PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII MTs N Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya) RIDA RAMDHANIA e-mail:
[email protected] Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No.24 Kota Tasikmalaya
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model discovery learning dengan model pembelajaran langsung serta mengetahui motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik dalam bentuk uraian yang terdiri dari lima butir soal dan angket motivasi belajar. Populasi dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas VIII MTs N Leuwisari tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 160 orang. Sampel diambil secara acak menurut kelas. Terpilih kelas VIII B sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan model discovery learning yang terdiri dari 31 peserta didik dan terpilih kelas VIII E sebagai kelas kontrol yang mendapatkan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran langsung yang terdiri dari 32 peserta didik. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, analisis data, dan pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning lebih baik dari pada yang menggunakan model pembelajaran langsung.Motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning termasuk pada kriteria tinggi. Kata Kunci : Discovery Learning. Pemecahan Masalah. Motivasi Belajar
ABSTRACT This research aims to know the students’ mathematics problem solving ability that is better between who Discovery Learning and direct learning, and to know the students’ motivation in learning process by using Discovery Learning. The research method used is experimental research. Population in this research the students of VIII Mts Leuwisari Tasikmalaya are 160 students. Two classes are taken randomly as sample of the research. It is chosen B Class amounted` students as experimental class and VIII E Class amounted 32 students as control class. The instrument used is test mathematics problem solving ability and learning motivation questionnaire. The analyzing of data uses differential test of two average . Based on the research result, tabulation of data, analyzing of data and hypothesis test obtained the conclusion that the students’ mathematics problem solving ability who use Discovery Learning than direct learning, and the students’ motivation in learning process by using Discovery Learning type includes on high criteria. Keywords : Discovery Learning. Problem Solving. Motivation.
PENDAHULUAN Matematika perlu diajarkan kepada peserta didik untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti menghitung luas, isi, berat, mengolah data dan menyajikan data. Selain itu, matematika harus dipelajari karena matematika merupakan dasar dari ilmu-ilmu yang lainnya. Dengan matematika manusia akan mampu bersaing secara global, karena dalam matematika peserta didik diajarkan untuk berpikir kritis, kreatif, sistematis dan juga logis. Terdapat beberapa kemampuan dalam matematika, salah satunya yaitu kemampuan pemecahan masalah. Illahi, Mohammad Takdir (2012:65) “Anak didik yang mampu memecahkan masalah dari suatu persoalan, pada gilirannya akan berproses menjadi seorang penemu”. Pemecahan masalah merupakan kemampuan yang harus dimilki oleh peserta didik selain karena pemecahan masalah merupakan tujuan pembelajaran, pemecahan masalah juga dapat membantu peserta didik untuk bisa berpikir kritis, kreatif, dan logis. Berdasarkan data dari hasil penelitian yang dilakukan Herdiani, Ratih (2009) diperoleh bahwa hasil belajar peserta didik di SMP N 2 Tasikmalaya
dibawah kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang ditetapkan yaitu 75. Hal tersebut dilihat dari rata-rata nilai ujian peserta didik pada semester ganjil. Ratarata pada kelas VIII A 73,45, kelas VIII B 70,25, kelas VIII C 72,60, kelas VIII D 70,65, kelas VIII E 71,40, kelas VIII F 74,25, kelas VIII G 72,70, kelas VIII H 71,50, kelas VIII I 72,25. Rata-rata setiap kelas di bawah KKM yang ditetapkan. Rendahnya hasil belajar peserta didik disebabkan karena peserta didik belum bisa memahami dan memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang rendah bisa disebabkan oleh pembelajaran peserta didik yang terbiasa mendapatkan konsep belajar dari apa yang disampaikan oleh gurunya. Sehingga peserta didik tidak terbiasa untuk memakai kemampuannya dalam memecahkan permasalahan yang mereka hadapi pada saat belajar. Faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam belajar adalah motivasi. Peserta didik akan lebih termotivasi apabila pembelajarannya tidak membebani peserta didik. Motivasi peserta didik akan terlihat dari tingkah laku yang diberikan oleh peserta didik yang menumbuhkan semangat belajar. Motivasi belajar akan mendorong peserta didik untuk mengikuti pembelajaran. Akan tetapi apabila peserta didik tidak mempunyai motivasi belajar maka akan menghambat proses belajar. Sehingga guru harus mampu menumbuhkan motivasi belajar peserta didik dengan pembelajaran yang menarik. Model merupakan cara yang dilakukan secara sistematis dan teroganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga penggunaan model yang tepat akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan motivasi belajar peserta didik , karena model menyediakan alat-alat belajar yang diperlukan oleh peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut penulis memilih model Discovery Learning, model Discovery Learning adalah salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik dan motivasi belajar peserta didik. Sejalan dengan pendapat tersebut Illahi, Mohammad Takdir (2012:42) “Mereka akan berusaha mencari pemecahan masalah sendiri yang sesuai dengan kapasitas mereka sebagai pembelajar”. Dalam pembelajarannya model pembelajaran Discovery Learning
menekankan peserta didik untuk menemukan konsep sendiri yang berkaitan dengan kehidupan peserta didik yang sesuai dengan kompetensi dasar. Model Discovery Learning (DL) atau penemuan merupakan model pembelajaran yang bersifat student-centered. Mulyasa (Ilahi, Muhammad Takdir, 2012:32)
menyatakan
bahwa
“Discovery
Strategy
merupakan
strategi
pembelajaran yang menekankan pembelajaran langsung dilapangan, tanpa harus selalu bergantung pada teori-teori pembelajaran yang ada dalam pedoman buku pelajaran”. Dengan kata lain, proses pembelajaran lebih diproyeksikan daripada hasil yang hendak dicapai melalui perwujudan pembelajaran. Prosedur yang harus dilakukan dalam model Discovery Learning menurut Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya (Illahi, Mohammad Takdir 2012:87)
yaitu, pemberian rangsangan,
perumusan masalah dalam bentuk hipotesis, mengumpulkan data yang diperlukan, pengolahan data, membuktikan hipotesis yang diajukan, dan menarik kesimpulan. Peran guru dalam model ini adalah sebagai pembimbing dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan aktif. Model Pembelajaran Langsung adalah model pembelajaran yang bersifat teacher center. Model ini dirancang secara khusus oleh guru untuk menunjang proses belajar peserta didik dengan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dipelajari selangkah demi selangkah. Kardi dan Nur (Trianto, 2007:32) menyatakan “Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana”. Fase-fase dalam model Pembelajaran Langsung menurut Kardi dan Nur (Trianto, 2007:31) adalah menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik, mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan, membimbing pelatihan, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan. Kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik adalah kemampuan belajar peserta didik dalam usaha menyelesaikan permasalah yang tidak rutin sehingga peserta didik dituntut untuk berpikir kritis dan kreatif. Polya
menyatakan langkah-langkah pemecahan masalah matematik (Sri, Wardani 2002:36) “Solusi soal pemecahan masalah memuat empat tahapan atau langkah penyelesaian yaitu memahami masalah (understanding the problem), membuat rencana pemecahan (divising a plan), melakukan perhitungan (cariying out the plan), memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Faktor yang mempengaruhi motivasi terdiri dari dua faktor yaitu motivasi yang timbul dari dalam dan luar diri peserta didik. Menurut Uno, Hamzah B (2013:19) motivasi dibedakan dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motivasi ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya orang tua, guru, orang dekat atau teman dekat dan lain-lain. Ada beberapa indikator motivasi belajar menurut Uno, Hamzah B (2013:31), yaitu adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik, dan adanya lingkungan yang menarik. Indikator tersebut digunakan sebagai tolak ukur dalam mengukur motivasi peserta didik yang mengggunakan model Discovery Learning. Penelitian yang dilakukan oleh Yanti, Lusi (2014) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik” (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP MTs Negeri Cilendek Tahun Pelajaran 2013/2014). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ada pengaruh positif penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh Qorri’ah (2011) dengan judul “Penggunaan Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung” (Studi Quasi Eksperimen di SMP Paramarta). Hasil penelitian menyimpulkan pemahaman siswa pada kelompok yang menggunakan metode Guided Discovery Learning meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Afendi, Akhmad (2012) dengan judul “Efektivitas Penggunaan Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Kelas X SMK Diponegoro Yogyakarta”. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning lebih efektif.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan metode eksperimen, dengan populasi yaitu seluruh peserta didik kelas VIII Mts N Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 160 orang, sampel diambil sebanyak dua kelas secara random, terpilih kelas VIII.B sebagai kelas eksperimen yang menggunakan model Discovery Learning dan kelas VIII.E sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model Pembelajaran Langsung. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik berupa tipe soal tes uraian sebanyak 5 soal. Soal tes diberikan satu kali setelah seluruh proses pembelajaran selesai atau setelah semua materi disampaikan. Selain itu dilaksanakan penyebaran angket motivasi belajar pada kelas eksperimen dengan menggunakan model Discovery Learning yang dilakukan setelah peserta didik melaksanakan pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan meminta ijin kepada kepala sekolah yang menjadi tempat penelitian. Peneliti memilih MTs N Leuwisaro Kabupaten Tasikmalaya sebagai tempat penelitian. Selanjutnya peneliti berdiskusi dengan Pak Iki selaku guru matematika kelas VIII. Berdasarkan hasil random maka diperoleh dua kelas yang akan dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dengan jumlah peserta didik sebanyak 31 orang dan kelas VIII E sebagai kelas kontrol dengan jumlah peserta didik sebanyak 32 orang. Untuk melaksanaan penelitian terlebih dahulu peneliti
menyiapkan instrumen penelitian yang terdiri dari silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKPD, tes individu, soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik dan angket motivasi untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik. Selanjutnya penelitian ini dilanjutkan dengan melaksanakan proses pembelajaran pada kelas
eksperimen dan
kelas kontrol.
Pembelajaran
dilaksanakan sebanyak 8 kali pertemuan di kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu tanggal 31 maret sampai 25 April 2015, uji instrument di kelas IX A sebanyak 1 kali pertemuan yaitu 02 April 2015. Tes kemampuan pemecahan masalah di kelas eksperimen dan kelas kontrol dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2015 sebagai pretes dan tanggal 29 April 2015 sebagai postes. Tes yang diberikan berupa tes kemampuan pemecahan matematik. Pada kelas eksperimen dilakukan dengan menggunakan model Discovery Learning dengan melalui enam fase. Pada fase pertama peserta didik di berikan rangsangan berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Pada fase kedua peserta didik diberi kesempatan untuk memgidentifikasi berbagai permasalahan dalam bentuk hipotesis. Fase ketiga peserta didik diberi bahan ajar dan LKPD kemudian peserta didik memgumpulkan data untuk membuktikan hipotesis. Fase keempat peserta didik melakukan pengolahan data untuk menjawab bahan ajar dan LKPD sesuai dengan data yang telah dikumpulkan. Fase selanjutnya peserta didik memeriksa hasil pekerjaan yang mereka kerjakan apakah jawabannya benar dan sesuai dengan hipotesis atau tidak. Fase terakhir peserta didik menarik kesimpulan dari hasil pekerjaan mereka dan mempresentasikannnya di depan kelas. Pada kelas kontrol pembelajaran dilakukan dengan menggunakan model Pemebalajaran Langsung yang terdiri dari empat fase. Pada fase pertama guru menyampaikan tujuan dan menyiapkan peserta didik untuk belajar dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pada pertemuan sebelumnya. Pada fasse kedua guru mendemosntrasikan atau menjelaskan materi kepada peserta didik selangkah demi selangkah. Pada fase ketiga guru memberikan latihan kepada peserta didik sebagai cara untuk mengecek
pemahaman dan umpan balik dari peserta didik. Fase terakhir guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk memberikan pelatihan lanjutan . Berdasarkan hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik, pada kelas eksperimen hasil pretes indikator pertama rata-rata 0,32 atau mencapai 16%. Hasil pretes pada indikator ke dua rata-rata 0,78 atau mencapai 19,5%. Hasil pretes pada indikator ke tiga rata-rata 0,26 atau mencapai 13%. Hasil pretes pada indikator ke empat rata-rata 0 atau mecapai 0%. Sedangkan hasil postes indikator pertama rata-rata 1,84 atau mencapai 92%. Hasil postes pada indikator ke dua rata-rata 3,08 atau mencapai 77%. Hasil pretes pada indikator ke tiga rata-rata 1,45 atau mencapai 72,5%. Hasil postes pada indikator ke empat rata-rata 0,96 atau mecapai 48%. Hasil pretes dan postes menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik tinggi. Soal tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik diberikan kepada 63 orang yang terdiri dari 31 orang yang menggunakan model Discovery Learning sebagai kelas eksperimen dan 32 orang yang menggunakan model Pembelajaran Langsung sebagai kelas kontrol. Soal tes berupa soal uraian tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik sebanyak 5 butir soal dan skor maksimal idealnya 50. Berdasarkan perhitungan diperoleh skor rata-rata gain pada kelas eksperimen 0,69 dan pada kelas kontrol 0,6 . Ternyata pada kelas eksperimen rata-ratanya lebih tinggi dari kelas kontrol. Dari hasil penelitian, pengolahan data, analisis data dan pengujian hipotesis, terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi bangun ruang sisi datar yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning lebih baik dari peserta didik yang menggunakan model Pembelajaran Langsung. Hal ini dikarenakan model Discovery Learning memberikan kesempatan peserta didik untuk menemukan konsep pembelajaran sendiri. Sehingga peserta didik bisa mengingat konsep pembelajaran dengan baik karena konsep tersebut hasil dari pekerjaan mereka. Sejalan dengan Illahi, Mohammad Takdir (2012:76) “Seorang anak diasumsikan mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan kreativitasnya, sehingga akan tampak hasil yang maksimal”.
Berdasarkan hasil analisis data pernyataan angket terhadap penggunaan model Discovery Learning yang menjadi kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor sebesar 122,85. Hal ini menunjukkan motivasi belajar peserta didik terhadap penggunaan model p Discovery Learning Together ada pada kriteria tinggi. Analisis pernyataan angket motivasi belajar peserta didik dengan menggunkan model Discovery Learning
indikator ke-1 adanya hasrat dan
keinginan berhasil terdapat 5 pernyataan mencapai rata-rata 19,15 dengan kriteri tinggi, indikator ke-2 adanya 19,20 dengan kriteri tinggi, indikator ke-3 adanya harapan dan cita-cita terdapat 5 pernyataan mencapai rata-rata 20,94 dengan kriteria tinggi, indikator ke-4 adanya penghargaan dalam belajar terdapat 4 pernyataan mencapai rata-rata 16,23 dengan kriteria tinggi, indikator ke-5 adanya kegiatan yang menarik dalam belajar terdapat 4 pernyataan mencapai rata-rata 15,87 dengan kriteria tinggi, indikator ke 6 adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik terdapat 3 pernyataan mencapai rata-rata 12,42 dengan kriteria tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan analisis data serta pengujian hipotesis, maka simpulan penelitian ini adalah : 1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan Model Discovery Learning lebih baik dari pada peningkatan pemecahan masalah matematik peserta didik yang menggunakan Model Pembelajaran Langsung. 2. Motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Discovery Learning termasuk pada kriteria tinggi.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Bagi kepala sekolah, agar memotivasi guru untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat mendorong peserta didik aktif belajar. Salah satunya dengan menggunakan Model Discovery Learning. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepeda peserta didik untuk menemukan konsep pembelajarannya sendiri.
2.
Kepada guru dan calon guru matematika dapat menggunakan Model Discovery Learning sebagai alternatif dalam melaksanakan pembelajaran.
3.
Bagi peneliti selanjutnya, yang tertarik menggunakan Model Discovery Learning disarankan untuk mengembangkan penelitian yang lebih luas dan semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melanjutkan penelitian pada materi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afendi, Akhmad (2012) .Efektivitas Penggunaan Metode Discovery Learning Terhadap Hasil Belajar Kelas X SMK Diponegoro Yogyakarta. (Online). http://digilib.uinsuka.ac.id/10780/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA. pdf . (13 Desember 2014) Illahi, Muhammad Takdir.(2013). Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill. Yogyakarta: Diva Press. Trianto. (2007). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Qorri’ah (2011) .Penggunaan Metode Guided Discovery Learning untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa Pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung” (Studi Quasi Eksperimen di SMP Paramarta). (Online).Tersedia : http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/1234567 89/4519/1/100741-QORRI'AH-FITK.PDF . (13 Desember 2014).
Ratih,
Herdiani. (2009). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Siswa. (Studi di kelas VII SMP Negeri 2 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2008/2009). Skripsi UNSIL. Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.
Uno, Hamzah B. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: PT Bumi Aksara. Wardani, Sri. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Metode Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis UPI: Tidak dipublikasikan. Yanti, Lusi (2014) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik” (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP MTs Negeri Cilendek Tahun Pelajaran 2013/2014). Skripsi UNSIL. Tasikmalaya: Tidak Diterbitkan.