PERBANDINGAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK PESERTA DIDIK ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNINGDENGAN PROBLEM BASED LEARNING (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X MIPA SMA Negeri 2 Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2014/2015) Kokom Komalasari e-mail:
[email protected] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kemampuan penalaran matematik peserta didik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model discovery learning dengan problem based learning, untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning, serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode eksperimen dengan populasi kelas X MIPA SMA Negeri 2 Tasikmalaya tahun ajaran 2014/2015. Sampel dalam penelitian ini berjumlah dua kelas yang dipilih secara acak menurut kelas yaitu kelas X MIPA 3 dengan jumlah peserta didik 36 orang yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dan kelas X MIPA 4 dengan jumlah peserta didik 37 orang yang pembelajarannya menggunakan model problem based learning. Indikator kemampuan penalaran matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah: melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu, menarik kesimpulan logis, memeriksa validitas argument, serta memberi penjelasan terhadap model, fakta, hubungan, dan pola yang ada. Instrumen yang digunakan yaitu tes kemampuan penalaran matematik berupa soal uraian sebanyak 4 soal dan angket motivasi belajar peserta didik. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji perbedaan dua rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan penalaran matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning lebih baik dari pada yang menggunakan model problem based learning, peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi selama pembelajaran 1
matematika dengan menggunakan model discovery learning, peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning. Kata Kunci: Model Discovery Learning, Model Problem Based Learning, Kemampuan Penalaran Matematik Peserta Didik, Motivasi Belajar Peserta Didik ABSTRACT This research is motivated by the lack of mathematical reasoning abilities of learners. The purpose of this study was to determine the ability of mathematical reasoning better learners between the use of a model of discovery learning with problem based learning, to know the motivation of learners during the learning of mathematics by using a model of discovery learning, as well as to know the motivation of learners during the learning using a mathematical model of problem-based learning. This study was conducted using an experimental method with a population of Mathematics class X SMA Negeri 2 Tasikmalaya academic year 2014/2015. The sample in this study amounted to two randomly selected class by class, namely Class X Mathematics 3 the number of learners 36 people are learning to use a model of discovery learning and class X Mathematics 4 the number of learners 37 people are learning to use a model problem based learning. Indicators of mathematical reasoning skills used in this study are: perform calculations based on specific rules or formulas, draw logical conclusions, check the validity of the argument, and give an explanation of the models, facts, relationships, and patterns available. The instruments used are tests of mathematical reasoning ability in the form of 4 questions about the description and motivation questionnaire learners. Data analysis techniques used are two different test average. The results showed mathematical reasoning ability learners discovery learning model is better than that using the model of problem-based learning, students have a high learning motivation for learning mathematics by using a model of discovery learning, learners have a high learning motivation for learning mathematics by using a model of problem-based learning. Keywords: Model Discovery Learning, Problem Based Learning Model, Mathematical Reasoning Ability of Students, Learning Motivation of Students
2
PENDAHULUAN Pada era globalisasi saat ini kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah semakin pesat. Hal ini menimbulkan dampak positif bagi kehidupan, salah satunya dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan mampu mempermudah terpenuhinya setiap kebutuhan hidup manusia. Disamping adanya dampak positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal tersebut juga mampu mendatangkan dampak negatif bagi manusia. Sikap yang tidak tepat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat menimbulkan permasalahan dalam kehidupan, salah satunya menimbulkan kualitas kehidupan yang rendah sehingga bangsa Indonesia tidak akan mampu berperan dalam persaingan global. Maka diperlukan suatu upaya yang dapat membentuk dan menghasilkan SDM yang baik dan berkualitas.Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan kualitas SDM ialah pendidikan. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta perubahan-perubahan tingkah laku yang diharapkan.Selain
itu,
pendidikan
merupakan
salah
satu
sarana
untuk
mengembangkan diri. Sehingga dengan adanya pendidikan yang baik akanmampu menciptakan SDM yang berkualitas dan mampu menunjang dalam proses pembangunan. Mata pelajaran matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari di lembaga pendidikan dan diberikan kepada peserta didik sejak tingkat dasar sampai ke tingkat atas dengan jumlah jam pelajaran yang melebihi mata pelajaran lain, hal ini mengindikasikan bahwa matematika merupakan suatu mata pelajaran yang memiliki peranan cukup penting dalam kehidupan, baik pola pikir 3
matematika dalam membentuk peserta didik menjadi berkualitas maupun kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari, serta dengan menggunakan konsep dan prinsip matematika tersebut
dapat membantu peserta didik untuk mengkaji
sesuatu secara logis, kreatif, dan sistematis. Pada kurikulum 2013 pembelajaran di kelas menggunakan pendekatan saintifik sehingga peserta didik tidak hanya dituntun untuk memiliki pengetahuan yang baik, namun harus memiliki sikap dan keterampilan yang baik pula. Namun pada kenyataannya, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan merupakan perangkat fakta-fakta yang harus dihapal.Selain itu praktek pembelajaran di sekolah cenderung menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal ujian.Kemampuan penalaran yang mengkonstruksikan pengetahuan lebih sering dikesampingkan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian oleh TIMSS (Mullis, Ina V.S. et.al., 2011:42) pada tahun 2011 yang melakukan tes terhadap peserta didik kelas VIII yang terdiri dari kemampuan pengetahuan (knowing), aplikasi (applying), dan penalaran (resoning) menunjukkan kemampuan peserta didik Indonesia menduduki peringkat ke-38 dari 42 negara dengan nilai rata-rata 386, dibawah rata-rata internasional 500. Rata-rata persentase yang paling rendah dicapai oleh peserta didik Indonesia adalah pada level penalaran (resoning) yaitu 17%. Dengan hasil yang demikian, ketercapaian kompetensi untuk mata pelajaran matematika masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena model pembelajaran matematika kurang mendorong peserta didik berinteraksi dengan sesama teman dalam belajar. Peserta didik belajar secara individual dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika, dan kurang menggunakan nalar dalam menyelesaikan masalah matematika. Ternyata hasil penelitian tersebut sesuai dengan kondisi yang terjadi di Tasikmalaya. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilaksanakan oleh Arulan, 4
Dera Dewi (2013:67-68) terhadap 44 orang peserta didik yang dilaksanakan pada sekolah menengah pertama di wilayah Tasikmalaya dengan pemberian tes kemampuan penalaran matematik menunjukkan hanya 18 orang peserta didik atau sebanyak 40,9% yang dapat mencapai KKM 75 setara dengan 18 skor penalaran, sisanya 26 orang peserta didik atau sebanyak 59,1% belum dapat mencapai KKM. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematik peserta didik khususnya di Tasikmalaya masih rendah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tercapainya keberhasilan dari proses pembelajaran adalah motivasi. Menurut Riduwan (2011:31) “Motivasi merupakan dorongan dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan serta arah belajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki”. Sehingga motivasi merupakan faktor yang penting dalam proses pembelajaran karena motivasi merupakan pendorong dan penggerak yang berasal dari dalam diri peserta didik yang dapat memberikan arah bagi mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal ini untuk meningkatkan kemampuan penalaran matematik. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan dan mengakomodasi motivasi peserta didik dalam belajar matematika sehingga mampu meningkatkan kemampuan
penalarannya,
guru
perlu
mengembangkan
model-model
pembelajaran yang inovatif, salah satu jalan keluarnya yaitu dengan menerapkan model discovery learningdan problem based learning. Model pembelajaran discovery learning merupakan model pembelajaran yang dilakukan secara terbimbing, guru hanya memberikan petunjuk-petunjuk awal yang akan digunakan peserta didik untuk menemukan suatu konsep dari pokok bahasan yang sedang dipelajari. Sedangkan dalam model problem based learning, fokus pembelajaran terletak pada masalah yang dipilih sehingga peserta didik tidak hanya mempelajari konsep-konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga pada metode untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Selain itu 5
model problem based learning juga memfasilitasi peserta didik untuk berinvestigasi, memecahkan masalah dan bersifat students centered. Penerapan model discovery learning dan problem based learning ini diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik sehingga mampubersikap aktif, kritis, dan berinisiatif untuk belajar secara mandiri. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan penalaran matematik peserta didik yang lebih baik antara yang menggunakan model discovery learning dibandingkan dengan problem based learning, untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning, serta untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik selama mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model problem based learning.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen karena dalam penelitian ini peneliti akan menerapkan model discovery learning dan problem based learning, kemudian membandingkan kemampuan penalaran matematiknya sebagai akibat penggunaan model tersebut. Populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas X MIPA SMA Negeri 2 Tasikmalaya Tahun Ajaran 2014/2015. Dua kelas diambil secara acak menurut kelas sebagai sampel, kelas eksperimen I menggunakan model discovery learning dan kelas eksperimen II menggunakan model problem based learning. Terpilih kelas X MIPA 3 dengan jumlah peserta didik 36 orang sebagai kelas eksperimen I dan kelas X MIPA 4 dengan jumlah peserta didik 37 orang sebagai kelas ekdperimen II.
6
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes kemampuan penalaran matematik peserta didik dan angket motivasi belajar peserta didik yang diberikan diakhir setelah semua proses pembelajaran selesai. Soal tes kemampuan penalaran matematik digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematik peserta didik antara yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dan model problem based learning. Angket motivasi belajar peserta didik digunakan untuk mengetahui motivasi belajarpeserta didik selama pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning dan model problem based learning. Ada tiga perlakuan dalam teknik analisis data yaitu statistika deskriptif, uji persyaratan analisis, dan uji hipotesis.Untuk uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata dengan uji-t.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian kemampuan penalaran matematik peserta didik kelas eksperimen I diperoleh skor terkecil adalah 6 dan skor terbesar adalah 16serta rentangnya 10.Sehingga diperoleh banyak kelas interval adalah 6 dan panjang kelas 2. Skor rata-rata tes kemampuan penalaran matematik peserta didik adalah 11,97 dan standar deviasinya 2,76. Hasil penelitian kemampuan penalaranmatematik peserta didik kelas eksperimen II diperoleh skor terkecil adalah 4 dan skor terbesar adalah 16serta rentangnya 12.Sehingga diperoleh banyak kelas interval adalah 7 dan panjang kelas 2. Skor rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik adalah 9,68 dan standar deviasinya 2,99. Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa rata-rata kemampuan penalaran matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning sebesar 11,97 lebih besar dari rata-rata kemampuan penalaran matematik peserta 7
didik yang menggunakan problem based learning sebesar 9,68. Sehingga bisa dikatakan model discovery learning lebih baik daripada model problem based learning. Untuk melihat apakah perbedaannya signifikan atau tidak dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu uji-t. Uji persyaratan analisis berkaitan dengan syarat-syarat dalam pengujian hipotesis. Uji normalitas distribusi kelas eksperimen I menghasilkan nilai 2 2 diperoleh hitung = 1,98< daftar = 11,3
yaitu 1,98. Dengan taraf nyata
sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji normalitas pada kelas eksperimen II menghasilkan nilai
3,52. Dengan
2 diperoleh hitung =
2 3,52< daftar = 13,28 maka sampel berasal dari populasi berdistribusi normal. Uji
homogenitas varians diperoleh Fhitung=1,17. Dengan db1 = 36, db2 = 35, dan taraf nyata
diperoleh Fhitung = 1,17< F0,01(36/35) = 2,23, artinya kedua varians
tersebut homogen. Uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yaitu diperoleh
. Ternyata pada α = 1% diperoleh , artinya kemampuan penalaran matematik peserta didik yang
menggunakan model discovery learning lebih baik daripada yang menggunakan model problem based learning. Kelas eksperimen I menggunakan modeldiscovery leaarning, pada pembelajarannya melalui 6 langkah yaitu: stimulation (pemberian rangsangan), problem statement (identifikasi masalah), data colletion ( mengumpulkan data), data processing (mengolah data), verification (pembuktian), dan generalization (menyimpulkan).Pada saat pembelajaran berlangsung, guru mengelompokkan peserta didik menjadi 9 kelompok secara heterogen yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang.Penyajian materi dilakukan menggunakan bahan ajar, kemudian secara berkelompok peserta didik mempelajari bahan ajar tersebut 8
sampai menemukan konsep dari materi yang sedang dipelajari.Setelah diskusi dirasa cukup, salah satu kelompok diminta untuk menyajikan hasil diskusinya di depan kelas sementara kelompok yang lain menanggapi. Selama proses ini peserta didik diharapkan mampu mengkonstruksi pengetahuannya sampai menemukan sebuah konsep atau prinsip. Selanjutnya peserta didik diberi tugas untuk mengerjakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)dengan cara berdiskusi bersama kelompoknya.
Kemudian
perwakilan
kelompok
dipersilakan
untuk
mempresentasikan hasil pekerjaannya dan peserta didik lain menanggapi. Setelah pembelajaran berakhir, peserta didik diberikan tugas individu untuk dikerjakan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Pada kelas eksperimen II proses pembelajarannya menggunakan model problem based learning, sehingga pada pembelajarannya melalui 5 fase yaitu: orientasi peserta didik kepada masalah, mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individu dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.Pada saat pembelajaran berlangsung, guru mengelompokkan peserta didik menjadi 9 kelompok secara heterogen yang masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 orang.Penyajian materi dilakukan dengan bantuan bahan ajar yang berupa masalah atau situasi yang dikaitkan dengan dunia nyata, sehingga peserta didik dituntut agar dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian sampai mampu memecahkan permasalahan tersebut. Sehingga dari proses memecahkan masalah kontekstual tersebut peserta didik mampu menemukan suatu konsep. Selama diskusi berlangsung guru berkeliling untuk mengarahkan dan membantu kelompok yang mengalami kesulitan. Kemudian beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok yang lain menanggapi. Selama tahap ini guru bertindak sebagai fasilitator agar peserta didik mampu mengkonstruksi pengetahuannya secara mandiri. Selanjutnya peserta didik diberi 9
tugas untuk mengerjakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)yang merupakan aplikasi dari konsep yang baru saja dipahami dengan cara berdiskusi bersama kelompoknya.
Kemudian
perwakilan
kelompok
dipersilakan
untuk
mempresentasikan hasil pekerjaannya dan peserta didik lain menanggapi.Guru membantu peserta didik untuk merangkum materi yang telah dipelajari. Selanjutnyapeserta didik diberi tugas individu untuk dikerjakan di rumah dan dikumpulkan pada pertemuan berikutnya. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kelas eksperimen I memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan kelas eksperimen II.Untuk lebih jelas perhatikan Gambar 1. 18 16 14 12 10
Frekuensi Eksperimen I
8
Frekuensi Eksperimen II
6 4 2 0 SB
B
C
K
Gambar 1 Perbandingan Skor Kemampuan Penalaran Matematik Peserta Didik Kelas Eksperimen I dan II Dari Gambar 1 terlihat pada kelas eksperimen I yang termasuk kriteria kurang lebih sedikit daripada kelas kontrol.Begitu juga untuk kriteria cukup jumlah peserta didik kelas eksperimen I lebih sedikit daripada kelas eksperimen 10
II.Sedangkan untuk kriteria baik dan sangat baik kelas eksperimen I memiliki jumlah peserta didik yang lebih banyak. Hal ini merupakan salah satu bukti kemampuan penalaran matematik peserta didik yang menggunakan model discovery learning lebih baik daripada problem based learning. Hasil dari analisis data angket motivasi belajar peserta didik terbagi menjadi aspek motivasi intrinsik dan ekstrinsik.Berikut pembahasan hasil penelitian mengenai semua aspek motivasi belajar dalam penelitian ini.Aspek motivasi intrinsik untuk kelas eksperimen I terdiri dari indikator adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, dan adanya harapan dan cita-cita masa depan. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 10,64, 11,27, dan 10,53 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi intrinsik 32,44. Begitu juga untuk kelas eksperimen II terdiri dari indikator adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, dan adanya harapan dan cita-cita masa depan. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 10,95, 10,35, dan 16,02 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi intrinsik 37,32. Aspek motivasi ektrinsik untuk kelas eksperimen I terdiri dari indikator adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik. Rata-rata dari masing-masing indikator tersebut adalah 15,14, 11,39, dan 15,47 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi intrinsik 42,00. Begitu juga untuk kelas eksperimen II dijabarkan dalam 11 butir pernyataan yang terdiri dari indikator adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik. Ratarata dari masing-masing indikator tersebut adalah 13,89, 10,14, dan 14,00 dengan rata-rata skor keseluruhan motivasi intrinsik 38,03. 11
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa motivasi ektrinsik lebih dominan daripada motivasi intrinsik baik yang menggunakan model discovery learning maupun problem based learning. Motivasi belajar peserta didik pada kedua kelas tersebut juga menunjukkan motivasi yang tinggi. Hal ini dapat terlihat dari rata-rata keseluruhan aspek motivasi belajar pada kelas eksperimen I yaitu 74,44
60,17, sedangkan pada kelas eksperimen II yaitu 75,35 61,18.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan data dan pengujian hipotesis yang telah dikemukakan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan penalaran matematik peserta didik yang menggunakan model Discovery Learning lebih baik daripada yang menggunakan model Problem Based Learning. 2. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi selama pembelajaran matematika dengan menggunakan modelDiscovery Learning. 3. Peserta didik memiliki motivasi belajar yang tinggi selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning. Berdasarkan simpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian selanjutnya mengenai penggunaan model Discovery Learning dan Problem Based Learning dapat dilakukan pada materi, indikator dan kompetensi dasar matematik yang berbeda dengan subjek penelitian yang lebih luas. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.
12
Afgani D, Jarnawi. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna Wilis. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Kemendikbud. (2014). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs. Jakarta: BPSDMPK Kemendikbud. Rahmatudin, Jajang. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Search, Solve, Create, And Share untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis dan Self Concept Siswa SMP Negeri 1 Kedawung. Tesis UPI. [online] Tersedia pada: http://repository.upi.edu/583/6/T_MTK_1101584_CHAPTER3.pdf [10 Desember 2013] Rusman.(2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme. Bandung: PT Rajagrafindo Persada. Shoimin, Aris. (2013). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum2013. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sumarmo, Utari. (2013). Berpikir dan Disposisi Pembelajarannya. Bandung: FMIPA UPI.
Matematik
Serta
Uno, Hamzah B. (2013). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
13
14