1028
Unmas Denpasar
TINGKAT KESENJANGAN ANTAR DAERAH DI INDONESIA Recky H. E. Sendouw, Ph.D Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Manado
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kesenjangan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita, untuk mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB, dan untuk memeriksa eksistensi sigma dan beta convergence antar provinsi di Indonesi. Dengan memanfaatkan theil index, juga dianalisis kesenjangan pertumbuhan PDRB antara Jawa dan Luar Jawa.. Penelitian ini menemukan bahwa kesenjangan PDRB cenderung meningkat selama periode studi. Akan tetapi penelitian ini juga menemukan eksistensi dari conditional beta convergence. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertubuhan PDRB adalah ekspo export, inflasi, penanaman modal asing, dan pengeluaran pemerintah. Keywords: Regional Growth, Regional Disparity, Convergence, Indonesia. ABSTRACT The objectives of this paper are to examine regional real per capita gross regional product (GRP) disparities, to identify the underlying factors that affect per capita GRP growth, and to check the existence of sigma and beta convergence across Indonesian provinces. By making use of theil index, we also examine real per capita GRP disparities between Java and outer Java region, excluding mining, oil and gas sector. We find that real per capita GRP disparities tend to increase in the period of study. However, we also find the existence of conditional beta convergence. The underlying factors that are identified affect real per capita GRP growth are export, inflation, FDI, and government expenditure. PENDAHULUAN Sudah banyak penelitian mengenai kesenjangan antar daerah, baik di Negara berkembang maupun Negara maju. Di kawasan Asia, perhatian terhadap kesenjangan antar daerah menjadi semakin besar akhir-akhir ini. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di seperti yang terjadi di Cina dan India telah membawa banyak keuntungan bagi-negara-negara ini. Disisi lain, kondisi ini juga telah menyebabkan terjadinya peningkatan kesenjangan antar daerah. Dalam kurun waktu 1980-1990, Pertumbuhan Produk domestic bruto Indonesian (PDB) mencapai 6.1 % per tahun and dan 8 tahun berikutnya mencapai 5.8 % per tahun (World Bank, 2003). Kesenjangan Pendapatan per kapita merupakan sesuatu yang lumrah di Negara yang besar (Rice and Venables, 2003). Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.000 pulau dengan total area lebih dari 1,86 juta kilometer persegi (BPS, 2005). Sebagai sebuah Negara yang wilahnya daratannya relative tersebar dan bukan sebuah Negara dengan pendapatan tinggi, dapat diasumsikan bahwa terjadi kesenjangan ekonomi antar daerah di Indonesia. Akan tetapi, berdasarkan teori neoclassical growth disebutkan bahwa
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1029
Unmas Denpasar
dalam jangka panjang ada kecenderungan berkurangnya kesenjangan pedapatan per kapita antar daerah, yang dikenal dengan nama convergence. Penelitian ini dilaksanakan untuk membuktikan adanya kesenjangan antar daerah di Indonesia dan untuk melihat eksistensi convergence antar daerah dengan memanfaatkan data pertumbuhan PDRB per kapita yang tanpa tanpa memasukkan data sector pertambangan, minyak dan gas, Karena dalam periode studi, hasil sector pertambangan sebagian besar harus disetorkan ke Pemerintah Pusat. Kajian Pustaka Peningkatan ketersediaan data regional telah membangkitkan minat para ahli dalam pertumbuhan ekonomi regional dan kesenjangan antar daerah. Alasan utama kebangkitan ini dating dari percobaan untuk meningkatkan kemampuan prediksi dari neoclassical model of growth (Armstrong and Taylor, 2000). Menurut Armstrong and Taylor (2000) kesenjangan ekonomi antar daerah yang bertahan dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi efisiensi ekonomi suatu daerah dan akan memiliki konsekuensi sosial politik. Kesenjangan ekonomi antar daerah umumnya terjadi karena perbedaan pertumbuhan pendapatan per kapita. Ada banyak factor di balik perbedaan pertumbuhan ini. Barro (1990) menemukan bahwa nilai awal dari human capital berpengaruh terhadap pertumbuhan. Dalam Endogenous Growth models, per tumbuhan per kapita dan investasi cenderung berjalan searah, sebaliknya pertumbuhan PDRB per kapita and net fertility cenderung bergerak berlawanan. Armstrong and Taylor (2000) menggarisbawahi potensi pengaruh ekspor yang signifikan terhadap pertubuhan daerah. Sebelumnya, Kaldor (1970), Dixon and Thirlwall (1975) menyatakan bahwa expor adalah salah satu mesin pertubuhan suatu daerah, sehingga expor is adalah satu sumber dari kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Mengacu pada Armstrong and Taylor (2000) karena penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesejahteraan ekonomi maka data yang digunakan adalah pertumbuhan PDRB per kapita. HASIL DAN PEMBAHASAN Kesenjangan Antar Propinsi di Indonesia Mengacu pada Fujita and Hu, 2001, kami menggunakan weighted coefficient of variation of per capita GRP excluding mining, oil and gas sector of Indonesia (Figure. 1). Dari tahun 1991 sampai 2004 terlihat bahwa regional per capita income cenderung terdispersi. Terjadi kecenderungan penurunan kesenjangan di Tahun 1991-1992 dan 19931997, sebaliknya sejak 1997-2004 cenderung meningkat.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1030
Unmas Denpasar 0,9 0,85 0,8
Weighted CV
0,75 0,7
0,65 0,6
0,55 0,5 19911992199319941995199619971998199920002001200220032004
Figure 1. Koefisien Variasi PDRB Propinsi di Indonesian (in Real per capita GRP excluding Mining, oil and gas) 4. Data dan Model Spesifikasi Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan cross section data26 propinsi (tidak termasuk Timor Timur yang keluar dari Indonesia Tahun 1997) sebagai unit analisis tahun 1991-2004 yang diambil dari Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia. Data FDI, exchange rates dan regional inflation rate diambil dari Bank Indonesia. Untuk mendapatkan nilai real, data yang ada dibagi dengan Indeks Harga Konsumen. Untuk melihat adanya absolute convergence, dilakukan regresi pertumbuhan rata-rata PDRB per kapita capita growth rate terhadap inisial GRP per capita (Barro and Sal-i-Martin, 2003), yit a b1Iyit it
(1)
Sementara untuk melihat eksistensi conditional convergence menggunakan model sebagai berikut: yit b1Iyit b 2 X it b3X it b 4eduit b5GEit b6 rexit b7 Infit b8 FDIit b9 DI it it
(2)
dimana i merujuk pada propinsi, dan t pada waktu. △yit
: The real GRP per capita growth.
Iyit
: Initial log per capita GRP Xit △Xit
: Population : Population growth rate
eduit
: Educational attainment
GEit
: Government expenditure
rexit
: Export
infit
: The regional inflation rate
FDIit
: Foreign direct investment Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1031
Unmas Denpasar
DIit
: Domestic Investment
εit
: Error term
Dengan asumsi marginal product of capital yang semakin menurun, Koefisien estimasi dari initial log per capita GRP (yit) dihipotesiskan bernilai negative (artinya terjadi beta convergence). Population (Xit) dihipotesikan akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif karena factor skala ekonomi. Population growth (△Xit) adalah pendekatan terhadap tingkat kelahiran. Tingkat kelahiran tinggi akan meningkatkan opportunity cost dari aktifitas ekonomi, jadi Pertumbuhan PDRB per kapita dan net fertility (Barro and Sala-IMartin, 2003). Berdasarkan endogenous growth theory, human capital adalah salah satu factor penting yang mempengaruhi pertumbuhan PDRB per kapita. Sehubungan dengan wajib belajar 9 tahun variasi terbanyak ada pada tingkat SMA dan pendidikan tinggi. Dalam penelitian ini, tahun awal dari education attainment sebagai variable kontrol. Education attainment (Eduit) didefinisikan sebagai jumlah jumlah siswa dan mahasiswa yang sedang bersekolah di SMA dan Pendidikan Tinggi dibagi jumlah populasi per provinsi. Variabel ini digunakan sebagai pedekatan untuk human capital dan dihipotesiskan berpengaruh secara positif. Sementara Government expenditure(GEit)atau pengeluaran pemerintah dihipotesiskan berpengaruh secara positif, Menurut Indrawati (2002), export adalah contributor kedua terbesar terhadap permintaan aggregate dalam ekonomi Indonesia, jadi export (rexit) dihipotesiskan berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Regional inflation rate (Infit) merefleksikan variasi inflasi antar Propinsi di Indonesia. Inflation dianggap mengganggu pertumbuhan ekonomi, jadi inflasi dihipotesiskan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara negatif. Sementara Investasi baik FDI maupun Investasi domestik dihipotesiskan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif. Empirical Result and Discussion Model pertumbuhan ekonomi Indonesia diestimasi dengan menggunakan OLS untuk cross-sectional data. Table 1 menunjukkan hasil dari absolute convergence yang menunjukkan bahwa koefisien dari initial per capita GRP positif tapi tidak signifikan. Table 1. Absolute convergence results for the period of 1991-2004 Without dummy
With Java dummy
Variable
Estimated Coefficient
t-statistic
Estimated Coefficient
t-statistic
Iy C
0.0300 -0.0848
0.8391 -0.2648
0.0202 -0.0067
0.5589 -0.0207
NOB R-sq Adj R-sq
26 0.03 -0.01
26 0.09 0.01
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1032
Unmas Denpasar
Table 2. Conditional Convergence for the period of 1991-2004 Without Dummy
With Java Dummy
Variable
Estimated Coefficient
t-statistic
Estimated Coefficient
t-statistic
Iy X
-0.1234*** -0.0068 1.8088 0.2880 -0.0005** 0.0005** 2.0521** 0.0037** 0.0018 1.0561***
-3.971 -1.301 1.402 1.469 -2.089 2.457 2.042 2.100 1.05 3.847
-0.1233*** -0.0066 1.7654 0.2534 -0.0006** 0.0005** 2.0752** 0.0075** 0.0019 1.0531***
-3.846 -1.198 1.326 1.143 -2.096 2.419 2.006 2.137 0.555 3.730
△X Edu GE Rex Inf FDI DI C
NOB 26 R-sq 0.79 Adj R-sq 0.66 Note: *significant at the 10% level **significant at the 5% level
26 0.79 0.65
***significant at the 1% level Table 2 menunjukkan hasil estimasi dari conditional convergence dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan per capita GRP antar propinsi di Indonesia. Koefisien dari Population and population growth rate tidak signifikan. Hasi yang sama dituunjukkan oleh education attainment dan domestic investment. Initial real per capita GRP negative dan signifikan pada level 1%. Hal ini mengindikasikan terjadinya conditional beta covergence. Eksistensi conditional beta convergence mengindikasikan bahwa setiap propinsi di Indonesia mengalami konvergensi ke arah steady state masing masing, bukan pada steady state yang sama seperti yang diprediksikan oleh model absolute convergence. Penelitian ini menunjukkan bahwa kecepatan convergence, , sekitar 3,6 %. Hasil ini sedikit lebih tinggi dibandingkan hasil dari Barro and Sala-i-Martin (2003) results. Hasil dari peningkatan sigma convergence (Figure 1) dan eksistensi conditional beta convergence (Table 2) mendukung penjelasan Sala-i-Martin (1996) dan Barro and Sala-i-Martin (2003) tentang hubungan antara sigma dan beta convergence. Mereka menjelaskan bahwa sigma convergence dapat meningkat sekalipun terjadi beta convergence, karena beta convergence adalah necessary condition tapi bukan sufficient condition untuk sigma convergence. Real exports positif dan signifikan pada level 5 %. Selanjutnya estimasi dengan 2SLS untuk real per capita growth rate untuk menghidari adanya potensi endogenity problem. Instrumen-instrumennya adalah government expenditure, FDI, and domestic investment. Sementara Variables Exogenous adalah initial per capita GRP, population, population growth Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1033
Unmas Denpasar
rate, educational attainment, inflation, and constant as well. Ketika digunakan 2SLS, variable government expenditure berubah menjadi negatif dan signifikan pada level 5%. Hasil ini sejalan dengan Barro (1990) yang menemukan hubungan negative antara government expenditure dan per capita income growth. Hasil lain adalah FDI menjadi positif dan signifikan pada level 5%, seperti yang diharapkan. Dalam penelitian ini juga telah dicoba utuk memasukkan inflation sebagai variable endogenous untuk menangkap pengaruh negative terhadap pertumbuhan regional. Akan tetapi bahkan setelah mencoba berbagai alternatif kombinasi non lag dan lagged 1 tahun untuk variable-variabel seperti inflation, government expenditure, FDI dan domestic investment, koefisien domestic investment tetap tidak signifikan dan koefisien inflation rate tetap positif dan signifikan pada level 5 % . Sebuah interpretasi yang masuk akal untuk menjelaskan hasil ini adalah: Karena sejak Indonesia terkena krisis di 1997, private consumption menjadi sumber utama dari regional per capita growth. Nasution (2002) menjelaskan bahwa private consumption expenditures telah berkembang lagi sejak 1999, dan di Tahun 2001 consumption expenditures berada pada level 60% dari GDP dan 80% dari itu merupakan private consumption. Tetapi, peningkatan dari private consumption bukan tanpa konsekuensi. Faktor ini telah menyebabkan peningkatan inflation. Jadi, ketika inflation meningkat karena peningkatan private consumption expenditures, itu juga akan mempengaruhi per capita income growth secara positif. Oleh karena itu, inflation berdampak positif terhadap income per capita growth. SIMPULAN Penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun tidak terbukti adanya absolute beta convergence, tetapi, conditional convergence eksis antar propinsi di Indonesia. Hal ini berarti tiap propinsi di Indonesian akan mengalami konvegensi kearah nilai steady state masingmasing, dan bukan ke arah nilai steady state yang sama seperti prediksi absolute convergence. Dengan kata lain, Propinsi yang kaya akan tetap kaya dan meninggalkan propinsi-propinsi lain dibelakangnya. Faktor-faktor yang berpengaruh secara positif terhadap real per capita GRP growth adalah export, inflation, dan FDI. Sementara, faktor yang berpengaruh secara negatif real per capita GRP growth adalah government expenditure. DAFTAR PUSTAKA Armstrong, H and Taylor, J. 2000. Regional Economics and Policy. Third edition. Blackwell Publishing, Oxford. Badan Pusat Statistik (BPS).1991-2006. Statistic Indonesia, Indonesian Statistic yearbook. BPS, Jakarta. Bank Indonesia 1991-2004. Foreign direct investment approval by province. Bank Indonesia, Jakarta. Bank Indonesia 1991-2004. Inflation rate of the seven major industrial countries and several Asian countries. Bank Indonesia, Jakarta. Barro, R.J. 1990. Government spending in a simple model of endogenous growth. Journal of political economy, 103-125. Barro, R.J, Sala-i-Martin, X. 2003. Economic Growth.Second Edition. The MIT Press, London. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
1034
Unmas Denpasar
Fujita, M and Hu, D. 2001. Regional disparity in China 1985-1994: The effects globalization and economic liberalization. Annals Regional Science, 35:3-37 Indrawati, S. M.2002. Indonesian economic recovery process and the role of government. Journal of Asian Economics, 13:577-596. Nasution, A. 2002. The Indonesian economic recovery from the crisis in 1997-1998. Journal of Asian Economics, 13:157-180. Rice, P, Venables. 2003. Equilibrium regional disparities: the theory and British Evidence, Regional Studies Journal, 37.6&7: 675-686. Sala-i-Martin, X. 1996. Regional cohesion: Evidence and theories of regional growth and convergence. European Economic Review, 40:1325-1352. World Bank, 2003. World Development Indicators., Washington, DC
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016