IV. PERTUMBUHAN EKONOMI DAN
KESENJANGAN ANTAR DAERAH 1. Pertumbuhan Ekonomi Antar Daerah di Indonesia
Dari hasil perhitungan dengan Shift
Share
dapat diketahui posisi
menggunakan relatif
Analisis
pertumbuhan
antar daerah pada tahun 1969 - 1974, 1975 - 1982 dan
1983
Posisi relatif pertumbuhan ekonomi antar daerah untuk seluruh propinsi di Indonesia pada kurun waktu 1969 - 1974 disajikan pada T a b e l 4.1, sedangkan untuk
Kawasan
Barat
(KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada kurun waktu 1969-1974 masing-masing disajikan pada T a b e l 4.2 dan 4 . 3 . Pada T a b e l 4.1 tersebut
dapat dilihat bahwa
propin-
si-propinsi yang bertumbuh maju pada kurun waktu 1969-1974 di
Indonesia adalah: Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, DKI
Jakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku Irian Jaya.
Sedangkan propinsi-propinsi yang
dan
bertumbuh
lamban adalah: DI Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DABRAH
Tabel 4.1.
Pertumbuhan Antar Daerah di Indonesia, 1969-1974 I
I
1
PROPINSI
PPP~
ppmj
PPSj
PP. j
ppwpj
PPWmj
PPWaj
PPW.j
PB.j
KBT.
I
I I
1 Daerah Iatimewa Aceh
-80738 LAMBAN
(
2 Sumatera Utara
906792 MAJU
1
3 Sumatera Barat
-10945 LAMBAN
4 R i a u
133183 MAJU
I 1 1
-20700 LAMBAN
5 J a m b i 6 Sumatera Selatan
I 7 B e n g k u l u
-285004 LAMBAN 23154 MAJU
(
8 L a m p u n g
1 1
9 DKI Jakarta 10 Jawa Barat
I
11 Jawa Tengah
I
12 D.I. Yogyakarta
-46719 LAMBAN
1
13 Jawa Timur
-81908 LAMBAN
1
14 Kalimantan Barat
-41054 LAMBAN
1 1
15 Kalimantan Tengah
1
17 Kalimantan Timur
I
18 Sulaweai Utara
1 I I
34538 LAMBAN 194370 MAJU 104791 LAMBAN 1129588 LAMBAN
16 Kalimantan Selatan.
72184 MAJU 80547 LAMBAN ,389998 MAJU -17640 LAMBAN
19 Sulaweai Tengah 20 Sulaweai Selatan 21 Sulawcsi Tenggara
46059 LAMBAN -108952 LAMBAN -46404 LAMBAN
1 2 2 B a l i
-119665 LAMBAN
1 1
-140804 LAMBAN
23 Nuaa Tenggara Barat 24 Nuaa Tenggara Timur
1 2 5 M a l u k u
1
26 Irian Jaya
2638 LAMBAN 134550 MAJU 77720 MAJU
I
Keterangan: PPij = PPWij = PB.j = i = j =
Komponen pertumbuhan proporsional sektor i daerah ke j Komponen pertumbuhan wilayah, sektor i daerah ke j Pergeseran bersih daerah ke j p (pertanian), m (industri), s (jasa) 1 , 2 , 3, . . . , 26
1
Dari T a b e l 4.1 dapat dilihat bahwa penyebab lambannya pertumbuhan karena sektor pertanian dan
sektor
industri
mempunyai daya saing yang kurang baik dibandingkan dengan sektor jasa untuk hampir seluruh propinsi.
Pada
tabel
tersebut dapat dilihat bahwa PPpj bernilai negatif
untuk
seluruh propinsi dan PPmj untuk sebagian besar
propinsi
bernilai negatif. Daerah-daerah yang bertumbuh lamban disebabkan juga karena daya saing wilayah untuk ' sektor pertanian, industri dan jasa kurang baik.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai-
nilai PPWpj, PPWmj dan PPWsj untuk daerah-daerah tersebut negatif. Keadaan di atas menunjukkan bahwa pada periode
1969
- 1974, terjadi penurunan pangsa relatif sektor pertanian dan
sektor
industri terhadap PDRB total
terutama untuk
daerah-daerah yang bertumbuh lamban. Walaupun
ada
daerah-daerah yang bertumbuh lamban tapi pangsa
juga
sektor
pertaniannya meningkat seperti Jambi, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara. Pada
sebagian besar
daerah yang bertumbuh maju, motor
penggerak pertumbuhan adalah sektor jasa kemudian disusul oleh sektor industri. Namun pada propinsi Irian Jaya dan Maluku,
motor
Secara rinci
penggeraknya
pada
T a b e l 4.2
adalah
sektor
pertanian.
disajikan pangsa
relatif
setiap lapangan usaha untuk setiap propinsi pada
tahun
1969 dan 1974.
P E R T U M B W EKONOMI DAN KBSENJANGAN ANTAR DAERAH
Tabel 4.2.
PROPINSI
I
I I 1
I
1 1 I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PERTANIAN
I
I
I
INDUSTRI
I
JASA
I
I 1I 1969 1I 1974 1I 1969 I1 1974 1I 1969 1I 1974 1
1 D. I. Aceh 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 R i a u 5 J a m b i 6 Sumatera Selatan I 7 B e n g k u l u 8 L a m p u n g 9 DKI Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 D.I. Yogyakarta 13 Jawa Timur 14 Kalimantan Barat 15 Kalimantan Tengah 16 Kalimantan Selatan 17 Kalimantan Timur 18 Sulawesi Utara 19 Sulawesi Tengah 1 20 Sulawesi Selatan 21 Sulawesi Tenggara 1 2 2 B a l i 23 Nusa Tenggara Barat 24 Nusa Tenggara Timur 1 2 5 M a l u k u 26 Irian Jaya
1 1
I
I
I
I I I I I
Pangsa Relatif Setiap Sektor terhadap Total PDRB untuk Setiap Propinsi Pada Tahun 1969 dan 1974.
37,73 36,73 84,18 78,44 63,49 41,03 88,26 49,42 41,13 59,17 73,80 56,34 78,79 76,68 91,20 67,23 92,64 57,37 93,58 81,95 99,38 89,58 98,12 85,78 79,92 54,29
36,00, 43,04 74,89 66,05 80,ll 45,78 87,03 53,92 16,14 69,04 71,07 53,94 74,31 88,41 85,07 85,27 82,67 61,15 90,39 79,85 78,82 86,39 81,16 85,69 92,09 77,80
13,15 12,73 4,98 15,94 31,42 48,49 1,93 13,02 28,50 9,99 18,23 19,63 15,59 18,91 1,94 15,93 4,40 15,57 1,20 10,82 0,07 2,78 0,50 1,37 6,69 3,74
8,88 5,89 10,96 30,63 9,81 39,35 1,51 10,66 50,05 15,59 18,59 13,30 17,51 8,89 3,06 7,91 12,83 19,32 1,27 10,24 1,52 4,21 2,04 0,91 1,63 1,40
49,12 50,55 10,84 5,62 5,09 10,47 9,81 37,56 30,37 30,84 7,97 24,02 5,62 4,40 6,86 16,84 2,96 27,06 5,22 7,23 0,55 7,64 1,38 12,85 13,39 41,97
1 I 55,12 1 51,07 1 14,15 1 3,32 1 10,08 1 14,87 1 11,461 35,42 1 33,81 ( 15,37 1 10,341 32,76 1 8,18 1
2,70 1 11,871 6,821 1,91 19,53 8,34 9,91 ( 19,66 9,39 16,81 13,401 6,28 20,80
I
1 1 1 1 1 1 1 1
I
PBRTUMBUHAN BKONOMI DAN KBSBNJANGAN ANTM DABRAH
Penurunan pangsa relatif di sebagian besar serta meningkatnya pangsa disebabkan karena pada
relatif
propinsi
sektor jasa
diduga
Pelita I, sebagian besar
dana
dipergunakan untuk perbaikan atau rehabilitasi sarana prasarana
ekonomi yang rusak, terutama
dan
fasilitas umum,
seperti saluran irigasi, jalan dan sebagainya terutama di sektor pertanian khususnya sektor tanaman pangan.
Perha-
tian pemerintah terhadap sekto~tanaman pangan diterapkan dan disebarkannya teknologi bibit
dari dan
terlihat
pupuk
buatan, sehingga hasil
produksinya
unggul
meningkat
Di samping itu pembangunan
secara berlipat ganda.
sarana
dan prasarana ekonomi meningkatkan laju pertumbuhan sektor lainnya terutama sektor jasa. Pertumbuhan antar waktu
daerah di
Indonesia pada
1975-1982 disajikan pada T a b e l 4.3.
tersebut tumbuh
Pada
tabel
dapat dilihat bahwa propinsi-propinsi yang
maju
adalah: DI Aceh,
Sumatera Utara,
ber-
Sumatera
Barat, Bengkulu, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Jawa
kurun
Tengah,
Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kali-
mantan
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara
dan
Bali.
Sedangkan wilayah
yang
bertumbuh
lamban adalah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, DI Yogyakarta, Kalimantan Tenggara
Barat,
Sulawesi Selatan,
Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku
dan
Nusa Irian
Jaya . Pada
kurun waktu
1975 - 1982, daya
saing
sektor
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KBSENJANGAN ANTAR DABRAH
pertanian
pada seluruh propinsi kurang baik jika
ingkan dengan sektor industri dan jasa.
Hal ini
dibandterlihat
dari PPpj yang bernilai negatif dan PPmj dan PPsj bernilai positif
untuk
seluruh propinsi.
Sedangkan daya
wilayah
untuk
sektor pertanian dan
industri
di
saing hampir
seluruh propinsi yang bertumbuh lamban kurang baik.
Hal
ini ditunjukkan dengan nilai PPWpj dan PPWmj untuk propinsi-propinsi yang bertumbuh lambqn bernilai negatif. Keadaan
tersebut menunjukkan bahwa
pangsa
relatif
sektor pertanian menurun sedangkan sektor industri dan meningkat .
jasa
Pada Tabel
4.4
disajikan pangsa
menurut lapangan usaha untuk setiap propinsi di
relatif
Indonesia
tahun 1975-1982. Pembangunan waktu
1969
sarana dan prasarana ekonomi pada
kurun
- 1974, yang mebawa dampak bagi pertumbuhan
sektor pertanian yang mengagumkan menjadikan perekonomian Indonesia relatif stabil. Ditambah lagi pada kurun waktu
- 1982 terjadi ledakan harga minyak bumi, sehingga
1975
dengan
dukungan dana kuat
pertanian
pembangunan
terus meningkat. Disamping itu di
di sektor lainnya sehingga
tersebut
hasil
terutama sektor produksinya
sektor
pembangunan
industri ditingkatkan
meningkat
pesat.
Pada
daerah/propinsi penghasil minyak bumi yang laju pertumbuhan
PDRBnya
bertumbuh Barat
di atas laju pertumbuhan
maju
seperti: DI Aceh,
dan Kalimantan Timur.
PDBnya, semuanya
Sumatera Utara, Jawa
Sedangkan daerah
penghasil
PERTUNBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DAERAH
Pertumbuhan Antar Daerah di Indonesia, 1975 - 1982
Tabel 4 . 3 .
I
I
I
PROPINSI
PPPJ
Ppmj
PPsj
PP.j
PPWpj
PPWrnj
PPWsj
PPW.j
PB.j
KET.
I (
1 Daerah Istimewa Aceh
1 1 I I 1
2 Sumatera Utara
2396863 MAJU 176101 MAJU
3 Sumatera Barat
96292 MAJU
4 R i a u
-7272913 LAMBAN
5 J a m b i
-66985 LAMBAN
6 Sumatera Selatan
-36405 LAMBAN
1 7 B e n g k u l u
I 1 1
51344 MAJU
8 L a m p u n g
-87991 LAMBAN
9 DKI Jakarta
1881380 MAJU 574516 MAJU
10 Jawa Barat
I 1 I 1
11 Jawa Tengah
1
15 Kalimantan Tengah
1 1
16 Kalimantan Selatan
I 1 1
778438 MAJU
12 D.I. Yogyakarta
-107104 LAMBAN
13 Jawa Timur
556752 MAJU -6107 LAMBAN
14 Kalimantan Barat
.
135354 MAJU 97024 MAJU
17 Kalimantan Timur
610697 MAJU
18 Sulawesi Utara
124830 MAJU
19 Sulawesi Tengah
55963 MAJU
20 Sulawesi Selatan
-23290 LAMBAN
( 21 Sulawesi Tenggara
79605 MAJU
1 2 2 B a l i
152457 MAJU
1
-13775 LAMBAN
23 Nusa Tenggara Barat
) 24 Nusa Tenggara Timur
-788 LAMBAN
1 2 5 M a l u k u
1
-8383 LAMBAN
26 Irian Jaya
-462707 LAMBAN
I Keterangan:
i daerah ke j i daerah ke j
PPij
= Komponen pertumbuhan proporsional sektor
PPWij
= Komponen pertumbuhan wilayah, sektor
PB.j
= Pergeseran bersih daerah ke j
i
= p (pertanian), m (industri), s (jasa)
j
= 1 , 2 , 3,
...,
26
I
Tabel 4.4.
Pangsa Relatif Menurut Lapangan Usaha Setiap Propinsi Tahun 1975 dan 1982
I
I I
i
I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 I
PROPINSI
I
I
PERTANIAN
1
1975
I
I
INDUSTRI
1
1
1
u ' 1
1982
1
1975
1982
I
1975
JASA
I
1
1
1982
D I Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yoyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat 2 4 Nusa Tenggara Timur 25 Maluku 26 Irian Jaya 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DAERRH
minyak yang laju pertumbuhan PDRBnya lebih kecil dari laju pertumbuhan
PDBnya,
bertumbuh
lamban,
seperti: Riau,
Jambi, Maluku dan Irian Jaya. Demikian juga dengan propinsi-propinsi yang merupakan daerah industri yang pertumbuhan
PDRBnya
lebih tinggi dari
laju
laju pertumbuhan
PDBnya bertumbuh maju, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pertumbuhan
daerah,di Indonesia pada
1983 - 1987 disajikanpada T a b e l 4 . 5 .
waktu 4.5
antar
kurun
Pada
Tabel
tersebut dapat dilihat bahwa daerah-daerah yang ber-
tumbuh maju adalah: DI Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera
Selatan, Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Jawa
Barat,
Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali dan Maluku. adalah:
Sedangkan
bertumbuh
lamban
Sumatera Barat, Riau, DI Yogyakarta, Jawa
Timur,
Kalimantan
daerah-daerah yang
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawsi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya. Dari
T a b e l 4 . 5 juga dapat dilihat bahwa
sektor pertanian baik
daya
dan jasa pada seluruh propinsi
jika dibandingkan dengan sektor industri.
dapat
dilihat dari PPpj dan PPsj yang
sedangkan nilai PPmj positif.
bernilai
saing kurang
Hal
ini
negatif,
Demikian juga dengan daya
saing wilayah untuk sektor pertanian dan jasa di
daerah-
daerah yang bertumbuh lamban kurang baik. Pada
kurun waktu 1983 - 1987 terlihat
jelas bahwa
PBRTUMBUHAN BKONOMI DAN KESBNJANGAN ANTAR DAERAH
dengan
menurunnya harga
minyak, maka
motor
penggerak
pertumbuhan ekonomi bergeser ke sektor industri. dapat
di
lihat pada T a b e l 4.5 bahwa
Seperti
daerah-daerah yang
bertumpu pada produksi minyak tanpa didukung industri dan sektor jasa (terutama keuangan dan perdagangan) yang
kuat
bertumbuh lamban, seperti Riau, Kalimantan Timur dan Irian Jaya.
Sebaliknya
daerah-daerah penghasil
minyak
yang
didukung oleh sektor industri dan jasa (terutama perdagangan
dan
keuangan) yang kuat
bertumbuh maju,
seperti:
Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat dan Maluku.
Hal ini dapat dilihat
dari
peningkatan pangsa relatif sektor industri dan sektor jasa di
daerah-daerah tersebut. Selain itu ada
yang
tidak mempunyai sumber minyak akan tetapi
struktur yang
daerah-daerah
sektor jasa (terutama perdagangan dan
kuat,
Jakarta dan
sehingga pertumbuhannya maju, Jawa Tengah.
disajikan pangsa
Secara rinci
pada
mempunyai keuangan)
seperti DKI Tabel
relatif menurut lapangan usaha
4.6
setiap
propinsi pada tahun 1983 dan 1987.
PBRTUMBUHAN BKONOMI DAN KBSBNJANGAN ANTAR DABRAH
Tabel 4 . 5 .
Pertumbuhan Antar Daerah di Indonesia, 1983 - 1987 I
PPP~
1 1
I I 1 1 1 I
I 1 1
PPWpj
PPWmj
PPWsj
PPW.j
Pa. j
KBT.
1276232 MAJU
1 Daerah Istimewa Aceh 2 Sumatera Utara
91341 MAJU -78484 LAMBAN
3 Sumatera Barat
-1521429 LAMBAN
4 R i a u 5 J a m b i
33224 MAJU
6 Sumatera Selatan
28498 MAJU 15428 MAJU
I 7 B e n g k u l u
I
PP. j
-
I
I I
PPsj
PPmj
158351 MAJU
8 L a m p u n g
255541 MAJU
9 DKI Jakarta
1169780 MAJU
10 Jawa Barat
804087 MAJU
11 Jawa Tengah
-57727 LAMBAN
12 D.I. Yogyakarta
-115735 LAMBAN
13 Jawa Timur
87319 MAJU
14 Kalimantan Barat
1
15 Kalimantan Tengah
1
16 Kalimantan Selatan
1
17 Kalimantan Timur
I
18 Sulawesi Utara
-99310 LAMBAN
1 1
19 Sulawesi Tengah
-22232 LAMBAN
(
21 Sulawesi Tenggara
20634 MAJU
.
-41691 LAMBAN -129941 LAMBAN
-111853 LAMBAN
20 Sulawesi Selatan
-517 LAMBAN
1 2 2 B a l i
1 1
92843 MAJU
23 Nusa Tenggara Barat
-31834 LAMBAN
24 Nusa Tenggara Timur
-46255 LAMBAN
1 2 5 M a l u k u
1
52480 MAJU
26 Irian Jaya
-264985 JAMBAN
I
Keterangan : PPij = PPWij = PB.j = i = j
Komponen pertumbuhan proporsional sektor i daerah ke j Komponen pertumbuhan wilayah, sektor i daerah ke j Pergeseran bersih daerah ke j p (pertanian), m (industri), s (jasa)
= 1, 2 ,
3,
...
26
I
Tabel 4 . 6 .
- -
Pangsa Relatif Menurut Lapangan Usaha Setiap Propinsi Tahun 1983 dan 1987
I
I I
PROPINSI
t
PERTANIAN
I
I
INDusTRI
I
JAsA
I
I
I 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 I
1 D I Aceh 2 Sumatera Utara
3 Sumatera Barat 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yoyakarta Jawa Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Maluku Irian Jaya
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DAERAH
i
3-2.Kesenjangan Pendapatan (PDRB) Antar Daerah Dari'hasil perhitungan dengan menggunakan Indeks Williamson, dapat daerah
di
diketahui
kesenjangan
Indonesia, Indonesia Bagian
Barat
Indonesia Bagian Timur (KTI) pada kurun waktu Hasil
analisis
tersebut
disajikan pada
secara grafis disajikan pada Gambar
Tabel 4 . 7 .
Tahun 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987
analisis antar
(KBI) dan 1975
-
Tabel 4 . 7
1987.
dan
4.1.
Indeks Williamson untuk Indonesia, Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia Pada Kurun Waktu 1969 - 1987
Indonesia
KBI
0,8864 0,8865 0,8898 0,8902 0,8987 0,9002 0,9194 0,9195 0,9199 0,9180 0,9187 0,9161 0,9143 0,9139 0,9077 0,9101 0,9088 0,9178 0,9096
0,8569 0,8577 0,8624 0,8612 0,8719 0,8747 0,9013 0,9013 0,9015 0,8988 0,9004 0,8972 0,8951 0,8944 0,8869 '0,8872 0,8891 0,8941 0,8900
KT1 0,8121 0,8154 0,8214 0,8180 0,8315 0,8352 0,8423 0,8469 0,8452 0,8461 , 0,8402 0,8386 0,8365 0,8397 0,8363 0,8351 0,8339 0,8346 0,8360
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DAERAH
Dari
Tabel
4.7
Indeks Williamson
dan Gambar 4.1 pada
dapat
kurun waktu 1964
dilihat
-
bahwa
1987 untuk
Indonesia lebih tinggi dari Kawasan Barat Indonesia dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Indonesia pada 0,8864 sampai
Indeks Wiiliamson
kurun waktu 1969 - 1987 berkisar 0,9199. Sedangkan
indeks Williamson
apabila
berkisar antara
(KBI)
tanpa
0,340 sampai
di
antara minyak 0,5240
(Esmara, 1975; Uppal dan Budiono, 1986; Azis,
1986; dan
Soeroso, Soedibyo, Akita dan Kawashima, 1989).
Sedangkan
nilai
Indeks Williamson untuk KBI berkisar antara
0,8569
sampai 0,9015 dan untuk KT1 berkisar antara 0,8121 sampai 0,8461. Hal
ini menunjukkan
bahwa
kesenjangan pendapatan
(PDRB) antar daerah lebih tinggi untuk seluruh dibandingkan dengan di KBI dan KTI.
Indonesia
Demikian juga
kesen-
jangan pendapatan (PDRB) antar daerah di KBI lebih
tinggi
daripada di KTI. tan
Fenomena ini menujukkan bahwa
daerah (PDRB) di KT1 relatif lebih seragam
pendapajika di-
bandingkan dengan Indonesia maupun KBI, namun pada tingkat pendapatan yang rendah. Relatif tingginya kesenjangan pendapatan (PDRB) antar daerah
di KBI jika dibandingkan dengan di KT1
karena
beberapa propinsi pertunibuhannya
pesat
disebabkan sedangkan
propinsi lainnya pertumbuhannya lambat. Pertumbuhan
PDRB
yang cepat ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan sektor pertanian (terutama tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan), sektor industri dan sektor jasa (terutama perdagan-
PERTUMBUKAN EKONOMI DAN KBSENJANGAN ANTAR DAERAH
gan
dan keuangan) yang cepat. Sebaliknya di
KT1
hampir
semua propinsi tersebut belum berkembang, sehingga relatif seragam. Secara
keseluruhan pada kurun waktu
-
1969
1987,
indeks Williamson untuk Indonesia, KBI dan KTI, meningkat tajam mulai
tahun
sampai tahun 1982.
1973-1974-1975 dan
terus meningkat
Kemudian setelah itu terjadi penurunan
kembali pada tahun 1987. Dari
T a b e l 4 . 7 juga dapat4dilihatbahwa
pada
kurun
1969 - 1974, terjadi peningkatan Indeks Williamson
waktu
baik di Indonesia, KBI maupun di KT1 terjadi
peningkatan.
Indek Williamson
dari
untuk Indonesia meningkat
0,8864
menjadi 0,9002. Sedangkan untuk Indeks Williamsom di meningkat dari 0,8569 menjadi 0,8747 dan di KT1 dari
0,8121 menjadi 0,8352.
karena
rehabilitasi
Fenomena
ini
sarana dan prasarana
kurun waktu 1969 - 1974 ini telah
berhasil
meningkat disebabkan
ekonomi pada meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di beberapa propinsi terutama di dan
Bali.
ditemukannya serta
Di
samping itu pada kurun waktu
ini
sumber minyak bumi dan pertambangan
kehutanan seperti propinsi DI
KBI
Jawa telah
lainnya
Aceh, Riau, Jabar,
Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kal imantan Selatan dan Irian ~a$a. Dengan adanya sebagian propinsi-propinsi yang nilai PDRBnya meningkat pesat dangkan propinsi lainnya relatif lambat, maka kan
tingkat
se-
mengakibat-
kesenjangan pendapatan (PDRB) antar
daerah
semakin meningkat.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESBNJANGAN ANTAR D A B W
Rendahnya pertumbuhan propinsi-propinsi di KT1 diduga disebabkan
rendahnya
manusianya.
kuantitas dan
kualitas
Padahal propinsi-propinsi di
sumberdaya
KT1
mempunyai
luas wilayah dan sumberdaya alam yang berlimpah. Ditinjau dari luas wilayah, propinsi-propinsi di
KT1
mempunyai luas 753.755 km2 (39,58 % ) padahal jumlah penduduknya pada tahun 1969 sebanyak 14.361.000 jiwa (12,64
%)
dan
%)
pada
atau
tahun 1987 sebanyak 21.403.000 jiwa
dengan
kepadatan penduduk pada
tahun
(12,47
1969
jiwa/km2 dan pada tahun 1987 adalah jiwa/km2.
adalah
Sedangkan
propinsi-propinsi di KBI yang mempunyai luas 1.150.814 km2 (60,42
jumlah penduduknya
%)
pada
99.206.000 jiwa dan tahun 1987 adalah atau
kepadatan penduduknya pada
jiwa/km2 dan tahun 1987 adalah pada
tahun
1969
adalah
150.216.000 jiwa,
tahun
1969
jiwa/km2.
adalah
Secara
T a b e l 4 . 8 disajikan jumlah penduduk pada tahun
rinci 1969
dan 1987 serta luas wilayah untuk setiap propinsi. Jumlah
penduduk ini menunjukkan
pasar potensial (potential demand) .
luas atau
Dalam perkataan lain,
semakin besar jumlah penduduknya semakin Dari lebih
luas pasarnya.
T a b e l 4.8 dapat dilihat bahwa potensi pasar
rendah
ditinjau
daripada
dari
di KBI.
Demikian
tingkat pendapAtan
besarnya
di
KT1
juga
apabila
penduduknya,
tingkat
pendapatan penduduk per kapita di KT1 lebih rendah di KBI. Hal ini mengakibatkan permintaan domestik terhadap barang dan jasa di KT1 lebih rendah dibandingkan Kondisi
ini
kurang mendorong
dengan di
pertumbuhan
KBI.
sektor-sektor
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DAERAH
Tabel 4 . 8 .
Jumlah Penduduk pada Tahun 1969 dan 1987 dan Luas Wilayah Setiap Propinsi 1969
No
1987
Luas Wilayah
Propinsi Jiwa
%
3159 9888 3925 2656 1889 5755 1026 6772 8465 32625 28127 2938 32013 2747 2883 1195 2371 1782 2454 1662 6765 1154 3171 3099 1702 1396
1,84 5/76 2/29 1,55 1,lO 3,35 0,60 3,95 4,93 19/01 16,39 1,71 18/65 1/60 1/68 0,70 1/38 1,04 1/43 0,97 3/94 0,67 1,85 1,81 0,99 0,81
113566 100,OO 171616
100,OO
Jiwa 1 D I Aceh 2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat 4 Riau 5 Jambi 6 Sumatera Selatan 7 Bengkulu 8 Lampung 9 DKI Jakarta 10 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 D I Yoyakarta 13 Jawa Timur 14 Bali 15 Kalimantan Barat 16 Kalimantan Tengah 17 Kalimantan Selatan 18 Kalimantan Timur 19 Sulawesi Utara 20 Sulawesi Tengah 21 Sulawesi Selatan 22 Sulawesi Tenggara 23 Nusa Tenggara Barat 24 Nusa Tenggara Timur 25 Maluku 26 Irian Jaya T o t a l
1888 6271 2668 1536 918 3201 470 2415 4159 20450 21151 2434 24756 2049 1926 652 1625 637 1638 839 5001 669 2098 2206 1025 885
0,
1/66 5/52 2,35 1,35 0,81 2/82 0,41 2,13 3,66 18,Ol 18,62 2/14 21/80 1/80 1/70 0,57 1,43 0,56 1.44 0.74 4.40 0.59 1.85 1.94 0.90 0.78
~m~
o,
riil yang lebih lanjut tentunya akan mempengaruhi besarnya PDRB . Ditinjau dilihat
dari kualitas sumberdaya manusia,
apabila
dari jumlah lulusan pendidikan formal, propinsi-
propinsi-propinsi di KTI, kecuali Sulawesi Selatan, mempunyai
kualitas sumberdaya manusia yang
rendah.
Jumlah
lulusan SD di KT1 sebanyak 12,82 %, SLTP sebesar 12,20 %, SLTA
sebesar
9,70 % . lulusan
15,35 %,
SO sebesar 3/78 % dan
Secara rinci pada Tabel
4.9
S1
sebesar
disajikan
jumlah
SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.
Rendahnya jumlah lulusan di KT1 tersebut dapat dimaklumi dikarenakan jumlah penduduk yang rendah dan fasilitas pendidikan yang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan KBI. dan
Pada Tabel 4.10 disajikan jumlah Perguruan Tinggi.
SD, SLTP, SLTA,
Jumlah SD di KT1
adalah
sebesar
17,09 %, SLTP sebesar 16,15 %, SLTA sebesar 15,09 %
dan
Perguruan Tinggi sebesar 14,44 % . Dari
ke
pertumbuhan disebabkan
dua
set data
tersebut menunjukkan bahwa
ekonomi propinsi-propinsi di KT1 yang oleh kuantitas dan kualitas
rendah
sumberdaya yang
rendah. Padahal sumberdaya alamnya melimpah, walaupun ada beberapa daerah yang mempunyai sumberdaya alam yang terbatas. na
Oleh karena itu masalah ut'ama di KT1 adalah bagaima-
caranya menanggulangi masalah kuantitas dan
kualitas
sumberdaya manusia.
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DAERAH
Tabel 4.9.
I
I I I
I
No
I I I
-
Jumlah Lulusan SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi dari Tahun 1983/1984 - 1987/1988 Setiap Propinsi
I Propinsi
/
I
S D
Unit
I
18003361
i
I
S M P
Unit
%
I
I
I
I
I
I
%
I
I
IUnitI
%
1UnitI
%
i
100
i
loo
i
S 0*
1
I
Unit
%
1
1
I I
I
S M A
I
I
Sl*
I
I
I
I I I I I I
1 D I Aceh 2 Sumatra Utara 3 1 Sumatra Barat 4 ( R i a u 5 1 J a m b i 6 1 Sumatra Selatan 7 Bengkulu I Lampung 8 I 9 DKI Jakarta 10 1 Jawa Barat 11 Jawa Tengah 12 1 DI Yogyakarta 13 1 Jawa Timur .I 14 1 B a l i 15 1 Kalimantan Barat 16 1 Kalimantan Tengah 17 1 Kalimantan ~elatanl 18 ( Kalimantan Timur 1 19 1 Sulawesi Utara 20 1 Sulawesi Tengah 21 Sulawesi Selatan 22 1 Sulawesi Tenggara 23 N T B N T T 24 1 25 1 M a l u k u 26 1 Irian Jaya I
1
1 1 1
I I I I I I I
I
I I I I I I
1 1 1
I
I
INDONESIA
i
10o.00
i
7910720
i
-
Keterangan
:
* SO dan S1 adalah jumlah lulusan tahun 1989
100,oo
i
3703623
i
1oo.oo
34346
i
42330
i
Tabel 4.10.
Jumlah Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Lanjutan Atas dan Perguman Tinggi Setiap Propinsi Tahun 1987
S M P
S D No
Unit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
S L T A
P T
Propinsi Daerah Istimewa Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat R i a u J a m b i Sumatra Selatan Bengkulu L a m p u n g D K I Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur B a l i Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Nusatenggara Barat Nusatenggara Timur M a l u k u IrianJaya
-
I N D O N E S I A
o,
Unit
%
Unit
%
Unit
%
2967 9268 4139 2905 2138 5368 1519 4242 3519 24523 22005 2323 22335 2697 3563 2542 2938 1971 2928 2297 7120 1666 2763 3785 2426 2037
2.02 6.32 2.82 1.98 1.46 3.66 1.04 2.89 2.40 16.73 15.01 1.59 15.24 1.84 2.43 1.73 2.00 1.34 2.00 1.57 4.86 1.14 1.89 2.58 1.66 1.39
501 1844 387 382 303 936 234 1051 1113 2369 2583 484 3135 456 556 268 298 332 520 350 850 272 245 490 348 255
2.43 8.93 1.87 1.85 1.47 4.53 1.13 5.09 5.39 11.47 12.51 2.34 15.19 2.21 2.69 1.30 1.44 1.61 2.52 1.70 4.12 1.32 1.19 2.37 1.69 1.24
199 740 161 120 101 302 84 397 534 900 961 224 - 1384 216 165 76 103 121 209 130 392 84 143 119 70 62
2.48 9.24 2.01 1.50 1.26 3.77 1.05 4.96 6.67 11.24 12.00 2.80 17.28 2.70 2.06 0.95 1.29 1.51 2.61 1.62 4.89 1.05 1.79 1.49 0.87 0.77
26 63 41 6 8 19 7 26 134 84 63 55 163 22 13 10 15 14 18 10 57 4 16 9 5 11
2.89 7.00 4.56 0.67 0.89 2.11 0.78 2.89 14.89 9.33 7.00 6.11 18.11 2.44 1.44 1.11 1.67 1.56 2.00 1.11 6.33 0.44 1.78 1.00 0.56 1.22
146558
100.00
20645
100.00
8010
100.00
900
100.00
Selain faktor-faktor di atas, menurut Anwar proses
pemiskinan di
diperhatikannya jaminan hak-hak
kurang
masyarakat, naan
KT1 disebabkan antara
(1993),
lain oleh
(enti tlemen t)
sehingga sering terjadi kegagalan kebijaksa-
(policy failure) dari program-program dan proyek-
proyek
pembangunan.
menimbulkan
dampak
Adanya negatif
proyek-proyek
pembangunan
terhadap masyarakat, yaitu
dengan hilangnya hak-hak mereka untuk memperoleh pendapatan mereka alam
di
masyarakat
yang biasa diperoleh dari
sekitar tempat tinggalf mereka
yang
sumber
sumberdaya sebenarnya
sudah memanfaatkannya turun temurun.
contoh, petani
peladang
yang
Sebagai
biasa memperoleh
sumber
pendapatan dari hutan, laut dan penambangan mineral secara tradisional, sekarang banyak yang kehilangan akses
terha-
dap sumberdaya tersebut, yang semula menjadi sumber pendapatannya, justeru menjadi hilang hak-haknya setelah pemerintah pusat memberikan konsesi-konsesi kepada para
inves-
tor, seperti Hak Pengusahaan Hutan dan konsesi penambangan) .
Dampak lain dari adanya program-program pembangunan
tersebut sering mengakibatkan berubahnya ekosistem khususnya
pada daerah-daerah yang rawan ekosistemnya.
contoh, sebelum adanya kerang
investor
Sebagai
(perikanan), produksi
lola di Saparua yang dipanen
sekitar 3-5 tahun
sekitar 1.500 kg/tahun, yang merupakan sustainable yield. Kondisi ini telah dijaga oleh masyarakat setempat melalui D
sistem kelembagaan yang ada dan telah berlangsung
sangat
lama. Namun, dengan adanya kebijaksanaan pemerintah pusat untuk memberikan kesempatan kepada investor dalam mengusahakan
kerang lola, menyebabkan produksi per
tahun
drastis menjadi hanya 800 kg/tahun. Keadaan ini
turun
disebab-
PBRTUMBUHAN BKONOMI DAN W S B N J A N G A N ANTAR DAERAH
kan karena pengusaha hanya menginginkan keuntungan maksimum dalam waktu singkat tanpa mengindahkan keadaan kelembagaan yang ada (Anwar, 1994). Padahal
dengan
rusaknya
ekosistem tersebut akan berdampak terhadap keuntungan yang dfperoleh pengusaha adalah, adanya
pada masa
mendatang.
Contoh
lain
HPH di Irian Jaya, dimana masyarakatnya
masih banyak yang bermatapencaharian sebagai pengumpul dan pemburu,
menyebabkan
mereka
kehilangan
sumber-sumber
penghidupannya. Adanya HPH menyebabkan berkurangnya flora I
(seperti matoa)
dan fauna (seperti babi)
akibat
adanya
penebangan hutan. Padahal mereka secara adat, bahwa lahan tersebut merupakan
tanah mereka (hak ulayat)
dan
telah
dijaga kelestariannya berdasarkan kelembagaan yang berlaku.
Dengan
tidak dijaminnya hak-hak ulayat
Jlokal, mereka
masyarakat
tidak mau memelihara sumberdaya lam yang
bersangkutan, yang pada gilirannya akan mengarah
kepada
terjadinya sistem pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat
terbuka (open acces resources).
akses
Sumberdaya
yang bersifat akses terbuka inipada akhirnya akan mengalami kerusakan. Padahal sumberdaya alam wilayah ini menjadi landasan penopang bagi jaminan keberlanjutan sistem ekonomi wilayah. Dari kasus-kasus di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa
seyogyanya pemerintah tidak
terlalu
campur
tangan dalam pengelolaan sumberdaya alam, akan
tetapi
kepada masyarakat
telah
menyerahkannya mempunyai pemerintah
setempat yang
pedoman berupa kelembagaan yang
ada.
yang diperlukan adalah bagaimana
Peranan
meningkatkan
sistem kelembagaan yang sudah ada, agar alokasi sumberdaya makin efisien. Untuk daerah-daerah KT1 yang rawan ekosis-
PBRTUMBUHAN EKONOMI DAN KESENJANGAN ANTAR DABRAH
temnya, pulau
seperti Propinsi Maluku yang terdiri dari
pulau-
yang kecil, seyogyanya eksploitasi sumberdaya alam
diarahkan kepada kegiatan yang tidak merusak
lingkungan,
sebagai contoh adalah ecotourism. Faktor lainnya yang menyebabkan rendahnya pertumbuhan perekonomian di KT1 adalah kurangnya sarana dan prasarana perekonomian, seperti j alan .
Namun Anwar (1993) menyata-
kan bahwa pembangunan sarana dan prasarana harus dilakukan secara bijaksana. Beberapa kasus menunjukkan bahwa bangungan
infrastruktur seperti' jalan-jalan menimbulkan
masalah bagi masyarakat setempat. Pembukaan baru
pem-
pada
daerah dimana masyarakat
jalan-jalan
mempunyai
kepemilikan yang lemah menyebabkan masyarakat
hak-hak
kehilangan
sumber pendapatannya. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya pembukaan jalan-jalan baru oleh HPH terutama
jalan
utama (main road), menyebabkan di kanan-kiri jalan
terse-
but
timbul
ladang berpindah yang
tidak
dimiliki oleh
masyarakat setempat tetapi oleh masyarakat kota dan karyawan HPH. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa proses jangan akan semakin melebar antara KT1 dan pembangunan Campur
KT1
tidak
dilaksanakan
tangan pemerintah
selektif, karena
apabila
KBI, apabila
secara
bijaksana.
seyogyanya dilakukan dilakukan
kesen-
secara
secara
salah akan
menimbulkan biaya sosial yang tinggi. Dari kasus-kasus di atas, maka
tindakan pemerintah
tindakan preventif
yang
diperlukan adalah
dengan mengetahui
terlebih dahulu
faktor-faktor penyebab pemiskinan di KTI, setelah itu baru tindakan kuratif. Namun terkadang pemerintah lebih mendahulukan tindakan kuratif, yang disebabkan kurangnya inforPERTUMBUHAN BKONOMI DAN KESBNJANGAN ANTAR DAERAH
masi mengenai faktor-faktor penyebab pemiskinan tersebut. Terting-
Sebagai contoh adalah pemberian dana Inpres Desa gal yang sebenarnya merupakan tindakan kuratif.
Tindakan pemerintah yang diperlukan selain yang telah disebutkan di atas adalah: (1) perimbangan
alokasi dana
pembangunan; ( 2 ) peningkatan kualitas sumberdaya manusia, melalui peningkatan pendidikan formal maupun informal; dan (3)
peningkatan
kuantitas
sumberdaya manusia
melalui
transmigrasi. I
Diharapkan bahwa pada masa mendatang pada saat perekonomian Indonesia membaik, seyogyanya pembangunan propinsi-propinsi di KT1 ditingkatkan, melalui alokasi dana baik DIP maupun Inpres yang lebih besar lagi.
Demikian juga
dengan mengadakan penggalian sumber-sumber penerimaan asli daerah
(PAD), seperti peningkatan keuntungan dari BUMD.
Diharapkan dengan pembangunan
adanya alokasi dana yang besar
KTI, pertumbuhan dan
(PDRB) antar
daerah dapat
pemerataan
dicapai
untuk
pendapatan
sekaligus.
Untuk
mengejar ketinggalan kemajuan pembangunan, maka diperlukan suatu perubahan pembangunan yang radikal yang menitikberatkan
pada
industrialisasi dengan
teknologi
tinggi.
Pemerintah diharapkan dapat membangun sarana dan prasarana ekonomi
untuk
industrialisasi teknologi
tinggi, untuk
menarik investor menanamkan modalnya di KTI.
Namun ha1
ini memang sangat dilematis. Pada jangka pendek
(minimum
20 tahun), di sisi yang satu, pembangunan industri
terse-
but akan meningkatkan pendapatan wilayah, sehingga kesenjangan
antara KT1 dan KBI akan menyempit. Di
sisi yang
lain, banyak kendala dan dampak negatif yang harus
diper-
PERTWBUHAN EKONOMI DAN KESBNJANGAN ANTAR DAERAH
hatikan, terutama: sangat besar,
(1)
hutang luar negeri
kita
sudah
sehingga lembaga-lembaga keuangan maupun
negara-negara donor akan berhati-hati didalam memberikan pinjamannya kepada Indonesia; (2) dengan kondisi kualitas sumberdaya manusia yang ada di KT1 saat ini, diprakirakan industri-industri tersebut akan merupakan
bahwa
sebuah
enclave, penduduk asli akan menjadi penonton saja. daan
ini
tidak akan meningkatkan
Kea-
pendapatan masyarakat
(penduduk lokal), yang lebih lanjut tidak akan memeratakan pendapatan masyarakatnya. Dengan begitu laman buruk
pembangunan industri di
pengalaman-penga-
KBI
akan
terulang
lagi; ( 3 ) dengan masuknya tenaga kerja dari luar KTI, yang diprakirakan sebagian besar berasal dari Jawa, akan menimbulkan masalah-masalah sosiologis, seperti misalnya Jawanisasi.
issue
Namun dengan adanya transfer teknologi dari
penduduk pendatang kepada penduduk asli dan ha1 ini membawa
manfaat
kepada penduduk asli, maka
akulturasi
tidak
akan menjadi masalah; dan (4) produk industri yang berorientasi ekspor wilayah bahwa
akan menyebabkan
terjadinya
kebocoran
(regional leakages). Beberapa kasus menunjukkan
kebocoran wilayah mencapai 60 - 70 % (Ditjen PHPA,
1993). Walaupun menghadapi kendala-kendala yang berat
dan
dampak negatif, namun pada jangka panjang, mega proyek ini merupakan
trigger bagi pertumbuhan sektor-sektor lainnya
.
terutama sektor agroindustri. Sehingga diharapkan, bukan hanya
pemerataan pendapatan wilayah antara KT1
yang dapat
dicapai, tetapi pemerataan
dan KBI
pendapatan
antar
golongan juga dicapai.
PBRTUMBUHAN BKONOMI DAN KBSBNJANGAN ANTAR DABRAH