Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI –Depkeu – BI tanggal 5 Juli 2006
PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006
Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih kepada Panitia Anggaran DPR RI yang telah mengundang kami untuk menghadiri Rapat Kerja bersama Depkeu pada hari ini yang akan membahas mengenai Laporan Semester I dan Prognosis Semester II APBN TA 2006. Sebelum kami menyampaikan pandangan kami mengenai asumsi makro pada APBN semester II-2006 serta realisasi APBN 2006, ijinkanlah kami menyampaikan terlebih dahulu perkembangan ekonomi makro terkini.
A. Perkembangan Ekonomi Makro Terkini Anggota Dewan Yang Terhormat, 2. Dalam triwulan II-2006, pertumbuhan ekonomi diperkirakan sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang mencapai 4,59%. Memasuki triwulan III-2006 ini, peningkatan kegiatan ekonomi diharapkan tinggi sehingga secara keseluruhan 2006 perekonomian diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 5,0-5,7%. Perkiraan ini didukung oleh mulai pulihnya kestabilan makroekonomi, sehingga menciptakan peluang bagi peningkatan kegiatan ekonomi. Perkiraan tersebut juga didasarkan atas sejumlah perkembangan faktor eksternal maupun internal, serta dinamika perkembangan ekonomi sampai dengan triwulan II-2006. Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2006 diperkirakan relatif stabil, dengan tetap didukung oleh ekspansi ekonomi di kelompok negara industri, di tengah masih tingginya permintaan minyak dunia dan dipertahankannya siklus kebijakan moneter yang relatif ketat. Dari sisi internal, tekanan terhadap pertumbuhan yang terutama bersumber dari melemahnya daya beli masyarakat pasca kenaikan harga BBM, diperkirakan akan terus berlanjut, khususnya sampai dengan paro pertama tahun 2006. 3. Berkaitan dengan nilai tukar rupiah, kendatipun masih terdepresiasi cukup tajam hingga mencapai level Rp9.263 per USD pada akhir Juni 2006 untuk keseluruhan tahun 2006 nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak dalam kecenderungan yang stabil. Saat ini rata-rata nilai tukar rupiah dari Januari s.d. 30 Juni mencapai Rp9.207 per USD. Secara fundamental, perkiraan stabilnya kurs rupiah ini terkait dengan membaiknya kinerja NPI. Perbaikan kinerja NPI tersebut terutama didukung oleh surplus di transaksi modal dan finansial, sejalan dengan membaiknya aliran modal masuk swasta dalam bentuk FDI dan investasi portofolio. Meningkatnya aliran dana tersebut ditopang oleh faktor domestik antara lain imbal hasil yang cukup tinggi dengan tingkat risiko yang dapat diterima. Walaupun demikian, terdapat beberapa down-side risk yang perlu
1
Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI –Depkeu – BI tanggal 5 Juli 2006
diwaspadai, seperti belum membaiknya iklim investasi dan adanya hambatan implementasi proyek infrastruktur, pembalikan aliran dana portfolio jangka pendek, dan ketidakpastian harga minyak dunia juga berpotensi memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran. Secara keseluruhan nilai tukar rupiah masih memungkinkan pada kisaran yang diasumsikan pada APBN 2006. 4. Sementara itu, tekanan inflasi ke depan diperkirakan akan menurun. Inflasi yang saat ini sebesar 15,53% diperkirakan akan berangsur-angsur menurun. Meredanya tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh penundaan kenaikan TDL dan nilai tukar rupiah serta masih lemahnya inflasi yang bersumber dari interaksi antara permintaan dan penawaran. Tekanan harga akibat kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 diperkirakan menyebabkan laju inflasi IHK bertahan pada level yang tinggi sampai triwulan III-2006. Pada triwulan IV-2006 pengaruh tekanan harga tersebut diperkirakan akan berakhir, dan dengan mempertimbangkan belum kuatnya permintaan domestik inflasi, di akhir tahun 2006 inflasi IHK diperkirakan mencapai di bawah level 8%, atau masih dalam kisaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah yaitu 8% ± 1,0%. 5. Dengan mempertimbangkan perkembangan diatas, kebijakan moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi. Apabila kecenderungan perkembangan yang positif seperti dalam beberapa bulan terakhir ini terus berlanjut maka terbuka kemungkinan penurunan suku bunga secara bertahap sebagaimana yang telah dilakukan dalam bulan Mei yang lalu. Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam mengendalikan inflasi, Bank Indonesia akan tetap melanjutkan koordinasi kebijakan dan kemitraan strategis dengan Pemerintah dan pelaku ekonomi lain.
B. Pandangan Terhadap Asumsi Makro pada APBN 2006 Anggota Dewan Yang Terhormat, 6. Setelah berlangsungnya Semester I-2006, kami memandang bahwa asumsi-asumsi makroekonomi yang disampaikan Pemerintah masih cukup realistis untuk digunakan sebagai dasar perhitungan APBN TA 2006, dengan beberapa catatan sebagai berikut : Tabel 1. Asumsi Makro APBN dan Hasil Rapat APBN-P 2006
Variabel
Rapat Asumsi Makro untuk APBN-P 2006
APBN 1.
Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
2.
Inflasi (%)
3.
Nilai tukar rata-rata (Rp/USD)
4.
Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%)
5.
Harga minyak internasional (USD/barel)
6.
Produksi minyak Indonesia (juta barel/hari)
6.2
5.9
8
8
9900
9000
9.5
12
57
60
1.05
1
2
Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI –Depkeu – BI tanggal 5 Juli 2006
7. Asumsi Pertumbuhan Ekonomi
−
Realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2006 yang mencapai 4,6% menunjukkan permintaan domestik yang melambat. Sementara itu, dalam triwulan II 2006 beberapa indikator masih menunjukkan perlambatan. Namun demikian, perekonomian ke depan masih berpotensi meningkat, apabila terdapat akselerasi kegiatan investasi baik swasta maupun pemerintah.
−
Kondisi makroekonomi yang stabil diharapkan memberikan insentif bagi kegiatan investasi karena biaya produksi termasuk untuk pembelian modal dan bahan baku dari impor menjadi lebih rendah. Selain itu, dengan asumsi suku bunga yang lebih rendah maka kegiatan konsumsi dan investasi diharapkan akan mengalami peningkatan.
−
Mengingat sampai saat ini berbagai indikator belum menunjukkan perkembangan yang signifikan, kami berpandangan bahwa untuk mencapai laju pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang ditetapkan Pemerintah sebesar 5,9% pada tahun 2006 menghadapi tantangan yang cukup berat. Untuk itu, diperlukan upaya lebih keras dan berkesinambungan untuk mendorong perbaikan daya beli masyarakat, perbaikan iklim investasi, efisiensi, dan produktivitas serta upaya mendorong ekspor. Upaya-upaya tersebut harus pula didukung oleh peningkatan pembiayaan baik dari industri perbankan, pasar modal maupun keuangan pemerintah (APBN).
8. Asumsi Laju Inflasi
−
Laju inflasi sampai dengan Juni 2006 (year to date) menunjukkan kecenderungan yang menurun yakni mencapai 2,87% atau 15,53% (yoy). Dengan memperhatikan tingkat inflasi tersebut dan kecenderungan inflasi yang menurun tersebut serta pola musimannya, kami berpandangan bahwa asumsi inflasi sebesar 8,0% cukup realistis untuk digunakan sebagai dasar perhitungan APBN-P 2006. Sebagaimana diketahui, Pemerintah juga telah menetapkan sasaran inflasi 2006 sebesar 8% +/1%.
9. Asumsi Nilai Tukar
−
Rata-rata nilai tukar sampai dengan akhir Juni 2006 mencapai Rp9.207/USD. Untuk mencapai rata-rata nilai tukar sebesar Rp9.000/USD sebagaimana digunakan dalam asumsi APBN-P 2006 diperlukan penguatan nilai tukar rupiah pada semester II 2006. Memperhatikan faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi perkembangan nilai tukar hingga saat ini, kami berpandangan bahwa asumsi nilai tukar rupiah tersebut cukup optimis.
−
Asumsi nilai tukar rupiah tersebut dapat tercapai apabila faktor-faktor fundamental terus membaik. Dari sisi domestik, perlu didukung oleh perbaikan iklim investasi dan infrastruktur yang dapat meningkatkan kegiatan investasi termasuk FDI, sehingga meningkatkan produksi dan ekspor. Dari sisi eksternal, perlu mempertahankan kepercayaan pasar dan meminimalkan persepsi resiko, sehingga aliran masuk modal jangka pendek terus berlanjut.
3
Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI –Depkeu – BI tanggal 5 Juli 2006
10. Asumsi Suku Bunga
−
Sebagaimana diketahui, pada Rapat Dewan Gubernur tanggal 9 Mei 2006 yang lalu Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan BI Rate menjadi 12,50%, turun 25 bps dibandingkan tingkat sebelumnya. Penurunan tersebut didasarkan pada asesmen bahwa kondisi stabilitas makroekonomi semakin mantap sehingga inflasi jangka menengah panjang diperkirakan akan sesuai target. Dengan demikian, ruang untuk menurunkan suku bunga secara bertahap dan terukur masih dimungkinkan. Namun demikian, Bank Indonesia akan senantiasa mencermati berbagai faktor risiko seperti perkembangan harga minyak dunia serta arah kebijakan moneter global yang masih cenderung ketat. Sejalan dengan penurunan BI Rate 1 bulan tersebut, suku bunga SBI 3 bulan juga menunjukkan kecenderungan menurun yaitu dari rata-rata 12,92% pada Januari 2006 menjadi 12,16% pada akhir Juni 2006.
−
Dengan mempertimbangkan hal ini, kami berpandangan bahwa asumsi rata-rata suku bunga SBI sebesar 12% cukup realistis untuk digunakan sebagai dasar perhitungan dalam APBN-P 2006.
C. Realisasi APBN 2006 Anggota Dewan Yang Terhormat, 11. Berkaitan dengan defisit APBN-P 2006 yang diperkirakan dapat melampaui defisit APBN 2006 sebesar 0,7% dari PDB (1,2% s.d 1,4% dari PDB), kami memandang bahwa kenaikan defisit masih dapat dipertimbangkan. Peningkatan defisit tersebut diharapkan dapat menahan penurunan daya beli masyarakat. Namun demikian peningkatan defisit tersebut diperkirakan belum berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi karena sebagian besar ditujukan untuk konsumsi Pemerintah. Di sisi pengendalian moneter, peningkatan defisit tersebut akan kami cermati sehingga tidak mengganggu stabilitas moneter. 12. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi APBN 2006 (Januari s.d. Mei) menunjukkan perkembangan yang jauh lebih baik tercermin pada lebih rendahnya surplus APBN. Namun demikian, di tengah masih lemahnya sektor swasta, realisasi APBN 2006 yang masih mencatat surplus -- antara lain karena belanja modal yang masih sangat rendah -- turut mempengaruhi rendahnya pertumbuhan ekonomi. Rendahnya stimulus fiskal dari Pemerintah Pusat juga terjadi di tingkat daerah, sehingga perlu mendapat perhatian. Di tingkat daerah, rendahnya stimulus fiskal tercermin pada meningkatnya rekening Pemerintah Daerah di BPD sekitar Rp30 triliun pada empat bulan pertama tahun 2006 seiring dengan besarnya dropping Belanja untuk Daerah pada periode tersebut yang mencapai Rp62,8 triliun. Hal ini mengindikasikan dropping Belanja untuk Daerah tersebut belum sepenuhnya digunakan oleh Pemerintah Daerah, yang selanjutnya akan berimplikasi pada belum terakselerasinya kegiatan ekonomi daerah dan kembalinya dana tersebut ke Pusat dalam bentuk investasi di SBI yang tercermin dari meningkatnya kepemilikan SBI oleh BPD sehingga mengakibatkan tingginya biaya pengelolaan moneter. 13. Beberapa faktor yang menurut pandangan kami menyebabkan rendahnya realisasi penggunaan Anggaran Belanja di tingkat Daerah tersebut adalah:
4
Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR-RI –Depkeu – BI tanggal 5 Juli 2006
a. Kekurang-sesuaian antara waktu dropping (alokasi) Belanja untuk Daerah oleh Pemerintah Pusat dengan kebutuhan Daerah. b. Di sisi administrasi dan kapasitas kelembagaan, persetujuan APBD yang lebih lambat dari alokasi pencairan belanja daerah, menyebabkan dana yang sudah cair tersebut belum dapat dimanfaatkan Pemerintah daerah. c.
Di sisi jumlah, anggaran Belanja untuk Daerah terus meningkat seiring dengan perkembangan APBN (Pangsa Dana Alokasi Umum terus meningkat dari 25%, menjadi 25,5% dan kini 26% dari penerimaan dalam negeri bersih. Alokasi Dana Bagi Hasil meningkat seiring dengan perkembangan harga minyak internasional).
d. Mekanisme pengelolaan dana yang berlaku saat ini adalah dropping dana untuk Pemerintah Daerah dilakukan langsung ke rekening Pemerintah Daerah di Bank Umum sehingga menyebabkan ekspansi moneter saat dana ditransfer dari Bank Indonesia. 14. Beberapa rekomendasi yang dapat kami sampaikan terutama terkait dengan penyerapan belanja daerah sebagai berikut: a. Dropping belanja daerah disesuaikan dengan kesiapan daerah, terutama untuk kegiatan investasi. b. Mempercepat proses persetujuan APBD oleh DPRD agar kegiatan investasi dapat direalisasikan. c.
Meningkatkan kapasitas kelembagaan di daerah.
d. Menempatkan dana Pemerintah Daerah yang belum terpakai di rekening giro di BI. e. Menggunakan dana di rekening Pemerintah daerah untuk meningkatkan stimulus fiskal. Anggota Dewan Yang Terhormat, 15. Demikian pandangan kami mengenai asumsi ekonomi makro dan realisasi APBN 2006 yang disampaikan oleh Pemerintah. Kami berkeyakinan bahwa dengan kerjasama yang erat di antara Pemerintah, DPR, dan Bank Indonesia, diharapkan dapat mencapai sasaran pembangunan ekonomi yang dicita-citakan guna mewujudkan masyakat yang adil dan sejahtera. Atas perhatian Anggota Dewan yang terhormat, kami ucapkan terima kasih. Jakarta, 5 Juli 2006
5