Peningkatan Mutu Beras Petani Melaui Penambahan Alat Pengkabut di Penggilingan Yogi P Rahardjo1, Sukarjo2 dan Sumarni1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah 2 Balai Penelitian Lingkungan Pertanian E-mail :
[email protected]
1
Abstrak Salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah/beras. Konsep pengolahan padi terpadu pada prinsipnya adalah produksi beras bermutu tinggi (beras kristal, beras kepala) sebagai keuntungan, sedang biaya produksi ditutup dari pengolahan hasil samping dan limbah (beras patah, menir, dedak/bekatul, dan sekam). Rendahnya mutu beras giling dengan rendemen sebesar 56% masih dapat ditingkatkan menjadi 61% dengan mengubah konfigurasi penggilingan dengan menambahkan separator dan penggunaan bayonet pengkabut sehingga dihasilkan beras premium/kristal. Pengkajian dilakukan di bulan Januari - Desember 2012 di Desa Bahagia dan Desa Rogo di Kabupaten Sigi. Kegiatan terdiri atas sosialisasi dan pemasangan pengkabut beras Kristal. Kemudiaan diujicoba dengan menggunakan gabah yang telah kering sesuai rancangan pengkajian. Hasil yang diperoleh diantaranya adalah penggunaan pengkabut dapat meningkatkan rendemen hasil walaupun tidak terlalu besar yaitu 0,51% dan terjadi penurunan jumlah menir sebesar 25,28% dibandingkan cara penggilingan. Beras yang diberikan perlakuan mempunyai kadar beras kepala yang lebih rendah dikarenakan kondisi pengkabutan yang dialami dengan menambahkan air dari pengkabut di akhir proses penyosohan meningkatkan peluang beras lebih banyak retak dikarenakan air yang ditambahkan tidak semuanya telah hilang. tingkat keputihan beras yang diberikan perlakuan pengkabutan lebih putih dibandingkan beras yang tidak dilakukan perlakuan. Penggunaan alat pengkabut menyebabkan pertambahan biaya sebesar Rp. 11.000/ton akan tetapi masih setara dengan peningkatan rendemen beras. Penggunaan pengkabut ternyata lebih efektif digunakan dalam meningkatkan mutu beras yang terendam/banjir.
Kata kunci: beras premium, nilai tambah, pengkabut. Pendahuluan Penanganan pasca panen padi merupakan upaya sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi padi. Konstribusi penanganan pasca panen terhadap peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan tercapainya mutu gabah/ beras sesuai persyaratan mutu. Dalam penanganan pasca panen padi, salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu gabah/beras. Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang didasarkan pada prinsip-prinsip Good Handling Practices (GHP) seperti penanganan budidaya padi yang baik (Good Agriculture Practices - GAP) dan teknik penggilingan yang baik (Good Manufacture Practices-GMP). Kompetisi penggilingan padi untuk memperoleh bahan baku gabah mengakibatkan banyak tipe penggilingan yang hanya menjual jasa upah giling menjadi tutup. Akan tetapi kondisi ini akan berbeda pada penggilingan yang juga berperan sebagai pembeli gabah, pemroses beras dan penjual beras yang masih beroperasi. Tipe penggilingan yang mengandalkan modal dan jasa tengkulak untuk mencari gabah biasanya akan menggiling beras bila harga beras sedang tinggi.
400
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Prinsip ijon atau pengaturan harga di tingkat petani oleh tengkulak yang menyebabkan pendapatan petani rendah. Bentuk pengililngan komunitas dengan sistem manajemen modern akan memberikan jaminan mutu atas beras yang dihasilkan. Proses menjaga mutu tidak hanya berada di tangan pengililngan saja tetapi juga saat proses produksi gabah (lahan petani) dan berasnya. Balai besar pascapanen juga menawarkan konsep pengolahan padi terpadu dengan skala menengah. Prinsipnya: produksi beras bermutu tinggi (beras kristal, beras kepala) sebagai keuntungan, sedang biaya produksi ditutup dari pengolahan hasil samping dan limbah (beras patah, menir, dedak/bekatul, dan sekam). Dari gabah, akan dihasilkan beras pecah kulit dan sekitar 20% sekam. Sekam dapat diolah menjadi briket arang sekam. Beras pecah kulit saat diolah menjadi beras berkualitas yang menghasilkan beras kristal atau beras super terdapat dedak sekiar 8-10% dan menir sekitar 10%. Menir dan beras patah diolah menjadi tepung beras yang banyak diperlukan oleh perusahaan kue dan industri makanan bayi, serta makanan ringan lainnya seperti kraker/krupuk beras (Prabawati, 2004). Beberapa hasil samping penggilingan beras yang telah dapat dimanfaatkan seperti kue baurasa di kegiatan FEATI dan pemanfaatan pengering sekam di Desa Berdikari (Kharani et al, 2010). Hasil uji Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMP) Serpong pada lebih dari 25 unit mesin rice milling unit (RMU) komersial menunjukkan data rendemen beras giling berkisar antara 64,12% – 67,92% (Thahjohutomo,et.al, 2003). Susunan komponen mesin penggilingan padi (konfigurasi) berpengaruh terhadap rendemen dan kualitas beras giling. Rendemen beras giling yang dihasilkan oleh penggilingan padi kecil (PPK) yang berkonfigurasi sederhana yaitu Husker-Polisher (H-P) rata rata sebesar hanya 55.71% dengan kualitas beras kepala 74.25% dan broken 14.99%. Sedangkan penggilingan padi skala menengah (PPM) dengan konfigurasi Cleaner-Husker-Separator-Polisher (C-H-S-P) menghasilkan rendemen, kualitas beras kepala, dan broken masing masing sebesar 59.69%, 75.73% dan 12.52% (Thahjohutomo,et.al, 2004). Perubahan konfigurasi penggilingan dengan menambahkan alat cukup memberatkan pihak penggilingan dikarenakan permintaan dari petani seringkali tidak menginginkan beras yang dipisahkan dari menir dan beras kepala. Penyebabnya dikarenakan beras yangHal ini dikarenakan gabah padi yang dihasilkan dari lahannya sendiri kurang baik dikarenakan tidak sesuai dengan standar GPA. Penambahan alat penggilingan dapat dilakukan bila alat tersebut murah dan memberikan dampak lain. Salah satu penambahan peralatan seperti separator dan polishertipe abrasive yang dilengkapi alat pengabut air. Alat pengabut air ini digunakan untuk menghasilkan kabut air sehingga dalam pemolesan beras giling dihasilkan beras yang putih, bersih, mengkilat serta cemerlang menyerupai kristal. Konstruksi alat dengan model dimana proses penyosohan dilakukan bersamaan dengan menghembuskan udara kedalam lapisan beras sehinggga kenaikan suhu dapat diminimalkan dan jumlah beras retak dan patah dapat dikurangi. Beras yang dihasilkan adalah beras mutu tinggi yang diperoleh dengan pemisahan beras kepala dengan beras pecah dan menir, dan peningkatan penampakan visual dengan cara refining untuk menghasilkan beras kristal. Caranya, dengan teknik pengkabutan menggunakan debit air 5 liter/jam dan kecepatan putar silinder pemoles 800-1000 rpm, tekanan udara pada sistem pengkabutan 30-40 psi (Thahir, 2000).
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
401
Gambar 1. Perbaikan Konfigurasi Penggilingan padi tipe single pass (a) dan penambahan polisher (b). Tujuan dari kajian ini adalah menghasilkan satu produk beras premium/kristal siap jual sehingga kerjasama petani-penggilingan dapat berjalan dengan baik. Harapannya usaha beras premium/kristal yang ini menguntungkan bagi penggilingan dan petani kooperator. Sasaran kegiatan ini adalah beberapa petani yang tergabung dalan kelompok tani. Sehingga akan bermanfaat dalam meningkatnya produksi beras melalui peningkatan rendemen. Metodologi Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah on farm extension, dimana petani dijadikan koperator dan pelaksana kegiatan untuk memperoleh model agroindustri beras terpadu khususnya beras premium/kristal. Kegiatan diawali dengan sosialisasi dan pemasangan pengkabut beras Kristal. Kemudiaan diujicoba dengan menggunakan gabah yang telah kering sesuai rancangan pengkajian dan dilakukan sosialisasi hasil kegiatan kepada petani lainnya dan dilakukan pemasaran produk. Pengkajian dilakukan di bulan Januari - Desember 2012 di desa Bahagia dan Desa Rogo di Kabupaten Sigi. Rancangan Pengkajian Kelompok tani sebagai koperator ditentukan secara sengaja dengan melibatkan 10 orang petani dan satu unit pengusaha gilingan di dekat lokasi kelompok tani. Pengkajian pembuatan beras kristal dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri atas empat perlakuan yaitu: a. b.
R1 (Penggunaan alat pengkabut beras tanpa mengubah penambahan alat) R2 (Penggunaan alat pengkabut beras dengan menambah alat separator dan polisher)
c.
R3 (Pola penggiingan tanpa penambahan alat pengkabut)
d.
R4 (Pola Penggilingan tanpa alat pengkabut beras dengan menambah alat separator dan polisher)
Semua beras yang digiling dilakukan sebanyak 2 kali pengambilan sampel. Beras yang diambil kemudian dianalisis secara fisik dan kimiawi sesuai standar mutu beras. Rendemen beras juga dihitung. Data yang dihasilkan kemudiaan dianalisis secara statistik.
402
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Hasil dan Pembahasan Rendemen Hasil Tabel 1 diketahui bahwa penggunaan pengkabut dapat meningkatkan rendemen hasil walaupun tidak terlalu besar yaitu 0,51% dan terjadi penurunan jumlah menir sebesar 25.28% dibandingkan cara penggilingan. Peningkatan berat dedak juga diperoleh dikarenakan adanya tambahan air ke dalam dedak yang dihasilkan. Menurut Thahir (2002), potensi aktual secara laboratoris pada kondisi ideal dari beberapa varietas unggul menunjukkan dalam 1 butir gabah mengandung sekitar 21 – 25% sekam dan 6 – 7% lapisan aleuron. Bahkan untuk varietas lokal jumlah sekam dan aleuronnya sebesar 29 – 33%. Dengan demikian rendemen beras pecah kulit (BPK) berkisar antara 75 – 79%, sedangkan beras putih (BP) 68 – 73% dari varitas unggul dan dari varietas lokal sebesar 67 – 71%. Tabel 1. Rendemen hasil penggilingan pada berbagai kondisi menggunakan alat pengkabut dan alat pengayak. No 1
2
3
4
Keterangan/Kode Pengkabut tanpa pengayak (P1A0) Rata-Rata Pengkabut dengan pengayak (P1A1) Rata-Rata Petani tanpa pengayak (P0A0) Rata-Rata Petani dengan pengayak (P0A1) Rata-Rata
Berat Gabah (Kg) 90.0 91.5 90.8 90.0 98.0 94.0 95.5 94.5 95.0 91.4 86.7 89.0
Rendemen (%) 56.2 55.7 56.0a 55.6 56.8 56.2a 55.5 55.6 55.6a 56.8 55.2 56.0a
Menir (%) 1.3 1.3 1.3b 1.2 1.3 1.2b 1.7 1.7 1.7a 1.7 1.7 1.7a
Dedak (%) 25.4 25.7 25.6a 26.4 24.5 25.5a 25.4 24.5 25.0a 25.1 24.5 24.8a
Sekam (%) 17.1 17.3 17.2a 16.8 17.5 17.1a 17.3 18.3 17.8a 16.4 18.7 17.5a
Hasil rendemen beras yang dihasilkan hanya sebesar 55,2-56,8% hal ini dikarenakan beberapa hal diantaranya adalah kualitas gabah yang dihasilkan, kadar air, varietas dan konfigurasi peralatan penggilingan. Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah. Kualitas Hasil Pemasangan alat pengkabut telah dilakukan dengan bantuan teknisi dari Balai Besar Mekanisasi Pertanian. Alat pengkabut yang telah dipasang di penggilingan milik Kelompok Tani Desa Bahagia, Kecamatan Palolo memberikan hasil yang cukup baik. Kesan pertama dari operator yang melakukan adalah hasil gilingan padi terlihat lebih mengkilat dan khusus pada beras yang kurang baik mutunya maka akan dihasilkan beras yang menjadi lebih baik. Pada ujicoba pertama kali setelah dipasang menggunakan panjang pengkabut yang masuk kedalam alat penyosoh sepanjang 36,5cm dengan bukaan air full. Akan tetapi ternyata hal ini masih belum optimal
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
403
dikarenakan masih banyak air yang bocor dan tutup tempat air tidak terbuka sehingga air tidak keluar dengan sempurna Pada uji debit air diperoleh debit air yang keluar dari alat pengkabut dengan kondisi ini sebesar 30 ml/menit. Bila dibandingkan dengan pemerosesan beras sebanyak 90 kg gabah yang dilakukan selama 10-15 menit berarti ada sekitar 116.5 gram beras/ml air. Untuk mengoptimalkan debit air maka dilakukan perbaikan alat pengkabut sehingga diperoleh debit air yang lebih tinggi atau sebesar 50 ml/menit. Selain itu juga dicobakan memasukkan alat pengkabut lebih dalam lagi atau sepanjang 45,9 cm. Akan tetapi pada kondisi alat pengkabut 45,9 cm diperoleh hasil beras menjadi bergumpal dan berpotensi alat penggilingan tersumbat dikarenakan kadar air yang masuk didalamnya terlalu banyak. Kondisi beras tergumpal dikarenakan semburan kabut berada di akhir atau didalam alat polisher sehingga air yang ada tidak hilang oleh gerakan panas beras terpolisher. Oleh karena itu agar kondisi tidak terjadi kembali maka diusahakan air yang terkabutkan berada dalam kisaran 120-100 gram beras/ml air. Pada Gambar 2 disajikan prinsip alat pengkabut pada alat penggilingan.
Gambar 2. Prinsip alat pengkabut pada alat penggilingan/polisher Pada gambar 2 diketahui proses pengkabutan tidak berada di dalam langsung alat penyosoh akan tetapi di depan, searah dengan arah bahan dan terdapat cukup ruang agar air yang dikabutkan bereaksi dengan beras yang akan dibersihkan. Berbeda dengan peralatan pengkabut yang dipasang di alat satake dan agrindo xxx pada pengkajian ini adalah dipasang dibagian belakang dari alat penyosoh dan berlawanan arah dengan masuknya bahan. Hal ini yang menyebabkan peningkatan volume air dan tidak merata sehingga pergumpalan dapat terjadi. Tharir (2002) juga mengungkapkan jumlah air yang dikeluarkan sebanyak 0,19 liter/menit atau 190 ml/menit, padahal penggunaan air baru sebesar 50 ml/menit di alat pengkabut yang dipasang menyebabkan beras bergunpal.
404
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Tabel 2. Rata- Rata Hasil Beras Kepala dan Beras Patah pada berbagai kondisi menggunakan alat pengkabut dan alat pengayak. No 1 2 3 4
Keterangan/Kode Pengkabut tanpa pengayak (P1A0) Pengkabut dengan pengayak (P1A1) Petani tanpa pengayak (P0A0) Petani dengan pengayak (P0A1)
Rendemen (%) 56.20 56.20 55.50 56.00
Beras Kepala (%) 70.40 74.49 74.80 75.75
Beras Patah (%) 24.92 22.54 20.36 19.19
Proses penggilingan menggunakan alat pengkabut memberikan perbedaan suhu beras yang dihasilkan Pada penggilingan menggunakan alat pengkabut suhu beras adalah sekitar 38,1 38,4 0C sedangkan tanpa menggunakan pengkabut suhu beras mencapai 39-39,7 0C. Thahir et al (2000) mengungkapkan penggunaan alat pengkabut dengan menghasilkan droplet partikel kabut dengan tekanan 50 psi akan dapat meningkatkan rendemen beras 1-2 %, menaikan volume beras kepala 5-9% dan menurunkan beras patah 5%. Pan et al (2005) turut melakukan penelitian penyosohan dengan melakukan perlakuan pendinginan dan tidak dengan pendinginan. Penurunan suhu penggilingan sebesar 10 oC dapat meningkatkan rendemen beras 0,9% dan volume beras kepala 1,7%. Akan tetapi hasil yang diperoleh dari pengujian diketahui bahwa penggunaan pengkabut hanya menaikan rendemen beras tetapi persentase beras kepala yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh kadar air beras sewaktu digiling masih cukup tinggi dan proses pengkabutan yang kurang tepat. Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat pula. Hasil beras kepala dan patah yang dihasilkan dari beberapa kondisi menggunakan alat pengkabut dan alat pengayak lainnya yang disajikan pada Tabel 2. Sistem penggilingan padi berpengaruh terhadap mutu beras maupun hasil sampingnya. Mesin pemecah kulit menggunakan rubber roll yang berputar berlawanan arah, masing-masing ke arah dalam. Jarak antar rol dan kecepatan putar akan berpengaruh terhadap tingkat kesempurnaan pengupasan sekam dan keretakan beras pecah kulit. Mekanisme keretakan beras berkaitan dengan terjadinya proses adsorbsi dan desorbsi kandungan air ke lingkungan., interaksi faktor laju aliran udara dan ketebalan pengeringan (Thahir 1996 dalam Tharir 2010). Peningkatan kadar air dari 6,0% menjadi 16,3% basis kering pada kelembaban 89% menyebabkan dimensi panjang dan tebal beras masing-masing 5,6 – 5,9% dari ukuran semula sehingga mengakibatkan keretakan beras (Shimizu et al, 2007). Hal ini sesuai dengan hasil di Tabel 2 bahwa beras yang diberikan perlakuan mempunyai kadar beras kepala yang lebih rendah dikarenakan kondisi pengkabutan yang dialami dengan menambahkan air dari pengkabut di akhir proses penyosohan meningkatkan peluang beras lebih banyak retak dikarenakan air yang ditambahkan tidak semuanya telah hilang. Tipe mesin penyosoh juga berpengaruh terhadap mutu fisik beras. Tipe friksi bekerja dengan cara gesekan antar butiran beras, sedangkan tipe abrasive bekerja dengan cara pengikisan kulit ari/ aleuron beras dengan batu gerinda. Pada alat yang digunakan dalam pengujian merupakan alat penggilingan satu phase dengan alat husker dan penyosoh dalam satu alat. Tipe alat penyosoh adalah tipe friksi. Hasil kejernihan, derajat putih dan penyosohan disajikan pada Tabel 3.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
405
Tabel 3. Rata- Rata Derajat Putih, Derajat sosoh dan Kebeningan Beras pada berbagai kondisi menggunakan alat pengkabut dan alat pengayak. No
Derajat Putih
Keterangan/Kode
Derajat sosoh
Kebeningan
1
Pengkabut tanpa pengayak (P1A0)
45.90
90.00
1.73
2
Pengkabut dengan pengayak (P1A1)
44.58
90.00
2.25
3
Petani tanpa pengayak (P0A0)
45.40
90.00
2.35
4
Petani dengan pengayak (P0A1)
44.48
90.00
2.27
Pada Tabel 3 diketahui bahwa tingkat keputihan beras yang diberikan perlakuan pengkabutan lebih putih (45,24) dibandingkan beras yang tidak dilakukan perlakuan (44,94). Tipe friksi menghasilkan mutu giling yang baik, yaitu menir rendah (±2%), mengkilap tetapi derajat putihnya relatif rendah (41%). Tipe abrasive memberikan kenampakan beras yang lebih putih (derajat putih 55%) namun menirnya lebih tinggi (±5%) (Widowati, 2001). Akan tetapi tingkat kecerahan beras yang diberikan perlakuan sedikit lebih rendah dibandingkan tanpa perlakuan. Berdasarkan pengalaman petani kooperator beras yang telah rusak disebabkan terlalu lama terendam air hujan bila digiling menggunakan pengkabut memberikan hasil lebih baik dibandingkan digiling tanpa alat pengkabut. Perbedaan harga cukup tinggi yaitu Rp. 2500/kg bila digiling tanpa menggunakan alat pengkabut sedangkan hasil pengkabutan sebesar Rp. 6.000,Kesimpulan Penggunan alat pengkabut telah diketahui manfaatnya oleh petani dengan meningkatkan mutu fisik gabah yang kurang baik menjadi lebih baik khususnya pada beras yang terendam banjir/rusak. Penggunaan pengkabut dapat meningkatkan rendemen hasil walaupun tidak terlalu besar yaitu 0,51% dan terjadi penurunan jumlah menir sebesar 25.28% dibandingkan cara penggilingan. Penggunaan pengkabut pada peralatan single pass menggunakan kecepatan jumlah air yang lebih rendah daripada rekomendasi awal yang sebelumnya 190 ml/menit menjadi dibawah 50 ml/menit dengan 36,5 -40 cm pengkabut berada didalam alat polisher. Perintisan usaha beras kristal terkendala dengan modal dan bahan baku gabah dikarenakan belum terjadi kesepakatan antara penggilingan dan petani. Daftar Pustaka Kharani C, Sukarjo, P Haryono. 2010. Laporan Akhir Pengeringan gabah berbahan bakar sekam. BPTP Sulawesi Tengah. Palu Nugraha,S.,S.J.Munarso,Suismono dan A.Setyono.1998.Tinjauan tentang rendemen beras giling dan susut pascapanen: 1. Masalah sekitar rendemen beras giling, susut dan pemecahannya. Makalah. Balai Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 15 Hal. Pan, Z., J.F. Thompson, K.S.P. Amarungga, T. Anderson, and X. Zeng. 2005. Effect of cooling method and milling procedures on the appraisal of rice milling quality. J. Transaction ASAE 48(5): 1865-1871. Prabawati, S. 2004. Menjalin Kemitraan, Mempercepat Komersialisasi. Artikel di tabloid Sinar Tani, 24 Maret 2004. Bogor.
406
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Shimizu, N., M.A. Haque, M. Anderson, and T. Kimura. 2007. Measurement and fisurring of rice kernels during quasimoisture sorption by image analysis. J. Cereal Sci. 48(1): 98-103. Thahir, R. 1996a. Teknologi pengeringan gabah. Pelatihan Kepala Unit KUD, Balai Pendidikan dan Latihan Pascapanen, Cibitung, 5-6 September 1996 dalam Tharir, R. 2010. Revitalisasi penggilingan padi melalui Inovasi penyosohan mendukung Swasembada beras dan Persaingan global. Prosiding Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3), 2010: 171183 Thahir, R., H. Wijaya, dan J. Setiawati. 2000. Pemolesan beras melalui sistem pengkabut air. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian. Modernisasi Pertanian untuk Meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas Menuju Pertanian Berkelanjutan, Bogor, 11-12 Juli 2000. Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia (2): 246-326. Thahir R, 2002. Tinjauan Penelitian Peningkatan Kualitas Beras Melalui Perbaikan Teknologi Penyosohan.Makalah disajikan sebagai Persyaratan Kenaikan Pangkat /golongan IV/c. Balai Besar Pengembangan Alsintan, Serpong Tjahjohutomo,Rudy., Harsono, A. Asari, Teguh W.W dan Uning Budiharti. 2004. Pengaruh KonfigurasiPenggilingan Padi Rakyat Terhadap Rendemen Dan Mutu Beras Giling. Laporan hasil penelitian TA 2003. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Serpong, Banten. Tjahjohutomo, R Harsono, A. Asari, T.W.Widodo dan Uning B. 2003. Laporan hasil Penelitian TA 2003. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian. Serpong, Banten dalam Budiharti, U, R. Tjahjohutomo, Harsono, 2007. Pendekatan sistem dinamik untuk mempelajari model mekanisasi penggilingan padi untuk memperikirakan produksi beras. Jurnal Enginering Pertanian. Vol V No .1 April . 2007 Widowati Sri. 2001. Pemanfaatan hasil samping penggilingan padi dalam menunjang sistem agroindustri di pedesaan. Buletin AgroBio: 4(1): 33-38.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
407