STRATEGI MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN DI PROVINSI BANTEN
FITRIA DIAH HASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016
Fitria Diah Hastuti NIM H252144085
ii
RINGKASAN FITRIA DIAH HASTUTI. Strategi Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Melalui Investasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan di Provinsi Banten. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA and MANUWOTO Investasi infrastruktur jalan dan jembatan dapat meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis anggaran infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten; menganalisis efektifitas investasi infrastruktur jalan dan jembatan dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi; dan menyusun strategi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan yang efektif meningkatkan pertumbuhan ekonomi.Data primer dan sekunder diperoleh melalui studi lapangan, wawancara mendalam dengan pengambil kebijakan yang terkait dan kuesioner. Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskrptif, analisis regresi, dan analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT). Hasil analisis anggaran dan realisasi investasi infrastruktur di Provinsi Banten sudah baik pada periode tahun 2008 sampai dengan 2012. Pada tahun tersebut, penyerapan anggaran dari tahun 2008 sanpai dengan 2012 selalu berada diatas 90%. Secara lebih rinci penyerapan tersebut mencapai 99.27% pada tahun 2008, 99.78% pada tahun 2009, 99.90% pada tahun 2010, 99.34% pada tahun 2011 dan 93.43% pada tahun 2012. Penyerapan anggaran yang kurang optimal terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 penyerapan anggaran hanya sebesar 70.64%, dan 21.50% pada tahun 2014. Penyebab rendahnya realisasi anggaran adalah rendahnya penyerapan pembangunan jalan tahun jamak dan adanya lelang ulang beberapa kali serta adanya paket yang belum selesai pengerjaannya pada saat akhir tahun anggaran. Hasil pengujian terhadap variabel penelitian yaitu variabel konstruksi jalan dan jembatan dinyatakan lulus empat tahap pengujian. Pengujian yang dilakukan adalah uji multikolinearitas, uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan ujiautokorelasi. Setelah itu, pengujian regresi dilakukan atas dua variabel tersebut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel konstruksi jalan dan jembatan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 87.10% mampu dijelaskan oleh variabel jalan sedangkan 12.90% dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui bahwa setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jalan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.55% dan setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jembatan sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08% (ceteris paribus). Hasil kedua analisis di atas, yang dilengkapi dengan hasil wawancara mendalam dan pengisian kuesioner oleh para pengambil kebijakan terkait investasi infrastruktur, menjadi sumber informasi dalam menyusun strategi. Strategi tersebut dirancang melalui analisis SWOT. Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa strategi utama yang perlu dilakukan adalah melakukan sinergi stakeholder pemerintah, swasta dan masyarakat. Sinergi hubungan antar pemerintah dan swasta dapat berupa program Corporate Sosial Responsibility(CSR). Program CSR ini harus ditujukan pada pembangunan jalan dan jembatan bagi industri yang terkait dengan tingkat kerusakan jalan misalnya
iv
industri tambang. Sinergi hubungan antara pemerintah dengan masyarakat adalah difungsikannya secara intensif Subbagian humas di Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (BMTR) yang bertanggungjawab terhadap berbagai kegiatan investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang melibatkan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan, sinergi antar lembaga pemerintah adalah adanya rapat secara rutin untuk membahas dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar instansi. Kata kunci : infrastruktur, analisis SWOT, pertumbuhan ekonomi, regresi
SUMMARY FITRIA DIAH HASTUTI. Strategies for Increasing Economic Growth Through Road and Bridge Infrastructure Investments in Banten Province. Supervised by MA’MUN SARMA and MANUWOTO Road and bridge infrastructure investments have been proved to increase productivity and economic growth. This study aims to analyze the road and bridge infrastructure budget in Banten Province; analyze the effectiveness of road and bridge infrastructure investments related to economic growth; and develop strategies in the field of road and bridge infrastructure that effectively increase economic growth. Primary and secondary data obtained from field studies, indepth interviews with relevant policy makers and questionnaires. Data were analyzed with descriptive analysis, regression, and Strength, Weakness, Opportunity, Threats (SWOT) analysis. The results of the evaluation of the realization of road and bridge infrastructure investments in Banten Province revealed that the investment budget and realization was already well period from 2008 until 2012. In that year, the budget absorption is above 90% in 99.27 % in 2008, 99.78 % in 2009, 99.90 % in 2010, 99.34% in 2011 and 93.43% in 2012 has less than optimal realization occurred in 2013 and 2014. In 2013 realization decreased by 70.64 % in 2013 and 21.50 % in 2014. This is caused by the low absorption of multi-year road construction andactivities are delay in the bidding process and incompleted package of work past fiscal year. Based on the test results analysis revealed that a variable construction of roads and bridges passed four good multicollinearity test, normality test, heteroscedasticity test, and autocorrelation test. The result of regression analysis shows that variables has significant correlation to the economic growth. The GDP growth of 87.10% is shown by the variables, while 12.90% is explained by other variables. The results of the regression also shows that every increase in the realization for the construction of road by 1% will increase economic growth by 0.56% and every increase in the realization for the construction of bridge by 1% will increase economic growth by 0.08% (ceteris paribus). The results of both analyzes above, in-depth interviews and questionnaires by policy makers related to infrastructure investments is resources for developing the strategy. The strategy is designed through SWOT analysis. The main strategy to improve economic growth through the road and bridge infrastructure investments is a synergy of government, private and public stakeholders. The synergy between the public and private relationship is the cooperation with the private sector in the program of corporate social responsibility towards the construction of roads and bridges for the industries related to the level of damage to roads. Synergies relationship between government and society is their liaison subsections in the Department of Highways and Spatial Planning is responsible for the activities that involve interaction with the public both directly and indirectly related to road and bridge infrastructure investments. Meanwhile, the synergies between their government agencies are meeting regularly to discuss and resolve issues that occur between institutions. Keywords: infrastructure, SWOT analysis, economic growth, regression
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN DI PROVINSI BANTEN
FITRIA DIAH HASTUTI
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pembangunan Daerah pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
Penguji luar komisi pada tugas akhir: Dr. Andrea Emma Prahesti SP., M.Si
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul strategimeningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec dan Bapak Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan kepada penulis selama penyusunan penelitian ini. Di samping itu, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atas kesempatan mengikuti Beasiswa STAR yang telah mendanai pendidikan pasca sarjana.Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, rekan-rekan Program Manajemen Pembangunan Daerah (MPD) Angkatan 17, rekan-rekan di Kementerian Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), rekan-rekan di Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) dan Dinas BMTRPemerintah Provinsi Banten, Bapak/Ibu di Sekretariat Program MPD yang telah membantu dan memberi dukungan. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada ibunda tersayang Ibu Wardliyah, suami tercinta Mujiono dan ananda tersayang Aretha Izzatunnisaatas segala pengertian, motivasi serta doa kepada penulis sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2016
Fitria Diah Hastuti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
viii viii ix
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Investasi Infrastruktur Infrastruktur Jalan Infrastruktur Jembatan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal Pengeluaran Pemerintah Pertumbuhan Ekonomi Produk Domestik Regional Bruto Perencanaan Pembangunan Tinjauan Penelitian Terdahulu
1 1 7 8 8 8 8 9 10 12 13 14 17 18 19
3 METODOLOGI KAJIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Kajian Jenis dan Teknik Pengambilan Data Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Perumusan Strategi
20 20 21 22 23 30
4 GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis Kondisi Pemerintahan
31 31 32
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 35 Hasil Analisis Realisasi Anggaran Investasi Infrastruktur 35 Hasil Analisis Regresi Investasi Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi 36 Hasil Analisis SWOT Strategi Investasi Infrastruktur 40 6 RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 7 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
51 55 55 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
55 60 68
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kondisi jalan provinsi di Provinsi Banten Matriks IE Matriks SWOT Hubungan tujuan, jenis data, metode dan model analisis Hasil uji heteroskedasticity Hasil uji autokorelasi Hasil uji multikolinearitas Hasil regresi Evaluasi faktor internal (IFE) strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan
10
Evaluasi faktor eksternal (EFE) strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan
11 12
Matriks IE strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan Matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan
13
Pembobotan matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan Urutan alternatif SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan Strategi program dan kegiatan investasi infrastruktur jalan dan jembatan
14 15
6 26 28 29 36 36 37 38 42
46 47 49 50 50 52
DAFTAR GAMBAR
1
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tahun 2001 s.d 2013atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000
3
2
3
5
Laju pertumbuhan provinsi-provinsi di wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2013atas dasar PDRB harga konstan Tahun 2000 Laju pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia Tahun 2013atas dasar PDRB harga konstan Tahunpertumbuhan 2000 Laju ekonomi Provinsi Banten dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2001 s.d 2013 atas dasar PDRB harga konstan Belanja modal Provinsi Banten tahun anggaran 2010 - 2014
6
Kerangka pemikiran
21
7 8
Peta administrasi Provinsi Banten Peta rencana sistem jaringan jalan dalam rencana tata ruang wilayah Provinsi Banten Anggaran dan realisasi investasi konstruksi jalan dan jembatan Hasil uji normalitas
31 34
3 4
9 10
3 5
6
35 37
DAFTAR LAMPIRAN
1 2
Wawancara untuk pejabat terkait investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten Kuesioner SWOT
59 61
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Infrastruktur merupakan komponen yang penting dalam menunjang pembangunan suatu negara. Hal ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menekankan bahwa sektor infrastruktur menjadi salah satu prioritas pemerintahan dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Negara/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bapenas), pemerintah dalam lima tahun mendatang (2015-2019) mencanangkan pembangunan jalan tol sepanjang 1.000 km, jalan baru 2.650 km, dan pemeliharaan jalan 46.770 km. Pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan akan diproritaskan agar tercipta konektivitas antar wilayah, sehingga biaya logistik turun dan ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dapat ditekan.1 Pembangunan infrastruktur di suatu daerah memerlukan investasi infrastruktur oleh pemerintah daerah tersebut. Hal ini dapat diwujudkan melalui anggaran yang tertuang dalam APBD dan dana dekonsentrasi yang didapatkan dari pemerintah pusat. Valeriani (2011) mengungkapkan bahwa fasilitas infrastruktur dipahami sebagai input infrastruktural publik dari sudut pandang suplai. Namun, dilihat dari sifat pelayanan yang diberikan, infrastruktur secara luas dapat digolongkan menjadi kategori fisik, sosial dan finansial.Kategori fisik meliputi transportasi (rel kereta, jalan, jalur udara dan jalur perairan), listrik, irigasi, telekomunikasi, suplai air dan sebagainya. Walaupun pengaruhnya bersifat langsung terhadap produksi melalui ekonomi eksternal, aspek tersebut berpengaruh pula secara menguntungkan dalam menarik investasi privat (domestik dan asing). Infrastruktur fisik berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi dengan cara mengurangi biaya transaksi dan menciptakan banyaknya investasi, lapangan kerja, hasil (output), pendapatan dan pertumbuhan. Infrastruktur sosial berkontribusi melalui pengayaan sumber daya manusia dalam hal pendidikan, kesehatan, perumahan, fasilitas rekreasi dan sebagainya. Dengan kata lain, pembangunan infrastruktur sosial akan memajukan kualitas hidup. Infrastruktur ini berpengaruh terhadap tingginya sumber daya manusia dalam hal kualitas dan membantu meningkatkan produktivitas pekerja. Selanjutnya, infrastruktur finansial mencakup antara lain kerjasama perbankan, pos, dan pajak dari suatu populasi yang mewakili kinerja finansial negara. Tiga aspek ini mewakili kemampuan menciptakan penghasilan dari suatu daerah dalam suatu negara atau suatu negara dalam suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan (Sukirno, 2013). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan 1
http://www.beritasatu.com/ekonomi/264027-infrastruktur-jadi-prioritas-jokowi.html tanggal 2015 Nov 28]
[diunduh
2
ekonomi merupakan ukuran yang perlu menjadi acuan bagi suatu negara atau daerah dalam mengevaluasi kegiatan pembangunan yang dilaksanakan tiap tahunnya. Beberapa studi yang menjelaskan mengenai hubungan antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi, menyimpulkan ada yang memberikan korelasi positif ada pula yang negatif. Studi yang dilakukan oleh Anasmen (2009) menjelaskan bahwa belanja modal pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan PDRB. Namun, beberapa studi lainnya memberikan hasil kajian adanya hubungan positif antara investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi.Kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh positif, apabila terjadi penambahan infrastruktur jalan, listrik, telepon. Peningkatan PDRB per kapita akan terjadi dengan investasi infrastruktur tersebut dengan asumsi ceteris paribus (hal-hal lainnya tetap sama). Selain itu, pelaksanaan kebijakan otonomi daerah memberikan pengaruh yang positif dan nyata terhadap PDRB per kapita yang disebabkan adanya pembangunan infrastruktur. Pada saat kebijakan ekonomi daerah diterapkan maka PDRB perkapita akan mengalami peningkatan atau terjadi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Dalam konteks ini perlu ditekankan bahwa salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap ketersediaan infrastruktur untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi adalah pemerintah. Cara yang dapat dilakukan pemerintah yaitu pengadaan langsung, peraturan harga dan perundangan (Amrullah, 2006). Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan rata-rata dari pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di negara tersebut. Salah satu Provinsi di Indonesia yang dinilai dapat memberikan pengaruh adalah Provinsi Banten. Pengaruh Provinsi Banten termasuk yang diperhitungkan karena Provinsi Banten merupakan bagian dari wilayah Jawa-Bali yang pengembangannya harus dilakukan dengan keterpaduan program antar provinsi untuk mendukung alokasi sumberdaya yang efisien dan pertumbuhan yang lebih seimbang.Wilayah JawaBali sendiri memiliki karakteristik yang khas dengan posisinya sebagai pusat kegiatan ekonomi dan pariwisata Indonesia dan lokasi pusat pemerintahan (Bappenas, 2015). Kinerja Provinsi Banten semenjak didirikan sampai dengan saat ini dapat dievaluasi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2001 sampai dengan 2013. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten mengalami fluktuasi. Pada tahun 2009, terjadi penurunan yang tajam sebesar 1,16% dibanding tahun sebelumnya. Hal ini merupakan efek dari krisis global yang melanda Indonesia pada waktu tersebut. Dampak krisis ekonomi pada tahun 2008 cukup nyata karena lesunya kegiatan usaha. Dari sisi pelaku usaha, performa ekonomi yang buruk juga akan berimbas pada menurunnya tingkat profit usaha. Kondisi ini pada akhirnya akan menahan pelaku usaha dalam melakukan ekspansi bisnisnya sehingga pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan (BI, 2009). Setelah melewati tahun 2009, pertumbuhan ekonomi kembali mengalami kenaikan hingga tahun 2012. Hal tersebut dijelaskan juga dalam Gambar 1.
3
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2015
Gambar 1 Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tahun 2001 s.d 2013 atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000 Provinsi Banten berada pada urutan ketiga terendah diantara provinsiprovinsi di Wilayah Jawa-Bali dari segi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2013. Urutan pertumbuhan ekonomi mulai dari yang terbesar hingga terkecil di Pulau Jawa adalah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, dan DKI Yogyakarta. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Wilayah Jawa-Bali adalah 5.97%. Sebagaimana disajikan pada Gambar 2 pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten masih berada dibawah rata-rata regional Jawa-Bali.
Sumber: BPS, 2015
Gambar 2
Laju pertumbuhan provinsi-provinsi di wilayah Pulau Jawa-Bali Tahun 2013atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000
4
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 5.90%. Dari urutan peringkat pertumbuhan ekonomi skala nasioal, Provinsi Banten berada di peringkat ke-23 dari 33 provinsi di Indonesia. Ini mengindikasikan perlu dilakukannya usaha ekstra oleh pemerintah Provinsi Banten untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerahnya karena wilayah Provinsi Banten merupakan wilayah JawaBali yang termasuk pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.Hal tersebut dijelaskan juga pada Gambar 3.
Sumber: BPS, 2015
Gambar 3
Laju pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia Tahun 2013 atas dasar PDRB harga konstan tahun 2000
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dengan asumsi PDRB harga konstan juga cenderung lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi nasional dari
5
tahun 2001 sampai dengan 2012. Hal ini disebabkan oleh sektor industri pengolahan non migas yang memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan total PDRB Banten, sementara itu peranan sektor-sektor yang mendukung industrialisasi sangat rendah. Pada tahun 2013, sektor tersier mulai memberikan konstribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara nyata. Tiga sektor utama penyumbang PDRB Provinsi Banten terbesar adalah sektor industri pengolahan (45.58%), disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran (19.42%) dan sektor pengangkutan dan komunikasi (9.40%). Hal tersebut disajikan juga dalam Gambar 4.
Sumber : BPS, 2015
Gambar 4
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2001 s.d 2013 atas dasar PDRB harga konstan
Komitmen Provinsi Banten untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi demi mewujudkan kemajuan daerahnya diwujudkan dalam visi dan misi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten. Adapun rencana pembangunan Provinsi Banten sebagaimana tercantum dalam RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017, menyebutkan bahwa salah satu kebijakan umum di bidang pekerjaan umum Provinsi Banten adalah memantapkan kondisi jalan dan menambah panjang jalan guna mendukung pelayanan pergerakan orang, barang, dan jasa (Bappeda Banten, 2012). Selain itu, Pemerintah Provinsi Banten juga memfokuskan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dalam upaya menunjang konektivitas antar wilayah dan kawasan pertumbuhan di Banten sebagaimana diungkapkan oleh Gubenur Banten. 2 Perhatian pembangunan infrastruktur Provinsi Banten juga tercermin dalam belanja modal. Belanja modal merupakan sumber pembiayaan investasi infrastruktur di Provinsi Banten. Nilai belanja modal tersebut memiliki kecenderungan naik dari tahun ke tahun. Walaupun, pada tahun 2011 terjadi penurunan sebesar 2% dari tahun 2010, tetapi tahun 2011 hingga 2014 terjadi 2
http://banten.antaranews.com/berita/23376/rano-fokus-utama-pembangunan-pemprov-banten [diunduh tanggal 28 Nov 2015]
6
kenaikan nilai belanja modal yaitu sebesar 30% dari tahun 2011 ketahun 2012, 24% dari tahun 2012 ke tahun 2013 dan 19% dari tahun 2012 ke tahun 2013. Hal tersebut disajikan dalam Gambar 5. 7000 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%)
6568
6000 5347
5000 4059
4000 3000
2875
2830
2000 1000 0 2010
2011
2012
2013
2014
Tahun
Sumber : Laporan realisasi anggaran Provinsi Banten, 2015
Gambar 5
Belanja modal Provinsi Banten tahun anggaran 2010-2014
Mengingat pentingnya keberadaan infrastruktur, maka program pembangunan infrastruktur mendapatkan prioritas. Bila terjadi kerusakan sistem infrastruktur khususnya infrastruktur jalan dan jembatan maka kondisi ini dapat menghambat mobilitas ekonomi, meningkatkan harga barang serta mempersulit upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini yang terjadi di salah satu penunjang fasilitas infrastruktur di Provinsi Banten yaitu jalan provinsi. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Perkembangan kuantitas jalan di Provinsi Banten dari tahun ke tahun semakin meningkat. Namun, ada hal yang perlu dicermati terkait kerusakan jalan provinsi, yang semakin lama semakin parah, yang berawal dari tahun 2012 hingga tahun 2014. Penambahan panjang jalan yang rusak semakin lama semakin tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 : Kondisi jalan provinsi di Provinsi Banten Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Baik 540 327 280 355 429 230
2014
505
Sumber : BPS, 2015
Jalan dalam kondisi (dalam km) Sedang Rusak Ringan Rusak Berat 110 239 0 375 186 0 348 143 0 254 162 0 216 129 79 380 174 67
194
60
214
7
Pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan infrastruktur tidak dapat dilepaskan oleh pembangunan infrastruktur jembatan. Nilai penting suatu jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan menghubungkan jalan satu dengan jalan lain yang menyilang, sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama permukaanya (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Jembatan saat ini belum diakomodasi secara intensif di Provinsi Banten. Pembangunan jembatan di Provinsi Banten masih minim karena berdasarkan data yang ada terdapat 360 jembatan gantung di wilayah Kabupaten Lebak. Ratusan jembatan tua tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan dan kondisi ini sudah dicermati selama tiga tahun terakhir. Mengingat pentingnya jembatan untuk membuka akses masyarakat terhadap perekonomian maka pembangunan jembatan penting untuk dijadikan skala prioritas pemerintah provinsi Banten. 3 Selain jembatan gantung, ada jenis jembatan permanen yang dibangun oleh Dinas BMTR Provinsi Banten. Berdasarkan data tahun 2012 laporan kondisi jembatan sebagai berikut ada 242 jembatan dalam kondisi baik, 241 dalam kondisi sedang, 12 dalam kondisi rusak ringan dan 13 dalam kondisi rusak berat. Pembangunan jembatan tersebut tersebar ke beberapa wilayah yaitu Anyer 8 buah, Serang 162 buah, Tangerang 78 buah, Pandeglang 172 buah dan Lebak 88 buah. Data ini merupakan bangunan jembatan yang di bangun dengan pelat beton, komposit atau pelengkung baja. Substansi dari investasi infrastruktur adalah upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan di atas, Pemerintah Provinsi Banten berkomitmen pada pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Hal ini perlu dievaluasi dampaknya terhadap kenaikan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten. sehingga menarik untuk dilakukan penelitian “Bagaimana strategi investasi infrastruktur di Provinsi Banten agar dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi?”
Perumusan Masalah Tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator sukses tidaknya program-program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di suatu daerah akan meningkatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi secara nasional yang berarti meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Salah satu cara yang diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata pada peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah dengan melakukan investasi infrastruktur. Peran investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang dilakukan pemerintah Provinsi Banten merupakan hal yang perlu dikaji efektivitasnya. Sesuai dengan prinsip ekonomi, ada opportunity cost yang dikorbankan pemerintah bila melakukan prioritas pembangunan di suatu bidang, maka tentu akan mengorbankan pembangunan di bidang lain.Pertanyaannya adalah “Bagaimana gambaran alokasi anggaran pembangunan infratruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten?”
3
http://www.beritasatu.com/nasional/256366-sebanyak-360-jembatan-gantung-di-wilayah-lebakrawan-ambruk.html [diunduh tanggal : 2016 Jun 30]
8
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan menjelaskan bahwa penyelenggaraan jalan harus didasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan dan keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, kebersamaan dan kemitraan. Investasi infrastruktur jalan dan jembatan diharapkan dapat menjadi multiplier effect positif bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten. Hal ini menjadi pertanyaan selanjutnya “Bagaimana pengaruh investasi infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten? “ Berdasarkan permasalahan di atas, ada hal yang penting untuk dikaji. Bagaimana output dari realisasi anggaran yang digunakan untuk memberikan hasil optimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu perlu ada kajian guna mengetahui “Melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan, strategi apakah yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten?”
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari kajian ini adalah merumuskan strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Tujuan spesifik dari kajian ini untuk menjawab tujuan utama tersebut sebagai berikut: 1. Menganalisis anggaran untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten 2. Menganalisis efektivitas investasi infrastruktur jalan dan jembatan bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten 3. Merumuskan strategi yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastuktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten.
Manfaat Penelitian Hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan dapat digunakan sebagai bahan tambahan rujukan bagi para mahasiswa yang berminat dibidang keuangan daerah dan manajemen pembangunan daerah. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi bahan informasi tambahan bagi Pemerintah dalam mengambil keputusan kebijakan investasi infrastruktur jalan dan jembatan Provinsi Banten dalam rangka pelaksanaan desentralisasi fiskal.
2
TINJAUAN PUSTAKA Investasi Infrastruktur
Menurut Sukirno (2013) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.Peningkatan ini bersumber dari tiga fungsi penting, yakni: (i) investasi
9
sebagai salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja; (ii) pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi; dan (iii) investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Investasi dapat dilakukan oleh sektor pemerintah dan swasta. Adapun investasi yang dilakukan pemerintah berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin besarnya investasi pemerintah pada barang publik maka diharapkan akan mendorong pertumbuhan sektor swasta dan rumah tangga dalam mengalokasikan sumberdaya yang ada di suatu daerah. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan makin meningkatnya PDRB. Permana dan Asmara (2010) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa semua sektor dalam kategori infrastruktur memberikan multiplier effect yang positif terhadap sektor perekonomian lainnya. Semua sektor kategori infrastruktur memiliki nilai koefisien penyebaran lebih besar dari satu, namun kurang dari satu untuk kepekaan penyebaran. Selain itu, anggaran harus direncanakan dengan menganut prinsip ekonomi dengan anggaran tertentu menghasilkan output optimal. Janeski et al (2014) mengungkapkan pemerintah perlu melakukan program yang efektif dengan pembangunan infrastruktur publik yang tinggi pada saat slow down economic. Hal tersebut diharapkan akan memberikan kontribusi pada kenaikan pertumbuhan ekonomi.
Infrastruktur Jalan Menurut Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia (2005), Infrastruktur Pekerjaan Umum berperan vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, terutama sebagai katalisator bagi proses produksi, pasar dan konsumen akhir. Keberadaannya dapat meningkatkan kemampuan berproduksi masyarakat, kesejahteraan masyarakat serta merupakan modal sosial bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Ketersediaan infrastruktur yang dibangun sesuai tupoksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), yang merupakan bangunan fisik untuk kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti: jalan, irigasi, air bersih, sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan permukiman lainnya, merupakan prasyarat agar roda ekonomi dapat berputar dengan baik. Agar infrastruktur PUPR dapat berfungsi sesuai perannya, berbagai upaya sedang dilakukan untuk dapat menyediakan infrastruktur PUPR yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan dalam mendukung ekonomi bagiterwujudnya Indonesia yang lebih sejahtera. Infrastruktur PUPR di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan dan infrastruktur air minum dan sanitasi (Kastari, 2007). Jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi transportasi darat. Fungsi jalan adalah sebagai penghubung satu wilayah dengan wilayah lainnya. Jalan merupakan infrastruktur yang paling berperan dalam perekonomian nasional (Ma’ruf dan Daud, 2014). Infrastruktur jalan di berbagai negara, termasuk di negara industri seperti Amerika Serikat, hampir selalu memiliki budget constrains. Akumulasi pemeliharaan yang makin lama makin tinggi membutuhkan dana yang besar dan seringkali mengakibatkan defisit anggaran. Hal ini menjadikan program investasi bagi pembangunan infrastruktur
10
jalan perlu kajian yang mendalam oleh pemerintah, sebagaimana dilakukan di berbagai negara termasuk di Amerika Serikat. Kajian yang dilakukan biasanya mencakup aspek-aspek pemeliharaan, perbaikan dan pembukaan jalan baru (Seeboo, 2008). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam: (i) jalan nasional, (ii) jalan provinsi, (iii) jalan kabupaten, (iv) jalan kota, dan (v) jalan desa. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada di dalam kota. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Infrastruktur Jembatan Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan raya, jalan kereta api, dan perlintasan lainnya. Konstruksi suatu jembatan terdiri dari bangunan atas, bangunan bawah dan pondasi.Sesuai dengan istilahnya bangunan atas berada pada bagian atas suatu jembatan yang berfungsi untuk menampung semua beban yang ditimbulkan oleh lalu lintas kendaraan atau orang yang kemudian disalurkan ke bagian bawah. Bangunan bawah terletak di bawah bangunan atas yang berfungsi untuk menerima atau memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan kemudian menyalurkan ke pondasi. Pondasi berfungsi menerima beban beban dari bangunan bawah lalu disalurkan ke tanah (Supriyadi dan Muntohar, 2007). Jembatan merupakan struktur yang perlu direncanakan dengan baik agar dapat berfungsi dengan optimal. Persyaratan ini dibuat sebagai pedoman teknis agar pekerjaan perencanaan struktur jembatan dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan standar persyaratan teknis. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor:07/SE/M/2015 yang menjelaskan tentang pedoman persyaratan umum perencanaan jembatan menjelaskan perencanaan jembatan harus mencantumkan perkiraan umur jembatan. Jembatan harus dibangun sesuai dengan persyaratan yang ditentukan dan dipelihara dengan baik sesuai umur yang ditentukan dalam rencana. Jembatan tidak dirancang untuk seluruh kemungkinan beban dan kondisi ekstrem seperti kondisi yang timbul dalam keadaan perang. Namun, setiap pengaruh yang mungkin terjadi dan dapat diramalkan sebelumnya
11
secara rasional harus dipertimbangkan dalam desain/perencanaan. Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuik suatu lokasi tertentu adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan jembatan yang meliputi: 1. Kekuatan dan stabilitas struktur (structural safety); 2. Keawetan dan kelayakan jangka panjang (durability); 3. Kemudahan pemeriksaan (inspectability); 4. Kemudahan pemeliharaan (maintainability); 5. Kenyamanan bagi pengguna jembatan (rideability); 6. Ekonomis 7. Kemudahan pelaksanaan; 8. Estetika; 9. Dampak lingkungan pada tingkat yang wajar dan cenderung minimal Jembatan terdiri dari beberapa macam berdasarkan strukturnya. Ada enam tipe jembatan yaitu sebagai berikut: 1. Jembatan lengkung (arch bridge) Jembatan lengkung berbentuk non linier dan mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Bentuk Jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter. 2. Jembatan gelagar (beam bridge) Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter. 3. Jembatan cable-stayed Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat masa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600 meter. 4. Jembatan gantung (suspension bridge) Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter. 5. Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge) Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter. 6. Jembatan rangka (truss bridge) Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100 meter. Peraturan yang disusun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merupakan standard operational procedure (SOP) yangmenjadi panduan pembangunan konstruksi bagi pemerintah dan swasta di Indonesia. SOP ini harus digunakan sebagai acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam membuat desain jembatan yang akan dibangun.
12
Pembangunan jembatan memiliki dampak positf dan negatif. Salah satu contoh adalah keberadaan Jembatan Suramadu sebagai jalur transportasi terpadu di Provinsi Jawa Timur. Nilai positif adanya Jembatan Suramadu adalah menjadi roda penggerak dalam perkembangan industri dan perdagangan di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Timur. Selain itu, adanya jalur transportasi cepat dan efektif ini akan mampu menstimulus pembangunan sektoral dan mereduksi ketimpangan sosial yang ada (Yanti et al, 2010). Arus transportasi akan lebih singkat dan mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat lebih cepat. Di sisi lain, pada jembatan yang terbentang di berbagai daerah yang banyak dilewati masyarakat, terdapat juga dampak negatif berupa banyaknya Pedagang Kaki Lima (PKL) berdagang di sepanjang sisi jalan. Hal tersebut dapat mengurangi kenyamanan pemakai jalan karena memicu penyempitan jalur oleh kendaraan pelanggan yang parkir di pinggiran jalan. Selain itu, akan terdapat masalah keamanaan, baik bagi PKL maupun terhadap pemakai jalan, karenaruas jalan yang dihubungkan oleh suatu jembatan termasuk dalam kriteria jalan arteri yang memungkinkan adanya lalu lintas berkecepatan tinggi(KemenPUPR, 2011). Strategi yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengurangi dampak negatif pembangunan jembatan adalah pendekatan sosial ekonomi masyarakat. Intervensi pemerintah mengatasi masalah sosial ekonomi akibat pembangunan jembatan, seperti yang terdapat di Jembatan Suramadu dapat dilakukan dengan menstimulasi peningkatan kondisi sosial maupun ekonomi masyarakat di Pulau Madura. Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu (BPWS) diharapkan dapat menyusun kebijakan yang peningkatan partisipasi masyarakat, terutama masyarakat Madura. Penelitian yang dilakukan oleh Ma’ruf dan Daud (2014) mengungkapkan adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan lima variabel infrastruktur pekerjaan umum di Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Lima variabel infrastruktur pekerjaan umum yang dikaji tersebut yaitu panjang jalan dan jembatan, panjang jalan mantap, luas areal beririgasi, suplai air minum dan pelayanan sampah.Berbagai hasil peneltian tersebut telah menunjukkan bahwa salah satu investasi infrastruktur yang patut diperhitungkan karena memiliki dampak positif dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan jembatan. Provinsi Banten memandang pentingnya nilai jembatan bagi pertumbuhan ekonomi dengan mencantumkannya dalam dalam RPJMD Pemerintah Provinsi Banten. Dalam RPJMD tersebut Pemerintah Provinsi Banten berencana mengganti jembatan yang sudah tidak sesuai atau layak serta memperlebar jembatan yang berada di jalan strategis dengan lebar minimal 7 (tujuh) meter. Hal ini mengingat nilai penting jembatan sebagai sarana transportasi mempunyai peranan bagi kelancaran pergerakan lalu lintas barang dan jasa (Bappeda Banten, 2012).
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundangundangan yang berlaku (Basri dan Munandar, 2002). Undang-undang No. 22 dan
13
No. 25 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, selanjutnya direvisi menjadi Undang-undang No. 32 dan No. 35 Tahun 2004 dan direvisi lagi menjadi Undang-undang No. 23 Tahun 2014 membawa perubahan yang mengarah kepada pengembangan otonomi daerah, yaitu perubahan mendasar pada pola hubungan antar pemerintahan dan keuangan antara pusat dan daerah (Mardiasmo, 2004). Dari segi keuangan, daerah memiliki hak untuk menentukan arah kebijakan keuangan daerah masing-masing. Hal tersebut terwujud dalam desentralisasi fiskal yang dianut saat ini. Daerah-daerah tidak lagi menyerahkan pengelolaan keuangannya kepada ketentuan alokasi dari pusat melainkan memiliki otonomi untuk menentukan alokasi sesuai kebutuhan daerah yang bersangkutan (Basri dan Munandar, 2002). Investasi di bidang infrastruktur adalah merupakan perpaduan antara kebijakan pemerintah dengan keinginan masyarakat. Selain itu, rentang kebijakan pemerintah terkait infrastukrur harus ada di tiap tingkat pemerintahan (Zhao et al, 2011). Ini berarti kebijakan investasi infrastruktur terdapat di semua tingkat, mulai dari pemerintah pusat hingga daerah yaitu provinsi dan kabupaten atau kota, dan bahkan sampai desa. Pembiayaan investasi infrastruktur bersumber dari penerimaan daerah yang bersangkutan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menjelaskan penerimaan daerah sebagai berikut: 1. Pendapatan asli daerah Menurut jenisnya pendapatan asli daerah terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 2. Dana perimbangan Menurut jenisnyadana perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. 3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup hibah berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat, dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat bencana alam dan dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah dan bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah yang merupakan cerminan dari kebijakan fiskal adalah salah satu instrumen pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Namun performance suatu perekonomian tentu tidak semata-mata karena pengaruh dari kebijakan fiskal tersebut. Performance perekonomian suatu daerah juga perlu dilihat dari sejauh mana integrasi kebijakan moneter dan fiskal
14
mampu mengurangi kesenjangan di masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian Putri (2015) peranan pengeluaran pemerintah baik yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), khususnya pengeluaran untuk human capital dan infrastruktur fisik, dapat mempercepat pertumbuhan, tetapi pada sisi lain pembiayaan dari pengeluaran pemerintah tersebut dapat memperlambat pertumbuhan. Hal ini sangat tergantung pada sejauh mana produktifitas pengeluaran pemerintah tersebut dan distorsi pajak yang ditimbulkan di mana dalamkonteks ini pengeluaran pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi total output yaitu melalui penyediaan infrastruktur, barang–barang publik dan insentif pemerintah terhadap dunia usaha seperti subsidi ekspor. Pengeluaran pemerintah dalam infrastruktur memiliki multiplier effect artinya peningkatan pengeluaran nasional mempengaruhi pendapatan dan konsumsi yng lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah sebelumnya (Sukirno, 2013). Pengeluaran pemerintah terkait investasi infrastruktur dalam klasifikasi anggaran masuk ke dalam item belanja modal.Pengertian belanja modal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2015 tentang klasifikasi anggaran adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset tetap dan/atau aset lainnya atau menambah nilai aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Kriteria kapitalisasi dalam pengadaan/pemeliharaan barang/aset untuk penetapan belanja modal atau bukan, dan merupakan syarat wajib dalam penetapan kapitalisasi atas pengadaan barang/asset mencakup beberapa unsur. Pertama, pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya aset dan/atau bertambahnya masa manfaat/umur ekonomis aset bersangkutan. Pengeluaran anggaran belanja tersebut mengakibatkan bertambahnya kapasitas, peningkatan standar kinerja, atau volume aset. Kedua, pengeluaran nggaran belanja memenuhi nilai minimum kapitalisasi sesuai dengan peraturan menteri keuangan yang mengatur mengenai penatausahaan barang milik negara.
Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peran pemerintah sebagai mobilisator pembangunan sangat strategis dalam mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang. Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya penurunan ekonomi (Prasetyo dan Firdaus, 2009). Menurut (Adisasmita, 2010), ada lima macam teori pertumbuhan ekonomi suatu wilayah antara lain:
15
1. Teori Ekonomi Klasik Aliran klasik muncul pada akhir abad 18 dipelopori oleh Adam Smith yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk.Kemajuan teknologi bergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi dan persediaan modal yang selanjutnya diharapkan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran dan kesejahteraan penduduk.Peningkatan kemakmuran mendorong peningkatan jumlah penduduk yang kemudian menyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang, yang selanjutnya menurunkan akumulasi modal. 2. Teori Neo Klasik Aliran neo klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli neo klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh, teori ini menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual, harmonis dan kumulatif dan optimis terhadap (perkembangan). Perbedaan teori klasik dan neo klasik adalah pada prinsip teori klasik yang menyebutkan bahwa perekonomian secara makro akan tumbuh dan berkembang apabila perekonomian diserahkan kepada pasar. Peran pemerintah dibatasi dengan mengasumsikan bahwa ada tangan yang tidak terlihat (invisible hand) yang mengatur ekonomi. Inti dari teori ekonomi klasik adalah kemakmuran dapat dicapai bila pasar berjalan sesuai dengan mekanismenya sendiri, tanpa campur tangan pemerintah.Teori pertumbuhan neo-klasik melihat barang, output dan distribusi pendapatan merupakan penentu kondisi pasar yang bergerak menurut hukum permintaan dan penawaran. Invisible hands terjadi berdasarkan tiga asumsi bahwa: (i) masyarakat mempunyai pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan outcomes yang mereka ketahui berdasarkan sistem nilai yang nereka anut; (ii) individu akan selalu memaksimalkan utilitas dan korporasi memaksimalkan keuntungan; dan (iii) masyarakat bertindak bebas sesuai dengan informasi yang dipunyainya. Teori neoklasik ini merupakan salah satu teori ekonomi yang saat ini banyak dipakai untuk mendasari berbagai kebijakan pertumbuhan ekonomi. 3. Teori Keynes dan Pasca Keynes Menurut Keynes, karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full-employment equillibrium). Akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equillibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebijakan fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat. Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja
16
dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi jangka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil juga harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (idle-capacity). 4. Teori Basis Ekspor Teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian yaitu daerah yangbersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Masyarakat di dalam satu wilayah dinyatakan sebagai suatu sistem sosial ekonomi. Sebagai suatu sistem, keseluruhan masyarakat melakukan perdagangan dengan masyarakat lain di luar batas wilayahnya. Faktor penentu (determinant) pertumbuhan ekonomi dikaitkan secara langsung kepada permintaan akan barang dari daerah lain di luar batas masyarakat ekonomi regional. Pertumbuhan industri yang menggunakan sumber daya lokal termasuk tenaga kerja dan material (bahan) untuk komoditas ekspor, akan meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat.Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.Kegiatan nonbasis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. 5. Teori Sektor Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar hipotesis Clark Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahandianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten sangat bergantung pada ketersediaan modal fisik yaitu infrastruktur. Semakin lengkap penunjang infrastruktur di suatu kabupaten/kota, maka semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota tersebut. Kota Tangerang yang memiliki infrastruktur lengkap dengan adanya akses jalan protokol dan jalan tol serta sarana penunjang Bandara Soekarno Hatta memiliki pertumbuhan ekonomi tertinggi yaitu 33.12%. Sedangkan, Kabupaten Lebak dan Pandeglang memiliki angka pertumbuhan ekonomi yang rendah masing-masing tercatat 4.76% dan 4.92 %. Keadaan kedua kabupaten tersebut kurang ditunjang sarana infrastruktur baik jalan protokol, jalan tol maupun akses fasilitas infrastruktur misalnya pelabuhan. Oleh karena itu, Provinsi Banten lebih cenderung sesuai dengan teori neoklasik dimana
17
akumulasi modal yang tidak sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan dalam periode jangka waktu tertentu akan membawa suatu perubahan yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahanperubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi suatu wilayah Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran dinamis yang digunakan untuk melihat perubahan tingkat ekonomi antar periode. Sukirno (2013) menjelaskan PDRB merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi pada suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara itu, PDRB berdasarkan harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga. Laju pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK).Berikut ini adalah rumus untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2013): G
=
x 100 %
dengan, G = Laju pertumbuhan ekonomi PDRB1 = PDRB ADHK pada suatu tahun tertentu PDRB0 = PDRB ADHK pada tahun dasar Menurut Murni (2006), perhitungan produk domestik regional bruto secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. 1. Pendekatan produksi PDRB dihitung sebagai jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam penyajian ini dikelompokkan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu: (1) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5)
18
konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, real estate dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa (termasuk jasa pemerintah). 2. Pendekatan pengeluaran PDRB dihitung berdasarkan jumlah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, (2) konsumsi pemerintah, (3) pembentukan modal tetap domestik bruto, (4) perubahan inventori dan (5) ekspor neto (merupakan ekspor dikurangi impor). 3. Pendekatan Pendapatan PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi). PDRB juga dapat digunakan dalam melihat struktur ekonomi dari suatu wilayah. Struktur ekonomi digunakan untuk menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Laju pertumbuhan yang disajikan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan PDRB harga konstan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan berdasarkan pendekatan produksi (lapangan usaha). Ini bermanfaat untuk mengetahui jenis usaha yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dilihat menurut lapangan usaha, seluruh sektor perekonomian di Provinsi Banten mengalami pertumbuhan yang meningkat. Sektor konstruksi adalah sektor yang pertumbuhannya paling tinggi pada tahun 2013 yaitu mencapai 9,68%. Sedangkan, sektor pertambangan dan penggalian adalah sektor yang pertumbuhannya paling kecil yaitu hanya 3,18% (BPS, 2014).
Perencanaan Pembangunan Perencanaan pembangunan di daerah saat ini semakin penting mengingat era otonomi daerah telah semakin bergulir sejak tahun 1999.mmEfek dari hal tersebut adalah pemerintah daerah dituntut melakukan antisipasi terhadap berbagai perubahan dan menyusun skenario kebijakan pembangunan yang lebih responsif dan lentur dalam pengelolaan kekayaan sumber dayanya. Pemerintah daerah diharapkan dapat menggerakkan ekonomi riil sehingga pendapatan riil masyarakat meningkat. Pemerintah daerah juga menerapkan manajemen pembangunan yang sejalan dengan pengembangan usaha dan melibatkan seluruh stakeholderspembangunan (Sudantoko, 2003). Saat ini, peran pemerintah tidak hanya menjadi aktor dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi tetapi jugadiharapkan dapat memberikan kebijakan yang mengarah kepada pemerataan/distribusi pendapatan. Untuk menjamin perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang efektif pemerintah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 262 dan 263. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa rencana pembangunan daerah harus
19
dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur,berkeadilan, dan berwawasan lingkungan.RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan, pembangunan daerah, keuangan daerah, dan program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah yang disertai dengan kerangka pendanaan bersifat indikatif untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan RPJMN. Pemerintah Provinsi Banten telah mengacu pada peraturan tersebut. Perencanaan pembangunan di Provinsi Banten dituangkan dalam RPJMD Provinsi Banten yang disusun setiap lima tahun sekali. Adapun salah satu kebijakan umum di bidang pekerjaan umum Provinsi Banten adalah memantapkan kondisi jalan dan menambah panjang jalan guna mendukung pelayanan pergerakan orang, barang, dan jasa pembangunan Provinsi Banten diungkapkan dalam RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang mendasari penelitian ini adalah penelitian mengenai dampak investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi.Ada enam penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini. Pertama, Maryaningsih et al (2014) dalam penelitian yang berjudul pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui analisis data panel menyimpulkan bahwa Infrastruktur jalan dan listrik berdampak signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita, tetapi masih ada kesenjangan pendapatan antar satu provinsi dengan provinsi lain. Kedua, Sidik (2011) dalam penelitian yang berjudul pengaruh pembangunan infrastruktur jalan dan listrik terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan Tahun 1994 -2008 menggunakan analisis metode estimasi efek tetap dan metode efek random menyimpulkanbahwa iinfrastruktur jalan dan listrik signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Ketiga, Valeriani (2011) dalam penelitian yang berjudul analisis pengaruh kebijakan infrastruktur terhadap pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, melalui analisis regresi linier berganda menyimpulkan bahwa sektor-sektor pariwisata, transportasi, listrik secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan per kapita. Dari tiga faktor yang diuji terbukti sektorpariwisata yang paling dominan berpengaruh terhadap pendapatan per kapita, sedangkan sektor yang paling kecil pengaruhnya adalah listrik. Keempat, Anasmen (2009) dalam penelitian yang berjudul pengaruh belanja modal pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan analisis model regresi linier berganda dan data panel di Provinsi Sumatera Barat: 2000-2006 menyimpulkanbahwa belanja modal pemerintah tidak signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB. Hal ini didukung oleh uji statistik dimana belanja modal pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB. Kelima, Permana dan Asmara (2010) dalam penelitian yang berjudul analisis peranan dan dampak investasi infrastruktur terhadap perekonomian
20
indonesia: menyimpulkan bahwa infrastruktur mampu memberikan dampak multiplier positif terhadap sektor perekonomian lainnya. Pertumbuhan investasi pada sektor listrik, gas dan air bersih memberikan dampak terbesar terhadap perubahan output total sedangkan sektor pengangkutan/transportasi dan komunikasi memberikan dampak terbesar terhadap pertumbuhan pendapatan dan tenaga kerja total. Keenam, Prasetyo dan Firdaus (2009) dalam penelitian yang berjudul pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia dengan metode analisis data panel, uji Hautsman, serta model empirikatas pengaruh tenaga kerja dan infrstruktur pada pertumbuhan ekonomimenunjukkan bahwa kegiatan perekonomian di Indonesia masih bersifat padat karya. Selain itu, infrastruktur baik listrik, jalan maupun air bersih mempunyai pengaruh yang positif terhadap perekonomian di Indonesia. Penelitian-penelitian sebelumnya di atas menggambarkan peranan investasi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi baik secara keseluruhan wilayah indonesia dan secara khusus yaitu terkait wilayah/daerah tertentu. Hasil dari enam penelitian diatas menunjukkan bahwa investasi infrasturktur berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan satu penelitian di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tahun (2000-2006) menunjukkan bahwa belanja modal pemerintah tidak signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB.Hal ini didukung oleh uji statistik dimana belanja modal pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan PDRB. Enam Penelitian terdahulu menjadi rujukan bagi penelitian yang dilakukandi Provinsi Banten ini. Perbedaan penelitian saat ini dengan sebelumnya terdiri dari empat hal yaitu tempat penelitian, waktu penelitian, variabel yang digunakan dan metode yang digunakan. Pada penelitian yang dilakukan saat ini tempat penelitian adalah di Provinsi Banten dengan rentang waktu data yang diteliti selama periode tujuh tahun yaitu tahun 2008 sampai dengan 2014. Variabel yang digunakan terkait investasi infrastruktur pembangunan jalan dan jembatan tingkat provinsi. Selain itu, penelitian sebelumnya menggunakan metode kuantitatif. Sedangkan, penelitian di Provinsi Banten ini dilakukan menggabungkan metode kuantitatif melalui analisis regresi dengan metode kualitatif melalui analisis SWOT. Diharapkan penelitian saat ini dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif dalam menghasilkan strategi bagi pengambilan keputusan investasi infrastruktur di Provinsi Banten.
3
METODOLOGI KAJIAN Kerangka Pemikiran
Peran pertumbuhan desentralisasi governance.
dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam meningkatkan ekonomi menjadi semakin penting, terutama dalam era yang semakin menuntut diperhatikan serta dipraktekannya good Tugas pemerintah daerah adalah bagaimana mengoptimalkan
21
anggaran yang dimiliki untuk meningkatkan pelayanan publik. Anggaran merupakan instrumen manajemen perencanaan dan pengendalian yang berperan penting dalam organisasi sektor publik. Anggaran berperan sebagai alat alokasi yaitu alat untuk mengalokasikan sumber daya agar tercipta pemerataan dan pelayanan publik yang optimal. Pelayanan publik yang menjadi penggerak ekonomi masyarakat, salah satunya adalah ketersediaan infrastruktur jalan dan jembatan. Pemerintah Provinsi Banten telah menjadikan peningkatan infrastruktur jalan dan jembatan sebagai salah satu visi, misi, kebijakan dan programnya. Kerangka penelitian ini bermaksud untuk mengkaji efektivitas penggunaan anggaran di bidang investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Hal ini digunakan untuk mengetahui peranan dari infrastruktur dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Melalui analisis regresi dari data penelitian sekunder akan diperoleh kecenderungan atau hubungan antar keduanya. Setelah itu, penelitian ini merumuskan strategi untuk menyusun kebijakan pembangunan infrastuktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Kerangka pemikiran disajikan dalam Gambar 6. Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Banten masih di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi di Wilayah Jawa-Bali
Anggaran dan Realisasi Investasi Infrastruktur Jalan dan jembatan APBD di Provinsi Banten Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan pada Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Banten Strategi Pemerintah Provinsi Banten menyusun kebijakan pembagunan infrastuktur jalan dan jembatan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Gambar 6
Analisis Deskriptif
Analisis Regresi
Analisis SWOT
Kerangka pemikiran
Lokasi dan Waktu Kajian Lokasi penelitian difokuskan pada Provinsi Banten. Waktu kajian selama 6 (enam) bulan yaitu pada Bulan Desember 2015 sampai dengan Mei 2016. Provinsi tersebut dipilih karena provinsi ini memiliki prioritas investasi infrastruktur yang tinggi yang di tuangkan dalam RPJMD 2012 – 2017 Provinsi Banten.
22
Jenis dan Teknik Pengambilan Data Data yang dipergunakan kajian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan wawancara. Alat atau instumen pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara. Wawancara dilakukan untuk menilai keadaan lapangan dilakukan dengan tiga cara. Pertama, wawancara bebas yaitu pewawancara bebasmenanyakan apapun. Kedua, wawancara terpimpin yaitu pewawancara menanyakan sesuai daftar pertanyaan yang telah disusun. Ketiga, wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi bebas dan terpimpin. Cara ini mengungkapkan pewawancara hanya membawa pedoman garis besar terkait hal-hal yang penting untuk ditanyakan. (Etta dan Sopiah, 2010). Data primer penelitian ini didapatkan melalui wawancara dengan pihak terkait yang mengetahui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Wawancara yang dilakukan terdiri dari dua bagian yaitu in depth interview (pertanyaan terlampir dalam Lampiran 1) dan pengisian kuesioner (kuesioner terlampir dalam Lampiran 2). Responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling yaitu pemilihan responden dilakukan secara sengaja sesuai dengan tujuan penelitian. Untuk tujuan mengidentifikasi dan menganalisis kondisi faktor-faktor internal dan eksternal serta rumusan strategi yang akan dikembangkan dipilih responden (expert) dari beberapa instansi yang terdiri atas: 1. Kepala Subbagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan Dinas BMTR Provinsi Banten. 2. Kepala Seksi Perencanaan Jalan dan Jembatan Dinas BMTR Provinsi Banten. 3. Kepala Seksi Pembiayaan, Direktorat Bina Investasi Infrastruktur, Direktorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 4. Satuan Kerja non Vertikal Perencanan dan Pengawasan Jalan Nasional di Provinsi Banten, Direktorat Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Satuan Kerja Wilayah I Pembangunan Jalan di Provinsi Banten, Direktorat Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 5. Auditor Madya Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Banten. 6. Pengendali teknis survey pengelolaan infrastruktur pada pemerintah Provinsi Banten Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Banten. 7. Staf perencana senior di Badan Pembangunan Daerah Provinsi Banten. Data sekunder dalam penelitian juga penting untuk menunjang analisis yang dilakukan. Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya. Berdasarkan pengumpulan yang dilakukan ada dua tipe data. Pertama, data time series yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu pada suatu obyek dengan tujuan menggambarkan perkembangan.
23
Kedua, data cross section yaitu data yang dikumpulkan pada satu waktu tertentu pada beberapa obyek dengan tujuan menggambarkan keadaan (Suliyanto, 2009). Data sekunder penelitian ini diperoleh melalui dokumen dari berbagai instansi yang memiliki keterkaitan dengan tujuan penelitian yaitu data pendapatan perkapita, data pertumbuhan ekonomi, data investasi infrastruktur di Provinsi Banten. Terkait data tersebut dilakukan penelusuran melalui website instansi terkait dan data yang diperoleh secara langsung. Adapun instansi yang terkait yaitu BPS, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Banten, Dinas BMTR Provinsi Banten, Kementerian PUPR, dan Perwakilan BPKP Provinsi Banten.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan data pada penelitian ini ada tiga cara yaitu analisis deskriptif, analisis regresi dan analisis SWOT. Ketiga analisis ini satu sama lain saling melengkapi. Hal ini bertujuan agar mendapatkan hasil yang komprehensif dan dapat memberikan dampak yang positif bila diaplikasikan oleh pengambil kebijakan. Analisis Data Sekunder Analisis data sekunder dilakukan melalui analisis regresi. Pemilihan analisis tersebut pada dasarnya mengkaji hubungan antar variabel. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa analisis korelasi memberikan ramalan/prediksi atas hubungan antar variabel (Santosa dan Van, 2005). Selain itu, hal tersebut merupakan poin penting di dalam perencanaan khususnya untuk membuat perkiraan. Bila, diketahui data masa lampau, saat ini dan kecenderungannya, maka dapat dibuat ramalan keadaan di masa yang akan datang. Sebelum mengkaji korelasi dan regresi harus diketahui pengertian variabel X dan Y. Firdaus (2011) menjelaskan apabila dua variabel X dan Y mempunyai hubungan sebab akibat, maka nilai variabel X yang sudah diketahui dapat dipergunakan untuk meramalkan Y. Nilai Y yang akan diramalkan disebut variabel tak bebas (dependent variable), sedangkan variabel X yang nilainya dipergunakan untuk meramalkan nilai Y disebut variabel bebas (independent variable). Menurut Sugiyono (2011), analisis regresi digunakan untuk memprediksi seberapa besar perubahan nilai variabel dependen terhadap perubahan/naik turunnya nilai variabel independen. Hasil analisis regresi merupakan prediksi yang digunakan untuk membuat keputusan apakah naik turunnya variabel dependen dapat dilakukan melalui peningkatan variabel independen atau tidak. Regresi berganda adalah metode statistika model hubungan antara variabel terikat (dependen; Y) dengan banyak variabel bebas (independen; X). Analisis regresi memiliki tiga kegunaan, yaitu untuk tujuan deskripsi dari fenomena kasus yang sedang diteliti, untuk tujuan kontrol dan untuk tujuan prediksi. Model ini dipilih dalam penelitian untuk menentukan variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap variabel terikat. Ada tiga jenis data yang digunakan dalam analisis regresi yaitu data runtun waktu (time series), data antar ruang (cross-sectional) dan pooled data
24
(gabungan dua jenis data sebelumnya. Data runtun waktu adalah data observasi yang dilakukan pada waktu yang berbeda misalnya harian, mingguan, bulanan dan tahunan. Ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan secara kuantitatif misalnya pendapatan, angggaran dan secara kualitatif atau variabel dummy bersifat kategorikal misalnya laki-laki dan perempuan. Data antarruang adalah data yang dikumpulkn pada satu waktu tertentu misalnya data sensus penduduk setiap lima tahun sekali. Pooled data disebut juga data panel yang menggabungkan dua jenis data di atas misalnya data penjualan motor perusahaan X selama kurun waktu 5 tahun seluruh provinsi di Indonesia (Ghozali dan Ratmono, 2013). Menurut Gujarati (2005) model estimasi untuk regresi linear berganda adalah metode ordinary least square atau yang dikenal asumsi klasik. Untuk mengetahui asumsi tersebut baik maka dilakukan pengujian asumsi model regresi meliputi: 1. Uji multikoleniaritas Multikoleniaritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel independen. Metode yang digunakan untuk mengetahuinya dengan uji multikolinearitas yaitu uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regersi ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel independen. Jika antar variabel independen terjadi multikolinearitas sempurna, maka koefisien regresi variabel X tidak dapat ditentukan dan nilai standar error menjadi tak terhingga. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah tolerance < 0.10 atau sama dengan VIF > 10. Uji heterokedastisitas 2. Masalah heterokedastisitas sering terjadi pada data yang bersifat cross section disbanding data runtut waktu, dimana nilai residual sulit memiliki varian yang konstan. Melalui uji Brench-Pagan Godfrey data dianalisis melalui hasil Chi-Square dengan catatan bila nilai hitung > nilai Tabel maka homoskeditas ditolak yang berarti terdapat heteroskedastisitas. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat diukur melalui nilai Durbin-Watson (DW). Uji ini digunakan untuk jumlah data/sampel kurang dari sama dengan seratus (Ghozali dan Ratmono, 2013). Kriteria autokelasinya adalah: d < dL d > 4- dL dU < d < 4- dU 4.
: : :
Terdapat autokorelasi Terdapat autokorelasi Tidak terdapat autokorelasi
Uji Normalitas adalah data terdistribusi normal. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan histogram. Kriteria normalitas: 1) Prob.Obs. < α → sebaran data tidak normal 2) Prob.Obs > α → sebaran data normal
25
Apabila asumsi di atas terpenuhi, maka menurut teorema Gaus-Markov metode estimasi OLS akan menghasilkan unbiased linear estimator dan memiliki varian minimum atau disebut dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit. Secara statistik dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perbedaan fungsi ketiga uji yang dilakukan sebagai berikut: 1. Uji parsial (Uji t) adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suatu variabel bebas secara individual dalam mempengaruhi variabel terikat. 2. Uji simultan (Uji F) yaitu pengujian distribusi F yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. 3. Koefisien determinasi R2 Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen menjelaskan varaibel dependen. Selain itu, dapat digunakan koefisien determinasi yang disesuaikan (Adj.R²) dilakukan untuk menjelaskan berapa besar variabel bebas oleh variabel terikat. Penggunaan uji ini untuk mengatasi kelemahan R² ketika terjadi penambahan variabel. Analisis Data Primer Analisis data primer dilakukan atasdata hasil wawancara dan kuesioner SWOT. Analisis SWOT dipilih karena analisis ini mampu mendeskripsikan situasi dan kondisi yang kompleks dalam suatu wilayah terkait investasi infrastruktur jalan dan pertumbuhan ekonomi. Melalui analisis SWOT situasi yang dihadapi dan informasi yang dimiliki relevan dan komprehensif.Asmarini (2010) mengungkapkan analisis SWOT melihat suatu institusi secara utuh baik internal dan eksternal. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis dengan memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities )dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Analisis SWOT adalah kerangka pemikiran untuk mendapatkan wawasan melalui analisis internal dari unsur-unsur kekuatan dan kelemahan dan analisis eksternal dari unsur-unsur kesempatan dan ancaman (Rothaermel, 2015). Analisis lingkungan internal akan menghasilkan kekuatan dan kelemahan sedangkan analisis eksternal akan menghasilkan peluang dan ancaman. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi: 1. Pemberian bobot pada matriks IFE dan EFE Teknik yang digunakan untuk menentukan bobot pada matriks IFE dan EFE adalah pairwise comparison. Teknik ini berfungsi untuk membandingkan setiap variabel pada kolom horizontal dengan variabel pada kolom vertikal. Penentuan bobot pada setiap variabel yang dibandingkan menggunakan skala sebagai berikut :
26
1) Poin “1” untuk faktor eksternal/internal pada baris/horizontal kurang penting daripada faktor strategis eksternal/internal pada kolom/vertikal. 2) Poin “2” untuk faktor strategis eksternal/internal pada baris/horizontal sama penting daripada faktor strategis eksternal/internal pada kolom/vertikal. 3) Poin “3” untuk faktor strategis eksternal/internal pada baris/horizontal sama lebih penting dari pada faktor strategis eksternal/internal pada kolom/vertikal. 2. Pemberian nilai rating pada matriks IFE Pemberian nilai rating untuk daftar kekuatan dijelaskan sebagai berikut : 1) Poin “4” kekuatan utama yang berpengaruh sangat besar. 2) Poin “3” kekuatan utama yang berpengaruh besar. Pemberian nilai rating untuk daftar kelemahan didasarkan pada keterangan berikut : 1) Poin “1” kelemahan utama yang berpengaruh sangat kecil. 2) Poin “2” kelemahan utama yang berpengaruh kecil. 3. Pemberian nilai rating pada matriks EFE Pemberian nilai rating untuk daftar ancaman dijelaskan sebagai berikut : 1) Poin “4” peluang utama yang berpengaruh besar. 2) Poin “3” peluang utama yang berpengaruh sangat besar. Pemberian nilai rating untuk daftar tantangan didasarkan pada keterangan berikut : 1) Poin “1” tantangan utama yang berpengaruh sangat kecil. 2) Poin “2” tantangan utama yang berpengaruh kecil. 4. Total Nilai Tertimbang Bobot faktor dikalikan dengan nilai rating untuk menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel. Rata-rata tertimbang dijumlahkan untuk masing-masing variabel untuk menentukan total ratarata tertimbang untuk organisasi. Hasil analisis faktor internal dan eksternal suatu organisasi dapat digunakan untuk mengetahui posisi organisasi saat ini. Model strategi yang dikembangkan dilakukan dengan Matriks Internal-Ensternal (IE). Parameter yang digunakan meliputi kekuatan internal dan eksternal organisasi yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini untuk memperoleh strategi yang lebih detail melalui analisis nilai internal dan eksternal (Rangkuti, 1997). Matriks tersebut dapat memberikan arahan srategi secara umum dalam menyusun strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Matriks IE bertujuan untuk melihat posisi organisasi serta memperoleh strategi yang sesuai dengan organisasi. Matriks IE terbagi atas tiga daerah utama dengan implikasi strategi berbeda: 1. Sel I, II, IV dapat melaksanakan strategi growth and build Strategi yang umum diterapkan adalah strategi intensif dalam meningkatkan pertumbuhan organisasi. Strategi ini diimplikasikan di pemerintah daerah dengan menambah output kegiatan. Misalnya: Tahun 2017, Dinas BMTR Provinsi Banten menambah output kegiatan
27
pembangunan jalan dengan menambah ruas jalan dan panjang jalan yang dibangun. 2. Sel III, V, VII dapat melaksanakan strategi hold and maintain Strategi ini berupa mempertahankan strategi dan kebijakan yang ada karena sudah optimal. Misalnya: program pembangunan jalan dan jembatan dilakukan setiap tahun karena memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. 3. Sel VI, VIII, IX dapat melaksanakan strategi harvest or divest Strategi ini berupa pelepasan ataulikuidasi perusahaan daerah yang dimiliki. Misalnya: Bus Trans Metro Pekan Baru yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Pekanbaru yang penumpangnya sedikit. Pengoperasian secara terus-menerus akan membebani pemerintah daerah karena biaya operasional lebih besar dari pendapatan. Bila hal tersebut terjadi, maka pemda dapat melikuidasi asetnya. Rangkuti (1997) menjelaskan bahwa matriks IE terdiri dari sembilan sel. Strategi yang terdapat pada matriks sel IE berbeda-beda dan satu sel dalam matriks IE ada yang mempunyai lebih dari strategi. Matriks IE dapat dijelaskan pula pada Tabel 2. Strategi per sel matriks dijelaskan sebagai berikut: 1. Strategi pertumbuhan (sel 1,2, dan 5) Didesain untuk mencapai pertumbuhan Strategi pertumbuhan yang dapat diterapkan di pemerintah daerah terkait strategi meningkatkan anggaran dan membuat inovasi program baru. Misalnya: Dinas BMTR melakukan inovasi program baru dengan membangun jalan 4. Strategi konsentrasi dan diversifikasi (sel 1, 2, 5, 7,8) Strategi ini memfokuskan kebijakan ke suatu program tertentu, atau juga melakukan variasi program yang telah ada. Strategi ini dilakukan misalnya dengan hanya membangun jalan provinsi dan tidak membangun infrastruktur lain. Diversifikasi program dapat dilakukan dengan penambahan pelayanan di puskesmas misal adanya klinik bersalin 24 jam. 5. Konsentrasi melalui integrasi horizontal (sel 1) Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal yang dapat diaplikasikan di pemerintah daerah adalah integrasi program antar pemerintah daerah. Misalnya: kerja sama antar Pemerintah Provinsi Banten dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pembangunan jalan antar provinsi. 6. Konsentrasi melalui integrasi vertikal (sel 2 dan 5) Strategi konsentrasi melalui integrasi vertikal adalah integrasi program dengan pemerintah tingkat yang lebih tinggi. Misalnya: kerja sama antar Pemerintah Provinsi Banten dengan Kementerian PUPR untuk membangun jembatan di Kabupaten Lebak. 7. Diversifikasi konsentris (sel 7) Strategi diversifikasi konsentris yang dapat diaplikasikan di pemerintah daerah adalah melalui penambahan program dalam ruang lingkup yang sama. Misalnya: adanya program pembangunan jalan harus dilengkapi dengan pembangunan gorong-gorong di setiap sisi jalan untuk mencegah banjir.
28
8. Diversifikasi konglomerat (sel 8) Strategi diversifikasi konglomerat yang dapat diaplikasikan di pemerintah daerah melalui menambah program yang berbeda dengan program yang ada sebelumnya dan tidak ada hubungannya baik pendanaan maupun sumber daya yang ada. Misalnya: adanya program pembangunan fasilitas sosial seperti masjid dan rest area di jalan-jalan utama agar memudahkan masyarakat untuk sholat dan istirahat. Tabel 2 Matriks IE
DAYA TARIK INDUSTRI (EKSTERNAL)
KEKUATAN INTERNAL BISNIS
Tinggi (3,0 – 4,0) Sedang (2,00 – 2,99) Rendah (1-1,99)
Tinggi (3,0 – 4,0) I
Rata-Rata (2,00 – 2,99) II
Lemah (1-1,99) III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
Gambaran posisi organisasi melalui Matriks IE, dapat digunakan sebagai gambaran kondisi internal dan eksternal untuk melakukan analisis SWOT. Tahapan dalam menyusun analisis SWOT ada delapan yaitu: 1. Mencari informasi terkait kesempatan eksternal institusi. 2. Mencari informasi terkait ancaman eksternal. 3. Mencari informasi terkait kekuatan internal. 4. Mencari informasi terkait kelemahan internal. 5. Mencocokkan dan menganalisis kekuatan internal dengan kesempatan eksternal dan mengungkapkan hal tersebut dalam Strategi SO. 6. Mencocokkan kelemahan internal dengan kesempatan eksternal dan mengungkapkan hal tersebut dalam Strategi WO. 7. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mengungkapkan hal tersebut dalam strategi ST. 8. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mengungkapkan hal tersebut dalam strategi WT. Hasil analisis SWOT berupa matriks tabel dengan empat kotak dimana masing-masing berisi point-point yang termasuk dalam S, W, O, dan T yang merupakan gambaran gabungan antara faktor internal dan eksternal dalam empat bentuk strategi, disajikan dalam matriks SWOT pada Tabel 3 (Rangkuti, 1997). Hasil analisis SWOT atas investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten adalah pilihan strategi atau kebijakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur. Oleh karena itu, perlu ada analisis untuk memilih pilihan strategi terbaik yang akan digunakan oleh pengambil kebijakan melaluipemeringkatan bobot masing-masing faktor dalam variabel SWOT tersebut.
29
Tabel 3 Matriks SWOT Internal Strengths (S) Weakness (W) Tentukan faktor-faktor Sebutkan berbagai faktor yan merupakan yang menjadi kelemahan kekuantan internal suatu institusi
Eksternal
Opportunities (O) Indikasi berbagai faktor eksternal yang bersifat positif untuk suatu institusi
Strategi SO Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang yang tersedia
Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan suatu institusi sehingga mampu memanfaatkan peluang
Threats (T) Tentukan berbagai faktor eksternal yang bersifat negatif bagi suatu institusi
Strategi S-T Strategi W-T Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang menggunakan kelebihan meminimalkan suatu institusi namun kelemahan sekaligus mengurangi pengaruh negatif dari ancaman eksternal
Sumber : Rangkuti (1997) Tujuan, jenis data, dan metode analisis penelitian yang akan dilakukan dapat dijelaskan dalam Tabel 4. Hal tersebut dijelaskan secara rinci agar mempermudah menginterpretasi hubungan dan keterkaitan antara tujuan, jenis data, metode analisis dan model analisis yang digunakan. Tabel 4 Hubungan tujuan, jenis data, metode dan model analisis No 1
2
3
Tujuan
Jenis Data
Menganalisis Anggaran dan realisasi investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten Menganalisis efektifitas investasi infrastruktur jalan dan jembatan bagi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten
Realisasi anggaran Periode Tahun 2008 s.d 2014 di Provinsi Banten
Merumuskan strategi melalui investasi infrastuktur jalan dan jembatan
Hasil kuesioner wawancara
Metode Analisis Deskripsi
Model Analisis Analisis Trend belanja modainvestasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten
regresi berganda
Y=a+bJALAN+bJEMBATAN Keterangan: a adalah intercept bJALAN adalah realisasi investasi infrastruktur jalan bJEMBATAN adalah realisasi investasi infrastruktur jembatan
Analisis SWOT
Analisis SWOT berdasarkan data dari analisis poin a dan b, tinjauan pustaka terkait dengan penelitian ini.
30
Metode Perumusan Strategi Strategi yang baik adalah strategi yang dapat menyesuaikan dengan kondisi saat ini dan yang akan datang. Strategi ini juga mengangkat dan memperhatikan isi-isu strategis yang ada disekitarnya. Salah satu isu strategis adalah perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan dampak secara menyuluruh ke seluruh dunia, dan ini berarti terdapat dampak di negara berkembang seperti Indonesia.Ini harus direspon dalam perubahan rencana jangka panjang. Perencanaan strategis tidak hanya bersifat ekonomis tetapi mampu menjawab dampak perubahan iklim yang terjadi. Pembangunan infrastruktur dibangun dengan harapan dapat bertahan sampai jauh di masa yang akan datang. Misalnya membangun jalan lebih tinggi karena air pasang di daerah pesisir menjadi lebih rentan karena abrasi makin tinggi sebagai akibat dari pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan air laut (Manahan, 2011). Selain itu, pembangunan infrastruktur jalan yang lebih baik perlu memperhatikan kesadaran akan lingkungan. Batasan dalam membangun jalan tidak hanya terkait panjang jalan atau aspek fisik tetapi memperhatikan aspek lingkungan terkait habitat makhluk hidup di sektar, lingkungan pemukiman (Francis, 2011). Pengembangan suatu kebijakan pada umumnya atau pada kebijakan publik pada khususnya akan mempertimbangkan berbagai aspek dalam proses perencanaan strategik antara initial agreement, mandat, misi (nilai-nilai dari stakeholders), serta faktor-faktor internal dan eksternal sehingga kebijakan yang diterapkan dapat sampai jauh di masa yang akan datang. Salah satu konsep yang dapat digunakan dalam mendukung penyusunan kebijakan publik adalah pengembangan sistem. Tujuannya agar setiap kebijakan disusun melaui tahapan sistematis dimulai dari tahapan perencanaan, analisis desain hingga penggunaan (Inarto, 2002). Terkait pengembangan sistem, penelitian ini merencanakan menyusun strategi sebagai berikut: 1. Tahap perencanaan Tahap perencanaan ini dimulai dari pengumpulan data sekunder dan pengolahan data. Kemudian dilakukan analisis deskriptif tentang realisasi investasi infrastruktur jalan dan jembatan dan analisis regresi untuk mendapatkan gambaran korelasi dan kecenderungan atas fenomena data investasi infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi di Banten. 2. Tahap Desain Tahap desain adalah merancang kuesioner yang akan dibagikan. Sumber yang digunakan dalam menyusun kuesioner adalah informasi dari analisis deskriptif, analisis regresi dan wawancara. Kuesioner SWOT yang telah diisi kemudian dianalisis dan menghasilkan beberapa pilihan strategi. 3. Tahap Penggunaan (Pengambilan Keputusan) Tahap terakhir adalah tahap pengambilan keputusanberdasarkan bobot tertinggi dari pilihan strategi SWOT yang ada.
31
4
GAMBARAN UMUM Kondisi Geografis
Banten merupakan provinsi yang berdiri berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2000 dan secara administratif, terbagi atas 4 Kabupaten dan 4 Kota yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Letak geografis Provinsi Banten pada batas Astronomi 105º1'11² - 106º7'12² BT dan 5º7'50² - 7º1'1² LS, Wilayah Provinsi Banten berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Selat Sunda di sebelah barat. Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Sebagian wilayahnya yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan menjadi hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta. Gambaran wilayah Povinsi Banten dijelaskan dalam Gambar 2.
Sumber: Bappeda, 2012
Gambar 7
Peta administrasi Provinsi Banten
Topografi wilayah Provinsi Banten berkisar pada ketinggian 0 – 1.000 m dpl. Secara umum kondisi topografi wilayah Provinsi Banten merupakan dataran rendah yang berkisar antara 0 – 200 m dpl yang terletak di daerah Kota Cilegon, Kota Tangerang, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian besar Kabupaten Serang. Adapun daerah Lebak Tengah dan sebagian kecil Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 – 2.000 m dpl dan daerah Lebak Timur memiliki
32
ketinggian 501 – 2.000 m dpl yang terdapat di Puncak Gunung Sanggabuana dan Gunung Halimun. Kondisi kemiringan lahan di Provinsi Banten terbagi menjadi tiga yaitu: 1. Dataran yang sebagian besar terdapat di daerah Utara Provinsi Banten yang memiliki tingkat kemiringan lahan antara 0 – 15%, sehingga menjadi lahan yang sangat potensial untuk pengembangan berbagai kegiatan. Dengan tingkatkemiringan ini tidak diperlukan banyak perlakuan khusus terhadap lahan yang akan dibangun untuk proses prakonstruksi. Lahan dengan kemiringan ini biasanya tersebar di sepanjang pesisir Utara Laut Jawa, sebagian wilayah Serang, sebagian Kabupaten Tangerang bagian utara serta wilayah selatan yaitu di sebagaian pesisir Selatan dari Pandeglang hingga Kabupaten Lebak; 2. Perbukitan landai-sedang (kemiringan < 15% dengan tekstrur bergelombang rendah-sedang) yang sebagian besar terdapat di bagian utara meliputi Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang, serta bagian utara Kabupaten Pandeglang; 3. Daerah perbukitan terjal (kemiringan < 25%) terdapat di Kabupaten Lebak, sebagian kecil Kabupaten Pandeglang bagian selatan dan Kabupaten Serang.
Kondisi Pemerintahan Visi dan Misi merupakan cita-cita yang menjadi motivasi dan landasan suatu organisasi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Adapun visi dan misi Pemerintah Provinsi Banten 2012-2017 yaitu bersatu mewujudkan rakyat Banten Untuk mencapai visi tersebut, sejahtera berlandaskan iman dan taqwa. diwujudkan dalam misi sebagai berikut: 1. Peningkatan pembangunan infrastruktur wilayah guna mendukung pengembangan wilayah dan kawasan yang berwawasan lingkungan. 2. Pemantapan iklim investasi yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kecerdasannya dan daya saingnya dalam rangka penguatan NKRI. 4. Penguatan semangat kebersamaan antarpelaku pembangunan dan sinergitas pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang selaras, serasi dan seimbang. 5. Peningkatan mutu dan kinerja pemerintahan daerah yang berwibawa menuju tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. RPJMD Pemeritah Provinsi Banten telah menetapkan penanganan jalan dan jembatan menjadi prioritasnya, dengan misi pertama adalah mewujudkan jaringan jalan provinsi kondisi 100% mantap pada tahun 2017 dan meningkatkan aksesibilitas kawasan melalui penambahan kapasitas jaringan jalan guna mendukung pengembangan wilayah. Kebijakan penanganan jalan dan jembatan di Provinsi Banten diuraikan sebagai berikut: 4. Pemantapan sistem jaringan jalan pola ring yang menghubungkan pesisir dan kawasan-kawasan strategis dalam mendukung perekonomian.
33
5. 6.
7. 8. 9.
Terhubungkannya seluruh ruas-ruas jalan provinsi dalam suatu sistem jaringan jalan provinsi sesuai standar konstruksi dengan kondisi mantap. Penanganan kemacetan perkotaan yang meliputi:pelebaran jalan, perbaikan geometrik persimpangan sebidang jalan, pembangunan simpang tidak sebidang titik rawan kemacetan, pembangunan overpass kereta api yang dilalui jalur double track. Koneksi 4 jalur Serang – Pandeglang – Rangkasbitung - Cikande dalam mendukung kelancaran distribusi barang, orang dan jasa. Dukungan aksesibilitas kawasan pariwisata seperti KEK Tanjung Lesung. Penggantian jembatan yang sudah tidak sesuai kelasnya dan pelebaran jembatan dengan lebar minimal 7,00 meter terutama pada jalan strategis.
Isu penting terkait dengan infrastruktur dan masalah mendesak di Provinsi Banten menurut RKPD Provinsi Banten Tahun 2015 adalah : 1. Perlunya dukungan infrastruktur jalan terhadap pengembanan Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata Tanjung Lesung dan Pariwisata Pulau Umang. 2. Perlunya pembangunan infrastruktur perkotaan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Pandeglang dan Pusat Kegiatan Wilayah Daerah (PKWD) Panimbang. 3. Perlunya dukungan infrastruktur terhadap pengembangan Kawasan Pusat Pertumbuhan Malingping. 4. Perlunya pembangunan infrastruktur perkotaan untuk Pusat Kegiatan Wilayah (Rangkasbitung) dan Pusat Kegiatan Wilayah Daerah (PKWD) Kawasan Perumahan Kekerabatan Maja. 5. Percepatan pembangunan ruas Jalan Lingkar Selatan dan Jalur Lingkar Utara untuk mengatasi kemacetan ke arah Kawasan Wisata Anyer, Kawasan Industri Bojonegaran dan pelabuhan Penyebrangan Merak. 6. Pengembangan koneksitas transportasi perkotaan untuk memperlancar akses ke Bandara Internasional Soekarno Hatta, DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Serang. 7. Peningkatan dan pelebaran jalan provinsi. 8. Peningkatan struktur dan pelebaran ruas jalanprovinsi. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030 menjelaskan wilayah rencana RTRW Provinsi Banten, adalah wilayah Provinsi Banten seluas 8.651,20 Km2yang terbagi atas : 1. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I, meliputi Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan; 2. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) II, meliputi Kabupaten Serang, Kota Serang, dan Kota Cilegon 3. Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) III, meliputi Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Arahan fungsi dan peranan masing-masing Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) di Provinsi Banten adalah sebagai berikut: (i)Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) I diarahkan untuk pengembangan kegiatan industri, jasa, perdagangan, pertanian, dan permukiman/perumahan; (ii)Wilayah Kerja Pembangunan (WKP)
34
II diarahkan untuk pengembangan kegiatan pemerintahan, pendidikan, kehutanan, pertanian, industri, pelabuhan, pergudangan, pariwisata, jasa, perdagangan, dan pertambangan; dan (iii) Wilayah Kerja Pembangunan (WKP) III diarahkan untuk pengembangan kegiatan kehutanan, pertanian, pertambangan, pariwisata, kelautan dan perikanan. Jaringan jalan merupakan moda transportasi yang berperan penting dalam mendukung pembangunan terutama dalam kontribusinya untuk melayani mobilitas manusia maupun koleksi dan distribusi barang. Selain itu jaringan jalan juga diperlukan untuk menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah, antar perkotaan dan antar perdesaan serta untuk mempercepat pengembangan wilayah. Secara umum rata-rata rasio panjang jalan terhadap luas wilayah Provinsi Banten mencapai 0,46. Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten menunjukkan ketersediaan jaringan jalan yang bervariasi. Kabupaten/kota yang berada pada wilayah Banten Utara umumnya telah terakses oleh jaringan jalan, namun sebaliknya beberapa kawasan di kabupaten yang terletak di wilayah Banten Selatan belum terakses oleh jaringan jalan. Kondisi ini terlihat dari rasio panjang jalan terhadap luas wilayah kabupaten/kota di Provinsi Banten. Hingga tahun 2004, Kota Cilegon merupakan wilayah yang memiliki rasio panjang jalan paling tinggi yakni sebesar 3,91, selanjutnya diikuti oleh Kota Tangerang (1,51), Kabupaten Serang (0,69), dan Kabupaten Tangerang (0,65). Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang merupakan dua wilayah di Banten Selatan (memiliki angka rasio yang relatif rendah yakni berada di bawah rata-rata rasio provinsi, masing masing sebesar 0,39 dan 0,384. Jaringan jalan yang ada dalam rencana tata ruang dan tata wilayah di Provinsi Banten disajikan dalam Gambar 8.
Gambar 8 Peta rencana sistem jaringan jalan dalam rencana tata ruang Provinsi Bante
4
http://bantenprov.go.id/read/infrastruktur.html
wilayah
35
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Anggaran dan Realisasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan Berdasarkan hasil kajian APBD Dinas BMTR Provinsi Banten, diperoleh informasi bahwa anggaran dan realisasi infrastruktur jalan dan jembatan sudah baik dengan penyerapan anggaran di atas 90% secara berturut-turut yaitu 99.27% pada tahun 2008, 99.78% pada tahun 2009, 99.90% pada tahun 2010, 99.34% pada tahun 2011 dan 93.43% pada tahun 2012. Penyerapan anggaran yang kurang optimal terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 penyerapan anggaran menurun sebesar 70.64% dan 21.50 % pada tahun 2014. Penyebab rendahnya realisasi anggaran ada 2 faktor. Pertama, adanya masa penyesuaian atas perubahan di sistem penganggaran dengan pemberlakuan pembangunan jalan tahun jamak. Peraturan ini mulai diterapkan tahun 2013 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun Tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan Dengan Penganggaran Tahun Jamak. Program pembangunan infrastruktur jalan yang menggunakan anggaran tahun jamak adalah program yang masa konstruksinya memerlukan waktu lebih dari 1 (satu) tahun, bersifat strategis dan merupakan prioritas untuk segera dilaksanakan dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Kedua, adanya lelang ulang beberapa kali dan adanya paket yang belum selesai pengerjaannya pada saat akhir tahun anggaran atas paket pekerjaan tahun jamak, sehingga realisasi anggaran kecil di akhir tahun. Anggaran dan realisasi belanja modal jalan dan jembatan di Pemerintah Provinsi Banten selama tahun 2008 sampai dengan 2014 disajikan dalam Gambar 7.
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dinas BMTR 2008-2014
Gambar 9 Anggaran dan realisasi investasi konstruksi jalan dan jembatan
36
Hasil Analisis Regresi Investasi Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi Model persamaan yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan terhadap pertumbuhan ekonomi. Adapun asumsi yang digunakan adalah tingkat kepercayaan 90% dan nilai signifikansi (α) 10%. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data realisasi anggaran investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Dinas BMTR Provinsi Banten. Sebelum dilakukan analisis, data tersebut ditransformasi dengan menggunakan logaritma. Hal ini perlu dilakukan karena data tersebut tidak memenuhi syarat untuk dianalisis. Penyebabnya adalah rentang data yang pendek yaitu hanya 7 tahun anggaran (2008 sampai dengan 2014) dan menyamakan ukuran variabel dimana variabel independen dalam bentuk persentase sedangkan variabel independen dalam bentuk rupiah dengan nilai minimal puluhan juta rupiah. Ada empat pengujian variabel sebelum dilakukan analisis regresi. Pertama, uji heretoscedasticity yang hasilnya disajikan dalam Tabel 5. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas data berdasarkan hasil probobilitas F statistik sebesar 0.9940. Hal ini memenuhi syarat karena nilai probabilitas tersebut harus lebih besar dari 10%. Arti hasil pengujian ini adalah tidak terjadi ketidaksamaan residual variance dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Dengan demikian, model regresi yang akan digunakan efisien baik dalam skala sampel kecil, sedang dan besar. Tabel 5 Hasil uji heteroskedasticity Variable C LOG(JEMBATAN) LOG(JALAN) R-squared Prob(F-statistic)
Coefficient 0.254 -0.00408 -0.00586
t-Statistic
Prob.
0.09 -0.05 -0.11
0.936 0.964 0.920
0.0003 0.9940
Sumber : Hasil olahan
Kedua, uji autokorelasi dengan uji Durbin Watson diperoleh nilai sebesar 2.01822. Nilai DW tersebut berada diantara nilai DU sebesar 1.89640 dan DL sebesar 3.5380, dengan demikian dapat disimpulkan tidak ada autokorelasi pada model yang dihasilkan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji Durbin Watson Durbin-Watson Stat Durbin-Watson Upper (DU) Durbin-Watson Lower (DL) Sumber: Hasil olahan
2.01822 1.89640 0.46720
37
Ketiga, uji normalitas yang hasilnya disajikan dalam Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 dapat disimpulkann bahwa kajian ini baik karena data terdistribusi secara normal. Ini berdasarkan hasil uji bahwa probabilitas sebesar 0,150 yang menunjukkan bahwa distribusi data memenuhi syarat karena sudah lebih dari (α) 10%. Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-0,07647 0,4482 7 0,262 >0,150
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1,0
-0,5
0,0 RESI2
0,5
1,0
Sumber : Hasil olahan
Gambar 10
Hasil uji normalitas
Keempat, uji multikolinearitas yaitu uji untuk mengetahui bahwa apakah antar variabel independen memiliki korelasi atau tidak. Syarat tidak ada multikolinearitas adalah nilai Variance Inflation Factor (VIF) kurang dari 10. Berdasarkan hasil Tabel 7 didapatkan kesimpulan bahwa kajian ini baik dan terbebas dari multikolinearitas. Ini berdasarkan hasil uji bahwa nilai centered VIF kurang dari 10. Tabel 7 Uji multikolinearitas Variable LOG(JALAN) LOG(JEMBATAN)
Centered VIF 1.2120 1.2120
Sumber : Hasil olahan
Berdasarkan hasil pengujian yang menyatakan variabel tersebut dinyatakan lulus empat pengujian baik uji multikolinearitas, uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan uji Autokorelasi, maka dilakukan analisis regresi yang hasilnya disajikan dalam Tabel 8. Hasil regresi tersebut juga diuji dengan hasil sebagai berikut : 1. Uji T Hasil perhitungan untuk variabel jalan diperoleh nilai probabilitas (signifikansi) = 0.003. Nilai probabilitas tersebut kurang dari α 0.1 (0.003 < 0.1) yang berarti dapat disimpulkan bahwa variabel pembangunan jalan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
38
ekonomi. Selain itu, hasil perhitungan untuk variabel jembatan diperoleh nilai probabilitas (signifikansi) 0,089. Nilai probabilitas kurang dari α 0,1 (0,089 < 0,1) yang berarti dapat disimpulkan bahwa variabel pembangunan jembatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 2. Uji F Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh nilai probabilitas untuk Fstatistik adalah sebesar 0,007. Nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari α 0.1 (0.007 < 0.10) yang berarti dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel jalan dan jembatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. 3. Uji Koefisien Determinasi Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa variabel bebas yaitu variabel infrastruktur konstruksi jalan dan variabel infrastruktur jembatan menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik terhadap pertumbuhan ekonomi. Ditinjau dari nilai determinasi sebesar 87.10 % menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB 87.10 % mampu ditunjukkan oleh variabel jalan dan jembatan sedangkan 12.90% dijelaskan oleh variabel lainnya . Dari persamaan tersebut dapat diketahui bahwa setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jalan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.56%. Selain itu, Setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jembatan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08%. Berdasarkan data rata-rata realisasi anggaran di Dinas BMTR Provinsi Banten dapat disimpulkan bahwa setiap 1% realisasi pembangunan jalan setara dengan Rp. 1.272.271.942 (satu miliar dua ratus tujuh puluh dua juta dua ratus tujuh puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh dua rupiah) yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.56% atau dengan kata lain 1% adalah Rp. 3.127.272.727 (tiga miliar seratus dua puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh dua tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah). Sedangkan setiap 1% realisasi pembangunan jembatan setara dengan Rp. 163.782.552 (seratus juta enam puluh tiga juta tujuh ratus delapan puluh dua lima ratus lima puluh dua rupiah) dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08%. Persamaan hasil analisis regresi disajikan dalam bentuk sebagai berikut: Tabel 8 Hasil regresi Variable
Coefficient
LOG(JALAN) LOG(JEMBATAN) C
0.557640 0.084860 -6.354000
R-squared Adjusted R-squared F-statistic Prob(F-statistic)
0.914 0.871 21.310 0.007
Sumber : Hasil olahan
t-Statistic 6.40 3.52 -3.43
Prob. 0.003 0.089 0.027
39
Model persamaan hasil analisis regresi yang telah dilakukan sebagai berikut: Y
= -6.35 + 0.56 JALAN + 0.08 JEMBATAN
Keterangan: Y : pertumbuhan ekonomi : kenaikan realisasi anggaran investasi infrastuktur jalan (%) JALAN JEMBATAN : kenaikan realisasi anggaran investasi infrastuktur jembatan (%) Sidik (2011) menjelaskan infrastruktur jalan secara signifikan memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kalimantan. Hasil penelitian di Kalimantan ini memiliki kesamaan dengan hasil peneltian di Banten, yaitu keduanya menyatakan ada pengaruh positif pembangunan jalan terhadap pertumbuhan ekonomi dan keduanya juga menggunakan metoda analisis regresi linier berganda. Sedangkan beberapa perbedaan terkait dua penelitian di atas terletak pada: a. Sumber data yang digunakan Data penelitian sebelumnya adalah data panjang jalan di provinsi-rovinsi yang ada di Pulau Kalimantan sedangkan penelitian yang dilakukan di Provinsi Banten menggunakan data realisasi anggaran pembangunan jalan dan jembatan b. Satuan ukuran variabel Ukuran variabel independen penelitian di Kalimantan adalah panjang jalan dan panjang jaringan listrik (meter), sedangkan di Banten variabel independen yang diteliti adalah realisasi anggaran pembangunan jalan dan jembatan (%). c. Jumlah data yang digunakan Data yang digunakan pada penelitian sdi Kalimantan adalah data periode tahun 1995 sampai dengan 2008 sedangkan penelitian ini di Banten menggunakan data tahun 2008 sampai dengan 2014. d. Metode analisis regresi Data penelitian di Kalimantan dianalisis dengan data panel karena menganalisis data provinsi-provinsi di Kalimantan sedangkan penelitian di Banten menggunakan data time series. e. Anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan sebesar 1% pertumbuhan ekonomi di Kalimantan (rata-rata) sebesar Rp. 2.900.000.000 (dua miliar sembilan ratus juta rupiah) sedangkan hasil penelitian di Banten menjelaskan anggaran yang dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1% adalah Rp. 3.127.272.727 (tiga miliar seratus dua puluh tujuh juta dua ratus tujuh puluh dua tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah. Penetapan prioritas pembangunan diperlukan untuk mendapatkan output optimal atas penggunaan angggaran. Prioritas tersebut dapat diketahui melalui analisis manfaat kenaikan realisasi anggaran jalan dan jembatan terhadap
40
pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Analisis ini mencakup dua hal yaitu analisis biaya yang diperlukan untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi pada tingkat tertentu dan berapa pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dengan biaya tertentu. Analisis kenaikan realisasi anggaran untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tertentu diilustrasikan dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Pada tahun 2013, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten sebesar 5.86% dan lebih rendah dari rata-rata provinsi di Wilayah Jawa-Bali yang mencapai 5.97%. Sehubungan dengan hasil tersebut diatas, terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan Pemerintah Provinsi Banten agar pertumbuhan ekonominya sejajar dengan Wilayah Jawa-Bali. Alternatif pertama, Dinas BMTR meningkatkan realisasi investasi infrastruktur jalan (ceteris paribus). Y = -6.35 + 0.56 JALAN + 0.08 JEMBATAN 5.97 = -6.35 + 0.56 JALAN + 0.08 (0) JALAN = (5.97+6.35)/0.56 JALAN = 22% Jadi, pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5.97% dengan meningkatkan realisasi angggaran jalan sebesar 22% dari realisasi investasi infrastruktur jalan tahun sebelumnya. Alternatif kedua, Dinas BMTR meningkatkan realisasi investasi infrastruktur jembatan (ceteris paribus). Y = -6.35 + 0.56 JALAN + 0.08 JEMBATAN 5.97 = -6.35 + 0.56 (0) + 0.08 JEMBATAN JEMBATAN = (5.97+6.35)/0.08 JEMBATAN = 80.98% Jadi, pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 5.97% dengan meningkatkan realisasi angggaran jalan sebesar 80.98% dari realisasi investasi infrastruktur jembatan tahun sebelumnya.
Hasil Analisis SWOT Strategi Investasi Infrastruktur Hasil analisis deskriptif, analisis regresi dan wawancara menunjukkan bahwa beberapa faktor strategis mempunyai korelasi positif nyata dengan investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Faktor-faktor strategis yang berpengaruh kemudian dikelompokkan ke dalam faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman. Berdasarkan Tabel 9, urutan faktor yang menjadi kekuatan dari sisi internal di Pemerintah Provinsi Banten dalam menyusun strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan adalah sebagai berikut: 1. Perencanaan partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Perencanaan partisipatif diwujudkan dengan musrembang yang terintegrasi dan dihadiri oleh semua stakeholders seperti bupati dan walikota tiap kabupaten/kota, serta pemerintah pusat dalam penyusunan rencana kegiatan pembangunan Provinsi Banten setiap tahunnya. Selain itu, Dinas BMTR Provinsi Banten secara khusus juga melakukan kegiatan Forum SKPD yang
41
mengundang pihak-pihak yang terkait dalam pembangunan jalan yang akan dilakukan untuk koordinasi. Instansi yang diundang yaitu Dinas BMTR Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Bappeda Provinsi Banten, perusahaan negara dan swasta terkait misalnya: PT. Pembangkit Listrik Negara (PLN), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), Tbk dan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). 2. RPJMD yang bersinergi dengan pemerintah pusat Acuan RPJMD Pemrintah Provinsi Banten sudah sesuai peraturan, baik peraturan pemerintah daerah dan kementerian yang terkait. Acuan yang digunakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Banten dalam RPJMD adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4) Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; 5) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah 6) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 20102014; 7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; Selain itu, program-program di Provinsi Banten disinergikan dengan kebijakan pemerintah pusat untuk pemantapan pembangunan infrastruktur, konektivitas dan daya dukung pusat-pusat pertumbuhan di Provinsi Banten. Kebijakan pemerintah pusat menyebutkan bahwa Provinsi Banten dijadikan salah satu daerah yang termasuk dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) koridor Jawa-Sumatera yang juga disebutkan di dalam RPJMD Pemerintah Provinsi Banten. Beberapa program MP3EI diwujudkan berupa pembangunan bandara di kawasan Banten Selatan, jalan tol akses Serang-Panimbang, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata Tanjung Lesung termasuk pembangunan Waduk Karian. Pembangunan infrastruktur tersebut merupakan target MP3EI. 3. Staf dengan tingkat kompetensi sesuai dengan kebutuhan Setiap instansi memiliki dinamika pengelolaan staf dan ini menjadi catatan tersendiri. Staf yang diperlukan harus sesuai dengan background
42
pendidikannya yang ditambah dengan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Namun, jumlah staf khusus bidang lapangan kurang optimal karena jumlah tenaga yang dibutuhkan masih kurang. Akibatnya adalah banyak kegiatan yang masih harus dilaksanakan oleh pihak ketiga dan kurang maksimalnya pengawasan. Hal ini disebabkan oleh jumlah proyek pengerjaan jalan dan jembatan yang melebihi kemampuan pengawasan staf lapangan yang tersedia. Tabel 9 Evaluasi faktor internal (IFE) strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan No. 1.
2. 3.
Kekuatan Perencanaan partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan RPJMD yang sinergi dengan pemerintah pusat Staf yang sesuai kompetensi Skor Variabel Kekuatan
No. 1.
2.
3.
Kelemahan Kebutuhan anggaran yang lebih besar daripada anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan Beberapa perubahan kebijakan pemerintah pusat dan kementerian terkait infrastruktur Belum diterapkanya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal organisasi Skor Variabel Kelemahan Total Analisis Internal
Rating
Skor Terbobot
0.26
3.38
0.88
0.22
3.38
0.74
0.18 0,67
3.25
0.60 2.22 Skor Terbobot
Bobot
Bobot
Rating
0.13
1.63
0.21
0.11
1.88
0.21
0.10
1.13
0.11
0.33 1.00
0.52 2.75
Sumber : Hasil olahan
Berdasarkan Tabel 9 di atas juga disajikan faktor-faktor internal yang berupa kelemahan dalam menyusun strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang antara lain mencakup: 1. Perubahan kebijakan pemerintah pusat dan kementerian yang terkait dengan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan Berdasarkan hasil wawancara, para responden mengungkapkan adanya revisi pada anggaran yang sedang berjalan. Hal tersebut dikarenakan adanya penghematan anggaran oleh pemerintah pusat atau adanya masukan/saran hasil evaluasi anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Banten
43
2. Kebutuhan anggaran yang lebih besar daripada anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan Kebutuhan untuk membangun infrastruktur yang baik dan menyeluruh di wilayah Provinsi Banten terbatas pada anggaran yang tersedia. Anggaran yang tersedia kurang dari yang dibutuhkan sehingga perencana dan pelaksana memerlukan strategi untuk menyusun skala prioritas kegiatan. 3. Belum diterapkannya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal Saat ini, proses perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan masih bersifat manual baik di sisi internal maupun eksternal. Belum adanya suatu sistem yang terkoneksi dengan sistem informasi online antar instansi. Akibatnya administrasi menjadi lebih lama dan kadang menghambat pelaksanaan kegiatan. Selain itu, penyimpanan arsip yang masih manual rentan hilang dan tidak ada back up arsip atau salinannya karena tempat penyimpanan atau ruang arsip yang terbatas. Analisis sisi eksternal dalam menyusun strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan disusun dalam Tabel 10 Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). Beberapa faktor eksternal terkait kesempatan yang dimiliki Provinsi Banten dalam menyusun strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan sebagai berikut: 1. Belum banyak potensi wilayah di Banten yang dimanfaatkan secara optimal Banyak jalan provinsi yang menghubungkan kabupaten/kota belum dalam keadaan mantap yaitu belum dalam keadaan baik, fungsi maupun strukturnya. Selain itu, masih ada dua kabupaten/kota yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang angka rasio jaringan jalan relatif rendah yaitu berada di bawah rata-rata rasio provinsi, masing masing sebesar 0.39 dan 0.38. 2. Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota negara merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur Letak geografis Provinsi Banten yang berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta merupakan faktor yang menguntungkan karena dapat menarik investor yang berada di Provinsi DKI Jakarta untuk berinvestasi di Provinsi Banten. Hal tersebut tentu saja harus dilengkapi juga dengan faktor penarik seperti ketersediaan infrastruktur (jalan, jembatan, air, listrik) yang memadai, dan peraturan yang mendukung iklim investasi. Ini merupakan peluang yang semestinya diakomodir oleh Pemerintah Provinsi Banten. 3. Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur Pelaksanaan proyek-proyek kerjasama pemerintah dan swasta di Indonesia sudah didukung pemerintah. Ini dapat kita ketahui dengan adanya perangkat kelembagaan dan peraturan-perundangan tentang Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) termasuk kelembagaan pembiayaan dan penjaminan. Pemerintah telah berupaya melakukan berbagai langkah terobosan guna mendukung pelaksanaan KPS. Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur telah diubah untuk kedua kalinya melalui Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2011. Di sisi lain, pemerintah juga telah menyusun Buku Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (RPKPS/PPP book) yang
44
berisi daftar proyek Pemerintah yang dapat digunakan sebagai panduan oleh pihak yang akan terlibat dalam KSP. 4. Kerja sama dengan pihak swasta untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan Kebijakan pemerintah yang berusaha melibatkan perusahaan untuk pembangunan jalan dan jembatan sudah mulai dilakukan. Contohnya kerja sama dengan perusahaan tambang dalam membangun jembatan di daerah Lebak, dan kerja sama dengan perusahaan perumahan untuk membuat akses jalan tambahan menuju tol di daerah Karawaci Tangerang. 5. Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) telah membuat akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan semakin beragam Pemberlakuan era perdangangan bebas antar negara-negara di Asia Tenggara berpeluang memberikan variasi pilihan modal, tenaga kerja, teknologi yang digunakan. Analisis faktor eksternal yang menjadi hambatan dalam investasi infrastruktur jalan dan jembatan juga disajikan dalam Tabel 10. Beberapa faktor hambatan dalam menyusun strategi investasi infrastruktur adalah sebagai berikut: 1. Permasalahan iklim yang juga terkait dengan topografi di wilayah Banten yang memiliki kontur wilayah dengan jenis tanah yang mengakibatkan sering longsor. Satuan ekoregion di Provinsi Banten terdiri dari: (i) dataran rendah, pegunungan blok patahan, vulkanik, dan perbukitan karst. Satuan ekoregion dataran rendah berada di daerah wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang dengan morfologi datar, kemiringan lereng 0-8%; (ii) Satuan ekoregion blok patahan berada di sebagian wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, yang cenderung berbukit dengan kemiringan lereng dominan lebih dari 37%; (iii) Satuan ekoregion vulkanik di Provinsi Banten dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dengan kondisi topografi bergunung, yaitu dengan kelerengan 40%; (iv) Satuan ekoregian karst di Provinsi Banten terletak di Kabupaten Lebak dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang. Kawasan ini memiliki kemiringan dan jenis tanah didalamnya yang rawan longsor. Selain itu, pembangunan jalan di kawasan pesisir juga dipengaruhi oleh kondisi gelombang di sekitar Teluk Banten dan Pantai Kota Cilegon. Pada musim Barat (Desember-Maret) tinggi gelombang laut dapat mencapai 0.5 meter sampai 1.25 meter, sedangkan pada musim Timur (Juni September) berkisar antara 0.2 meter sampai 1.2 meter dan pada musim peralihan (April - Mei maupun Oktober - November) ombak cenderung kecil. 2. Adanya kegiatan masyarakat yang memanfaatkan bahu jalan untuk berbagai kegiatan (faktor sosial lainnya) sehingga investasi infrastruktur jalan dan jembatan tidak optimal. Faktor sosial masyarakat yang menganggu pembangunan jalan terkait penggunaan bahu jalan untuk aktivitas perniagaan, jalan yang telah dibangun tidak berfungsi. Selain itu dalam proses pembebasan tanah kepentingan ego kelompok masyarakat seringkali berada diatas kepentingan umum meyebabkan harga tanah di atas harga taksiran. Sebagai akibatnya
45
3.
4.
pembebasan tanah menjadi tersendat karena dana tidak sesuai dengan jumlah yang disepakati. Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit Evaluasi dari pihak ketiga yang mengikuti proses lelang harus memenuhi kriteria persyaratan baik status badan hukum, kegiatan operasional, dan staf ahli yang memiliki sertifikasi di bidangnya. Bila calon peserta lelang tidak memiliki persyaratan lengkap sesuai dengan ketentuan yang harus dipenuhi, maka peserta lelang dianggap gugur. Biasanya yang dapat memenuhi kelengkapan persyaratan hanya perusahaan besar yang memiliki sumber daya manusia yang terorganisir. Selain itu, proses paket tahun jamak per tahun 2013 menyebabkan jumlah pihak ketiga yang dapat mengikuti proses lelang menjadi lebih sedikit. Nilai kontrak yang besar memerlukan modal yang besar dan hal tersebut hanya bisa diikuti oleh perusahaan yang sudah memiliki nilai modal tinggi seperti perusahaan BUMN. Beberapa kasus korupsi yang marak terjadi telah menimbulkan kekhawatiran pihak ketiga untuk mengikuti proses lelang. Ini terlihat dari rendahnya penyerapan anggaran periode tahun 2013 dan 2014. Rendahnya penyerapan karena keterlambatan proses pelelangan pembangunan jalan dan jembatan terjadi sebagai akibat dari sikap terlalu hati-hati dan cenderung takut mengambil resiko (BPKP, 2015). Adanya perbedaan persepsi antar instansi terkait pembangunan infrastruktur Adanya perbedaan cara pandang atau kepentingan antar lembaga yang terkait dengan pembangunan jalan membuat sulit untuk ditetapkan. Beberapa perpedaan kepentingan yang terjadi di Provinsi Banten di antaranya: 1) Pemerintah Provinsi Banten dengan pihak utilitas Perusahaan terkait utilitas yang seharusnya cepat tanggap bila ada pemberitahuan untuk pelebaran jalan kadang kala lambat merespon akibatnya pembangunan jalan terganggu menunggu pemindahan utilitas yang tertanam di bahu jalan. Selain itu, kasus seperti jalan KH. Hasyim Ashari Ciledug Tangerang, dimana PT. PLN tidak tanggap untuk memindahkan tiang listrik sampai selesai pelebaran jalan. Akibatnya tiang listrik tetap berada di tengah yang berisiko terjadinya kecelakaan. 2) Pemerintah Provinsi Banten dengan Pihak Puspitek Pada sasat ini sedang dikembangkan pembangunan Jalan Pahlawan Seribu - Jalan Sepong Parung yang dilatarbelakangi oleh saran Presiden RI saat berkunjung ke Puspitek Serpong. Pembangunan jalan tersebut melewati lahan Puspitek. Hal yang menjadi kendala adalah pembebasan lahan Puspitek yang masih dalam proses pembebasan lahan. Proses ini melibatkan berbagai pihak yaitu Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPITEK) Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, dan Kementerian Keuangan. Proses pelimpahan lahan dari Puspitek ke Pemerintah Provinsi Banten belum selesai karena terkendala persetujuan Kementerian Keuangan. Belum disetujuinya pelimpahan lahan tersebut karena kurangnya koordinasi antara Pemerintah Kota Tangerang Selatan dengan Pemerintah
46
Provinsi Banten terkait revisi usulan pengelolaan BMN atas lahan tersebut. Tabel 10 Evaluasi faktor eksternal (EFE) strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan No.
Peluang
Bobot
Rating
Skor Terbobot
1.
Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur
0.18
3.25
0.58
2.
Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur
0.16
3.50
0.53
3.
Belum banyak potensi wilayah di Banten yang belum dimanfaatkan secara optimalnya
0.12
3.63
0.46
4.
Kerja sama dengan pihak swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur
0.13
3.00
0.40
5.
Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan semakin beragam
0.13
3.13
0.40
Skor Variabel Kesempatan No. 1.
2.
3.
4.
Ancaman
0.71
2.37 Skor Terbobot
Bobot
Rating
Perubahan iklim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan estimasi biaya tidak pasti (adanya ancaman longsor dan banjir)
0.09
1.75
0.16
Adanya kegiatan masyarakat yang memanfaatkan bahu jalan (faktor sosial lainnya) sehingga investasi infrastruktur jalan tidak optimal
0.08
1.50
0.12
Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit
0.06
1.75
0.10
Adanya perbedaan persepsi antar lembaga terkait pembangunan jalan
0.05
2.00
0.12
Skor Variabel Ancaman Total Analisis Eksternal
0.28 1.00
0.49 2.85
Sumber : hasil olahan Faktor-faktor yang telah dikelompokkan menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, selanjutnya diberi bobot untuk masing-masing faktor. Total bobot terhadap faktor-faktor internal adalah 1.00 karena dianggap sebagai satu kesatuan yang utuh. Jumlah total untuk faktor internal 2.75 berarti Pemerintah Provinsi Banten memiliki kepercayaan diri yang cukup besar akan kemampuannya dalam meningkatkan investasi infrastrukturnya. terhadap faktor-faktor internal. Hasil pembobotan untuk faktor internal diperoleh nilai untuk kekuatan 2.22 adalah sebesar sedangkan nilai akhir untuk kelemahan adalah sebesar 0.52. Responden
47
menganggap bahwa Provinsi Banten seharusnya lebih mementingkan untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dibandingkan kelemahannya. Jumlah total untuk faktor eksternal 2.85 berarti Pemerintah Provinsi Banten mampu menghadapi perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar. Hasil pembobotan untuk faktor eksternal diperoleh nilai untuk peluang 2.37 adalah sebesar sedangkan nilai akhir untuk ancaman adalah sebesar 0.49. Responden menganggap bahwa Provinsi Banten seharusnya lebih mementingkan untuk memanfaatkan kesempatan yang dimiliki dibandingkan ancaman yang ada. Sebagaimana yang dapat dilihat pada Matriks IE dalam Tabel 11.
DAYA TARIK INDUSTRI (EKSTERNAL)
Tabel 11 Matriks IE strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan KEKUATAN INTERNAL BISNIS
Tinggi (3,0 – 4,0) Sedang (2,00 – 2,99) Rendah (1-1,99)
Tinggi (3,0 – 4,0) I
Rata-Rata (2,00 – 2,99) II
Lemah (1-1,99) III
IV
V IE (2.75 ;2.85)
VI
VII
VIII
IX
Sumber : Hasil olahan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan strategi pada tingkat organisasi di kuadran lima (V) yaitu sebagai berikut: 1. Strategi hold and maintain (jaga dan pertahankan) Strategi mempertahankan strategi dan kebijakan yang ada karena sudah optimal. Pemerintah Provinsi Banten mempertahankan program pembangunan jalan dan jembatan karena memiliki korelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi. 2. Strategi pertumbuhan melalui diversifikasi Meakukan diversifikasi anggaran investasi infrastruktur jalan dn jembatan. Misalnya melibatkan pihak swasta untuk kerja sama dan pembiayaan investasi. Hal ini dilakukan karena anggaran di bidang infrastruktur memiliki jumlah yang lebih sedikit dari kebutuhan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. 3. Konsentrasi melalui integrasi horizontal Strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal yang dapat diaplikasikan di pemerintah daerah adalah dengan membentuk tim khusus yang beranggotakan instansi-instansi terkait atas permasalahan koordinasi kegiatan investasi infrastruktur yang bermasalah misalnya : tim khusus penanganan jalan puspitek serpong yang beranggotakan perwakilan dari Bappeda, Dinas BMTR Provinsi Banten, Dinas BMTR Kota Tangerang Selatan, Kementerian PUPR, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Keuangan dan BPKP.
48
Srategi yang disampaikan dalam matriks IE. Interaksi faktor internal dan eksternal yang ada juga dapat dirumuskan dalam beberapa alternatif grand strategy yaitu melalui matriks SWOT. Matriks SWOT memberikan empat alternatif yang merupakan interaksi dari faktor Strength dan Opportnity (S-O), Strength dan Weakness (S-W), Threats dan Opportunity (T-O) dan Weakness dan Threats (W-T). Keempat grand strategy tersebut dijelaskan juga dalam Tabel 12. Strategi S-O Strategi utama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan investasi infrastruktur jalan dan jembatan dengan sinergi stakeholder pemerintah, swasta dan masyarakat. Sinergi hubungan antar pemerintah dan swasta berupa kerja sama dengan pihak swasta dalam program corporate sosial responsibility untuk pembangunan jalan dan jembatan, terutama kerjasama dengan industri yang menyebabkan tingginya tingkat kerusakan jalan, seperti pertambangan. Perbaikan dalam segi kualitas dan kuantitas merupakan hal penting dalam investasi infrastruktur. Alternatif kerja sama yang dapat dibangun antara pemerintah dan swasta juga dapat dilakukan dalam program pemeliharaan, perbaikan dan membuka jalan baru (Seeboo, 2008). Sinergi hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dengan adanya staf khusus di Dinas BMTR yang bertanggungjawab untuk memberikan informasi ke masyarakat dan pembentukan sebuah lembaga independen yang terdiri dari masyarakat umum, akademisi, penyedia barang dan jasa dan instansi lain yang terlibat dengan investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Ini merupakan upaya peningkatan fungsi Dinas BMTR untuk melibatkan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait dalam melakukan investasi infrastruktur jalan dan jembatan sehingga dalam pelaksaan kegiatan faktor sosial yang mengganggu dapat berkurang. Sedangkan, sinergi antar lembaga pemerintah berupa rapat secara rutin (triwulan atau kuartalan) untuk membahas dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi antar instansi dan membahas kegiatan pembangunan jalan dan jembatan yang akan dilaksanakan. Strategi W-O Strategi yang memanfaatkan kekuatan dan kelemahan adalah strategi menyusun skala prioritas pembangunan ke daerah tertinggal. Hal ini diwujudkan dengan adanya adanya penyusunan rencana pengelolaan jalan dan jembatan provinsi secara terukur baik jangka pendek, menengah dan panjang berdasarkan skala urgensinya. Selain itu, adanya manajemen risiko berbasis IT atas kurangnya penyerapan anggaran atau menghindari kebocoran anggaran. Pemerintah Provinsi Banten hendaknya mengembangkan suatu sistem terpadu untuk menyusun/menetapkan regulasi standar harga yang akurat terkait biaya pembangunan jalan dan jembatan agar dapat menjadi acuan penyusunan anggaran yang efisien dan efektif. Sistem tersebut dapat mengakomodir perhitungan kebutuhan anggaran secara cermat dan realistis yang dituangkan dalam rencana kebutuhan barang milik daerah dan rencana kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah.
49
Tabel 12 Matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan IFAS
Kekuatan (Strength) Perencanaan partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan dan jembatan
Kelemahan (Weakness) 1 Kebutuhan anggaran yang . lebih besar daripada anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan
2.
RPJMD yang sinergi dengan pemerintah pusat
3.
Staf yang sesuai kompetensi
2 Beberapa perubahan . kebijakan pemerintah pusat dan kementerian terkait infrastruktur jalan dan jembatan 3 Belum diterapkanya sistem . online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal organisasi
1.
EFAS
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
Kesempatan (Opportunity)
Strategi S-O
Strategi W-O
Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur Belum banyak potensi wilayah di Banten yang belum dimanfaatkan secara optimalnya Kerja sama dengan pihak swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur semakin beragam
Sinergi investasi infrastruktur jalan dengan integrasi stakeholder pemerintah, swasta dan masyarakat (S1, S2, O1, O3, O5)
Menyusun Skala Prioritas Anggaran pembangunan wilayah tertinggal dan adanya contingency plan/ manajemen risiko terhadap perubahan berbasis IT (W1,W2, 03)
Strategi S-T
Strategi W-T
Membentuk peraturan daerah dan sistem manajemen mutu untuk guna mendukung tercapainya tujuan organisasi yang berkualitas tinggi (S1, S2, T1,T2)
Memperkuat koordinasi antar dinas atau instansi terkait baik vertikal dan horizontal (W3, T2, T4)
Ancaman (Threats) Perubahan iklim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan estimasi biaya tidak pasti
Adanya kegiatan masyarakat yang memanfaatkan bahu jalan (faktor sosial lainnya) 3. Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit 4. Adanya perbedaan persepsi antar lembaga terkait pembangunan jalan dan jembatan Sumber: hasil olahan
50
Strategi S-T Strategi ini mengungkapkan pembentukan peraturan daerah dan sistem manajemen mutu guna mendukung tercapainya tujuan organisasi yang berkualitas tinggi. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya tim khusus untuk membentuk sistem manajemen mutu. Dua hal utama yang harus dibenahi adalah dengan melakukan pembenahan sistem pemilihan penyedia barang/jasa Pembenahan ini ditujukan untuk memilihn rekanan yang benar-benar dapat memenuhi kualifikasi yang telah ditetapkan dan adanya jaminan kuaitas terhadap hasil pekerjaan. Selain itu pembenahan juga dilakukan dengan pembuatan database kualitas rekanan penyedia barang/jasa, serta rekam jejaknya. Database semacam ini menjadi acuan untuk kegiatan proses lelang selanjutnya. Strategi W-T Strategi ini mengungkapkan perlunya melakukan koordinasi antar dinas dan instansi baik vertikal dan horizontal. Prioritas kegiatan yang perlu dilakukan terdiri dari dua hal penting. Pertama, melakukan koordinasi yang intensif dengan Pemkot Tangerang Selatan, Puspitek, Kementerian Keuangan Cq Kanwil DJKN Provinsi Banten, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi terkait penyelesaian proses pembebasan lahan dan memperbaki permohonan hibah sesuai dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara atas pembangunan jalan puspitek serpong yang belum selesai. Kedua, koordinasi dan rekomendasi ke pejabat terkait agar memberikan sanksi tegas bagi pihak perusahaan utilitas yang enggan bekerja sama untuk memindahkan asetnya saat pelebaran jalan. Langkah selanjutnya adalah melakukan pembobotan terhadap hasil analisis SO, ST, WO, dan WT untuk menentukan skala prioritasnya. Susunan strategi alternatif berdasarkan urutan prioritasnya yang diperoleh dari pembobotan matriks interaksi SWOT disajikan pada Tabel 14. Tabel 13 Pembobotan Matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan Bobot SWOT S = 2.22 W = 0.52 O = 2.37 SO = 4.59 SW = 2.89 T = 0.49 ST = 2.69 WT = 1.01 sumber : hasil olahan Dari hasil di atas, maka disusun prioritas strategi berdasarkan kombinasi strategi yang memiliki nilai paling tinggi sampai paling rendah. Urutan alternatif strategi tersebut disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14 Urutan alternatif Matriks SWOT strategi investasi infrastruktur jalan dan jembatan Prioritas Strategi Bobot Nilai I Strength- Opportunity (SO) 4.59 II Weakness-Opportunity (WO) 2.89 III Strength-Threats (ST) 2.69 IV Weakness-Threats(WT) 1.01 sumber : hasil olahan
51
Berdasarkan besaran bobot-nilai, maka strategi yang digunakan adalah alternatif strategi S-O yaitu yang mengedepankan strategi memanfaatkan kekuatan internal dan peluang di lingkungan eksternal. Ini merupakan strategi optimal karena memiliki bobot paling tinggi yaitu 4.59. Diharapkan hasil dan output dari penggunaan strategi ini dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten.
6 RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Strategi utama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan investasi infrastruktur jalan dan jembatan dengan sinergi stakeholder pemerintah, swasta dan masyarakat. Adapun pihak yang bertanggungjawab dengan hal ini adalah Dinas BMTR yang mimiliki tugas pokok dan fungsi untuk menyelenggarakan pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan. Sedangkan, instansi yang terkait adalah perusahaan yang berada di lingkungan Provinsi Banten, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Kementerian Keuangan, serta masyarakat umum. Strategi dan program yang dirancang secara dijelaskan pada Tabel 15 yang merupakan prioritas pertama dengan nilai bobot tertinggi Matriks SWOT. Tabel 15 Strategi, program dan kegiatan investasi infrastruktur jalan dan jembatan Strategi Program Kegiatan Output Waktu Pelaksanaan Sinergi pemerintah dan swasta
Optimalisasi hubungan bilateral
Sosialisasi dan Adanya pembentukan kesepakatan peraturan bersama dan peraturan daerah yang terkait
2017
Koordinasi dan kerja sama program CSR di bidang jalan dan jembatan
2018
Adanya Memorandum of Understanding (MOU) kesepakatan pihak swasta minimal 40 % dari perusahaan property dan tambang CSR di jalan dan jembatan
52
Strategi Sinergi antar lembaga pemerintah
Sinergi pemerintah dan masyarakat
Sinergi pemerintah dan masyarakat
Program
Kegiatan
Output
Waktu Pelaksanaan 2017
Rapat Adanya nota triwulan antar kesepahaman lembaga atas setiap permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan aset Dinas BMTR yang berkaitan dengan instansi lain Public Adanya Relation on pembuatan media social akun media approach sosial resmi untuk memberi informasi kepada masyarakat dan melayani keluhan masyarakat langsung atas kualitas jalan dan jembatan
Tidak adanya masalah internal antar lembaga terkait pengelolaan aset Dinas BMTR Provinsi Banten
Adanya evaluasi per bulan, per triwulan dan per tahun atas keluhan, saran masyarakat dan feedback yang diberikan Ini menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan
2017
Adanya kelembagaan Masyarakat Jasa Konstruksi Banten
Adanya evaluasi kepuasan kinerja Dinas BMTR Provinsi Banten. Melalui survei kepuasan melalui media sosial. Target pencapaian kepuasan 80%. Hal ini diharapkan meningkat 5% setiap tahunnya.
2018
sumber: Hasil analis
Terbentuknya organisasi masyarakat yang bergerak memberi masukan dan mengawasi, investasi infrastruktur bidang jalan dan jembatan
53
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 15, rancangan strategi dan program yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Sinergi pemerintah dan swasta Pemerintah Provinsi Banten dapat bekerja sama dengan pihak swasta agar kuantitas dan kualitas layanan infrastruktur jalan dan jembatan dapat lebih baik. Hal tersebut dapat dilakukan secara bertahap. Program pertama optimalisasi hubungan antara pemerintah dengan pihak swasta. Adanya sosialisasi dan peraturan terkait mekanisme kerja sama CSR khususnya perusahaan yang bergerak di bidang property dan pertambangan dan di bidang industri. Output yang diharapkan adalah kesepakatan bersama dan peraturan daerah untuk menjadi payung hukum kegiatan yang akan dilaksanakan. Hal ini diharapkan selesai pada tahun 2016. melalui MOU antara pemerintah dengan pihak swasta dapat ditargetkan minimal 40% jalan dan jembatan di Provinsi Banten dapat dibangun melalui program CSR perusahaan property dan tambang Ini didasari dari banyaknya perusahaan tambang di daerah Lebak seperti semen dan pasir. Selain itu, bisnis perumahan sudah mulai berkembang di Provinsi Banten dan sudah ada yang bekerja sama, seperti pembangunan jalan Summarecon-Cikokol dan flyover Karawaci 2. Sinergi antar lembaga pemerintah Kerja sama antar lembaga pemerintah saat ini hanya sebatas perencanaan dan penanganan darurat bersama jika terjadi masalah. Ini kurang efektif karena akan menyebabkan kurangnya sinergi dan menimbulkan gesekan dalam pelaksanaan pekerjaan yang saling terkait. Seharusnya, ada program rapat triwulan antar lembaga untuk membahas masing-masing kegiatan yang akan dilakukan dan kemungkinan saling membantu satu sama lain misalnya antar Kementerian PUPR dengan Dinas BMTR di kabupaten/kota. Rapat yang dilakukan menghasilkan nota kesepahaman atas setiap permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan aset dinas BMTR yang berkaitan dengan instansi lain. Dengan adanya nota kesepahaman, penanganan berkurang dan dapat mempercepat kegiatan tanpa adanya keterlambatan administrasi dan kegiatan. 3. Sinergi pemerintah dan Masyarakat Pemerintah Provinsi Banten dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk menciptakan pembangunan dan program investasi infrastruktur yang responsif dan partisipatif. Ada dua program yang dapat diimplementasikan. Pertama public relation on media social approach, maksud program ini adalah penunjukan staf khusus di Dinas BMTR yang bertanggungjawab untuk memberikan informasi ke masyarakat, menjawab masukan/saran masyarakat dan menghadapi kritikan secara langsung dari masyarakat melalui media sosial misalnya twitter, facebook dan email. Selain itu, masukan dari masyarakat direkapitulasi per bulan, per triwulan dan per tahun. Ini dapat dijadikan masukan pada saat perencanaan pembangunan jalan dan jembatan pada tahun anggaran selanjutnya. Kedua, pembentukan kelembagaan masyarakat jasa konstruksi Provinsi Banten. Pentingnya pembentukan sebuah lembaga independen yang terdiri dari masyarakat umum, akademisi, penyedia barang dan jasa dan instansi lain yang terlibat dengan investasi infrastruktur jalan dan jembatan. Fungsi lembaga ini adalah
54
memberikan ruang publik untuk mengikuti dan mengawasi pembangunan. Selain itu, lembaga independen ini bertanggungjawab untuk melakukan survei kepuasan masyarakat atas kinerja Dinas BMTR Provinsi Banten. Target kepuasan masyarakat adalah 80%. Hal ini diharapkan meningkat 5% setiap tahunnya.
6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Ada tiga kesimpulan yang merupakan hasil kajian penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Hasil analisis anggaran dan realisasi APBD Dinas BMTR Provinsi Banten menunjukkan bahwa penyerapan anggaran dan realisasi pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan pada periode tahun 2008 sampai dengan 2012 sudah mencapai nilai diatas 90% dengan data sebagai berikut 99.27% pada tahun 2008, 99.78% pada tahun 2009, 99.90% pada tahun 2010, 99.34%, pada tahun 2011 dan 93.43% pada tahun 2012. Penyerapan anggaran yang kurang optimal terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Pada tahun 2013 dan penyerapan anggaran menurun sebesar 70.64% pada tahun 2013 dan 21.50 % pada tahun 2014. Penyebab rendahnya realisasi anggaran ada dua faktor. Pertama, rendahnya penyerapan pembangunan jalan tahun jamak. Kedua, adanya lelang ulang beberapa kali serta adanya paket yang belum selesai pengerjaannya pada saat akhir tahun anggaran. 2. Hasil pengujian variabel konstruksi jalan dan jembatan menunjukkan bahwa validitas sebagai variabel. Pengujian yang dilakukan adalah uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, uji normalitas dasn uji multikolinearitas. Setelah itu, dilakukan pengujian regresi dilakukan atas dua variabel tersebut. Hasilnya variabel konstruksi jalan dan jembatan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhasn ekonomi. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 87.10% mampu ditunjukkan oleh variabel jalan sedangkan 12.90% dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui bahwa setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jalan 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.56% dan setiap kenaikan realisasi anggaran pembangunan jembatan sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.08 %. 3. Hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa posisi Dinas BMTR Provinsi Banten di bidang investasi infrastruktur saat ini berdasarkan matriks IE berada pada sel V di mana organisasi pada tipe tersebut harus melakukan fokus dan diversifikasi yaitu fokus untuk memprioritaskan pembangunan jalan dan jembatan karena memiliki korelasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan diversifikasi dilakukan dengan mencari alternatif pembiayaan infrastruktur lain karena anggaran di
55
bidang infrastruktur kurang dari kebutuhan yang ada. Dari analisis matriks SWOT strategi yang dapat dilakukan adalah strategi SO (Strength-Opportunity) melalui sinergi investasi infrastruktur jalan dan jembatan antara stakeholders, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan program kerja sama antara pemerintah Provinsi Banten dengan pihak swasta baik industri maupun pengembang membangun jalan dan jembatan melalui program corporate social responsibility. Selain itu membentuk sub unit khusus di bagian tata usaha yang berfungsi untuk melakukan komunikasi efektif dengan masyarakat melalui media sosial dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat. Perlu juga dibentuk lembaga independen jasa konstruksi Provinsi Banten sebagai pihak ketiga yang netral dalam memberikan masukan, saran dan kritik terhadap investasi infrastruktur yang dilakukan di Pemerintah Provinsi Banten.
Saran Saran terkait penelitian ini ada tiga hal yang penting yaitu sebagai berikut: 1. Diharapkan, ada penelitian secara khusus dan mendalam ke daerah-daerah didalam wilayah Provinsi Banten baik kabupaten atau kota, mengenai keterkaitan anggaran pembangunan jalan dan jembatan serta realisasinya dan efektifitasnya terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerahdaerah tersebut. 2. Meningkatkan kerja sama dan membangun komitmen dengan perusahaan yang bergerak di sektor perumahan dan pertambangan agar program CSR ditujukan untuk membangun fasilitas jalan dan jembatan yang berada dalam kawasan bisnisnya. Hal ini didasari tingkat kemacetan dan rusaknya jalan sebagai dampak dari kegiatan bisnis yang mereka lakukan. 3. Pemerintah Provinsi Banten diharapkan melaksanakan evaluasi secara berkala terhadap efektivitas pembangunan jalan dan jembatan yang telah dibangun dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah sebagai acuan untuk perencanaan pembangunan jalan dan jembatan pada tahun berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita R. 2010. Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu: Yogyakarta. Amrullah T. 2006. Analisis Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional di Indonesia [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia. Anasmen. 2009. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Barat : 2000-2006 [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia.
56
Asmarani AD. 2010. Strategi Kebijakan Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten: Pendekatan Analisis SWOT Dan QSPM [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia. Basri F, Munandar H. 2009. Lanskap Ekonomi Indonesia Kajian dan Renungan Terhadap Masalah-Masalah Struktural, Transformasi Baru dan Prospek Perekonomian Indonesia. Prenada Media: Jakarta. [Bappeda BANTEN]. 2012. RPJMD Provinsi Banten 2012-2017.Banten: Bappeda BANTEN. [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015. Jakarta: Bappenas [BI] Bank Indonesia. 2009. Outlook Ekonomi Indonesia 2009-2014 [internet]. [diunduh 2016 Juni 01]. Tersedia pada: http://www.bi.go.id/ [BPKP] Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. 2015. Laporan Survey Pengelolaan Infrastruktur Jalan pada Pemerintah Provinsi Banten . Jakarta : BPKP. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Banten Dalam Angka 2008 sampai dengan 2014 [Internet]. [diunduh 2015 Desember 17]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi [Internet]. [diunduh 2015 Desember 17]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id. [Dinas BMTR] Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Pemerintah Provinsi Banten. 2015. Anggaran dan Realisasi Tahun 2008 sampai dengan 2014. Banten: Dinas BMTR. Etta MS, Sopiah. 2010.Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis Dalam Penelitian. Yogyakarta : CV. Andi Offset. Firdaus M. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Apikatif. Jakarta: Bumi Aksara. Francis KA. 2011. How Do Planners Participate In Formulating Viable Green Infrastructure Plans [Tesis]. Clemson University. Proquest Information and Learning Company UMI Number: 1492660. United States. Ghozali I, Ratmono D. 2013. Analisis Multivariat dan Dasar Ekonomertika Teori, Konsep dan Aplikadi dengan Eviews 8. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati D. 2005.Ekonometrika Dasar.Sumarno Z, penerjemah; Gunawan H, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometrics. Inarto A. 2002. Siklus Pengembangan Sistem Sebagai Konsep Mendukung dan Merumuskan Kebijakan Publik. Manajemen Pembangunan Nomor 37 Tahun XI, Maret 2002, Jakarta : Lembaga Administrasi Negara. Janeski, Ivica, Whitacre, Brian E. 2014. Long-Term Economic Impacts of USDA Water and Sewer Infrastructure Investments in Oklahoma[Internet]. [diunduh 2015 November 28]. Journal of Agricultural and Applied. Tersediapada:https://www.questia.com/read/1P33332119481/Longterm economiimpactsofusdawaterandsewer.1/22. Kastari. 2007. Perumusan Strategi Pembangunan dan Pembiayaan Infrastruktur Skala Besar [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
57
[Kemendagri] Kemmenterian Dalam Negeri. 2006. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. [Kemenkeu] Kementerian Keuangan. 2015. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.02/2015 Tentang Klasifikasi Anggaran. [Kemen PU] Menteri Pekerjaan Umum RI. 2005. Pengembangan Infrastruktur di Indonesia. Seminar Nasional Majalah Teknik Sipil UGM. Yogyakarta. [Kemen PUPR] Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2015. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 07/SE/M/2015 Tentang Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan. [Kemen PU] Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Pengkajian Dampak Sosial Lingkungan Akibat Pembangunan Jembatan Suramadu.. Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan: Surabaya. [LAN] Lembaga Administrasi Negara. 2007. Penerapan Good Governance di Indonesia (Good Governance : Mendekatkan Harapan dengan Kenyataan). Jakarta: Lembaga Administrasi Negara. Manahan K. 2010. African Countries with Highly Impacted Road Infrastructure due to Climate Change Impacts. Proquest Information and Learning Company UMI Number: 1487893. United States. Maryaningsih N, Hermanyah O, Savitri M. 2014. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Volume 17, Nomor 1, Juli 2014. Jakarta: Bank Indonesia. Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Ma’ruf Yp, Daud J. 2014. Pengaruh Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat [Tesis]. Medan: Univeritas Sumatera Utara. Murni A. 2006. Ekonomi Makro Edisi Revisi. PT. Revika Aditama : Bandung. Permana C, Asmara A. 2010. Analisis Peranan dan Dampak Investasi Infrastruktur Terhadap Perekonomian Indonesia : Analisis Input Output. Jurnal Manajemen dan Agribisnis Vol.7 Nomor 1 Maret 2010. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prasetyo RB, Firdaus M. 2009. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan 2(2):222-236. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [Provinsi Banten].2012. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pembangunan Infrastruktur Jalan Dengan Penganggaran Tahun Jamak. [Provinsi Banten]. 2011. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030. [Provinsi Banten]. Laporan Realisasi Anggaran tahun 2010 sampai dengan 2014. Banten: Provinsi Banten. Putri TD, 2015. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Perkembangan Ekonomi Provinsi Lampung Tahun 2000-2013 [Tesis].Lampung : Universitas Lampung. Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis . Jakarta: PT. Gramedia
58
Rothaermel FT. 2015. Strategic Management: Concepts 2e. London: McGraw Hill Higher Education Santosa W, Van S. 2005. Korelasi Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional [Tesis]. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan. Seeboo A. 2008. Proposed highway asset management framework with an emphasis on economic impact analysis Proquest Information and Learning Company UMI Number: 1453073. United States Sidik AP. 2011. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Jalan Dan Listrik Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Kalimantan Tahun 1994-2008 [Tesis]. Depok : Universitas Indonesia. Sugiyono. 2011. Statistika untuk penelitian. Bandung: CV,Alfabeta. Sukirno S. 2013. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Suliyanto. 2009.Metode Riset Bisnis.Yogyakarta : CV. Andi Offset. Supriyadi B, Muntohar A. 2007. Jembatan. Yogyakarta: CV. Beta Offset. [UU] Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Valeriani D. 2011. Analisis Pengaruh Kebijakan Infrastruktur Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung [Tesis]. Bangka:Universitas Bangka Belitung. Yanti ATD, Soeaidy, Ribawanto H. 2010. Dampak Kebijakan Pembangunan Jembatan Suramadu Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Dalam Pengembangan Wilayah Jembatan Suramadu (Studi Di Desa Sukolilo Barat Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan). Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.2 Tahun 2013. Malang: Universitas Brawijaya. Zhao, Jerry Z, Cao, Chengxin. 2011. Funding China's Urban Infrastructure: Revenue Structure and Financing Approaches[Internet]. [diunduh 2015 November 28]. Chengxin Public Finance and Management, July 1, 2011. Tersedia pada: https://www.questia.com/read/1P32509366891/funding chinasurbaninfrastructurerevenuestructure.
59
LAMPIRAN Lampiran 1 Wawancara Terkait Investasi Infrastruktur Jalan dan Jembatan
A. Investasi Infrastruktur 1. Apakah organisasi/unit kerja/SKPD memiliki kebijakan dalam merencanakan investasi infrastruktur? 2. Jika ada, dalam bentuk apa sistem tersebut dituangkan? Peraturan Menteri/Daerah? 3. Bagaimana cara menentukan skala prioritas investasi infrastruktur yang akan disusun? 4. Apakah ada studi kelayakan sebelum merancanakan investasi infrastruktur yang akan dilaksanakan? 5. Jika ada, bagaimana cara menguji kelayakan suatu investasi infrastruktur yang akan dilaksanakan? B. Infrastruktur Jalan dan Jembatan 1. Apakah ada investasi infrastruktur jalan dan jembatan yang dikerjakan oleh organisasi/unit kerja/SKPD di Provinsi Banten dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir? 2. Jika ya, proyek atau kegiatan apa saja yang telah dilaksanakan? 3. Bagaimana tahapan dalam melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan? 4. Setelah proyek selesai dibangun, bagaimana kegiatan pemeliharaan jalan dan jembatan tersebut? 5. Siapa pihak yang bertanggungjawab atas pemeliharaan jalan dan jembatan yang telah dibangun? Bagaimana mekanismenya? C. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal 1. Bagaimana pengaruh otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dalam investasi infrastruktur jalan di Provinsi Banten yang berlaku setelah UU Nomor 25 Tahun 1999? 2. Kebijakan fiskal apa saja yang diberlakukan terkait investasi infrastruktur di Provinsi Banten? 3. Terkait pendanaan investasi infrastruktur jalan, sumber penerimaan investasi infrastruktur apa saja yang dipergunakan selama ini? 4. Bagaimana tingkat efisiensi dan efektivitas terkait poin 3 di atas? 5. Apakah sumber investasi infrastruktur jalan pada poin 3 telah memenuhi kebutuhan atau belum? 6. Bagaimana hubungan antara pusat dan daerah terkait investasi infrastruktur jalan pada era otonomi daerah saat ini?
60
D. Pengeluaran Pemerintah 1. Pengeluaran pemerintah dalam investasi infrastruktur jalan dilakukan dengan belanja modal di instansi pemerintah, Bagaimana proporsi belanja modal tersebut dibandingkan dengan biaya lainnya (pegawai dan barang)? 2. Apakah ada kebijakan yang menentukan persentase belanja modal khususnya untuk pembangunan jalan setiap tahunnya dalam merencanakan anggaran per tahun? 3. Bila ada, berapa persentase belanja modal tersebut? Faktor-faktor apa yang menentukan arah kebijakan tersebut? E. Pertumbuhan Ekonomi 1. Menurut Anda, adakah kaitan antara pertumbuhan ekonomi dan investasi infrastruktur di Banten, khususnya jalan dan jembatan? Jika ada, apakah pengaruh tersebut positif atau negatif? 2. Apakah ada kaitan antara teknologi dan jumlah penduduk dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahun ke tahun? 3. Apakah ada kaitan antara kebijakan ekonomi regional dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahun ke tahun? 4. Apakah ada kaitan antara tingkat ekspor regional dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahun ke tahun? 5. Apakah ada kaitan antara perubahan paradigma pembangunan dari sektor pertanian ke non sektor pertanian (manufaktur dan jasa) dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahun ke tahun?
F. Perencanaan Pembangunan 1. Bagaimana proses perencanaan pembagunan di Provinsi Banten? 2. Bagaimana penerapan good governance di Provinsi Banten? 3. Bagaimana sistem penyusunan RPJMD Provinsi Banten? 4. Apakah dalam perencanaan dilakukan musrembang dengan SKPD dibawahnya? 5. Bagaimana perencanaan pembangunan di bidang investasi infrastruktur di Provinsi Banten?
61
Lampiran 2
Kuesioner Analisis SWOT
KUESIONER SWOT
STRATEGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN DI PROVINSI BANTEN
IDENTITAS RESPONDEN
NAMA JABATAN ALAMAT EMAIL NO TELEFON/HP TANGGAL
:…………………………………………………………. :…………………………………………………………. :…………………………………………………………. :…………………………………………………………. :……………………………………………………
62
KUESIONER PENENTUAN BOBOT Tujuan : Mendapatkan penilaian para ahli, baik dari lingkungan internal maupun eksternal institusi terhadap bobot berbagai indikator yang menjadi pertimbangan utama dalam menentukan strategi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Bobot tersebut adalah berupa judgement ahli terhadap seberapa besar tingkat kepentingan indikator-indikator yang terdiri dari faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman). Petunjuk : 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam pengisian kuesioner, responden diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak menunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. 4. Responden berhak untuk menambahkan atau mengurangi hal-hal yang sudah tercantum dalam kuesioner ini, dengan responden lainnya atau dengan peneliti. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat. 5. Nilai diberikan pada perbandingan berpasangan antara 2 faktor (vertikalhorizontal) berdasarkan tingkat kepentingan berbagai indikator baik internal maupun eksternal dalam perencanaan strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan investasi infrastruktur jalan di Provinsi Banten . Untuk menentukan bobot setiap indikator digunakan skala 1, 2 dan 3 dengan keterangan skala sebagai berikut : Nilai 1 : Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal Nilai 2 : Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal Nilai 3 : Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertika Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal yang telah ditinjau dari keseluruhan aspek dalam penentuan strategi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten.
63
PEMBOBOTAN FAKTOR INTERNAL
NO
KETERANGAN
A B C D E
1
Perencanaan Partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan
A
2
RPJMD yang sinergi dengan Pemerintah Pusat
B
3
Staf yang sesuai dengan kompetensi
C
4
Kebutuhan anggaran yang lebih besar dari anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan
D
5
Beberapa perubahan kebijakan pemerintah pusat dan kementerian terkait terkait infrastruktur
E
6
Belum diterapkannyaadanya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal organisasi
F
F
64
PEMBOBOTAN FAKTOR EKSTERNAL
NO
KETERANGAN
1
Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur Belum banyak potensi wilayah di Banten yang belum dimanfaatkan secara optimalnya Kerja sama dengan Pihak Swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan semakin beragam Perubahan iklim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan estimasi biaya tidak pasti (adanya ancaman longsor dan banjir) Adanya kegiatan bisnis masyarakat yang memanfaatkan bahu jalan, sehingga investasi infrastruktur jalan tidak optimal
2
3
4 5
6
7
8
9
A A
B
C
D E
F
G
Industri jasa konstruksi yang oligopoli, H membuat posisi tawar menawar menjadi lebih sulit Adanya perbedaan persepsi antar instansi I terkait pembangunan infrastruktur
B C D E F G H I
65
KUESIONER PENENTUAN RATING STRATEGI PENINGKATAN PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN DI PROVINSI BANTEN Tujuan : Mendapatkan penilaian para ahli, baik dari lingkungan internal maupun eksternal institusi terhadap berbagai indikator yang menjadi pertimbangan utama dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastuktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten. Tingkat rating atau peringkat adalah berupa pemberian Rating/Peringkat terhadap seberapa besar tingkat kepentingan indikator-indikator yang terdiri dari faktor internal (kekuatan dan Kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman) dalam rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastuktur jalan di Provinsi Banten. Petunjuk Umum : 1. Pengisian kuisioner dilakukan secara tertulis oleh responden (ahli). 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden (ahli) dengan cara memberikan tanda (√) pada jawaban yang dianggap sesuai. 3. Dalam pengisian kuisioner, responden (ahli) diharapkan untuk melakukannya secara sekaligus (tidak tertunda) untuk menghindari inkonsistensi jawaban. 4. Seluruh definisi yang digunakan dalam kuisioner ini sepenuhnya menjadi hak responden (ahli), dalam artian bahwa responden (ahli) dapat saja memiliki pandangan yang berbeda mengenai suatu faktor di dalam kuisioner ini, dengan responden lainnya. Hal ini dibenarkan jika dilengkapi dengan alasan yang kuat. Petunjuk Khusus : 1. Pemberian Rating/Peringkat terhadap faktor internal (faktor kekuatan dan kelemahan) dalam kuisioner ini, memiliki ketentuan sebagai berikut : Untuk faktor yang menjadi kelemahan diisikan peringkat: 1 = Sangat Rendah 2 = Rendah Untuk faktor yang menjadi kekuatan diisikan peringkat : 3 = Tinggi 4 = Sangat Tinggi 2. Pemberian Rating/Peringkat terhadap faktor eksternal adalah respon terhadap unsur-unsur faktor eksternal dengan ketentuan sebagai berikut: 1 = Lemah/di bawah rata-rata, 2 = Rrata-rata, 3 = Di atas rata-rata, dan 4 = Superior/sangat bagus. 3.
Penentuan Rating/Peringkat merupakan pandangan masing-masing responden terhadap faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (faktor peluang dan ancaman) yang telah ada.
66
FAKTOR INTERNAL Adalah faktor-faktor yang secara internal merupakan kekuatan (strenght) dan kelemahan (weakness) dalam rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten
No.
1 2 3 No.
1 2 3
Faktor Strategis Internal Kekuatan
Rating/Peringkat 1 2 3 4
Perencanaan Partisipatif melalui musrembang dalam penyusunan rencana investasi infrastruktur jalan RPJMD yang sinergi dengan Pemerintah Pusat Staf yang sesuai dengan kompetensi Kelemahan
Kebutuhan anggaran yang lebih besar dari anggaran yang tersedia pada pembangunan infrastruktur jalan Beberapa perubahan kebijakan pemerintah pusat dan kementerian terkait terkait infrastruktur Belum diterapkannyaadanya sistem online birokrasi (e-office) internal maupun eksternal organisasi
1
2
3
4
67
FAKTOR EKSTERNAL Adalah faktor-faktor yang secara eksternal merupakan peluang (Opportunity) dan ancaman (Threats) dalam rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui investasi infrastruktur jalan dan jembatan di Provinsi Banten No.
1 2 3 4 5 No.
Faktor Strategis Eksternal Kekuatan
Rating/Peringkat 1 2 3 4
Peraturan pemerintah yang lebih terbuka terhadap investasi pihak swasta untuk kegiatan investasi infrastruktur Banten sebagai provinsi penyangga dan penghubung langsung dengan ibu kota merupakan wilayah yang strategis untuk investasi infrastruktur Belum banyak potensi wilayah di Banten yang belum dimanfaatkan secara optimalnya Kerja sama dengan Pihak Swasta untuk membiayai pembangunan infrastruktur Adanya era perdagangan bebas ASEAN (MEA) akses modal, tenaga kerja, teknologi di bidang infrastruktur jalan dan jembatan semakin beragam Tantangan
1
Perubahan iklim yang tidak menentu saat ini mengakibatkan estimasi biaya tidak pasti (adanya ancaman longsor dan banjir) Adanya kegiatan bisnis masyarakat yang memanfaatkan bahu 2 jalan, sehingga investasi infrastruktur jalan tidak optimal Industri jasa konstruksi yang oligopoli, membuat posisi tawar 3 menawar menjadi lebih sulit Adanya perbedaan persepsi antar instansi terkait pembangunan 4 infrastruktur
1
SARAN/MASUKAN: ……………………………………………………………….................. @@@ TERIMA KASIH @@@
2
3
4
68
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta, 11 Juli 1985 sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Hasan Basri dan Ibu Wardliyah. Pendidikan formal penulis diawali pada tahun 1992 – 1999 di SDN.Cengklong II. Selanjutnya, penulis meneruskan pendidikan di SLTPN I Kosambi pada tahun 1999 – 2000. Penulis menghabiskan masa SMU, di SMUN I Tangerang pada tahun 2000 – 2003. Penulis melanjutkan ke jenjang sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2004 – 2008. Setelah lulus, Penulis bekerja di PT. MTI sampai dengan tahun 2010. Kemudian Penulis berpindah tempat kerja pada akhir tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis mulai bekerja di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat hingga sekarang. Saat ini, Penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 melalui beasiswa STAR BPKP di tahun 2014/2015 pada Sekolah Pascasarjana IPB, Program Studi Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah.