V buah jam tangan merek Casio warna hitam
Harslah dikembalikan kepada Misril Nuryanti ( isteri korban) -
1 (satu) unit Sepeda Motor Yamaha Vega R warna hitam batok merah, tahun pembuatan 2008 no pol. BK 3099 IK, dikembalikan kepada yang berhak
-
1 (satu) bilah kelewang yang terbuat dari besi ujung runcing panjang 70cm dalam keadaan berkarat
-
1 (satu) bilah pisau yang terbuat dari besi warna putih ujungnya runcing, panjang 30cm, bergagang kayu warna coklat
MENGADILI 1. Menyatakan trdakwa SURATNO alias NANO, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama” 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 13 (tiga belas ) tahun 3. Menetapkan bahwa masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan 4. Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan 5. Menetapkan barang bukti berupa : -
1 (satu) kaos warna merah ada bercak darah
Universitas Sumatera Utara
74
-
1 (satu) jaket warna merah ada bercak merah
-
1 (satu) celana ponggol motif kotak-kotak warna merah ada bercak darah
-
1 (satu) buah pisau kecil sejenis rencong berbalut kaos kai warna merah
-
1 (satu) uah jam tangan merek Casio Warna hitam
Dikembalikan kepada isteri korban bernama Misri Nuryanti -
1 (satu) bilah kelewang yang terbuat dari besi ujung runcing panjang ukuran 70 cm dalam keadaan berkarat
-
1 (satu) bilah pisau yang terbuat dari besi warna putih ujungnya runcing panjang 30 cm bergagang kayu warna coklat
Dirampas untuk dimusnahkan 1 (satu) unit sepeda motor yamaha Vega R warna hitam Batok Merah tahun pembuatan 2008, no Pol. BK 3099 IK Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 1.000,(seribu rupiah)
.
Universitas Sumatera Utara
75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan penulisan yang telah diuraikan oleh penulis, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut 1. Pengaturan perlindungan hukum terhadap saksi dalam tindak pidana pembunuhan berencana yaitu : a. Undang - Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 5 ayat (1) Saksi dan Korban berhak: 1) memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, Keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; 2) ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; 3) memberikan keterangan tanpa tekanan; 4) mendapat penerjemah; 5) bebas dari pertanyaan yang menjerat; 6) mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; 7) mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; 8) mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan; 9) dirahasiakan identitasnya; 10) mendapat identitas baru;
Universitas Sumatera Utara
76
11) mendapat tempat kediaman sementara; 12) mendapat tempat kediaman baru; 13) memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; 14) mendapat nasihat hukum; 15) memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; 16) mendapat pendampingan. b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada Pasal 117 ayat (1) yang berbunyi “Keterangan tersangka dan atau saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun”. 2. Bentuk perlindungan hukum terhadap saksi dalam tindak pidana pembunuhan berencana, yaitu a. Konteks perlindungan terhadap saksi dalam pasal ini, baik secara preventif maupun represif, dapat melindungi keselamatan saksi dan barang - barang miliknya dari kejahatan kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan tenaga bersama, baik berkaitan dengan kesaksian yang akan, telah, atau mungkin akan diberikannya atas suatu tindak pidana. b. Keberadaan saksi dalam suatu proses persidangan sangatlah penting sebagai salah satu pertimbangan dalam membantu proses perkara yang sedang berjalan di persidangan. Keberadaan saksi tersebut menimbulkan tekanan tersendiri yang mengakibatkan keterangan saksi memerlukan perlindungan dan dukungan keamanan hingga proses perkara putus di persidangan. Keterangan saksi menjadi salah satu cara majelis hakim, jaksa penuntut umum melihat dan menimbang serta hakim yang memutuskan dapat bersikap adil dan bijaksana.
Universitas Sumatera Utara
77
c. Salah satu aspek perlindungan hukum warga negara Indonesia adalah kebebasan beraktifitas dan berbicara sesuai fakta kebenaran atas sesuatu serta bertanggungjawab dihadapan hukum, sehingga hak dan kewajiban asasi manusia dalam hidup dan kehidupan di muka bumi ini merupakan anugrah Tuhan yang maha esa, yang perwujudannya tidak dapat dihilangkan oleh dan sesama umat manusia. Perlindungan dimaksud adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian Bantuan untuk memberikan rasa Aman kepada Saksi dan atau Korban, yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (Pasal 1 angka 8, Undang Undang Tentang Perlindungan Saksi dan Korban). d. Pasal 167 RUU KUHAP dinyatakan bahwa Jika terdakwa atau saksi tidak memahami atau tidak bisa berbahasa Indonesia, hakim ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menerjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. Dengan catatan bahwa Dalam hal jika seseorang tidak boleh menjadi saksi dalam suatu perkara, maka yang bersangkutan dilarang menjadi juru bahasa dalam perkara itu. e. Pasal 155 RUU KUHAP dinyatakan bahwa Pertanyaan yang bersifat menjerat dilarang diajukan kepada saksi atau ahli, atau kepada terdakwa. Dalam penjelasan Pasal 155RUU KUHAP diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “pertanyaan yang bersifat menjerat” misalnya hakim dalam salah satu pertanyaan menyebutkan suatu tindak pidana yang tidak diakui telah dilakukan oleh terdakwa atau tidak dinyatakan oleh saksi, tetapi dianggap seolah-olah diakui atau dinyatakan. Pertanyaan yang bersifat menjerat tidak boleh diajukan kepada terdakwa ataupun kepada saksi.
Universitas Sumatera Utara
78
f. Pemberian informasi kepada korban atau keluarganya berkaitan dengan proses penyelidikan dan pemeriksaan tindak pidana yang dialami oleh korban, pemberian informasi ini memegang peran yang sangat penting dalam upaya menjadikan masyarakat sebagai mitra aparat kepolisian karena melalui informasi inilah diharapkan fungsi kontrol masyarakat terhadap kinerja kepolisian dapat berjalan dengan baik. g. Seorang saksi dalam memberikan kesaksian harus mendapat informasi mengenai putusan pengadilan. h. Pemberian informasi terhadap terpidana apabila warga binaan akan segera bebas terhadap perkara yang sedang dijalani maka hak dari warga binaan mengajukan Pembebasan bersyarat (PB) sebagai salah satu cara pengajuan masa tahanan, sehingga warga binaan memerlukan penjamin sebagai salah satu syarat dalam pengajuan Pembebasan bersyarat bilamana warga binaan tersebut melakukan kembali tindak pidana di luar Lapas. i.
Saksi dalam memberikan kesaksiannya identitasnya harus dirahasiakan agar dalam memberikan kesaksiannya tidak mendapat tekanan dari pihak manapun.
j.
Hak untuk mendapatkan identitas baru bagi saksi dan korban yang berada dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)
masih sulit
direalisasikan. Meskipun hal ini diatur jelas dalam Pasal 5 Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2014 Atas Perubahan UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pengubahan identitas bukanlah perkara mudah, mengingat budaya yang berlaku di tengah masyarakat Indonesia. k. Apabila keterangan saksi dirasa penting dalam membantu proses persidangan maka saksi itu sendiri dapat mengajukan bantuan selama proses persidangan tersebut berlangsung
Universitas Sumatera Utara
79
sebagai salah satu cara membatu Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim dalam memutus perkara. l.
Saat ini sekalipun LPSK telah ada, namun dalam praktiknya tidaklah mudah. Memasukkan saksi atau saksi korban ke dalam program perlindungan saksi sangat banyak kendalanya, hal ini dikarenakan masalah kesulitan kesediaan dari saksi atau dari saksi korban untuk masuk ikut program perlindungan saksi dari LPSK. Ketika seorang saksi atau korban menyatakan diri ikut masuk program perlindungan, saksi/korban harus sepakat tentang persyaratan standard yang telah ditentapkan oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
m. Restitusi dan Kompensasi merupakan yang istilah dalam penggunaannya sering dapat dipertukarkan (interchangeable). Namun, menurut Stephen Schafer, perbedaan antara kedua istilah itu adalah kompensasi lebih bersifat keperdataan. Kompensasi timbul dari permintaan
korban,
dan
dibayar
oleh
masyarakat
atau
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban masyarakat atau negera (the responsible of society), sedangkan restitusi lebih bersifat pidana, yang timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar oleh terpidana (the responsibility of the offender). n. Bantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diberikan kepada seorang Saksi dan/atau Korban atas permintaan tertulis dari yang bersangkutan ataupun orang yang mewakilinya kepada LPSK. o. Jika saksi dianggap sangat berkopeten dan keterangan saksi sangat diperlukan maka saksi yang diajukan dalam proses persidangan tersebut harus lah mendapatkan perlindungan dari awal persidang hingga perkara yang memerlukan keterangan saksi putus dan memiliki kekuatan hukum tetap.
Universitas Sumatera Utara
80
p. Pendampingan dilakukan antara lain melalui pemantauan dan pengawasan terhadap pemenuhan hak Saksi dan/atau Korban dalam proses peradilan. 3. A. Hambatan dalam mendapatkan perlindungan hukum terhadap saksi dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana, yaitu: 1. Internal a. Definisi dan Status Saksi yang terbatas di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 b. Inkonsistensi pasal-pasal di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 c. Lembaga Perlindungan Saksi dan korban (LPSK) yang belum memiliki perwakilan di daerah dan kurangnya sosialisasi d. Belum Adanya Mekanisme “Perlindungan Sementara bagi Saksi dalam Kondisi Darurat e. Pembatasan Tugas dan Wewenang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban f. Ketidaksepahaman Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban Dengan Pihak - Pihak Terkait g. Permasalahan Internal Kelembagaan LPSK 2. Eksternal a. Masih rendahnya tingkat pendidikan b. Faktor ekonomi c. Rasa takut bertemu dengan penyidik atau Polisi d. Tidak mengetahui adanya undang - undang perlindungan saksi e. Adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu
Universitas Sumatera Utara
81
3. B. Upaya perlindungan hukum terhadap saksi dalam perkara tindak pidana pembunuhan berencana 1.
Upaya penal (menggunakan hukum pidana) sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materill, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana untuk mencapai tujuan - tujuan tertentu dan non penal
2.
Upaya non penal (diluar hukum pidana) lebih menitik beratkan pada sifat preventif yaitu pencegahan, penangkalan, pengendalian sebelum kejahatan terjadi. Sasaran utama dari upaya ini adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.
Universitas Sumatera Utara
82
B. Saran 1. Pengaturan perlindungan hukum terhadap saksi dalam tindak pidana pembunuhan berencana yaitu perlu adanya penambahan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di setiap kabupaten/ kota agar mudah terjangkau oleh masyarakat. Selain itu harus ada peran serta Lembaga Swadaya Masyarakat LSM agar terbentuknya sarana dan prasarana dalam memberikan perlindungan hukum. Dengan pembaharuan hukum pidana, maka perlindungan korban dapat dilakukan secara maksimal, dalam sistem peradilan pidana, korban cenderung dilupakan, padahal dalam proses peradilan korban yang mendapatkan keadilan akan hukum positif di Indonesia lebih banyak mengatur mengenai hak - hak pelaku kejahatan. 2. Bentuk perlindungan hukum terhadap saksi dalam tindak pidana pembunuhan berencana Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan saksi dan Korban, saksi hendaknya dilaksanakan secara optimal dan meningkatkan koordinasi antara lembaga penegak hukum dengan institusi terkait. 3. Hambatan dan upaya pemberian perlindungan hukum terhadap saksi dalam perkara tindak pidana pembunuha berencana, yaitu perlu di dirikannya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di setiap daerah walaupun hanya dengan sistem pembagian wilayah kewenangan serta perbaikan akan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban akan sangat membantu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dengan tujuan agar masyarakat luas semakin mengetahui secara jelas tentang bagaimana kinerja LPSK.
Universitas Sumatera Utara