STRATEGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR KAWASAN JEMBATAN SELAT SUNDA Aditya Anwar Balai Litbang Sosial Ekonomi Bidang Jalan dan Jembatan Jl. Gayung Kebon Sari No. 50, Surabaya Email :
[email protected] ABSTRACT The goverment is planning to implement the Sunda Strait Bridge Construction in beetwen 2012 and 2014. In order to welcoming the bridge construction plan, many things have to be prepared to optimize the bridge utilization. One of the thing that should be prepared is the strategy to increase the economic growth between Sunda Strait Bridge construction regions. Banten and Lampung Province are the most affected regions by this construction. Banten and Lampung Province have their own different economic source, in which Banten Province has potency in industri while Lampung Province is a potential area for agriculture. This study is expected to formulate Sunda Strait Bridge utilization strategy to increase economic growth between these two provinces, so it can be used as an input for the decision maker. The approach used in this study is qualitative descriptive. The result from this study is that Balance Agro-Industrial Strategy can be used as an alternative to increase economy between two regions. Keywords: Sunda Strait Bridge, Agriculture, Industri, Region, Economic Growth ABSTRAK Pemerintah berencana untuk melaksanakan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda antara tahun 2012 dan 2014. Untuk menyambut rencana pelaksanaan pembangunan jembatan, banyak hal yang perlu dipersiapkan agar pemanfaatan jembatan dapat dioptimalkan. Salah satu yang perlu disiapkan adalah strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi antar kawasan pembangunan Jembatan Selat Sunda. Kawasan dimaksud adalah Provinsi Banten dan Lampung sebagai wilayah yang paling terkena dampak keberadaan jembatan tersebut. Provinsi Banten dan Lampung memiliki kekuatan perekonomian yang berbeda, Provinsi Banten dalam bidang industri sedangkan Provinsi Lampung dalam bidang pertanian. Diharapkan dari kajian ini dapat merumuskan strategi pemanfaatan JSS untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang merata antara provinsi Banten dan Lampung, sehingga dapat menjadi masukan untuk penentu kebijakan. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif deskriptif. Dari hasil kajian dapat diketahui bahwa Balance Agro-Industrial Strategy dapat dijadikan alternatif untuk meningkatkan perekonomian antar dua kawasan tersebut. Kata Kunci: Jembatan Selat Sunda, Pertanian, Industri, Kawasan, Pertumbuhan Ekonomi
PENDAHULUAN Jembatan Selat Sunda (JSS) adalah bagian dari cita-cita besar bangsa Indonesia untuk menyatukan pulau-pulau besar di Indonesia sejak 1960. Para penggagas JSS mengatakan bahwa proyek pembangunan ini perlu diwujudkan karena akan membawa manfaat luar biasa bagi bangsa Indonesia. Banyak Negara di dunia sudah lama memulai dan berhasil membangun proyek-proyek raksasa berupa jembatan yang menghubungkan wilayah-wilayahnya yang semula terpisah, guna
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Wacana pelaksanaan pembangunan JSS sempat tenggelam, namun dalam beberapa tahun terakhir wacana itu kembali mencuat. Pada awalnya ada beberapa usulan rancangan rute JSS , diantaranya adalah usulan rute Firmansyah, Rute JICA, dan rute Metro. Namun pada perkembangannya ada dua rancangan rute JSS yang muncul, yaitu rancangan rute yang di desain oleh tim Balitbang Kementrian PU (rute Balitbang) dan rancangan
169
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.3, Oktober 2010
rute yang di desain oleh tim pimpinan Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata (rute Wiratman). Rute Wiratman adalah jembatan sepanjang 27,9 km yang membentang dari Anyar ke Bakauheni dan melewati beberapa pulau seperti pulau Sangiang, pulau Prajurit, dan pulau Rimaubalak selatan, sedangkan Rute Balitbang adalah jembatan sepanjang 29,2 km yang membentang antara Merak sampai ke Bakauheni dan melewati beberapa pulau seperti pulau Merak besar, pulau Tempurung, Temburu Gosal dan pulau Rimaubalak Utara. Selain itu diusulkan juga alternative terowongan (Sindur P. Mangkusubroto) sepanjang 30 km. Pelaksanaan pembangunan JSS yang akan menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera khususnya Provinsi Banten dan Lampung, ditargetkan antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Walaupun rencana pelaksanaan pembangunannya semakin dekat namun hingga hari ini belum ditentukan rancangan rutenya dan lokasi titik pemasangan tiang pancangnya. Pembangunan JSS sebagai suatu infrastruktur bertujuan untuk mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia pernah menyatakan bahwa infrastruktur pekerjaan umum sebagai bangunan fisik seperti jaringan jalan, jaringan irigasi, air bersih, sanitasi, dan berbagai bangunan pelengkap permukiman lainnya merupakan modal sosial masyarakat sebagai prasyarat pertumbuhan ekonomi (Kirmanto, 2005). Dengan semakin dekatnya waktu pelaksanaan pembangunan, pemerintah baik pusat maupun daerah perlu mengkaji strategi pemanfaatan JSS. Permasalahannya, strategi seperti apa yang dapat diambil untuk mewujudkan pertumbuhan perekonomian yang merata antara dua kawasan pembangunan jembatan? Kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemangku kebijakan mengenai strategi peman-faatan JSS untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang merata antara provinsi Banten dan Lampung.
KERANGKA KONSEPTUAL
Efendi Arianto dalam artikel elektroniknya pernah mengutip pengertian strategi dari buku “Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer, Strategik di Tengah Operasional” oleh J. Hutabarat dan M. Huseini. Dalam artikel tersebut dikatakan bahwa “dalam bidang manajemen definisi mengenai strategi cukup beragam dan bervariasi dari berbagai ahli dan pengarangnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes (2007) mendefinisikan strategi sebagai arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan melalui konfigurasi sumber daya alam dan lingkungan yang berubah
170
untuk mencapai kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berke-pentingan.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi menurut Sadono Sukirno dalam Al-Shodiq (2010) adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tinggi pertumbuhan ekonomi, makin tinggi kesejahteraan masyarakat, meskipun ada indikator lain yaitu pendistribusian pendapatan. Salah satu pemikiran yang membahas tentang pertumbuhan ekonomi adalah balance growth theory yang menekankan pada upaya pemerataan pembangunan dan sedikit mengesampingkan pertumbuhan ekonomi tinggi (Mercado, 2002; Temple, 2005; Wardana, 2007). Teori ini menyebutkan bahwa pembangunan industri pada suatu wilayah dapat dikembangkan dengan memanfaatkan sumberdaya pertanian yang melimpah yang dikenal dengan pembangunan agrobisnis. Hal ini dikarenakan adanya sikronisasi kebutuhan hasil-hasil pertanian melalui kegiatan manufaktur. Diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sektor pertanian yang tidak hanya mengatasi permasalahan kebutuhan pangan tetapi juga bisa meningkatkan nilai tambah produk pertanian yang akan memberikan tambahan pendapatan bagi pelaku ekonomi. Pemikiran ini cukup banyak diadopsi oleh Negara-negara yang memiliki keunggulan komparatif di sektor pertanian. Sektor-sektor ini kemudian menjadi sektor utama di suatu Negara yang pada gilirannya mendorong aktivitas di sektor lainnya. Teori pertumbuhan ekonomi yang berimbang memberikan pemahaman bahwa konsentrasi pembangunan pada sektor-sektor utama tidak saja dilihat dari adanya keunggulan faktor endowment tetapi juga harus dilihat dari potensi sumberdaya yang mampu mengadopsi perkembangan teknologi dan dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya.
Pemikiran terhadap pembangunan berbasis pertanian dan industri kemudian melahirkan adanya Balanced Agro-Industrial Development Strategy (BAIDS). BAIDS mendukung adanya pembangunan sektor pertanian dan industri secara bersama-sama. Sutcliffe (1971) memberikan alasan tentang pentingnya BAIDS yaitu: 1. Peningkatan pendapatan dari sektor per-tanian akan dapat menstimulasi adanya peningkatan permintaan output sektor industri, dan
2. Adanya ekspansi pendapatan dari sektor industri akan dapat meningkatkan permin-taan akan kebutuhan output dari sektor pertanian misalnya melalui peningkatan permintaan pangan dan produk-produk agroindustri.
Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kawasan Jembatan Selat Sunda Aditya Anwar
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2010 dengan lokasi di Provinsi Banten dan Provinsi Lampung. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, sedangkan metode pengumpulan datanya adalah : 1. Studi Pustaka/Literatur : Provinsi Dalam Angka, PDRB, RTRW, Renstra, dan artikel lainnya yang terkait.
2. Indepth Interview (Wawancara Mendalam) : Bappeda tingkat provinsi dan kabupaten, aparat kecamatan dan tokoh masyarakat di Provinsi Banten dan Lampung khususnya Kecamatan Pulo Merak Kota Cilegon, Kecamatan Anyar Kabupaten Serang, Kecamatan Ketapang dan Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan. 3. Pengamatan (Observation): Pengamatan dilakukan di dua rencana titik pelaksanaan pembangunan Jembatan Selat Sunda.
4. Focus Group Discussion (FGD): Aparat Pemerintah daerah terkait mulai dari tingkat provinsi sampai pada tingkat kecamatan dan tokoh masyarakat di kabupaten terdekat dengan wilayah yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan.
Sedangkan Metode analisis data yang dilakukan melalui empat tahapan kegiatan, yaitu tahap identifikasi, kategorisasi, interpretasi, dan penarikan kesimpulan (Neuman, 2000). Metode tersebut juga memiliki kesamaan pengertian oleh Erny Susanti Hendarso, 2005 bahwa dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengklasifikasi atau mengkategorisasikan data berdasarkan beberapa tema sesuai fokus penelitiannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Infrastruktur sudah menjadi bagian dari kebutuhan yang tidak terpisahkan dari pembangunan ekonomi suatu wilayah. Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan dapat menunjang kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi. Kebutuhan infrastrukur sangat dinamis sejalan dengan tuntutan atau permintaan fasilitas infrastruktur sebagai bagian dari pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Fasilitas infrastruktur seperti jalan, jembatan, energy, komunikasi, permukiman dan sebagainya memberikan banyak manfaat bagi pembangunan wilayah karena meningkatkan intensitas aktivitas ekonomi. Kontribusi positif dari ketersediaan infrastruktur menyebabkan adanya upaya yang terus menerus dari pihak pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan infrastruktur yang semakin baik untuk mengakselerasikan aktivitas ekonomi. Studi yang menunjukkan
peranan infrastruktur dalam perekonomian dikemukakan oleh David Aschauer (1989) yang menyatakan bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai adalah bagian dari faktor produksi. Studi dari Ascheur ini juga didukung oleh hasil studi dari Canning (1999), Calderon dan Serven (2002) yang secara umum menunjukkan bahwa investasi infrastruktur berdampak signifikan dan positif terhadap perekonomian. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur pembangunan dapat mendorong pada meningkatnya produktivitas, meningkatkan pendapatan, dan pada gilirannya mampu memperluas kesempatan kerja sebagai dampak positif dari peningkatan aktivitas ekonomi. JSS sebagai salah satu bentuk infrastruktur nantinya akan menghubungkan Provinsi Banten dan Lampung yang pada akhirnya diharapkan akan membawa dampak kepada seluruh pulau Jawa dan Sumatera. Keberadaan JSS diharapkan dapat menjadi alat yang mensinergikan potensi dari masing-masing wilayah, namun untuk memaksimalkan potensi ini perlu dipertimbangkan strategi perencanaan pengembangan wilayahnya. Selain itu penerapan strategi pembangunan yang tepat dapat mencegah terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah (regional). Apabila terjadi ketimpangan pembangunan wilayah regional maka harus dipandang sebagai permasalahan yang dapat mempengaruhi kinerja pembangunan nasional. Pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di semua wilayah akan dapat mendorong pada peningkatan potensi sumberdaya ekonomi yang berkelanjutan dan penurunan tingkat ketimpangan ekonomi dan sosial antar wilayah. Dengan mengurangi tingkat ketimpangan antar wilayah maka kapasitas dalam pengelolaan sumberdaya ekonomi akan lebih terdistribusi melalui penyebaran penduduk, peningkatan produktivitas wilayah, dan meningkakan kesempatan kerja di tingkat lokal. Pada perkembangannya pembangunan regional tidak lagi dipandang sebagai suatu bentuk pembangunan yang terkotak-kotak pada lingkup geografis/kewilayahan tetapi harus dipandang sebagai suatu keterkaitan yang saling memberikan manfaat bagi optimalisasi sumberdaya wilayah. Keterkaitan antar wilayah ini dapat dihubungkan melalui penyediaan infrastruktur pembangunan yang sesuai dengan kebutuhannya. Pemikiran pengembangan wilayah pada dasarnya mengarahkan pada aktivitas dan interaksi ekonomi suatu wilayah dan antar wilayah yang akan mempunyai efek meluas dengan adanya keterkaitan ke depan dan ke belakang (backward and forward linkage) serta terkait dengan aktivitas hulu dan hilir (mainstream and downstream lines) secara berimbang Salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pendekatan pertumbuhan ekonomi wilayah berimbang. Seperti yang telah diketahui Provinsi Banten memiliki kekuatan dalam industri terutama industri
171
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.3, Oktober 2010
pengolahan, sedangkan Provinsi Lampung memiliki kekuatan dalam pertanian (Balai Litbang Sosek Bidang Jalan dan Jembatan, 2010). Keberadaan JSS diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berimbang diantara kedua wilayah tersebut, sehingga keduanya dapat saling bersinergi untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah Balanced AgroIndustrial Development Strategy (BAIDS). Konsep BAIDS dalam sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi, peningkatan kemampuan pemasaran, perubahan dalam pemanfaatan lahan, peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan dan mengurangi ketimpangan pendapatan dalam antar kelompok masyarakat. Sementara bagi sektor industri, pengenalan industri yang padat karya melalui pemanfaatan potensi sumberdaya pertanian lokal. Peningkatan aktivitas industri skala kecil dan menengah yang mampu menghasilkan produkproduk yang dibutuhkan oleh sektor pertanian (misalnya alat produksi pertanian). Dalam konteks perencanaan pembangunan JSS yang menjadi fokus dalam kajian ini, maka BAIDS sangat mungkin dijalankan pada wilayah yang memiliki sumberdaya pertanian cukup tinggi dengan memanfaatkan keunggulan sektor industri dari wilayah lain yang saling berkaitan. Implementasi dari BAIDS membutuhkan koordinasi antar pemerintah daerah dan juga dengan pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan mobilitas faktor produksi dan komoditi yang bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain mengikuti permintaan dan penawarannya. Selanjutnya, peranan infrastruktur menjadi sorotan penting yang memperlancar arus barang dan jasa serta faktor-faktor produksi yang dibutuhkan oleh sektor perekonomian di suatu wilayah. Lebih lanjut, sebagaimana diketahui bahwa sumberdaya suatu wilayah berbeda antara satu wilayah dengan lainnya maka investasi pembangunan infrastruktur tidak boleh terkonsentrasi hanya pada satu wilayah tertentu saja. Oleh karenanya, dalam mengimplementasikan BAIDS harus memperhatikan prakiraan pertumbuhan ekonomi masing-masing wilayah dan kemudian menjaga keseimbangan kebutuhan infrastruktur dalam perspektif nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi potensi sumberdaya ekonomi, potensi unggulan, positioning sumber-sumber pertumbuhan ekonomi daerah dan perencanaan pembangunan wilayah dalam jangka panjang. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa potensi unggulan di Banten adalah industri sedangkan di Lampung adalah pertanian. Untuk rencana pembangunan dan positioning sumberdaya ekonomi unggulan kedua provinsi dapat dijelaskan dibawah ini.
RENCANA
172
PEMBANGUNAN
DAN
POSITIONING SUMBERDAYA EKONOMI UNGGULAN PROVINSI LAMPUNG Sebagai pintu gerbang wilayah Sumatera – Jawa, provinsi Lampung memiliki posisi strategis karena menjadi kawasan padat perlintasan mobilitas barang dan jasa antar wilayah antara pulau Jawa dan Sumatera. Salah satu indikasinya adalah kenyataan bahwa selat sunda sebagai penyeberangan tersibuk di Indonesia. Jumlah penyeberang pada tahun 2010 rata-rata perhari sekitar 20 ribu orang perhari (www.mediaindonesia.com, 2010). Pada RTRW provinsi Banten 2010 – 2030 dijelaskan bahwa berdasarkan data operasional PT. ASDP Merak dapat diketahui terdapat 3 dermaga kapal ro-ro dengan jumlah trip sebanyak 72 trip perhari dan 1 dermaga kapal cepat dengan jumlah trip sebanyak 36 trip perhari. Jumlah armada kapal ro-ro 21 kapal dengan kapasitas 15.263 penumpang dan 1.959 kendaraan serta jumlah armada kapal cepat adalah 11 kapaldengan kapasitas 1.652 penumpang. Rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda yang terlihat semakin realistis karena adanya dukungan dari pemerintah pusat diyakini akan semakin meningkatkan peran strategis Provinsi Lampung dalam lingkup perekonomian regional dan nasional. Hal ini dikarenakan adanya akselerasi pergerakan barang dan jasa yang akan semakin dinamis dengan keberadaan JSS. Hal ini akan dapat membuka peluang bagi pengembangan kawasankawasan perekonomian provinsi Lampung. Salah satu bentuk dukungan pemerintah adalah dengan diterbitkannya Keppres No. 36 Tahun 2009 tentang Tim Nasional Persiapan Pembangunan Jembatan Selat Sunda. Pengembangan kawasan provinsi Lampung yang pada saat ini cenderung berorientasi pada pengembangan aktivitas sektor pertanian sehingga diperlukan adanya penetapan positioning kawasan ekonomi dan titik-titik pertumbuhan yang akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi Lampung dalam jangka panjang. Hal ini menjadi penting untuk direncanakan sedini mungkin agar dapat terjadi pemerataan pembangunan wilayah yang bermanfaat bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah. Berdasarkan RTRW Provinsi Lampung 2010 – 2030 diketahui bahwa hirarki fungsional wilayah Provinsi Lampung yang bersifat vertikal dalam 4 (empat) ordinasi pusat pelayanan, yaitu: a. Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu pusat yang melayani wilayah Provinsi Lampung dan / atau wilayah sekitarnya di Sumatera Bagian Selatan, Nasional, maupun Internasional. Pusat pelayanan ini terletak di Kota Bandar Lampung. b. Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), yaitu pusat yang melayani satu atau lebih Kabupaten/ Kota. Pusat tersebut dikembangkan dengan intensitas yang lebih tinggi untuk memacu pertumbuhan perekonomian di wilayah
Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kawasan Jembatan Selat Sunda Aditya Anwar
sekitarnya. Wilayah ini meliputi Kota Metro, Kotabumi, Kalianda, Liwa, Menggala dan Kota Agung sebagai pusat-pusat pemerintahan Kota, pendidikan, jasa perdagangan, pariwisata, usaha produksi dan industri, serta sebagian aktivitas pertanian. c. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp), yaitu pusat kegiatan lokal yang di promosikan atau di rekomendasikan oleh provinsi dalam lima tahun kedepan akan menjadi PKW, mengingat secara fungsi dan perannya kota tersebut telah memiliki karakteristik pusat kegiatan wilayah. Kawasan ini meliputi daerah Sukadana, Blambangan Umpu, Pringsewu, Gedong Tatan, Bakauheni, Terbanggi Besar - Bandar Jaya - Gunung Sugih (Terbagus), Mesuji, dan Panaragan yang merupakan pusat pemerintahan kabupaten, pusat pendidikan, dan aktivitas perekonmian sektoral seperti Pertanian (Perikanan, Perkebunan), agro industri, perdagangan dan Jasa, serta Industri Pengolahan d. Pusat Kegiatan Lokal, yaitu kota-kota mandiri selain pusat primer dan sekunder yang dikembangkan untuk melayani satu atau lebih kecamatan. Pusat pelayanan tersier ini terutama dikembangkan untuk menciptakan satuan ruang wilayah yang lebih efisien. Tersebar di cukup banyak wilayah hingga tingkat kecamatan/ desa seperti Tanjung Bintang, Sidomulyo, Natar-Jatiagung, Seputih Banyak, Kalirejo, Way Jepara, Labuhan Maringgai, Fajar Bulan, Krui, Bukit Kemuning, Blambangan Umpu, Wiralaga, Wonosobo. Aktivitas di wilayah ini meliputi pusat pengembangan perdagangan, jasa pendukung kegiatan pertanian, Pusat pengembangan industri kecil dan menengah, Pengembangan produksi perikanan, Pusat koleksi dan distribusi hasil pertanian dan holtikultura.
Beberapa komoditi pertanian yang cukup menonjol di wilayah provinsi Lampung adalah komoditi buah pisang di: 1) lampung Selatan; area 49.959 ha (4.433.287 ton). Kabupaten ini amat potensial sebagai Industri Of Banana Cultivation, Banana Snack, Banana Flavour, dan Pengembangan Kebun 2) Lampung Timur; area 10.900 ha (1.073.534 ton) 3) Lampung Utara; area 3.455 ha (260.045 ton) 4) Way Kanan; area 4.261 ha (179.207 ton)
Selain itu terdapat pula potensi agrobisnis dengan mengandalkan komoditi Ubi Kayu yang terdapat di beberapa Kabupaten seperti Tulang Bawang, Kabupaten Lampung Tengah, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Lampung Utara, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Selatan, dan di Kabupaten lainnyadengan total luas area 316.806 ha, tingkat produksi 6.394.906 ton, dengan jumlah 78 unit industri pengolahan ubi kayu. Potensi komoditi pertanian jagung juga merupakan salah satu komoditi utama di beberapa kabupaten seperti Kabupaten Lampung Timur, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara, Tulang Bawang, Tanggamus, Kabupaten Way Kanan, dan Kabupaten lainnya yang secara keseluruhan memiliki luas area 369.971 ha, tingkat produksi 1.346.821 ton, dengan jumlah 5 unit industri. Subsektor pertanian lainnya adalah wilayah penghasil rumput laut, yaitu Kabupaten Tanggamus, Lampung Selatan, dan Pesawaran Potensi pariwisata juga tersebar di sepanjang garis pantai khususnya di wilayah Lampung selatan yang terdiri dari banyak sekali pantai wisata seperti Pantai Wartawan, Pantai Canti, Pantai Merak Belantung, Pantai Marina, Pantai Pasir Putih, Pantai Pulau Pasir, Pantai Tanjung Selaki, Makam Pahlawan Radin Intan II, Makam Kuno Palas, Air Panas Belerang, Gunung Rajabasa, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Menara Siger, dan Gugusan Pulau Krakatau. Di Kabupaten Lampung Barat juga terdapat pantai Krui dan obyek wisata lain yang sudah terkenal yaitu di Kabupaten Lampung Tengah: Taman nasional Way Kambas.
RENCANA PEMBANGUNAN DAN POSITIONING SUMBERDAYA EKONOMI UNGGULAN PROVINSI BANTEN
Gambar 1. Peta Rencana Struktur Tata Ruang dan Rencana Sarana Transportasi Provinsi Lampung
Sementara itu, kawasan Provinsi Banten menerapkan model pengembangan kawasan berupa kawasan andalan. Kawasan andalan adalah satuan wilayah /kawasan yang dipilih dari kawasan budidaya, yang terbentuk berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan ekonomi yang diandalkan sebagai motor penggerak
173
• Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.3, Oktober 2010 yang terintegrasi khususnya pengembangan wilayah nasional, sehingga dalam menopang kebutuhan industri Sementara itu, perencanaan diharapkan pusat pertumbuhan. mampu menjadi hilir. dalam pengembangan kawasan Banten Water Front Peran dari kawasan ini mendorong pertumbuhan City di Kota Serang dengan basis Perdagangan, ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan Jasa, Budaya & Pariwisata merupakan bentuk dan upaya sekitarnya serta dapat terwujudnya mendorong pemerintah Provinsi Banten mengantisipasi pemerataan pemanfaatan ruang secara nasional. dalam pengembangan wilayah pekotaan di Banten Utara Dalam perkembangannya andalan istilah kawasan dan Banten Pemerintah Banten juga dalam peraturan perundang-undangan terbaru Barat. provinsi mengoptimalkan pariwisata Ujung Kulon berubah menjadi kawasan dan kawasan strategis potensi di wilayah banten selatan dengan pembangunan cepat tumbuh. Tanjung Lesung Water Front City di • KAWASAN STRATEGIS : wilayah yang bernilai kawasan Kabupaten Pandeglang dengan basis wisata alam strategis dibidang ekonomi yang relatif sudah ujung Kulon dan Gunung Krakatau yang ditunjang berkembang seperti : kawasan FTZ, kawasan dengan pembangunan infrastruktur transportasi industri, kawasan berikat, KAPET, KEK. udara berupa Bandara Panimbang. Selain itu, • KAWASAN CEPAT TUMBUH : satuan wilayah pembangunan Terminal kawasan Agrobisnis di yang memiliki produk-produk unggulan yang Anyer Serang mirip dengan pembangunan rencana berdaya saing relatif sedang berkembang atau Terminal Kalianda Provinsi Lampung Agribisnis di • potensial untuk di kembangkan dibandingkan yang dimaksudkan untuk memperlancar proses dengan kawasan potensial lainnya, seperti distribusi dan perdagangan produk-produk : kawasan sentra produksi atau agribisnis, pertanian. tanaman pangan dan hortikultura, kawasan • agribisnis peternakan/perkebunan/perikanan, Untuk lebih memperjelas arah pemba ngunannya, pada RPJM 2007-2012 pemerintah kawasan agropolitan, kawasan minapolitan, yang provinsi Banten telah menetapkan lokasi kawasan industri UKM, kawasan wisata agro/ berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat wisata budaya/wisata alam, kawasan produksi pertumbuhan. Lokasi-lokasi tersebut adalah : lainnya. 1. Kawasan Pusat Pertumbuhan Waringin Kurung di Kabupaten Serang ; Permasalahan yang ada adalah sarana dan prasarana masih kurang mendukung, dan infrastruktur penunjang wilayah belum dapat terpenuhi sesuai kebutuhan. Adapun potensi yang ada adalah sumberdaya alam dengan komoditas unggulan (3,137 ton/ha), jagung kedelai (2,35 ton/ha), kacang tanah (3,279 ton/ha), ketela pohon (13,230 ton/ha), dan lahan salak, durian, mangga. perkebunan dan Sedangkan kebutuhan infrastrukturnya adalah air bersih, jalan dan jembatan, dan jalan rehab lingkungan. 2. Kawasan Pusat Pertumbuhan Kasemen di Kota Serang; Gambar 2. Kebijakan Pengembangan Ruang
Provinsi Banten Dalam Konteks RTRW
• KAWASAN TERTINGGAL / TERPENCIL : kawasan yang perkembangannya tertinggal dibandingkan daerah lain karena kendala pembangunan yang dimilikinya.
Pengembangan kawasan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK Bojonegara di Kab Serang & KEK Krakatau di Cilegon) dengan basis Industri dan Perdagangan, yang ditunjang Pengembangan Pelabuhan Internasional Bojonegara menunjukkan adanya rencana pengembangan wilayah Banten
174
Permasalahan yang ada adalah tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, kurang memadainya tingkat pendidikan masyarakat, infrastruktur penunjang wilayah belum terpenuhi sesuai kebutuhan. Adapun potensi sumberdaya alam yang ada adalah lahan pertanian basah, lahan perkebunan, kawasan pesisir dan laut, serta pariwisata budaya dan pantai. Sedangkan kebutuhan infrastruktur nya adalah air bersih, rehab jalan, fasilitas rambu jalan, persampahan, jalan lingkungan, dan penataan Banten Lama.
3. Kawasan Pusat Pertumbuhan Cilegon di Kota Cilegon;
Strategi Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kawasan Jembatan Selat Sunda Aditya Anwar
Permasalahan yang ada adalah keterbatasan sumberdaya manusia yang berkualitas, kerusakan dan degradasi lingkungan, dan infrastruktur penunjang wilayah belum terpenuhi sesuai kebutuhan. Adapun potensi sumber daya alam yang ada adalah lahan pertanian (sawah tadah hujan dan irigasi ; 2.749.56 ha, ladang ; 5.586.29 ha), Lahan perkebunan (315.85 ha), hutan (399,50 ha), kawasan pesisir dan laut, melon dan tanaman hias. Sedangkan kebutuhan infrastruktur nya adalah rehab jalan, fasilitas rambu jalan, air bersih, persampahan,penataan permukiman kumuh.
4. Kawasan Pusat Pertumbuhan Panimbang di Kabupaten Pandeglang;
Permasalahan yang ada adalah sarana dan prasarana transportasi masih kurang mendukung dan infrastruktur penunjang wilayah belum terpenuhi sesuai kebutuhan. Adapun potensi sumber daya alam yang ada adalah hutan produksi BKPH Sobang ; 11.538 ha, Hutan Produksi BKPH Cikeusik 13.753 ha, Tanaman Kelapa; 150 ha, Tanaman kakao; 1.200 ha, Pengembangan kerang Hijau ; 2.326,5 ha, 1 unit depurasi 8.100 m2, pengembangan kerapu 760 unit (Cigorondong). Sedangkan kebutuhan infrastrukturnya adalah rehab jalan/jembatan, rehap jaringan irigasi, perumahan, jembatan timbang.
5. Kawasan Pusat Pertumbuhan Malingping di Kabupaten Lebak;
Permasalahan yang ada adalah tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, kurang memadainya tingkat pendidikan masyarakat, kurang memadainya sarana dan prasarana transportasi, dan infrastruktur penunjang wilayah belum terpenuhi sesuai kebutuhan. Adapun potensi sumber daya alam yang ada adalah hutan produksi BKPH Malingping ; 14.801 ha, Mega Biodiversity; 8.984 ha, Tanaman Kelapa; 550 ha, Tanaman Karet; 600 ha, Tanaman Kakao; 1.800 ha, Perikanan tangkap. Sedangkan kebutuhan infrastruktur nya adalah air bersih, rehab jalan/ jembatan, rehap jaringan irigasi.
6. Kawasan Pusat Pertumbuhan Kabupaten Tangerang ;
Kronjo
di
Permasalahan yang ada adalah tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, kurang memadainya tingkat pendidikan masyarakat, sarana dan prasarana transportasi, sarana dan prasarana permukiman (air bersih, permukiman kumuh), pengairan (irigasi), dan rawan bencana banjir dan kekeringan.. Adapun potensi sumber daya alam yang ada adalah lahan pertanian, kawasan pesisir dan laut, perikanan tangkap, budidaya tambak, pariwisata pantai. Sedangkan
kebutuhan infrastruktur nya adalah rehab jalan/ jembatan, rehap jaringan irigasi, perumahan (rumah panggung), dan abrasi pantai.
7. Kawasan Pusat Pertumbuhan Cipondoh di Kota Tangerang.
Permasalahan yang ada adalah keterbatasan akses pemasaran, keterbatasan perkebunan, dan kerusakan dan degradasi lingkungan. Adapun potensi sumber daya alam yang ada adalah kawasan pertanian, kawasan perkebunan, Situ Cipondoh (126.1757), pariwisata perkotaan (shopping center), tanaman hias, dan ikan hias. Sedangkan kebutuhan infrastruktur nya adalah air bersih, jalan lingkungan, drainase, persampahan, rehab jalan/jembatan, rehab situ, penataan permukiman penduduk, dan fasilitas rambu jalan.
PENERAPAN BAIDS UNTUK MENGINTEGRASIKAN RENCANA PEMBANGUNAN DAN POTENSI EKONOMI DI WILAYAH JSS Setelah mengetahui rencana pembangunan dan positioning sumberdaya ekonomi unggulan, maka perencana pembangunan dapat merumuskan sektor-sektor pembangunan apa yang dapat diintegrasikan untuk menunjang terwujudnya pembangunan yang berimbang diantara kedua wilayah. Berikut adalah penggambaran pentingnya integrasi rencana pembangunan dan potensi ekonomi di masing-masing wilayah pembangunan JSS.
Wilayah Lampung dengan potensi sumber daya ekonomi berupa wilayah pertanian membutuhkan adanya aktivitas ekonomi bagi percepatan dan peningkatan nilai tambah hasil-hasil pertaniannya. Hasil sementara dari survey lapangan yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas ekonomi di sektor pertanian masih mengandalkan aktivitas ekonomi tradisional yaitu perdagangan komoditi. Baru terdapat sebagian kecil aktivitas peningkatan nilai tambah misalnya dalam industri pengolahan bahan makanan dan juga industri berbasis komoditi pertanian seperti pengolahan tepung tapioca. Hal ini berbeda dengan wilayah Banten yang lebih banyak berorientasi pada aktivitas industri dan perdagangan serta jasa-jasa yang mengutamakan skill dan aktivitas pengolahan produksi yang memiliki nilai tambah tinggi khususnya di wilayah Banten Utara. Dalam kaitan integrasi perekonomian antar daerah khususnya Lampung dan Banten maka sangat mungkin diarahkan pada percepatan pembangunan sektor ekonomi utama yaitu pertanian dan industri. Hal ini merupakan bentuk sinergi antara sektor pertanian yang menjadi kekuatan wilayah Lampung dengan didukung oleh aktivitas industri
175
Jurnal Sosek Pekerjaan Umum, Vol.2 No.3, Oktober 2010
yang massive dan menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian atau dikenal dengan pembangunan agrobisnis.
Dengan diterapkan Balanced AgroIndustrial Development Strategy (BAIDS) akan mendukung adanya integrasi perekonomian melalui pembangunan sektor pertanian dan industri secara bersama-sama. Hal ini dikarenakan bila aktivitas pertanian yang mengalami peningkatan karena adanya stimulus dari sektor industri akan mampu meningkatkan pendapatan masyaakat di sektor pertanian yang sebenarnya merupakan pasar potensial bagi produk-produk sektor industri. Selanjutnya, peningkataan permintaan di sektor industri karena adanya peningkatan taraf hidup masyarakat akan mendorong adanya ekspansi industri pada skala yang lebih besar dan sekaligus meningkatan permintaan bahan baku dari sektor pertanian. Siklus ini akan terjadi sedemikian rupa dan terus menerus sehingga mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.
KESIMPULAN
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan JSS sekaligus mewujudkan salah satu citacita pembangunannya, pemerintah baik pusat maupun daerah harus mempersiapkan strategi pengembangan wilayah yang dapat mensinergikan potensi masing-masing wilayah (Jawa dan Sumatera, terutama Banten dan Lampung). Konsep Balance Agro-Industrial Development Strategi (BAIDS) dapat diterapkan di Banten dan Lampung sebagai kawasan JSS. Hal ini mengingat potensi unggulan Lampung dalam bidang pertanian sedangkan Banten dalam bidang industri. Proses pengintegrasian dua wilayah dengan dua sektor ekonomi memerlukan adanya upaya dan komitmen bersama dari masingmasing pihak dengan melepaskan ego kewilayahan dan ego sektoral dalam kerangka pembangunan regional. Hal ini penting untuk ditekankan agar tidak menimbulkan adanya kondisi persaingan negatif antar daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Arianto, Efendi. 2007. “Pengertian Strategi”, 4 Juni, http://strategika.wordpress. com/2007/06/04/pengertian-strategi/ (Diakses 26 Oktober 2010) Aschauer, D. A. 1989. “Is Public Expenditure Productive?”, Journal of Monetary Economics 23: 177-200
Al-Shodiq, Rasyad Ahmad. 2010. “Pengertian Pertumbuhan Ekonomi”, 3 Agustus, http:// elasq.wordpress.com/2010/08/03/ pengertian-pertumbuhan-ekonomimenurut/ (Diakses 26 Oktober
176
2010)
Bappeda. 2009. RTRW Provinsi Banten 2010 – 2030. Banten.
Bappeda. 2006. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Banten 2007 – 2012. Banten. Canning, D. 1999. “The Contribution of Infrastructure to Aggregate Output”, World Bank Working Paper Number 2246 Calderon C., and L. Serven, “The Output Cost of Latin America’s Infrastructure Gap”, Central Bank of Chile Working Papers Number 186.
Kirmanto, Joko. 2005. “Pembangunan Infrastruktur di Indonesia”, 22 Agustus, w w w. p e n a t a a n r u a n g . n e t / t a r u / makalah/050822.pdf (Diakses 3 Maret 2010) Mercado, RG. 2002. Regional Development in the Philippines: A Review of Experience, State of the Art and Agenda for Research and Action, Discussion Paper Series No. 200203, Philippine Institute for Development Studies, Philipines. Neuman, W.Lawrence. 2000. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approach – 4th Edition. Boston: Allym an Bacon.
Balai Litbang Sosek Bidang Jalan dan Jembatan. 2010. Penelitian Sosial Ekonomi Lingkungan Rencana Pembangunan Jembatan Selat Sunda. Balai Litbang Sosek Bidang Jalan dan Jembatan : Surabaya. Sutcliffe, R.B. 1971. Industri and Underdevelopment. London: Addison-Wesley Publishing Company.
Temple, J. 2005. Balance Growth, Paper, An entry for the New Palgrave Dictionary of Economics (second edition), Department of Economics, University of Bristol. Wardana, IM. 2007. Analisis Strategi Pembangunan Provinsi Bali Menuju Balance Growth, Buletin Studi Ekonomi Volume 12 Nomor 2 Tahun 2007, Universitas Udayana, Bali Sumber Internet
http://www.mediaindonesia.com /read/ 2010/09/09/ 166246/273 /101 /JumlahPenumpang -Merak -Bakauheni -pada -Puncak -Mudik -Diperkirakan -160-Ribu (Diakses 21 Oktober 2010).