Perbandingan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Antara Penerapan Model Discovery Learning dengan Memanfaatkan Potensi Ekosistem Pesisir dan Pembelajaran Konvensional pada Siswa Kelas X SMA N 1 Tanjungsari Sulastria, Meti Indrowatib, Nurmiyatic a) Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email:
[email protected] b) Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email:
[email protected] c) Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email:
[email protected] The purpose of the research was to find out the difference of higher order thinking skills of grade X students after being treated with discovery learning model with employing seashore ecosystem and conventional learning.The research was a quasi experiment with postest only nonequivalent control group design. The population of the research was all student of grade X of SMA N I Tanjungsari, and sample was selected through cluster sampling. Data was collected using test and non-test method. Test method is high order thinking essays, which consisted of analytical thinking skills (C4), evaluate thinking skills (C5), and creative thinking skills (C6). Non-test method was observation and documentation. Hypothesis test used the t-test with SPSS 16 version.The conclusion of the research is there was a difference of higher order thinking skills between application of discovery learning combined with seashore ecosystem and conventional learning of grade X students of SMA N I Tanjungsari. Students of grade X performed best on evaluate thinking skills. Keywords : Discovery Learning Model, Seashore Ecosystem, High Order Thinking Skill
diimplementasikan dalam pembelajaran
PENDAHULUAN Perkembangan zaman menuntut
biologi. Buku ajar masih dipenuhi oleh
untuk
kemampuan
materi berupa fakta-fakta yang menuntut
(Barak, Ben
kemampuan mengingat siswa (Zohar &
Chaim, & Zoller, 2007). Kemampuan
Dori, 2003). Kajian biologi yang dibahas
berpikir tingkat tinggi (high order thinking
dalam materi pelajaran masih bersifat
skill) siswa mencakup tiga aspek kognitif
umum dan kurang memanfaatkan kondisi
teratas, yaitu analyze, evaluate, dan create
lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber
(Anderson
belajar (Suratsih, 2010).
siswa
menguasai
berpikir tingkat tinggi
&
Krathwohl,
2010).
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
Hasil tes menunjukkan bahwa
dapat diukur dengan memberikan soal
rata-rata nilai kemampuan berpikir tingkat
berdasarkan tiga aspek kognitif tersebut
tinggi
(Ramirez & Ganaden, 2008; Hopson,
Tanjungsari secara keseluruhan adalah
Simms, & Knezek, 2002; Brookhart,
sebesar 36,8%. Rata-rata nilai kemampuan
2010).
berpikir Kemampuan
tinggi
siswa
berpikir belum
siswa
kelas
menganalisis
X
SMA
(C4)
N
1
sebesar
tingkat
69,24%,
kemampuan
berpikir
banyak
mengevaluasi (C5) sebesar
62 %, dan
kemampuan
berpikir
mencipta
(C6)
Kabupaten Gunung Kidul telah dilakukan
sebesar 7,2 %. Hasil wawancara dengan
oleh Widoretno, Nurmiyati, Indrowati, &
guru menunjukkan bahwa pembelajaran
Marsusi
Biologi yang diterapkan di SMA N 1
melaporkan bahwa makro alga yang
Tanjungsari
konvensional.
ditemukan memiliki tingkat diversitas
Kegiatan pembelajaran kurang menuntut
yang tinggi dan sangat potensial untuk
siswa belajar secara aktif dan juga kurang
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar.
mengekplorasi potensi sekitar lingkungan
Hasil penelitian mendasari pentingnya
sekolah.
pengembangan dan pelestarian makro alga
bersifat
Ekosistem pesisir terdiri atas
(2013).
Hasil
penelitian
oleh masyarakat sekitar pesisir. Salah
gabungan komponen abiotik dan biotik
satunya
yang saling berinteraksi (Fachrul, 2007).
mengeksplorasi secara langsung potensi
Potensi daerah pesisir belum banyak
ekosistem pesisir sebagai sarana belajar.
dimanfaatkan biologi
sebagai
(Suratsih,
mengetahui
sumber
belajar
2010).
Siswa
Pelaksanaan SMA
N
1
yang
dapat
pembelajaran
Tanjungsari
di
bersifat
konvensional dan kurang menekankan
lingkungan masih secara
peran aktif siswa untuk bereksplorasi
teoritis, dan belum melalui kegiatan
membangun konsep. Proses tersebut juga
praktek di lapangan (Supriharyono, 2009).
diperkuat oleh hasil tes awal
Pantai
potensi
siswa
dan
pengelolaan
tentang
adalah
merupakan
menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
daerah pesisir yang memiliki potensi dan
tingkat tinggi siswa masih rendah. Selain
karakteristik karst yang unik (Damayanti
itu,
& Ayuningtyas, 2008). Pantai Sepanjang
sekitar salah satunya potensi ekosistem
terletak
pesisir
di
Sepanjang
yang
pemanfaatan
lingkungan
Kecamatan
Tanjungsari,
Gunung
Kidul.
langsung. Kemampuan berpikir tingkat
Keanekaragaman biota laut, alga dan
tinggi siswa dapat dilatihkan dengan
kondisi fisik menjadikan Pembelajaran
melakukan
yang menekankan potensi daerah pesisir
konstruktivistik.
Pantai Sepanjang dapat dikembangkan
menekankan
oleh sekolah terdekat dengan lokasi, SMA
melalui pengalaman untuk mengkonstruk
N 1 Tanjungsari adalah salah satu sekolah
konsep dan mengembangkan kemampuan
terdekat dengan Pantai Sepanjang.
berpikir tingkat tinggi (Barak, et al.,
Kabupaten
Penelitian
tentang
pemetaan
makro alga potensial di pantai selatan
2007).
belum
kondisi
dimanfaatkan
pendekatan
aktif
dengan
secara
konstruktivistik
kebutuhan
Kegiatan
diwujudkan
Teori
secara
siswa
siswa
memilih
belajar
dapat model
pembelajaran yang tepat. Model Discovery
pesisir dan pembelajaran konvensional
Learning merupakan model pembelajaran
pada siswa kelas X SMA N 1 Tanjungsari.
yang menekankan kegiatan penemuan konsep
oleh
siswa
melalui
kegiatan
METODE PENELITIAN
pengamatan, eksplorasi, dan praktikum
Penelitian
termasuk
penelitian
(Stave, 2011). Model Discovery Learning
kuantitatif yang bersifat eksperimen semu
dapat
kemampuan
(quasi exsperimental research). Desain
berpikir tingkat tinggi dalam menguasai
penelitian yang digunakan adalah postest
pengetahuan (Swaak, et al., 2004).
only with non-equivalent control group
mengembangkan
Model Discovery Learning sesuai
design.
diterapkan dalam pembelajaran tentang lingkungan
(ekosistem).
Siswa
dapat
Dua populasi
kelompok
yang
ada
dipilih sebagai
dari kelas
menganalisis fenomena-fenomena tentang
eksperimen I dan kelas eksperimen II.
lingkungan sekitar (Kyriazis, Psycharis, &
Pembelajaran pada kelas eksperimen I
Korres,
Learning
dengan menerapkan Model Discovery
menurut Van Joolingen (1999) mendorong
Learning dengan memanfaatkan potensi
siswa
ekosistem
2009).
Discovery
melakukan
pembelajaran
yang
pesisir. Pembelajaran pada
bersifat konstruktivis dan menyebabkan
kelas eksperimen II dengan menerapkan
siswa berpikir pada domain high order
pembelajaran konvensional yang berupa
thinking skills.
metode ceramah bervariasi.
Berdasarkan
atas,
Populasi penelitian adalah siswa
penerapan Discovery Learning dengan
kelas X SMA N 1 Tanjungsari tahun
memanfaatkan potensi ekosistem pesisir
pelajaran 2013/2014. Kelas X SMA N 1
Pantai
Tanjungsari terdiri atas empat kelas.
Sepanjang
mengembangkan
uraian
di
diharapkan kemampuan
dapat berpikir
Sampel
penelitian
dipilih
dengan
tingkat tinggi siswa. Penerapan Model
menggunakan teknik cluster sampling.
Discovery Learning dapat memanfaatkan
Berdasarkan hasil uji, diperoleh dua kelas
potensi ekosistem pesisir sebagai sarana
sampel yaitu kelas X B sebagai kelas
belajar siswa dan melatihkan kemampuan
eksperimen I dan kelas X A sebagai kelas
berpikir tingkat tinggi siswa. Penelitian
eksperimen II.
bertujuan untuk mengetahui perbedaan
Validasi
instrumen
penelitian
kemampuan berpikir tingkat tinggi antara
dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Uji
penerapan Model Discovery Learning
validitas yang digunakan meliputi validitas
dengan memanfaatkan potensi ekosistem
isi dan validitas konstruk yang dilakukan
oleh para ahli. Validitas butir soal tes
Hasil analisis ada tidaknya perbedaan
dengan menggunakan rumus koefisien
kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
Product
antara
Moment
dari
Karl
Pearson.
penerapan
Model
Discovery
Teknik analisis data dengan menggunakan
Learning dengan memanfaatkan potensi
uji t.
ekosistem
pesisir
dan
pembelajaran
konvensional dengan menggunakan uji t (Tabel 6).
HASIL DAN PEMBAHASAN Data primer penelitian adalah nilai
hasil
tes
tertulis
dari
kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II. Tabel 5. Deskripsi Data Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi K. Eksperimen I K. Eksperimen II Jumlah 2302,5 Jumlah 1883,3 Mean 76,750 Mean 62,777 Median 75 Median 66 Variance 64,148 Variance 147,97 Std. Dev 8,0092 Std. Dev 1,2164 Minimum 66 Minimum 29 Maximum 95 Maximum 79 Range 29 Range 50
Tabel 6. Hasil Uji t Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Siswa Kriteria Keputusan Kemampuan Sig. Berpikir Sig. < H0 ditolak Tingkat 0.000 0,05 Tinggi 1. Perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi antara penerapan Model Discovery Learning dan pembelajaran konvensional Hasil Uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa antara penerapan Model Discovery Learning dengan
memanfaatkan
potensi
ekosistem pesisir dan pembelajaran konvensional. Pada kelas eksperimen I dengan penerapan Model Discovery Learning menekankan kerja aktif siswa dalam
mengeksplorasi
ekosistem
Perbandingan Kemampuan Berpikir C4, C5, dan C6
pesisir Pantai Sepanjang sebagai sarana
Nilai rata-rata kelas eksperimen I
siswa cenderung pasif dan kurang
Gambar 4.2.
belajar. Pada kelas eksperimen II, peran
dengan menggunakan Model Discovery
mengeksplorasi
Learning dengan memanfaatkan potensi
pesisir secara langsung.
ekosistem
pesisir
lebih
tinggi
Model
potensi
Discovery
ekosistem
Learning
dibandingkan kelas eksperimen II yang
dengan
menggunakan pembelajaran konvensional.
ekosistem pesisir mendorong kerja aktif
memanfaatkan
potensi
siswa. Siswa dalam menemukan konsep menggunakan
kemampuan
Tahapan hypothesis generation
berpikir
yaitu siswa merumuskan hipotesis atau
tingkat tinggi (King, Goodson, &
jawaban sementara atas permasalahan
Rohani,
melakukan
yang telah dipilih. Siswa melakukan
kegiatan penemuan lalu menganalisis,
kajian literatur dan berpikir secara logis
mengolah data, dan merencanakan
dalam membuat hipotesis. Pada tahap
sebuah
ini
1997).
Siswa
gagasan
ekosistem
pesisir
terkait yang
materi dipelajari
melatih
mencipta
kemampuan
siswa
pada
(Heong, Yunos, Hassan, Othman, &
merumuskan.
Kiong, 2011).
komponen-komponen
Model memiliki
Discovery
tahap-tahap
Learning
yang
dapat
ekosistem pengaruh
berpikir
Siswa
merumuskan penyusun
pesisir, faktor
kategori
memprediksi
abiotik
terhadap
melatih kemampuan berpikir tingkat
pertumbuhan faktor biotik seperti ikan
tinggi siswa (Swaak, et al., 2004).
dan alga. Siswa merumuskan proses
Siswa didorong mampu memanfaatkan
aliran energi dan daur biogeokimia
potensi
yang terjadi dalam ekosistem pesisir.
ekosistem
pesisir
dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Tahapan
ketiga
adalah
Penerapan model discovery learning
hypothesis testing. Siswa membuktikan
melibatkan kemampuan berpikir tingkat
hipotesis melalui pengamatan langsung,
tinggi di setiap tahapan (King, et al.,
kajian
1997).
(Veermans, 2003). Pada tahap ini, Pada tahap orientation, siswa
siswa
literatur,
dan
merancang
praktikum
percobaan
dan
menganalisis fenomena-fenomena yang
kegiatan eksplorasi sehingga dapat
terjadi, mengidentifikasi faktor-faktor
melatih kemampuan berpikir mencipta.
yang berpengaruh terhadap konsep
Siswa
yang akan dipelajari. Tahap orientation
komponen-komponen ekosistem pesisir
melatih
berpikir
secara langsung. Siswa membuktikan
tahap
pengaruh faktor abiotik terhadap faktor
orientation, siswa berperan secara aktif
biotik melalui percobaan yang telah
dalam menanggapi demonstrasi dan
dirancang. Siswa membuat bagan daur
pertanyaan
biogeokimia
menganalisis
pertanyaan
kemampuan siswa.
guru.
Pada
Siswa
guru
dan
menjawab mampu
merumuskan permasalahan yang akan dipelajari dengan benar.
melakukan
yang
eksplorasi
terjadi
dalam
ekosistem pesisir. Tahap
keempat
adalah
conclusion. Siswa mengumpulkan data
yang diperoleh. Siswa menyimpulkan
penguasaan
hasil
tingkat tinggi oleh setiap siswa.
terkait
kegiatan
pengamatan,
percobaan, dan kajian literatur yang
kemampuan
Pada
kelas
berpikir
eksperimen
II
telah dilakukan. Pada tahap ini siswa
dengan penerapan metode ceramah
menggunakan
bervariasi cenderung membuat siswa
kemampuan
menganalisis dalam
berpikir
mengolah dan
menginterpretasikan data.
siswa
berpikir
yang
memeriksa
mengevaluasi
meliputi
dan
pasif
dalam
proses
pembelajaran. Peran guru bersifat lebih
Tahap regulation melatihkan kemampuan
bersikap
kategori
mengkritik.
Siswa
dominan dibandingkan dengan kegiatan siswa
(teacher
centered).
Guru
menjelaskan konsep materi tentang ekosistem
pesisir
dengan
metode
memeriksa hasil penemuan tentang
ceramah. Siswa memperhatikan dan
komponen ekosistem pesisir, interaksi
mendengarkan penjelasan guru. Proses
faktor biotik dan abiotik, aliran energi,
pembelajaran yang terjadi pada kelas
dan daur biogeokimia yang terjadi
eksperimen II kurang kondusif dan
dalam ekosistem pesisir.
banyak kegiatan lain yang dilakukan
Potensi ekosistem pesisir dapat
siswa selain mendengarkan ceramah
digunakan sebagai sarana belajar yang
guru.
Pembelajaran
tepat.
kurang
memfasilitasi
Penerapan
Model
Discovery
konvensional siswa
dalam
Learning menuntut peran penting siswa
melatihkan kemampuan berpikir tingkat
dalam memanfaatkan potensi ekosistem
tinggi yang dimiliki.
pesisir secara langsung. Pembelajaran Biologi
secara
kontekstual
dengan
2. Analisis Aspek C4 (Kemampuan Berpikir Menganalisis)
menerapkan Model Discovery Learning
Rata-rata kemampuan berpikir
mampu meningkatkan minat siswa
menganalisis pada kelas eksperimen I
dalam
mengeksplorasi
sebesar 71,25 sedangkan pada kelas
pesisir
Pantai
ekosistem
Sepanjang.
Siswa
eksperimen II sebesar 65. Rata-rata
tertarik
dalam
kemampuan berpikir menganalisis pada
seluk-beluk
keadaan
kelas eksperimen I dengan penerapan
pesisir
dengan
Model Discovery Learning lebih tinggi
mengeksplorasi secara langsung. Siswa
dibandingkan pada kelas eksperimen II
aktif dalam melakukan penemuan yang
dengan
telah
konvensional. Hal ini menunjukkan
cenderung mengetahui
lebih
ekosistem
dirancang
dan
mendukung
penerapan
pembelajaran
bahwa penerapan Model Discovery
Learning lebih dapat mengembangkan
Hal
kemampuan
berpikir
kemampuan berpikir tingkat tinggi
siswa
dibandingkan
jika
menganalisis dengan
pembelajaran konvensional.
Learning melatihkan siswa menguasai berpikir
menyebabkan
rata-rata
dengan penerapan Model Discovery Learning lebih tinggi dibandingkan
Penerapan Model Discovery
kemampuan
ini
menganalisis
Tahapan yang melatihkan kemampuan
pada
penerapan
pembelajaran
konvensional pada kelas eksperimen II. 3. Analisis Aspek C5 (Kemampuan Berpikir Mengevaluasi)
berpikir menganalisis siswa adalah
Rata-rata kemampuan berpikir
Orientation, Hypothesis Testing, dan
mengevaluasi pada kelas eksperimen I
Conclusion.
menganalisis
sebesar 97,78 sedangkan pada kelas
komponen biotik dan abiotik yang
eksperimen II sebesar 88,89. Rata-rata
dapat mereka jumpai secara langsung
kemampuan berpikir tingkat tinggi
pada
Pantai
pada kedua kelas sampel termasuk ke
Sepanjang. Siswa menganalisis hasil
dalam kategori tinggi. Akan tetapi rata-
percobaan
rata kemampuan berpikir tingkat tinggi
Siswa
ekosistem
pesisir
pengaruh
faktor
abiotik
berupa kadar garam/salinitas terhadap
pada
membuka menutupnya insang pada
penerapan Model Discovery Learning
ikan. Siswa mengorganisasi hubungan
lebih tinggi dibandingkan pada kelas
antar
eksperimen II.
komponen
melalui
rantai
makanan yang terjadi dalam eksosistem
kelas
eksperimen
Proses
I
pembelajaran
dengan
pada
pesisir. Siswa mampu menganalisis
penerapan Model Discovery Learning
kedudukan setiap komponen biotik.
melatihkan kemampuan berpikir tingkat
Siswa menganalisis daur biogeokimia
tinggi
yang terjadi dalam ekosistem pesisir.
regulation.Siswa
siswa
pada
tahapan
mempresentasikan
Pada kelas eksperimen II,
hasil pengamatan (observasi lapang),
siswa kurang melatihkan kemampuan
hasil praktikum, dan diskusi di depan
menganalisis.
berpikir
kelas. Siswa mengevaluasi tentang hasil
menganalisis hanya dilatihkan pada
penemuan berupa komponen biotik dan
tahap
abiotik
diskusi
Kemampuan
kelompok
dalam
yang
ditemukan
dalam
memecahkan permasalahan/soal yang
eksplorasi ekosistem pesisir secara
diberikan melalui lembar kerja siswa.
langsung. Siswa mengevaluasi hasil
Siswa kurang menganalisis fenomena-
percobaan tentang pengaruh komponen
fenomena di lapangan secara langsung.
abiotik
terhadap
komponen
biotik.
Siswa
mengevaluasi
tentang
daur
proses
biogeokimia dalam ekosistem pesisir
merumuskan
yang telah disusun oleh masing-masing
komponen
kelompok.
dituliskan
Pada dengan
kelas
eksperimen
penerapan
konvensional, mengevaluasi
dilatihkan
pembelajaran.
Siswa
hipotesis
tentang
ekosistem ke
pesisir
dalam
LKS.
dan Siswa
II
mengembangkan kemampuan berpikir
pembelajaran
mencipta kategori merumuskan pada
kemampuan
tahap tersebut. Siswa merencanakan
saat
dan memproduksi percobaan pengaruh
presentasi hasil diskusi. Siswa kurang
faktor abiotik berupa kadar garam
mampu
dalam
mengevaluasi
berkaitan
pada
materi
yang
air
terhadap
kecepatan
dengan
kondisi
sekitar
membuka-menutupnya
misalnya
tentang
potensi
Siswa merencanakan langkah kerja
ekosistem pesisir. Hal ini menyebabkan
parktikum dengan memilih alat dan
rata-rata
bahan yang disediakan di dalam LKS.
sekolah
kemampuan
berpikir
ikan.
mengevaluasi siswa kelas eksperimen I
Siswa
lebih tinggi dibandingkan siswa kelas
membuktikan
eksperimen II.
permasalahan yang telah dirumuskan. Siswa
merancang
insang
percobaan
hipotesis
dalam
dan
tentang
memproduksi
suatu
konsep daur biogeokimia yang terjadi 4. Analisis Aspek C6 (Kemampuan
dalam
ekosistem
pesisir
Pantai
Sepanjang.
Berpikir Mencipta) Rata-rata kemampuan berpikir
Pada
kelas
eksperimen
mencipta pada kelas eksperimen I
dengan
sebesar 68,53 sedangkan pada kelas
konvensional,
eksperimen II sebesar 45,33. Rata-rata
mengembangkan kemampuan berpikir
kemampuan berpikir mencipta
mencipta.
pada
penerapan
II
siswa
Siswa
pembelajaran kurang
dapat
cenderung
pasif
kelas eksperimen I dengan penerapan
karena menerima materi yang telah
Model Discovery Learning lebih tinggi
disampaikan
dibandingkan pada kelas eksperimen II
diskusi
dengan
melatihkan
penerapan
pembelajaran
konvensional. Penerapan Model Discovery
oleh
yang
guru.
dilakukan
kemampuan
Kegiatan kurang berpikir
mencipta yang meliputi merumuskan, merencanakan, dan memproduksi.
Learning melatihkan siswa menguasai
Hasil tes menunjukkan bahwa
kemampuan berpikir mencipta dalam
rata-rata kemampuan berpikir tingkat
tinggi pada penerapan Model Discovery
mampu mengukur kemampuan berpikir
Learning lebih tinggi dibandingkan
tingkat
dengan
berpikirnya.
penerapan
pembelajaran
tinggi
di
setiap
jenjang
konvensional. Hal ini juga didukung oleh hasil observasi aspek afektif dan psikomotorik,
yaitu
rata-rata
kelas
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang
eksperimen I lebih tinggi dibandingkan
merujuk pada
kelas eksperimen II. Pada penerapan
simpulan
Model Discovery Learning, rata-rata
kemampuan berpikir tingkat tinggi antara
kemampuan berpikir tingkat tinggi
penerapan Model Discovery Learning
yang dilatihkan yaitu meliputi aspek C4
dengan memanfaatkan potensi ekosistem
sebesar 71,25, aspek C5 sebesar 97,78,
pesisir dan pembelajaran konvensional
dan aspek C6 sebesar 68,53. Rata-rata
pada siswa kelas X SMA N 1 Tanjungsari.
nilai
tertinggi
kemampuan
adalah
pada
berpikir
mengevaluasi
menganalisis (C4) memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai kemampuan
berpikir
mengevaluasi. Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata
kemampuan
berpikir
setiap tingkat
aspek hasil
penelitian tidak sesuai dengan teori. Kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut Anderson & Krathwohl (2010) terdiri atas tiga aspek kemampuan berpikir
yang
merupakan
jenjang
berpikir dari rendah ke tinggi (C4, C5, dan C6). Perbedaan hasil dengan teori dapat
disebabkan
oleh
bahwa
uji
terdapat
t
diperoleh perbedaan
aspek
(C5). Rata-rata kemampuan berpikir
rata-rata
hasil
proses
pembelajaran yang kurang optimal melatihkan kemampuan berpikir. Soal yang diberikan kurang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga belum
DAFTAR PUSTAKA Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barak, M., Ben Chaim, D., & Zoller, U. (2007). Purposely Teaching for The Promotion of Higher Order Thinking Skills : A case of Critical Thinking . Research Science Education , 37, 353-369. Brookhart, S. M. (2010). How to Assess Higher Order Thinking Skills in Your Classroom. Virginia USA: ASCD. Damayanti, A., & Ayuningtyas, R. (2008). Karakteristik Fisik dan Pemanfaatan Pantai Karst Kabupaten Gunung Kidul. MAKARA Teknologi , 12 (2), 9198. Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Heong, Y. M., Yunos, J. B., Hassan, R. B., Othman, W. B., & Kiong, T. T. (2011). The Peception of The Level of Higher Order Thinking
Skills Among Technical Education Students. International Conference on Social Science and Humanity (pp. 281-285). Singapore: IACSIT Press. Hopson, M. H., Richard, L. S., & Gerald, A. K. (2002). Using a Technology-Enriched Environment to Improve Higher Order Thinking Skills. Journal of Research on Technology in Education , 34 (2), 109-119. King, F. J., Goodson, L., & Rohani, F. (1997). Higher Order Thinking Skills. Educational Services Program. Kyriasis, A., Psycharis, S., & Korres, K. (2009). Discovery Learning and the Computational Experiment in Higher Mathematics and Science Education : A combined Aproach. International Journal of Emerging Technologies in Learning , 4 (4), 25-34. Ramirez, R. P., & Ganaden, M. S. (2008). Creative Activities and Srudents' Higher Order Thinking Skills. Education Quarterly, 66 (1) , 2223. Stave, K. A. (2011). Using Simulations for Discovery Learning about Environmental Accumulations . International Conference of the System Dynamics Society. Washington DC. Supriharyono. (2009). Konservasi Ekosistem Sumber Daya Hayati (di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suratsih. (2010). Pengembangan Modul Pembelajaran Biologi Berbasis Potensi Lokal Dalam Kerangka Implementasi KTSP SMA di Yogyakarta. Yogyakarta: F. MIPA UNY. Swaak, J., De Jong, T., & Van Joolingen, W. R. (2004). The Effects of Discovery Learning and Expository Instruction on the
Acquisition of Definitional and Intuitive Knowledge. Journal of Computer Assisted Learning , 225-234. Veermans, K. (2003). Intelligent Support for Discovery Learning . Netherlands: Twente University Press. Widoretno, S., Nurmiyati, Indrowati, M., & Marsusi. (2013). Penelitian Pemetaan Diversitas Makroalga. Laporan belum dipublikasikan. Zohar, A., & Dori, Y. J. (2003). Higher Order Thinking Skills and LowAchieving Students : Are They Mutually Exclusive? The Journal of The Learning Sciences , 12 (2), 145-181.