Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun ALEX FERNANDO P SARAGIH Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan, Jl. Dr. Sofyan No.1 Medan, 20155, Telepon: 061-8220760, Email:
[email protected]
Diterima tanggal 11 Maret 2015/Disetujui tanggal 15 Mei 2015 Structuring the region in accordance with Act No. 32 2004 is divided into two (2) concepts, namely the establishment of the area and the establishment of special zones. Which meant the formation regions, namely in terms of expansion and merging of regions.The formation of a special district that includes the creation of national strategic areas concerning the livelihood of the people in terms of political, social, cultural, environmental, defense and security, as well as the establishment of regional authorities, free trade, industrial estates and the like. This study examines the case of rejection the proposal to establish a new autonomous region of the district Simalungun Hataran as a division of Simalungun by (CoalitionRejected the Divisionof Kabupaten Simalungun/TPS). This study concluded that there are four important things to be the reason for rejection of the proposal SimalungunHataran by TPS. First, the imbalance in the management of the Regional Budget (APBD); Secondly, improper understanding concept the division; Third, the potential for ethnic conflict; Fourth, the burden of peverty. The method used is descriptive qualitative method that is intended to describe an event in more detail. Keywords: Autonomy, regional authorities, local politics. Pendahuluan Pasca berakhirnya Orde Baru, yang ditandai dengan Reformasi Tahun 1998, mahasiswa bersama dengan rakyat menuntut perubahan sistem pemerintahan yang otoritersentralistik segera ditinggalkan. Hal tersebut juga melahirkan pentingnya pemerintahan di daerah dengan wujud otonomi daerah, yaitu hak, wewenang dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan rumah tangganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Terciptanya desentralisasi dalam tatanan sistem pemerintahan negara, hubungan pusat dengan daerah lebih dapat dimaknai. Dalam artian, bahwa pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistik kemudian membangkitkan semangat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di Daerah. Dimana masing-masing Daerah Otonom memiliki wewenang dalam mengatur pemerintahannya sendiri. Akan tetapi, hubungan pusat dengan daerah tidak dapat dilepas begitu saja, karena daerah juga memiliki tanggungjawab terhadap Pemerintah Pusat. Keterkaitan antara demokrasi dan otonomi serta desentralisasi, seperti dalam pandangan Bagir Mannan yang mencatat adanya tiga
17
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
faktor, yang diantaranya: pertama, untuk mewujudkan kebebasan (liberty); kedua, untuk menumbuhkan kebiasaan di kalangan rakyat agar mampu memutuskan sendiri berbagai kepentingan yang berkaitan langsung dengan mereka; ketiga, untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya terhadap masyarakat yang mempunyai tuntutan yang berbeda-beda. Dengan demikian, semakin banyak cakupan desentralisasi dan otonomi serta semakin jauh tingkatannya ke bawah akan semakin demokratis pula negara yang bersangkutan.1 Akan tetapi, tidak sepenuhnya masyarakat dapat merasakan kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah. Dapat kita ketahui, bahwa banyak daerah di Indonesia yang ingin memisahkan diri dari suatu daerah otonom, karena tidak meratanya pembangunan, kesenjangan ekonomi yang terjadi, pemusatan kekuasaan di daerah tertentu yang biasanya terpusat di daerah ibukota daerah otonom tersebut. Keinginan untuk memisahkan diri dari suatu daerah otonom untuk membentuk suatu daerah otonom yang baru inilah disebut dengan pemekaran daerah. Sejak Undang-undang nomor 22 tahun 1999 diberlakukan, isu pemekaran lebih dominan jika dibandingkan dengan isu penggabungan atau penghapusan daerah otonom. Di satu sisi kecenderungan tersebut dapat diterima dan dipahami sebagai wujud kedewasaan dan harapan untuk mengurus dan mengembangkan potensi daerah dan masyarakatnya. Namun di sisi lain, mengundang kekhawatiran terhadap kemampuan dan keberlanjutan daerah otonom baru untuk dapat bertahan mengurus rumah tangganya sendiri. Pada prakteknya, terbentuknya daerah-daerah otonom baru ini seringkali hanya didasarkan pada pertimbangan atau indikator-indikator ekonomi, seperti tingkat pendapatan, aktivitas kegiatan ekonomi, dan potensi sumber daya alam yang dimiliki. Sedangkan dimensi politik yang kemudian muncul setelah daerah otonom itu terbentuk baru dipikirkan kemudian. Gejala inilah yang kemudian (tampaknya) ingin diantisipasi oleh Undang-udang Nomor 32 tahun 2004 sebagai pengganti Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999. Dalam undangundang ini, pembentukan daerah baru disertai dengan persyaratan administratif, teknis dan fisik wilayah. Hal ini berbeda dengan pengaturan dalam undang-undang sebelumnya yang tidak sampai ke pengaturan teknis pembentukan daerah.2 Pembentukan daerah otonom yang baru harus memperhatikan desain penataan wilayah berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, juga memenuhi indikator dan syaratsyarat yang terdapat dalam Undang-undang tentang pemerintahan daerah, yaitu syarat administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Penataan wilayah menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 terbagi ke dalam 2 (dua) konsep, yakni pembentukan daerah dan pembentukan kawasan khusus. Yang dimaksud pembentukan daerah yaitu dalam hal pemekaran dan penggabungan daerah. Pembentukan kawasan khusus yaitu mencakup pembentukan kawasan strategis secara nasional menyangkut hajat hidup orang banyak dari sudut politik, sosial, budaya, lingkungan dan pertahanan dan keamanan, termasuk juga pembentukan kawasan otorita, perdagangan bebas, kawasan industri dan sejenisnya.3 Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat dan mencari apa yang terjadi di daerah Kabupaten Simalungun. Isu pemekaran yang telah lama terdengar, bahwa sebagian masyarakat Simalungun ingin memisahkan diri dan membentuk suatu daerah otonom yang baru, yaitu Kabupaten Simalungun Hataran. Keinginan untuk pemekaran tersebut telah terdengar sejak Tahun 2001 yang lalu, dan saat ini keinginan pemekaran tersebut tidak lama lagi akan terwujud, dimana administrasi telah dipenuhi dan pemerintah pusat juga telah melakukan cek fisik ke daerah Simalungun Hataran yang akan dijadikan sebagai kabupaten yang baru. Tetapi, pemekaran tersebut tidak semua masyarakat menerimanya. Walaupun tidak lama lagi pembahasan undang-undang untuk membentuk daerah tersebut menjadi suatu daerah otonom, para penolak pemekaran ter2
1
I.Widarta. 2005.Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.Yogyakarta : Pondok Edukasi. Hal.102103.
18
Dede Mariana, Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta: Graha ilmu. Hal. 179-180. 3 Ibid, hal.181.
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
sebut tidak pernah berhenti melalukan aksi untuk menolak pemekaran Simalungun Hataran. Dapat kita lihat dengan adanya Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun (TPS). TPS berpendapat, jika terjadi pemekaran di Simalungun akan mengakibatkan kesenjangan antara daerah yang baru dengan daerah yang lama, pengkotak-kotakan budaya dan agama, dan kekhawatiran mereka adalah hilangnya Budaya Simalungun yang telah ada dan lama di daerah Simalungun. Karena, daerah yang akan dimekarkan mayoritas adalah masyarakat pendatang, yang telah lama tinggal di Simalungun. Dimana kekuatan ekonomi di daerah tersebut di dominasi oleh pendatang. Keinginan untuk membentuk suatu daerah otonom yang baru akibat dari tidak meratanya pembangunan, seperti perbaikan infrastruktur jalan raya, serta pembangunan yang terpusat di daerah ibukota Kabupaten, yaitu Pamatang Raya. Luasnya Kabupaten Simalungun dianggap tidak dapat terjangkau Pemerintah Simalungun secara keseluruhan. Masyarakat beranggapan bahwa sudah saatnya Simalungun Hataran dimekarkan, disamping pembangunan yang tidak merata, Simalungun Hataran juga telah memenuhi syarat-syarat dan indikator untuk dapat menjadi suatu daerah otonom yang baru. Berdasarkan latar belakang tersebut tulisan ini membahas penolakan usulan pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran oleh Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun (TPS). Metode Studi ini menggunakan pendekatan politik lokal. Fokusnya membahas tentang penolakan usulan pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran oleh Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun (TPS). Pengumpulan data dengan teknik penelitian lapangan berupa wawancara mendalam. Analisis data menggunakan analisis kualitatif. Latarbelakang Penolakan Pemekaran Kabupaten Simalungun merupakan salah satu dari 20 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara yang batas wilayah administrasinya adalah: (a).Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo; (b).Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan; (c).Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Deli
Serdang; (d).Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kecamatan Gunung Malela, Kecamatan Gunung Maligas, Kecamatan Bandar Masilam, Kecamatan Bandar Huluan, Kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi, Kecamatan Hatonduhan, Kecamatan Pamatang Sidamanik, Kecamatan Panombeian Panei, Kecamatan Haranggaol Horison di Kabupaten Simalungun maka wilayah administrasi yang sebelumnya berjumlah 21 kecamatan berubah menjadi 30 kecamatan.4 Pemekaran wilayah tersebut meliputi Kecamatan Sidamanik yang dimekarkan menjadi Kecamatan Sidamanik dan Pamatang Sidamanik, Kecamatan Tanah Jawa menjadi Kecamatan Tanah Jawa dan Hatonduhan, Kecamatan Huta Bayu Raja menjadi Kecamatan Huta Bayu Raja dan Jawa Maraja Bah Jambi, Kecamatan Panei menjadi Kecamatan Panei dan Panombeian Panei, Kecamatan Siantar menjadi Kecamatan Siantar, Gunung Malela dan Gunung Maligas, Kecamatan Bandar menjadi Kecamatan Bandar dan Bandar Masilam, Kecamatan Pematang Bandar menjadi Kecamatan Pematang Bandar dan Bandar Huluan, Kecamatan Purba menjadi Kecamatan Purba dan Haranggaol Horisan. Di Kabupaten Simalungun terdapat 8 etnis besar yaitu suku Jawa, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Melayu, Nias dan Pak-pak. Dari 8 etnis tersebut terdapat 3 etnis mayoritas yaitu Jawa, Batak Toba dan Simalungun.Etnis Jawa masuk ke Simalungun dalam 2 gelombang yaitu pada jaman Singosari dan Majapahit dimana terdapat sisa-sisa pasukan kedua kerajaan tersebut yang berimigrasi ke wilayah Simalungun. Masuknya etnis ini sedikit banyaknya mempengaruhi kebudayaan Simalungun seperti terlihat pada ikat kepala laki-laki pada pakaian adat Simalungun mengadopsi seni batik yang berasal dari Jawa. Gelombang kedua terjadi pada masa penjajahan kolonian Belanda dimana etnis Jawa didatangkan sebagai buruh di perkebunan-perkebunan.
4
Arlin, Gondrang Simalungun: Struktur dan Fungsinya Bagi Masyarakat Simalungun, (Medan: Bina Media, 2003), hal.76.
19
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
Sedangkan etnis Batak Toba masuk ke wilayah Simalungun akibat kebijakan pemerintah colonial Belanda untuk mempekerjakan etnis tersebut di bidang pertanian untuk menambah persediaan bahan makanan mereka karena jumlah pekerja yang berasal dari etnis Simalungun tidak mencukupi. Di samping itu, masuknya etnis Batak Toba juga dikarenakan kedekatan wilayah dan juga besarnya potensi wilayah seperti tingkat kesuburan tanah yang lebih tinggi daripada yang terdapat di wilayah Tapanuli Utara dan Samosir sebagai daerah asal etnis Batak Toba. Sedangkan etnis lain yang masuk ke Simalungun lebih dikarenakan adanya kedekatan wilayah geografi Simalungun dengan wilayah asal mereka disamping adanya motivasi untuk mengubah nasib melalui budaya merantau yang dimiliki sub-sub etnis Batak pada umumnya. Tim Tolak Pemekaran Simalungun melalui wawancara dengan Kurpan Sinaga mengatakan5, adapun latar belakang pemikiran kami secara umum untuk “Jangan melanjutkan pemekaran daerah Simalungun” antara lain : 1. Bahwa issu-issu yang berkembang di mayarakat Simalungun saat ini mengatakan apabila terjadi pemekaran daerah Simalungun akan mendapatkan dana pusat yang sangat besar, jumlah anggota DPRD dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan bertambah sehingga berkurangnya pengangguran adalah merupakan pemahaman yang keliru. Seharusnya untuk mengurangi pengangguran Pemda Simalungun menciptakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan terlebih yang berbasiskan ekonomi kreatif. 2. Selaras dengan Kebijakan Umum Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) bahwa Pemerinyah Pusat terus mendorong upaya kemandirian pendanaan daerah melalui penguatan pendapatan asli daerah (local taxing-power) dan diupayakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Kenyataannyan Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun masih mengandalkan sumber dana dari APBN melalui dana transfer ke daerah yaitu Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.
5
Wawancara dengan ketua Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun, Kurpan Sinaga, di Medan, pada tanggal 25 September 2014, pukul 15.30 WIB.
20
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
3. Sebagaimana diketahui bahwa rencana pemekaran daerah Simalungun, dipandang perlu dipertanyakan apakah daerah tersebut sudah melakukan : a. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM); b. Pengendalian belanja APBD; c. Perbaikan pengelolaan keuangan daerah; d. Reformasi sumber pendanaan APBD; e. Surveillance kinerja keuangan daerah; f. Pemberdayaan BUMD; g. Reward dan punishment. 4. Bahwasannya masih diperlukan peningkatan kualitas PNS Kabupaten Simalungun untuk menyempurnakan temuan-temuan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, misalnya Semester I adanya penyimpangan yang berindikasi kerugian negara. Dalam Kunjungan Kerja Panitia Akuntabilitas Publik (PAP) sebagai kelengkapan DPDRI telah melakukan pengawasan ke Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 14 – 16 Maret 2013 dan mengundang Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun yang diwakili oleh Inspektur Daerah. Dalam rapat kerja tersebut Inspektur Daerah Simalungun tidak dapat menyampaikan Laporan hasil penyelesaian temuan BPK dan Ketua PAP – DPD RI memutuskan khusus Pemda Simalungun ditandai “bintang”. 5. Selanjutnya baik Pemerintah dan stake holder terkait lebih melibatkan dan mendorong masyarakat/penduduk Simalungun untuk lebih meningkatkan mutu sumber daya manusia masyarakat Simalungun yang lebih baik, berkualitas maupun kuantitas agar dapat berkompetisi ditengah persaingan yang semakin ketat, karenanya apabila daerah Simalungun dimekarkan dengan SDM yang seperti sekarang ini diyakini dapat semakin meminggirkan masyarakat Simalungun. 6. Bahwa kondisi etnik wilayah Simalungun, persebaran masyarakat suku Simalungun mayoritas berada di kabupaten induk, sedangkan di daerah rencana pemekaran suku Simalungun sangat minoritas. Pembuktian sejarah sebelum Proklamasi Kemerdekaan daerah Simalungun di kenal “Raja empat dan raja tujuh” dari putraputra asli Simalungun. Demikian juga
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
halnya setelah proklamasi dikenal Kolonel Radjamin Purba,SH (almarhum) sebagai Bupati Simalungun yang sangat gigih mempertahankan kesatuan daerah Simalungun dengan motto “HABONARON DO BONA” yang diartikan “Kebenaran yang utama”. 7. Bahwa diresmikannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun yang direncanakan daerah otonomi baru pemekaran, merupakan komponen strategis dari program percepatan dan perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dirancang untuk mengakomodir lebih dari industri kelas dunia artinya bagi perwujudan daya saing bangsa Indonesia kedepan. Mengacu pada hal-hal tersebut diatas, dalam penilaian kuantitatif dengan proyeksi faktor dominan kemampuan ekonomi dan keuangan perlu dipertimbangkan karena dapat mengakibatkan daerah induk tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah sedangkan daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh, berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah. 8. Bahwa dahulu putra/putri daerah Simalungun telah banyak menjadi tokohtokoh Nasional antara lain, Bapak Adam Malik (almarhum), Bapak Bill Saragih (almarhum), Bapak Dr. Cosmas Batubara, Bapak Prof. Dr. Bungaran Saragih, Bapak Prof. Dr. Bintan R. Saragih, dan lainnya, sebaiknya saat sekarang ini Pemda Simalungun diharapkan lebih mendorong dan menetapkan kebijakan dibidang beasiswa berprestasi guna mencetak lebih banyak tokoh-tokoh nasional dari daerah Simalungun mengingat dana, sarana dan prasarana, tenaga pengajar saat ini cukup memadai. Tiga poin krusial alasan penolakan pemekaran Simalungun oleh TPS adalah ketidakadilan, Peminggiran Suku Bangsa Simalungun, dan potensi gangguan stabilitas. Pertama, ketidakadilan berkaitan dengan pembagian daerah pemekaran ini merugikan satu pihak dimana daera kaya terpisahkan dengan daerah miskin dengan perbandingan PDRB 30:70 (lihat data ekonomi berkas ajuan pemekaran). Tanah subur, perkebunan dan industri KEK
Seimangkei menjadi milik kabupaten baru. Tragisnya yang dirugikan adalah penduduk asli. Kedua, peminggiran suku bangsa Simalungun terkait poin bahwa pemekaran ini sama dengan mengisolasi penduduk asli (Simalungun) di daerah yang lebih kecil dan miskin. Dengan konsentrasi penduduk asli di daerah miskin ini jelas membatasi ruang gerak pengembangan kebudayaan Simalungun sebagai mana dijamin pasal 32 UUD 1945. Kecilnya jumlah warga Simalungun di daerah pemekaran akan menjauhkan representasi Simalungun dalam kebijakan daerah pemekaran. Ketiga, potensi gangguan stabilitas terkait dengan poin 1 dan 2 diatas. Jelas akan memunculkan kesenjangan ekonomi dan pengkotak-kotakan sosial sehingga menjadi potensi gangguan stabilitas ditengah persaudaraan yang sudah kokoh selama ini. Dari ketiga poin diatas dapat disimpulkan bahwa pembahasan pemekaran tersebut akan memunculkan fragmentasi antar kelompok masyarakat sehingga lebih bijak untuk tidak melanjutkan pembahasan dimaksud. Alasan penolakan usulan pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran Usulan pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran sebenarnya telah lama terdengar, sejak Tahun 2001 isu pemekaran sudah direncanakan, akan tetapi baru belakangan ini rencana usulan pemekaran tersebut diproses secara serius. Sebagian masyarakat Kabupaten Simalungun tidak setuju dengan pemisahan atau pemecahan Simalungun menjadi 2 kabupaten, Simalungun harus tetap menjadi satu daerah otonom yang utuh. Masyarakat yang secara terang-terangan menolak dilaksanakannya pemekaran tersebut kemudian membentuk suatu Tim, dengan nama Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun (TPS), yang diketuai oleh Kurpan Sinaga. Mereka beranggapan bahwa, pemisahan Simalungun menjadi 2 daerah otonom akan menyebabkan diskriminasi sosial dan agama, memunculkan adanya istilah masyarakat pendatang dan masyarakat asli, juga akan mengakibatkan hilangnya budaya Simalungun pada daerah yang baru, karena pada daerah tersebut mayoritas terdiri dari masyarakat pendatanng. Ada beberapa hal yang menjadi alasan
21
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun (TPS) melakukan penolakan usulan pemekaran Kabupaten Simalungun Hataran. Pertama, ketimpangan pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Suatu kewajaran jika daerah kaya sumber daya alam, mengusulkan pemekaran daerah, karena mereka ingin menikmati hasil kekayaan alamnya yang melimpah. Namun jika yang mengusulkan pemekaran adalah daerah miskin sumber daya alam dan PAD, maka bagian terbesar dari APBD berasal dari pemerintah pusat. Daerah baru hanya menjadi benalu, yang hanya akan menghisap dana dari pemerintah pusat. Hasil evaluasi Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwa hanya 22 persen daerah pemekaran yang berhasil, sisanya 78% gagal. Penilaian atas urgensi pemekaran wilayah harusnya didasarkan pada variabel pelayanan publik. Daerah otonom yang baru dalam kenyataannya lambat dalam mencapai tujuan peningkatan pelayanan publik dan efektivitas pemerintahan. Hasil evaluasi Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri terhadap 57 daerah otonom baru di bawah tiga tahun menunjukkan, penyelenggaraan pemerintahan tidak efektif. Kegagalan dalam pemekaran daerah tersebut dijadikan salah satu pertimbangan pemerintah melakukan moratorium. Dari data tersebut kemudian dapat dipetakan kekurangan dan kelemahannya, sehingga rencana pemekaran kabupaten Simalungun dan Kabupaten Simalungun Hataran. Salah satu permasalahan pada pemekaran kabupaten Simalungun adalah dengan terbentuknya pemekaran daerah maka akan mempersempit kapasitas fiskal pemerintah pusat. Dengan semakin banyaknya daerah pemekaran baru maka setiap tahun jumlah transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah semakin tinggi. Hal ini menyebabkan jumlah Belanja Negara setiap tahun semakin meningkat, apabila pertumbuhan Belanja Negara lebih tinggi dari pertumbuhan Pendapatan Negara, akan mempersempit kapasitas fiskal pemerintah pusat.
oleh Pemkab Simalungun mengalami sebuah kemunduran dimana untuk PAD 2013 dari sektor pajak sebesar Rp 30,7 miliar di antaranya bersumber dari pajak hotel Rp 4 miliar, pajak restoran Rp 130 juta, pajak reklame Rp 300 juta, pajak penerangaan jalan Rp 16 miliar, dan pajak sarang burung walet Rp 10 juta. Untuk jenis retribusi dengan target Rp 15 miliar, di antaranya dari retribusi kebersihan Rp 700 juta, retribusi pasar Rp 700 juta, retribusi pengujian kendaraan bermotor Rp 535 juta, retribusi parkir Rp 500 juta, retribusi terminal Rp 225 juta, retribusi izin mendirikan bangunan Rp 1 miliar, dan retribusi penerbitan SIUP Rp 3,4 miliar sementara untuk APBD Simalungun tahun 2013 sebesar 1,4 Triliyun dan tahun 2014 sebesar 1,9 Triliyun.Pemkab Simalungun menghabiskan anggaran menjelang akhir tahun tanpa didasari tujuan jelas untuk pembangunan daerah sehingga banyak ditemukan potensi penyimpangan pengelolaan keuangan daerah.6 Kedua, pemahaman yang keliru tentang konsep pemekaran. Pemekaran sangat berhubungan dengan aspek keuangan daerah, telah terjadi peningkatan pendapatan asli daerah meskipun pada umumnya ketergantungan terhadap Dana Alokasi Umum masih tinggi. Di samping itu, juga terjadi peningkatan pada proporsi belanja pembangunan meskipun proporsi terhadap belanja rutin masih kecil. Sedangkan pada aspek pengelolaan sumberdaya aparatur menunjukkan bahwa rasio jumlah aparatur terhadap total penduduk DOB masih dibawah rata-rata nasional meskipun untuk beberapa daerah sampel tidak terjadi hubungan yang signifikan antara jumlah aparatur dan kepuasan pelayanan publik. Studi ini juga mencatat umumnya kualitas SDM aparatur untuk lini terdepan pelayanan masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Namun, melalui proses perencanaan pembangunan di Kabupaten Simalungun pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia dan ini menjadi perbedaan dalam pemahaman pemekaran di kabupaten simalun6
Kemampuan keuangan pemda yang tercermin dari Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran 2013
22
http://regional.kompas.com/read/2013/07/24/164 5399/Capaian.Rendah.PAD.Simalungun.Salah.Ur us, diunduh pada tanggal 25 Januari 2015 pukul 20.00 WIB.
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
gun. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat merasa kurang nyaman bila hidup dalam suatu masyarakat dengan etnis, adat istiadat, dan kebiasaan yang berbeda. Bila kesatuan budaya ini terganggu karena kehadiran warga masyarakat lain dengan budaya yang berbeda, maka seringkali terjadi ketegangan bahkan konflik sosial dalam masyarakat tersebut. Aspek berikutnya yang cenderung menjadi pemicu terjadinya pemekaran wilayah adalah ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah. Sejak awal rencana pemekaran Kabupaten Simalungun cenderung diwarnai dengan banyak masalah yang berupa utang-piutang dan serah terima asset-asset daerah, dan lain-lain. Dalam perkembangannya kemudian, daerahdaerah baru tersebut –antara lain berdasarkan hasil evaluasi Depdagri (2005), Bappenas (2007), Kompas (2009), Lemhannas (2013) menunjukkan lebih banyak yang mengalami permasalahan daripada membuat kemajuan dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kualitas pelayanan publik yang dicitacitakan Peraturan Pemerintah (PP) No.129 T ahun 2000 yang kemudian diganti dengan PP No.38 Tahun 2007. Menurut Ketua Tim Tolak Pemekaran Simalungun Kurpan sinaga; “menegaskan kembali pentingnya moratorium pemekaran daerah dan hanya sekitar 20% daerah pemekaran yang berhasil. Sedangkan 80% lainnya kurang berhasil dan menimbulkan banyak masalah akibat perbedaan persepsi pemekaran yang hanya berfokus pada distribusi jabatan Faktor-faktor tersebut yang berupa Motif untuk efektivitas dan efisiensi administrasi pemerin-tahan daerah mengingat luasnya wilayah, penduduk Simalungun yang menyebar dan pembangunan daerah yang tertinggal serta keterkaitan fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang (UU) bagi daerah-daerah pemekaran dengan DAU (Dana Alokasi Umum) dikanbupaten Simalungun, bagi hasil (revenuesharing) dari sumber daya alam (SDA) Kabupaten S dan nonSDA, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Disamping faktor-faktor imalunguntersebut, masih ada satu motif “tersembunyi” dari pemekaran daerah, yaitu gerrymandering atau usaha-usaha pembelahan daerah secara politik”7
Ketiga, adanya potensi konflik etnis. Jumlah penduduk Indonesia menempati urutan ke 7
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
Wawancara dengan ketua Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun, Kurpan Sinaga, di Medan, pada tanggal 25 September 2014, pukul 15.30 WIB.
empat terbesar di dunia. Di samping sebagai modal dasar, pola sebaran penduduk yang tidak merata menjadi faktor penghambat dalam pemerataan pembangunan wilayah yang menjadi tujuan otonomi daerah. Demikian pula faktor luas wilayah dianggap menentukan pencapaian tujuan otonomi daerah karena makin luas daerah otonom maka pelayanan publik pemerintah daerah akan makin tidak efisien. Oleh karena itu ke dua faktor tersebut memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan sebagai persyaratan dalam pemekaran daerah. Dalam konteks pemekaran daerah, faktor jumlah penduduk dan luas wilayah tidak dapat dilepaskan dari persoalan karakteristik wilayahnya. Budaya dan etnik selalu membentuk bagian sosial dari suatu daerah yang khusus berdasarkan sejarah yang dibentuk dari elemenelemen yang saling berbeda dari suatu kelompok etnik ke kelompok etnik yang lain. Aspek Sosial Budaya mengasumsikan, jika suatu masyarakat terikat dengan suatu sistem budaya tersendiri yang memberi perbedaan identitas budaya dengan masyarakat lain, maka secara politis ikatan kesatuan masyarakat tersebut akan lebih kuat. Dengan pelaksanaan otonomi daerah muncul gejala etno-sentrisme atau fenomena primordial kedaerahan semakin kuat. Indikasi etnosentrisme ini terlihat dalam beberapa kebijakan di daerah yang menyangkut pemekaran daerah, pemilihan kepala daerah, rekruitmen birokrasi lokal dan pembuatan kebijakan lainnya.Selain itu, ancaman disintegrasi juga dapat memicu sebuah konflik. Dengan adanya pelimpahan pelimpahan wewenang kepada daerah menyebabkan daerah menjadi terbagi-bagi dan muncul kesenjangan yakni ketimpangan pembangunan antara daerah yang sumber dayanya kaya dengan daerah yang hanya memiliki sumber daya alam yang sedikit. Adanya potensi sumber daya alam di Kabupaten Simalungun, juga rawan menimbulkan perebutan dalam menentukan batas wilayah masing-masing. Konflik horizontal di Kabupaten Simalungun sangat mudah tersulut. Di era otonomi daerah tuntutan pemekaran wilayah juga semakin kencang dimana-mana. Pemekaran ini telah menjadikan NKRI terkerat-kerat menjadi wilayah yang berkeping-
23
Jurnal POLITEIA|Vol.8|No.1|Januari 2016 Alex Fernando P Saragih
keping. Satu provinsi pecah menjadi dua-tiga provinsi, satu kabupaten pecah menjadi duatiga kabupaten, dan seterusnya, semakin berkeping-keping NKRI semakin mudah separatisme dan perpecahan terjadi. Keempat, beban penduduk miskin yang lebih tinggi. Perkembangan wilayah biasanya merupakan wujud dari keinginan masyarakat di suatu daerah untuk tumbuh dan berkembang dari segi ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan, dalam dimensi geografis. Tingkat perkembangan wilayah dapat dilihat dari rasio luas wilayah terbangun (built-up area) terhadap total luas wilayah. Semakin besar rasionya, maka semakin tinggi tingkat perkembangan wilayahnya. Semakin luas builtup area nya dapat diartikan semakin tinggi aktivitas ekonomi masyarakatnya. Kondisi tersebut dapat dilihat dari semakin rapatnya jaringan jalan, semakin meluasnya wilayah perkantoran dan perdagangan, semakin menyebarnya wilayahpemukiman dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan tingginya peluang kerja.. Bila dikaji secara matang, instensifikasi perolehan pendapatan yang cenderung eksploitatif semacam itu justru akan banyak mendatangkan persoalan baru dalam jangka panjang, dari pada manfaat ekonomis jangka pendek, bagi daerah. Persoalan pertama adalah beratnya beban yang harus ditanggung warga masyarakat. Meskipun satu item pajak atau retribusi yang dipungut dari rakyat hanya berkisar seratus rupiah, akan tetapi jika dihitung secara agregat jumlah uang yang harus dikeluarkan rakyat perbulan tidaklah kecil, terutama jika pembayar pajak atau retribusi adalah orang yang tidak mempunyai penghasilan memadai. Persoalan kedua terletak pada adanya kontradiksi dengan upaya pemerintah daerah dalam menggerakkan perekonomian di daerah dan ini bisa menimbulkan kemiskinan. Penutup Penolakan usulan terhadap pemekaran sudah menjadi hal yang umum dalam system perpolitikan suatu Negara. Dalam kasus ini Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun (TPS) secara terang-terangan menolak usulan pemekaran Kabupaten SImalungun. Terdapat empat alasan penolakan terhadap usulan pemekaran
24
ISSN: 0216-9290
Penolakan Usulan Kabupaten Simalungun Hataran sebagai Pemekaran dari Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun Hataran, yaitu: pertama, ketimpangan pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD); Kedua, pemahaman yang keliru tentang konsep pemekaran; Ketiga, adanya potensi konflik etnis; keempat, beban penduduk miskin yang lebih tinggi. Daftar Pustaka Arlin. 2003. Gondrang Simalungun: Struktur dan Fungsinya Bagi Masyarakat Simalungun. Medan: Bina Media. Dede Mariana, Caroline Paskarina. 2008. Demokrasi dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta: Graha ilmu. Hal. 179-180. Dede Mariana, Caroline Paskarina. Ibid, hal.181. I.Widarta. 2005. Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.Yogyakarta: Pondok Edukasi. Hal.102-103. Wawancara dengan ketua Koalisi Tolak Pemekaran Simalungun, Kurpan Sinaga, di Medan, pada tanggal 25 September 2014, pukul 15.30 WIB. http://regional.kompas.com/read/2013/07/24/1645 399/Capaian.Rendah.PAD.Simalungun Salah.Urus, diunduh pada tanggal 25 Januari 2015 pukul 20.00 WIB.