PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI KABUPATEN BOGOR
DESSY YANTI EKA PERMATASARI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Dessy Yanti Eka Permatasari NIM H14100136
ABSTRAK DESSY YANTI EKA PERMATASARI. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI. Infrastruktur mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur, menganalisis pengaruh infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi dan menganalisis prioritas kebijakan jalan di Kabupaten Bogor. Data sekunder yang digunakan dari tahun 1989 hingga 2012 sedangkan data primer didapatkan melalui hasil wawancara dan kuisioner. Variabel yang digunakan ialah Produk Domestik Regional Bruto (jutaan rupiah), jumlah puskesmas (unit), jumlah air bersih yang tersalurkan (m³) dan panjang jalan (km). Hasil yang diperoleh dengan menggunakan regresi bahwa infrastruktur puskesmas, air bersih dan jalan memiliki pengaruh positif dan signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Hasil dengan metode AHP menunjukan bahwa proritas sasaran pertama ialah meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan prioritas sasarannya penambahan panjang jalan, prioritas kedua meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan penambahan fasilitas jalan dan prioritas ketiga mengurangi kemiskinan dengan penambahan panjang jalan. Kata kunci: AHP, Infrastruktur, OLS, Pertumbuhan Ekonomi.
ABSTRACT DESSY YANTI EKA PERMATASARI. Influence of Infrastructure on the Economic Growth and Road Development Policy in Bogor Regency. Supervised by DEWI ULFAH WARDANI. Infrastructure has a very important role on economic growth. The purpose of this research is for describing economic and infrastructure growth, analyzing the effect of infrastructure on economic growth and analyzing road policy priority in Bogor Regency. Secondary data is acquired from the data that has been used since 1989 to 2012, while primary data is acquired from interview and questionnaire. The variable used are Regional Gross Domestic Product (millions of Rupiahs), the number of health center (unit), the amount of fresh water channeled (m³) and road length (km). Results obtained by using the regression that the health center infrastructure, water and roads have a positive and significant effect on economic growth. Results from the AHP method shows that first target priority is raising employment by adding road length, the second priority is increasing economic growth by adding road facility and third priority is reducing poverty by adding the road length. Key words: AHP, Infrastructure, OLS, Economic Growth.
PENGARUH INFRASTRUKTUR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JALAN DI KABUPATEN BOGOR
DESSY YANTI EKA PERMATASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Judul Skripsi : Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor Nama : Dessy Yanti Eka Permatasari NIM : H14100136
Disetujui oleh
Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.si Pembimbing
Diketahui oleh
Dedi Budiman Hakim, Ph.D. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, Msi. selaku pembimbing selama proses penyelesaian skripsi, seluruh staf departemen Ilmu Ekonomi IPB yang telah membantu selama proses pembuatan surat, pihak BPS Kabupaten Bogor yang telah menyediakan dan melayani penulis saat proses pengumpulan data, kepada Bappeda yang sudah diperbolehkan untuk diwawancarai dan menyebarkan kuisioner untuk skripsi ini, kepada Diyane, Shinta, Egi dan Fitra selaku teman satu bimbingan yang telah membantu. Ucapan terima kasih juga kepada Ibu tercinta Dewi Yanti Retno Utami, SE, Bapak tercinta Sudarso, SE dan Adik tercinta Dina Dwi Fitriana Sudaryanti serta keluarga besar saya yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini dan telah memberikan dukungan secara moril dan materil. Terimakasih juga saya ucapkan pada semua keluarga besar Ilmu Ekonomi 47 yang telah menjadi keluarga selama masa perkuliahan. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Dessy Yanti Eka Permatasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN
ix ix ix 1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pertumbuhan Ekonomi
4
Infrastruktur
6
Analytical Hierarchy Process (AHP)
7
Analisis Regresi Linier Berganda
9
Penelitian Terdahulu
13
Kerangka Pemikiran
14
Hipotesis Penelitian
15
METODE
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode dan Pengolahan Data
15
Model Penelitian
16
Bagan Analytical Hierarchy Process HASIL DAN PEMBAHASAN
16 16
Pertumbuhan PDRB dan Perkembangan Infrastruktur
17
Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi
21
Kebijakan Pembangunan Jalan (Metode AHP)
23
SIMPULAN DAN SARAN
25
Simpulan
25
Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
28 30
xii
DAFTAR TABEL 1 Nilai skala banding berpasangan 2 Durbin-Watson 3 Hasil estimasi model persamaan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor
8 12 21
DAFTAR GAMBAR 1 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur di Kabupaten Bogor tahun 2008-2012 2 Contoh hirarki keputusan dari AHP 3 Kerangka pemikiran konseptual 4 Bagan Analytical Hierarchy Process 5 PDRB Kabupaten Bogor AHDK 2000 tahun 1989-2012 6 Distribusi PDRB Kabupaten Bogor AHDK 2000 tahun 2008-2012 berdasarkan sektor 7 Panjang jalan kabupaten berdasarkan kondisi jalan baik di Kabupaten Bogor tahun 1989-2012 8 Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor tahun 1989-2012 9 Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di Kabupaten Bogor 2012 10 Jumlah puskesmas (puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas keliling) di Kabupaten Bogor tahun1989-2012 11 Hasil pengolahan AHP menggunakan Expert Choise 2000
2 8 15 16 17 17 18 19 19 20 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil estimasi model analisis regresi pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi 2 Uji normalitas 3 Uji heteroskedastisitas 4 Uji Autokolerasi 5 Daftar nama responden BAPPEDA 6 Hasil olahan data AHP menggunakan Expert Choise 2000
28 28 28 29 29 29
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Proses pembangunan memiliki tiga tujuan yaitu peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, peningkatan standar hidup dan perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan.(Todaro dan Smith 2006). Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara adalah melalui pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan itu sendiri dapat diartikan sebagai gambaran mengenai dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi (Budiono 1992). Pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan. Salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi adalah akumulasi modal. Akumulasi modal ini dapat dilakukan dengan investasi langsung terhadap stok modal secara fisik seperti pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan dan bahan baku atau dengan melakukan investasi terhadap fasilitas penunjang seperti infrastruktur yaitu pembangunan jalan raya, penyediaan listrik, air bersih, dan pembangunan fasilitas komunikasi dan sebagainya. Pembangunan infrastruktur akan dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Infrastruktur sendiri merupakan prasyarat bagi sektor-sektor lain untuk berkembang dan juga sebagai sarana penciptaan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Pemberdayaan sumberdaya untuk membangun infrastruktur akan memicu proses ekonomi sehingga menimbulkan penggandaan dampak ekonomi maupun sosial. (Setiadi 2006) Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur memengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi (Kwik Kian Gie 2002). Infrastruktur berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran nyata dan terwujudnya stabilisasi makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja. Infrastruktur juga dapat meningkatkan mobilitas penduduk, mempercepat laju pengangkutan barang, memperbaiki kualitas dari jasa pengangkutan tersebut, meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana pembangunan, serta meningkatkan efisiensi penggunaan sarana pembangunan. Perkembangan daerah perkotaan lebih pesat dibandingkan di pedesaan. Jakarta telah mengalami perkembangan daerah dan berkaitan dengan daerah sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi. Oleh karena itu
2
Kabupaten Bogor tidak dapat dipisahkan perkembangannya sebagai daerah penyangga bagi Ibukota Jakarta. Struktur perekonomian Kabupaten Bogor yang digambarkan oleh distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku menunjukan bahwa kontribusi nilai tertinggi PDRB Kabupaten Bogor pada tahun 2012 dicapai oleh sektor industri yaitu selalu berada diatas 60 persen. Hal tersebut dapat dilihat dibeberapa kecamatan di Kabupaten Bogor seperti Gunung Putri, Klapanunggal, Citeureup dan lain-lain. Pemerintah mengalokasikan dana dalam bentuk APBD untuk kebutuhan daerah akan sarana prasarana. Masalah infrastruktur seringkali dituding menjadi penghambat untuk pertumbuhan ekonomi termasuk Kabupaten Bogor. Sebab itu, infrastruktur di Kabupaten Bogor harus diberi perhatian untuk kelancaran kegiatan baik pemerintah maupun publik dan mampu menopang pertumbuhan Kabupaten Bogor maupun pertumbuhan daerah lainnya. Dari uraian tersebut yang telah dipaparkan maka perlunya penelitian terkait dengan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi terutama di Kabupaten Bogor. Perumusan Masalah Kabupaten Bogor merupakan daerah yang cukup luas di Jawa Barat sekitar 2 301.95 Km². Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 5 077 210 jiwa pada tahun 2012. PDRB Kabupaten Bogor tertinggi kedua setelah Kabupaten Bekasi sebesar 32 526 450 juta rupiah (BPS 2014). Dengan jumlah penduduk tertinggi di Jawa Barat, Kabupaten Bogor diharapkan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk menunjang kegiatan yang berlangsung di Kabupaten Bogor. Infrastruktur yang memadai sebagai penunjang aktivitas ekonomi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur jalan dalam kondisi baik akan mempermudah mobilisasi penyaluran barang dan jasa dan dapat mengurangi akses masyarakat yang terisolasi. Infrastruktur air bersih dapat meningkatkan output yang dihasilkan. Infrastruktur puskesmas akan meningkatkan produktivitas pekerja.
Persen
40 Puskesmas
20
Air Bersih 0 2008 -20
2009
2010
2011
2012
Jalan
Tahun
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)
Gambar 1 Perbandingan pertumbuhan infrastruktur di Kabupaten Bogor Tahun 2008-2012 Menurut Gambar 1 pertumbuhan infrastruktur di Kabupaten Bogor tidak selalu menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2010 jalan mengalami pertumbuhan negatif, hal ini dikarenakan terjadi pengurangan jumlah panjang jalan dalam kondisi baik. Apabila semakin banyak jalan yang rusak akan menurunnya efisiensi jalan. Pertumbuhan infrastruktur air bersih dan puskesmas
3
pada tahun 2008 sampai 2012 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun kebutuhan akan sumber air bersih dan puskesmas selalu meningkat walaupun pertumbuhan di tiap tahunnya selalu berbeda. Hal tersebut akan menjadi masalah untuk pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang terlihat pada nilai PDRB di Kabupaten Bogor apabila infrastruktur kurang dan tidak memadai. Dari uraian tersebut yang telah dipaparkan maka perlunya penelitian terkait dengan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi terutama di Kabupaten Bogor. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka permasalahan pokok yang akan di angkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan PDRB dan infrastruktur (puskesmas, air bersih dan jalan) di Kabupaten Bogor? 2. Bagaimana pengaruh infrastruktur (puskesmas, air bersih dan jalan) terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten Bogor? 3. Apa kebijakan pembangunan infrastruktur jalan yang akan dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bogor? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menggambarkan perkembangan PDRB dan infrastruktur (puskesmas, air bersih dan jalan) di Kabupaten Bogor. 2. Menganalisis pengaruh infrastruktur (puskesmas, air bersih dan jalan) dalam pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis prioritas kebijakan yang akan dilaksanakan untuk pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Bogor. Manfaat Penelitian Di samping untuk menjawab permasalahan yang ada, adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan infrastruktur dan melakukan pembangunan jalan sesuai prioritas di Kabupaten Bogor yang dapat meningkatkan pembangunan ekonomi. 2. Bagi para akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian lainnya. 3. Bagi masyarakat umum, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan pengetahuan umum mengenai perkembangan infrastruktur yang ada di Kabupaten Bogor. Ruang Lingkup Penelitian dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini menggunakan wilayah Kabupaten Bogor untuk penelitian. Data yang digunakan dari tahun 1989 sampai 2012. Infrastruktur yang akan diteliti adalah infrastruktur puskesmas yaitu jumlah puskesmas, jumlah puskesmas pembantu dan jumlah puskesmas keliling, infrastruktur air bersih yaitu ketersediaan air bersih yang tersalurkan disediakan oleh PT. Perusahaan Daerah
4
Air Minum (PDAM) dan infrastruktur jalan menurut kondisi jalan yaitu jalan dengan kondisi baik. Penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel tersebut dikarenakan kurangnya data yang tersedia di BPS Kabupaten Bogor dan menurut penulis tiga variabel infrastruktur tersebut mudah untuk dilihat dan terukur, infrastruktur jalan suatu hal yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi karena apabila tidak adanya jalan distribusi barang dan jasa menjadi sulit dan biaya distribusi menjadi tinggi, infrastruktur puskesmas dan air bersih dapat menggambarkan kesejahteraan suatu daerah. Penulis tidak memasukkan variabel listrik walaupun listrik suatu hal yang sangat penting bagi perekonomian dikarenakan data yang tersedia tidak dapat diperbandingkan setiap tahunnya karena hanya menggunakan sample gardu yang berbeda pada tiap tahunnya tidak menggunakan gardu keseluruhan yang berada di Kabupaten Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Ekonomi Todaro dan Smith (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar. Ada tiga komponen utama dalam menentuk an pertumbuhan ekonomi setiap bangsa, yaitu: 1. Akumulasi modal, meliputi semua bentuk investasi baru yang ditanamkan seperti tanah, peralatan fisik, serta sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan. 2. Pertumbuhan jumlah penduduk, yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja. 3. Kemajuan teknologi, yang diartikan sebagai cara untuk menyelesaikan pekerjaan. Akumulasi modal diperoleh bila sebagian dari pendapatan yang diterima saat ini ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan meningkatkan output dan pendapatan di masa yang akan datang. Pengadaan pabrik-pabrik, mesin mesin, peralatan dan bahan baku akan meningkatkan stock modal (capital stock) fisik suatu negara dan memungkinkan untuk meningkatkan tingkat output yang ingin dicapai. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus ditopang oleh berbagai investasi penunjang yang disebut dengan investasi infrastruktur sosial dan ekonomi. Pengadaan infrastruktur ini meliputi pembangunan jalan, penyediaan energy listrik, penyediaan sarana air bersih, perbaikan sanitasi, pembangunan fasilitas komunikasi, dan sebagainya. Keseluruhan dari adanya penyediaan infrastruktur ini sangat dibutuhkan dalam menunjang dan mengintegrasikan aktivitas-aktivitas ekonomi dalam suatu Negara. Teori pertumbuhan klasik pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith. Merupakan teori pertumbuhan pertama kali yang dikemukakan secara luas serta menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi terjadi dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhinya. Terdapat dua hal yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan penduduk dan pembagian tugas para pekerja. Dalam
5
teori ini yang paling memengaruhi ialah pertumbuhan penduduk, karena dengan pertumbuhan penduduk cenderung akan meningkatkan output serta penduduk yang meningkat akan memperluas pasar. Pasar yang luas akan meningkatkan produksi yang akan mendorong spesialisasi dan pembagian kerja pada tenaga kerja. Kedua hal itu yang menyebabkan kegiatan ekonomi semakin meningkat dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Spesialisasi dan pembagian kerja produktivitas tenaga kerja meningkat dan mendorong terjadinya perkembangan teknologi. (Jhingan 2000). Adam Smith sangat optimis dengan proses tersebut dan akan terus terjadi sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita masyarakat akan terus meningkat. Namun teori tersebut tidak dapat menjelaskan mengapa Negara dengan faktor produksi melimpah misalnya jumlah penduduk yang besar tidak berkorelasi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Roberto Solow dengan teori neo-klasiknya menyumbangkan pemikirannya dengan memasukan faktor pertumbuhan teknologi sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan neo-klasik memandang bahwa jumlah output (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh suatu perekonomian ditentukan oleh ketersediaan dan jumlah faktor produksi yang digunakan. Faktor neo-klasik mengklasifikasi menjadi dua kelompok besar dengan jumlah faktor produksi dinyatakan dengan fungsi produksi sebagai berikut: Y=f(K,L) (2.1) Dimana Y merupakan jumlah output, K adalah jumlah modal, L adalah jumlah tenaga kerja. Namun dengan menganggap teknologi adalah variabel eksogen yang mengandung pengertian dengan tidak adanya kemajuan teknologi yang berimplikasi pada pencapaian tingkat output dan modal jangka panjang untuk mencapai kondisi keseimbangan yang stabil (steady-state equilibrium). Fungsi produksi merupakan gambaran pertumbuhan memperlihatkan hasil pengembalian modal yang semakin berkurang. Jika modal perkapita naik sehingga para pekerja menggunakan mesin yang semakin banyak, maka output perkapita naik, tetapi dengan laju yang semakin menurun (diminishing marginal product of capital). Kemudian kita mencoba melihat bagaimana kontribusi semua input dan kemajuan teknologi dalam mempengaruhi pertumbuhan, memasukkan perubahan teknologi dalam satu fungsi produksi sebagai berikut, Y=Af(K,L) (2.2) Dimana A adalah suatu ukuran level teknologi atau disebut total factor productivity. Output tidak hanya meningkat karena peningkatan pada capital dan tenaga kerja tetapi juga karena adanya peningkatan pada total factor productivity. Secara matematis perhitungan pada suatu persamaan linier growth accounting akan menjadi, ) + ( *( ) (2.3) Dimana dan (I- ) adalah kontribusi dari kapital dan tenaga kerja. Karena besaran total factor productivity tidak dapat dilihat secara langsung, maka dapat dihitung dengan manipulaasi matematis persamaan di atas menjadi : ) + ( *( ) (2.4) merupakan perubahan pada output yang tidak dapat dijelaskan oleh perubahan pada input. Oleh karenanya pertumbuhan total factor productivity dihitung sebagai residual. Total factor productivity dapat berubah dengan berbagai
6
sebab. Perubahan paling sering muncul karena peningkatan pengetahuan mengenai metode produksi. Faktor lainnya, seperti pendidikan dan peran pemerintah dapat memengaruhi total factor productivity. Ada kelemahan dalam teori pertumbuhan neo-klasik, kelemahan inilah yang akan disempurnakan oleh Teori Pertumbuhan Baru. Teori yang dikembangkan ini merupakan pengembangan teori pertumbuhan Klasik dan Neoklasik. Teori pertumbuhan Neoklasik menyatakan bahwa dalam jangka panjang pertumbuhan ekonomi hanya mengandalkan pada faktor produksi tidak dapat dipertahankan secara terus menerus karena dihadapkan dengan masalah pertambahan hasil yang semakin berkurang. Asumsi Neo-Klasik menyatakan bahwa kemajuan teknologi bersifat “eksogen”, sehingga konsekuensi asumsi ini adalah terjadinya The Law of Diminishing Return, karena teknologi dianggap sebagai faktor produksi tetap (fixed input). Dalam pendekatan teori pertumbuhan baru kemajuan teknologi bersifat “endogen” dan model ini memperbolehkan adanya increasing return to scale pada agregat produksi serta adanya pesan eksternalitas dalam menentukan laju return on capital investment. Produktivitas dapat terus tumbuh dengan cara menghindari diminishing return terhadap modal atau melalui kemajuan teknologi secara internal. Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Fasilitas transportasi memungkinkan orang, barang, dan jasa yang diangkut dari satu tempat ke tempat lain di seluruh dunia. Perannya sangat penting baik dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi dan ekspor. Telekomunikasi, listrik, dan air merupakan elemen sangat penting dalam proses produksi maupun dalam menunjang distribusi komoditi ekonomi dan ekspor yaitu pada perdagangan, industri, dan pertanian. Keberadaan infrastruktur akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi, dan sebaliknya apabila mengabaikannya akan menurunkan produktivitasnya. (BAPPENAS 2003). The World Bank membagi infrastruktur menjadi 3 jenis, yaitu infrastruktur ekonomi, infrastruktur sosial, dan infrastruktur administrasi. Infrastruktur ekonomi merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air, sanitasi dan gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya). Infrastruktur sosial meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan, dan rekreasi dan infrastruktur administrasi meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi, dan koordinasi. (World Bank 1994).
7
Selain itu ada yang membagi infrastruktur menjadi infrastruktur dasar dan pelengkap yaitu infrastruktur dasar (basic infrastructure) dan infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure), infrastruktur dasar meliputi sektorsektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk sektor perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradeable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial yaitu jalan raya, kereta api, kanal, pelabuhan laut, drainase, bendungan dan sebagainya. Infrastruktur pelengkap seperti gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Analytical Hierarchy Process (AHP) Proses Hirarki Analitik (Analitic Hierarchy Process) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an. Model yang berada di wilayah probabilistik ini merupakan model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis. Ciri khas model ini adalah penentuan skala prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analisis secara berjenjang, terstruktur atas variabel keputusan. AHP sering digunakan sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan yaitu struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam, memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan dan memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Layaknya sebuah metode analisis, AHP pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam sistem analisisnya. Kelebihan-kelebihan analisis ini adalah pertama, kesatuan yaitu AHP membuat permasalahan yang luas dan tidak terstruktur menjadi suatu model yang fleksibel dan mudah dipahami. Kedua, kompleksitas yaitu AHP memecahkan permasalahan yang kompleks melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif. Ketiga, saling ketergantungan yaitu AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan tidak memerlukan hubungan linier. Keempat, struktur hirarki yaitu AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-masing level berisi elemen yang serupa. Kelima, pengukuran yaitu AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan prioritas. Keenam, konsistensi yaitu AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas. Ketujuh, sintesis yaitu AHP mengarah pada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa diinginkannya masing-masing alternatif. Kedelapan, trade off yaitu AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem sehingga orang mampu memilih altenatif terbaik berdasarkan tujuan mereka. Kesembilan, penilaian dan konsensus yaitu AHP tidak mengharuskan adanya suatu konsensus, tapi menggabungkan hasil penilaian yang berbeda. Kesepuluh, pengulangan proses yaitu AHP mampu membuat orang menyaring definisi dari suatu permasalahan dan mengembangkan penilaian serta pengertian mereka melalui proses pengulangan. Kelemahan metode AHP adalah pertama, ketergantungan model AHP pada input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru. Kedua, metode AHP ini
8
hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk. Dalam menyelesaikan persoalan dengan Metode AHP, ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami : 1. Decomposition Tujuan
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria i
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif j
Gambar 2 Contoh Hierarki Keputusan dari AHP Prinsip ini merupakan pemecahan persoalan-persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan yang lebih lanjut sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang ada. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikatakan complete dan incomplete. Suatu hirarki disebut complete bila semua elemen pada suatu tingkat berhubungan dengan semua elemen pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete adalah kebalikan dari complete. Bentuk struktur dekomposisi yakni : Tingkat pertama : Tujuan keputusan (goal) Tingkat kedua : Kriteria-kriteria Tingkat ketiga : Alternatif-alternatif 2. Comparative judgement Tabel 1 Nilai Skala Banding Berpasangan Nilai Keterangan 1 Kriteria/ alternatif A sama pentingnya dengan kriteria/ alternatif B 3 A sedikit lebih penting daripada B 5 A jelas lebih penting daripada B 7 A sangat jelas lebih penting daripada B 9 A mutlak lebih penting daripada B 2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan Sumber : Saaty (1988)
Prinsip ini memberikan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari penggunaan metode AHP. Penilaian ini dapat disajikan dalam bentuk matriks yang disebut matriks pairwise comparison yaitu
9
matriks perbandingan berpasangan yang memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk kriteria. Skala preferensi dengan skala 1 menunjukkan tingkat paling rendah sampai dengan skala 9 tingkatan paling tinggi. Untuk skala perbandingan berpasangan disajikan dalam Tabel 1. 3.
Synthesis of priority Pada prinsip ini menyajikan matriks pairwise comparison yang kemudian dicari eigen vektornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priorty dapat dilakukan sintesa diantara local priority. 4.
Logical consistency Merupakan karakteristik yang paling penting. Hal ini dapat dicapai dengan mengagresikan seluruh vektor eigen yang diperoleh dari tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dengan Metode AHP adalah sebagai berikut: Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 1. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria, sub kriteria dan alternatif-alternatif pilihan yang ingin diurutkan. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. 4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten pengambil data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maximum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini mensintesis pilihan dan penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR<0,100 maka penilaian harus diulang kembali. Analisis Regresi Linier Berganda Metode OLS dikemukakan oleh ahli matematika bangsa Jerman yaitu Carl Friedrich Gauss. Metode OLS dengan asumsi-asumsi tertentu, mempunyai sifat statistik yang sangat menarik dan menjadikan metode tersebut adalah metode yang baik untuk mengestimasi parameter persamaan regresi (Firdaus 2004). Analisis regresi linear berganda merupakan suatu metode yang digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel independen yang mempengaruhi
10
variabel dependennya. (Gujarati 2007), metode OLS dapat digunakan jika dipenuhi asumsi-asumsi sebagai berikut : 1. Nilai rata-rata bersyarat dari unsur gangguan populasi, tergantung kepada nilai tertentu variabel yang menjelaskan adalah nol 2. Varians bersyarat dari residual adalah konstan atau homokedastik 3. Tidak ada autokorelasi dalam residual 4. Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik 5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan 6. Variasi residual menyebar normal Asumsi di atas jika dipertahankan dalam model regresi linear berganda, maka penduga terkecilnya mempunyai variansi minimum yang merupakan penduga linear tak bias terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Setelah mendapatkan parameter estimasi, langkah selanjutnya adalah melakukan berbagai pengujian statistik, ekonomi dan ekonometrik. Pengujian statistik dilakukan dengan uji signifikansi (uji t), analisis varian (uji F) dan uji koefisien determinasi (R²). Sedangkan pengujian ekonometrik dilakukan untuk mengestimasi parameter regresi dengan menggunakan OLS asumsi-asumsi klasik. Untuk melihat ada tidaknya pelanggaran terhadap asumsi klasik maka dilakukan uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Apabila terjadi pelanggaran maka akan diperoleh hasil estimasi yang tidak valid. Model Umum Analisis Regresi Linier Berganda Model umum analisis regresi berganda dapat digambarkan seperti berikut ini: + + ……+ βn Xtn + (2.5) Yi = + Dimana: Y = Variabel endogen atau tak bebas t = Tahun β = Intersep atau nilai Y saat I = 0 , , Xn = Variabel eksogen/bebas β , , = Paramater dari , , = Error term atau derajat kesalahan
Uji Kriteria Statistik Uji Koefisien Determinasi (R²) Koefisien Determinasi (R²) mengukur goodness of fit dari persamaan regresi linear berganda. Nilai R² menyatakan persentase keragaman total dari peubah tidak bebas yang dijelaskan oleh semua peubah secara bersama-sama. ∑ ∑
∑
∑ ∑
(2.6)
Nilai R² berkisar antara nol dan satu, kecocokan model dikatakan lebih baik jika R² semakin mendekati 1.
11
Uji T Nilai t hitung digunakan untuk menguji parameter koefisien regresi sehingga dapat diketahui apakah terdapat pengaruh nyata dari masing-masing variabel independen (Xt) yang dipakai secara parsial terhadap variabel dependen (Y). Hipotesis: : =0 : ≠ 0, dimana t = 1, 2, 3, ...,n Uji statistik yang digunakan adalah uji t: t-hitung =
–( (
)
(2.7)
)
t-tabel = ta/2(n-k) dimana : bt = Koefisien ke-t yang ditaksir. Βt = Parameter ke-t yang ditaksir. S(bt) = Standar deviasi bt. k = Jumlah parameter termasuk intersep. n = Jumlah observasi. Kriteria uji: t-hitung > ta/2(n-k) , maka tolak t-hitung < ta/2(n-k) , maka terima Jika ditolak berarti variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dalam model dan sebaliknya jika diterima berarti variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Uji F Pengujian hipotesis tentang parameter koefisien regresi secara keseluruhan untuk menguji keandalan persamaan regresi yang diperoleh menggunakan uji statistik F. Hipotesis: : βt = 0 : minimal ada salah satu βt ≠ 0, dimana t = 1, 2, 3, ...,n. F hitung = (
⁄(
) ⁄
)
(2.8)
F tabel = Fa(k-1,n-k) Dimana : = Koefisien determinasi. k = Jumlah parameter termasuk intersep. n = Jumlah observasi. Kriteria uji: F-hitung > Fa(k-1,n-k) , maka tolak F-hitung < Fa(k-1,n-k) , maka terima Jika ditolak, maka seluruh variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi dan derajat kebebasan tertentu. Jika diterima, maka seluruh variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel tak bebas pada tingkat signifikansi dan derajat kebebasan tertentu.
12
Uji Kriteria Ekonometrika Uji Autokorelasi Tabel 2 Durbin-Watson Nilai DW 4-dl < DW < 4 4-dl < DW < 4-dl 2 < DW < 4-du Du < DW < 2 dl < DW < du 0 < DW < dl
Hasil Tolak H0, korelasi serial negatif Hasil tidak dapat ditentukan Terima H0, tidak ada korelasi serial Terima H0, tidak ada korelasi serial Hasil tidak dapat ditentukan Tolak H0, korelasi serial positif
Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Pada program Eviews 6.1, uji autokorelasi dilakukan dengan pengujian Durbin-Watson (DW) pada tabel 2. Uji Heteroskedastisitas Menurut Gujarati (2007) salah satu asumsi penting dari model regresi linear klasik adalah bahwa gangguan (disturbance) yang muncul dalam fungsi regresi adalah homoskedastik. Arti dari homoskedastik adalah apabila dalam suatu model persamaan semua gangguannya memiliki varians yang sama, dimana lambang yang digunakan adalah E ( ) = 2 , t = 1, 2, ..., N. Sedangkan, jika pada suatu model persamaan jika semua gangguannya tidak memiliki varians yang sama atau konstan, maka model tersebut dikatakan mendapatkan masalah heteroskedastisitas. Ada beberapa cara atau teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya gejala heteroskedastisitas pada model, yaitu: 1. Melalui metode grafik Pada metode grafik ini dilihat bagaimana bila nilai-nilai ut² diplot dengan nilai-nilai variabel bebas (X) akan ditemui suatu pola tertentu. Jika pola yang terbentuk random (acak), maka model tersebut bersifat homoskedastik (memiliki var ( ) konstan untuk semua nilai X). Sebaliknya jika nilai-nilai ut² yang diplot dengan nilai-nilai variabel bebas (X) berfluktuasi tajam dan memiliki pola yang sistematik atau menunjukkan trend tertentu, maka model tersebut bersifat heteroskedastik (memiliki var ( ) tidak konstan untuk semua nilai X). 2. Melalui Uji Formal Salah satu kelemahan pengujian secara grafis adalah tidak jarang kita ragu terhadap pola yang ditunjukkan grafik, sehingga terkadang dibutuhkan uji formal untuk memutuskannya. Uji formal yang tersedia cukup banyak, beberapa uji yang umum dipakai adalah: a) Uji Park. b) Uji Breusch-Pagan-Godfrey. c) Uji White (White’s General Heteroskedasticity Test).
13
Sebagaimana permasalahan lain yang terdapat pada analisis regresi, permasalahan heteroskedastisitas juga harus diatasi. Ada beberapa macam teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan heteroskedastisitas, teknik tersebut adalah: 1. Metode Generalized Least Square (GLS). 2. Transformasi dengan 1/Xj. 3. Transformasi dengan 1/iX. 4. Transformasi dengan E(Yt) 5. Transformasi dengan Logaritma. Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heteroskedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh nilai p < α (0,05). Yang dimaksud asumsi heteroskedastisitas adalah : H0 : Terjadi homoskedastisitas H1 : Terjadi heteroskedastisitas Dikatakan bahwa heteroskedastisitas menyebabkan penafsiran koefisien regresi menjadi tidak efisien. Uji Multikoleniaritas Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat pada sesama variabel bebas (eksogen). Uji multikolinearitas dalam Eviews 6.1 dinamakan uji mulkolinearitas, yaitu untuk melihat apakah terjadi korelasi yang kuat antara variabel-variabel independennya. Cara pengujiannya adalah: • Nilai korelasi dua variabel independen tersebut mendekati satu. • Nilai korelasi parsial akan mendekati nol Apabila terjadi kolinearitas maka variabel yang dimasukan dalam persamaan linear hanya variabel independen yang memiliki korelasi partial yang tinggi. Selain itu dapat pula dengan melihat nilai Inflation Factor (VIF) dalam tabel coefficients. Apabila nilai VIF < 10 maka tidak terdapat gejala multikolinearitas. Penelitian Terdahulu Ida Bagus Kumara (2013) yang menganalisis pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap tingkat pengangguran: analisis kabupaten/kota di Jawa dan di luar Jawa 2007-2011. Variabel bebas yang digunakan adalah akses rumah tangga terhadap air bersih (AIR), akses rumah tangga terhadap listrik (LTK), panjang jalan (lnJLN), jumlah sekolah (lnSK), jumlah ranjang rumah sakit (lnTT), dan variabel dependen adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan infrastruktur ekonomi dan kesehatan dapat mengurangi jumlah pengangguran, sedangkan infrastruktur pendidikan cenderung meningkatkan jumlah pengangguran. Secara umum, dampaknya lebih besar di Pulau Jawa. Heri Purnomo (2009) yang menganalisis dampak pembangunan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi. Dengan menggunakan metode OLS didapatkan hasil bahwa infrastruktur jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi,
14
infrastruktur irigasi dan air berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bekasi. Perwita (2009) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di 25 kabupaten tertinggal Kawasan Timur Indonesia. Penelitian menggunakan data sekunder berupa data panel 25 kabupaten tertinggal KTI untuk periode tiga tahun (2003, 2005 dan 2007). Teknik estimasi yang dilakukan adalah analisis regresi data panel dengan metode Generalized Least Square (GLS). Hasil penelitian dengan menggunakan model fixed effect menunjukkan bahwa infrastruktur ekonomi (panjang jalan, jumlah keluarga pengguna telepon, jumlah keluarga pengguna listrik) dan infrastruktur sosial (jumlah sekolah) berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat membantu kabupaten tertinggal menjadi suatu kabupaten yang terbuka dan mampu berinteraksi dengan daerah lainnya sehingga akses ke berbagai faktor produksi menjadi semakin mudah untuk dijangkau. Nuraliyah (2011) dalam penelitiannya menganalisis pengembangan infrastruktur dalam pengentasan kemiskinan. Hasil yang diperoleh berdasarkan hasil estimasi regresi data ialah infrastruktur listrik, air bersih, dan infrastruktur kesehatan di Jawa berpengaruh nyata positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan di luar Jawa hanya infrastruktur listrik dan air bersih yang nyata positif berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Infrastruktur jalan baik di Jawa maupun di luar Jawa tidak signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Selain itu pertumbuhan di Jawa dapat menurunkan kemiskinan. Sebaliknya terjadi di luar Jawa bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata meningkatkan kemiskinan. Nur Fajri Rahmawati (2008) yang menganalisis pengaruh pelaksanaan konsep agropolitan dan strategi pengembangan agropolitan di Kabupaten Magelang. Dengan metode AHP maka didapatkan hasil bahwa pelaksanaan agropolitan di Kawasan Merapi-Merbabu masih banyak menemui kendala terutama yang berkaitan dengan pengadaan modal, pengadaan teknologi dan sumberdaya pelaku atau petani yang kurang berkembang. Setelah pelaksanaan agropolitan, kawasan yang memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk sektor pertanian adalah Kecamatan Dukun, Kecamatan Sawangan, Kecamatan Candimulyo, Kecamatan Pakis, Kecamatan Grabak dan Kecamatan Ngablak. Setelah pelaksanaan agropolitan, ketersediaan fasilitas publik di tujuh kawasan agropolitan mengalami peningkatan terutama peningkatan pada fasilitas industri dan pengangkutan. Strategi prioritas pengembangan agropolitan Borobudur yang dipilih oleh responden adalah pengembangan sumberdaya pelaku agribisnis dan agrowisata. Kerangka Pemikiran Berikut pemaparan kerangka pemikiran dalam penelitian ini, infrastruktur yang digunakan dalam penelitian adalah puskesmas, air bersih, jalan yang akan dihubungkan dengan pertumbuhan ekonomi untuk melihat pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dengan metode OLS, lalu infrasruktur jalan dihubungkan dengan implikasi kebijakan jalan untuk melihat kebijakan pembangunan jalan yang akan dilakukan dengan metode AHP.
15 Infrastruktur
Puskesmas
Air Bersih
Jalan
Metode
AHP Metode OLS
Pertumbuhan Ekonomi
Implikasi Kebijakan Jalan
Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan Jalan di Kabupaten Bogor
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka pemikiran yang telah dijelaskan maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Jumlah puskesmas berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena dengan meningkatnya puskesmas maka masyarakat akan lebih sehat dan produktivitas masyarakat meningkat dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. 2. Jumlah air bersih yang tersalurkan mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena semakin banyak jumlah air bersih yang tersalurkan menggambarkan banyaknya air bersih yang digunakan oleh masyarakat, yang berarti ketersediaan akses daerah terhadap air bersih dapat membantu meningkatkan pergerakan ekonomi daerah. 3. Jumlah panjang jalan yang ada di Kabupaten Bogor mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan memperlancar proses pendistribusian dan memudahkan akses antar daerah.
METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dengan menggunakan kuisioner yang disebarkan kepada responden dan data sekunder time series dari tahun 1989 sampai 2012. Data sekunder yang digunakan adalah data Pendapatan Domestik Regional Bruto (Jutaan Rupiah) Kabupaten Bogor, jumlah puskesmas (unit), air bersih (M³), panjang jalan (Km), dan data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS), baik BPS pusat maupun BPS Kabupaten Bogor. Data sekunder juga bisa diperoleh dari studi kepustakaan, dan literatur yang relevan dan berhubungan dengan penelitian dapat didukung dari perpustakaan Institut Pertanian Bogor (IPB), serta instansi lainnya. Metode dan Pengolahan Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.1 untuk menganalisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan
16
ekonomi, dan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pengolahan data menggunakan Expert Choise 2000 untuk menganalisis kebijakan pembangunan jalan di Kabupaten Bogor. Model Penelitian Pada penelitian ini, model yang digunakan mempunyai bentuk: LnYt = k + a LnPUS + b LnAIR + c LNJLN + (3.1) LN adalah Logaritma Natural. Data pada penelitian ini ditransformasi dengan cara logaritma natural. Hal ini bertujuan agar dapat menghasilkan model terbaik yang terbebas dari masalah multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Y = Produk Domestik Regional Bruto ( jutaan rupiah ) K = Intersep atau nilai Y saat I = 0 PUS = Infrastruktur puskesmas (unit) AIR = Infrastruktur air bersih (M³) JLN = Infrastruktur jalan (KM) a, b, c = koefisien variabel independen t = tahun = error term et Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan BPS Kabupaten Bogor. Analytical Hierarchy Process TUJUAN
SASARAN
Strategi Kebijakan pada Pembangunan Jalan
Mengurangi Kemiskinan
Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi
Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja
STRATEGI Perbaikan Jalan
Penambahan Panjang Jalan
Penambahan Fasilitas Jalan
Gambar 4 Bagan Analytical Hierarchy Process
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah. Dalam mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi dapat digunakan nilai Produk Domestik Regional Bruto
17
(PDRB). Nilai PDRB yang akan dilihat yaitu menggunakan nilai PDRB atas dasar harga konstan karena tidak memperhitungkan tingkat perkembangan inflasi yang ada. Sehingga PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan tingkat pertumbuhan riil barang dan jasa dalam suatu periode tertentu. Jutaan Rupiah
40000000 30000000 20000000 10000000
PDRB
0 198919911993199519971999200120032005200720092011 Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 5 PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 19892012 Nilai PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan menunjukkan peningkatan pada tahun 1989 hingga 1997, namun sempat mengalami penurunan pada tahun 1998 karena disebabkan krisis yang terjadi di Indonesia, lalu perlahan membaik mulai tahun 2000 hingga 2012, namun kecendrungan PDRB Kabupaten Bogor meningkat dari tahun 1989 hingga 2012. Pada Gambar 5 dari tahun 1989 hingga tahun 2012 terjadi peningkatan PDRB sebesar Rp 21 552 718. Nilai PDRB Kabupaten Bogor pada tahun 1989 sebesar Rp 14 978 025 dan pada tahun 2012 mencapai Rp 36 530 743.
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 6 Distribusi PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2008-2012 berdasarkan sektor Gambar 6 menggambarkan besarnya persentase kontribusi tiap sektor dalam membentuk PDRB Kabupaten Bogor dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Dapat dilihat bahwa rentang waktu tersebut sektor yang paling tinggi memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor adalah sektor industri yang besarnya selalu diatas 60 persen, selanjutnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yang berada diatas 10 persen, sedangkan 7 sektor lainnya hanya memberikan kontribusi dibawah 10 persen. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa sektor yang memiliki kontribusi kecil dalam pembentukan PDRB dapat membantu perkembangan sektor-sektor lainnya, karena dari 9 sektor ini saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
18
Perkembangan Infrastruktur di Kabupaten Bogor Infrastruktur Jalan
1500000 1000000 500000 0 2011
2009
2007
2005
2003
2001
1999
1997
1995
1993
1991
Panjang Jalan (km) 1989
Km
Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang sangat penting guna memperlancar kegiatan perekonomian. Tersedianya jalan yang berkualitas akan meningkatkan usaha pembangunan khususnya dalam upaya memudahkan mobilitas penduduk dan memperlancar lalu lintas barang suatu daerah ke daerah lain.
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 7 Panjang jalan kabupaten berdasarkan kondisi jalan baik di Kabupaten Bogor tahun1989-2012 Gambar 7 adalah panjang jalan Kabupaten Bogor yang berkondisi baik, kondisi jalan di Kabupaten bogor tidak selalu menunjukkan kondisi jalan yang membaik disetiap tahunnya. Kondisi jalan baik pada tahun 1997 menurun diakibatkan karena Indonesia sedang menggalami krisis dan kurangnya pembiayaan untuk menangani kondisi jalan, namun 2001 kondisi jalan baik sudah mulai meningkat kembali sampai tahun 2012 walaupun sempat terjadi penurunan namun tidak terlalu drastis. Panjang jalan dalam kondisi baik di Kabupaten bogor mengalami peningkatan sebesar 1 053 987 km dari tahun 1989 hingga 2012 dan terjadi peningkatan sebesar 91 085 km dari tahun 2011 ke tahun 2012. Panjang ideal jalan dalam melayani pergerakan masyarakat berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah dan PDRB Kabupaten Bogor adalah 3 680.60 km. Sedangkan panjang jalan yang ada adalah 1 758. 041 km atau 47.77 persen dari kebutuhan ideal, yang terdiri dari jalan nasional sepanjang 121.497 km, jalan provinsi 129.989 km dan jalan kabupaten yang bernomor ruas sepanjang 1 748.915 km. Selain itu, terdapat pula jalan-jalan yang tidak bernomor ruas dan jalan-jalan desa dengan jumlah yang terus bertambah pada setiap tahun, akibat pembukaan jalan baru atau peningkatan jalan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat ataupun pengusaha. Panjang jalan di Kabupaten Bogor sampai dengan Bulan Desember 2009 dalam kondisi mantap (kondisi baik dan sedang) adalah sepanjang 1 304.976 km atau 74.62 persen, sedangkan sisanya sepanjang 443.939 km atau sebesar 25,38 persen dalam kondisi rusak. Belum maksimalnya infrastruktur transportasi dalam memfasilitasi pergerakan masyarakat disebabkan rendahnya jumlah jalan mantap dan pembangunan jalan-jalan baru, serta belum maksimalnya struktur konstruksi jalan. Kondisi tersebut diperburuk dengan tingginya frekuensi bencana alam dan beban lalu lintas yang sering melampaui kapasitas.
19
Infrastruktur Air Bersih
m³
Ketersediaan air bersih merupakan salah satu prasyarat bagi terwujudnya permukiman yang sehat. Oleh karena itu akses masyarakat terhadap air bersih merupakan hal yang mutlak dipenuhi. PDAM Kabupaten Bogor adalah perusahan air minum yang menyuplai kebutuhan air bersih masyarakat di Kabupaten Bogor. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8 selama kurun waktu 24 tahun yaitu dari tahun 1989 hingga tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah air yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor sebesar 23 207 609 m³, atau dapat dikatakan pada tahun 2012 terjadi pertumbuhan jumlah air yang disalurkan oleh PDAM sebesar 1 391.3 persen dibandingkan tahun 1989. Peningkatan jumlah air bersih yang disalurkan disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian yang ada di Kabupaten Bogor. 30000000 20000000 10000000 0
Air Bersih (m³)
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bogor (diolah)
Gambar 8 Volume air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor tahun 1989-2012 Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9, sebanyak 73 persen jumlah air yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 digunakan untuk kepentingan rumah tangga. Hal ini disebabkan karena banyaknya keperluan rumah tangga yang menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, seperti penggunaan untuk air minum, mandi dan mencuci. 14%
4%
4% 2%
Sosial Rumah Tangga
3% 73%
Pemerintah Niaga Khusus
Sumber: BPS Kabupaten Bogor (diolah)
Gambar 9 Volume air bersih yang disalurkan menurut jenis pelanggan di Kabupaten tahun 2012 Pada cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 25 kecamatan. Cakupan sanitasi air bersih di 80 desa/kelurahan di 19 kecamatan, yang memiliki kapasitas produksi sebesar 2 098.5 l/dt. Sementara itu, cakupan pelayanan air bersih baru mencapai 56,86 persen, terdiri dari PDAM 15 persen dan sisanya pedesaan dari jumlah penduduk Kabupaten Bogor. Peningkatan cakupan sarana air bersih yang dilakukan oleh unsur pemerintah hanya 1 persen sampai 2 persen pertahun. Rendahnya cakupan pelayanan air bersih, diantaranya karena menurunnya
20
ketersediaan sumber daya air baku dan daya dukung lingkungan, akibat tersumbatnya badan air/sungai oleh sedimentasi yang relatif tinggi. Infrastruktur Puskesmas
Unit
Kesejahteraan merupakan bagian yang sangat penting dalam rangka peningkatan SDM penduduk Kabupaten Bogor, dengan adanya upaya tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik dan akhirnya akan menimbulkan produktivitas yang tinggi. Puskesmas merupakan sarana kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat Kabupaten Bogor. Berdasarkan Gambar 10 ketersediaan infrastruktur puskesmas di Kabupaten Bogor cenderung meningkat, namun sempat mengalami penurunan pada tahun 1999 dan tahun 2008 dan selanjutnya mengalami peningkatan kembali hingga tahun 2012. Jumlah puskemas mengalami penurunan karena pada tahun tertentu jumlah puskesmas keliling tidak beroperasi sementara dan puskesmas pembantu mengalami pengurangan. Pada tahun 1990 jumlah puskesmas mengalami peningkatan sebesar 3.42 persen dari tahun 1989 dan pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1989 yaitu sebesar 62.32 persen. 300 200 100 0
Jumlah Puskesmas
Tahun Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2014 (diolah)
Gambar 10 Jumlah Puskesmas (puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling) di Kabupaten Bogor tahun 1989-2012 Berdasarkan data pada Bappeda Kabupaten Bogor pada tahun 2010, rasio cakupan pelayanan kesehatan dasar penduduk dimana perbandingan puskesmas dengan penduduk adalah 1:33 850 dan perbandingan puskesmas pembantu dengan penduduk sebesar 1:13 669. Selain itu pada tahun 2010, cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin mencapai 37.27 persen, angka kesembuhan baru mencapai 92 persen, ibu hamil gizi baik sebesar 91.5 persen, balita kurang energi protein sebesar 9.87 persen, balita gizi baik sebesar 88.82 persen. Pada tahun 2010, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang berkompetensi baru mencapai 78.60 persen dan cakupan pelayanan desa/kelurahan mencapai 81.07 persen. Meskipun mengalami peningkatan, tetapi kondisi derajat kesehatan masyarakat belum memenuhi harapan. Oleh karena itu, dilakukan upaya-upaya pembangunan bidang kesehatan melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar dan pengembangan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan. Upaya peningkatan akses dilakukan melalui pembangunan sarana kesehatan khususnya di tingkat desa, peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas dengan tempat perawatan (DTP), penambahan Puskesmas keliling dan ambulan, pengembangan Puskesmas mampu PONED dan klinik gizi.
21
Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dalam penelitian ini menggunakan uji kriteria ekonometrik, uji yang pertama yaitu uji kenormalan, uji kenormalan digunakan untuk memeriksa apakah error term menyebar normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan Jarque Bera Test. Hasil uji didapat nilai probabilitas (0.447952) > α 5 persen maka error term menyebar normal. Uji yang kedua ialah uji autokolerasi, autokolerasi merupakan korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi error masa lalu dan error masa sekarang. Pengujian adanya permasalahan dalam pengolahan data autokolerasi dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfreg Serial Correlation Test dengan hasil didapat pada Prob-Chi Squared sebesar 0.0516 > α 5 persen, sehingga pada persamaan ini tidak terapat gejala autokolerasi. Uji yang ketiga ialah uji heteroskedastisitas, uji heteroskedastisitas merupakan gejala yang terjadi dalam model regresi linier jika variabelnya berbeda-beda atau bervariasi. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan White Test. Hasil uji heteroskedastisitas menunjukkan bahwa persamaan fungsi pada penelitian ini tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Pada persamaan didapat nilai Prob Chi-Square sebesar 0.8627 > α 5 persen. Dengan nilai hasil tersebut dengan asumsi tidak ada heteroskedastisitas terpenuhi. Uji keempat ialah uji multikolinieritas, asumsi ini menyatakan bahwa tidak adanya keterkaitan atau hubungan linier antar variabel bebas penyusun model. Jika ada hubungan linier antara dua atau lebih variabel bebas maka dikatakan terjadi multikolinierritas dan hal tersebut merupakan penyimpangan asumsi. Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolinieritas, maka dapat dilakukan dengan VIF < 10 karena semua variabel pada Tabel 3 VIF < 10 maka uji multikolinieritas terpenuhi. Persamaaan regresi untuk analisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : LNPDRB = 10.43857 + 0.417844 LNPUS + 0.060952 LNAIR + 0.254260 LNJLN Tabel 3 Hasil estimasi model persamaan pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
VIF
LNPUS LNAIR LNJLN C
0.417844 0.060952 0.254260 10.43857
2.246153 2.259474 4.685883 18.97322
0.0361 0.0352 0.0001 0.0000
4,108 2.387 2.994
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.876332 0.857782 0.089808 0.161311 25.97515 47.24127 0.000000
0.186026 0.026976 0.054261 0.550174
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
16.97539 0.238144 -1.831263 -1.634920 -1.779173 1.029287
22
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa hasil estimasi yang dihasilkan dari analisis pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor adalah nilai koefisien determinasi R-Square adalah 0.876332 persen, artinya 0.876332 persen keragaman variabel dependen adalah PDRB dapat dijelaskan oleh model yaitu jalan, listrik, air bersih dan puskesmas sedangkan sisanya 0.123668 persen keragaman tidak dapat dijelaskan oleh regresi yang digunakan. Nilai probabilitas F-statistik yang dihasilkan adalah sebesar 0,000000 yang artinya variabel-variabel independennya dalam penelitian ini berpengaruh terhadap variabel dependennya pada taraf nyata lima persen. Maka dengan tingkat selang kepercayaan 95 persen, dapat disimpulkan bahwa variabel puskesmas, air bersih dan jalan bersama-sama signifikan terhadap PDRB dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Berdasarkan hasil yang diperoleh, menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari variabel puskesmas, air bersih dan jalan lebih kecil dari taraf nyata lima persen masing-masing 0.0001, 0.0352, dan 0.0361. Hal ini dapat dikatakan bahwa variabel independen tersebut secara individu berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang ditunjukkan oleh nilai PDRB. Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh pada Tabel 3, panjang jalan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Nilai koefisien variabel infrastruktur jalan sebesar 0.254260 artinya pertambahan panjang jalan sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sebesar 0.254260 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyebutkan bahwa pertumbuhan infrastruktur jalan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Panjang jalan mempunyai peran yang penting dalam kegiatan perekonomian daerah. Adanya fasilitas infrastruktur jalan akan mempermudah distribusi faktor produksi, baik barang maupun jasa. Selain itu pengembangan jalan akan membuka akses suatu wilayah terhadap wilayah lainnya sehingga pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan mengurangi daerah yang terisolasi. Kondisi jalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jalan dengan kondisi baik. Jumlah air bersih yang tersalurkan ke masyarakat memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Nilai koefisien dari infrastruktur air bersih ini adalah sebesar 0,060952, artinya kenaikan jumlah air bersih yang tersalurkan sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sebesar 0,060952 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa bertambahnya jumlah air bersih yang tersalurkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Jumlah air yang tersalurkan menunjukkan seberapa besar jumlah air bersih yang dikonsumsi oleh masyarakat. Semakin banyak jumlah air bersih yang digunakan menggambarkan seberapa besar akses suatu daerah terhadap ketersediaan air bersih. Air bersih yang digunakan dalam penelitian ini yaitu air bersih yang disalurkan oleh PDAM di Kabupaten Bogor. Jumlah puskesmas memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. Nilai koefisien dari infrastruktur puskesmas ini adalah sebesar 0,417844, artinya kenaikan jumlah air bersih yang tersalurkan sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor sebesar 0,417844 persen (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang
23
menyatakan bahwa bertambahnya jumlah puskesmas yang ada akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bogor. Jumlah puskesmas yang ada menunjukkan seberapa besar masyarakat menggunakan puskesmas tersebut. Semakin banyak jumlah puskesmas yang digunakan menggambarkan seberapa besar akses suatu daerah terhadap puskesmas. Puskesmas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu puskesmas, puskesmas pembantu dan puskesmas keliling. Prioritas Kebijakan Jalan di Kabupaten Bogor dengan Metode AHP Penyusunan hirarki merupakan bagian terpenting dari model AHP, karena menjadi dasar para narasumber untuk memberi penilaian/pendapat secara lebih sederhana. Dalam penelitian ini, peneliti memberikan kuisioner kepada orang yang benar-benar ahli dibidangnya. Dalam penelitian ini peneliti memberikan kuisioner kepada BAPPEDA Kabupaten Bogor yang berdasar pada Rancangan Pembangunan Jamgka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bogor, diharapkan permasalahan yang kompleks akan menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dipahami. Dalam model AHP yang digunakan dalam penelitian ini, hirarki yang disusun terdiri dari 3 level, dengan level puncak sebagai fokus/goal dari hirarki, yaitu: “Strategi Kebijakan Pembangunan Pada Pembangunan Jalan”. Hirarki model AHP secara lengkap disajikan dalam metode penelitian. Level 1 adalah Sasaran, yang terbagi menjadi tiga sasaran yang hendak dicapai, yaitu: 1. Sasaran mengurangi kemiskinan adalah suatu sasaran yang bermaksud untuk mengurangi kemiskinan yang merupakan masih menjadi masalah utama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor 2. Sasaran meningkatkan pertumbuhan ekonomi, adalah suatu sasaran yang bermaksud untuk menciptakan upaya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini dilihat PDRB Kabupaten Bogor. 3. Sasaran meningkatkan penyerapan tenaga kerja, adalah suatu sasaran yang bermaksud untuk mengurangi pengangguran di Kabupaten Bogor. Level 2 adalah Alternatif strategi kebijakan pembangunan jalan di Kabupaten Bogor, yaitu : 1. Meningkatkan perbaikan jalan, alternatif ini bermaksud untuk meningkatkan perbaikan jalan yang yang berada di Kabupaten Bogor, seperti memperbaiki jalan yang rusak yang berada disetiap daerah di Kabupaten Bogor 2. Meningkatkan panjang jalan, alternatif ini bermaksud untuk meningkatkan panjang jalan kedaerah-daerah yang belum adanya jalan dan ke daerah yang hanya biasa dilewati oleh kendaraan beroda dua saja. 3. Meningkatkan fasilitas jalan, alternatif ini bermaksud untuk meningkatkan fasilitas jalan seperti drainase, rambu, marka, pengaman jalan dan jembatan timbang yang berada ditiap daerah di Kabupaten Bogor. Berdasarkan data-data dan perhitungan dari hasil penelitian responden atas kuisioner AHP tersebut, maka diperoleh hasil urutan prioritas berdasarkan prioritas tertinggi ditampilkan pada Gambar 11. Menurut hasil penilaian nara sumber Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor (BAPPEDA), dengan menggunakan metode AHP prioritas sasaran yang pertama ialah meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dengan urutan prioritas kebijakannya yaitu penambahan panjang
24
jalan, penambahan fasilitas jalan dan perbaikan jalan. Prioritas sasaran kedua ialah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan urutan prioritas kebijakannya ialah penambahan fasilitas jalan, penambahan panjang jalan dan perbaikan jalan. Prioritas sasaran ketiga ialah mengurangi kemiskinan dengan urutan prioritas kebijakannya ialah penambahan panjang jalan, penambahan fasilitas jalan, dan perbaikan jalan. 1. Penambahan Panjang Jalan (0,385)
Strategi Kebijakan Pada Pembangunan Jalan
1. Meningkatkan Penyerapan Tenaga (0,424)
2. Penambahan Fasilitas Jalan (0,313) 3. Perbaikan Jalan (0,243) 1. Penambahan Fasilitas Jalan (0,353)
2. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi (0,400)
2. Penambahan Panjang Jalan (0,325) 3. Perbaikan Jalan (0,322) 1. Penambahan Panjang Jalan (0,382)
3. Mengurangi Kemiskinan (0,176)
2. Penambahan Fasilitas Jalan (0,375) 3. Perbaikan Jalan (0,243)
Gambar 11 Hasil Pengolahan AHP Menggunakan Expert Choise 2000 Sasaran Meningkatkan Penyerapan Tenaga Kerja Dengan sasaran meningkatkan penyerapan tenaga kerja maka yang menjadi prioritas pertama kebijakan yang harus dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor adalah penambahan panjang jalan. Dengan adanya penambahan panjang jalan pada daerah-daerah baru akan membuka peluang para investor untuk berinvestasi dan menanamkan modalnya didaerah tersebut seperti pembuatan pabrik baru. Secara tidak langsung hal tersebut dapat menyerap tenaga kerja sekitar daerah tersebut. Dengan melakukan cara tersebut diharapkan tingkat pengangguran di Kabupaten Bogor menurun setiap tahunnya. Sasaran Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Dengan sasaran meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka yang menjadi prioritas pertama kebijakan yang harus dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor adalah penambahan fasilitas jalan. Dengan adanya penambahan fasilitas jalan seperti drainase baik, rambu, marka, pengaman jalan dan jembatan timbang maka kondisi jalan menjadi baik tidak ada jalan berlubang, jalan menjadi teratur masyarakat pun menjadi nyaman, maka penambahan fasilitas jalan penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena dapat meningkatkan produktivitas masyarakat, tidak adanya kemacetan yang diakibatkan jalanan yang rusak dan rambu-rambu yang kurang.
25
Penambahan fasilitas jalan hampir sudah dilaksanakan ditiap daerah di Kabupaten Bogor. Namun penambahan fasilitas berbeda-beda tiap daerah, contohnya di Kecamatan Gunung Putri masih banyak jalanan yang berlubang yang diakibatkan karena kurangnya drainase saluran air, dan hal tersebut sangat mengganggu produktivitas industri yang berada dikawasan tersebut seperti penyaluran barang yang lambat akibat kemacetan yang terjadi karena jalanan berlubang dan menyebabkan biaya produksi semakin tinggi diakibatkan peningkatan pemakaian bahan bakar. Sasaran Mengurangi Kemiskinan Dengan kondisi perekonomian yang cukup baik di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor masih mengalami masalah yaitu kemiskinan yang cukup tinggi sebesar 424.31 ribu jiwa, walaupun turun setiap tahunnya. Masih banyak penduduk yang rentan terhadap masalah sosial dan berada dibawah garis kemiskinan karena belum banyak tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai yang mengakibatkan masih tingginya angka pengangguran di Kabupaten Bogor sekitar 9.07 persen. Jalan merupakan sarana penunjang transportasi memiliki peran penting khususnya transportasi darat. Dalam rangka mengurangi kemiskinan di Kabupaten Bogor, prioritas yang seharusnya dilakukan ialah dengan penambahan panjang jalan. Dengan penambahan panjang jalan di daerah-daerah miskin di Kabupaten Bogor dapat terbukanya daerah-daerah terisolasi, meningkatkan produktivitas ekonomi rakyat dan wilayah juga meningkatkan pendapatan masyarakat, mempermudah perhubungan antara pusat produksi dan pusat pemasaran, mendorong tumbuhnya kegiatan ekonomi di pedesaan, mempermudah lalu lintas barang dan jasa sehingga dapat mengurangi jumlah kemiskinan di Kabupaten Bogor.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan yaitu pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi dan kebijakan pembangunan jalan di Kabupaten Bogor maka didapatkan hasil sebagai berikut: 1. PDRB Kabupaten Bogor cenderung meningkat dari tahun 1989 hingga 2012 namun sempat mengalami penurunan pada tahun 1998 dikarenakan krisis yang terjadi di Indonesia. Infrastruktur puskesmas cenderung meningkat dari tahun 1989 hingga 2012 namun sempat mengalami penurunan di beberapa tahun dikarenakan puskesmas keliling ditiadakan sementara dan puskesmas pembantu mengalami pengurangan. Infrastruktur air bersih pada tahun 1989 hingga 2012 cenderung meningkat dikarenakan adanya lonjakan penduduk di Kabupaten Bogor. Infrastruktur panjang jalan cenderung meningkat setiap tahunnya hanya saja sempat mengalami penurunan ditahun 1998 dikarenakan kurangnya pembiayaan pembetulan jalan karena krisis yang terjadi di Indonesia.
26
2. Variabel infrastruktur puskesmas, air bersih dan jalan memberikan pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa infrastruktur memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian Kabupaten Bogor. 3. Dalam penetapan prioritas kebijakan pembangunan jalan di Kabupaten Bogor prioritas pertama yang harus dilakukan ialah meningkatkan penyerapan tenaga kerja yaitu penambahan panjang jalan, prioritas kedua meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu penambahan fasilitas jalan dan prioritas ketiga mengurangi kemiskinan ialah penambahan panjang jalan. Saran Dari hasil analisis yang didapatkan maka saran yang dapat disampaikan diantaranya : 1. Infrastruktur harus dikembangkan secara kualitas maupun kuantitas baik infrastruktur jalan, air bersih maupun puskesmas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor. 2. Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya mengikuti saran yang penulis berikan dalam penentuan prioritas pembangunan jalan di Kabupaten Bogor. 3. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya perlunya penelitian untuk prioritas kebijakan pembangunan infrastruktur air bersih dan puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA [Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2003. Infrastruktur Indonesia Sebelum, Selama, dan Pasca kritis. Jakarta (ID) : Perum Percetakan Negara RI [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Kabupaten Bogor Dalam Angka, Berbagai Edisi. Jakarta (ID) ; BPS Kabupaten Bogor Budiono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No.4.BPFE. Yogyakarta Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara, Jakarta Gujarati, D.N. 2007. Dasar Ekonometrika Ed ke-3.Julius A Mulyadi [Penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali Press. Kumara, Ida Bagus. 2013. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur terhadap Tingkat Pengangguran: Analisis Kabupaten/ Kota di Jawa dan Luar Jawa 20072008. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Kwik K G. 2002. Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur dan Pemukiman. Bandung (ID): BAPPENAS Nuraliyah. 2011. Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa [tesis]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Purnomo, Heri. 2009. Dampak Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bekasi. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor
27
Prasetyo R B. Firdaus M. 2009. Pengaruh Infrastruktur Pada Pertumbuhan Ekonomi Wilayah di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Pembangunan. 2(2): 222-236 Rahmawati, Nur Fajri. 2008. Pengaruh Pelaksanaan Agropolitan Terhadap Perkembangan Ekonomi di Tujuh Kawasan Agropolitan Kabupaten Magelang. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor Saaty, Thomas.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Seri Manajemen No.134. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta Sari, P. 2009. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25 Kabupaten Tertinggal Kawasan Timur Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiadi, Elen .2006. Pengaruh Pembangunan Infrastruktur Dasar Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional Indonesia (8 Provinsi di Sumatra). Jakarta : FE UI Todaro MP, Stephen CS. 2006. Pembangunan Ekonomi Ed ke-9. Haris Munandar [Penerjemah] Jakarta (ID): Erlangga World Bank. 1994. World Development Report: Infrastructure For Development. Oxford University Press, New York
28
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Estimasi Model analisis regresi pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi. Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 04/30/14 Time: 15:54 Sample: 1989 2012 Included observations: 24 White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
VIF
LNX2 LNX3 LNX4 C
0.417844 0.060952 0.254260 10.43857
2.246153 2.259474 4.685883 18.97322
0.0361 0.0352 0.0001 0.0000
4,108 2.387 2.994
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.876332 0.857782 0.089808 0.161311 25.97515 47.24127 0.000000
0.186026 0.026976 0.054261 0.550174
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
16.97539 0.238144 -1.831263 -1.634920 -1.779173 1.029287
Lampiran 2. Uji Normalitas 6
Series: Residuals Sample 1989 2012 Observations 24
5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4
3
2
1
Jarque-Bera Probability
0 -0.15
-0.10
-0.05
-0.00
0.05
0.10
0.15
Lampiran 3 Uji Heteroskedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.545962 Obs*R-squared 11.96288 Scaled explained SS 4.662589
Prob. F(9,14) Prob. Chi-Square(9) Prob. Chi-Square(9)
0.2242 0.2154 0.8627
5.17e-16 0.013874 0.129306 -0.152563 0.083747 -0.457199 2.122494 1.606140 0.447952
29
Lampiran 4 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.951355 5.926736
Prob. F(2,18) 0.0779 Prob. Chi-Square(2) 0.0516
Lampiran 5 Daftar Nama Responden BAPPEDA Iin Kamaluddin, SE, M.Si Ir. Dadang Sofyan Iskandar, M.Si Ir. Suryanto Putra, M.Si
Kasubid Monitoring dan Evaluasi Kepala Bidang Pemerintahan dan PP Kepala Bidang Sarpras dan TRLH
Lampiran 6 Hasil Olahan Data AHP Menggunakan Expert Choise 2000 SASARAN
STRATEGI Perbaikan Jalan Penambahan Panjang Jalan Penambahan Fasilitas Jalan Bobot Inconsistency
>Meningkatkan >Meningkatkan >Mengurangi Pertumbuhan Penyerapan Kemiskinan Ekonomi Tenaga Kerja 0.243 0.322 0.302
SKOR 0.300
0.382
0.325
0.385
0.360
0.375 0.176 0.01
0.353 0.4 0.01
0.313 0.424 0.04
0.340
30
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1992 dari pasangan Sudarso,SE dan Dewi Yanti Retno Utami,SE. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, anak kedua bernama Dina Dwi Firiana Sudaryanti. Penulis bersekolah di SD Angkasa IX Jakarta Timur, SMP 157 Jakarta Timur, SMA 113 Jakarta Timur, dan pada tahun 2010 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN. Penulis diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selama menuntut ilmu di IPB penulis telah mengikuti berbagai kepanitiaan setingkat Departemen, Fakultas, dan IPB. Selama di bangku kuliah, dan penulis mendapat beasiswa dari Charoen Phokphan.