Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
PENJELASAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IX DPR RI TANGGAL 10 JUNI 2002 MENGENAI ANGGARAN TAHUNAN BANK INDONESIA Masa Persidangan Tahun Sidang
: IV : 2001 - 2002
Anggota Dewan yang terhormat, Pertama-tama, perkenankan kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Komisi IX DPR RI beserta seluruh Anggota Dewan yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja pada hari ini. Pertemuan ini memiliki arti yang sangat penting bagi kami, terutama dalam rangka menyampaikan berbagai informasi dan penjelasan mengenai pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang diamanatkan oleh Undang-Undang sekaligus untuk mendapatkan berbagai masukan dari Anggota Dewan yang berguna bagi upaya perbaikan dalam pelaksanaan tugas kami di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran ke depan. Lebih dari itu, pertemuan semacam ini pada hakikatnya kami pandang sebagai salah satu bentuk perwujudan dari akuntabilitas Bank Indonesia kepada DPR-RI. Dalam rapat kerja kali ini, sebagaimana undangan dari Anggota Dewan, kami akan memaparkan mengenai anggaran Bank Indonesia tahun berjalan 2002, pelaksanaan anggaran Bank Indonesia 2002, dan pembicaraan pendahuluan anggaran Bank Indonesia tahun 2003. Namun demikian, sebagaimana halnya pada Rapat KerjaRapat Kerja yang lalu, mengawali penjelasan kami atas pelaksanaan anggaran Bank Indonesia tersebut, perkenankanlah kami dalam kesempatan ini untuk terlebih dahulu secara singkat menyampaikan laporan perkembangan terakhir atas langkah-langkah kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia.
Anggota Dewan yang terhormat, Sebagaimana telah Anggota Dewan maklumi, pada awal tahun 2002, Bank Indonesia memperkirakan bahwa dalam tahun 2002, apabila ekspor dan investasi dapat ditingkatkan dan program restrukturisasi perbankan berjalan sesuai dengan harapan, pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diprakirakan dapat mencapai 3,5% - 4,0%. Bank Indonesia juga menetapkan sasaran laju inflasi IHK sebesar 9%-10% untuk tahun 2002 dengan memperhatikan masih tingginya ekspektasi inflasi dan besarnya dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Dalam perkembangannya, sampai dengan akhir Mei 2002, secara umum kondisi ekonomi-moneter menunjukkan perkembangan yang positif, khususnya tercermin pada berlanjutnya penguatan nilai tukar rupiah secara signifikan dan menurunnya suku bunga rupiah. Uang primer juga terkendali di bawah target indikatifnya, sementara fungsi
1 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
intermediasi perbankan mulai menunjukkan perbaikan, seperti terlihat pada meningkatnya dana pihak ketiga dan jumlah pemberian kredit baru perbankan. Laju inflasi secara tahunan juga cenderung menurun meskipun tekanan inflasi pada bulan Mei 2002 terasa kembali setelah selama dua bulan sebelumnya berturut-turut mengalami deflasi. Membaiknya kondisi perekonomian tersebut tidak terlepas dari terdapatnya sejumlah kemajuan dalam proses restrukturisasi ekonomi yang salah satunya tercermin dari kelanjutan proses divestasi aset oleh BPPN seperti dalam proses divestasi BCA dan rencana divestasi lainnya (PT Indosat, PT Telkom, PT Indofarma, dan Bank Niaga). Kemajuan ini juga diiringi dengan dukungan situasi keamanan dalam negeri yang relatif terkendali. Kedua kemajuan yang dicapai baik dari sisi ekonomi dan non ekonomi tersebut pada akhirnya telah turut membentuk sentimen positif pasar yang tercermin dari menurunnya persepsi atas risiko usaha sebagaimana terlihat dari menurunnya premi swap dan premi risiko. Ekspektasi positif atas hasil penjadualan utang Pemerintah dalam Paris Club III juga turut menambah kepercayaan yang ada. Berbagai indikator ini pada gilirannya menyebabkan nilai tukar secara gradual mengalami penguatan dan seiring dengan perkembangan uang primer yang terkendali telah diikuti dengan penurunan suku bunga SBI. Secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam Triwulan I-2002 meningkat 2,15% (y-t-y) dibandingkan triwulan IV-2001. Dalam triwulan I-2002 tersebut, pengeluaran konsumsi rumah tangga meskipun secara riil meningkat sebesar 1,02% dibandingkan triwulan sebelumnya, namun pengeluaran konsumsi pemerintah menurun sebesar 1,03% dan investasi fisik menurun sebesar 2,45%. Demikian pula ekspor dan impor meningkat masing-masing sebesar 2,89% dan 1,82%, namun secara agregat permintaan masih lemah. Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya harga minyak dunia, penerimaan ekspor migas menunjukkan peningkatan pada triwulan I/2002 dibanding dengan triwulan sebelumnya. Di sisi moneter, setelah dalam dua bulan sebelumnya mengalami deflasi, intensitas tekanan harga secara umum pada bulan Mei 2002 mulai terasa. Bulan Mei mengalami inflasi sebesar 0,80% (m-t-m) atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar minus 0,24%. Namun demikian, inflasi secara tahunan (y-oy) mengalami penurunan menjadi 12,93% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 13,30%. Terjadinya inflasi pada bulan Mei 2002 tersebut terutama disebabkan oleh diberlakukannya kebijakan pemerintah di bidang harga, khususnya kenaikan harga BBM dan tarif angkutan, seperti tercermin pada peningkatan harga kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 3,40% (m-t-m) serta kelompok perumahan sebesar 0,78% (m-t-m). Kedua kelompok tersebut juga memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi bulan ini, masing-masing 0,40% dan 0,18%. Dampak kebijakan Pemerintah terhadap inflasi dalam bulan ini relatif tinggi yaitu mencapai sebesar 0,41 %. Sementara itu, tekanan harga dari sisi penawaran khususnya berkaitan dengan ketersediaan pasokan dan distribusi tidak terlihat. Kenaikan harga pada kelompok makanan cenderung lebih terkait dengan meningkatnya biaya pengangkutan akibat 2 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
naiknya harga BBM, sehingga berdampak pada inflasi kelompok tersebut sebesar 0,58%. Sementara itu, inflasi kelompok makanan mencapai sekitar 0,39% (m-t-m) atau 11,93% (y-o-y), lebih rendah dari kelompok bukan makanan 1,12% (m-t-m) atau 13,85% (y-o-y). Sumbangan kelompok bahan makanan terhadap inflasi bulan ini sebesar 0,17%, sementara kelompok lainnya, di luar kelompok transportasi dan komunikasi serta kelompok perumahan, memberikan sumbangan inflasi relatif kecil. Di sisi nilai tukar, pada bulan Mei 2002, nilai tukar rupiah kembali menguat secara signifikan hingga menembus level di bawah Rp9.000,- per USD. Rupiah ditutup pada level Rp8.830,- atau menguat 500 poin (5,7%) dibandingkan bulan sebelumnya Rp9.330,- per USD. Demikian pula secara rata-rata, rupiah menguat 377 poin (4,1%) menjadi Rp9.118,- dibandingkan bulan lalu Rp9.495,- per USD. Kuatnya sentimen pasar serta tersedianya pasokan valas telah mendorong apresiasi rupiah sampai dengan bulan Mei 2002, yang merupakan level terkuat sejak September 2001. Ekspektasi positif terhadap aliran modal masuk ke dalam negeri yang terkait dengan penjualan saham/privatisasi BUMN, antara lain PT. Indosat, PT. Telkom, PT. Indofarma, dan proses divestasi Bank Niaga memberikan andil yang tidak sedikit dalam penguatan nilai tukar rupiah. Demikian pula, keberhasilan Indonesia dalam merestrukturisasi utang luar negeri pemerintah dan swasta, serta proyeksi akan membaiknya ekonomi Indonesia, telah menumbuhkan optimisme yang kuat akan kebangkitan ekonomi Indonesia. Sentimen dari perkembangan mata uang regional yang cenderung menguat terhadap USD juga turut memacu apresiasi kurs rupiah lebih lanjut. Secara fundamental, dari gap analisis antara permintaan dan penawaran valas, diperoleh gambaran bahwa pasar masih memperoleh pasokan yang cukup. Kecukupan pasokan terlihat dari transaksi antar bank yang menunjukkan pihak offshore lebih banyak menjual USD. Sementara itu, pasokan dari dalam negeri diperoleh dari masuknya dana privatisasi BUMN serta membaiknya ekspor dalam beberapa bulan terakhir. Semakin kuatnya sentimen positif yang bekembang di pasar terefleksi pada penurunan premi swap untuk semua tenor. Premi swap 1 bulan dan 3 bulan mengalami penurunan masing-masing dari 14,70% menjadi 13,70 % dan 13,20%. Sementara itu, dari perhitungan Real Effective Exchange Rate (REER) penguatan nilai tukar rupiah tersebut dipandang masih cukup kompetitif. Secara riil, nilai tukar rupiah masih undervalued dengan indeks REER 86,64 dibandingkan bulan sebelumnya 82,94 (indeks dengan tahun dasar 1995). Demikian pula, angka Bilateral Real Exchange Rate (BRER) sebesar 62,17 juga masih kompetitif dibandingkan negara pesaing ekspor seperti Malaysia 67,08, Thailand 63,10 dan China 84,90 (indeks dengan tahun dasar Juni 1997). Sejalan dengan perkembangan inflasi dan nilai tukar tersebut, kebijakan moneter yang kami lakukan diarahkan untuk menjaga momentum keberhasilan yang telah dicapai, terutama untuk menjaga kestabilan ekonomi makro (khususnya inflasi dan nilai tukar) sambil terus memberikan sinyal yang positif bagi pemulihan ekonomi. Pengendalian moneter tetap ditujukan untuk menyerap kelebihan likuiditas agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian sehingga tidak memberikan tekanan baru terhadap 3 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
inflasi dan nilai tukar rupiah. Pengendalian moneter tersebut kami lakukan melalui operasi pasar terbuka, intervensi rupiah, dan sterilisasi valas. Dengan kondisi ekonomi moneter yang cukup kondusif, suku bunga SBI 1 bulan telah cenderung menurun dari 17,5% pada awal Januari 2002 menjadi 15,17% pada minggu pertama Juni 2002. Suku bunga Intervensi Rupiah juga telah diturunkan 100 bps untuk semua tenor, sehingga menjadi 14,125% - 14,875% untuk jangka waktu overnight sampai 7 hari. Penurunan suku bunga SBI dan Intervensi Rupiah tersebut juga telah diikuti oleh penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan. Dewasa ini suku bunga deposito berada pada 13,73%, sementara suku bunga kredit modal kerja sekitar 19,25%.
Anggota Dewan yang terhormat, Di bidang perbankan, pada awal tahun 2002, kinerja perbankan nasional menunjukkan beberapa perbaikan yang tercermin dari peningkatan penghimpunan dana dan pemberian kredit, perbaikan aspek permodalan, perbaikan non performing loan (NPL) serta meningkatnya net interest margin (NIM). Meskipun demikian, perbankan masih menghadapi tantangan berupa fungsi intermediasi yang belum pulih secepat yang diharapkan guna mendukung proses pemulihan ekonomi. Oleh karena itu dalam tahun 2002 ini Bank Indonesia akan terus melanjutkan langkah kebijakan perbankan yang diarahkan pada kerangka strategi restrukturisasi perbankan yang meliputi dua bagian besar yaitu (i) program penyehatan perbankan yang meliputi penjaminan pemerintah, program rekapitalisasi bank umum, dan restrukturisasi kredit perbankan; (ii) dan program pemantapan ketahanan yang meliputi pengembangan infrastruktur dan peningkatan good corporate governance dan pemantapan sistem pengawasan bank. Dalam tahun 2002, prioritas utama kebijakan diarahkan pada upaya memperkuat ketahanan sistem perbankan melalui pemaksimalan penerapan 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Bank. Upaya pemeliharaan CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang struktur permodalannya masih rentan terhadap pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta penurunan kredit. Di sisi lain, untuk memulihkan fungsi intermediasi perbankan, kami akan mendorong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektor-sektor yang telah dianggap siap dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit ekspor dan kredit UKM. Untuk itu, Bank Indonesia juga telah menandatangani kesepakatan dengan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dalam kesepakatan tersebut, Bank Indonesia antara lain akan mendorong bank umum dan BPR untuk meningkatkan penyaluran kredit usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan business plan masing-masing bank, untuk penanggulangan kemiskinan, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. 4 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesehatan bank juga didukung dengan upaya-upaya untuk menekan angka non performing loans (NPL) perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank untuk mencapai target NPL sebesar 5% pada akhir tahun 2002. Selanjutnya, langkah penguatan infrastruktur perbankan akan terus ditempuh dengan mendorong pengembangan bank syariah dan BPR serta bersamasama pemerintah mempersiapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan. Selain itu, perkenankan pula dalam kesempatan ini kami menyampaikan implementasi dan tindak lanjut ketentuan tentang Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) yang merupakan pelaksanaan anti money laundering di sektor perbankan. Berdasarkan review oleh konsultan independen terdapat bank yang telah menerapkan sepenuhnya (fully comply) terhadap prinsip mengenal nasabah. Namun demikian masih terdapat pula beberapa bank lainnya secara terus menerus berupaya melakukan updating data base nasabah serta pelatihan bagi pegawai yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Untuk memperlancar pelaksanaan ketentuan tersebut, terus dilakukan koordinasi yang lebih baik antara Bank Indonesia dengan sektor perbankan.
Anggota Dewan yang terhormat, Guna mendukung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter dan upaya penciptaan sistem perbankan yang sehat, di bidang sistem pembayaran, dalam tahun 2002 Bank Indonesia masih terus melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk menciptakan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat, aman, dan handal. Di bidang sistem pembayaran tunai, kebijakan diarahkan pada penyediaan uang yang layak edar dan mencukupi kebutuhan masyarakat baik dari sisi nominal maupun jenis pecahannya. Sementara di bidang sistem pembayaran non tunai, langkah kebijakan diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas pelayanan sistem pembayaran serta pengaturan pengawasan sistem pembayaran guna mendorong terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman, dan efisien.
Anggota Dewan yang terhormat, Sebagaimana diketahui, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tiga tugas sebagaimana telah kami jelaskan satu persatu di atas yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Agar dapat melaksanakan tugas dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut, kami menyusun rencana kerja tahunan yang disusun dengan mengacu kepada Sasaran strategis Tahunan Bank Indonesia (STBI) yang telah ditetapkan oleh Dewan Gubernur. Rencana kerja tahunan dimaksud selanjutnya dituangkan dalam bentuk Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) dan bersama-sama dengan evaluasi
5 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
pelaksanaan anggaran tahun berjalan, disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) sebagai salah satu wujud dari transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan tugas Bank Indonesia. ATBI tersebut mencerminkan program kerja Bank Indonesia yang dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk anggaran penerimaan dan pengeluaran. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan ATBI dibuat berdasarkan prinsip yang berhati-hati sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan ekonomi yang diharapkan terjadi pada tahun berjalan. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat diskonto SBI, dan nilai tukar rupiah. Kehati-hatian dalam penyusunan ATBI merupakan hal yang sangat penting mengingat sustainability keuangan atau kestabilan keuangan Bank Indonesia, juga merupakan syarat bagi efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter. Selanjutnya, ijinkanlah kami menyampaikan penjelasan atas pertanyaan anggota dewan yang terhormat mengenai; Anggaran Bank Indonesia tahun 2002, Pelaksanaan Anggaran Bank Indonesia 2002, dan gambaran umum Anggaran Bank Indonesia 2003.
ANGGARAN BANK INDONESIA TAHUN 2002
Anggota Dewan yang terhormat, Sebagaimana anggota dewan maklumi, penyampaian Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) ke DPR merupakan kewajiban sesuai Undang-undang Bank Indonesia, yang antara lain dikemukakan bahwa selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sebelum dimulai tahun anggaran, Dewan Gubernur menetapkan anggaran tahunan Bank Indonesia yang harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran tahun berjalan. Berhubung dengan karakteristik Bank Indonesia sebagai lembaga Bank Sentral, terutama tugas dan fungsinya menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank, maka format dan materi Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) berbeda dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sebagaimana dilakukan dalam tahun-tahun sebelumnya, asumsi-asumsi yang digunakan dalam penyusunan ATBI tahun 2002 dibuat berdasarkan prinsip yang berhati-hati, sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan ekonomi yang masih dalam proses pemulihan. Asumsi yang digunakan dalam penyusunan Anggaran Bank Indonesia Tahun 2002 adalah: Kurs Anggaran Rp9.000/USD, Inflasi sebesar 9%, Diskonto SBI sebesar 14%, dan Pertumbuhan Ekonomi sebesar 4%. Mempertimbangkan adanya beberapa keterbatasan, terutama keuangan Bank Indonesia, maka strategi pengalokasian anggaran diprioritaskan pada pelaksanaan program-program sebagai berikut :
kemampuan pengeluaran
a. Menjaga stabilitas moneter yang tercermin dari dari laju inflasi dan nilai tukar rupiah.
6 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
b. Menyempurnakan sistem pembayaran dalam bentuk perluasan penerapan Real Time Gross Settlement (RTGS), mengembangan sistem kliring di kantor-kantor Bank Indonesia dan menanggulangi peningkatan peredaran uang palsu. c. Mengupayakan pemulihan fungsi intermediasi perbankan nasional melalui percepatan program restrukturisasi perbankan yang meliputi penyehatan lembaga perbankan; pemantapan ketahanan sistem perbankan serta penyempurnaan pengaturan dan pemantapan sistem pengawasan bank. d. Mempercepat program transformasi Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan fungsi Bank Indonesia guna memenuhi tuntutan stakeholders. e. Menyempurnakan sistem manajemen sumber daya manusia, sistem manajemen keuangan intern, sistem teknologi informasi, dan sistem pengawasan intern.
PELAKSANAAN ANGGARAN BANK INDONESIA S/D AKHIR MEI 2002
Anggota Dewan yang terhormat, Sampai dengan 31 Mei 2002, kondisi ekonomi dan moneter relatif membaik, seperti tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah yang mencapai dibawah asumsi kurs yang dipergunakan dalam menetapkan anggaran yaitu Rp9.000 per USD. Sehubungan dengan hal tersebut, maka realisasi anggaran s/d 31 Mei 2002 adalah sebagai berikut : •
Realisasi penerimaan mendekati 50% dari yang ditargetkan pada tahun 2002 sebesar Rp25,2 trilyun.
•
Realisasi pengeluaran mencapai sekitar 40% dari yang diperkirakan pada tahun 2002 sebesar Rp20,5 trilyun.
Adapun penjelasan realisasi anggaran Bank Indonesia tahun 2002 untuk pos-pos tertentu sampai dengan akhir Mei 2002 adalah sebagai berikut: 1.
Penerimaan a. Realisasi penerimaan karena pengelolaan devisa. Penerimaan karena pengelolaan devisa terutama berasal dari coupun dan bunga surat-surat berharga, trading atau perdagangan surat-surat berharga maupun transaksi valuta asing lainnya. Sampai dengan bulan Mei 2002, penerimaan telah mencapai sekitar 70% dari yang ditargetkan sebesar Rp. 17,6 trilyun. Dari jumlah tersebut, sekitar 60% berasal dari hasil selisih kurs dimana rata-rata kurs yang berlaku berada di atas asumsi kurs anggaran sebesar Rp9.000.
7 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
b. Realisasi penerimaan bunga Penerimaan ini terdiri dari penerimaan bunga atas pemberian kredit sebelum berlakunya Undang-undang Bank Indonesia tahun 1999 dan penerimaan bunga surat utang pemerintah. Khusus mengenai penerimaan bunga Surat Utang Pemerintah (SUP), dalam tahun 2002 ditargetkan sebesar Rp7,2 trilyun (SUP No.01 s.d. No.06). Namun sampai dengan saat ini penerimaan tersebut belum direalisasikan. 2. Pengeluaran a. Pengeluaran untuk pengendalian moneter Sampai dengan akhir Mei 2002 realisasi pengeluaran untuk operasi pengendalian moneter berupa diskonto SBI telah mencapai Rp7,8 trilyun, sementara itu target sampai dengan akhir tahun 2002 sebesar Rp14,2 trilyun. Realisasi biaya bunga SBI tersebut dipengaruhi oleh realisasi volume SBI, yaitu mencapai sebesar Rp 101 trilyun dari yang ditargetkan Rp 90 trilyun. Disamping itu disebabkan pula masih tingginya tingkat diskonto rata-rata SBI yang sampai dengan akhir Mei 2002 berkisar 16%, sementara target asumsi awal tahun 2002 rata-rata 14%. b.
Pengeluaran untuk pembayaran bunga pinjaman luar negeri
Sampai dengan akhir bulan Mei 2002, realisasi pembayaran bunga pinjaman luar negeri sebesar Rp 1,3 trilyun, sedangkan target sampai dengan akhir tahun 2002 sebesar Rp.5,1 trilyun. Rendahnya realisasi pembayaran bunga pinjaman luar negeri s/d akhir Mei 2002 ini terutama disebabkan oleh menurunnya tingkat suku bunga internasional.
Anggota Dewan yang terhormat, Dalam kesempatan ini, perkenankan pula kami menyampaikan realisasi anggaran Bank Indonesia sampai dengan akhir Desember 2002.
proyeksi
Memperhatikan perkembangan ekonomi makro dan kebijakan yang melandasi serta perkembangan aspek lainnya yang mempengaruhi kegiatan operasional Bank Indonesia, maka realisasi atas kondisi keuangan Bank Indonesia, diperkirakan menunjukkan pencapaian penerimaan akan lebih rendah dari realisasi pengeluaran. Hal itu tercermin sebagai berikut : 1. Penerimaan a. Realisasi penerimaan karena pengelolaan devisa Apresiasi rupiah akhir-akhir ini diperkirakan masih akan berlanjut sampai dengan akhir tahun 2002. Kondisi ini mempengaruhi penerimaan Bank Indonesia, sehingga diperkirakan sampai dengan akhir tahun 2002 target penerimaan tidak dapat dicapai.
b. Realisasi penerimaan bunga
8 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
Apabila sampai dengan akhir tahun 2002 penerimaan bunga dari SUP belum dapat direalisasikan, maka hal ini akan mempengaruhi penerimaan Bank Indonesia. 2. Pengeluaran a. Pengeluaran untuk pengendalian moneter Memperhatikan kondisi ekonomi yang belum perbankan, maka, meskipun suku bunga penurunan, diperkirakan volume SBI akan secara keseluruhan biaya diskonto SBI yang diperkirakan akan terlampaui. b.
dapat menyerap kelebihan likuiditas diskonto SBI telah menunjukkan terus meningkat. Dengan demikian dianggarkan sebesar Rp14,2 trilyun
Pengeluaran untuk pembayaran bunga pinjaman luar negeri
Meskipun terdapat kecenderungan perkembangan suku bunga internasional yang sedikit meningkat, namun apabila dikaitkan dengan perkembangan apresiasi rupiah, diperkirakan realisasi pembayaran bunga pinjaman luar negeri akan sedikit lebih rendah dibandingkan dari rencananya.
GAMBARAN UMUM KONDISI KEUANGAN BANK INDONESIA 2003
Anggota Dewan yang terhormat, Sebagaimana kami sampaikan di awal, dalam menyusun anggaran tahunan Bank Indonesia (ATBI), Bank Indonesia melakukannya secara berhati-hati, sejalan dengan proyeksi kondisi dan perkembangan ekonomi yang diharapkan terjadi pada tahun berjalan. Untuk penetapan ATBI tahun 2002-2003, asumsi-asumsi yang digunakan untuk tahun 2003 adalah, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat diskonto SBI, nilai tukar rupiah, dan rata-rata uang primer. Dari sisi pertumbuhan ekonomi, dapat kami sampaikan bahwa prospek ekonomi Indonesia tahun 2003 akan dapat tumbuh lebih tinggi dibanding dengan tahun 2002. Kemajuan dalam pelaksanaan program-program ekonomi dan keuangan yang ditempuh pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia usaha (business confidence). Hal ini selanjutnya diharapkan dapat menjadi daya tarik
masuknya modal asing ke Indonesia. Prospek ekonomi yang lebih baik di tahun
2003 juga didorong oleh kondisi perekonomian dunia yang diperkirakan akan membaik secara signifikan. Ekonomi dunia diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,1% pada tahun 2003, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang diperkirakan sebesar 2,7%. Ekspor Indonesia perkembangan di sisi eksternal ini.
diharapkan
akan
tumbuh
lebih
tinggi
dengan
Dengan berbagai perkiraan membaiknya kondisi di sisi internal dan eksternal tersebut, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2003 dapat mencapai 9 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
sekitar 4,2 - 5,2%. Pertumbuhan ekonomi
2003 diprakirakan masih akan berasal dari
pertumbuhan konsumsi, walaupun dengan pertumbuhan yang semakin menurun. Sementara itu, investasi diprakirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun 2002 sejalan dengan menurunnya ketidakpastian di bidang politik dan keamanan serta menurunnya suku bunga di dalam negeri. Peran ekspor dalam pertumbuhan ekonomi juga
diperkirakan akan meningkat seiring dengan meningkatnya
permintaan
ekspor
barang-barang
Indonesia.
Dari
sisi
penawaran,
pertumbuhan
ekonomi diprakirakan disumbang oleh seluruh sektor ekonomi. Sementara itu, nilai tukar rupiah diprakirakan memiliki potensi untuk terus menguat. Dalam tahun 2003, rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan menguat dalam kisaran Rp 8.500 – Rp 9.500. Hal ini akan terjadi sepanjang faktor-faktor berikut dapat dipenuhi sehingga pada gilirannya dapat memperbaiki persepsi pelaku pasar, yaitu: kemajuan yang berarti dalam program restrukturisasi ekonomi dan keuangan, perbaikan kondisi dunia usaha, penyaluran kredit ke sector riil telah berjalan dengan baik, peningkatan investasi dari luar negeri, dan kemajuan yang signifikan dalam penjualan aset oleh BPPN dan privatisasi BUMN. Prakiraan ini akan menjadi lebih optimis apabila terdapat harapan terus membaiknya risiko politik, keuangan, dan ekonomi. Sementara itu, terkait dengan proyeksi laju inflasi, dapat kami sampaikan bahwa prospek inflasi pada tahun 2003 diperkirakan akan menurun menjadi sekitar 8%10%. Hal ini sejalan dengan perkiraan nilai tukar yang akan menguat sehingga akan menurunkan harga-harga barang impor dan biaya produksi di dalam negeri. Tekanan inflasi juga akan relatif berkurang sejalan dengan cukup tersedianya bahan-bahan kebutuhan pokok, khususnya pangan, yang mempunyai bobot besar dalam inflasi. Sementara itu, tekanan inflasi terutama diperkirakan akan berasal dari dampak penerapan kebijakan pemerintah untuk pengurangan subsidi BBM dan kenaikan TDL serta cukai rokok.
Anggota Dewan yang terhormat, Dengan memperhatikan prospek ekonomi dan masih tingginya berbagai tekanan di tahun depan, serta berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengendalian moneter, Bank Indonesia akan berupaya untuk secara konsisten menempuh kebijakan-kebijakan di bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran. Di bidang moneter, kebijakan moneter akan diarahkan pada upaya pengendalian uang
primer
agar
tetap
sesuai
dengan
kebutuhan
riil
perekonomian.
Upaya
pengendalian moneter tersebut akan dilakukan dengan pertimbangan suku bunga riil yang positif pada kisaran yang memadai sekitar 4,0%-5,0%. Secara operasional, pengendalian moneter dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter
10 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
terutama melalui operasi pasar terbuka dengan lelang SBI. Selain itu, upaya tersebut juga akan didukung dengan melakukan sterilisasi valas. Disamping sebagai upaya penyerapan kelebihan likuiditas, sterilisasi valas juga dimaksudkan untuk mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Kesemua langkah di bidang moneter tersebut akan dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kestabilan harga tetap terpelihara sehingga mampu mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang. Di bidang perbankan, prioritas utama kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut, Bank Indonesia akan terus meneruskan memaksimalkan penerapan 25 Basle Core Principles for Effective Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Pengawasan Bank. Upaya untuk memelihara CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang struktur permodalannya masih rentan terhadap pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta penurunan kualitas kredit. Di samping itu, untuk memperkuat kelembagaan perbankan nasional, saat ini sedang dilakukan pengkajian mengenai pengembangan kelembagaan perbankan nasional yang terintegrasi dengan pengembangan lembaga finansial lainnya. Di sisi lain, upaya-upaya yang saat ini telah dirintis di bidang pelaksanaan PBI Know Your Customer serta pengembangan sistem informasi debitur terpadu juga terus dilanjutkan pada tahun 2003 Sementara itu, untuk memulihkan fungsi intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendorong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kredit kepada sektorsektor yang dianggap telah siap dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit ekspor dan kredit bagi UKM serta melakukan penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi. Selain itu, usaha untuk meningkatkan kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya yang terus menerus untuk menekan angka Non Performing Loans (NPLs) perbankan nasional dengan mewajibkan bankbank untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir tahun 2002. Sedangkan upaya yang perlu dilakukan untuk memperkuat infrastruktur perbankan nasional dapat dilakukan dengan terus mendorong pengembangan bank syariah dan keberadaan BPR serta
bersama-sama
dengan
pemerintah
mempersiapkan
pembentukan Lembaga
Penjamin Simpanan, dan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan. Di bidang sistem pembayaran, kebijakan akan diarahkan untuk mempercepat pengembangan dan pelaksanaan sistem pembayaran nasional yang efisien, akurat, aman, dan handal melalui peningkatan mutu pelayanan sistem pembayaran. Di bidang pengedaran uang Bank Indonesia akan melakukan penataan kembali jalur distribusi uang dalam rangka lebih menjamin ketersediaan uang diseluruh Kantor Bank Indonesia (KBI) dan peningkatan pelayanan penarikan uang tunai kepada masyarakat.
11 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
Di samping itu, Bank Indonesia senantiasa mengupayakan untuk meningkatkan kualitas uang baru yang diterbitkan dengan cara mengutamakan penggunaan unsur pengaman yang kasat mata dan kasat raba. Sementara itu, dari sisi pembayaran nontunai, kebijakan akan diarahkan pada pengurangan resiko pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran serta pengaturan pengawasan sistem pembayaran yang cepat, aman dan efisien. Selain itu, Bank Indonesia juga terus melakukan upaya pengaturan mengenai penyelenggaraan jasa system pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran non-tunai dan jasa pendukungnya serta melakukan pengaturan yang terkait dengan upaya mengatasi kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian kewajiban setelmennya.
Anggota Dewan yang terhormat, Memperhatikan prospek ekonomi moneter serta langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh Bank Indonesia di tahun 2003 seperti yang kami kemukakan di atas, perkenankanlah kami menyampaikan gambaran umum mengenai kondisi keuangan Bank Indonesia pada tahun 2003. Perlu kami sampaikan bahwa gambaran umum dimaksud merupakan bahan pembicaraan awal mengenai beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian dalam penyusunan rancangan Anggaran Tahunan Bank Indonesia tahun 2003, yang pada waktunya nanti akan disampaikan kepada Anggota Dewan sebagai pelaksanaan dari UU No. 23 tahun 1999. Pada prinsipnya kondisi keuangan Bank Indonesia akan dipengaruhi oleh pelaksanaan tugas-tugas Bank Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang. Sebagaimana Anggota Dewan maklumi, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan Rupiah, dalam arti mencapai laju inflasi yang cukup rendah dan nilai tukar Rupiah yang stabil. Kestabilan nilai Rupiah tersebut sangat diperlukan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan dengan demikian dapat meningkatkan penyediaan kesempatan kerja. Untuk mencapai tujuan
tersebut,
Bank
Indonesia
menempuh
kebijakan
moneter
dalam
rangka
mengendalikan peredaran uang sesuai kebutuhan riil perekonomian. Untuk itu, Bank Indonesia mengeluarkan biaya pengendalian moneter yang sebagian besar berupa bunga yang harus dibayarkan atas instrumen moneter SBI. Dapat kami sampaikan juga, bahwa seluruh biaya pengendalian moneter tersebut hingga saat ini menjadi beban Bank Indonesia. Dalam hubungan ini, dapat kami kemukakan mengenai gambaran umum beban pengeluaran dalam anggaran Bank Indonesia yang diperkirakan akan timbul dari pelaksanaan pengendalian moneter dalam tahun 2003. Di satu sisi, dengan perkiraan akan menurunnya laju inflasi dan menguatnya nilai tukar Rupiah, suku bunga SBI pada
12 Bank Indonesia
Rapat Kerja Komisi IX DPR RI dengan Dewan Gubernur Bank Indonesia Tanggal 10 Juni 2002
tahun 2003 diperkirakan akan menurun dibandingkan dengan tahun 2002. Namun di sisi lain, sejalan dengan meningkatnya aktivitas perekonomian, maka diperkirakan uang primer juga akan mengalami peningkatan. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya volume SBI yang harus dikeluarkan Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter. Dengan demikian, secara keseluruhan beban pengeluaran pengendalian moneter diperkirakan akan mengalami peningkatan pada tahun 2003. Sementara itu, dari sisi penerimaan, dapat kami kemukakan bahwa sebagian besar berasal dari hasil penanaman yang dilakukan Bank Indonesia atas cadangan devisa. Dalam hubungan ini, kecenderungan suku bunga internasional pada tahun 2003, yang akan mempengaruhi penerimaan pengelolaan devisa dalam valuta asing, diperkirakan akan sedikit mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, sejalan dengan perkiraan
nilai
tukar
Rupiah
yang
akan
menguat
sebagaimana
dikemukakan
sebelumnya, maka penerimaan pengelolaan devisa jika dikonversi ke Rupiah diperkirakan akan mengalami penurunan. Sementara itu, penerimaan bunga yang diharapkan dari SUP belum dapat direalisasikan. Dengan gambaran penerimaan dan pengeluaran seperti di atas, secara umum dapat kami sampaikan bahwa kondisi keuangan Bank Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan masih akan menghadapi beban yang cukup berat. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama mengingat pentingnya menjaga kondisi keuangan bank sentral dalam rangka melaksanakan tugasnya untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah yang diperlukan
bagi
kesinambungan
proses
pemulihan
ekonomi
nasional.
Untuk
itu,
dipandang perlu untuk meneruskan upaya-upaya mencari alternatif instrumen moneter yang dapat mengurangi biaya pengendalian moneter. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menggunakan surat utang negara sebagai alternatif instrumen moneter seperti yang dilakukan di banyak negara lain, di samping peran pentingnya sebagai acuan dalam pembentukan struktur suku bunga jangka menengah – panjang di pasar.
Jakarta, 10 Juni 2002
13 Bank Indonesia