82, Inovtek, Volume 3, Nomor 1, Juni 2013, hlm. 82 - 24
PENINGKATAN NILAI TAMBAH PROYEK INFRASTRUKTUR MELALUI PENDEKATAN VALUE ENGINEERING (Studi Kasus : Jembatan Selat Sunda) Gunawan1, Mohammed Ali Berawi, Bambang Susantono, Perdana Miraj, Albert Husin2 Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bengkalis1 Jl. Bathin Alam, Sungai Alam – Bengkalis 28751 Email :
[email protected] Innovative Design and Technology (IDTech) Fakultas Teknik Universitas Indonesia2 Abstrak Proyek infrastruktur Jembatan Selat Sunda (JSS) dapat meningkatkan gerak laju perekonomian negara Indonesia. Proyek infrastruktur yang investasi dan risikonya tinggi memerlukan upaya penambahan fungsi dan manfaat proyek untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi yang optimum. Dalam mencapai sasaran tersebut, metode rekayasa nilai (value engineering) digunakan untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi, menciptakan gagasan kreatif dan inovatif diikuti dengan evaluasi terhadap biaya siklus hidup (Life Cycle Cost – LCC) proyek sehingga dapat menghasilkan pilihan terbaik. Pengembangan fungsi dasar JSS sebagai fungsi transportasi ditambah dengan fungsi energi, pariwisata, telekomunikasi, kawasan industri dapat menjadi alternatif konseptual desain JSS. Proyek JSS dengan hanya fungsi dasar transportasi menghasilkan IRR 1,41%, sedangkan setelah dilakukan pengembangan fungsi mendapatkan nilai IRR 7,25%. Kata kunci : Infrastruktur, Jembatan Selat Sunda, Inovatif, Nilai Tambah, Value Enggineering Abstract Sunda Strait Bridge (SSB) infrastructure project would be able to increase Indonesia’s national economic growth. This infrastructure project whose high investment and risk needs an effort in adding functions and project benefits in order to get optimum economical added value. In achieving that objective, value engineering method is used to identify the functions creating creative and innovative idea followed by evaluation to its project life cycle cost (LCC) therefore the best alternative can be formed. Developing SSB basic function for transportation with energy, recreation, telecommunication, and industrial estate can be the alternative conceptual design for SSB. SSB project with basic function for transportation resulted 1,41% on its IRR, whilst after the functions have been developed, the IRR increases to 7,25%. Key Words: Infrastructure, Sunda Strait Bridge, Innovative, Added Value, Value Engineering.
Pendahuluan Negara-negara yang mempunyai infrastruktur yang baik sebagian besar PDB (Produk Domestik Bruto) perkapitanya diatas 9.000 US$ pertahun (Schwab, 2012). Bahkan studi dari World Bank (1994) disebutkan elastisitas PDB terhadap infrastruktur di suatu negara adalah antara 0,07 sampai dengan 0,44. Hal ini berarti dengan kenaikan 1 (satu) persen saja ketersediaan infrastruktur akan menyebabkan partumbuhan PDB sebesar 7% sampai dengan 44%, variasi angka yang cukup signifikan. Secara empiris dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan infrastruktur berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi (makro dan mikro) serta perkembangan suatu negara atau wilayah (Haris, 2009).
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, (2011) menjelaskan bahwa Pulau Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional serta pulau Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional dengan kontribusi sebesar 23,6 % dan 57,5 % terhadap PDB (BPS, 2012), merupakan kawasan strategis nasional yang perlu dihubungkan infrastruktur konektivitasnya dalam rangka memperkokoh kesatuan nasional dan meningkatkan integrasi perekonomian Jawa dan Sumatera khususnya (Perpres No 86, 2011). Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) yang akan menghubungkan pulau sumatera dan Jawa dengan panjang ± 30 kilometer merupakan salah satu proyek infrastruktur
83 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 83 - 96
konektivitas yang ditawarkan pemerintah dalam buku Private Public Partnership 2011 pada proyek Pembangunan Kawasan Infrastruktur Strategis Selat Sunda, Lampung-Banten dan diperkirakan akan menghabiskan biaya investasi sebesar 25 miliar dollar AS. Pembiayaan proyek JSS menggunakan skema Kerjasama antara Pemerintah dan Swasta / Public Private Patnership (KPS/ PPP). Melalui kerjasama ini, sektor pemerintah dan swasta memberikan kemampuan dan aset masing-masing dalam memberikan layanan atau fasilitas untuk kepentingan masyarakat umum (Alfen, 2009). Salah satu elemen kunci sukses dari KPS/ PPP adalah; Investor swasta meraih pendapatan (keuntungan) dari pengguna fasilitas yang dibangunnya selama masa konsesi yang tercantum dalam kontrak (Yescombe, 2007). Sehingga pihak swasta mendapat keuntungan dari investasi yang telah dikeluarkan sejalan dengan manfaat yang didapat oleh pemerintah untuk pelayanan masyarakat. Namun hal ini menjadi pertimbangan dan perdebatan yang panjang dalam proyek JSS, karena jika hanya menyediakan jalan tol dan kereta api sebagai fungsi utamanya maka manfaat yang didapat belum sebanding dengan biaya yang akan diinvestasikan (Wei ; Matsuno,2012). Perubahan lingkup dan biaya proyek JSS dari sebelumnya membangun infrastruktur Jembatan yang bernilai 11 milyar USD tahun 2010 (Bappenas,2010) menjadi Pembangunan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda sebesar 25 milyar USD tahun 2011-2012 (Bappenas, 2011), mengindikasikan terjadinya penambahan lingkup proyek yang dirasakan belum memenuhi kelayakan investasi. Upaya kreatif dan inovatif untuk menambah fungsi dan manfaat proyek patut dicoba untuk meningkatkan nilai tambah proyek yang berujung kepada kelayakan proyek. Memahami konsep fungsi dari suatu proyek adalah langkah penting untuk dapat berinovasi secara kreatif (Chang-Taek Hyun, 2010). Value Engineering (VE) adalah aplikasi sebuah proses sistematis
yang digunakan oleh tim multi disiplin untuk meningkatkan nilai (value) dari sebuah proyek melalui analisa terhadap fungsi-fungsinya (SAVE, 2007). Metode Value Engineering (VE) telah teruji secara sistematis menganalisa fungsi suatu system (Berawi & Woodhead, 2005a); (Berawi & Woodhead, 2005b) yang diharapkan akan memproduksi keluaran optimal untuk kualitas proyek (Rahman dan Berawi, 2002); Berawi, (2004), teknologi (Berawi & Woodhead, 2005c); (Berawi, Rahman, H & Siang, 2008), efisiensi (Rahman & Berawi, 2006); (Berawi & Woodhead, 2008) dan inovasi (Berawi & Woodhead, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi tambahan yang dapat diintegrasikan pada proyek jembatan Selat Sunda, serta melakukan kajian nilai tambah ekonomi proyek jembatan Selat Sunda yang telah dikembangkan fungsinya melalui pendekatan Value engineering. Tinjauan Teori Value Enggineering Value engineering (VE) adalah aplikasi metodologi nilai (value methodology) pada sebuah proyek atau layanan yang telah direncanakan atau dikonsepkan untuk mencapai peningkatan nilai (value). Metodologi nilai (value methodology) adalah sebuah proses sistematis yang digunakan oleh tim multi disiplin untuk meningkatkan nilai (value) dari sebuah proyek melalui analisa terhadap fungsi-fungsinya (SAVE, 2007). Konsep utama metodologi VE terletak pada nilai (value) dengan hubungan antara fungsi dan biaya sebagai berikut (Kelly, Male, & Graham, 2004) : ◌݈ ◌ܽ ◌ݑ ܸ ◌݁
ሺ◌ி௨ ௧
െ◌ൗ ሻ .....................(1) ௬ ሺ
◌ி௨௦
௦௧ሻ
Berdasarkan rumusan di atas, Nilai (Value) dapat ditingkatkan melalui 4 cara : 1. Fungsi ditingkatkan tetapi biaya tetap 2. Fungsi tetap tetapi biaya berkurang 3. Fungsi ditingkatkan dan biaya berkurang 4. Fungsi ditingkatkan dan biaya juga meningkat.
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..84
Gambar 1. Pendekatan Nilai Sumber : (Che Mat, 2002)
Proses VE dilakukan dalam suatu kegiatan Studi VE, yaitu suatu urutan aktifitas di dalam studi nilai yang dilakukan untuk __
suatu objek (proyek, proses, produk) yang meliputi pendefinisian fungsi-fungsi, pengembangan dan evaluasi gagasan yang akan menghasilkan proposal VE dan diselenggarakan dalam bentuk workshop (Miles, 1972). Function Analyisis System Techniques Diagram (FAST Diagram) digunakan untuk menunjukan hubungan logika antara fungsi-fungsi suatu sistem,dan sub sistem secara grafis.
AktifitaspraAktivitas pra-studi studi
TahaTpah1ap– 1p–rapw rkosrhkoshpo/ps/tsutuddi i r aow TahaTpah2a–p w via(lvuaelujeobjobplpalnan) ) 2 –orwsohrokps/hsotu pd /situ(d tidak
analisa FaseFase analise fungsi
Fase Informasi Fase Informasi
Fase Fasekreativitas kreativitas
Fase Fase evaluasi evaluasi
fungsi
Hasil Ok ? ya
Fase presentasi Fase presentasi
Fase Fase pengembangan pengembangan caow TahaTpa3ha–p p3a–scpasw rkosrhkoshpo/spt/ustduidi
Hasil Ok ? ya
tidak
Fase Fase pelaksanan
pelaksanaan
AA kk titfiivt iatsastitninddaakk ikuuttnnyyaa lalnajnujtu/tb/bereirk
Fase-fase Studi Fase studi nilai Nilai
Aktivitas Aktifitas tambahan tambahan
Gambar 2. Tahapan studi Value Engineering Sumber : SAVE, 2007 Life Cycle Cisting (LCC) Life cycle cost (LCC) didefinisikan sebagai nilai saat ini yang mencakup keseluruhan biaya proyek meliputi biaya investtasi awal, biaya operasional, biaya kepemilikan dan nilai akhir proyek pada umur rencana yang ditentukan (RICS, 1999). Periode waktu yang digunakan adalah masa guna efektif yang direncanakan untuk fasilitas yang bersangkutan. Analisis LCC dalam VE dilakukan berbasis pada nilai dan digunakan untuk menentukan alternatif dengan biaya paling rendah. Di dalam VE seluruh gagasan dapat dibandingkan atas dasar LCC bila seluruh alternatif didefinisikan untuk menghasilkan fungsi dasar atau sekumpulan fungsi yang sama. Selain fungsi yang sebanding, analisis ekonomi
mensyaratkan bahwa altenatif-alternatif dipertimbangkan atas dasar kesamaan kerangka waktu, kuantitas, tingkat kualitas, tingkat pelayanan, kondisi ekonomi, kondisi pasar, dan kondisi operasi. Elemen-elemen biaya yang diperhitungkan meliputi: biaya awal, biaya tahunan dan biaya tidak berulang. Beberapa teknik menghitung LCC tersedia, mulai dari simple payback (yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi) sampai teknik discountting techniques yang memasukkan perhitungan time value of money, diantaranya adalah : Simple Payback Method, Discounted Payback Method, Net Present Value, Equivalent Annual Cost, Internal Rate of Return.
85 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 85 - 96
Gambaran Umum Proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) Mega proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) bertujuan untuk memperkokoh kesatuan nasional dan meningkatkan integrasi perekonomian jawa dan sumatera pada khususnya serta untuk mendukung pengembangan kawasan strategis Selat Sunda. Dengan lingkup proyek yaitu Pengembangan kawasan strategis dan Infrastruktur Selat Sunda meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, hingga pengoperasian dan pemeliharaan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda. Infrastruktur Selat Sunda meliputi jembatan tol, jalan kereta api, utilitas, sistem navigasi pelayaran dan infrastruktur lainnya di Selat Sunda, termasuk energi terbarukan yang terintegrasi, menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera (Perpres No 86, 2011). Sedangkan manfaat yang diharapkan dari adanya JSS adalah mengembangkan kawasan ekonomi baru, mempercepat perkembangan pulau Sumatera, mengurangi sentralisasi ekonomi di pulau jawa, menciptakan kesempatan kerja (Dardak, 2012). Konsep desain yang telah ada sampai saat ini adalah yang diusulkan oleh Wangsadinata (1997) dengan : 1. Panjang = 29 km (Jembatan viaduct + Jembatan Suspension) 2. Lebar = 60 m untuk 6 jalur jalan Tol, 2 jalur rel kereta api, 2 jalur servis dan emergency, 2 jalur untuk pejalan kaki 3. Biaya sebesar USD 9,253 miliar (2009)
Gambar 3. Potongan Jembatan Selat Sunda Sumber : (Wangsadinata, 1997)
Kajian Pengembangan Inovasi Inovasi JSS dilakukan dengan menganalisa potensi sumber daya alam disekitar Selat Sunda, termasuk pergerakan angin yang besar, pergerakan arus tidal (pasang surut) yang berpotensi menghasilkan daya listrik, hingga efisiensi distribusi minyak dan gas melalui pipa dan pengembangan jaringan fiber optic. Selain itu pengembangan kawasan wisata di sekitar selat sunda khusunya pulau Sangiang. Beberapa inovasi yang dapat diterapkan pada Jembatan Selat Sunda adalah : 1. Tidal Power Pembangkit listrik tenaga pasang surut (tidal power) adalah pembangkit yang memanfaatkan tenaga kinetik dari perbedaan tinggi pasang surut air laut yang dapat menggerakkan turbin sehingga menghasilkan energi listrik (Dominic S.F. Lee, 2009).
Gambar 4. Tidal Power jenis Tidal Fence 2. Wind Power Pembangkit listrik tenaga angin (wind power) adalah pembangkit yang memanfaatkan tenaga kinetik dari hembusan angin (dalam hal ini angin laut) yang dapat menggerakkan turbin sehingga menghasilkan energi listrik.
Gambar 5. Ilustrasi Integrasi Wind Energi pada Jembatan
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..86
3. Integrasi jalur distribusi pipa minyak dan gas Penggabungan pipa migas ke dalam fisik jembatan selama ini telah dilakukan dan dibangun dengan berbagai jalan. Salah satu contohnya adalah The Grand Tower Pipeline Bridge.
Gambar 8. Disneyland Hongkok (Theme Park)
Gambar 6. Jembatan Pipa Minyak dan Gas 4. Integrasi jalur fiber optic Sebagaimana integrasi pada distribusi minyak dan gas, integrasi jalur fiber optic ke dalam sistem jembatan Selat Sunda dapat memberikan manfaat yang signifikan, antara lain memperlancar komunikasi, Efisiensi biaya, Memudahkan dalam pemeliharaan, Memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi (Williams, 2010). 5. Pengembangan Pariwisata Ada beberapa wahana yang dapat dikembangkan dan dintegrasikan pada proyek JSS ini antara lain: Hangging Train dan Theme park di pulau Sangiang.
Gambar 7. Hanging Train Wuppertal, Jerman
METODE PENELITIAN Pendekatan kualitatif dan kuantitatif ber-basis survei kuesioner dan focus group discussion (FGD) digunakan dalam metode penelitian ini. Instrumen pada kuesioner menggunakan multiplechoice dengan tujuan untuk mendapatkan data yang tersusun secara berurutan serta memudahkan responden dalam melakukan pengisian. Survei kuesioner didistribusikan melalui online dan offline survey. Offline survey dilakukan dengan menditribusikan kuesioner ke 90 responden dari investor, BUMN, swasta, akademisi, kementrian dan pemerintah daerah. Sedangkan Online survey dilakukan dengan mendistribusikan kuesioner ke 7 (tujuh) mailing list yang berhubungan dengan stakeholder JSS yaitu HAMKI, APAKSINDO, Indo Energi, Praktisi Jalan dan Jembatan, Informasi Proyek konstruksi, Pelaku Bisnis Konstruksi dan Forum Arsitek. Focus group discussion (FGD) dilakukan sebagai validasi hasil kuesioner dengan para pakar dari Investor, Akademisi, Praktisi dan Instansi Pemerintah, serta koreksi perhitungan LCC yang ditinjau dari sudut pandang ekonomi dengan klarifikasi dari para pakar bidang ilmu ekonomi. Data kuesioner dianalisa dengan menggunakan analisa deskriptif dan statistik inferensial. Distribusi frekuensi dan rata- rata pada analisa deskiptif digunakan untuk mendapatkan kesimpulan dari sampel yang digunakan yang disajikan dalam bentuk grafik. Sementara cronbach’s alpha dan one-sample t-test pada statistik inferensial
87 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 87 - 96
digunakan untuk menganalisa reliabilitas dan signifikansi nilai dari data yang diperoleh berdasarkan tingkat keyakinan sebesar 95% dan nilai cronbach’s alpha di atas 0,60, kemudian dilakukan studi rekayasa nilai yang digunakan dalam rangka mengidentifikasi fungsi-fungsi tambahan sebagai inovasi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah proyek JSS. Analisa perhitungan biaya akan menggunakan pendekatan life cycle cost yaitu perhitungan seluruh biaya yang relevan dalam jangka waktu invetasi melalui penyesuaian terhadap nilai waktu dari uang (time value for money) yang terdiri dari biaya awal, biaya operasional dan pemeliharaan serta revenue yang didapat selama masa operasional.
ng pendidikan 57% responden memiliki gelar sarjana dan 40% gelar master, Sementara itu 40% responden merupakan engineer/ arsitek, 20% manajer dan 11% direktur jenderal, dengan lama pengalaman bekerja selama 1-10 tahun sebesar 51% responden.
Penambahan Fungsi (Inovasi) Bagian ini menerangkan identifikasi fungsi yang dapat ditambahkan dalam sistem Jembatan Selat Sunda untuk dapat menciptakan integrasi yang sitematis dan menguntungkan beserta berapa kisaran biaya yang dapat ditolerir untuk dapat menciptakan integrasi tersebut. Dari 5 variabel penambahan fungsi baru pada JSS , ada 3 fungsi baru yang dominan yaitu “pembangunan jalur fiber optic” dengan 28 respon HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN dan t-value sebesar 4,373, “pengem-bangan kawasan priwisata” dengan 26 res-pon dan Hasil Analisis t-value sebesar 3,240 serta “jalur pipa Total jumlah kuesioner yang terkirim meladistribusi minyak dan gas” dengan 23 lui online dan offline survey berjumlah respon dan t-value sebesar 1,930. Semen8.908 kuesioner. Sedangkan jumlah yang tara untuk cronbach’s alpha menunjukkan kembali adalah 35 buah. Dari data tersebut nilai 0,261 yang mengindikasikan bahwa 43% responden bekerja pada perusahaan data tersebut hanya 26,1% dapat dipercaya swasta, dan 25% lainnya bekerja pada inssehingga tidak dapat dijadikan acuan (tidak tansi pemerintah. Berdasarkan latar belakaadanya variabel yang konsisten). __ Tabel 1. Ringkasan analisis variabel manfaat dari fungsi tambahan Faktor Manfaat Fungsi Tidal Power Tambahan Menghasilkan energi listrik Mengurangi emisi gas Efisiensi sumber daya alam Biaya pemeliharaan lebih rendah Tidak menghasilkan polusi Melindungi garis pantai dari gelombang pasang yang tinggi Menghindari terjadinya pemanasan global Meningkatkan perekonomian Negara Langkah baru penerapan energi terbarukan Value for money Wind Power Menghasilkan energi listrik
Frekuensi (%)
Ratarata
26 (74,3) 16 (45,7) 19 (54,3) 14 (40,0) 16 (45,7) 3 (8,60)
13,55
t
Sig. (2-tailed)
3,240 -0,502 0,502 -1,190 -0,502 -8,629
0,003 0,619 0,619 0,242 0,619 0,000
11 (31,4)
-2,333
0,026
8 (22,9)
-3,769
0,001
25 (71,4)
2,766
0,009
9 (25,7)
-3,240
0,003
4,373
0,000
28 (80,0)
12,45
Cronbach’s Alpha
0,791
0,710
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..88
Tabel 1. Lanjutan Faktor Manfaat Wind Power Menghasilkan energi listrik Menghindari terjadinya pemanasan global Value for money Mengurangi emisi gas Biaya pemeliharaan lebih rendah Tidak menghasilkan polusi Tidak menghasilkan ruang (space) yang besar Mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi tradisional Mempertahankan sumber daya air Tampilan estetika
Frekuensi (%)
Ratarata
28 (80,0) 11 (31,4)
12,45
t
Sig. (2-tailed)
4,373 -2,333
0,000 0,026
7 (20,0) 18 (51,4) 14 (40,0) 20 (57,1) 8 (22,9)
-4,373 0,167 -1,190 0,842 -3,769
0,000 0,869 0,242 0,406 0,001
21 (60)
1,190
0,242
7 (20,0) 3 (8,60)
-4,373 -8,629
0,000 0,000
5,083
0,000
-1,190
0,242
-0,502 -7,069 16,50 -5,951 -4,373
0,619 0,000 0,000 0,000 0,000
3,240 -4,373
0,000 0,000
8,629
0,000
24 (68,6) 18 (51,4) 10 (28,6)
2,333 0,167 -2,766
0,026 0,869 0,009
10 (28,6)
-2,766
0,009
0 (0,00) 6 (17,1) 10 (28,6)
-5,083 -2,766
0,000 0,009
-0,502 3,240
0,619 0,003
2,766 -0,842
0,009 0,406
Integrasi pipa distribusi minyak dan gas Memperlancar distibusi minyak 29 (82,9) dan gas Memudahkan dalam pemeliha- 14 (40,0) raan Kemudahaan aksesibilitas 16 (45,7) Mengurangi emisi 4 (11,4) 1 (2,9) Keamanan personil lebih terjamin Meminimalkan resiko 5 (14,3) Memudahkan dalam pelaksanaan 7 (20,0) konstruksi Efisiensi biaya 26 (74,3) Tidak menimbulkan permasala1 (2,9) han lingkungan Integrasi jalur Fiber Optic Memperlancar komunikasi dan infromasi Efisiensi biaya Kemudahan aksesibilitas Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan Meudahkan pelaksanaan konstruksi Kemananan prsonil lebih terjamin Meminimalkan resiko Meudahkan dalam pemeliharaan Pengembangan sektor pariwisata Meningkatkan servis publik Menarik turis dalam negeri dan mancanegara Membuat lapangan kerja baru Meningkatkan fasilitas
31 (88,6)
16 (45,7) 26 (74,3) 25 (71,4) 15 (42,9)
11,00
12,22
17,56
Cronbach’s Alpha 0,710
0,551
0,658
0,699
89 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 89 - 96
Tabel 1. Lanjutan Frekuensi (%) Menarik investor 20 (57,1) Meningkatkan pendapatan 2 0 (57,1) Meningkatan ekonomi regional 2 2 (62,9) Merangsang pertumbuhan ke- 1 4 (40,0) budayaan asli Indonesia Faktor Manfaat
Pengembangan Kawasan Pembangkit listrik 19 (54,3) Pelabuhan Nasional/ Internasional 1 5 (42,9) Pengembangan industry berat 14 (40) (mis. Baja) Pengembangan industri perikanan 2 0 (57,1) Pengembangan industri manufak- 1 7 (48,8) tur Pertanian dan perkebunan 1 5 (42,9) Pengembangan industri material 14 (40)
Ratarata
14,38
Cronbach’s t
Sig. (2-tailed)
0,842 0,842 1,552 -1,190
0,406 0,406 0,130 0,242
0,502 -0,842 -1,190
0,619 0,406 0,242
0,842 -0,167
0,406 0,869
-1,190 -1,190
0,242 0,242
Sumber : Data Olahan, 2013
Create Added Value
Develop Infrastructure Connectivity
Resist Natural Desaster
Ensure Safety
All the Time Function
Increase Economic and Social benefit
Gambar 9. FAST Dia gram Jembatan selat Sunda
Alpha
0,577
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..90
Untuk faktor manfaat yang diharapkan oleh responden dari tiap-tiap fungsi baru tersebut dapat dilihat pada Tabel.1. Peningkatan biaya yang masih dapat ditoleransikan oleh responden jika dilakukan dan tidak dilakukan penambahan fungsi adalah 1-15% dengan 68% dan 48% dari total responden .
fungsi sehingga menghasilkan FAST diagram seperti yang terlihat pada Gambar 9.
Pembahasan Analisa Fungsi (FAST diagram) Analisa fungsi merupakan inti dari proses studi value engineering, dari analisa fungsi kemudian dibuat hubungan logika antara ….
Fungsi Transportasi Konsep Struktur jembatan yang akan dibuat terdiri dari dua jenis struktur jembatan yaitu: Jembatan Gantung (Suspention
Perhitungan Life Cycle Cost Terdapat 5 fungsi yang akan diintegrasikan pada sistem jembatan Selat Sunda ini yaitu: Fungsi Transportasi, Energi, Pariwisata, Telekomunikasi, Kawasan Industri.
Gambar 2. Penampang Meli ntang JSS Pengembangan Fungsi Bridge) dan Jembatan benton (Viaduct beton), dengan prasarana transportasi diatasnya yaitu berupa 6 (enam) jalur jalan Tol dan jalan rel Kereta api Double Track. Harga satuan jembatan didasarkan pada harga satuan jembatan Messina di Itali (Wangsadinata, 1997) sebagai dasar perhitungan biaya awal (Initial Cost), dengan rincian sebagai berikut : 1. Jembatan Gantung ( Suspention Bridge) 7,6 km; Rp.58.392.806.400.000 2. Jembatan Viaduct beton 21,4 km; Rp. 43. 621.075.200.000
Total biaya awal Rp. 102. 013.881.600.000. Untuk biaya Operational & Maintenance (O&M) struktur jembatan dilakukan Benchmarking ke biaya O&M Jembatan Suramadu. Untuk O&M prasarana jalan Toll yang merupakan konstruksi aspal diambil harga O&M jalan aspal provinsi Jawa Barat. Dengan rincian sebagai berikut : 1. Struktur Jembatan 29 km ; Rp. 609 milyar/thn. 2. Jalan Toll 29 km ; Rp. 6,003 milyar/thn
91 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 91 - 96
3. Jalan Rel Kereta Api; Rp. 14,5 milyar/thn Total biaya Operational & Maintenance (O&M) Rp. 629,503 milyar/thn. Perhitungan Revenue untuk fungsi transportasi didasarkan pada data forecasting volume kendaraan yang akan melewati JSS dari tahun 2024 sampai dengan 2050, dihitung oleh Husin (2013). Harga tiket untuk setiap moda angkutan di benchmarking terhadap harga penyeberangan ferry Ro-Ro tahun 2012 yang dikalikan 2. Untuk tiket kereta api diasumsikan Rp.35.000 /org. Dan tarif angkutan barang diasumsikan sebesar Rp. 500 /ton/km atau Rp.15.000/ton (Ven, 2009). Fungsi Energi Fungsi energi terbagi menjadi dua fungsi yaitu : Pembangkit energi (Tidal power dan Wind Power), dan Distribusi energi (Pipa Minyak dan Gas). Biaya konstruksi tidal power tergantung dengan besar daya listrik yang direncanakan, sedangkan besar daya tergantung dari kecepatan arus pasang surut, luas penampang turbin, dan efisiensi (O.Siddiqui, 2005). Teknologi tidal turbin yang digunakan dalam konsep ini adalah jenis Davis Hydro Turbin (Blue Energy, 2010). Dengan daya rencana sebesar 551 mW. Turbin angin (Wind Power) dibuat sepanjang jembatan dengan jarak antar turbin adalah 50 meter. Sehingga akan dibutuhkan sekitar 1160 Unit wind turbine dengan total daya yang dihasilkan adalah 464 kW. Turbin yang digunakan berjenis vertikal menggunakan teknologi dari Shenzhen Huaxiong International China. Pipa minyak dan gas berdiameter 42” dibangun sepanjang 90 km. Untuk jalur pipa gas dibutuhkan penambahan fasilitas 2 depot tangki gas yang berkapasitas 300.000 BOE. Rincian inital cost untuk fungsi energi adalah: 1. Tidal Power 551 mW; sumber dari Devine Tarbell & associates, Inc, 2008) 2. Wind Power 1160 Unit ; bersumber
dari Shenzhen Huaxiong International China, (2012) ; Rp. 10.358.000.000. 3. Pipa Minyak 42” P=90 km ; Rp. 1.900.669.320.000 (Parker, 2004). 4. Pipa Gas 42” P= 90 km ; Rp. 1.900.669.320.000 (Parker, 2004) 5. Stasiun Depot gas 2 unit, Vol= 300.000 BOE; Rp. 103.680.000.000 (ESDM, 2012). Total biaya awal Rp. 10.976.376.640.000. Dengan rincian biaya Operational & Maintenance (O&M) sebagai berikut : 1. Tidal Power ; Rp. 35.324.610.000/thn (Hammons, 1993) 2. Wind Power ; Rp. 207.590.000 (Shenzhen Huaxiong International China, 2012) 3. Pipa Minyak ; Rp. 57.020.080.000 (Parker, 2004) 4. Pipa Gas + Depot ; Rp. 60.130.480.000 (Parker, 2004) Perhitungan revenue fungsi energi didasarkan pada kapasitas maksimal layanan yang dapat dihasilkan dari tiap-tiap komponen fungsi, dengan rincian : 1. Tidal Power ; 1.206.690.000 kWh/ tahun 2. Wind Power ; 846.800 kWh/tahun 3. Pipa Minyak ; 107.310.000 barrel/ tahun 4. Pipa Gas + Depot ; 343.572.151 mmbtu/tahun Harga tarif listrik mengikuti harga yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.4 Tahun 2012 yaitu sebesar Rp. 1000,4 /kWh. Tarif toll fee untuk pengiriman minyak Rp. 1.740 /barrel, sedangkan untuk pengiriman gas sebesar Rp.563 /mmbtu (Farid, 2013). Fungsi Pariwisata Fungsi ini dibentuk dari 3 komponen yaitu Hanging Train, Cable car serta Sangiang resort (Theme Park dan Hotel) (Arief, 2013). Dengan rincian initial cost sebagai berikut :
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..92
1. Hanging Train 29 km bersumber dari (Wuppertal Schwebebahn, Jerman); Rp. 13.024.770.000.000. 2. Genting Malaysia,Cable Car 8 km ; Rp. 1.572.784.000.000 3. Sangiang resort 126 Ha (Hong Kong Disneyland resort) sebesar ; Rp.25.328.354.940.000 4. Jalan Akses 15 km (Dinas PU, jawa Barat) ; Rp. 41.895.000.000. Adapun rincian biaya O&M untuk tiap komponen fungsi pariwisata adalah : 1. Hanging Train; bersumber Wuppertal Schwebebahn, Jerman Rp. Rp. 4.766.846.250/thn. 2. Genting Malaysia Cable Car ; Rp. 8.387.809.500. 3. Sangiang resort 126 Ha ; Rp.4.290.549.960 (Hong Kong Disneyland Resort) 4. Jalan Akses 15 km ; Rp. 667.500.000 (Dinas PU Jawa Barat) Perhitungan Revenue untuk fungsi Pariwisata didasarkan pada data forecasting volume pengunjung wisata pulau sangiang/ sangiang resort dari tahun 2024 sampai dengan 2050 yang dihitung oleh Husin (2013). Proyeksi wisatawan yang akan menggunakan fasilitas hanging train adalah sebesar 60% dari pengunjung Sangiang Resort, sama halnya juga dengan Sangiang Cable Car. Untuk tarif yang akan dibebankan pada hanging train ini adalah sebesar Rp. 30.000, begitu juga halnya dengan Cable Car. Untuk tarif /harga tiket masuk Sangiang Resort sebesar Rp. 350.000 (Arief, 2013). Fungsi Telekomunikasi Komponen fungsi telekomunikasi yang diintegrasikan ke JSS adalah jaringan backbone data pita lebar Fiber Optic (FO). Dengan rincian initial cost sebagai berikut , Jaringan Fiber Optic 29 km; PT. Telkom, (2010) Rp. 4.437.000.000, (Ware, 2013), (D.J.Williams, 2010). Untuk Biaya O&M di benchmarking kepada biaya yang dikeluarkan oleh U.S
Departement of Transportation Research and Innovative Technology Administration yaitu sebesar 1900 USD/mile/cable/thn atau Rp. 11.400.000/km/cable/thn (Ware, 2013). Perhitungan revenue untuk FO didasarkan pada data forecasting volume sewa kanal jaringan backbone FO JSS dari tahun 2024 sampai dengan 2050 yang dihitung oleh Husin (2013). Dengan harga tarif sewa jaringan backbone per bulannya Rp. 6.800.000/kanal, atau Rp. 81.600.000/thn (PT. Telekomunikasi Indonesia, 2012). Fungsi Kawasan Industri Dalam konsep desain ini, kawasan industri berada di 2 lokasi yaitu di Provinsi Banten (Jawa) seluas 2000 ha dan di Provinsi Lampung (Sumatera) seluas 3000 ha. Komponen biaya terbesar untuk pembangunan kawasan industri adalah biaya pembebasan lahan dan pembangunan infrastruktur (jalan, air bersih dan utilitas lainnya). Biaya pembebasan lahan diambil dari harga jual lahan di daerah Banten yaitu sekitar Rp. 500.000 / m2 (BKPM, 2012). Biaya pembangunan infrastruktur diambil dari data Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Industri yaitu Rp. 200.000/m2 (Briliantono, 2013). Sehingga total unit cost untuk pembangunan kawasan industri adalah Rp. 700.000/m2. Dengan luas rencana 5000 ha maka total initial cost adalah Rp.35 Triliun. Areal kawasan industri ini diasumsikan akan dijual, sehingga tidak diperhitungkan biaya O&M nya. Sedangkan perhitungan revenuenya berdasarkan pada data forcesting volume penjualan area kawasan Industri sekitar JSS (Banten dan Lampung) dari tahun 2024 sampai dengan 2050 yang dihitung oleh Albert Husen (2013). Harga jual area kawasan industri di benchmarking terhadap harga jual yang dikeluarkan oleh Colliers International dalam laporan Research & Forecast Report Industrial Sector tahun 2012, yaitu sebesar Rp. 1.117.440 /m2. Metode yang digunakan dalam analisa ini adalah metode Net Present Value (NPV) d
93 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 93 - 96
dan metode Internal Rate of Return (IRR). Untuk melakukan analisa tersebut digunakan asumi-asumsi sebagai berikut : Tabel 2. Asumsi analisa finansial Asumsi Nilai Keterangan Discount Rate
6,81%
Inflasi umum
5,95%
Inflasi Sektor Transportasi
1,63%
Inflasi Sektor Bahan Bakar
4,52%
Inflasi Sektor Listrik
4,52%
Inflasi Sektor Pariwisata
5,09%
Inflasi Sektor Telekomunikasi
1,63%
Inflasi Sektor Properti
4,52%
Rata-rata tingkat suku bunga Bank Indonesia 5 Tahun terakhir Rata-rata tingkat inflasi 5 tahun terakhir (Lap. Bank Indonesia) Rata –rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013) Rata-rata tingkat inflasi 7 tahun terakhir (Lap. Badan Pusat Statistik 2013)
Sumber : BI dan BPS (2012)
Kenaikan harga tarif per tahun dari setiap fungsi mengikuti inflasi sektor yang sesuai dengan fungsi masing-masing. Fungsi dihitung nilai IRR dan NPV-nya, setelah itu dihitung juga nilai IRR dan NPV untuk keseluruhan fungsi yang terintegrasi. Dengan hasil sebagai berikut :
1. Seluruh fungsi terintegrasi ; Initial Cost = Rp.187.966.421.980.000, IRR = 7,25%, NPV = Rp.10.070.986.830.000. 2. Fungsi Transportasi ; Initial Cost = Rp.102.013.881.600.000, IRR = 1,41%, NPV = Rp.-50.328.435.940.000. 3. Fungsi Energi ; Initial Cost = Rp.10.980.299.440.000, IRR = 17,19%, NPV = Rp.16.368.072.920.000. 4. Fungsi Pariwisata ; Initial Cost = Rp.39.967.803.940.000, IRR = 12,40%, NPV = Rp.38.212.108.380.000. 5. Fungsi Telekomunikasi ; Initial Cost = Rp.4.437.000.000, IRR = 29,13%, NPV = Rp.25.588.580.000. 6. Fungsi Kawasan Industri ; Initial Cost = Rp.35.000.000.000.000, IRR = 8,30%, NPV = Rp.5.793.652.900.000. Incremental ROR analysis dan Pola share modal Dari hasil analisa finansial didapat bahwa fungsi telekomunikasi mempunyai IRR terbesar, kemudian fungsi energi, fungsi pariwisata, industri dan transportasi. Dikarenakan fungsi transportasi merupakan fungsi dasar dari JSS, maka diperlukan share modal (Initial cost) antara fungsifungsi lainnya dengan fungsi transportasi, sehingga diharapkan adanya kesetaraan keuntungan dari masing-masing fungsi, yang dapat dilihat dari nilai IRR yang tidak terlalu berbeda antara fungsi transportasi dengan fungsi lainnya. Untuk itu perlu dilakukan incremental ROR analisis supaya dapat menentukan peringkat investasi terbaik dari fungsi-fungsi yang mempunyai IRR lebih besar dari discount rate (6,81%). Dari hasil ini kita dapat melakukan rekayasa besaran share modal (Initial cost) dari fungsi-fungsi pendukung ke fungsi dasar (transportasi), dengan tetap menjaga nilai IRR fungsi pendukung tetap diatas nilai discount rate. Ha-
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..94
Tabel 3. Peringkat Investasi dan Pola Share Modal antar fungsi Rang king
Item
Share Modal
1 Fungsi Pariwisata 35,5 % 2 Fungsi Energi 16,0 % 3 Fungsi kawasan Industri 3,5 % 4 Fungsi Telekomunikasi 0,03 % 5 Fungsi Transportasi Sumber : data olahan, 2013
Initial Cost Sebelum (Juta) Rp. 39.967.803,94 Rp. 10.980.229,44 Rp. 35.000.000,00 Rp. 4.437,00 Rp. 102.013.881,60
KESIMPULAN Pemahaman mengenai potensi disekitar proyek dapat menjadi panduan bagi pengembangan fungsi melalui pendekatan VE. Inovasi yang dapat dilakukan pada pembangunan JSS melalui penambahan fungsi; Pengembangan pembangkit listrik berbasis renewable energy melalui tidal power dan wind power, Integrasi jalur pipa minyak dan gas serta jalur fiber optic, Pengembangan kawasan pariwisata di Pulau Sangiang melalui pengembangan aksesibilitas jalur jembatan dan hanging train, Pengembangan berbagai jenis industri untuk kawasan di area Selat Sunda. Hasil perhitungan nilai IRR Proyek JSS berbasis fungsi transportasi sebagai fungsi dasar mendapatkan nilai 1,41%, lebih kecil dari discount rate 6,81%. Nilai IRR Proyek JSS setelah dilakukan pengembangan fungsi mendapatkan nilai 7,25% lebih besar dari discount rate 6,81%. Terjadi peningkatan nilai tambah ekonomi proyek dari yang sebelumnya yaitu NPV = Rp. -50,328 triliun (Fungsi Transportasi), kemudian menjadi NPV = Rp.10,07 triliun (Fungsi Transportasi + Fungsi pendukung). DAFTAR PUSTAKA Arief, J. G. (2013). Analisis Life Cycle Cost Pengembangan Potensi Pariwisata Pada Conceptual Design Proyek Jembatan Selat Sunda dengan Pendekatan Value Engineering, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil. Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Alfen, H.W., Kalidindi, S.N., Ogunlana, S., Wang, S., Abednego, M.P., FrankJungbecker,A., Jan, Y.C.A., Ke, Y.,
Initial Cost Sesudah (Juta) Rp. 76.186.731,91 Rp. 27.302.520,50 Rp. 35.570.485,86 Rp. 29.940,47 Rp. 45.880.743,25
IRR Sebelum
IRR Sesudah
12,40 % 17,19 % 8,30 % 29,13 % 1,41 %
7,23 % 7,17 % 7,40 % 7,24 % 7,23 %
Liu, Y.W., Singh, L.B., Zhao, G. (2009), “Public-Private Partnership in Infrastructure Development: Case Studies from Asia and Europe”, Bauhaus-Universität Weimar, Germany. Berawi, M. A. (2004). Quality Revolution: Leading the Innovation and Competitive Advantages. International Journal of Quality & Reliability Management , 21 (4), 425-438. Berawi, M. A., & Woodhead, R. M. (2005a). Application of Knowledge Management in Production Management, Human Factors and Ergonomics in Manufacturing. Human Factors and Ergonomics in Manufacturing , 15 (3), 249 – 25. Berawi, M. A., & Woodhead, R. M. (2005b). How-Why Logic Paths and Intentionality. Value World, 28 (2), 12-15. Berawi, M. A., & Woodhead, R. M. (2005c), The If-Then Modelling Relationship of Causal Function and Their Conditioning Effect on Intentionality. Value World, 28 (2), 16-20. Berawi, M. A., & Woodhead, R. M. (2008). Stimulating Innovation Using Function Models: Adding Product Value. Value World , 31 (2), 4-7. Berawi, M. A., Abdul-Rahman, H., & H & Siang, K. W. (2008). Strengthening Codes of Professional Ethics in the Construction Industry. Building Engineer , pp. 6-11, The Association of Building Engineers (ABE) Press, United Kingdom.
95 , Inovtek, Volume 3, Nomor 2, November 2013, hlm. 95 - 96
Blue Energy. (2010). Dipetik May 2013, dari Blue Energy.com : http://www. bluenergy.com/technology_methodt idal_bridge.html. Che. M., M. (2002). Value Management: Principles and Application; towards achieving better value for money. Prentice Hall, Selangor, Malaysia. Dardak, H (2012) Pembangunan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Seminar Public Works Day, Jakarta. Devine Tarbell & Associates, Inc. (2008). Review Of Marine Energy Technologies and Canada's R&D Capacity, Toronto, CANMET Energy Technology Centre (CETC), Natural Resources Canada. Dominic. S.F., Lee, P. (2009). Turnagain Arm Tidal Bridge Electric Generation Plan. Anchorage, Little Susitna Construction Company, Inc. Hammons, T. J. (1993). Tidal Power. Proceeding of The IEEE 8 (3), 419-433, Soctland, UK. Haris. A (2009) Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas, Jakarta. Husin. A. E (2013). Model Inovasi Fungsi Proyek Untuk Meningkatkan Nilai Jual Mega Proyek Infrastruktur Skema SA-PPP Menggunakan Value Engineering. Laporan Penelitian 1, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Indonesia, Depok. Kelly, J., Male, S., & Graham, D (2004) Value Management of Construction Projects, USA, Blackwell Science Ltd, a Blackwell Publishing Company. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian (2011) Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta. Klaus. S, (2012). The Global Competitiveness Report. World Economic Forum. Geneva.
Matsuno, S. (2012). Sumatra-Java Linkage, Project Of Feasibility, Universitas IBA, Palembang. Taek Hyun. C., Yeob Song. C., Jin Son. M., Min Jo. S and Won Han. S (2010), Development of Improved Value Engineering Subject Selection and Functional Analysis at Planning Phase for Program Level, Value World. Parker, N. (2004). Using Natural Gas Transmission Pipeline Costs to Estimate Hydrogen Pipeline Costs. Recent Work, Institute of Transportation Studies (UCD), UC Davis. Peraturan Presiden No 86. (2011). Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Presiden Republik Indonesia, Jakarta. PT.Telkom (2010) Laporan Tahunan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. PT. Telekomunikasi Indonesia, Jakarta. Save (2007) Value Standard and Body of Knowledge, Save International, United State of America. Siddiqui, O. E. E. (2005). Feasibility Assessment of Offshore Wave and Tidal Current Power Production, A Collaborative Public/Private Partnership. IEEE. Ven, J. V. (2009) Potensi Pasar Kereta Api Indonesia, Indonesia Infrastructure Initiative, Jakarta. Wangsadinata, P. (1997) Advance Suspension Bridge Technology and The Feasibility Of The Sunda Strait Bridge, Wiratman & Associate, Jakarta. Ware, T. (2013) Unit Cost Component Fiber optic cable installation. U.S Department of Transportation, Florida Department of Transportation Listing of Master Pay Items PESPO03. Florida: Florida DOT, USA. Wei, L. C. (2012, July 26). Insight: Sunda Strait Bridge and public-private partnership confusion. Dipetik April 16, 2013, dari The Jakarta Post: http://www.thejakartapost.com
Peningkatan Nilai Tambah Proyek Infrastruktur …..96
Williams. D.,J.,M. (2010). Broadband For Africa, Developing Backbone Communications Networks, The World Bank, Washington DC.
Yescombe, E. (2007). Public-Private Partnerships: Principles of Policy and Finance. Oxford: Butterworth-Heinemann.