PERBANDINGAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X IPS SMA Negeri 1 Singaparna) Neni Suryani e-mail:
[email protected] Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan model pembelajaran Discovery Learning, dan mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas X IPS yang berjumlah 153 orang dan terdiri dari 5 kelas. Pengambilan sampel dilakukan secara random dengan subjek kelas X IPS 5 sebagai kelas eksperimen 1 sebanyak 30 peserta didik dan kelas X IPS 3 sebagai kelas eksperimen 2 sebanyak 30 peserta didik. Instrumen yang digunakan berupa soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dan angket sikap. Teknik analisis data menggunakan uji perbedaan dua rata-rata. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, analisis data, dan uji hipotesis maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning, dan peserta didik bersikap positif terhadap penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning.
Kata Kunci : Model Problem Based Learning, Model Discovery Learning, Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Peserta Didik, Sikap
1
ABSTRACT This research purposes to know the comparison mathematic creative thinking ability of student’s between to learning by using problem based learning model with discovery learning model and to know the student’s attitude by using problem based learning model and discovery learning model in math learning. This research uses experimental method, the study population was all student’s of class X IPS it consisted 153 student’s, it consisted 5 class. This research taken two classes randomly as a sample, the sample of this research was X IPS 5 as the first experiment class, it consisted 30 student’s as experiment class and X IPS 3 was consisted 30 student’s as the second experiment class. The instrument which is used in this research are mathematic creative thinking ability test and attitude scale model by likert. The data analysis technique was used two difference test average. The research result, data processing, data analysis, and hypothesis test show that there is in mathematic creative thinking ability of student’s by using problem based learning model is better than the student’s by using discovery learning model. The Students have a positif attitude during learning by using problem based learning model and discovery learning model. Keywords: Problem Based Learning Model, Discovery Learning Model, Mathematic Creative Thinking Ability of Student’s, Attitude
2
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku peserta didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektual saja, akan tetapi lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian peserta didik secara menyeluruh sehingga peserta didik menjadi lebih dewasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhibinsyah (Sagala, Syaiful,2014:3) “Pendidikan diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan”. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang perlu diajarkan disemua jenjang pendidikan formal, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pentingnya matematika bisa dilihat dari manfaat matematika dalam kehidupan seharihari juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu aspek yang dipandang sangat penting dalam pembelajaran matematika yaitu kemampuan berpikir kreatif, Menurut Azumardi Azra (Suryosubroto, B,2009:194) “Paradigma pendidikan harus dilandasi sistem pembelajaran yang mengajarkan berpikir kritis dan kreatif”. Kedua kecakapan tersebut merupakan kemampuan yang sangat mendasar yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam menghadapi tantangan global dan masa depan, setiap orang memiliki potensi berpikir kreatif yang dapat dikembangkan
secara optimal dalam
mencapai kehidupan yang lebih baik. Pemberlakuan kurikulum 2013 menuntut sekolah melakukan perubahan pada proses pembelajaran, dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, sasaran pembelajaran
dalam
kurikulum
2013
yaitu
mencakup pengembangan
ranah
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Hal ini akan berdampak bagi guru dalam memilih dan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat, pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 diarahkan pada aktivitas belajar siswa dibawah bimbingan, motivasi dan arahan guru. Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach). Proses pembelajaran yang diikuti oleh peserta didik di sekolah pada saat ini hanya
dapat
menyelesaikan
permasalahan 3
matematika
dengan
menggunakan
penyelesaian soal yang ada di buku paket atau yang dicontohkan guru saja. Proses pembelajaran seperti itu kurang mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik di sekolah. Hal tersebut juga didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurcahya, Nina (2014) terhadap peserta didik di SMK KH. Zainal Mustafa
Singaparna. Berdasarkan hasil posttest kemampuan berpikir kreatif, kelas
eksperimen menunjukkan peserta didik yang mencapai kriteria sedang sebanyak 77,5%, sedangkan untuk kriteria tinggi sebanyak 12,5% dan kriteria rendah sebanyak 10%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa masih ada peserta didik yang kemampuan berpikir kreatif matematiknya rendah. Guru perlu memikirkan teknik pembelajarannya terhadap peserta didik khususnya dalam menarik perhatian dan memberi motivasi belajar, tujuannya adalah untuk menciptakan kepedulian dalam diri peserta didik untuk menjalankan proses belajarnya, teknik pembelajaran guru yang kurang mendorong perhatian dan motivasi peserta didik cenderung kurang menyenangkan dan membosankan, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang kurang memuaskan. Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran matematika dapat menimbulkan kesan yang positif maupun negatif pada diri peserta didik, kesan tersebut dapat dilihat dari sikap peserta didik selama proses pembelajaran. Menurut Sudjana, Nana (2014:80) “Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang”. Dalam hal ini, agar proses pembelajaran lebih menekankan pada pendekatan ilmiah dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya, maka proses pembelajaran harus diubah dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning, Menurut Tan (Rusman, 2010:229) menyatakan bahwa Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam pembelajaran berbasis masalah kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
4
Proses pembelajaran lebih banyak dilakukan dengan memberikan konsep-konsep yang utuh tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri peserta didik maupun yang ada di lingkungan sekitarnya. Proses seperti itu membuat kemampuan berpikir kreatif peserta didik masih rendah. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan berpikir kreatif adalah model pembelajaran berbasis penemuan atau Discovery Learning. Menurut Ruseffendi (2006:155) “Dalam belajar matematika siswa harus menemukan sendiri”. Pada pembelajaran Discovery Learning peserta didik lebih banyak dibimbing oleh guru dari pada diberi tahu, sehingga siswa dapat menemukan sendiri. Model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang berbasis masalah dan model pembelajaran Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang berbasis penemuang. Model pembelajaran Problem Based Learning akan dibandingkan dengan model pembelajaran Discovery Learning. Hal tersebut dipilih untuk mengetahui perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik karena kedua model tersebut merupakan memiliki karakteristik, kelebihan dan langkah pembelajaran yang berbeda. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model problem based learning dengan model pembelajaran discovery learning dan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model problem based learning dan discovery learning. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan sebuah model pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar mencari solusi dari permasalahan dunia nyata serta mengembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan meningkatkan kemandirian siswa. Langkah-langkah dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ialah mengorientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing peserta didik untuk bekerja secara individual atau kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Model
Pembelajaran
Discovery
Learning
merupakan
sebuah
model
pembelajaran yang pada proses pembelajarannya peserta didik terlibat aktif untuk menemukan informasi atau konsep sendiri dengan tujuan untuk 5
mendorong
kemandirian peserta didik dalam belajar dan memberikan rasa senang kepada peserta didik dalam menemukan konsep sendiri. Langkah-langkah model Discovery Learning ialah pemberian rangsangan, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian, dan menarik kesimpulan. Kemampuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan untuk menghasilkan konsep, temuan dan seni yang baru, menciptakan suatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. Indikator berpikir kreatif yaitu Berpikir lancar (Fluency) yang menyebabkan seseorang mampu menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan serta arus pemikiran lancar. Berpikir luwes (Fleksibility) yang menyebabkan seseorang mampu menghasilkan gagasan-gagasan yang beragam, mampu mengubah cara atau pendekatan, serta arah pemikiran yang berbeda-beda. Berpikir Orisinal (Originality) yang menyebabkan seseorang mampu memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang. Berpikir terperinci (Elaboration) yang menyebabkan seseorang mampu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, memperinci detail-detail dan memperluas gagasan. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik sebanyak satu kali pada akhir perkembangan kompetensi. Sikap peserta didik adalah kecenderungan tingkah laku peserta didik dalam merespon sesuatu/objek yang ada di dunia sekitarnya atau kebiasaan dalam merespon dan bertindak yang bersifat positif maupun negative terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sikap peserta didik diperoleh dari penyebaran angket yang diberikan setelah proses pembelajaran selesai. Indikator sikap yang diteliti yaitu afektif, kognitif dan konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Perbandingan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model Problem Based Learning dengan model pembelajaran Discovery Learninga dapat ditunjukkan dengan adanya perbedaan hasil pengolahan data yang di 6
uji dengan uji perbedaan dua rata-rata. Kemampuan berpikir kreatif matematik dari penggunaan dua model pembelajaran tersebut yang lebih baik adalah yang parameternya lebih besar. Kelebihan model Problem Based Learnng (PBL) diantaranya melalui model ini akan terjadi pembelajran bermakna, peserta diidk dapat mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan secara simultan, model ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menmbuhkan iniisatif peserta didik dalam bekerja, motivasi interna untuk belajar.dan kelemahan dari model ini diantaranya kondisi kebanyakan sekolah yang tidak kondusif untuk pendekatan Problem Based Learning, pelaksanaan model ini memerlukan waktu yang cukup lama, model ini tidakmencakup semua informasi atau pengetahuan dasar. Kelibahan model Discovery Learning diantaranya membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses kognitif, pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer, menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil, membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan yang lainnya, membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, situasi proses belajar menjadi lebih terangsang, kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar, dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. Kelemahan dari model ini yaitu guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya keslahpahaman antara guru dengan sisiwa, menyita waktu bnayak, menyita pekerjaan guru, tidak semua siswa mampu melakuakan penemuan, tidak berlaku untuk semua topik.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen, karena penelitian ini melihat hubungan sebab akibat penggunaan model pembelajaran yang digunakan yaitu model problem based learning dan model pembelajaran discovery learning terhadap kemampuanberpikir kreatif matematik peserta didik serta sikap peserta didik terhadap penggunaan model problem based learning dengan model pembelajaran discovery learning.
7
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunkan model problem based learning model pembelajaran discovery learning dan mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model problem based learning (PBL) dan discovery learning. Populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas X IPS SMA Negeri 1 Singaparna. Dua kelas diambil secara random menurut kelas sebagai sampel, kelas eksperimen 1 menggunakan model problem based learning dan kelas eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran discovery learning. Terpilih kelas X IPS 5 dengan jumlah 30 peserta didik sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas X IPS 3 dengan jumlah 30 peserta didik sebagai kelas eksperimen 2. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Soal tes kemampuan berpikir kreatif tersebut sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi materi peluang. Selain itu, skala sikap yang digunakan yaitu skala model likert. Skala likert meminta kepada responden untuk menjawab suatu pernyataan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Angket tersebut diberikan diakhir pembelajaran setelah semua materi selesai diberikan. Soal tes kemampuan berpikir kreatif digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik antara yang menggunakan model problem based learning dengan model pembelajaran discovery learning. Angket sikap digunakan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran problem based learning dengan discovery learning. Data untuk tes kemampuan berpikir kreatif matematik yaitu data dari tes yang akan diberikan di kelas eksperimen 1 dan 2. Data diperoleh dengan berpedoman pada penskoran tes kemampuan berpikir kreatif. Kemudian dianalisis dengan tiga perlakuan dalam teknik analisis data yaitu pertama statistika deskriptif yaitu membuat daftar distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif. Menentukan ukuran statistik: Banyak data (n), Data terbesar (db), Data terkecil (dk), Rentang (r), Rata-rata (
), dan Standar
Deviasi ( ). Kedua, uji persyaratan analisis yaitu uji normalitas, jika kedua data berdistribusi normal maka dilanjutkan uji homogenitas. Jika distribusinya tidak normal, maka 8
pengujian hipotesis menggunakan uji wilcoxon. Jika kedua data berdistribusi normal dan variansnya homogen, maka dilanjutkan uji perbedaan dua rata-rata. Jika kedua kelompok sampel berdistribusi normal tetapi variansnya tidak homogen, maka pengujian hipotesis menggunakan uji – t’. Langkah ketiga uji hipotesis yaitu menggunakan uji perbedaan dua rata-rata dengan uji-t. Teknik analisis untuk penilaian sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran menggunakan skala likert. Russeffendi, E.T.(2010:135) mengemukakan: Skala likert meminta kepada kita sebagai individual untuk menjawab suatu pernyataan dengan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), tak memutuskan (N), tidak setuju (T), dan Sangat Tidak Setuju (ST). Masing-masing jawaban dikaitkan dengan angka atau nilai, misalnya SS=5, S=4, N=3, T=2, ST=1 bagi suatu pernyataan yang mendukung sikap positif dan nilai-nilai yang sebaliknya yaitu SS=1, S=2, N=3, T=4, ST=5 bagi pernyataan yang mendukung sikap negatif. Pernyataan positif dan pernyataan negatif akan digabung dalam satu angket dengan penempatan posisi secara acak. Sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran matematika diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai setiap jawaban, kemudian membaginya dengan banyak pernyataan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 Singaparna pada materi peluang, kelas eksperimen 1 menggunakan model problem based learning dan kelas eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran discovery learning. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model problem based learning dengan model pembelajaran discovery learning dan mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran problem based learning dengan model discovery learning. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik setelah kompetensi dasar pada kelas eksperimen 1 dan 2 selesai diberikan. Kelas ekserimen 1 terdiri dari 30 peserta didik dan pada kelas eksperimen 2 terdiri dari 30 peserta didik. Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen 1 diperoleh data terkecil yaitu 5, data terbesar yaitu 20 dan rentang yaitu 15. 9
Sehingga, banyak kelas interval adalah 6 dan panjang kelasnya adalah 3. Data yang paling banyak diperoleh peserta didik pada kelas eksperimen I yaitu kelas ke-3 dengan kelas interval 10,5– 13,5 sehingga diperoleh modus 12,83. Data paling tengah atau median terdapat pada kelas ke-3 pada interval 10,5 – 13,5 sehingga diperoleh skornya 15,32. Skor rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik untuk kelas eksperimen 1 adalah 13,53 dan standar deviasinya 3,5. Hasil penelitian kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik kelas eksperimen 2 diperoleh data terkecil yaitu 5, data terbesar yaitu 20 dan rentangnya yaitu 15. Sehingga, diperoleh banyak kelas interval adalah 6 dan panjang kelas 3. Data yang paling banyak diperoleh peserta didik pada kelas eksperimen 2 yaitu kelas ke-3 dengan kelas interval 10,5 – 13,5 sehingga diperoleh modusnya 11,74. Data paling tengah atau median juga terdapat pada kelas ke-3 sehingga diperoleh skornya 11,19. Skor rata-rata tes kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik untuk kelas eksperimen 2 adalah 10,97 dan standar deviasinya 3,55. Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model problem based learning sebesar 13,53 lebih besar dari rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model pembelajaran discovery learning sebesar 10,97. Selain itu, dapat dikatakan bahwa model problem based learning lebih baik daripada model pembelajaran discovery learning. Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dan pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen 1 menghasilkan nilai chi kuadrat yaitu 0,55. Dengan taraf nyata
2 2 diperoleh hitung = 0,55 < daftar = 7,8 maka H0 diterima
dan H1 ditolak, artinya sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji normalitas pada kelas eksperimen 2 menghasilkan nilai chi kuadrat 7,67. Dengan 2 2 diperoleh hitung = 7,67 < daftar = 7,8 maka H0 diterima dan H1 ditolak,
artinya sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji homogenitas varians diperoleh Fhitung=1,05. Dengan db1 = 29, db2 = 29, dan taraf nyata
diperoleh
Fhitung = 1,05 < F0,05(29/29) = 1,86 maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya kedua varians homogen.
10
Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh . Ternyata pada taraf nyata α = 5% diperoleh thitung = 2,78 > t ( 0,95)(58) = 1,67 maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Kelas eksperimen 1 yang menggunakan model problem based learning pada prosesnya terdapat lima tahapan model problem based learning, yaitu: mengorientasi peserta didik pada masalah, mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, membimbing
peserta
kelompok,mengembangkan
diidk dan
untuk
bekerja
menyajikan
hasil
secara
individual
atau
karya,
menganalisis
dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Didalam pembelajarannya melibatkan juga lima langkah pendekatan scientific, seperti: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membuat jejaring. Pertama guru mengelompokkan peserta didik terlebih dahulu menjadi 6 kelompok heterogen dengan anggota kelompok sebanyak 5 orang, kemudian guru memberikan suatu permasalahan dalam bentuk bahan ajar dan peserta didik diminta untuk mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan. Pada awal pelaksanaan pembelajaran banyak peserta didik yang merasa kebingungan dalam mengerjakan permasalahan yang diberikan, karena belum peserta didik terbiasa dengan penggunaan model problem based learning. Model problem based learning ternyata dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik. Hal ini dikarenakan pada saat pelaksanaan pembelajaran dengan model problem based learning peserta didik lebih aktif mencari jawaban sendiri dan menekankan untuk terbiasa memecahkan permasalahan yang ada sebagai awal pembelajaran. Keaktifan peserta didik terlihat saat diskusi kelompok mengerjakan bahan ajar dan LKPD. Guru mendorong peserta didik agar dapat bekerjasama dalam kelompok sehingga setiap kelompok mampu mengkomunikasikan secara lisan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompok kepada kelompok lain sehingga terjadi proses diskusi aktif dalam kelas. Setelah mengerjakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) terlihat antar kelompok sangat bersemangat untuk mendapat kesempatan lebih dahulu mempresentasikan hasil diskusinya.
11
Pembelajaran Discovery Learning dilakukan di kelas eksperimen2 dengan beberapa tahap, yaitu stimulasi, menyatakan masalah, pengumpulan data, pengolahan data, pembuktian dan menarik kesimpulan. Pada pembelajaran Discovery Learning peserta didik dituntut untuk menemukan konsep sendiri dengan bantuan bahan ajar, peserta didik di kelas eksperimen 2 lebih aktif karena pembelajaran lebih terfokus pada kegiatan yang melibatkan peserta didik. Tidak ada kendala yang terjadi pada saat pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen 2 karena mereka cenderung lebih aktif dan berani mengemukakan pendapat saat berdiskusi
serta
semangat
untuk
mempersentasikan hasil diskusi di depan kelas. Setelah pembelajaran seluruhnya selesai, di pertemuan selanjutnya diadakan tes kemampuan berpikir kreatif matematik baik di kelas eksperimen 1 maupun di kelas eksperimen 2 yaitu sebanyak empat soal dengan skor maksimal tiap butir soalnya 5. Setelah dilaksanakan tes kemampuan berpikir kreatif matematik, peserta didik melanjutkan mengisi angket sikap. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelas eksperimen 1 memiliki nilai data yang lebih baik dibandingkan kelas eksperimen 2. Rata-rata data untuk kelas eksperimen 1 yaitu 13,53 sedangkan rata-rata data kelas eksperimen 2 yaitu 10,97. Dapat dikatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajarannya model Problem Based Learning lebih menekankan pada peserta didik untuk terbiasa memecahkan permasalahan yang ada sebagai awal pembelajaran, sesuai dengan pendapat Abidin, Yunus (2014: 159) yaitu bahwa problem based learning diakui sebagai hasil pengembangan pembelajaran aktif dan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik di mana masalah-masalah yang tidak terstruktur (masalah dunia nyata) digunakan sebagai titik awal untuk proses pembelajaran. Maksudnya model problem based learning diharakan mampu membuat peserta didik berpartisipasi aktif dan terbiasa di awal pembelajaran menghadapi masalah nyata yang kompleks dan mampu memecahkannya.
12
Menurut Gagne (Sagala, Syaiful:22) “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks dan salah satu tipe belajar yang membentuk suatu hierarkhi dari paling sederhana sampai paling kompleks yakni belajar memecahkan masalah (Problem Solving)”, tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena didalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturanaturan yang ada disertai proses analysis dan penyimpulan. Berbeda dengan model Problem Based Learning, model pembelajaran Discovery Learning lebih menekankan peserta didik untuk menemukan sendiri konsep yang sedang diajarkan, hal tersebut memungkinkan peserta didik mudah jenuh terhadap konsep-konsep yang telah diiterima, sehingga peserta didik mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal yang diberikan. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, analisis data, dan uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning lebih baik daripada peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. Sikap peserta didik adalah kecenderungan tingkah laku peserta didik dalam merespon sesuatu/objek yang ada di dunia sekitarnya atau kebiasaan dalam merespon dan bertindak yang bersifat positif maupun negative terhadap proses pembelajaran yang dilaksanakan. Sikap peserta didik diperoleh dari penyebaran angket yang diberikan setelah proses pembelajaran selesai. Indikator sikap yang diteliti yaitu afektif, kognitif dan konatif. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional, komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang Dari hasil analisis angket sikap peserta didik, diketahui skor rata-rata angket sikap peserta didik paling tinggi pada penggunaan model Problem Based Learning adalah pernyataan nomor 14 dengan rata-rata 4,47 atau mayoritas peserta didik menjawab “Sangat Tidak Setuju” pada pernyataan “Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) tidak membantu saya dalam meyelidiki suatu masalah”. Skor rata-rata angket sikap peserta didik paling tinggi pada penggunaan model pembelajaran Discovery Learning” adalah pernyataan nomor 1 dengan rata-rata 4,23 atau mayoritas
13
peserta didik menjawab “Sejutu” pada pernyataan “Saya yakin belajar berkelompok dapat memudahkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika”. Pada penggunaan model Problem Based Learning, hasil perhitungan rata-rata per indikator sikap peserta didik, dapat diketahui bahwa rata-rata paling tinggi ada pada indikator pertama yaitu kognitif atau kepercayaan peserta didik terhadap model pembelajran Problem Based Learning dengan perolehan rata-rata 3,90 atau 83,3%. Kemudian, pada penggunaan model pembelajaran Discovery Learning, hasil perhitungan rata-rata per indikator sikap dapat diketahui bahwa rata-rata tertinggi ada pada indikator ke-3 yaitu konatif atau kecenderungan berprilaku peserta didik melalui model Discovery Learning, dengan perolehan rata-rata 3,59 atau 74,8%. Secara keseluruhan rata-rata sikap peserta didik terhadap penggunaan model Problem Based Learning adalah
3,6. Rata-rata skor sikap peserta didik tersebut
termasuk pada klasifikasi positif. Rata-rata sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran Discovery Learning adalah 3,49. Rata-rata skor sikap peserta didik pada model ini juga termasuk pada klasifikasi positif. Maka, dapat disimpulkan peserta didik bersikap positif terhadap penggunaan model Problem Based Learning dan model pembelajaran Discovery Learning.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data, analisis data dan pengujian hipotesis, dapat diperoleh simpulan sebagai berikut : 1. Kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran Discovery Learning. 2. Peserta didik bersikap positif terhadap penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning. 3. Peserta didik bersikap positif terhadap penggunaan model pembelajaran Discovery Learning. Berdasarkan simpulan hasil peneitian, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya, diharapkan untuk mengembangkan penelitiannya menggunakan model Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran Discovery Learning terhadap
14
pembelajaran matematika sesuai dengan karakteristik materi pelajaran, khususnya terhadap kemampuan berpikir kreatif matematik peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013, Bandung: Refika Aditama. Nurcahya, Nina. (2013). Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif PesertaDidik (Studi eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMK KH. Zainal Mustafa Singaparna tahun pelajaran 2013/2014). (Skripsi) Jurusan Pendidikan Matematika FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya: Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung : Tarsito. Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Pembantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. Bandung: Raja Grafindo Persada. Sagala, Syaiful. ( 2014). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
15