IV. PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
Pertumbuhan ekonomi hampir selalu terkait dengan perubahan struktur ekonomi khususnya struktur produksi yang ditandai oleh menurunnya pangsa d a n meningkatnya pangsa
sektor
sektor pertanian
Walaupun terdapat persamaan pola
pertumbuhan dan
perubahan struktur produksi dalam jangka panjang, s e r i n g diternui p e r b e d a a n
PDB.
industri dalam
mengenai
besarnya
namun serta
kecepatan terjadinya perubahan. Perbedaan tingkat pertumbuhan
dan perubahan
struktur produksi antara lain disebabkan oleh perbedaan sumbangan sumber-sumber pertumbuhan dimana kebijaksanaan pemerintah
mempunyai
pertumbuhan pemerintah,
yang
peranan
penting.
Sumber-sumber
terdiri atas konsumsi
investasi, perdagangan
swasta dan
internasional dan
perubahan teknologi mempengaruhi pertumbuhan dari sisi permintaan. Tujuan utama bab ini yaitu menguraikan pertumbuhan dan perubahan struktur produksi ekonomi Indonesia dan sumber-sumbernya. perubahan terjadi
Dalam
rangkaian
pertumbuhan
dan
struktur prouksi ekonomi Indonesia didalamnya pertumbuhan
pertanian,
dan
perubahan
pangsa
sektor
industri pengolahan hasil pertanian
industri pengolahan
lainnya.
dilanjutkan dengan uraian
Oleh
karena
itu
serta uraian
tentang pertumbuhan
dan
perubahan
struktur sektor
pertanian,
pertumbuhan sektor pertanian, pertanian
dan
industri
sumber-sumber
industri pengolahan hasil
lainnya.
Dalam
mencapai
pertumbuhan dan perubahan struktur produksi tersebut dilakukan berbagai kebijaksanaan pemerintah antara lain kebijaksanaan substitusi impor dan orientasi ekspor. Pelaksanaan Kebijaksanaan Substitusi Impor
4.1.
dan Orientasi Ekspor
Analisis dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua periode yaitu periode kebijaksanaan substitusi impor (1971-1985) dan periode kebijaksanaan orientasi ekspor (1985-1990). Indikator pelaksanaan kedua kebijaksanaan
tersebut tingkat
akan ditunjukkan keswasembadaan
dengan
mengukur
sufficiency
ratio)
disingkat SSR dan tingkat ketergantungan ekspor
(export
dependency
(self
pertama,
ratio) disingkat
sumbangan substitusi impor
EDR.
Kedua,
mengukur
(SI) dan perkembangan ekspor
(EE) sebagai sumber pertumbuhan output. Tingkat perbandingan
keswasembadaan antara
negeri dengan ketergantungan
produk
permintaan ekspor
yang
yaitu
dihasilkan
didalam
negeri.
angka didalam Tingkat
(EDR) yaitu perbandingan antara
ekspor dengan total output. (SI) dan perkembangan ekspor
output
(SSR)
Sumbangan substitusi impor (EE) terhadap pertumbuhan
dihitung dengan metoda
dekomposisi seperti
diuraikan dalam bab metodologi. Pembahasan tentang pelaksanaan kebijaksanaan substitusi impor dan orientasi ekspor dilakukan dengan tarlebuh dahulu menggambarkan tentang impor dan ekspor baik dalam periode substitusi impor (1971-1985) maupun dalam periode orientasi ekspor pelaksanaan
kedua
(1985-1990).
kebijaksanaan
Selanjutnya
tersebut
dianalisis
d e n g a n menggunakan t o l o k ukur t i n g k a t keswasembadaan (SSR) dan Kontribusi
tingkat kedua
ketergantungan
kebijaksanaan
ekspor
(EDR).
tersebut terhadap
pertumbuhan dapat dianafisis dengan mengukur
komponen
substitusi impor (SI) dan perkembangan ekspor (EE) dalam pertumbuhan output. Tabel lampiran 6 . sampai dengan tahun 711.104
1985,
juta menjadi Rp.
sebesar 9 4 persen sampai
1985,
bagian
paling
menunjukkan dari tahun 1971
12.382.766
selama
pangsa besar
i m p o r m e n i n g k a t d a r i Rp.
14 tahun.
impor sektor yaitu
juta atau meningkat Dari tahun
1971
sekunder menduduki
berkisar
antara
83
persen
sampai dengan 88 persen, sedangkan sektor primer relatif kecil dan cenderung meningkat. oleh pangsa
Peningkatan disebabkan
impor sektor pertambangan dan penggalian,
sedangkan pangsa impor sektor pertanian relatif stabil. D a l a m p e r i o d e k e b i j a k s a n a a n ori.entasi e k s p o r , pangsa
impor sektor primer
meningkat.
Peningkatan
disebabkan baik oleh sektor pertambangan maupun sektor
pertanian.
Pangsa
impor
sektor
sekunder mengalami
penurunan. Impor menurut
golongan barang disajikan dalam
lampiran tabel 6a. Dari tahun 1971 sampai dengan tahun 1985, pangsa
impor paling
berkisar antara
4 0 persen
besar
persen.
Pangsa
bahan
d e n g a n 48 persen,
kecenderungan yang relatif stabil. impor barang modal
adalah
berkisar
baku
dengan
Urutan kedua yaitu
antara 29 persen d a n
impor barang
44
konsumsi menunjukkan
penurunan yaitu dari 13 persen pada tahun 1971 menjadi 5 persen pada tahun 1985. Dalam periode kebijaksanaan substitusi impor pangsa impor sektor sekunder relatif
besar.
Dilihat
dari
golongan barang, dimana sebagian besar dari impor adalah bahan baku,
maka dapat disimpulkan bahwa
sekunder yang
relatif besar
merupakan
impor sektor bahan
baku.
Mengingat bahwa diantara bahan baku bagi sektor industri adalah barang hasil sektor pertanian, maka impor bahan baku
yang
relatif
besar
merupakan
indikasi
lemahnya
keterkaitan kebelakang antara sektor industri d e n g a n sektor pertanian didalam negeri. Impor barang modal yang relatif besar, dihubungkan dengan pangsa impor sektor pertanian yang relatif rendah d a n pangsa
impor sektor sekunder yang relatif besar,
maka
barang
impor
modal
sebagian besar
mengalir
ke
sektor sekunder. Dengan demikian investasi d i s e k t o r
pertanian relatif kecil. Disamping impor barang modal yang mengalir k e s e k t o r pertanian relatif kecil, data penanaman modal dalam
negeri maupun
menunjukkan
asing
proporsi
yang
relatif kecil bagi sektor pertanian dibandingkan sektor lainnya.
Penanaman modal
dalam
negeri untuk
sektor
pertanian yang t e l a h disetujui pemerintah d a r i t a h u n 1967 sampai dengan tahun 1985 berkisar antara 11 persen sampai dengan 22 persen, sedangkan penanaman modal asing antara 2 persen dan 9 persen d a n 38).
(lihat tabel lampiran 37
Dapat disimpulkan bahwa
investasi d i s e k t o r
pertanian relatif kecil, sehingga kurang dipacu untuk menghasilkan output yang memadai untuk mensuplai bahan baku yang relatif besar bagi sektor industri. demikian dapat
disimpulkan
impor t i d a k dimulai
bahwa
periode
dengan membina
Dengan
substitusi
dan meningkatkan
keterkaitan sektor industri dengan sektor pertanian. Dari
tahun
disajikan dalam baku
Keadaan
pangsa
dan pangsa ini
meningkatkan
1990 seperti
lampiran tabel 6a, pangsa
meningkat,
menurun
1985 sampai dengan
impor barang
impor bahan
modal
relatif
impor barang konsumsi menurun.
menggambarkan
ekspor,
bahwa
dalam
ketergantungan Indonesia
rangka kepada
luar negeri masih besar terutama dalam ha1 pengadaan bahan baku dan barang modal. Hal ini disebabkan karena baik
sektor pertanian
maupun
industri dalam
negeri
kurang mampu bersaing dengan luar negeri dalam pengadaan bahan baku dan barang modal, diduga karena ekonomi biaya tinggi
.
Perkembangan ekspor menurut sektor disajikan pada tabel lampiran 7. Dari tahun 1971 sampai dengan tahun 1980, pangsa
ekspor didominasi
oleh sektor primer
terutama didukung oleh pangsa sektor pertambangan penggalian. menurun,
dan
Dari tahun 1980 pangsa ekspor sektor primer
sementara itu pangsa ekspor sektor sekunder
meningkat pesat,
antara
lain didukung oleh subsektor
pengolahan hasil pertanian. Setelah diperoleh gambaran tentang ekspor dan impor baik dalam periode kebijaksanaan substitusi impor maupun dalam
periode
kebijaksanaan orientasi
ekspor,
maka
selanjutnya kedua kebijaksanaan tersebut akan dianalisis dengan menggunakan tolok ukur di tingkat keswasembadaan (SSR) dan tingkat ketergantungan ekspor (EDR). T a b e l 3 menunjukkan bahwa dari tahun 1971 s a m p a i dengan 1985 sektor primer menunjukkan angka SSR tinggi. Keadaan
ini menggambarkan
bahwa
sektor primer,
baik
sektor pertanian maupun pertambangan dan penggalian, mampu mencukupi hampir seluruh permintaan dalam negeri. Dari
tahun 1971 sampai dengan
sekunder
menunjukkan
1980 SSR di
penurunan.
sektor
Keadaan
ini
menggambarkan bahwa d i sektor sekunder kebijaksanaan s u b s t i t u s i impor kurang berhasil,
Subsektor industri
pengolahan hasil pertanian menunjukkan SSR paling tinggi diantara
sektor sekunder dan
cenderung
meningkat,
sedangkan di subsektor industri lainnya dimana termasuk subsektor industri berat menunjukkan SSR paling rendah, Takl 3
: Ekspor D e p e n d m y R a t i o CEOR) dan S e l f S u f f i c i m c y R a t i o (SSR) Menurut Sektor.
Tahul 1971.
1975.
?980, 1985, d.n 1990.
--
1971
1975
1980
1985
1990
S e k t o r
I. PRIMER
SSR
Pertanian
12.75 7.65
98.88 98.91
2.
Pert-ngan
36.08
98.03
3.60
71.40
3.77 2.49 4-99
85.74 46.82 95.79
4.19
97.82
7.33
90.33
2. 3.
Hasil Pertanian l n d u s t r i lainnya l n d u s t r i Migas
TERTIER Semm Sektor
Sunber : Oiolah d a r i Tabel 1-0, Xet.
EDI
1.
11. SEKUUOER 1. l n d u s t r i Pengotahan
111.
EDI
1971.
1975,
1980.
SSR
EDR
SSR
EOR
SSR
EOR
SSR
1985. dan e s t i a a s i 1990.
: EDR = export depedemy r a t i o = (export / cutput) x 100 X SSR = s e l f s u f f i c i e n c y r a t i o = 1 < i n p a r t ) / ( p e r m i n t s a n atara c perninraan a k h i r
-
-
ekspor)
Dari t a h u n 1 9 8 5 s a m p a i dengan 1990, SSR s e k t o r pertanian
menunjukkan
penurunan,
sedangkan
sektor
sekunder menunjukkan peningkatan. Kemampuan ekspor ditunjukkan oleh angka EDR. Dari tahun 1971 sampai 1985 sektor pertambangan menunjukkan EDR paling besar walaupun cenderung menurun.
Dari tahun
1971 sampai dengan 1980 sektor pertanian menunjukkan EDR
meningkat, sedangkan dari tahun 1980 sampai dengan 1985 menunjukkan penurunan. Sektor sekunder menunjukkan EDR yang
relatif meningkat.
t a h u n 1990 E D R menurun,
Dari tahun 1985 sampai dengan
sektor pertambangan
sementara
itu
sektor
dan pertanian
sekunder menunjukkan
peningkatan. D a r i u r a i a n d i d e p a n d a p a t d i s i m p u l k a n bahwa kebijaksanaan substitusi impor relatif berhasil
dalam
mengembangkan industri ringan terutama yang menghasilkan barang
konsumsi.
Hal
ini ternyata dari pangsa
impor
barang konsumsi yang semakin menurun. Pangsa impor bahan baku
d a n barang-barang
modal
yang
relatif
besar
menunjukkan tidak berkembangnya keterkaitan ke belakang antara sektor industri dengan sektor pertanian. Sektor pertanian dan pertambangan menunjukkan kemampuan swasembada yang relatif besar. Sementara itu sektor
sekunder
terutama
subsektor
industri
lainnya
dimana termasuk industri berat menunjukkan kemampuan swasembada yang relatif kecil. Dalarn masa orientasi ekspor EDR sektor sekunder menunjukkan peningkatan peningkatan
subsektor
antara
lain didukung
industri
pengolahan
oleh hasil
pertanian. Besar
komponen
perkembangan ekspor
substitusi
impor
(SI) dan
(EE) dalam pertumbuhan output yang
dianalisis dengan metode dekomposisi merupakan
praksi
dari
pelaksanaan
kebijaksanaan
substitusi
impor
dan
orientasi ekspor. Tabel
4
: K o n t r i b u s i s u b s t i t u s i i m p o r (SI) d a n perkembangan ekspor (EE) terhadap pertumbuhan output Indonesia SI
Tahun
EE
-
Sumber : Diolah dari data 1-0 1971,1975,1980,1985 dan perkiraan 1990
Tabel
4
menunjukkan
bahwa
kebijaksanaan substitusi impor (1975 subsitusi meningkat,
impor
Dalam
periode
-
periode
1985) kontribusi
(SI) terhadap pertumbuhan
sedangkan dalam
orientasi ekspor
dalam
(1985
yang
-
output
periode kebijaksanaan
1990) kontribusi
sama perkembangan
SI menurun. ekpsor
(EE)
menurun, kemudian meningkat. Dilihat dari pertumbuhan output secara keseluruhan, k e b i j a k s a n a a n substitusi impor memberikan kontribusi sesuai dengan yang diharapkan, ternyata dari kontribusi SI yang meningkat dalam periode tersebut.
Namun
demikian
apabila
kontribusi perkembangan diperoleh
gambaran
ekspor
bahwa
dihubungkan (EE) yang
periode
dengan
menurun maka
kebijaksanaan
substitusi
impor bukan
memperkuat
merupakan
perekonomian dalam
periode
persiapan
negeri untuk
mampu
bersaing d i pasar internasional seperti dikemukakan oleh Kubo (1986). Kontribusi substitusi impor (SI) d a n perkembangan ekspor
(EE) dalam pertumbuhan
output sektor industri
disajikan dalam tabel 5. Tabel
5
: Kontribusi substitusi impor (SI) d a n perkembangan ekspor (EE) terhadap pertumbuhan output sektor industri
Industri pengolahan hasil pertanian Tahun
SI
Industri lainnya SI
EE
EE
Sumber : Diolah dari data 1-0 1971,1975,1980,1985 dan perkiraan 1990. Pada periode kebijaksanaan substitusi impor di
subsektor
industri pengolahan
(1971-1985)
hasil pertanian
menunjukkan kontribusi substitusi impor (SI) dengan pola mula-mula
tinggi,
kemudian
menurun
dan
selanjutnya
meningkat, sedangkan kontribusi perkembangan ekpsor (EE) menunjukkan pola meningkat.
Di
subsektor
industri
pengolahan lainnya dafam periode yang sama menunjukkan pola peningkatan kontribusi substitusi impor peningkatan perkembangan
ekspor
(EE).
Pada
(SI) dan
periode
orientasi ekspor industri
(1985-1990) baik pada
pengolahan
hasil
pertanian
subsektor
maupun
industri
lainnya menunjukkan penurunan kontribusi SI tetapi tidak diimbangi oleh kenaikan kontribusi perkembangan ekspor
(EE). Dengan menggunakan data tabel 5 dapat digambarkan pola urutan kebijaksanaan substitusi impor dan orientasi e k s p o r seperti disajikan pada
gambar
6 bagian
bawah
menunjukkan pola urutan kebijaksanaan substitusi impor dan
orientasi
ekspor
industri
pengolahan
hasil
pertanian, sedangkan bagian atas industri lainnya. Angka
I adalah periode 1971-1975,
I1 perfode
1975-1980,
periode 1980-1985 dan IV periode 1985-1990.
111
Dengan kata
lain I, 11, I11 merupakan periode substitusi impor, IV periode orientasi ekspor. Kebijaksanaan substitusi impor dan orientasi ekspor pada
industri pengolahan hasil pertanian menunjukkan
pola
substitusi impor yang kuat d a n orientasi ekspor
yang
kuat,
dilanjutkan
dengan
substitusi
lemah tetapi tidak diikuti oleh orientasi kuat.
impor yang ekspor yang
Gambar 6 : Pola urutan kebijaksanaan substitusi impor (SI) dan orientasi ekspor (EE) industri pengolahan hasil pertanian dan industri lainnya di Indonesia.
Gambar 7 : Pola urutan kebijaksanaan substitusi impor (SI) dan orientasi ekspor (EE) sektor industri di beberapa negara. * ) *)
Sumber : Chenery, et a L (1986)
Kebijaksanaan substitusi impor dan orientasi ekspor pada
industri lainnya menunjukkan substitusi impor yang
semakin kuat disertai dengan
orientasi
ekspor yang
relatif kuat, dilanjutkan dengan substitusi impor yang lemah tetapi tidak diikuti oleh
orientasi ekspor yang
kuat . Dapat disimpulkan bahwa pola urutan kebijaksanaan menunjukkan bahwa periode kebijaksanaan substitusi impor t i d a k mempersiapkan industri u n t u k mampu bersaing d i perdagangan internasional. Gambar 7 menunjukkan pola urutan kebijaksanaan substitusi
impor
pertumbuhan output
dan
orientasi
industri di
ekspor
negara
terhadap
sampel hasil
penelitian Kubo (1986). Bagi negara-negara Israel, Korea d a n Taiwan pola menunjukkan
urutan
kebijaksanaan
dengan
bahwa substitusi impor dilanjutkan pesat.
Pola
dengan
tersebut
peningkatan
ekspor
menggambarkan
bahwa periode kebijaksanaan substitusi
impor merupakan
yang
jelas
periode persiapan untuk meningkatkan
kemampuan bersaing dipasar internasional.
Pola tersebut
berbeda dengan keadaan d i Indonesia. 4.2.
Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Ekonomi Indonesia
Tingkat pertumbuhan P D B dalam kurun waktu 1971 1990 sangat berfluktuasi,
-
d i mana tingkat pertumbuhan
PDB tertinggi terjadi pada tahun 1973 yaitu sebesar 13.5 persen d a n tingkat pertumbuhan t e r e n d a h terjadi pada t a h u n 1 9 8 2 yaitu resesi ekonomi. 7,s
persen
sebesar 0,3
persen,
karena
terjadi
Pertumbuhan PDB tinggi yaitu rata-rata
terjadi dalam kurun waktu
1971
-
1981,
sedangkan pertumbuhan P D B rendah yang ditunjukkan oleh a n g k a rata-rata 1982
-
5,8 persen terjadi dalam kurun waktu
1987 (tabel lampiran 8).
Struktur produksi mengalami perubahan yang beragam dalam k u r u n waktu
1971
-
1990.
Pangsa sektor primer
mengalami penurunan yang cukup berarti dari tahun 1971 s a m p a i d e n g a n t a h u n 1981,
sedangkan dari
tahun
1981
sampai dengan tahun 1990 terjadi penurunan pangsa yang lebih
lambat.
Pangsa
sektor sekunder menunjukkan
peningkatan yang relatif lambat. Dalam kurun waktu 1971
-
1981 terjadi peningkatan
pengolahan
dari
sedangkan dalam peningkatan
6,l
persen
kurun w a k t u
dari
pangsa
menjadi
-
1981
11,O persen
karena minyak dan g a s bumi
sektor 11.0
industri persen,
1990 menunjukkan
menjadi
menurun
12,3
persen,
yang diimbangi
peningkatan sektor industri. Perubahan pangsa sektor tertier k u r u n waktu
1971
-
1981 menunjukkan
31,2 persen rnenjadi 35,4 persen meningkat
menjadi
terhadap PDB dalam
39,5 persen.
peningkatan dari
dan pada
tahun
Perubahan
1990
sruktur
produksi tersebut dapat dilihat pada tabel lampiran 9
dan gambar 8. Penurunan pangsa sektor primer dalam periode pertumbuhan tinggi 1971 menurunnya
pangsa
-
1981 terutama disebabkan oleh
sektor pertanian
persen menjadi 24,14 persen, pertumbuhan lambat 1981 primer
terutama
pertambangan 17,31
-
yaitu
sedangkan
disebabkan menurunnya
Demikian
primer pada periode
34,64
dalam periode
1987 penurunan pangsa sektor
dan penggalian dari 22.84
persen.
dari
pula
halnya
pangsa
sektor
persen menjadi
penurunan
sektor
1987-1990 m a s i h t e t a p didominasi
oleh penurunan sektor pertambangan dan penggalian. Perubahan struktur produksi dapat pula diukur dari perubahan
pangsa
nilai tambah yang
dengan pangsa tenaga kerja
erat hubungannya
s e t i a p sektor.
Terdapat
perbedaan arah dan besar perubahan pangsa nilai tambah untuk setiap sektor dari tahun 1971 sampai dengan 1990. Pada masa pertumbuhan cepat (1971-1980), dalam periode kebijaksanaan
substitusi
impor,
pangsa
nilai
tambah
sektor pertanian mula-mula meningkat, kemudian menurun dengan cepat. Sebaliknya
pada masa
pertumbuhan
rendah
(1980-1985) pangsa nilai tambah sektor pertanian menurun relatif lambat. Pada masa kebijaksanaan orientasi ekspor pangsa nilai tambah sektor pertanian menurun relatif lambat. Berbeda dengan sektor pertanian, pangsa nilai tambah
&tor
industri
pada
masa
kebijaksanaan
Gambar 8
: Perubahan S t r u k t u r Produksi Ekonomi Tahun 1 9 7 t - 1990
Indonesia
substitusi impor mula-mula menurun, kemudian meningkat relatif cepat.
Pada masa kebijaksanaan orientasi ekspor
pangsa nilai tambah sektor industri meningkat
relatif
lambat. Perubahan pangsa nilai tambah erat kaitannya dengan pangsa tenaga kerja menurut
sektor.
P e r u b a h a n pangsa
nilai tambah setiap sektor terjadi karena tingkat pertumbuhan
y a n g berbeda
sebagai
akibat
intensitas
sumber-sumber pertumbuhan yang berbeda. Tabel 6 mengungkapkan bahwa dari tahun 1971 sampai dengan tahun 1990, telah terjadi perubahan pangsa nilai tambah disertai perubahan pangsa tenaga kerja disetiap sektor.
D i sektor pertanian terjadi penurunan pangsa
nilai tambah lebih cepat dari penurunan pangsa tenaga kerja. Sebaliknya, di sektor industri peningkatan pangsa nilai t a m b a h lebih cepat dari peningkatan kesempatan kerja. Dengan demikian, terjadi ketimpangan antara pangsa nilai tambah dan pangsa tenaga kerja di sektor pertanian dibandingkan dengan sektor industri. Di sektor pertanian terdapat
pangsa
nilai
tambah
dibandingkan dengan pangsa sektor industri pangsa
yang
relatif
tenaga kerja,
kecil
sedangkan d i
nilai tambah dan pangsa tenaga
kerja relatif seimbang. Usaha untuk mengurangi ketimpangan tersebut, yaitu dengan meningkatkan produktivitas tenaga kerja d i sektor
pertanian, dengan demikian nilai tambah
Tabel 6
akan meningkat.
: S t r u k t u r N i L a i T a m b A dnn K e s e n v m t u l K e r j a M n r r r u t S e k t o r T a h m ?971. 1975. 190. 1905. Qn 1990. ( D a l w persentase)
1971
1975
1980
1985
I990
S E K T O R NT
TU
YT
TC
UT
TU
UT
TK
YT
TK
12.1
6.5
11.0
9.3
10.3
9.6
15.6
8.2
16.5
13.3
6.7
4.7
6.0
5.9
6.6
6.8
7.5
6.5
6.6
10.5
3.9 1.5
1.5 0.3
4.3 0.7
3.4 0.03
3.5 0.20
2.8 0.01
3.7 4.40
1.7 0.01
5.3 4.60
2.7 0.10
45.6
29.1
41.1
28.7
39.4
31.4
46.5
35.0
49.9
28.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
1DO.O
100.0
100.0
100.0
100.0
I. PRIMER 1. P e r t m i a n : T-n Bahan Makanan PerkcbuMn Peternakan Kehutanan
-
Perikanan
2. Pert-ngan Perrgga 1ia n 11.
L
SEKUMDER l n d v s t r i Pengalahan Hasil Pertanian 2. I n b s t r i L a i m y a
1.
Tanp. M i g a r
3. lndvstri M i g a n 111.
TERTlER T O T A L
Sunber : D i a l a h d a r t T a b e l 1-0. Ket.
Di
1971, 1975, 1980. 1985. BPS.
D a t a t a h v l 1990, n r r - k a n : MT = U i l a i t m h . TK
lain pihak
data rstimesi.
= Tcnaga k e r j a .
sektor
industri diarahkan untuk
lebih
mampu menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian. Pertumbuhan dan perubahan struktur produksi dapat d i b a h a s melalui pendekatan perubahan permintaan
alokasi sumber d a y a y a i t u
yang terdiri atas konsumsi swasta,
konsumsi
pemerintah,
investasi,
perdagangan
internasional yang terdiri atas perkembangan ekspor dan substitusi impor dan perubahan teknologi. Dengan menganalisis sumber-sumber pertumbuhan dapat diketahui sektor atau komoditi mana pangsa
tinggi
keseluruhan dan sumbangannya.
atau
rendah
yang
terhadap
sumber pertumbuhan
mempunyai
pertumbuhan
apa yang
besar
Secara terinci sumber-sumber pertumbuhan
yang terdiri atas konsumsi swasta, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap,
perubahan
stok, perkembangan
ekspor, substitusi impor dan perubahan teknologi dapat diketahui sumbangannya baik terhadap pertumbuhan output keseluruhan, sektoral maupun komoditi. 4.3.
Sumber-sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi dapat dianalisis melalui
pangsa
pertumbuhan
pertumbuhan
sektor-sektor
total dan melalui sumber-sumber
terhadap
pertumbuhan
dari sisi permintaan yang terdiri atas permintaan dalam negeri, perdagangan luar negeri dan perubahan teknologi. Permintaan dalam negeri dirinci menjadi konsumsi swasta (KS) , konsumsi pemerintah
(KP) , pembentukan modal tetap
( M T ) , dan pembentukan stok (PS). Perdagangan luar negeri
dirinci atas perfkernbangan ekspor
(EE) dan substitusi
impor (SI). Tabel 7 menyajikan sumber-sumber pertumbuhan output
sektor-sektor kebijaksanaan tingggi
terhadap pertumbuhan substitusi
(1971-1980).
total.
impor periode
pangsa
pertumbuhan
Pada
pertumbuhan
sektor primer
paling besar dibandingkan dengan sektor-sektor yaitu
lebih d a r i
menurun,
38 persen.
Pangsa
masa
lainnya,
sektor pertanian
sementara itu pangsa sektor pertambangan dan
penggalian
c e n d e r u n g meningkat.
kebijaksanaan substitusi pertumbuhan
sektor
Dalam
periode
ini,
impor kurang merangsang
industri,
terutama
industri
pengolahan hasil pertanian. Pada masa kebijaksanaan substitusi impor, periode pertumbuhan rendah (1980-1985) pangsa pertumbuhan sektor primer menurun tajam terutama disebabkan oleh penurunan sektor
pertambangan
secara
relatif
dan
dapat
penggalian. meningkat
Sektor
pangsanya
mengimbangi penurunan pangsa sektor primer. pangsa
industri untuk
Peningkatan
sektor industri didukung oleh peningkatan
industri pengolahan
hasil pertanian
dan
industri
lainnya. Masa
kebijaksanaan
orientasi ekspor,
yaitu
kebijaksanaan yang ditujukan kepada peningkatan ekspor terutama
ekspor
nonmigas.
Sektor
primer
menunjukkan
peningkatan, terutama disebabkan oleh peningkatan sektor pertanian.
Sektor industri relatif menurun dibandingkan
p e r i o d e sebelumnya, t e t a p i industri pengolahan h a s i l pertanian relatif meningkat.
Tabel 7
Pangsa Pert-m Outprt Sektor-sektor t e r h d a p P e r t u r M m Total. Tahm 1971 1990.
-
Pert mian PertwdsmgM & Pensgalinn
I l l . UTILITY IV.
JASA
100.0
T O T A L S-r
100.0
100.0
100.0
: Diolah d a r i Tabel 1-0 Indonesia, 1971, 1980. 1985. BPS. Data 1990 adalah h s s i l estimasi.
Kebijaksanaan substitusi impor selalu dibarengi dengan menerapkan berbagai proteksi, antara lain dalam bentuk
tarif
impor m a u p u n
rintangan non tarif yang
bertujuan untuk melindungi atau mengembangkan industri dalam negeri yang diarahkan kepada pemenuhan permintaan dalam negeri Tabel substitusi
. 8
mengungkapkan
impor
tidak berubah.
(1971-1985)
bahwa
dalam
investasi
Perkembangan ekspor
periode
( M T ) relatif
(EE) dari tahun 1971
sampai dengan 1980 cenderung meningkat, sedangkan dari tahun
1980
sampai
tahun
1985
menurun.
Perubahan
teknologi
(PT) relatif kecil
pertumbuhan.
Substitusi
peningkatan,
bahkan
kontribusinya
terhadap
sumbangannya
impor
dalam
terhadap
(SI) menunjukkan
periode
pertumbuhan
1980-1985
melampaui
ekspor
(EE) Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan substitusi
impor tidak memacu
investasi
(MT) maupun perubahan teknologi (PT) untuk berkembang. Peningkatan ekspor
(EE) dari tahun 1971-1985
terutama
disebabkan oleh peningkatan ekspor minyak dan gas bumi, sementara
itu
menunjukkan
ekspor
dari
perkembangan
sektor
yang
industri
berarti,
tidak
Keadaan
ini
ssjalan dengan penelitian Bela Balassa tentang praktek tarif di Amerika Latin dan Asia. negara-negara
yang mempunyai
Dikemukakan bahwa pada
tingkat proteksi
tinggi,
perusahaan kurang terangsang untuk mengadakan perubahan teknologi, malahan kualitas produkpun menjadi turun. Dalam keadaan yang demikian perusahaan masih mendapatkan keuntungan yang relatif tinggi, karena kecilnya pasar dalam
n e g e r i dalam
mengantarkan
pengertian
beberapa
rendahnya
industri k e
daya
posisi
beli,
monopoli.
Proteksi yang tinggi cenderung menumbuhkan biaya ekonomi tinggi, d a n secara tidak langsung d a p a t pula m e n e k a n pertumbuhan sektor pertanian.
(Hasibuan, 1986)
Tabel 8
S-r-sunber
Tahm
P e r t w a n Output
SI
P e r t w a n Output Indonesia.
-
1990.
S-r
-
PT
KS
Tahun 1971
Sunber Pert-an MT
KP
EE
PS
TOTAL
Sunber : Diolah d a r i Tabel Input-Output Indcmesla Tahun 1971. 1915. 1980. 1985, den tWO h a s i l estimasi. %PS. Ket. : SI = Subbtituri Ilnpor MT = Pentmtukan M o d a l PT = Perubahan Tekmlogi PS = P-than Stok KS = K ~ n ~ t m s Suasta i EE o Perkcnbangan Ekspor KP = Kens-i P-rintah
Pada masa orientasi ekspor (1985-1990), pertumbuhan modal
tetap
( M T ) berkembang pesat.
Untuk meningkatkan
ekspor di.perlukan dukungan impor barang-barang bahan
baku maupun bahan penolong.
oleh substitusi impor
(SI) yang
Hal
kapital,
ini ditunjukkan
berubah tanda menjadi
negatif. Pangsa pertumbuhan output sektor primer terhadap pertumbuhan total menurun mulai tahun 1980. Dalam masa perturnbuhan
tinggi
(1971-1980),
pangsa
pertumbuhan
sektor primer relatif stabil dibandingkan dengan masa pertumbuhan
rendah
(1980-1985).
sektor pertanian menurun,
Pangsa
pertumbuhan
sedangkan sektor pertambangan
meningkat. penurunan
Dalam masa tajam
penggalian,
pertumbuhan rendah terjadi
pangsa
sementara
pertumbuhan itu pangsa
pertambangan
pertumbuhan
dan
sektor
industri meningkat. Pertumbuhan dan Perubahan Struktur
4.4.
Produksi Sektor Pertanian Dalam masa pertumbuhan tinggi (1971-1980).
seperti
terlihat pada Tabel 9, tingkat pertumbuhan PDB sektor pertanian atas dasar harga konstan 1983 berkisar antara 3,6 persen dan 3,s persen. Terutama bahan makanan dengan
tingkat
pertumbuhan
dibandingkan
subsektor
pertumbuhannya peternakan
tinggi
relatif
menurun
dan
lainnya. rendah,
tajam,
relatif
Kehutanan
tingkat
stabil tingkat
pertumbuhan
sedangkan perkebunan
dan
perikanan meningkat. P a d a masa pertumbuhan rendah (1980-1985). hampir semua
subsektor mengalami
peningkatan
terkecuali kehutanan yang mengalami Dalam
masa
pertumbuhan,
penurunan tajam.
kebijaksanaan orientasi ekspor,
semua
subsektor menunjukkan tingkat pertumbuhan lebih tinggi dari
t i n g a k a t pertumbuhan
t a n a m a n bahan makanan tajam.
Oleh
mengalami
karena
sektor
pertanian,
kecuali
yang mengalami penurunan c u k u p
itu s e t i a p subsektor pertanian
pertumbuhan
yang
berbeda,
baik
pada
masa
kebijaksanaan substitusi impor maupun orientasi ekspor.
Hal
ini menyebabkan
produksi. terhadap
terjadinya
perubahan
struktur
Pangsa subsektor t a n a m a n bahan makanan PDB
sektor
pertanian
mengalami
peningkatan
dalam masa kebijaksanaan substitusi impor dan merupakan pangsa terbesar diantara subsektor menunjukkan
subsektor
lainnya.
peningkatan pangsa
Semua
kecuali
subsektor kehutanan. Tabel 9
: T i n g k a t P e r t m h h a n PDB S e k f o r P e r t a n i a n H e n u r u t S u b r e k t o r , Tahun 1971 1990 A t a s D a s a r n a r g a K o n r t u i 1983 ; X
-
).
---
-
1971-1975 1975-1980 1980-1985 1985-1990
SUBSEKTOR T a m n Bahan Yakanan
4.3
3.9
L.1
2.6
Peternakan
6.0
1.4
5.8
3.6
Perik a ~ n
2.3
5.3
3.7
1.8
3.6
3.8
3.4
3.2
PERTANIAN
S u n k r : Pendapatan Yasional
Indonesie,
T a h v l 1975
-
1991. BPS.
Struktur produksi sektor pertanian disajikan dalam Tabel 10
pada tahun 1971, pangsa tanaman bahan makanan
terhadap
PDB
sektor
pertanian
menduduki
urutan
tertinggi, kedua perkebunan, ketiga kehutanan, keempat peternakan d a n urutan terakhir perikanan.
Dari t a h u n
1971 sampai dengan tahun 1980 terjadi perubahan besarnya pangsa
setiap sektor,
tetapi
tidak mengubah
urutan
s t r u k t u r produksi.
Pada tahun
1985 semua subsektor
pertanian menunjukkan peningkatan pangsa terhadap PDB, k e c u a l i kehutanan.
Dengan demikian struktur produksi
sektor pertanian pada tahun 1985 dan 1990 menunjukkan urutan pertama tanaman bahan makanan, kedua perkebunan, ketiga
peternakan.
keempat
perikanan
dan
terakhir
kehutanan. Peningkatan pangsa
subsektor peternakan
perikanan memberikan gambaran pergeseran
pertumbuhan
kearah
e l a s t i s permintaannya. pengalaman beberapa perubahan
Hal
bahwa
telah terjadi
subsektor yang
ini ada
dan
persamaan
lebih dengan
negara Eropa yang berhasil dalam
struktur sektor pertaniannya,
yaitu melalui
pergeseran struktur produksi kearah komoditi yang lebih elastis permintaannya. Kurun waktu 1983-1990 merupakan masa deregulasi dengan sasaran meningkatkan tingkat pertumbuhan melalui ekspor
n o n m i g a s s e b a g a i andalan.
Pada masa
itu P D B
mengalami peningkatan terutama tahun 1983, 1989 dan 1990 berturut-turut persen
;
sebesar
sebesar 8,85 persen, 7,54 persen dan 7,37
dimana sektor pertanian mengalami pertumbuhan 3.6
persen.
Subsektor
perkebunan
besar
menunjukkan tingkat pertumbuhan pesat, yaitu 9.5 persen, sedangkan paling 11).
kehutanan
menunjukkan
rendah, yaitu 0.3
persen
tingkat
pertumbuhan
(lihat tabel lampiran
label 10
Pangsa Subsektor terhsdap PDB Sektor P e r t a n i a n Atss Dasar naraa K o n s t m 1983 ( D a l a a Persen).
6.7
P e r i kanan
6.4
6.8
Sunber : D i o l a h d a r i pendapatm Uasional I n d o n s i a .
7.0
BPS,
7.5
1Wl.
Dilihat dari struktur produksi, PDB dari tahun 1971 sampai dengan 1990 menunjukkan pangsa sektor pertanian menurun dari 34.64 pertumbuhan
persen menjadi
19,58 persen.
PDB Indonesia disertai perubahan
Dalam
struktur
produksi dimana pangsa sektor pertanian semakin menurun. Sementara perubahan
itu
pertumbuhan
struktur produksi
sektor
pertanian
disertai
dimana perubahan
struktur
produksi pada masa orientasi ekspor
(1985-1990)
lebih
mengarah ke subsektor yang lebih elastis permintaannya. Perubahan
struktur
produksi
pertanian
seperti
digambarkan dalam gambar 9. D a r i gambar 9 terlihat bahwa sesungguhnya dalam jangka waktu
20
tahun di
sektor pertanian
perubahan struktur produksi yang relatif kecil.
terjadi
Gambar 9 : Perubahan S t r u k t u r Produksi S e k t o r P e r t a n i a n Tahun 1977 - 1990 Kete rangan : 1 2 3 4 5
= = = = =
Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan
Struktur produksi sektor pertanian erat kaitannya dengan penggunaan lahan sebagai faktor produksi. penggunaan
lahan p e r t a n i a n
Dalam
terdapat perbedaan
berarti antara Pulau Jawa d a n Luar Jawa.
yang
Lahan sawah
masih didominasi Jawa, tetapi pangsa Pulau Jawa terhadap lahan berpengairan menunjukkan kecendrungan menurun. L u a s lahan sawah d i J a w a menurun rata-rata
16.000
sudah termasuk adanya percetakan sawah rata-rata per
tahun selama
lima t a h u n t e r a k h i r
ha
10.000
(Repelita VI
Pertanian, 1992). Walaupun
terdapat
penyusutan
lahan
sawah
berpengairan teknis karena dipergunakan untuk keperluan industri,
perumahan dan
prasarana
ekonomi,
tetapi
diimbangi oleh konversi lahan sawah tadah hujan ke jenis s a w a h berpengairan, sedikit meningkat Indonesia
dalam
sehingga pada
luas sawah berpengairan
tahun
periode
Untuk
1990.
1988-1990
seluruh
lahan
sawah
berpengairan naik 6 ribu hektar per tahun sedangkan luas lahan sawah tadah hujan pada tahun 1990 menurun sekitar 7 1 r i b u hektar dibandingkan tahun 1989. Peranan J a w a sebagai produsen utama pangan nasional, walaupun tetap dominan namun akan menurun dimasa mendatang. produksi
pangan yang pesat
Pertumbuhan
diharapkan bergeser
ke
wilayah Sumatera dan Kalimantan. Walaupun luas lahan berpengairan meningkat, intensitas tanam padi sawah menurun.
tetapi
Pada t a h u n 1983
intensitas tanam sebesar 1,28, tahun 1988 menjadi 1,20, tahun
1990 menurun
lagi menjadi
menggambarkan meningkatnya komoditi non padi komoditas
1,13.
penggunaan
Keadaan
ini
sawah untuk
sebagai akibat d a r i r a t i o harga
lainnya
terhadap
padi
yang
cenderung
meningkat. L u a s lahan perkebunan meningkat sekitar 1,5 juta hektar
pada
Sumatera,
tahun
1990
Kalimantan
dan
dibandingkan Sulawesi
1988.
merupakan
Pulau
wilayah
perkebunan yang cukup berkembang. Areal pertambakan berkembang dengan pesat.
Dari
tahun 1988-1990 terjadi peningkatan areal tambak seluas 25100 ha.
Sementara itu luas kolam dan empang menurun
tajam. Tabel 11 menunjukkan penggunaan lahan pertanian di Indonesia tahun 1980 sampai dengan 1990. 4.5.
Sumber-Sumber Pertumbuhan sektor Pertanian
Dalam periode kebijaksanaan substitusi impor maupun orientasi ekspor, struktur produksi didominasi oleh Dihubungkan
sektor pertanian
subsektor tanaman bahan makanan.
dengan
tingkat
pertumbuhan
yang
relatif
tinggi, subsektor tanaman bahan makanan merupakan sumber pertumbuhan utama bagi sektor pertanian. Seperti disajikan dalam tabel lampiran 10, pangsa pertumbuhan sektor pertanian terhadap pertumbuhan output
label II : Ptngguntan Lahan Pertan~and i Indonesia Tlhun 1910 1990
-
Urllan Ptnjgufiaan
1910
1916
1911
I911
1911
1919
I990
------.-.----------...-------...-.-.---.-----.................................................................
Lthan 1. Savlh
Ribu h r
I
1,051,I 20.L1
Ribu h~
I
Ribu h t
1,191.3
18,06
1,11!,1
I Rilu ha
20,19
I Rilu h t
I Ribu h l
I
8,012.4 20,11
1,100.1 21.20
1,226,4 20,OO
11,811,l 1,611.1 2,532.9 214,2 120.1 1,320.1
11,161.2 21.31 12,131.1 10.00 9,106.0 22.61 9,125.9 22.91 2,136.9 6.59 2,399.6 1.113 261.5 O,64 269.3 0.61 123.1 0,30 6 0 1,113.1 20.21 1,121.4 20.25
Ribu h t
I
8!215,5 19,61
2, Tegrlan, kebun, Idinglhurr 3. Perkebunm 4,Padangrurput 5. l u b r k 6, Kolullrpang I.Lahan tak diusahakan
1,192,l 25.96 11,112.6 21,51 11,211.3 29,12 1,166.1 20.01 PIl4l.9 22.00 1,036.3 21.20 2,111.0 1.15 3,350.1 8.06 2,41i.l 6.11 226.1 0.66 ZZI,B 0.55 206,l 0,54 221,1 0,66 135.2 0.33 119.1 0.32 1,121.2 21.12 9,122.1 22.41 1,092.1 21.15
29.94 21.10 6,31 0,51 0.30 20.96
.......~-~-------~~-~~~~------.-----------~
Sulber : Luar laha8 l l n u r u t pcnggunrannyr! BPS, 1992.
12,115.1 10,811,O 2,281.1 290.6 125.1 1,IPO.I
29.12 26,04 1.41 0,10 0.30 11.69
total semakin menurun. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pertumbuhan sektor pertanian, berikut ini dilakukan
analisis terhadap
sumber-sumber
pertumbuhan
dari sisi permintaan bagi setiap subsektor dalam lingkup sektor pertanian.
Konsumsi swasta utama
bagi
(KS) merupakan sumber pertumbuhan
tanaman bahan
semakin menurun.
makanan,
walaupun
porsinya
Keadaan ini dapat ditafsirkan sebagai
implernentasi hukum Engel dimana elastisitas permintaan terhadap pendapatan bagi bahan makanan lebih kecil dari satu,
sehingga permintaan
pertumbuhannya
terhadap bahan makanan
lebih kecil dari pertumbuhan pendapatan.
(tabel lampiran 12). Selanjutnya
dapat
implementasi hukum
dijelaskan
Engel
dalam
bahwa
pola
selain
tingkah
laku
konsumen bahan makanan di Indonesia, ternyata konsurnen memperlakukan barang
semua komoditi
normal.
Hal
ini
terlihat
elastisitas pengeluaran dari makanan yang besarnya itu,
b e r l a k u hukum
konsusmen
berusaha
bahan
antara
Bennett
no1 dan satu. yang
perkiraan
mutu
menu
bahwa
makanan
pendapatan.
ternyata
bahan
Di samping
mengemukakan
meningkatkan
pendapatan
dari
sebagai
semua komoditi
sehubungan dengan peningkatan meningkatanya
makanan
pengeluaran
Dengan untuk
kedelai, kacang hijau dan kacang tanah relatif meningkat dibandingkan
dengan
pengeluaran
untuk
padi-padian.
Keadaan
ini
meningkatkan
memberikan konsumsi
sayur-sayuran
petunjuk
protein
dalam
menu
p e n i n g k a t a n pendapatan.
yang
bahwa
konsumen
terkandung dalam
makanan
dengan
Di samping
itu,
adanya alokasi
pengeluaran terhadap gula yang merupakan bahan makanan dengan harga et.d. -
r e l a t i f t i n g g i juga m e n i n g k a t
(Tabor,
1989).
Sumber yang s a m a mengemukakan bahwa elastisitas permintaan terhadap pendapatan
bagi beras a d a l a h 0,3
s e d a n g k a n elastisitas permintaan untuk bahan makanan yang kaya akan protein, yaitu kedelai dan kacang hijau berturut-turut inelastis,
0.54
yaitu
barang
0.70.
Ubi kayu dan jagung lebih
elastisitas pendapatan
pengeluaran sebesar konsumsi
dan
0,27
dan 0 . 4 0 .
terhadap
Jika dilihat sebagai
akhir menunjukkan
permintaan
yang
inelastis, tetapi jika dilihat sebagai barang antara dimana ubi kayu dapat dibuat tepung sebagai input antara untuk berbagai macam makanan, sedangkan jagung sebagai input
ternak,
maka
terhadap ubi kayu dan jagung menjadi
lebih
antara
permintaan
untuk
membuat
makanan
elastis. Dari uraian d i depan dapat disimpulkan walaupun
secara umum
bahwa
elastisitas permintaan terhadap
pendapatan bagi bahan makanan adalah inelastis, tetapi t e r d a p a t berbagai
komoditi yang
kaya
akan protein
s e p e r t i kedelai d a n kacang hijau yang lebih elastis.
Demikian
juga halnya
bagi
komoditi yang mempunyai
keterkaitan k e depan seperti ubi kayu dan Keadaan
ini memberi
komoditi
tersebut
petunjuk
bahwa
mempunyai
jagung.
bagi komoditi-
prospek
peningkatan
permintaan sehubungan dengan peningkatan pendapatan. Komoditi-komoditi
tersebut mempunyai
potensi
untuk
dikembangkan sebagi sumber pertumbuhan. Investasi (MT) pada tanaman bahan makanan sangat kecil dan relatif tidak berubah sejak tahun 1971 sampai dengan
1990.
Kecilnya
investasi
tercermin
dari
produktivitas beberapa tanaman bahan makanan yang masih rendah
dibandingkan
negara ASEAN
dengan
lainnya,
produktivitas
diduga
mengalami underinvestment
bahwa
di
sektor
negara-
pertanian
(Tambunan, 1989).
Data tentang penanaman modal dalam negeri d a n penanaman modal asing menggambarkan bahwa
penanaman
modal untuk sektor pertanian relatif kecil dibandingkan dengan
sektor-sektor
menunjukkan
dari
lain.
tahun
Lampiran
1967
sampai
37
dan
dengan
38
tahun
1981/1982 secara kumulatif penanaman modal dalam negeri u n t u k sektor pertanian sebesar 19,4 persen d a n untuk sektor industri sebesar 69 persen, sedangkan penanaman modal asing untuk sektor pertanian 9,4 persen dan sektor industri sebesar 69 persen. penanaman
modal
dalam
Sejak tahun 1982 proporsi
negeri
untuk
sektor pertanian
berkisar antara 12 persen sampai 26 persen,
sedangkan
sektor industri 50 persen sampai 68 persen. Relatif kecilnya
investasi di sektor pertanian
antara lain disebabkan karena
investasi untuk
irigasi
yang besar dilakukan dalam Pelita Pertama, setelah itu sehubungan
dengan
menurunnya
penerimaan
pemerintah,
perioritas diberikan kepada pemeliharaan sistem irigasi yang sudah ada (Losegrant, et ax 1987). Investasi bagi pengembangan irigasi setelah t a h u n 1990 diperkirakan a k a n t e t a p kecil d a n t e r b a t a s pada pembangunan irigasi sederhana dan pengembangan air tanah di
Indonesia
mencerminkan
Bagian
adanya
Timur
(IBT).
berbagai
masalah
Keadaan
ini
lingkungan
dan
pembiayaan untuk pembangunan irigasi skala besar
(Biro
Perencanaan Departemen Pertanian 1992). Terdapat
sumbangan perkembangan
t e r h a d a p pertumbuhan
t a n a m a n bahan
kecil,
sedangkan
pangsa
y a n g meningkat
1985.
substitusi dari
impor
tahun
ekspor
makanan
(EE)
walaupun
(SI) m e n u n j u k k a n
1971 sampai d e n g a n
Substitusi impor (SI) paling tinggi terjadi pada
kurun waktu 1980-1985, pada waktu itu swasembada beras berhasil diraih Indonesia. Perubahan teknologi (PT) pada kurun
waktu
1971-1975
Peningkatan pangsa
menunjukkan
perubahan
peningkatan.
teknologi
(PT) dalam
periode ini dapat dijelaskan karena dalam dekade 1970-an 76,5
persen pertumbuhan produksi
padi
berasal
dari
penerapan paket teknologi, sedangkan dalam dekade 1980-
a n penerapan paket teknologi turun menjadi 63.6 persen (BIro Perencanaan Departemen pertanian 1992). Tanaman bahan makanan sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri, perkebunan
sedangkan t a n a m a n
selain sasarannya untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri juga memenuhi kebutuhan devisa dari ekspor. Struktur perkebunan d a n perubahan yang t e r j a d i dalam Repelita
I11 yaitu
86
persen
diusahakan oleh perkebunan perkebunan
negara d a n
dari tanah perkebunan rakyat.
6 persen
8 persen
oleh
oleh
swasta besar.
Perkebunan rakyat dengan pangsa terhadap total produksi karet sebesar 74 persen, kopi 9 4 persen,
tembakau 9 3
pessen dan gula 84 persen. Kopra dan kelapa, pala, dan
kapas
rakyat.
keseluruhannya
Tanaman
diusahakan
perkebunan
yang
oleh
lada
perkebunan
sebagian
besar
diusahakan oleh pemerintah dan swasta besar adalah teh dan kelapa
sawit
pengelolaan
(Booth, 1984).
perkebunan
perubahan teknologi.
Adanya dualisme dalam
memberikan
dampak
terhadap
Perkebunan rakyat dengan teknologi
yang relatif tidak berubah selama 50 tahun, sedangkan perkebunan negara dan swasta besar mengalami perubahan t e h n o l o g i yang relatif besar.
Usaha pemerintah untuk
meningkatkan kemampuan perkebunan rakyat dalam penerapan taknologi baru antara lain dengan PIR (Perusahaan Inti Rakyat) dan UPP (Unit Pelaksana Proyek).
Dalam kurun waktu 1971-1975 pertumbuhan tanaman perkebunan
yang
bersumber d a r i konsumsi
adalah sebesar 6 4 . 7 sebesar
(KS)
persen, sedangkan dari ekspor (EE)
persen.
43.3
swasta
Investasi
(MT) relatif kecil dan
tidak manunjukkan perkembangan, c e n d e r u n g meningkat.
substitusi impor
Perubahan teknologi
{SI)
( P T ) yang
berfluktuasi mencerminkan belum adanya kemantapan dalam penggunaan input antara (tabel lampiran 13). Periode pertumbuhan tinggi (1971-1980) antara lain ditandai perkebunan
oleh
perkembangan
y a n g meningkat.
(EE) tanaman
ekspor
Peningkatan ekspor
(EE)
t e r j a d i antara lain karena adanya devaluasi Nopember 1978 yang disusul oleh paket Januari 1979. Paket Januari 1979 pada dasarnya memberikan kemudahan kredit untuk ekspor agar mampu meningkatkan migas.
komoditi
non
Untuk mencegah kekurangan persediaan bagi pasar
domestik,
pemerintah
meningkatkan ekspor.
ekspor
pajak
mengambil
ekspor
dan
Ekspor minyak kelapa
memberlakukan
penurunan
pangsa
Kuota
sawit dibatasi walaupun
sabelumnya kelapa sawit dicanangkan ekspor komoditi pertanian.
kebijaksanaan
sebagai primadona
Situasi ini tercermin dari
perkembangan
ekspor
(EE) t e r h a d a p
pertumbuhan tanaman perkebunan dalam kurun waktu 19801985 menjadi 2,7 persen. Dalam periode kebijakskanaan substitusi impor (1971-1985)
pangsa
konsumsi
swasta
(KS) terhadap
pertumbuhan tanaman perkebunan meningkat, kemudian dalam periode orientasi ekspor
(MT) di
sektor tanaman perkebunan
t i d a k berubah.
Substitusi impor
sampai dengan Keadaan
(1985-1990) menurun.
1985 m e n i n g k a t ,
i n i menunjukkan
relatif k e c i l
dan
(SI) dari t a h u n 1 9 7 1 setelah
bahwa
Investasi
masa
itu menurun.
substitusi
impor
berakhir pada tahun 1985, namun sebenarnya masih sampai dewasa
ini.
ada
Perubahan teknologi relatif kecil
d a n belum memberikan sumbangan yang positif terhadap pertumbuhan. Sumber-sumber pertumbuhan peternakan d a r i t a h u n 1971
s a m p a i dengan
dengan
t a n a m a n bahan
konsumsi swasta swasta
1990 kecendrungannya makanan,
yaitu
hampir
sama
didominasi
oleh
(tabel lampiran 14). Pangsa konsumsi
(KS) terhadap pertumbuhan subsektor peternakan
sejak t a h u n 1971 meningkat.
Hal
ini mencerminkan
terjadinya perubahan komposisi menu makanan sehari-hari r u m a h tangga Indonesia k e a r a h konsumsi pangan s u m b e r karbohidrat
dan
sumber protein
yang
lebih
seimbang.
Komoditi hewani dalam tahun-tahun terakhir semakin besar peranannya
sebagai sumber energi, protein d a n lemak.
Jumlah energi meningkat
dari
yang
berasal
dari unsur hewani
54 kalori pada
terus
t a h u n 1980 menjadi
70
kalori pada tahun 1988, sedangkan protein dan lemak yang berasal dari hewani meningkat dari 5,4 gram pada tahun 1980 menjadi
6,9
gram
pada
tahun
1988 dan
lemak
meningkat dari 3.1
gram menjadi 4,2 gram
(Susenas, 1987
dan 1990). Perkembangan
e k s p o r pada s u b s e k t o r p e t e r n a k a n
relatif lebih besar dibandingkan perkembangan ekspor (EE) pada impor
tanaman bahan makanan,
(SI) cendrung meningkat.
sedangkan substitusi
Investasi
(MT) relatif
kecil dan tidak mengalami perubahan. Dihubungkan dengan kebijaksanaan pemerintah yaitu devaluasi
bulan
November
1978,
nampaknya
sektor
peternakan kurang terdorong untuk meningkatkan ekspor. Kebijaksanaan proteksi dan substitusi impor (SI) mulai terlihat pengaruhnya, sedangkan sumbangannya meningkat terhadap pertumbuhan.
Devaluasi bulan Maret
1983 yang
diikuti oleh deregulasi perbankan untuk meningkatkan eskpor
nonmigas, pengaruhnya
mulai
terlihat dalam
subsektor peternakan walaupun kecil. Kehutanan mempunyai kecendrungan yang hampir sama d e n g a n tanaman perkebunan yaitu selain dari konsumsi swasta (KS), ekspor (EE) memberikan sumbangan yang cukup besar
dalam
pertanian (MT)
pertumbuhan.
lainnya, pada
cukup
besar
Berbeda
dengan subsektor
subsektor kehutanan
investasi
sumbangannya terhadap pertumbuhan
(tabel lampiran 15). Dari tahun 1971 sampai dengan 1980 ekspor mengalami
peningkatan,
substitusi impor
demikian
pula
halnya
(EE)
dengan
(SI) bahkan sampai 1985. Keadaan
ini
m e n u n j u k k a n bahwa
ekspor
kehutanan
terdorong oleh
kebijaksanaan devaluasi dan paket Januari 1979. kurun waktu mengalami
1980-1985
penurunan
ekspor
tajam,
Dalam
subsektor kehutanan
terutama disebabkan
oleh
diberlakukannya kebijaksanaan pemerintah yang membatasi ekspor
kayu
gelondongan
berdasarkan
surat
keputusan
bulan Pebruari 1982 dengan tujuan meningkatkan industri pengolahan
kayu
kebijaksanaan
lapis
tersebut
di
dalam
bertepatan
negeri. dengan
Namun
penurunan
permintaan pasar dunia terhadap komoditi kayu lapis. Kebijaksanaan tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan subsektor
kehutanan,
dimana
sumbangan perkembangan
ekspor (EE) menurun pesat. Dalam kurun waktu sumbangan perkembangan
1985-1990 terjadi peningkatan ekspor
(EE) terhadap pertumbuhan
subsektor kehutanan yang disertai dengan peningkatan impor. Konsumsi swasta waktu
sebelumnya,
(KS) menurun dibandingkan kurun
demikian
pula
Perubahan tehnologi mengalami peningkatan, k u r u n waktu
1980-1985,
(MT).
investasi
dibandingkan
walaupun jauh berada d i bawah
kurun waktu 1971-1975. Pola sumber-sumber pertumbuhan perikanan mempunyai kesamaan ekspor
dengan
peternakan,
(EE) yang
peternakan. pertumbuhan
relatif
Konsumsi utama
perbedaan
lebih besar
swasta
walaupun
terletak
dibandingkan
(KS) merupakan
menunjukkan
pada
sumber
kecendrungan
menurun.
Investasi
(MT) t i d a k jauh berbeda
dengan
tanaman bahan makanan dan peternakan yaitu sumbangannya relatif kecil
terhadap pertumbuhan.
Dari
tahun
1971
sampai dengan 1985 substitusi impor cendrung meningkat, t e t a p i dalam subsektor
kurun waktu
ini.
1985-1990
terjadi impor d i
Perubahan teknologi dari
tahun
1971
sampai dengan 1985 terjadi peningkatan dan dalam kurun waktu 1985-1990 terjadi peningkatan pesat. Dari uraian tentang sumber-sumber pertumbuhan sektor pertanian kesamaan pola makanan,
dapat disimpulkan
sumber pertumbuhan
peternakan
pertumbuhan
utama
dan
bahwa
pada
perikanan
adalah
terdapat
tanaman dimana
konsumsi
bahan
sumber
swasta.
Dapat
ditafsirkan bahwa ketiga subsektor ini diarahkan pada pemenuhan penyediaan konsumsi dalam negeri. Intensitas sumbangan perkembangan ekspor terhadap pertumbuhan
sub sektor pertanian berbeda.
(EE)
Pada
tanaman bahan makanan relatif paling kecil, sedangakan pada peternakan relatif besar dan pada perikanan paling besar. Substitusi impor (SI) yang
sama,
yaitu
menunjukkan
dari
menunjukkan kecendrungan
1971
sampai
dengan
kecendrungan meningkat.
Keadaan
1985 ini
menggambarkan bahwa kebijaksanaan substitusi impor cukup berpengaruh pada ketiga subsektor tersebut. Berlainan dengan ketiga subsektor pertanian yang diuraikan
di
depan,
bagi
tanaman
perkebunan
dan
kehutanan, selain konsumsi swasta
(KS), perkembangan
ekspor (EE) memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi pertumbuhan.
Substitusi impor
(SI) meningkat
sampai dengan 1985, setelah itu menurun. kehutanan
merupakan
sumber pertumbuhan
sejak 1971
Investasi pada paling
besar
dibandingkan subsektor lainnya. G a m b a r 10 m e n u n j u k k a n s u m b a n g a n sumber-sumber pertumbuhan
output
subsektor
tanaman bahan
makanan,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Gambar 1 0 . 1
: Sumbangan sumber-sumber pertumbuhan o u t p u t sub s e k t o r tanaman bahan makanan
Keterangan
: SI OD
PT EE
=
= = =
S u b s t i t u s i Impor Permintaan Dalam Negeri Perubahan Teknologi Perubahan Ekspor
Gambar 10.2
: Surnbangan sucnber-sucnber pertumbuhan output sub sektor tanernan perkebunan
Gambar 10.3
: Sumbangan sumber-sumber pertumbuhan output sub sektor peternakan
Gambar 10.4
: Sumbangan sumber-sumber pertumbuhan output sub sektor kehutanan
Gambar 10.5
: Sumbangan swnber-sunrber pertumbuhan output sub sektor per1kanan