PERAN KEMENTERIAN AGAMA RI DALAM PENYALURAN DANA BANTUAN PENGEMBANGAN WAKAF
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh: DEVITA OCTAVIANI NIM: 1110046100038
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang belaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
8 Oktober 2014
Devita Octaviani
ii
ABSTRAKSI Devita Octaviani, 1110046100038 “Peran Kementerian Agama RI Dalam Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf”, Program Strata I, Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan sosial yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI kepada nadzhir dalam bentuk sejumlah uang dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana tersebut digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif agar hasilnya digunakan sebagai pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini secara khusus membahas tentang mekanisme dan efektivitas penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui literatur-literatur kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini serta dengan melalui wawancara ke Kementerian Agama-Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Adapun untuk teknik pengolahan datanya menggunakan analisis deskriptif. Proses analisisnya dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor Strenght, Weakness, Opportunity dan Threat (SWOT) pada dana bantuan pengembangan wakaf. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: pertama, mekanisme penyaluran dana bantuan ini berawal dari nadzir mengajukan proposal permohonan bantuan kepada Kemenag dengan berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku. Kemudian pihak Kemenag melakukan penyeleksian terhadap proposal yang masuk berdasarkan seleksi administrasi, verifikasi dan survey ke lokasi. Bagi nadzir yang menerima dana bantuan, diharuskan melakukan laporan rutin pertigabulan dan perenam bulan kepada Kemenag. Kedua, pengawasan yang dilakukan Kemenag sudah berjalan dengan efektif, dilihat dari teori efektivitas dan analisis SWOT yang menunjukkan skor IFAS 3,1 dan EFAS 2,5. Kata Kunci: Wakaf, Efektivitas, Pengawasan dan SWOT.
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah mencurahkan rahmat, taufik, dan hidayahnya tanpa jemu. Sesungguhnya, hanya karena kemurahan hati-Nya lah sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Rasulullah saw beserta seluruh keluarga, sahabat, dan juga ummatnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari terdapat banyak kendala yang menghambat langkah penulis untuk merampungkan skripsi ini. Namun, berkat bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Phil. J.M. Muslimin, MA. sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H., sebagai Ketua Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) dan Abdurrauf, MA., sebagai Sekretaris Prodi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. M. Zainul Arifin sebagai Dosen Pembimbing Akademik Penulis. 4. Yuke Rahmawati, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang telah memberi arahan, saran, dan ilmunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 5. Segenap pihak Kementerian Agama RI-Direktorat Pemberdayaan Wakaf, khususnya Bapak Yanuar dan Bapak H.Abdul Fattah yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk membantu penulis
iv
menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah mengajarkan ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H.Asep Dedi dan Ibunda Hj.Nani Yuningsih serta Ema Manah yang selalu mendoakan, membesarkan, membimbing dan mendukung penulis baik moril maupun materiil tanpa pernah mengeluh dan berputus asa tetap memberikan motivasi kepada penulis dalam kondisi senang maupun susah. 9. Adik-adik tersayang, Dinar Dwi Apriyanti, Diana Gayatri Febrianti dan M.Dendi Rahmatullah yang turut memberikan kontribusi, doa dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Keluarga Besar Ayah I Made Astanadi dan Ibu Hj.Lilis Komalasari yang turut mendukung penulis baik moril maupun materiil dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Keluarga besar PONPES CIPASUNG dan keluarga besar KAHFI yang telah memberikan ilmu dan mengajarkan makna kehidupan kepada penulis. 12. Sahabat – sahabat terbaik penulis, Ika, Mahrun, Ayun dan Ana yang samasama berjuang dengan penulis dalam susah dan senang selama proses perkuliahan hingga akhir. Terimakasih telah mengajarkan arti sahabat yang sesungguhnya. Terimakasih atas persahabatan yang indah ini.
v
13. Teman – teman terbaik penulis, Nisrina, Nining, Titi, Nissa, Nabila, Risa, Zulfa, M.Ramdan dan Edwin yang telah mendukung dan selalu memberikan motivasinya kepada penulis agar terselesainya skripsi ini. 14. Teman-teman Mahasiswa jurusan Perbankan Syariah kelas A angkatan 2010, yang selalu membantu dan menemani penulis selama masa perkuliahan berlangsung. Menjalani susah senang bersama menanggung beban bersama seperti keluarga sendiri yang saling mendukung satu sama lain untuk tetap teguh mencapai cita-cita kita. 15. Terima kasih kepada seluruh teman-teman di Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbankan Syariah yang masih banyak lagi yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua dukungan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. 16. Dan akhirnya, semua pihak yang telah turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga segala kebaikan yang tulus dari semua pihak dapat diterima oleh Allah SWT serta mendapatkan pahala yang berlipat dari-Nya. Kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun kritik dan saran dari para pembaca sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Besar harapan penulis agar skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi bagi penulis dan masyarakat seluruhnya. Jakarta,
8 Oktober 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................
ii
ABSTRAKSI ........................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR .........................................................................................
iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xi
BAB I:
BAB II:
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..............................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
6
C. Pembatasan Masalah .....................................................................
7
D. Rumusan Masalah ........................................................................
7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .....................................................
7
F. Sistematika Penulisan ..................................................................
8
LANDASAN TEORI A. Wakaf ............................................................................................
10
B. Efektivitas Pengawasan ................................................................
24
C. Analisis SWOT .............................................................................
40
D. Kerangka Konseptual ....................................................................
56
E. Review Studi Terdahulu ...............................................................
57
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian .............................................................................
59
B. Tempat Penelitian .........................................................................
60
C. Jenis Data ......................................................................................
60
vii
D. Teknik Pengumpulan Data ...........................................................
61
E. Teknik Pengolahan Data ...............................................................
62
F. Teknik Analisis Data ....................................................................
62
BABIV: HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum .........................................................................
64
B. Mekanisme dan Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ..................................................................
69
C. Analisis SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ................
75
D. Efektivitas Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ............................................................................................
BAB V:
90
PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................
95
B. Saran..............................................................................................
96
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Gambar Diagram Matriks SWOT Kearns ....................................... 44
Tabel 2.2
Matriks EFAS .................................................................................. 49
Tabel 2.3
Matriks IFAS ................................................................................... 51
Tabel 4.1
Dana Bantuan Wakaf Produktif Berdasarkan Lokasi Dari Tahun 2005-2013 ........................................................................................ 66
Tabel 4.2
Matriks IFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ...................... 77
Tabel 4.3
Matriks EFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ..................... 79
Tabel 4.4
Matriks Strategi SWOT ................................................................... 83
Tabel 4.5
Perhitungan SKOR IFAS ................................................................ 84
Tabel 4.6
Perhitungan SKOR EFAS ............................................................... 85
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kuadran Pearce dan Robinson......................................................... 52
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual ...................................................................... 55
Gambar 4.1
Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ..... 73
Gambar 4.2
Diagram Analisis SWOT Terhadap Dana Bantuan Pengembangan Wakaf ..................................................................... 87
Gambar 4.3
Diagram Matriks SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf .... 88
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
: Surat Permohonan Dosen Pembimbing Skripsi
Lampiran 2
: Surat Permohonan Data/ Wawancara
Lampiran 3
: Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 4
: Pedoman Wawancara Penelitian
Lampiran 5
: Biodata Responden
Lampiran 6
: Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Wakaf merupakan salah satu instrumen pendistribusian harta dalam Islam dengan menahan harta baik secara abadi maupun sementara, untuk dimanfaatkan langsung atau tidak langsung, dan diambil manfaat hasilnya secara berulangulang di jalan kebaikan, umum maupun khusus.1 Wakaf di Indonesia telah dikenal dan dilaksanakan sejak agama islam masuk ke Negara Indonesia pada pertengahan abad ke-13. Sejak datangnya Islam, wakaf telah dilaksanakan berdasarkan paham yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Islam Indonesia, yaitu paham Syafi’iyyah dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia. Dalam undang-undang UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Pemerintah berupaya melakukan pendataan wakaf dan penerbitan sertifikat tanah wakaf serta memberikan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah dengan bantuan Departeman Agama. Namun, masih banyak masyarakat yang tidak mendaftarkan tanah milik yang diwakafkan atau merasa kesulitan mengurus sertifikat tanah wakaf karena proses yang lama, yang semakin lama semakin bertambah seiring meningkatnya partisipasi masyarakat untuk berwakaf. Kebijakan pemerintah ini muncul untuk menguatkan secara hukum
1
Mundzir, Qahaf. Manajemen Wakaf Produktif , cet.III, (Jakarta: Khalifa, 2007), h.52.
1
2
tanah-tanah yang diwakafkan kepada nadzir agar tidak terjadi sengketa di kemudian hari. Kebijakan ini juga membatasi harta benda wakaf pada tanah milik, sehingga banyak tanah wakaf yang menganggur atau hanya dikelola secara konsumtif dan tidak memberikan manfaat yang lebih luas kepada masyarakat. Sampai pada tahun 2004, dikeluarkannya undang-undang wakaf nomor 41 yang merombak besar-besaran kebijakan tentang wakaf dari pengertian, harta benda wakaf, sampai jangka waktu. Wakaf seharusnya menjadi langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena tidak hanya memiliki nilai ibadah tapi juga memiliki nilai ekonomi yang perlu dikembangkan. Ruang lingkup wakaf yang tidak hanya terbatas pada benda tidak bergerak, melegalkan masyarakat untuk mewakafkan harta benda bergerak seperti mobil, hak sewa, logam mulia, surat berharga, dan uang yang dapat disalurkan melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang telah diakui oleh kementerian agama. Peruntukan harta benda wakaf tidak terbatas pada kepentingan ibadah dan sosial, namun kepentingan meningkatkan ekonomi masyarakat pun juga menjadi tujuan. Dalam pengelolaan harta produktif, pihak yang paling berperan dalam berhasil tidaknya pemanfaatan harta wakaf adalah nadzir wakaf, yaitu seseorang atau sekelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas oleh wakif (orang yang mewakafkan hartanya) untuk mengelola wakaf. Setelah memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari hasil wakaf, maka keberadaan nadzir profesional sangat dibutuhkan, bahkan menempati peran sentral. Sebab di pundak nadzirlah tanggung jawab dan
3
kewajiban memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf serta menyalurkan hasil atau manfaat dari wakaf kepada sasaran wakaf.2 Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus yang terjadi banyak harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu, disebabkan tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan nadzir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, melainkan juga karena sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi kesejahteraan umum yang sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. Untuk itu, dibutuhkan nadzir-nadzir profesional yang handal di bidang ekonomi, bisnis, dan manajemen untuk dapat mengelola harta benda wakaf dengan baik sesuai tujuan dan fungsinya. Sehingga tahun 2007 dibentuklah Badan Wakaf Indonesia (BWI), lembaga independen yang bertugas melakukan pembinaan
terhadap
nadzir-nadzir
untuk
melakukan
pengelolaan
dan
pengembangan harta benda wakaf secara produktif berdasarkan undang-undang. Untuk memproduktifkan harta benda wakaf diperlukan biaya. Tabung Wakaf Indonesia menggelontorkan dana 900 juta untuk membangun rumah sewa
2
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004), h.37.
4
siap huni di atas tanah wakaf.3 Untuk memproduktifkan lahan perkebunan dibutuhkan bibit, pupuk, alat, dan pekerja. Dalam hal ini, menggandeng pihak ketiga akan sangat membantu para nadzir. Bekerjasama dengan investor, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana dan bersedia meminjamkannya untuk mengembangkan harta benda wakaf, misalnya untuk membangun pabrik sepatu dengan menggunakan sistem bagi hasil sesuai syariah atau menjadikan bank syariah sebagai pilihan lembaga mediasi dengan mengajukan pembiayaan untuk pengembangan wakaf produktif. Bekerjasama dengan lembaga zakat yang bersifat konsumtif akan lebih seimbang, seperti yang dilakukan oleh Tabung Wakaf Indonesia yang menggandeng amil zakat Dompet Dhuafa dalam pembangunan Rumah Sehat Terpadu di daerah Parung, Bogor di atas tanah wakaf.4 Atau berkiblat pada Badan Wakaf Indonesia (BWI), yang menggunakan wakaf uang untuk mengembangkan tanah wakaf dengan membangun Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) di Serang, Banten.5 Hasil dari operasional RSIA diutamakan untuk mengembalikan uang wakaf masyarakat yang digunakan dan kemudian dilakukan subsidi silang untuk kaum dhuafa.
3
Artikel ini diakses pada rabu, 5 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/news/all/rumahsewa-milik-umat-siap-dihuni/. 4 Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/dompetdhuafa-bangun-masjid-di-zona-madina/. 5 Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://bwi.or.id/index.php/ar/asdfsdaf/1beritawakaf/358-bwi-berencana-akan-bangun-rsia.
5
Namun hal yang sulit untuk menjadikan wakaf uang sebagai sumber dana pengembangan. Pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak di Serang Banten sempat terhenti karena sumber pembiayaan yang bertumpu pada wakaf uang masyarakat yang disalurkan melalui LKS-PWU tidak selalu bisa diandalkan. Jumlah uang wakaf yang diberikan masyarakat tidak sebanding dengan kebutuhan dana yang diperlukan untuk pembangunan RSIA tersebut dan beban uang wakaf yang tidak boleh habis pokoknya perlu menjadi pertimbangan. Direktorat Pemberdayaan Wakaf dibantu oleh Kementerian Agama RI mengadakan program penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf yang dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap tahun Direktorat Pemberdayaan Wakaf mendapatkan amanah dana bantuan yang harus disalurkan kepada nadzir-nadzir yang membutuhkan. Dari tahun 2005 sejak program
ini
mulai
dijalankan
sampai
tahun
2013,
Kemenag
sudah
mendistribusikan dana bantuan milyaran rupiah untuk mengembangkan harta benda wakaf di 68 titik daerah yang tersebar di seluruh Indonesia. Para nadzir diharuskan untuk mengajukan permohonan bantuan dana pengembangan wakaf kepada Kemenag, yang kemudian akan dipertimbangkan dan akhirnya diputuskan untuk diterima atau ditolak atas permohonan yang diajukan. Setelah dana diterima, beralih nadzir yang bertanggungjawab atas pengembangan harta benda wakaf dengan dana bantuan yang diberikan. Namun pada kenyataannya, tidak semua dana bantuan ini berkembang dengan sebagaimana mestinya, maksudnya tidak semua nadzir sukses dalam mengelola
6
dana bantuan ini. Masalah ini tidak lepas dari kewajiban Kemenag untuk melakukan pengawasan atas dana yang diberikan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai mekanisme dana bantuan pengembangan wakaf yang diberikan oleh Kementerian Agama RI dan pengawasannya. Adapun yang menjadi judul dalam skripsi ini adalah “Peran Kementerian Agama RI Dalam Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah yang muncul, diantaranya: 1. Wakaf
seharusnya
menjadi
langkah
strategis
untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. 2. Dalam pengelolaan harta produktif, pihak yang paling berperan dalam berhasil atau tidaknya pemanfaatan harta benda wakaf adalah nadzir wakaf. 3. Setiap tahun Direktorat Pemberdayaan Wakaf mendapatkan amanah dana bantuan yang harus disalurkan kepada nadzir-nadzir yang membutuhkan. 4. Pada kenyataannya tidak semua dana bantuan wakaf ini berkembang dengan sebagaimana mestinya, ada nadzir yang berhasil mengelola dana ini, dan adapula yang tidak. 5. Kementerian Agama memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan atas dana bantuan wakaf yang diberikan.
7
C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian ini, maka penulis perlu memberikan batasan pada wakaf produktif, mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf, dan pengawasannya. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf? 2. Bagaimana efektivitas pengawasan Kementerian Agama dalam penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. b. Untuk mengetahui efektivitas pengawasan Kementerian Agama dalam penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. 2. Manfaat penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan akan memberikan manfaat: a. Manfaat bagi akademisi
8
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan tentang wakaf khususnya penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. b. Manfaat bagi praktisi Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi sumber rujukan bagi para praktisi di bidang pengelolaan wakaf. c. Manfaat bagi masyarakat Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan pandangan yang lebih luas tentang wakaf bagi yang mengetahui dan memberikan pengetahuan baru bagi yang belum mengetahui.
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penyusunan penulisan penilitian, maka sistematika penulisan disusun dengan merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini terdiri dari lima bab, yang terdiri dari : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini menguraikan tentang teori wakaf, efektifitas pengawasan, SWOT, review studi terdahulu, dan kerangka konseptual.
9
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian, yaitu: jenis penelitian, tempat penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diterangkan mengenai gambaran umum, hasil penelitian, yaitu mekanisme dan pengawasan penyaluran dana, uraian SWOT dana bantuan, serta efektifitas pengawasan. BAB V PENUTUP Pada bab ini akan memuat kesimpulan atas bab-bab sebelumnya yang merupakan jawaban dari rumusan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya. Selain itu pada bab ini juga akan memuat saran yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Wakaf 1. Definisi dan Dasar Hukum Wakaf a. Definisi Wakaf Pengertian wakaf secara etimologi adalah menahan (al-habs), dan diartikan secara terminology yaitu “Tahbiisul ashl wa tasbiilul manfa’ah” (menahan suatu barang dan memberikan manfaatnya).1 Tahbiisul ashl artinya menahan barang. Sedangkan yang dimaksud dengan Ashl adalah jenis barang, seperti rumah, pohon, tanah, dan mobil serta yang serupa dengannya. Sebab jenis barang wakaf dapat berupa benda bergerak maupun yang tidak bergerak. Sedangkan ungkapan tasbiilul manfa’ah yaitu melepaskannya. Maksudnya, orang yang berwakaf (wakif) menahan barang tersebut dari segala hal yang dapat mengalihkan kepemilikan dan orang tersebut memberikan manfaatnya. Misalnya, hasil sewa rumah, pohon yang berbuah, pengelolaan tanah, dan lain sebagainya.2 Wakaf menurut istilah syarak adalah menahan harta yang mungkin di ambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya
1
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟I, 2008), h.5. 2 Ibid, h.6.
10
11
(ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.3 Para ahli fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf menurut istilah, yaitu diantaranya: 1) Abu Hanifah Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilihan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli
warisnya.
“menyumbangkan
Jadi
yang
timbul
dari
manfaat”.
Karena
itu
wakaf mazhab
hanyalah Hanafi
mendefinisikan wakaf adalah: “tidak melakukan suatu tindakan ats suatu benda, yang berstatus tetap sebagai hak mili, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang ataupun akan datang”. 4 2) Mazhab Maliki Mazhab maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan
3
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, cet.IV, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.25. 4 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, FIQH WAKAF (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005), h. 2.
12
kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat hartanya untuk digunakan oleh mustahiq (penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan sebagaiwakaf kekal (selamanya).5 3) Mazhab Syafi‟I dan Ahmad bin Hambal Syafi‟I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti: perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang 5
Ibid., h.2.
13
diwakafkannya kepada mauquf „alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melaranggnya, maka Qadli berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf „alaih. Karena itu mazhab Syafi‟i mendefinisikan wakaf adalah: “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial).6 4) Mazhab Lain Mazhab lain sama dengan mazhab ketiga, namun berbeda dari segi kepemilikan atas benda yang diwakafkan yaitu menjadi milik mauquf „alaih (yang diberi wakaf), meskipun mauquf „alaih tidak berhak melakukan suatu tindakan atas benda wakaf tersebut, baik menjual atau menghibahkannya.7 Menurut
kamus
bahasa
Indonesia,
wakaf
ialah
memperuntukkan sesuatu bagi kepentingan umum, sebagai derma atau kepentingan yang berhubungan dengan agama.8 Dan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
6
Ibid., h.3. Ibid., h.3-4. 8 Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 7
1008.
14
sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selamalamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.9 Namun pengertian wakaf menurut apa yang dirumuskan dalam pasal 1 ayat (1) PP No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik : Perbuatan hukum seseorang atau Badan Hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam. Sedangkan menurut UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.10 Jadi wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk menyerahkan harta yang dimilikinya guna untuk menahan benda harta tersebut agar
9
Mardani, FIQH Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 357. Republik Indonesia, “Undang-Undang Dasar 1945 Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf”, Bab 1, Pasal 1. 10
15
diambil manfaatnya bagi kepentingan umum guna sesuai tuntunan syariah. b. Dasar Hukum Wakaf Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari: 1) Ayat Al-quran antara lain: a) QS. Al-Hajj: 77
“Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.11 b) QS.Ali-Imran: 92
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.12
11 12
Al-Qur‟an, Surat Al-Hajj: 77. Al-Qur‟an, Surat Ali-Imran: 92.
16
2) Sunnah Rasulullah SAW
Dari Abu Hurairah ra; sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: sodaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tua” (HR. Muslim).13 Adapun penafsiran shodaqoh jariyah dalam hadits tersebut adalah:
Hadits tersebut dikemukakan didalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shodaqah jariyah dengan wakaf “ (Imam Muhammad Ismail al Kahlani, tt., 87).” Ada hadits Nabi yang telah tegas menggambarkan dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi kepada Umar untuk mewakafkan tanahnya yang ada di khaibar:
“Dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar ra memperoleh sebidang tanah di khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon 13
Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram Penerjemah: Irfan Maulana Hakim, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 1998), h. 378.
17
petunjuk. Umar berkata: Ya Rasulullah, saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkannya kepada orangorang fakir, kaum kerabat, budak belian sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (mengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta” (HR. Muslim).14
c. Unsur dan Persyaratan Wakaf Unsur-unsur (rukun) yang harus terpenuhi dalam wakaf yaitu: 1) Wakif (orang yang berwakaf) 15 Orang yang berwakaf disyaratkan harus seorang yang dipandang cakap untuk melakukan amal kebajikan (ahl li al-tabarru‟) dengan indikator sebagai berikut: a) Orang yang berwakaf adalah orang ewasa atau baligh b) Orang yang berwakaf berakal sehat, bukan orang gila atau orang bodoh c) Orang yang berwakaf, pada saat mewakafkan hartanya dalam keadaan sehat, bukan orang yang sedang sakit keras. d) Orang yang berwakaf adalah pemilik penuh harta yang akan diwakafkannya. Seseorang yang diserahi tugas untuk mengurus harta, atau hanya sebagai pengguna, seperti pengelola, penggarap, penyewa, 14
Ibn Hajar Al-Asqalani, (Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 1998), h. 378-379. Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat, cet.I, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), h.109-118. 15
18
peminjam, dan pembeli gadai tidak dapat mewakafkan harta yang dikuasainya karena bukan pemilik penuh. e) Orang yang berwakaf adalah pemilik syah harta yang akan diwakafkannya.
Dengan
kata
lain
orang
seperti
penggasab,
penyerobot, pencuri dan pemilik harta illegal lainnya, tidak sah mewakafkan harta yang dimilikinya secara illegal karena bukan pemiliknya yang sah. f) Orang yang berwakaf adalah orang yang cakap dalam bertindak (rasyid) g) Orang yang berwakaf tidak tenggelam hutang. Orang yang mempunyai hutang yang melebihi jumlah hartanya tidak sah mewakafkan. 2) Mauquf bih (harta yang diwakafkan)16 Untuk barang yang diwakafkan, ditentukan beberapa syarat sebagai berikut:17 a) Barang atau benda itu tidak rusak atau habis ketika diambil manfaatnya. b) Kepunyaan orang yang berwakaf c) Bukan barang haram atau najis.
16
Ibid., hal. 118-127. Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori ke Praktek, cet.I, (Jakarta: CV. Rajawali, 1989), h.31. 17
19
3) Mauquf‟alaih (penerima wakaf)18 Syarat penerima wakaf adalah baligh dan berakal. 4) Shighat (ikrar wakaf)19 5) Nadzir (pengelola wakaf)20 Harta secara umum memerlukan pengelola yang dapat menjaga dan mengurus agar tidak terlantar dan sia-sia. Persoalan yang menjadi perhatian para ulama dalam menentukan pengelola (nadzir) adalah menyangkut sasaran. Apabila sasaran wakaf ditunjukkan untuk oorang-orang tertentu, maka pengelolaannya adalah penerima wakaf tersebut, dan apabila wakaf ditujukan untuk umum, seperti untuk masjid, fakir miskin, yatim piatu, orang-orang jompo, dan sebagainya, maka sebagai pengelolanya adalah penguasa hukum wilayah. Al-Khatib al-Syarbini memberikan persyaratan nadzir adalah jujur, amanah serta kecakapan atau kemampuan seseorang untuk mengelola dan mengembangkan harta wakaf sehingga mencapai hasil yang optimal. 2. Macam-macam Wakaf dalam Islam Pembentukan wakaf dan pertumbuhannya yang berkembang sangat pesat dalam Islam serta pwmwliharaanya yang baik, telah menjadikan asset wakaf berlimpah. Wakaf yang jumlahnya melimpah ini berasal dari berbagai jenis wakaf, berbagai macam bentuk, tujuan dan targetnya, substansi ekonominya, serta
18
Ibid., h. 127. Ibid., h. 134. 20 Ibid., h. 142-145. 19
20
bentuk wakaf berdasarkan jenis wakifnya atau bentuk manajemennya. Berikut macam-macam wakaf tersebut: a. Macam-macam wakaf berdasarkan bentuk manajemennya21 Berdasarkan bentuk manajemennya, wakaf bisa dibagi menjadi empat macam: 1) Wakaf dikelola oleh wakif sendiri atau salah satu dari keturunannya, yang kategori orangnya ditentukan oleh wakif. 2) Wakaf dikelola oleh orang lain yang ditunjuk wakif mewakili suatu jabatan atau lembaga tertentu, seperti Imam masjid dimana hasil wakafnya untuk kepentingan masjid tersebut. 3) Wakaf yang dokumennya telah hilang, sehingga hakim menunjuk seseorang untuk memanaj wakaf tersebut. Ini biasanya terjadi pada benda wakaf yang sudah berusia puluhan atau ratusan tahun. 4) Wakaf yang dikelola oleh Pemerintah. Hal ini muncul belakangan, terutama setelah terbentuknya Kementerian Wakaf pada masa Turki Usmani atau pada pertengahan abad kesembilan belas. b. Macam-macam wakaf berdasarkan keadaan wakif22 Berdasarkan keadaan wakif, wakaf bisa dibagi menjadi tiga macam: 1) Wakaf orang-orang kaya. Wakaf ini banyak dilakukan oleh para sahabat yang kaya atau paling tidak mereka yang memiliki tanah dan perkebunan.
21 22
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, h.20-21. Ibid., h. 21-22.
21
Wakaf ini terus berlanjut hingga memecahkan rekor terbanyak dari berbagai macam wakaf lainnya. 2) Wakaf tanah pemerintah berdasarkan keputusan penguasa atau hakim. 3) Wakaf yang dilakukan oleh wakif atas dasar wasiat. c. Macam-macam wakaf berdasarkan substansi ekonominya23 Berdasarkan substansi ekonominya, wakaf bisa dibagi menjadi dua macam: 1) Wakaf langsung, yaitu wakaf untuk memberi pelayanan langsung kepada orang-orang yang berhak, seperti wakaf masjid yang disediakan sebagai tempat shalat, wakaf sekolah yang disediakan untuk tempat belajar siswa dan wakaf rumah sakit untuk mengobati orang sakit secara cuma-cuma. Pelayanan
langsung
ini
benar-benar
dirasakan
manfaatnya
oleh
masyarakat secara langsung dan menjadi modal tetap yang selalu bertambah dari generasi ke generasi. Wakaf seperti ini merupakan asset produktif yang sangat bermanfaat generasi yang akan datang dan dirintis oleh generasi terdahulu untuk mengisi pembangunan yang akan datang serta bertujuan memberi manfaat langsung kepada semua orang yang berhak atas wakaf tersebut. 2) Wakaf produktif, yaitu wakaf harta yang digunakan untuk kepentingan produksi, baik dibidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa yang manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada 23
Ibid., h. 22-23.
22
orang-orang yang berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Disini, wakaf produktif diolah untuk dapat menghasilkan barang atau jasa kemudian dijual dan hasilnya dipergunakan sesuai dengan tujuan wakaf. d. Macam-macam wakaf berdasarkan bentuk hukumnya24 Adapun macam-macam wakaf berdasarkan bentuk hukumnya ada dua kategori. Pertama, macam-macam wakaf berdasarkan cakupan tujuannya, yaitu: 1) Wakaf umum, yaitu wakaf yang tujuannya mencakup semua orang yang berada dalam tujuan wakaf; baik cakupan ini untuk seluruh manusia, atau kaum muslimin, atau orang-orang yang berada di daerah mereka. 2) Wakaf khusus atau wakaf keluarga, yaitu wakaf yang manfaat dan hasilnya hanya diberikan oleh wakif kepada seseorang atau sekelompok orang berdasarkan hubungan dan pertalian yang dimaksud oleh wakif. 3) Wakaf gabungan, yaitu wakaf yang sebagian manfaat dan hasilnya diberikan khusus untuk anak dan keturunan wakif, serta selebihnya disalurkan untuk kepentingan umum. Kedua macam-macam wakaf berdasarkan kelanjutannya sepanjang zaman, yaitu: 1) Wakaf abadi, yaitu wakaf yang diikrarkan selamanya dan tetap berlanjut sepanjang zaman. Wakaf yang sebenarnya dalam Islam adalah wakaf
24
Ibid., h. 23-25.
23
abadi, yang pahalanya berlipat ganda dan terus berjalan selama wakaf itu masih ada. 2) Wakaf sementara, yaitu wakaf yang sifatnya tidak abadi, baik dikarenakan oleh bentuk barangnya maupun keinginan wakif sendiri. e. Macam-macam wakaf berdasarkan tujuannya25 Ada beberapa macam wakaf berdasarkan tujuannya, diantaranya adalah: 1) Wakaf air minum. Wakaf ini termasuk diantara tujuan wakaf yang pertama dalam Islam dan tercermin dalam wakaf Utsman bin Affan Radhiyallahu anhu yang berupa sumur Raumah. 2) Wakaf sumur dan sumber mata air di jalan-jalan yang biasa menjadi lalu lintas jamaah haji yang datang dari Iraq, Syam, Mesir dan Yaman, serta kafilah yang bepergian menuju India dan Afrika. 3) Wakaf jalan dan jembatan untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat. 4) Wakaf khusus bantuan fakir miskin dan orang-orang yang sedang bepergian. 5) Wakaf pembinaan social bagi mereka yang membutuhkan. 6) Wakaf sekolah dan universitas serta kegiatan ilmiah lainnya. 7) Wakaf asrama pelajar dan mahasiswa. 8) Wakaf pelayanan kesehatan. 9) Wakaf pelestarian lingkungan hidup.
25
Ibid., h. 25-28.
24
f. Macam-macam wakaf berdasarkan jenis barangnya26 Sepanjang sejarah islam, wakaf sangat banyak dengan beragam bentuk dan jenisnya. Bahkan mencakup semua jenis harta benda. 1) Wakaf benda tidak bergerak. Di antara benda wakaf tersebut adalah wakaf pokok tetap berupa tanah pertanian dan bukan pertanian. Seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan perpustakaan. 2) Wakaf benda bergerak. Wakaf harta benda bergerak yang dijadikan pokok tetap menurut pengertian ekonomi modern, juga banyak dilakukan oleh kaum muslimin, seperti alat-alat pertanian, mushaf Al-Quran, sajadah untuk masjid, buku untuk perpustakaan umum dan perpustkaan masjid.
B. Efektivitas Pengawasan 1. Teori Efektivitas a. Pengertian Efektivitas Efektivitas berasal dari kata “efektif” berarti ada efeknya, (akibatnya, pengaruhnya), dapat
membawa
hasil, berhasil
guna.
Sedangkan “efisien” berarti tepat sesuai untuk menghasilkan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya, dan mampu menjalanlan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna dan bertepat guna.27
26
Ibid., h. 29. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352. 27
25
Peter F. Drucker berpendapat bahwa efektif yaitu mengerjakan pekerjaan dengan benar (doing the right things). Sedangkan efisien adalah mengerjakan pekerjaan yang benar (doing thing right).28 Efektivitas berarti menunjukkan suatu usaha dalam mencapai sasaran-sasaran atau hasil akhir yang telah ditetapkan secara tepat guna mencapai sasaran dan tujuan.29 Efektivitas dalam ekonomi yaitu suatu sasaran atau angka untuk menunjukkan sampai berapa jauh sasaran atau target tercapai. Menurut Amin Widjaja efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tercapai. Sementara Tjukir P. Tawat efektivitas adalah kemampuan suatu unit kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan.30 Secara
sederhana
efektivitas
merupakan
ukuran
untuk
menggambarkan sejauh mana sasaran yang akan dicapai, sedangkan efisiensi menggambar kan bagaimana komponen tersebut dikelola atau di proses secara tepat dan benar sehingga tidak terjadi pemborosan, dan keduanya merupakan satu kesatuan proses guna mencapai visi dan misi. b. Karakteristik Efektif Adapun keefektifan dapat dilihat dari 3 perspektif, yaitu:
28
Ernie Tisnawati sule dan kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I, (Jakarta: Kencana, 2005), h.7. 29 Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, cet.II, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.8. 30 Sinta Sri Rezeki, “Efektivitas Peran Wakalah Al-Wakif Terhadap Perkembangan Tabung Wakaf Indonesia,” (Skripsi S1 pada Program Studi Muamalat FSH UIN Jakarta, 2010), h.15.
26
1) Keefektifan individual yang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kemampuan, dan motivasi. 31 2) Keefektifan kelompok ditentukan oleh kekompakan, kepemimpinan, peran dan norma.32 3) Keefektifan organisasi ditentukan oleh lingkungan teknologi, struktur, pilihan strategis, dan budaya.33 Adapun karakteristik sistem pengawasan yang efektif, yaitu: 1) Akurat (accurate), yaitu informasi atau data yang diukur harus akurat keberadaannya. 34 2) Ekonomis realistic (economically reslistic), yaitu pengeluaran biaya untuk implementasi pengawasan seminimal mungkin.35 3) Tepat waktu (timely), yaitu sistem pengawasan akan efektif jika dilakukan dengan cepat disaat penyimpangan diketahui.36 4) Realistik secara organisasi (organizationally realistic), yaitu individu harus dapat melihat hubungan antara tingkat prestasi yang dicapainya dan imbalan yang akan menyusul kemudian.37
31
Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, edisi.III, cet.II, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.3. 32 Ibid., h. 3. 33 Ibid., h.3. 34 Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, h.307. 35 Ibid., h. 307. 36 Ibid., h. 307. 37 Ibid., h. 307.
27
5) Dipusatkan pada pengawasan strategic (focused on strategic control points), yaitu diarahkan pada titik-titik strategis sehingga penyimpangan cepat diketahui dan terhindar dari kegagalan.38 6) Terkordinasi dengan kerja organisasi, memperhatikan bahwa aktivitas akan selalu terkait dengan kegiatan yang diawasi.39 7) Objektif dan komprehensif (objective and comprehensible), yaitu informasi dalam suatu sistem pengawasan harus mudah dipahami dan objektif.40 8) Fleksibel (flexible), yaitu sistem pengawasan memiliki tingkat keluwesan yang
tinggi
sehingga
standar-standar
pengendalian
tetap
dapat
dipergunakan dikarenakan situasi dan kondisi.41 9) Diterima para anggota organisasi (accepted by organization members), yaitu sistem pengawasan dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota, sehingga masing-masing akan ikut bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan.42 Adapun kriteria efektif dan efisien dalam Islam, yaitu: Prinsip keseimbangan (tawazun) yaitu mencakup bertindak yang harmonis, pantas, dan tidak kikir. 1) Prinsip mencapai kemanfaatan baik bagi dirinya, keluarga dan lingkungan. 38
Ibid., h. 307. Ibid., h. 307. 40 Ibid., h. 307. 41 Ibid., h. 307. 42 Ibid., h. 307. 39
28
2) Prinsip tidak boros (mubazir). 3) Prinsip berlaku adil kepada diri pribadi, orang lain, dan dalam setiap perbuatan. 2. Teori Pengawasan a. Pengertian Pengawasan Pengawasan berasal dari kata “awas” yaitu dapat melihat baik-baik, mempertahankan dengan baik, waspada, dan hati-hati, sementara pengawasan sendiri merupakan penjagaan.43 Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.44 Menurut Terry dalam bukunya John Salindeho pengawasan adalah mengevaluasi prestasi kerja atau menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana, guna menemukan dan mengoreksi penyimpangan yang terjadi.45 Sedangkan dalam bukunya Kadar Nurzaman, pengawasan adalah satu kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan mencapai hasil yang dikehendaki.46
43
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.104. M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h.18. 45 John Salindeho, Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.25. 46 Kadar Nurzaman, Manajemen Perusahaan, cet.I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h.135. 44
29
Pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler, pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanganpenyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.47 Pengawasan merupakan pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi pengawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencanarencana.48 Menurut P. F. Ducker bahwa lembaga tidak dapat berfungsi tanpa manajemen. Manajemen adalah organ lembaga. Organ yang mengubah kerumunan menjadi organisasi dan mengubah usaha manusia menjadi prestasi, karena manajemen pengawasan merupakan fungsi fundamental. Hal tersebut sesuai dengan manajemen “POAC”, yaitu:
47 48
Hani Handoko, MANAJEMEN (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 1998), h.360-361. Jhon Salindeho, Tata Laksana Dalam Manajemen (Jakarta: Sinar Grafika, 1998), hal 39.
30
1) Planning (perencanaan), yaitu merupakan proses awal dalam menentukan tujuan manajemen yang akan dicapai. 49 2) Organizing (pengorganisasian), yaitu keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab, wewenang dan fasilitas untuk mencapai tujuan.50 3) Actuating (kegiatan), yaitu aktifitas seluruh manajemen seperti anaggota yang bekerja menurut tugasnya.51 4) Controlling (pengawasan), yaitu untuk menjamin bahwa kegiatan dapat memberikan hasil yang diinginkan.52 Berikut proses pengawasan menurut Stoner, freeman dan Gilbert:
peppe Penentuan standard dan metode penilaian kinerja
Penilaian kinerja
Apakah kinerja yang dicapai sesuai dengan standard?
Tujuan tercapai
Pengambilan Tidak tindakan koreksi dan melakukan evaluasi ulang atas standar yang telah ditetapkan
Sumber: Diolah dari Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I. (Jakarta: Kencana, 2005), h.321.
b. Tipe-Tipe Pengawasan Ada tiga tipe dasar pengawasan, yaitu: 49
Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, cet.I, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2006), h.42. Ibid., h. 42. 51 Ibid., h. 42. 52 Ibid., h. 42. 50
31
1) Pengawasan
pendahuluan
(feedforward
control).
Pengawawasan
pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan. 2) Pengawasan concurrent, pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, sering disebut pengawasan
“Ya-Tidak”,
screening
control
atau
“berhenti-terus”,
dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatankegiatan bias dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “doublecheck” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan. 3) Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana
32
atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegitan-kegiatan serupa dimasa yang akan dating. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi Kegiatan belum dilaksanakan
Feedforward control
Kegiatan sedang dilaksanakan
Concurrent Control
Kegiatan telah dilaksanakan
Feedback Control
Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen. Pengawasan pendahuluan dan “berhenti-terus”, cukup memadai untuk memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya keduanya mahal. Kedua, banyak nkegiatan tidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus menggunakan sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu. c. Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap. Tahaptahapnya adalah: 1) Tahap 1: Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan). Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dpat digunakan
33
sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar. Bentuk standar yang lebih khusus antara lain target penjualan, anggaran, bagai pasar (marketshare), marjin keuntungan, keselamatan kerja, dan sasaran produksi. Tiga bentuk standar yang umum adalah: a) Standar-standar phisik, mungkin meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk. b) Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya. c) Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan. Setiap tipe standar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk hasil
yang
dapat
dihitung.
Ini
memungkinkan
manajer
untuk
mengkomunikasikan pelaksanaan kerja yang diharapkan kepada para bawahan secara lebih jelas dan tahapan-tahapan lain dalam proses perencanaan dapat ditangani dengan lebih efektif. Standar harus ditetapkan secara akurat dan diterima mereka yang bersangkutan. Standar-standar yang tidak dapat dihitung juga memainkan peranan penting dalam proses pengawasan. Memang, pengawasan dengan standar kualitatif lebih sulit dicapai, tetapi hal ini tetap penting untuk mencoba mengawasinya. Missal, standar kesehatan personalia, promosi
34
karyawan yang terbaik, sikap kerjasama, berpakaian yang pantas dalam bekerja, dan sebagainya. 2) Tahap 2: Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. Beberapa pertanyaan yang penting berikut ini dapat digunakan: berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur – setiap jam, harian, mingguan, bulanan? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan – laporan tertulis, inspeksi visual, melalui telephone? Siapa (who) yang akan terlibat – manajer, staf departemen? Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada para karyawan. 3) Tahap 3: Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata. Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terusmenerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan, laik lisan dan tertulis, 3) metoda-metoda otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang mempergunakan pemeriksa intern (internal auditor) sebagai pelaksana pengukuran.
35
4) Tahap 4: Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan analisa penyimpangan. Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya penyimpangan. Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai. Bab7 menunjukkan bagaimana pentingnya hal ini bagi pembuat keputusan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan. 5) Tahap 5: Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. d. Unsur-Unsur Pengawasan Adapun unsur-unsur pengawasan, yaitu: 1) Subyek (pengawas atau orang yang mengawasi) dan obyek (orang yang diawasi) 2) Kebijakan dan ketentuan peraturan (dasar dilakukannya pengawasan berikut aturan mainnya) 3) Ruang lingkup pengawasan (hal-hal yang diawasi seperti kinerja pegawai, penggunaan anggaran, dan sebagainya)
36
4) Mekanisme
(urutan,
tata
cara
atau
prosedur
dalam
melakukan
pengawasan) 5) Tujuan (untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu tugas maupun hasilnya sesuai dengan perencanaan) e. Syarat-Syarat Pengawasan Adapun syarat-syarat pengawasan, yaitu: 1) Pengawasan harus sesuai dengan kedudukan dan mencerminkan sifat kegiatan. 53 2) Pengawasan harus bersifat korektif yaitu berani mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran.54 3) Pengawasan harus objektif dan fleksibel yaitu dapat dilaksanakan meskipun telah dilakukan perubahan.55 4) Pengawasan harus ekonomis yaitu dengan biaya yang serendah mungkin.56 5) Pengawasan memerlukan perencanaan dengan cara membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dan membutuhkan struktur organisasi serta harus independen.57 f. Tujuan Pengawasan Adapun tujuan dilakukannya pengawasan, yaitu: 53
Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, h.58. Ibid., h. 58. 55 Ibid., h. 58. 56 Ibid., h. 58. 57 Ibid., h. 58. 54
37
1) Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak, memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mencegah agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama. 2) Mengetahui penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal sesuai dengan sasarannya. 3) Mengetahui
pelaksanaan
kerja
sesuai
dengan
program
(tingkat
pelaksanaan), mengetahui hasil pekerjaan serta dibandingkan dengan yang telah ditetapkan di perencanaan. 4) Mengetahui
kelemahan-kelemahan
pelaksanaannya,
memecahkan
masalah, mengurangi resiko kegagalan suatu rencana dan membuat perubahan maupun perbaikan. g. Permasalahan Dalam Pengawasan 1) Solidaritas dari objek pengawasan, yang mengakibatkan proses pencarian data dan informasi pendukung menjadi terhambat. 2) Pada beberapa lembaga penegak hukum belum ada ketentuan yang memadai untuk mengatur bagaimana seorang aparat penegak hukum seharusnya berperilaku (code of conduct), baik perilaku di dalam kedinasan maupun diluar kedinasan. 3) Mekanisme pengawasan yang sangat panjang, sehingga tidak berjalan dengan efektif.
38
4) Mekanisme pengawasan tidak transparan dan akuntabel sehingga masyarakat yang mengajukan laporan atau pengaduan tidak mengetahui tindak lanjut dari laporan atau pengaduan mereka. 5) Terjadinya tumpang tindih dan rumitnya pemeriksaan, biaya yang mahal, dan peranan yang formalitas. 6) Pengawasan dari komisi-komisi independen belum menunjukkan hasil,dan kurang komunikasi dengan masyarakat. 7) Perbedaan persepsi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum sendiri.
3. Efektivitas Pengawasan Efektivitas pengawasan adalah kemampuan memilih rencana yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berkaitan dengan melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan dan merupakan ukuran tentang pencapaian suatu tugas dan tujuan, sejauh mana tugas atau tujuan telah dicapai. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung, apakah tugas itu diselesaikan atau tidak, mengusahakan apa yang direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan yang dihadapi, terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya.58
58
Megawati, “Efektivitas Dps Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Pada AJB Bumi Putera 1912 Divisi Syariah,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.39.
39
Sarlito menyatakan bahwa efektivitas organisasi atau kelompok adalah hasil kerja kelompok dalam mencapai tujuan. Makin dekat hasil organisasi atau kelompok dalam mencapai tujuan, maka semakin efektif. Pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan telah memperhatikan efektivitas. Tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahankelemahan yang dihadapi serta menjadikan umpan balik untuk perbaikan, penyempurnaan pada waktu yang akan datang.59 Jadi dapat disimpulkan pengawasan yang efektif dan tidak efektif adalah: a. Pengawasan dikatakan efektif jika dalam pengawasan mencapai tujuan objek yang diawasi. b. Pengawasan harus merefleksikan perbaikan, penyempurnaan, jika dalam objek yang diawasi terdapat kekurangan atau pelanggaran dari rencana atau tujuan yang ditentukan. c. Pengawasan dikatakan tidak efektif jika dalam pengawasan tidak mencapai tujuan objek yang diawasinya dan tidak merefleksikan pembenaran, dan penyempurnaan jika ada kekurangan pada objek yang diawasinya.
59
M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, h.173.
40
Untuk mencapai tujuan pengawasan dalam mencapai efektifitas, proses pengawasan dapat menjadi efektif harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:60 a. Pengawasanberorientasi kepada tujuan organisasi. b. Pengawasan harus objektif, jujur, dan mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi. c. Pengawasan harus berorientasi terhadap kebenaran menurut peraturanperaturan yang berlaku dalam pelaksanaan pekerjaan. d. Pengawasan harus menjamin daya dan hasil guna penelitian. e. Pengawasan harus bersifat terus menerus. f. Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back) terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan, dan kebijaksanaan waktu yang akan datang.
C. Analisis SWOT 1. Pengertian Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategi harus 60
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994), h.149.
41
menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.61 Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT.62 Beberapa pendapat tentang pengertian analisis SWOT: a. Analisis SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal yang selanjutnya akan digunakan sebagai alat dasar untuk merancang strategi dan program kerja. Analisis eksternal mencakup peluang (opportunity) dan ancaman (Threaths). Analisis internal mencakup penilaian terhadap faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Maka langkah pertama adalah melakukan curah pendapat tentang keempat faktor SWOT tersebut.63 b. Analisis SWOT menurut Sutojo dan F. Kleinsteuber adalah untuk menentukan tujuan usaha yang realistis, sesuai dengan kondisi perusahaan dan oleh karenanya diharapkan lebih mudah tercapai.64 SWOT adalah singkatan dari kata-kata Strength (kekuatan perusahaan), Weaknesses (kelemahan perusahaan), Opportunity (peluang bisnis), Threats (hambatan untuk mencapai tujuan).
61
Bochar, Chan dan Iin, Manajemen Biaya, Diterjemahkan Oleh A. Susty Ambariani, cet.I, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), h.40. 62 Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cet.XIV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h.19. 63 M. Ismail Yustanto, Pengantar Manajemen Syariat, cet.II, (Jakarta: Khairul Bayan, 2003), h.83. 64 Siswanto Sutojo dan F. Kleinsteuber, Strategi Manajemen Pemasaran (Jakarta: Dammar Mulia Pustaka, 2002), h.6.
42
c. Analisis SWOT adalah salah satu bentuk analisis dalam manajemen dengan menggunakan prinsip SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunity dan Threats). Analisis SWOT digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan. Dengan memiliki kekuatan yang dimiliki serta mengembangkan kekuatan tersebut dapat dipastikan bahwa perusahaan akan lebih majundibanding pesaing yang ada. Demikian juga dengan kelemahan yang dimiliki harus diperbaiki agar perusahaan bisa tetap eksis. Peluang yang ada harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan agar volume penjualan dapat meningkat. Dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan haruslah dihadapi dengan mengembangkan strategi pemasaran yang baik.65 Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan tentang pengertian analisi SWOT adalah analisis kondisi internal maupun eksternal perusahaan serta bagaimana mengidentifikasi faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, dan dapat memaksimalkan kelemahan dan ancaman. Suatu perusahaan dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Proses analisa, perumusan dan evaluasi strategi-strategi itu disebut manajemen strategis. Tujuan utama perencanaan strategis adalah agar perusahaan melihat secara obyektif kondisikondisi eksternal dan internal. Dalam hal ini dapat dibedakan menjadi secara 65
Analisis SWOT, artikel ini diakses pada tanggal 5 September 2014 dari http://pengertiananalisis-swot.html.
43
jelas, fugsi manajemen, konsumen, distributor dan pesaing. Jadi perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada.66 Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan, definisi strategi yang dikemukakan oleh Chandler menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang suatu perusahaan. Serta pendayagunaan serta alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman baik mengenai konsep dan strategi konsep-konsep yang lain yang sangat berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun, konsep-konsep itu adalah sebagai berikut: a. Distinctive Competence: tindakan yang dilakukan perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibanding pesaingnya. Dengan iklim yang mendukung, tenaga kerja yang murah dan mudah diperoleh, lokasi strategis dan keamanan yang baik, skala usaha besar dan modern, pasar yang luas dan daya beli masyarakat yang tinggi b. Competitive Advantages: kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya dalam kemampuan berbagai fungsi yang kait-mengkait lewat rantai nilai. Dimana keunggulan tergantung pada superioritas kualita SDM.
66
M.Ismail Yustanto, Pengantar Manajemen Syariah, h.19.
44
Mengingat bahwa lingkungan pemasaran dapat berupa kesempatan dan ancaman bagi perusahaan, maka perlu dilakukan suatu analisis SWOT, yang terdiri dari: a. Strength: Dalam hal ini perusahaan perlu melihat terlebih dahulu kekuatan uang dimiliki, meskipun kekuatan ini tidak sepenuhnya merupakan keunggulan bersaing, yang penting bagi perusahaan adalah memiliki kekuatan yang relatif besar untuk faktor mikro dibanding dengan pesaingnya. Kekuatan ini bisa saja berupa tersedianya dana yang cukup besar, memiliki tenaga kerja yang terampil dan professional. 67 b. Weaknes: Disamping meneliti keunggulannya, perusahaan harus merinci apa saja kelemahan-kelemahannya. Hal ini supaya dapat diatasi terlebih dahulu sebelum perusahaan terjun di area persaingan. Jika mungkin kelemahan itu dihilangkan, dan jika tidak mungkin, harus ditutup dengan nilai lebih yang dimiliki perusahaan. Kelemahan ini misalnya pangsa pasar yang masih sempit, ada batasan-batasan dari peraturan pemerintah dan undang-undang.68 c. Opportunity: peluang pemasaran perusahaan adalah arena yang menarik untuk kegiatan pemasaran dimana perusahaan tersebut meraih keunggulan dalam bersaing. Peluang harus dicari dan diraih karena peluang tidak akan datang ke perusahaan kita. Banyak perusahaan yang cerdik, mengukur kelemahan dan kekuatan bisnisnya untuk meraih peluang yang sesuai dengan kekuatannya dan sukses karena didukung oleh adanya kerja sama yang baik antar bagian 67
Agus Wibisono, Analisis SWOT, artikel ini diakses pada tanggal 5 september 2014 dari http://aguswibisono.com/2010/analisis swot-strength-weaknesses-opportunity-threat/.com 68 Ibid.,
45
(internal) perusahaan itu sendiri. Hal penting dalam suat analisis lingkungan yaitu bagaimana memperoleh informasi adanya peluang-peluang baru.69 d. Threat: Dalam mengembangkan keunggulan dan kekuatannya untuk meraih kesempatan baik menghadapi hambatan yaitu berupa kecenderungan yang tidak menguntungkan yang dapat mengancam kedudukan perusahaan apabila tidak diantisipasi dengan aktifitas pemasaran yang terpadu.70 Analisis SWOT mengarahkan analisis strategic dengan cara memfokuskan perhatian pada kekuatan (strength), kelemahan (weaknes), peluang (opportunity) dan ancaman (threat) yang memerlukan hal yang kritis bagi keberhasilan organisasi maupun perusahaan dengan melakukan identifikasi secara hati-hati pada faktor keberhasilan kritis (Critical Succes Factory).71 Kinerja perusahaan atau organisasi dapat ditentukan dengan analisis SWOT, yang merupakan hasil perbandingan dengan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman/tantangan). Faktor internal diperoleh dari data dalam lingkungan perusahaan seperti dari laporan keuangan, kegiatan operasional, kegiatan pemasaran dan data staff serta karyawan. Sedangkan faktor eksternal diperoleh dari data lingkungan diluar perusahaan atau organisasi, seperti analisis pasar, komunitas, pemerintah dan analisis kelompok (untuk kepentingan tertentu) perencanaan usaha yang baik dengan menggunakan metode pengujian analisis
69 70
Ibid., Murti Sumarni, Manajemen Pemasaran Bank (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),
h.75-76. 71
A. Susty Ambariani, Manajemen Biaya (Jakata: Salemba Empat, 2000), h.43.
46
SWOT dirangkum dalam matrik SWOT yang dikembangkan oleh Kearns (1992).72 Table 2.173 Gambar Diagram Matrik SWOT Kearns EFAS
Opportunity(O)
Treath (T)
IFAS
(Peluang)
(Ancaman)
Strength (S)
Strategi SO
Strategi WO
(Kekuatan)
Keunggulan
komparatif Mobilisasi (Mobilization)
(Comparative Advantage) Weakness (W)
Strategi ST
Strategi WO
(Kelemahan)
Divestasi/investasi
Kendali
(Divestment/Investment)
kerusakan
(Damage Control)
Dalam matriks tersebut, Comperative Edvantage (keunggulan komparatif) berarti pertemuan dua elemen kekuatan dan peluang sehingga organisasi tidak boleh membiarkan peluang itu hilang begitu saja, namun sebaliknya organisasi harus segera memperkuat dengan berbagai perencanaan yang mendukungnya. Sel A ini memberi kemungkinan bagi organisasi untuk berkembang lebih cepat, namun harus senantiasa waspada terhadap perubahan yang tidak menentu dalam lingkungannya. Dengan demikian yang harus dijawab adalah “bagaimana 72
M. Ismail Yusanto, Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islami, cet.II, (Jakarta: Gema Insani Press, t.th), h.67. 73 Ibid., h.68.
47
memanfaatkan kekuatan yang ada, untuk meningkatkan posisi kompetitif organisasi”. Sel B menghadapkan organisasi pada isu Strategis Mobilization yaitu kotak interaksi dan pertemuan antara ancaman dari luar yang diidentifikasikan dengan kekuatan organisasi. Disini organisasi harus melakukan mobilisasi sumber daya yang merupakan kekuatan organisasi untuk memperlunak ancaman dari luar, bahkan jika mungkin organisasi dapat mengubahnya menjadi peluangز Sel C menampilkan isu strategis investment atau divestment yang memberikan pilihan dengan situasi yang kabur. Peluang yang tersedia sangat meyakinkan,
namun
organisasi
tidak
mempunyai
kemampuan
untuk
menggarapnya. Kalau dipaksakan, dapat memakan biaya yang sangat besar sehingga akan merugikan organisasi. Sel D adalah kotak yang paling lemah dari semua sel karena merupakan kotak atau titik temu dua isi yang masing-masing lemah, dan karenanya keputusan yang salah akan membawa bencana bagi organisasi. Strategi yang harus diambil adalah Damage Control (mengendalikan kerugian) yang diterima sehingga tidak menjadi lebih parah dari yang diperkirakan. 2. Fungsi, Manfaat dan Tujuan Analisis SWOT a. Fungsi Analisis SWOT Sebagai alat analisa, analisis SWOT berfungsi untuk menganalisis mengenai keuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi internal perusahaan, serta analisis mengenai
48
peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan yang dilakukan melalui telaah terhadap kondisi eksternal perusahaan.74 b. Manfaat Analisis SWOT Analisis SWOT bermanfaat apabila telah secara jelas ditentukan dalam bisnis apa perusahaan beroperasi, dan arah mana perusahaan menuju masa depan serta ukuran apa saja yang digunakan untuk menilai keberhasilan manajemen perusahaan dalam menjalankan misinya dan mewujudkan visinya. Dari hasil analisis akan memetakan posisi perusahaan terhadap lingkungan dan menyediakan pilihan strategi umum yang sesuai, serta dijadikan dasar dalam menetapkan sasaran-sasaran selama 3-5 tahun ke depan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan dari para stakeholder. c. Tujuan Analisis SWOT Untuk mengetahui kelemahan perusahaan dan menciptakan kelemahan itu menjadi kekuatan, serta mencoba menghilangkan ancaman untuk dijadikan suatu peluang, maka perlunya identifikasi terhadap peluang dan ancaman yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan melalui penelaahan terhadap lingkungan dan potensi sumber daya perusahaan dalam menetapkan sasaran dan merumuskan strategi organisasi yang realistic dalam mewujudkan visi dan misinya, maka tujuan analisis SWOT adalah
74
Artikel Ini diakses Pada Tanggal 5 September www.perform.or.id/files/modulprosbumd04_Finf.pdf, h.3.
2014
Pukul
16.15
dari
49
untuk faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan yang telaha di analisis, dan apabila terdapat kekurangan maka dapat disempurnakan. 3. Matrik Faktor Strategi Eksternal Sebelum membuat matrik Faktor Strategi Eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (External Strategic Factor Analysis Summery/EFAS).75 a. Susunlah kolom 1 (5 sampai 10 peluang dan ancaman). b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat
penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdassarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil diberi rating +1). Pemberian ratig ancaman adalah sebaliknya. Misalnya, jika nilai ancamannya besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya jika ancamannya sedikit, ratingnya 4. d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh
faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilai bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) samapi dengan 1,0 (poor).
75
Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 19.
50
e. Gunakan kolom 5 untuk memberi komentar atau catatan atau faktor-faktor
tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor
f.
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini dapat kita gunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industry yang sama. Tabel 2.2 Matriks EFAS76 Faktor-Faktor
Bobot
Rating
Strategi Eksternal
Bobot x
Komentar
Rating
Peluang Ancaman Total
1,00
Jadi, sebelum strategi diterapkan, perencanaan strategi harus menganalisis lingkungan eksternal untuk mengetahi berbagai peluang dan ancaman. Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena masalah ini mungkin dapat mempengaruhi perusahaan di masa yang akan datang.
76
Ibid, h.19.
51
4. Matirk Faktor Strategi Internal Setelah faktor-faktor Strategis Internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabrl IFAS (Internal Strategic Factor Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor strategis internal tersebut dalam kerangka strength dan weekness perusahaan. 77 Tahap-tahap adalah: a. Tentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan perusahaan dalam kolom. b. Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 0,1 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategis perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00). c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-maing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan pengaruh tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang termasuk kategori kekuatan) dimulai nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik) dengan mebandingkannya rata-rata industry atau dengan pesaing utama. Sedangkan untuk variabel yang bersifat negative, kebalikannya. Contohnya jika kelemahan perusahaan besar sekali dibandingkan rata-rata industry, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan dibawah rata-rata industry, nilainya adalah 4. 77
Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, h. 20.
52
d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan pada kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor). e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar atau catatan mengapa faktorfaktor tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung. f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industry yang sama. Tabel 2.3 Matriks IFAS Faktor-Faktor
Bobot
Rating
Strategi Internal
Bobot x
Komentar
Rating
Kekuatan Kelemahan Total
1,00
Melalui Kuadran Pearce dan Robinson (1998) memberikan empat kemungkinan posisi yang ditempati oleh suatu organisasi.
53
Gambar 2.1 Kuadran Pearce dan Robinson78 Berbagai Peluang
Kuadran III
Kuadran I
( - , + ) Ubah Strategi
( + , + ) Progresif
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Kuadran IV
Kuadran II
( _ , _ ) Strategi Bertahan
( + , - ) Diversifikasi Strategi
Berbagai Ancaman
Kuadran I a. Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. b. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada secara maksimal. c. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah prima dan mantap sehingga pertumbuhan yang agresif.
78
Siti Muyasari, “ Analisis SWOT Terhadap Produk Unit Link” (Studi pada PT Asuransi Takaful Keluarga, 2010, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 73.
54
Progresif artinya organisasi dalam kondisi prima dan mantap sehingga dimungkinkan untuk terus melakukan ekspansi, membesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara maksimal. Kuadran II (ST) a. Meskipun menghadapi berbagai macam ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. b. Perusahaan pada posisi seperti ini dapat menggunakan kekuatannya untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. c. Dilakukan melalui penggunaan strategi diversifikasi produk atau pasar. Diversifikasi artinya perusahaan dalam kondisi mantap namum menghadapi sejumlah tantangan berat, sehingga diperkirakan roda organisasi akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada strategi sebelumnya.
Oleh
karena
itu
organisasi
disarankan
untuk
segera
memperbanyak ragam strategi teknisnya. Kuadran III (WO) a. Perusahaan menghadapi peluang pasar yang besar tetapi sumber daya lemah. b. Karena itu dapat memanfaatkan peluang tersebut secara optimal. c. Focus strategi perusahaan pada posisi ini ialah meminimalkan kendalakendala internal perusahaan. Ubah strategi artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya, strategi lama sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
55
Kuadran IV (WT): a. Merupakan kondisi yang serba tidak menguntungkan. b. perusahan menghadapi berbagai ancaman eksternal sementara sumber daya yang dimiliki banyak kelemahan. c. strategi yang diambil Defensif, Penciutan atau Likuidasi. Strategi bertahan artinya kondisi internal organisasi yang lemah yang dihadapkan pada situasi eksternal yang sulit, menyebabkan organisasi berada pada pilihan dramatis. Karena itu organisasi disarankan untuk menggunakan strategi bertahan, mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini dipertahankan sambal terus berupaya membenahi diri.
56
D. Kerangka Konseptual
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual Dirjen Wakaf
Mekanisme Operasional Pimpinan
Auditor Internal
Dana Bantuan + Nadzir
Hasil Pengawasan
Efektif
Tidak Efektif
Gambar diatas menjelaskan bahwa dirjen pemberdayaan wakaf memiliki tim khusus untuk melaksanakan program dana bantuan pengembangan wakaf. Tim khusus yang terdiri dari ketua dan auditor internal memberikan dana bantuan pengembangan wakaf kepada para nadzir yang mengajukan permohonan bantuan untuk pengembangan wakaf produktif. Dirjen wakaf memberikan dana bantuan
57
tersebut hanya kepada para nadzir yang sudah melewati tahapan seleksi kelayakan. Setelah dana bantuan tersebut diberikan, maka pihak dirjen wakaf melakukan pengawasan atas pengelolaan dana bantuan tersebut. Oleh karena itu, penulis akan meneliti bagaimana efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh kemenag terhadap nadzir yang menerima dana bantuan pengembangan wakaf tersebut. E. Review Studi Terdahulu Review studi terdahulu digunakan sebagai alat bantu sebuah gambaran dalam menyusun kerangka berfikir dalam penelitian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan beberapa sumber kepustakaan. a. Skripsi Auwalul Akmalia yang berjudul “Peranan Kantor Urusan Agama Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor Jawa Barat Terhadap Pengelolaan Wakaf Produktif”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan kantor urusan agama citeureup terhadap pengelolaan wakaf produktif dan mengetahui langkah-langkah strategis kantor urusan agama citeureup. Kesimpulan penelitian ini adalah peran kantor urusan agama kecamatan citeureup dalam pengelolaan wakaf yaitu dengan mensosialisasikan wakaf secara menyeluruh. Selain itu memberikan bimbingan kepada nadzir agar professionalitasnya dapat terus meningkat. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas peran lembaha pemerintahan dalam meningkatkan wakaf produktif. Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi sebelumnya membahas tentang peran kantor urusan agama dalam pengelolaan wakaf
58
produktif. Sedangkan pada penelitian ini penulis akan meneliti peran kementerian agama dalam penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. b. Skripsi Muhamad Irsyad yang berjudul “Peran Tokoh Masyarakat Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara Dalam Upaya Pengelolaan Dan Peningkatan Fungsi Tanah Wakaf (Studi Kasus Kelurahan Penjaringan Kota Administrasi Jakarta Utara)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetehui peran wakaf bagi pemberdayaan masyarakat, mengetahui peran tokoh masyarakat dalam upaya pengelolaan dan peningkatan fungsi tanah wakaf. Kesimpulan penelitian ini adalah peran tokoh masyarakat kecamatan penjaringan dalam upaya peningkatan tanah wakaf di kelurahannya sudah efektif dan berjalan dengan baik meskipun dengan menggunakan system yang lama, namun dalam upaya pengelolaan dan peningkatan fungsi tanah wakaf ke arah produktif belum optimal, sehingga tanah wakaf disana belum terasa manfaatnya bagi masyarakat khususnya dalam pemberdayaan masyarakat setempat. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama membahas pengelolaan wakaf produktif. Sedangkan perbedaannya adalah pada skripsi sebelumnya membahas tentang peran tokoh masyarakat dalam meningkatkan wakaf produktif. Sedangkan pada penelitian ini penulis membahas tentang peran suatu lembaga, yaitu kementerian agama dalam mengembangkan wakaf produktif.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5).1 Data yang digunakan yaitu data kualitatif, data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk bukan bilangan, atau dengan kata lain data kualitatif adalah data yang disajikan dalam bentuk kata-kata yang mengandung makna atau berbentuk kategori.2 Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian.3 Tujuan penelitian kualitatif berusaha memahami kompleksitas fenomena yang diteliti. Peneliti berusaha menginterpretasikan dan kemudian melaporkan suatu fenomena. Peneliti juga berusaha memahami suatu fenomena dari sudut pandang sang pelaku di dalamnya. Pemahaman sang peneliti sendiri dan para 1
Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial : Berbagi Alternatif Pendekatan, edisi. revisi, cet.VI, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h.166. 2 Juliansyah Noor, Analisis Data Penelitian Ekonomi & Manajemen (Jakarta: PT. Grasindo, 2014), h. 13. 3 Bagong Suyanto dan Sutinah, Metode Penelitian Sosial : Berbagi Alternatif Pendekatan, edisi. revisi, cet.VI, h.172.
59
60
pelaku diharapkan akan saling melengkapi dan mampu menjelaskan kompleksitas fenomena yang diamati.4
B. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kementerian Agama RI pada bagian Dirjen Pemberdayaan Wakaf, yang berlokasi di Jalan M.H. Thamrin No. 6 Jakarta 10340.
Wawancara dilakukan dengan Fungsional Umum pada Direktorat
Pemberdayaan Wakaf pada hari selasa 16 September 2014 pukul 13:58.
C. Jenis data 1. Data Primer Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara maupun hasil observasi secara langsung.5 Data primer yang diperoleh penulis terkait penelitian ini yaitu berupa hasil wawancara dengan Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu wawancara sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan. 2. Data Sekunder Data sekunder merupakan data-data yang telah tersedia sehingga penulis dapat memperolehnya dengan cara melihat dan membaca data-data
4
Samiaji Saroso, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar (Jakarta: Permata Puri Media, 2012),
h.9. 5
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.16.
61
tersebut, yaitu berupa dokumen yang diberikan oleh pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pengumpulan data diperoleh penulis dari Kementerian Agama RI-Direktorat Pemberdayaan Wakaf maupun internet yang ada relevansinya dengan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yaitu berupa bahan-bahan kepustakaan seperti buku-buku, internet, dan kepustakaan lainnya yang mendukung dan ada relevansinya dengan penelitian ini yaitu halhal yang terkait dengan dana pengembangan wakaf. 2. Wawancara Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk pemecahan masalah tertentu dengan tanya jawab secara langsung yang bebas dan terbuka. Wawancara dilakukan peneliti dengan narasumber melalui teknik wawancara terstruktur, apakah kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap dana bantuan pengembangan wakaf,
mekanisme dan efektivitas pengawasan penyaluran dana bantuan
pengembangan wakaf.
62
3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada laporan keterangan pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf terkait masalah penelitian. E. Teknik Pengolahan Data Penelitian ini menggunakan data kualitatif, dimana penulis akan mengedit data kemudian mengkategorisasikan atau mengklarifikasikan data sesuai dengan masalah atau tema yang sedang dibahas, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT akan menjadi bahan scoring, pembobotan dan rating masing-masing faktor. 2. Menghitung total yang diperoleh dari hasil perkalian skor dengan bobot dan rating akan menunjukkan nilai faktor SWOT sesungguhnya. 3. Hasil perhitungan akan memberikan strategi untuk masing-masing pendekatan dan menghasilkan strategi terbaik dari penggabungan kedua pendekatan tersebut.
F. Teknik Analisis Data Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan deskriptif yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, mengklarifikasi, menganalisis dan menginterpretasikannya.
63
Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif searah dengan rumusan masalah serta pertanyaan penelitian atau identifikasi masalah. Hal ini disebabkan tujuan dari penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebelumnya dikemukakan oleh rumusan masalah.6 Hal ini dilakukan karena bermaksud untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman dari dana bantuan pengembangan wakaf, mekanisme dan efektivitas pengawasan penyaluran dana pemberdayaan wakaf yang diperoleh dari hasil wawancara. Analisis disajikan dalam beberapa tahap sebagai berikut: 1. Mekanisme dan pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. 2. Analisis terhadap point-point kelebihan dan kekurangan dari dana bantuan pengembangan wakaf. Hasilnya disajikan dalam bentuk table matrik IFAS (International Strategic Factor Analysis Summary). 3. Analisis terhadap point-point peluang dan tantangan dari dana bantuan pengembangan wakaf. Hasilnya disajikan dalam bentuk table matrik EFAS (External Strategic Factor Analysis Summary). 4. Analisis efektivitas pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.
6
Artikel, Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/
Juli
2014
dari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial (Indonesia merdeka). Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf. Karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf. Namun, perkembangan wakaf dikemudian hari tak mengalami perubahan yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, mushalla, madrasah, kuburan, sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomi bagi rakyat banyak. Walaupun beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan makanisme wakaf, seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tetang perwakafan tanah milik, akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja. Ini berarti tak jauh berbeda dengan model wakaf pada periode awal, identik dengan wakaf
64
65
tanah, dan kegunaannya pun terbatas pada kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah dan lain-lain. Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka wajar jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nazhir) saja yang mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehinga dapat dikatakan bahwa perkembanan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi pada tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tesebut menarik dan mampu memberikan energy untuk menggerakkan perkembangan wakaf yang sempat terhenti. Kemudian pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (waqf al-nuqud). Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No. 41/2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya untuk benda tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu,
66
diatur pula kebijakan perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan nazhir sampai dengan pengelolaan harta wakaf. Untuk dapat menjalankan fungsinya, Undang-Undang ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi petunjuk pelaksanaan dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf.1 Sebelum
mengeluarkan
Peraturan
Pemerintah,
pada
tahun
2005
Kementerian Agama meluncurkan program dana bantuan pengembangan wakaf melalui APBN. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi ekonomi wakaf, yang mana di Indonesia banyak tanah wakaf yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Dana bantuan pengembangan wakaf ini adalah bantuan sosial dalam bentuk uang dari pemerintah kepada para nadzir yang digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif dan hasilnya digunakan untuk pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.2 Dari tahun 2005-2013 Kementerian Agama sudah menyalurkan dana APBN sebesar 51,400,000,000 kepada 68 nadzir dari 25 provinsi yang tersebar di
1
Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”, artikel diakses pada 9 September 2014 dari http://mataram.antaranews.com/print/2346/perkembangan-kebijakan-wakaf-diindonesia. 2 Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
67
Indonesia. Dana bantuan yang diberikan oleh Kemenag digunakan untuk usaha produktif oleh para nadzir. Dan hasilnya mereka salurkan untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. Berikut Tabel penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf dari tahun 2005-2013: Tabel 4.1 DANA BANTUAN WAKAF PRODUKTIF BERDASARKAN LOKASI DARI TAHUN 2005-2013 NO
Tahun
Jumlah Lokasi Wakaf Produktif
Jumlah Dana Bantuan
1
2005
5
4.400.000.000
2
2006
13
20.000.000.000
3
2007
4
5.500.000.000
4
2008
-
-
5
2009
6
3.000.000.000
6
2010
4
2.000.000.000
7
2011
10
5.000.000.000
8
2012
9
3.500.000.000
9
2013
17
8.000.000.000
68
51.400.000.000
Sumber : Direktorat Pemberdayaan Wakaf Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah dana bantuan yang diberikan oleh kemenag kepada para nadzir dalam setiap tahunnya bervariatif. Selain dari kebijakan langsung dari pemerintah, salah satu alasannya adalah terkait dengan
68
jumlah lokasi wakaf produktif atau pengajuan yang disetujui setiap tahunnya pun berbeda. Dalam setahun jumlah lokasi yang diberikan dana bantuan mulai dari 4 sampai dengan 17 lokasi. Hal tersebut berdasarkan tahap penyeleksian yang ketat. Selama 8 (delapan) tahun ini yaitu mulai dari tahun 2005-2013, pihak Kemenag telah mengeluarkan dana bantuan sebesar Rp.51.400.000.000,- (lima puluh satu milyar empat ratus juta rupiah) dengan 68 lokasi diseluruh Indonesia. Tahun 2006 adalah tahun dimana pihak Kemenag mengeluarkan dana bantuan paling besar, yaitu sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar) dengan 13 jumlah lokasi. Hal ini terjadi karena sebagian besar dana bantuan tersebut dialokasikan untuk pembangunan dan usaha yang besar, seperti Bisnis Center Muslimin Kota Pekalongan Jawa Tengah, Gedung Perkuliahan Universitas Islam Makassar Sulsel, Gedung Serbaguna dan Pertokoan Yapertinus Surakarta Jawa Tengah, Gedung Ruang Rawat Inap VIP RSI UNISMA Malang Jawa Timur, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Tangerang Banten dan sebagainya. 3 Sedangkan pada tahun 2008 program dana bantuan ini sempat terhenti dikarenakan payung hukum yang belum sempurna.4 Akhirnya pada tahun 2008 dana bantuan untuk pengembangan wakaf ini dikembalikan lagi kepada Pemerintah.
3
Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013. 4 Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014.
69
B. Mekanisme dan Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf 1. Mekanisme Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan sosial yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama RI kepada nadzhir dalam bentuk sejumlah uang dari dana APBN. Dana tersebut digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif agar hasilnya digunakan sebagai pembinaan dan pemberdayaan masyarakat. Adapun mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf adalah sebagai berikut: a. Nadzir mengajukan surat perrmohonan beserta proposal yang ditujukan kepada Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI Jakarta. b. Proposal berisi tentang dasar pemikiran, rencana usaha pemberdayaan wakaf yang akan dilaksanakan, daya dukung potensi ekonomi di sekitar lokasi dan kondisi sosial masyarakat, peluang pasar, perkembangan dan penetapan pangsa pasar, perkiraan biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan, dampak dari usaha terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan, gambar teknis/desain, rencana anggaran biaya (RAB), perhitungan cash flow, break even point (BEP) dan penerima mafaat hasil
70
pengelolaan wakaf produktif. Proposal dilengkapi dengan dokumen, sebagai berikut: 1) Foto copy surat pengesahan nadzir (Formulir W5 untuk nadzir badan hukum/organisasi). Untuk nadzir badan hukum/organisasi juga menyertakan foto copy akta pendirian dari instansi yang berwenang. 2) Susunan panitia pelaksana bantuan yang ditetapkan oleh nadzir. 3) Surat pernyataan kepengurusan nadzir tidak dalam sengketa yang diketahui oleh Kepala KUA. 4) Foto copy sertifikat wakaf atau Akta Ikrar Wakaf (AIW). 5) Memiliki
Nomor
Pokok
Waijb
Pajak
(NPWP)
atas
nama
perseorangan, lembaga atau organisasi. 6) Surat rekomendasi dari Kepala KUA, Kepala kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Kepala Kantor Wilayah Kemeneterian Agama Provinsi setempat. 7) Foto copy nomor rekening Bank atas nama Lembaga kenadziran pemohon yang masih berlaku. 8) Surat keterangan sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dari Pemda setempat. 9) Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk wakaf produktif berupa gedung. 10) Surat pernyataan kebenaran dokumen, bermaterai Rp. 6.000,-
71
c. Proposal/
surat
permohonan
merupakan
dokumen
asli
yang
ditandatangani olek Ketua dan Sekretaris Organisasi/ Lembaga kenadziran pemohon bantuan dan dibubuhi stempel organisasi/ lembaga. d. Surat
permohonan
dikirim
ke
Direktorat
Jenderal
Bimbingan
Masyarakat Islam, Gedung Kementerian Agama RI, Jl. M. H. Thamrin No. 6 Jakarta 10340. e. Pejabat Pembuat Komitmen membentuk tim untuk melakukan penyeleksian terhadap proposal yang masuk ke Kemenag. Penilaiannya meliputi: 1) Aspek
umum: status tanah, kesesuaian peruntukan, pengesahan
nadzir, dan pengesahan rekomendasi. 2) Aspek khusus: rencana anggaran belanja, rencana pembangunan termasuk gambar bangunan, cash flow dan perhitungan break even point. f. Tim seleksi melakukan verifikasi dan survey ke lokasi tanah wakaf yang diajukan oleh para nadzir. g. Nadzir yang lolos pada tahap administrasi dan verifikasi akan dipanggil ke Jakarta untuk mempresentasikan proposal yang mereka buat. h. Tim melaporkan hasil penilaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen. Kemudian mereka melakukan penelitian dan pengkajian hasil penilaian Tim, selanjutnya menetapkan Surat Keputusan penerima bantuan.
72
i. Para nadzir yang lolos dipanggil kembali untuk diberikan arahan oleh pihak Kemenag sekaligus penandatangan Berita Acara, MOU dan Fakta Integritas. j. Dana bantuan pengembangan wakaf dikirim secara langsung kepada nadzir penerima bantuan melalui bank yang ditunjuk. k. Nadzir melaporkan penerimaan dana bantuan kepada Direktur Pengembangan Wakaf dengan melampirkan bukti penerimaan. l. Nadzir bertanggung jawab melakukan pengelolaan dengan membuat pembukuan keuangan. 5 2. Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Pengawasan pelaksanaan bantuan dilakukan oleh Kementerian Agama tingkat Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Pusat yang membidangi wakaf atau oleh pengawas internal Kementerian Agama. Dalam waktu 7(tujuh hari) hari kerja sejak bantuan diterima, penerima bantuan wajib menyampaikan laporan penerimaan bantuan, dengan melampirkan fotocopy buku rekening bank bukti penerimaan yang dikirim ke Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam – Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI.
5
Hasil wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014 dan Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
73
Kemudian setelah 3 (tiga) bulan bantuan tersebut diterima, penerima bantuan harus mengirimkan Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan Wakaf Produktif kepada pihak Kemenag dengan ketentuan: a. Laporan tersebut berupa laporan tertulis yang yang sekurangnya memuat: 1) Identitas Penerima Bantuan Pengembangan Wakaf. 2) Jenis Bantuan Yang Diterima Pengembangan Wakaf. 3) Jumlah Bantuan Yang Diterima Pengembangan Wakaf. 4) Pemanfaatan Dana Bantuan Pengembangan Wakaf. b. Laporan dapat dibuat dengan Format Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf. Setelah
itu,
penerima
bantuan
menyampaikan
laporan
hasil
keuntungan pengembangan wakaf kepada pihak kemenag setiap 6 (enam) bulan, baik dalam pengelolaan barang maupun jasa yang dialokasikan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat. 6
6
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Dj.II/ 503 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif dan Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
74
Gambar 4.1 Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Pengawasan Kemenag tingkat Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat Bukti Penerimaan
Laporan Tertulis 7 hari sejak bantuan diterima, nadzir menyampaikan laporan disertai dengan bukti fotocopy buku rekening
3 bulan pelaksanaan
6 bulan pelaksanaan
Pengelolaan Dana Bantuan
Laporan Berkala
75
C. Analisis SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf 1. Strengts (Kekuatan) a. Dana APBN Program dana bantuan pengembangan wakaf ini bersumber dari APBN. Untuk setiap tahunnya pemerintah melalui kemenag mengeluarkan dana ratusan juta untuk program ini. Dari tahun 20052013, total yang dike luarkan melalui APBN untuk program dana bantuan ini adalah sebesar Rp. 51,400,000,000,- (lima puluh satu milyar empat ratus juta rupiah).7 b. Pemanfaatan Hasil Bantuan Dana bantuan ini berbeda dengan dana bantuan yang lain. Jika dana bantuan lain ketika diberikan kepada penerimanya bisa langsung dihabiskan, berbeda dengan dana bantuan pengembangan wakaf ini yang hasil dari dana bantuan tersebut digunakan untuk pemberdayaan masyarakat. Maka manfaat dari dana bantuan ini dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama dan dapat dirasakan oleh banyak orang. c. Dukungan dari pemerintah Dukungan dari pemrintah ini dapat dilihat dari adanya UndangUndang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dengan adanya Undang-
7
Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013.
76
Undang tersebut Direktorat Wakaf yang memiliki fugsi sebagai mediator, dinamisator dan regulator mewujudkan amanah ini dengan meluncurkannya dana bantuan pengembangan wakaf.8 d. Laporan rutin dana bantuan Dengan adanya laporan rutin dari nadzir ke pihak kemenag, hal ini dapat meminimalisir jumlah nadzir yang gagal dalam mengelola dana bantuan. laporan rutin ini dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk laporan pemanfaatan dana dan 6 (enam) bulan sekali utuk laporan hasil keuntungan. e. Sanksi atas penyalahgunaan dana bantuan Harus diadakannya sanksi bagi nadzir yang tidak menjalankan tugas semestinnya. Yaitu maksudnya bagi nadzir yang tidak melakukan pengelolaan dana bantuan sesuai dengan apa yang tercantum
di
proposal.
Bagi
nadzir
yang
menyalahgunakan
penggunaan dana bantuan ini, dikenakan sanksi berdasarkan peraturan yang ada. 2. Weaknesses (Kelemahan) a. Kurang sosialisasi ke masyarakat Pihak Kemenag belum begitu gencar dalam mempublikasikan adanya dana bantuan pengembangan wakaf. Sehingga masih banyak
8
Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014.
77
masyarakat yang belum mengetahuinya. Publikasi baru dilakukan kepada para nadzir, itupun pada saat pihak Direktorat Wakaf melakukan pembinaan. b. Tidak ada sanksi untuk nadzir yang tidak mencapai BEP Pihak Direktorat Wakaf belum memberikan sanksi apapun kepada para nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP). Pencapaian BEP masih bersifat anjuran. Padahal dengan tidak diberikannya sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP, itu dapat menjadi pemicu nadzir lain melakukan hal yang sama. c. Peraturan yang belum sempurna Belum sempurnanya peraturan yang ada membuat Direktorat Wakaf tidak optimal dalam menjalankan program bantuan ini. Dapat dilihat dari tidak adanya sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP. Hal ini dikarenakan belum adanya payung hukum tentang itu. Pencapaian BEP masih bersifat anjuran saja.
78
Tabel 4.2 Matriks IFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
Dana APBN
Kurangnya sosialisasi ke masyarakat
Pemanfaatan Hasil Bantuan
Tidak adanya sanksi bagi yang tidak mencapai BEP
Dukungan dari pemerintah
Peraturan yang belum sempurna
Laporan rutin dana bantuan Sanksi atas penyalahgunaan dana
3. Opportunity (Peluang) a. Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal Menurut data Kementerian Agama kekayaan tanah wakaf di Indonesia sebanyak 403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406 m².9 Dari total tersebut 75% diantaranya sudah bersertifikat wakaf dan sekitar 10% memiliki potensi ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi yang belum terdata. b. Banyak nadzir yang mengajukan dana bantuan ke kemenag Banyak nadzir yang mengajukan permohonan dana bantuan ini. Setiap tahunnya jumlah pemohon semakin meningkat. Dari tahun
9
Kementerian Agama RI, Pedoman Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, h.37.
79
2005-2013 ada sekitar 600 jumlah nadzir yang tidak lolos seleksi dalam pengajuan dana bantuan pengembangan wakaf ini. c. Kerjasama dengan instansi lain Dengan menggandeng pihak ketiga dalam program dana bantuan ini, hal tersebut akan menjadikan program ini lebih optimal. Kerjasama ini bertujuan agar ada transfer knowledge dari pihak ketiga ke para nadzir. Karena masih terdapat banyak nadzir yang belum professional dalam mengelola dana bantuan ini. 4. Threaths (Ancaman) a. Tidak tercapainya BEP Dikarenakan belum sempurnanya peraturan yang ada tentang dana pengembangan wakaf, maka kemenag juga belum dapat memberikan sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP. b. Pengelolaan wakaf masih konsumtif Di Indonesia sangat kaya akan harta tanah wakaf. Namun masih banyak juga yang hanya dikelola secara konsumtif dan tradisional oleh para nadzir. Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan manajemen bisnis para nadzir. c. Kegagalan pelaksanaan wakaf produktif oleh nadzir Dalam mengelola dana bantuan pengembangan wakaf, masih banyak diantara nadzir yang gagal menggunakan dan memanfaatkan dana bantuan tersebut untuk mengembangkan wakaf produktif mereka.
80
Tabel 4.3 Matrik EFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Peluang (O)
Ancaman (T)
Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal
Tidak tercapainya BEP
Banyak nadzir yang mengajukan dana Pengelolaan wakaf masih konsumtif bantuan ke kemenag Kerjasama dengan instansi lain
Kegagalan pelaksanaan wakaf oleh nadzir
5. Strategi SO (Kekuatan dan peluang) Strategi Perusahaan
ini
merupakan
memiliki
situasi
peluang
dan
yang
paling
kekuatan,
menguntungkan. sehingga
dapat
memanfaatkan peluang sebanyak-banyaknya. a. Melakukan sosialisasi lebih gencar Pihak Kemenag belum begitu gencar dalam mempublikasikan adanya dana bantuan pengembangan wakaf. Sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Publikasi baru dilakukan kepada para nadzir, itupun pada saat pihak Direktorat Wakaf melakukan pembinaan. b. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf Pihak Direktorat Wakaf harus benar-benar focus pada program bantuan ini. Harus selalu mengevaluasi setiap masalah yang ada dan
81
mencarikan solusi untuk masalah tersebut sehingga program dana bantuan pengembangan wakaf ini berjalan dengan optimal. c. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian Banyaknya proposal permohonan dana bantuan pengembangan wakaf yang diajukan ke kemenag oleh para nadzir, maka pihak kemenag pun harus lebih selektif dalam menyeleksi proposal-proposal yang telah diajukan agar nadzir yang terpilih menerima dana tersebut adalah nadzir yang sungguh-sungguh dan profesional dalam memanfaatkan dana tersebut dan mengembangkan wakaf produktif yang akan dijalankan. 6. Strategi ST (Kekuatan dan Ancaman) a. Pemberlakuan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP Pihak Direktorat Wakaf belum memberikan sanksi apapun kepada para nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP). pencapaian BEP masih bersifat anjuran. Padahal dengan tidak diberikannya sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP, itu dapat menjadi pemicu nadzir lain melakukan hal yang sama. b. Meningkatkan pembinaan bagi para nadzir Pembinaan kepada para nadzir harus lebih ditingkatkan dengan cara pemberian materi dan bimbingan. Hal ini dilakukan agar para nadzir memiliki ilmu managemen bisnis yang bagus dan pada saat
82
telah menerima dana bantuan pengembangan wakaf ini ilmunya diaplikasikan. Sehingga nadzir berhasil mengelola dana bantuan ini. c. Meningkatkan pengawasan kepada para nadzir Pihak
Direktorat
Wakaf
harus
lebih
meningkatkan
pengawasannya kepada nadzir yang menerima dana bantuan. Dengan pengawasan yang efektif, para nadzir akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan program dana bantuan ini. d. Memperketat tahap seleksi Tahap seleksi dana bantuan pengembangan wakaf ini harus diperketat agar tidak salah pilih dalam menentukan nadzir mana yang akan menerima dana bantuan tersebut. Sehingga tidak terjadi kegagalan dalam program bantuan ini. 7. Strategi WO (Kelemahan dan Peluang) Strategi ini adalah strategi dalam memanfaatkan peluang yang ada dengan meminimalkan kelemahan yang ada. perusahaan menghadapi peluang pasar yang besar, tetapi dilain sisi harus menghadapi beberapa kendala atau kelemahan internal. a. Penetapan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP Pihak Direktorat Wakaf harus memberikan sanksi kepada nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP). Dengan adanya sanksi, para nadzir akan bersungguh-sungguh dalam mengelola dana bantuan ini.
83
b. Memperbaiki peraturan yang ada Peraturan yang ada dalam dana bantuan pengembangan wakaf ini perlu diperbaiki kembali agar kekurangan dan kelemahan dalam pelaksanaan program dana bantuan dapat berjalan dengan baik dan berhasil. c. Jalin kerja sama dengan instansi lain Dengan menggandeng pihak ketiga dalam program dana bantuan ini, hal tersebut akan menjadikan program ini lebih optimal. Kerjasama ini bertujuan agar ada transfer knowledge dari pihak ketiga ke para nadzir. karena masih terdapat banyak nadzir yang belum profesional dalam mengelola dana bantuan ini. d. Melakukan sosialisasi terus menerus Kurangnya informasi masyarakat akan hadirnya dana bantuan ini perlu diatasi dengan melakukan sosialisasi terus menerus dalam berbagai kesempatan. 8. Strategi WT (Kelemahan dan Ancaman) Strategi ini merupakan strategi yang tidak menguntungkan. Dimana perusahaan harus menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. a. Mengevaluasi setiap kelemahan Evaluasi atas setiap kelemahan yang ada perlu dilakukan secara rutin agar kelemahan-kelemahan tersebut dapat berkurang dan terselesaikan.
84
b. Memperketat pengawasan terhadap nadzir Pengawasan kepada para nadzir harus diperketat agar para nadzir selalu bertindak dan memanfaatkan dana tersebut sebagaimana mestinya. c. Menyempurnakan peraturan yang terkait dengan dana bantuan pengembangan wakaf Peraturan yang telah ada sebelumnya harus disempurnakan lagi agar
para nadzir mengerti dan memahami tugas mereka dalam
mengembangkan
wakaf
produktif
sehingga
tidak
mengalami
kegagalan dalam pemanfaatan dana ini. Tabel 4.4 Matriks Strategi SWOT Strategi SO
Starategi ST
Melakukan sosialisasi lebih gencar
Pemberlakuan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP
Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf
Meningkatkan pembinaan bagi para nadzir
Lebih selektif dalam melakukan Meningkatkan pengawasan kepada penyeleksian para nadzir Memperketat tahap seleksi Strategi WO
Strategi WT
Penetapan sanksi bagi nadzir yang Mengevaluasi setiap kelemahan tidak mencapai BEP
85
Memperbaiki peraturan yang ada
Memperketat pengawasan terhadap nadzir
Jalin kerja sama dengan instansi lain
Menyempurnakan peraturan yang terkait dengan dana bantuan pengembangan wakaf
Melakukan sosialisasi terus menerus
Tabel 4.5 Perhitungan SKOR IFAS Faktor-faktor strategi internal
Bobot Rating
Bobot x Rating
Keterangan
Kekuatan (S) Dana APBN
0,2
4
0,8
Dana Bantuan
Pemanfaatan Hasil Bantuan
0,1
2
0,3
Distribusi
Dukungan dari Pemerintah
0,2
4
0,8
Kebijakan
Laporan rutin dana bantuan
0,1
2
0,2
Pengawasan
Sanksi atas penyalahgunaan dana bantuan
0,1
4
0,4
Kurangnya sosialisasi ke masyarakat
0,1
3
0,3
Tidak adanya sanksi bagi yang tidak mencapai BEP
0,1
2
0,2
Peraturan yang belum sempurna
0,1
1
0,1
Total
1,0
Pengawasan
Kelemahan (W)
3,1
Publikasi
Pengawasan
Payung Hukum
86
Keterangan: Nilai bobot diberikan pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Nilai untuk masing-masing faktor diberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan pengaruh tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling dominan dalam skor ifas terdapat pada aspek kekuatan, yaitu pada dana bantuan dan kebijakan dengan nilai bobot 0,2. Sedangkan jika dilihat dari segi rating, aspek yang paling berpengaruh terhadap dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan, kebijakan dan pengawasan. Yang artinya adalah dana bantuan, kebijakan dan pengawasan merupakan
kekuatan besar yang dimiliki oleh Kemenag dalam
keberhasilan penyaluran dana pengembangan wakaf. Tabel 4.6 Perhitungan SKOR EFAS Faktor-faktor strategi eksternal
Bobot Rating
Bobot x Rating
Keterangan
Peluang (O) Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal
0,15
3
0,45
Kekurangan Dana
Banyak nadzir yang mengajukan dana bantuan ke kemenag
0,1
2
0,2
Pemohon
Kerja sama dengan instansi lain
0,2
4
0,8
Sektor Industri
Ancaman (T)
87
Tidak tercapainya BEP
0,15
3
0,45
Break Even Point
Pengelolaan wakaf masih konsumtif
0,2
2
0,4
Pengetahuan Manajemen Bisnis
Kegagalan pelaksanaan wakaf oleh nadzir
0,2
1
0,2
Kolaps
Total
1,0
2,5
Keterangan: Nilai bobot diberikan pada masing-masing faktor dalam kolom 2, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai 0,0 (tidak penting). Nilai untuk masing-masing faktor diberikan skala mulai 4 (outstanding) sampai 1 (poor) berdasarkan pengaruh tersebut terhadap kondisi yang bersangkutan. Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa faktor yang paling dominan dalam skor efas itu ada 3 (tiga) yaitu dari aspek peluang pada sektor industry dengan nilai bobot 0,2. Dan dari aspek ancaman yaitu pada pengetahuan manajemen bisnis dan kolaps dengan nilai bobot 0,2. Sedangkan jika dilihat dari segi rating, aspek yang paling berpengaruh terhadap dana bantuan pengembangan wakaf adalah dari aspek peluang yaitu pada sektor industri dengan nilai 4. Yang artinya adalah kerjasama dengan instansi lain merupakan peluang yang besar terhadap keberhasilan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.
88
Gambar 4.2 Diagram Analisis SWOT Terhadap Dana Bantuan Pengembangan Wakaf
Opportunities (Peluang) 1. Banyak tanah wakaf yang belum
dikelola secara optimal 2. Banyak nadzir yang mengajukan dana
bantuan ke kemenag 3. Kerja sama dengan instansi lain Strategi WO
Strategi SO
1. Penetapan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP. 2. Memperbaiki peraturan yang ada. 3. Jalin kerja sama dengan instansi lain.
1. Melakukan sosialisasi lebih gencar 2. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf 3. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian.
4. Melakukan sosialisasi terus menerus. Weaknesses (Kelemahan) 1. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat 2. Tidak adanya sanksi bagi yang tidak
mencapai BEP 3. Peraturan yang belum sempurna
Strengths (Kekuatan)
1. 2. 3. 4. 5.
Dana APBN
Pemanfaatan Hasil Bantuan Dukungan dari Pemerintah Laporan rutin data bantuan Sanksi atas penyalahgunaan dana bantuan
Strategi WT 1. Mengevaluasi setiap kelemahan. 2. Memperketat pengawasan kepada nadzir. 3. Menyempurnakan peraturan bantuan.
Strategi ST Threats (Ancaman) 1. Tidak tercapainya BEP 2. Pengelolaan wakaf masih
konsumtif 3. Kegagalan pelaksanaan
wakaf oleh nadzir
1. Pemberlakuan sanksi 2. Meningkatkan pembinaan. 3. Meningkatkan pengawasan. 4. Memperketat tahap seleksi.
89
4.3 Diagram Matrik SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf EFAS
Opportunities (Peluang) 1. Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal 2. Banyak nadzir yang mengajukan dana bantuan ke kemenag
IFAS
Threats (Ancaman) 1. Tidak tercapainya BEP 2. Pengelolaan wakaf masih konsumtif 3. Kegagalan pelaksanaan wakaf oleh nadzir
3. Kerja sama dengan instansi lain Strengths (Kekuatan) 1. Dana APBN 2. Pemanfaatan Hasil Bantuan 3. Dukungan dari Pemerintah 4. Laporan rutin dana bantuan 5. Sanksi atas penyalahgunaan dana bantuan Weaknesses (Kelemahan) 1. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat 2. Tidak adanya sanksi bagi yang tidak mencapai BEP 3. Peraturan yang belum sempurna
Strategi SO
Strategi ST
1. Melakukan sosialisasi lebih gencar 2. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf 3. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian
1. Pemberlakuan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP 2. Meningkatkan pembinaan bagi para nadzir 3. Meningkatkan pengawasan kepada para nadzir 4. Memperketat tahap seleksi Strategi WT
Strategi WO
1. Penetapan sanksi bagi 1. Mengevaluasi setiap nadzir yang tidak kelemahan mencapai BEP 2. Memperketat 2. Memperbaiki peraturan pengawasan terhadap yang ada nadzir 3. Jalin kerja sama 3. Menyempurnakan dengan instansi lain peraturan yang terkait 4. Melakukan sosialisasi dengan dana bantuan terus menerus pengembangan wakaf
90
Setelah mempertimbangkan prosedur analisis SWOT sehingga menghasilkan analisis SWOT yang tepat untuk strategi Kementerian Agama RI – Direktorat Pemberdayaan
Wakaf
dalam
mengoptimalkan
program
Dana
Bantuan
Pengembangan Wakaf kedepannya, yaitu lembaga pada posisi strategis yang tepat adalah keunggulan komperatif
dengan mempertimbangkan analisa sebagai
berikut: 1. Melakukan sosialisasi lebih gencar 2. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf 3. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian D. Efektivitas Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Menurut Amirullah dan Haris Budiyono dalam bukunya yang berjudul Pengantar Manajemen, karakteristik sistem pengawasan yang efektif adalah: 1. Akurat, yaitu informasi atau data yang diukur harus akurat keberadaannya. Informasi mengenai dana bantuan pengembangan wakaf ini sudah jelas keberadaannya. Dana tersebut merupakan dana bantuan dari pemerintah yang berasal dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disalurkan melalui Kementerian Agama RI.10 Informasi mengenai dasar hukum dana bantuan pengembangan wakaf sudah lahir seiring dengan adanya dana bantuan tersebut.
10
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Dj.II/ 503 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif.
91
2. Economic realistic, yaitu pengeluaran biaya untuk pengawasan seminimal mungkin. Kemenag pun mengeluarkan biaya untuk pengawasan dana bantuan ini seminimal mungkin sesuai dengan kebutuhannya. Pengawasan yang dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi. 3. Tepat waktu, yaitu pengawasan akan efektif jika dilakukan dengan cepat disaat penyimpangan diketahui. Saat nadzir menyalahgunakan dana bantuan karena penggunaannya tidak sesuai dengan tujuan proposal yang diajukan, maka pihak kemenag akan langsung memberikan sanksi. 4. Realisitik secara organisasi, yaitu individu harus dapat melihat hubungan antara tingkat prestasi yang dicapainya dan imbalan yang akan menyusul kemudian. Hal ini tidak terjadi dalam dana bantuan pengembangan wakaf, karena dana ini bersifat sosial. Namun jika para nadzir berhasil mengelola dan mengembangkan dana bantuan ini, maka para nadzir akan mendapatkan keuntungan dari
hasil usaha wakaf produktif. Kemenag tidak akan
memberikan imbalan apapun pada nadzir yang berhasil dalam mengelola dana bantuan ini karena dana ini bersifat sosial. 5. Dipusatkan pada pengawasan strategic, yaitu diarahkan pada titik-titik strategis sehingga penyimpangan cepat diketahui dan terhindar dari kegagalan.
92
Pihak kemenag selalu mengawasi para nadzir yang menerima dana bantuan pengembangan wakaf. Mulai dari adanya laporan pertiga bulan, enam bulan, hingga pihak kemenag yang mengontrol langsung ke lokasi para nadzir. Pihak kemenag telah melakukan pengawasan dengan semaksimal mungkin agar meminimalisir kegagalan dalam pengelolaan dana bantuan. 6. Terkordinasi dengan kerja organisasi, memperhatikan bahwa aktivitas akan selalu terkait dengan kegiatan yang diawasi. Semua kegiatan dari dana bantuan tersebut akan ada catatan laporannya. Pertiga bulan nadzir akan menyampaikan laporan tentang pemanfaatan dana bantuan, dengan menyertakan bukti-bukti. Perenam bulan nadzir akan menyampaikan laporan hasil keuntungan dari pengembangan wakaf, baik dalam pengelolaan barang maupun jasa yang dialokasikan untuk pemberdayaan masyarakat.11 7. Objektif dan komprehensif, yaitu informasi dalam suatu simtem pengawasan harus mudah dipahami dan objektif. Informasi yang diberikan oleh kemenag kepada nadzir sangat jelas dan mudah dipahami. Informasinya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Informasi tersebut diberikan rutin saat pembinaan para nadzir.
11
Ibid.
93
8. Fleksibel, yaitu sistem pengawasan memiliki tingkat keluwesan yang tinggi sehingga standar-standar pengendalian tetap dapat dipergunakan dikarenakan situasi dan kondisi. Pengawasan
yang
dilakukan
Kemenag
atas
dana
bantuan
pengembangan wakaf berupa pengontrolan langsung pihak Kemenag ke lokasi para nadzir, penyerahan laporan rutin yang dibuat oleh para nadzir, dan pemberian sanksi bagi nadzir yang melakukan penyalahgunaan dana bantuan tersebut. Hal-hal ini mampu menerapkan standar-standar pengendalian baik untuk megontrol kepatuhan para nadzir atas pengelolaan
dana
bantuan
maupun
untuk
pemberian
sanksi
penyalahgunaan dana bantuan. 9. Diterima para anggota organisasi, yaitu sistem pengawaan dapat diterima dan dimengerti oleh semua, sehingga masing-masing akan ikut bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan. Sesuai dengan mekanisme penyaluran dana bantuan, dari pihak kemenag, Pejabat Pembuat Komite (PPK) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. PPK mengerti dan memahami akan semua aturan yang ada pada dana bantuan tersebut agar tujuan disalurkannya dana tersebut tercapai. Begitu pula dengan para nadzir, mereka juga mengerti dan memahami akan prosedur yang ada pada dana bantuan tersebut demi tercapainya tujuan permohonan proposal yang mereka ajukan.
94
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Kemenag-Direktorat Pemberdayaan Wakaf terhadap penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf sudah berjalan dengan efektif, hal ini dilihat berdasarkan teori efektivitas dan analisis SWOT dengan menunjukkan Skor IFAS 3,1 dan EFAS 2,5. Yang berarti bahwa faktor internel yang terdiri dari kekuatan lebih besar dibandingkan dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Sehingga dari kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa pengawasan yang dilakukan kemenag sudah berjalan dengan efektif. Sementara dilain sisi memang masih ada kelemahannya dengan nilai bobot x rating sebesar 2,5 yang didominasi oleh unsur sektor industri, pengetahuan manajemen bisnis dan kolaps dengan nilai bobot 0,2, yang mana hal tersebut harus di antisipasi bahkan di hilangkan oleh pihak Kemenag yaitu diantaranya dengan cara menjalin kerja sama dengan instansi lain, terus memperbaiki peraturan yang ada dan terus memperketat tingkat pengawasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kemenag memberlakukan prosedur untuk mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf, berawal dari nadzir mengajukan proposal permohonan bantuan kepada Kemenag dengan berdasarkan syarat dan ketentuan
yang
berlaku.
Kemudian
pihak
Kemenag
melakukan
penyeleksian terhadap proposal yang masuk berdasarkan seleksi administrasi, verifikasi dan survey ke lokasi. Bagi nadzir yang menerima dana bantuan, diharuskan melakukan laporan rutin pertigabulan dan perenam bulan kepada Kemenag. 2. Pengawasan
yang dilakukan oleh Kemenag atas dana bantuan
pengembangan wakaf sudah berjalan dengan efektif. Mulai dari mekanisme hingga pengawasan, telah dilakukan dengan maksimal oleh pihak Kemenag. Hal ini berdasarkan Skor IFAS 3,1 dan EFAS 2,5. Yang berarti bahwa faktor internel yang terdiri dari kekuatan lebih besar dibandingkan dengan faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman.
95
96
B. Saran 1. Untuk mengoptimalkan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf, Kementerian Agama RI harus melakukan sosialisasi lebih gencar kepada masyarakat, lebih selektif dalam melakukan penyeleksian bagi para nadhir yang mengajukan permohonan dana bantuan, memperketat pengawasan terhadap nadzir dan menyempurnakan peraturan yang terkait dengan dana bantuan pengembangan wakaf. 2. Penelitian ini masih terbatas pada aspek mekanisme dan pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI kepada para nadzir. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian pada aspek pengelolaan dana bantuan yang diterima oleh para nadzir.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah Di Indonesia Dalam TeoridanPraktek. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002. Al-Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teorike Praktek, cet.I. Jakarta: CV. Rajawali, 1989. Al-Amin, Mufham. Manajemen Pengawasan, cet.I. Ciputat: Kalam Indonesia, 2006. Alqur’anul Karim. Al-Asqalani, Ibn Hajar. Bulughul Maram Penerjemah: Irfan Maulana Hakim, Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 1998. Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Panduan Wakaf, Hibah, dan Wasiat. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008. Amirullah dan Haris, Budiyono. Pengantar Manajemen, cet.II. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004. Artikel,
Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 Juli 2014 dari http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/.
Artikel
ini diakses pada rabu, 5 februari 2014 http://tabungwakaf.com/news/all/rumah-sewa-milik-umat-siap-dihuni/.
dari
Artikel ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://tabungwakaf.com/dompetdhuafa-bangun-masjid-di-zona-madina/. Artikel
ini diakses pada sabtu, 22 februari 2014 dari http://bwi.or.id/index.php/ar/asdfsdaf/1-beritawakaf/358-bwi-berencanaakan-bangun-rsia.
Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007. Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013. Departemen P dan K. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat dan Penyelenggaraan Haji. Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis Di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2004. Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. FIQIH WAKAF. Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat danWakaf, 2005. Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994. Handoko, Hani. MANAJEMEN.Yogyakarta: BPFE–Yogyakarta, 1998. Hasan, Tholhah. “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”. Artikel diakses pada 9 September 2014 dari http://mataram.antaranews.com/print/2346/perkembangan-kebijakan-wakafdi-indonesia. Kementerian Agama RI. Pedoman Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia. Jakarta: Kementerian Agama, 2010. Manullang, M. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995. Mardani. FIQH Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2012. Megawati. “Efektivitas DPS Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Pada AJB Bumi Putera 1912 Divisi Syariah. ”Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Muzarie, Mukhlisin. Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat, cet.I. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010. Noor, Juliansyah. Analisis Data Penelitian Ekonomi & Manajemen. Jakarta: PT. Grasindo, 2014. Nurzaman, Kadar. Manajemen Perusahaan, cet.I.Bandung: CV PustakaSetia, 2014. Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam NomorDj.II/ 503 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif dan Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013. Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008. Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif ,cet.III. Jakarta: Khalifa, 2007. Rezeki, Sinta Sri. “Efektivitas Peran Wakalah Al-Wakif Terhadap Perkembangan Tabung Wakaf Indonesia.”Skripsi S1 pada Program Studi Muamalat FSH UIN Jakarta, 2010. Salindeho, Jhon. Tata Laksana Dalam Manajemen. Jakarta: Sinar Grafika, 1998. Salindeho, John. Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya, cet.I. Jakarta: Bumi Aksara, 1995. Saroso, Samiaji. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar. Jakarta: Permata Puri Media, 2012. Sule, Ernie Tisnawati dan Kurniawan, Saefullah. Pengantar Manajemen, cet.I. Jakarta: Kencana, 2005. Suyanto, Bagongdan Sutinah. Metode Penelitian Sosial :Berbagi Alternatif Pendekatan, edisi. revisi, cet.VI. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011. Usman, Husaini. Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, edisi.III, cet.II. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf). Jakarta, 16 September 2014.
Hasil Wawancara Hasil Wawancara dengan Pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf Responden
: H. Abdul Fattah, SE, MBA
Jabatan
: Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf
Tempat
: Kementerian Agama
Hari/tanggal : Selasa, 16 September 2014
1. Bagaimana latar belakang diluncurkannya dana bantuan pengembangan wakaf? Berawal dengan diluncurkannya Undang-Undang wakaf No.41 tahun 2004. Tugas dari Direktorat Wakaf adalah sebagai fasilitator, dinamisator dan regulator. Untuk mewujudkan amanah Undang-Undang dan dalam rangka mengembangkan potensi ekonomi wakaf, pemerintah melalui Direktorat Wakaf memberikan stimulan kepada para nadzir yang dianggap mampu untuk mengembangkan wakafnya, yaitu dengan memberikan dana bantuan pengembangan wakaf melalui APBN. 2. Sejak kapan adanya dana bantuan pengembangan wakaf? Sejak tahun 2005 3. Bagaimana langkah Kemenag dalam mensosialisasikan dana bantun pengembangan wakaf?
Nama program ini adalah wakaf percontohan. Program ini disosialisasikan ke daerah-daerah yang ada di Indonesia saat Direktorat Wakaf memberikan pembinaan kepada para nadzir. Pembinaan tersebut meliputi penyiapan sarana prasarana, pemberian fasilitas, pelatihan nadzir dan lain-lain. Pembinaan dilakukan 5-7 kali dalam setahun yang di-random di seluruh Indonesia. 4. Berapa anggaran APBN untuk dana pengembangan wakaf? Anggaran untuk dana pengembangan wakaf berfariatif. Pada sebelum 2007, ada yang sampai diberikan 2 milyar. Namun sekarang sudah dibatasi mulai dari 400, 500 sampai 600 juta. Dan Jumlah nilai bantuan yang diberikan dari tahun 2005 -2013 adalah sebesar Rp. 51,400,000,000,- (lima puluh satu milyar empat ratus juta rupiah).
5. Apakah setiap tahunnya anggaran ini tersalurkan semua? Jika tidak, dana tersebut dialokasikan untuk apa? Untuk setiap tahunnya dana bantuan pengembangan wakaf ini tersalurkan semua untuk para nadzir. 6. Kenapa pada tahun 2008 tidak ada penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf? Pada tahun 2008 dana bantuan pengembangan wakaf sempat terhenti karena payung hukumnya belum siap dan belum sempurna, peraturannya belum siap, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya belum siap. Meskipun sekarang belum sempurna, namun setidaknya Direktorat Wakaf sudah melakukan perbaikan dari tahun ke tahun. Seharusnya dana bantuan ini memiliki
Peraturan Menteri Agama, namun pada saat itu yang ada hanyalah Peraturan Dirjen, meskipun belum spesifik. Juklak juknis pun belum siap. Kata pak Nazarudin umar, “dari pada dilepas ada masalah, jadi lebih baik program ini diberhentikan dahulu untuk tahun 2008”. Akhirnya pada tahun 2008 dana bantuan ini tidak diserap oleh Kemenag dan diberikan kembali kepada Pemerintah. Setelah itu pada tahun 2009 program dana bantuan ini diadakan kembali dengan beberapa perbaikan. 7. Apa tujuan dari dana bantuan pengembangan wakaf? Tujuan dana bantuan pengembangan wakaf ini adalah: a. Mengoptimalkan pengelolaan tanah wakaf sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat. b. Memberdayakan dan meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola wakaf. c. Mengimplementasikan paradigma baru pengelolaan wakaf produktif. 8. Bagaimana perkembangan para nadzir setiap tahunnya dalam mengajukan dana bantuan pengembangan wakaf? Perkembangan para nadzir yang mengajukan permohonan, untuk setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Ada sekitar 600 nadzir yang tidak lolos seleksi dalam pengajuan dana bantuan pengembangan wakaf ini. 9. Apa persyaratan pemohon dana bantuan tersebut? Syarat untuk pemohon dana bantuan ini adalah:
a. Diutamakan nadzir yang berbadan hukum. Minimal adalah nadzir yayasan. Agak jarang yang diterima itu nadzir perseorangan. Dan sekarang bahkan ditiadakan untuk nadzir perseorangan. b. Status tanah wakafnya jelas, bersertifikat, minimal memilki AIW (Akta Ikrar Wakaf). c.
Letak tanahnya berada di tempat strategis.
d. Perencanaan bisnis nya bagus dan matang. 10. Bagaimana penyeleksian yang dilakukan Kemenag terhadap dana bantuan pengembangan wakaf? Tahapan penyeleksian yang dilakukan oleh Kemenag yaitu: a. Pejabat Pembuat Komitmen membentuk tim untuk melakukan proses seleksi. b. Tim melakukan proses seleksi kepada calon penerima bantuan. Adapun unsur-unsur yang diseleksi yaitu kelengkapan dokumen persyaratan, proposal, hasil verifikasi dan presentasi. c. Tim melaporkan hasil penilaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen 11. Bagaimana penetapan anggaran untuk penerima dana bantuan tersebut? Penetapan anggaran itu sudah ada di RKKL (Rancangan Keuangan Kementerian Lembaga). Sudah direncanakan, dianggarkan dan akhirnya ditetapkan. Penetapan anggaran pun bervariasi untuk setiap penerima bantuan dilakukan berdasarkan perkiraan kebutuhan dana yang ditentukan dari hasil
pemeriksaan dokumen baik data teknis maupun data administrasinya dengan mempertimbangkan study kelayakan yang meliputi aspek manajemennya, pengelolaannya dan dukungan SDM yang memadai. 12. Bagaimana pelaksanaan pengawasan Kemenag terhadap para nadzir yang mendapatkan dana bantuan tersebut? Direktorat Wakaf memiliki tim evaluasi untuk dana bantuan pengembangan ini yang juga bekerja sama dengan BPK. Syarat untuk nadzir yang sudah menerima bantuan, wajib mengirimkan perkembangannya melalui laporan keuangan ke Kemenag setiap 6 bulan sekali. Tim dari Direktorat juga datang langsung ke lokasi untuk mengontrolnya. Untuk setiap tahunnya, tim mengontrol semua nadzir yang menerima dana bantuan tersebut. 13. Digunakan untuk apakah hasil dari dana bantuan tersebut? Setiap yayasan itu memiliki nadzir, maka hasil dari dana bantuan pengembangan wakaf tersebut diberikan kepada yayasan untuk kegiatan sosial. Hasil dari bantuan tersebut dapat dimanfaatkan untuk membangun masjid, kaum dhuafa ataupun pendidikan subsidi guru. Dan pada proposal pun tercantum hasil dari manfaat dana bantuan pengembangan wakaf tersebut. Contohnya di RS Malang, hasil dari dana bantuan itu digunakan untuk yayasannya, pendidikan, iuran SPP sekolah anak kurang mampu. Atau seperti
di Palu, yang hasil pemanfaatannya digunakan untuk voucher dan tambahan gaji guru-guru. 14. Bagaimana tindakan Kemenag terhadap nadzir yang tidak mencapai BEP? Dana bantuan pengembangan wakaf adalah program yang unik. Bantuan yang ada pada umumnya itu bersifat “kita berikan dana, dana tersebut dapat digunakan dengan habis dan setelah itu selesai”. Namun pada dana bantuan pengembangan wakaf ini berbeda. Maksudnya, meskipun dana ini bersifat bantuan, Direktorat Wakaf berharap dana tersebut dapat digunakan untuk usaha produktif yang bermanfaat bagi masyarakat. Maka dari itu, pihak Direktorat Wakaf selalu melakukan proses pembenahan, salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama. Sehingga Insha Allah tahun depan PMA tentang dana bantuan wakaf produktif pun terbit. Bagi para nadzir yang belum mencapai BEP tidak dikenakan sanksi apa-apa, karena pihak Direktorat Wakaf belum memiliki payung hukum yang mengatur hal tersebut. Pencapaian BEP pun masih bersifat anjuran saja. Dan pihak Direktorat pun sedang melakukan pembenahan program bantuan agar terciptanya transparansi dan akuntabilitas. 15. Apakah Kemenag bekerja sama dengan instansi lain dalam melakukan pengembangan wakaf? Jika tidak, apakah bisa memungkin kan?
Untuk sekarang Kemenag belum melakukan kerja sama dengan pihak instansi lain. Namun Kemenag sedang berencana untuk hal ini, yaitu ingin menggandeng pihak ketiga dalam manajemen usaha wakaf produktif. 16. Apa harapan Kemenag kedepannya terhadap dana bantuan pengembangan wakaf? Harapan Kemenag kedepannya adalah ingin mengoptimalkan wakaf produktif. Karena pola pikir yang ada pada masyarakat itu hanyalah sebatas pada wakaf konsumtif saja, seperti wakaf kuburan, sekolah, mushalla, dan lain-lain. Sedangkan pada dasarnya asset wakaf dapat dimanfaatkan secara optimal. Dan harapan Kemenag wakaf itu untuk pemberdayaan masyarakat.
Interviewer
Responden
(Devita Octaviani)
(H. Abdul Fattah, SE, MBA)