PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN SOFTWARE GEOGEBRA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK PESERTA DIDIK (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas X SMA Negeri 1 Rancah)
Kokom Komariah e-mail:
[email protected]
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model problem based learning berbantuan software geogebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan mengetahui proses interaksi pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL berbantuan software geogebra. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMAN 1 Rancah berjumlah 7 kelas. Pemilihan sampel dilakukan dengan random sampling terhadap kelas. Terpilih kelas X2 sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model problem based learning berbantuan software geogebra dan kelas X5 sebagai kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa seperangkat soal tes pemecahan masalah yang dilaksanakan di akhir pembelajaran dan lembar observasi yang dilaksanakan di setiap pertemuan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa model problem based learning berbantuan software geogebra berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan proses interaksi pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning berbantuan software geogebra menunjukkan hasil dengan proses baik. Kata Kunci : Model Problem Based Learning, Software Geogebra, Pemecahan Masalah
1
2
ABSTRACT The aims of this research are to know the influence of problem based learning model aided by geogebra software on students’ mathematics problem solving ability and to know the process of mathematics learning interactions by using problem based learning model aided by geogebra software. The method of this research is kuasi experimental research. The population in this research is all of the tenth grade of SMAN 1 Rancah equals seven class. The sample selection is done by random sampling based on the selected class which are class X2 as an experimental class using problem based learning model aided by geogebra software and class X5 as the control class using direct instructional model. The instruments that is used in this research is a set tests of problem solving conducted at the end of the lesson and the observation sheet conducted at each meeting. Based on the research result of the data analysis calculation, it can be concluded that there is a positive influence of problem based learning model aided by geogebra software in students mathematics problem solving ability and the process of mathematics learning interaction by using problem based learning model aided by geogebra software show the good process of the result. Keyword : Problem Based Learning Model, Software Geogebra, Problem Solving Mathematics Ability. PENDAHULUAN Di abad 21 muncul berbagai tantangan yang menuntut adanya perubahan. Berdasarkan salinan lampiran Permendikbud No. 69 tahun 2013 (2013:1-3) tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum SMA/ MA menjelaskan bahwa tantangan tersebut diantaranya adalah pertama, tantangan internal berupa bagaimana cara mentransformasikan sumber daya manusia (SDM) usia produktif menjadi SDM yang memiliki kompetensi. Kedua, tantangan eksternal, salah satunya adalah dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Ketiga, penyempurnaan pola pikir terutama pada kegiatan pembelajaran yang masih berpusat pada guru dan materi pembelajaran yang disajikan di sekolah masih dangkal. Matematika sebagai salah satu pelajaran sekolah memiliki peranan vital dalam meningkatkan kualitas kemampuan lulusan sebagai upaya mencetak sumber daya manusia unggul sehingga sangat penting untuk diteliti. Wardani, Sri (2002:1) menyatakan
“Proses
pembelajaran
matematika
saat
ini,
kebanyakan
belum
menunjukkan hasil yang memuaskan”. Hasil studi TIMSS (Husamah dan Yanur Setyaningrum, 2013:4) menjelaskan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia masih rendah dalam hal memahami informasi yang kompleks, teori analisis, pemecahan
3
masalah, pemakaian alat, prosedur dan melakukan investigasi. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sumarmo, Utari (2013:439) diperoleh hasil bahwa peserta didik menganggap hanya ada satu cara penyelesaian soal yang benar, yaitu yang disajikan guru di kelas dan matamatika yang dipelajari di sekolah sedikit atau tidak berhubungan dengan dunia nyata. Temuan penelitian lainnya menurut Utari (Pramadya, Wisnu, 2012:6) diperoleh hasil bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas XI salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Bandung masih belum memuaskan sekitar 30% – 50% dari skor ideal. Didukung oleh pendapat Sutiarso (Ratnaningsih, Nani, 2007:5) mengemukakan bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan siswa pasif dalam merespon pembelajaran, siswa cenderung hanya menerima transfer pengetahuan dari guru, demikian pula guru pada saat kegiatan pembelajaran hanya sekedar menyampaikan informasi pengetahuan tanpa melibatkan siswa dalam proses yang aktif. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menandakan bahwa pemecahan masalah dan proses interaksi pembelajaran matematika masih belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Kemampuan pemecahan masalah menurut Suryadi, Didi dan Tatang Herman (tanpa tahun:68) menyatakan bahwa pemecahan masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak secara langsung tahu caranya. Sumarmo, Utari (2013:76) mengemukakan bahwa pemecahan masalah memiliki makna sebagai kegiatan belajar yang meliputi mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah, membuat model matematik, memilih dan menerapkan strategi, menginterpretasi hasil sesuai permasalahan asal, dan memeriksa kebenaran hasil atau jawaban. Polya dalam bukunya how to solve it (Suryadi, Didi dan Tatang Herman, tanpa tahun:68) mengembangkan bahwa terdapat empat tahap proses pemecahan masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana penyelesaian masalah dan pemeriksaan kembali. Proses komunikasi antara guru dan peserta didik dalam kegiatan interaksi belajar mengajar harus berlangsung secara harmonis dalam wadah interaksi saat proses pembelajaran. Didukung pula oleh pendapat Wardani, Sri (2002:1) “... interaksi antara guru dan siswa akan menentukan berhasil tidaknya pembelajaran matematika yang diterapkan”. Sehingga untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah matematik
4
yang diharapkan, dituntut terjadinya interaksi optimal saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Semiawan, Conny (Amir, M Taufiq, 2010:v) berpendapat
“Kemampuan
pemecahan masalah matematik peserta didik dapat dikembangkan melalui model Problem Based Learning (PBL)”. Wena, Made (2009:91) menjelaskan bahwa Problem Based Learning merupakan pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Berdasarkan pendapat tersebut, PBL dipandang sebagai model pembelajaran tepat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan merangsang terjadinya interaksi pembelajaran dalam suatu kelompok belajar. Dalam upaya menemukan solusi pemecahan masalah, peserta didik senantiasa berinteraksi, baik interaksi antar peserta didik maupun interaksi antar peserta didik dengan guru. Wena, Made (2011:53) berpendapat bahwa “Persoalan tentang bagaimana mengajarkan pemecahan masalah tidak akan pernah terselesaikan tanpa memerhatikan jenis masalah yang ingin dipecahkan, sarana dan bentuk program yang disiapkan untuk mengajarkannya ...”. Selain itu, dijelaskan dalam salinan lampiran permendikbud No. 69 tahun 2013 (2013:3) bahwa pelaksanaan pembelajaran kurikulum 2013 mengharuskan pola pembelajaran berbasis alat multimedia. Berbagai
macam
software
komputer
yang
menunjang
pembelajaran
matematika, harus mampu dimanfaatkan oleh guru. Salah satu software yang peneliti gunakan adalah software geogebra. Hohenwarter, Markus dan Judith (2013:8) menjelaskan pengertian geogebra bahwa geogebra adalah software sistem geometri dinamis sehinga dapat mengkontruksikan titik, vektor, ruas garis, garis, irisan kerucut, bahkan fungsi dan mengubahnya secara dinamis. Software geogebra dapat digunakan secara bebas dan tidak berbayar. Geogebra dapat diunduh gratis di www.geogebra.org. Geogebra merupakan salah satu software komputer yang dapat digunakan dalam materi aljabar, geometri maupun kalkulus. Terutama, software geogebra ini dapat menunjang peneliti dalam kegiatan pembelajaran pada materi trigonometri KD 3.14, 3.15, 3.16 , 4.14. Krismanto (2008:1) berpendapat berdasarkan hasil monitoring dan Evaluasi (ME) `yang diselenggarakan oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik
5
dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika dalam materi ajar trigonometri menunjukkan hasil bahwa kesulitan guru dalam pengelolaan pembelajaran trigonometri menduduki peringkat tertinggi.
PPPPTK menyimpulkan bahwa pengelolaan
pembelajaran untuk materi ajar trigonometri di lapangan masih banyak dijumpai berbagai kendala. Baik dari segi guru dalam mengelola pembelajaran yang terbiasa hanya menekankan pada manipulasi rumus, maupun dari sisi kemampuan peserta didik. Dalam kegiatan penelitian, peneliti menggunakan materi trigonometri yang dilaksanakan di kelas X SMA Negeri 1 Rancah dengan memberikan perlakuan pembelajaran menggunakan model PBL berbantuan software geogebra. SMAN 1 Rancah memiliki fasilitas komputer yang lengkap. Sehingga memungkinkan peneliti untuk menggunakan bantuan komputer dalam pembelajaran. Penilaian pembelajaran pada kurikulum 2013 tidak hanya mengukur aspek pengetahuan saja, tetapi aspek sikap dan keterampilan pun wajib untuk diperhitungkan. Kemendikbud (2013:2) menjelaskan bahwa materi pembelajaran yang disampaikan harus berbasis fakta atau suatu fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika. Problem Based Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang menunjang kurikulum 2013. Dengan berbantuan software geogebra, materi trigonometri untuk KD 3.14, 3.15, 3.16, 4.14 dapat dilukiskan dengan lukisan geometri yang dihasilkan lebih cepat, dan hasil yng diperoleh dapat dijadikan alat bantu evaluasi. Telah banyak penelitian mengenai model problem based learning berbantuan software geogebra, diantaranya adalah hasil penelitian Dedi Abdurozak dengan judul “Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Software Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP” yang dilaksanakan di kelas VII salah satu SMP Negeri di Lembang, menyimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran berbasis masalah berbantuan software geogebra lebih tinggi dari pada peserta didik yang memperoleh pembelajaran konvensional. Hasil data angket peserta didik dan lembar observasi disimpulkan bahwa pada umumnya peserta didik menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran berbasis masalah berbantuan software geogebra. Hasil penelitian Linda Muspiyatin dengan judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik” yang dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 3 Tasikmalaya diperoleh simpulan bahwa
6
terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Penelitian yang dilakukan Rini Yulianingsih dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning dengan Teknik Scaffolding untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA” yang dilaksanakan di kelas X di salah satu SMA Negeri di Bandung tahun ajaran 2012/2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik yang memperoleh pembelajaran matematika menggunakan model PBL dengan teknik Scaffolding lebih baik daripada peserta didik yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvensional. Berdasarkan hal tersebut, solusi yang dipandang tepat yaitu dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL) berbantuan software geogebra sehingga penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Problem Based Learning Berbantuan Software Geogebra terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik”. Sehingga melalui model PBL berbantuan software geogebra, peneliti bertujuan untuk mengetahui pengaruh model problem based learning berbantuan software geogebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik serta proses interaksi peserta didik terhadap model
problem based
learning berbantuan software geogebra.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian kuasi eksperimen. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning berbantuan software geogebra terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik dan proses interaksi peserta didik terhadap model Problem Based Learning berbantuan software Geogebra. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 1 Rancah. Populasi penelitiannya adalah seluruh peserta didik kelas X SMAN 1 Rancah tahun pelajaran 2013/2014 berjumlah 242
orang yang terdiri dari 7 kelas. Pemilihan sampel dilakukan dengan random
sampling terhadap kelas. Terpilihlah kelas X2 sebagai kelas eksperimen dengan jumlah
7
peserta didik 35 orang yang akan diberi perlakuan penerapan model PBL berbantuan software geogebra dan satu kelas lagi yaitu kelas X5 dengan jumlah peserta didik 34 orang sebagai kelas kontrol, diberi perlakuan penerapan model pembelajaran langsung. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang dilaksanakan satu kali di akhir pembelajaran dan observasi yang dilakukan saat proses belajar mengajar berlangsung. Teknik observasi bertujuan mengamati interaksi belajar peserta didik pada saat proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL berbantuan software geogebra. Observer dilakukan oleh oleh dua orang yaitu guru matematika kelas X2 dan rekan peneliti yang memiliki latar belakang pendidikan keguruan. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji hipotesis dengan menggunakan uji dua rata-rata sedangkan kriteria proses interaksi disesuaikan dengan tabel berikut. Gambar 1 Kriteria interaksi 14
0
Sangat Kurang baik
28
Kurang baik
42
Cukup baik
56
Baik
70
Sangat baik
PEMBAHASAN Model Problem Based Learning berbantuan software geogebra merupakan model pembelajaran berlandaskan masalah-masalah yang menuntun peserta didik memperoleh konsep, prinsip dan prosedur pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Dalam proses pemecahan masalah, peserta didik dibantu dengan bantuan komputer berupa software geogebra. Software geogebra digunakan untuk membantu dalam menemukan alternatif cara pemecahan masalah yang berbeda dan cepat. Karena model PBL ini mengharuskan kerjasama tim dan menggunakan bantuan komputer, maka minimal ada satu laptop/ komputer pada kelompok tersebut. Pembelajaran dilaksankan di laboratorium komputer, ruang multimedia dan ruangan kelas. Pembelajaran di laboratorium komputer dilaksanakan pada pertemuan pertama,
8
sedangkan pertemuan kedua dan selanjutnya, pembelajaran dilaksanakan di ruang multimedia. Sebelum pembentukan kelompok, peneliti mendata terlebih dahulu jumlah peserta didik yang memiliki laptop. Dan ada 10 peserta didik yang memiliki laptop. Kelas eksperimen berjumlah 35 orang maka dibentuk menjadi 7 kelompok heterogen dengan jumlah anggota masing-masing kelompok 5 orang. 10 orang peserta didik yang memiliki laptop disebar ke dalam 7 kelompok. Sehingga masing-masing kelompok minimal ada 1 laptop. Penelitian dilaksanakan selama enam pertemuan ditambah satu pertemuan sebagai pengenalan software, satu pertemuan sebagai tes dan satu pertemuan lagi sebagai tes susulan. Pertemuan sebelum pelaksanaan pembelajaran, peneliti melakukan pengenalan software geogebra kepada kelas eksperimen yang dilaksanakan di ruang multimedia. Pengenalan diawali dengan mendemonstrasikan cara penginstalan software geogebra. Peserta didik mengcopi software geogebra dari laptop peneliti dan menginstal sendiri program tersebut. Versi geogebra yang digunakan adalah Geogebra 4.2 dengan cara penginstalan yang cukup mudah sehingga dapat langsung digunakan, penggunaanya tidak berbatas waktu (selamanya) dan tidak berbayar. Pengenalan dilanjutkan dengan mengenalkan berbagai macam icon dan fungsinya terutama icon yang akan sering digunakan pada saat pembelajaran trigonometri. Di akhir pengenalan, peneliti memberitahukan mengenai model pembelajaran yang akan digunakan dan materi yang harus peserta didik baca. Guru menekankan peserta didik untuk mencari informasi mengenai materi ukuran sudut derajat dan radian yang akan diberikan paa pertemuan pertama. Pada praktik pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperiemen, pertemuan pertama dilaksanakan di ruang komputer, pertemuan kedua dan keempat di ruang multimedia, pertemuan ketiga, keempat dan keenam dilaksanakan di ruangan kelas. Kendala yang peneliti temui, pada saat pembelajaran di ruang kelas, cukup banyak waktu yang tersita untuk mempersiapkan kelengkapan pembelajaran terutama proyektor yang tidak dipasang permanen di ruang kelas. Sedangkan untuk pembelajaran di ruang komputer dan ruang multimedia, peneliti dapat langsung menghubungkan laptop dengan proyektor. Kegiatan pembelajaran diawali dengan mempersiapkan kelengkapan belajar yang dibutuhkan baik oleh guru maupuan peserta didik. Pertemuan sebelumnya, peneliti meminta agar pada saat pembelajaran matematika,peserta didik sudah duduk
9
secara berkelompok. Peserta didik Kemudian mengecek kehadiran peserta didik. Guru bertanya mengenai pembelajaran sebelumnya. Untuk membangkitkan motivasi belajar, guru bertanya dan menunjuk salah satu peserta didik untuk menjawab. Peserta didik yang mampu mengutarakan pendapatnya, guru memberikan pujian dan diberi penilaian sambil memberikan penjelasan kepada peserta didik mengenai penilaian yang digunakan tidak hanya mempertimbangkan dari hasil tes saja. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik lain tertarik untuk menjawab dan langsung mengangkat tangan ketika guru mengajukan pertanyaan. Hanya saja ketika guru menanyakan manfaat dalam kehidupan sehari-hari, umumnya peserta didik tidak mengetahui manfaat materi yang akan mereka pelajari. Bahkan temuan yang peneliti peroleh, ada peserta didik yang menjawab manfaatnya hanya untuk mendongkrak nilai rapot. Hal tersebut menandakan bahwa materi matematika yang disajikan kurang melibatkan dunia nyata. Sehingga guru memberikan penjelasan mengenai kegunaan materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya guru menanyakan tugas baca mengenai matei yang akan dipelajari dan hanya beberapa orang saja yang dapat menjelaskan. Kegiatan inti diawali dengan mengajukan masalah yang tertera pada bahan ajar. Peserta didik diminta untuk mengamati permasalahan dan menanyakan hal yang kurang dimengerti. Guru membimbing peserta didik agar mampu memahami permasalahan dan alternatif cara memeriksa kembali kebenaran hasil dengan menggunakan software geogebra. Pada tahap ini banyak menyita waktu karena menanamkan konsep sampai peserta didik hrus mengerti sebagai bekal untuk memecahkan permasalahan selanjutnya pada LAPD. Temuan yang peneliti dapatkan pada tahap ini, ada beberapa peserta didik yang mampu memecahkan permasalahan dan memperoleh jawaban yang benar dengan menggunakan software geogebra, hanya saja ketika ditanyakan mengenai prosedur pemecahan masalah, peserta didik kurang mampu menjawabnya. Langkah selanjutnya guru membagikan LAPD dan meminta peserta didik untuk menngerjakannya sesuai dengan cara pemecahan masalah polya. Guru mengingatkan agar peserta didik yang tidak membantu dalam pembelajaran kelompok, namanya tidak perlu dicantumkan dalam laporan hasil diskusi. Pada tahap ini, peneliti kurang mampu mengelola waktu pembelajaran sehingga terkadang kegiatan persentasi tidak dilaksanakan. Kemudian melakukan refleksi dan menyimpulkan konsep yang harus peserta didik pahami dari
10
pertemuan tersebut. Di akhir pertemuan peneliti memberikan tugas baca mengenai pembelajaran selanjutnya dan tugas mandiri sebagai pelatihan. Kendala yang penelti hadapi adalah software geogebra merupakan software yang baru dikenal peserta didik. Peneliti hanya memberikan pembekalan satu kali mengenai software geogebra. Peserta didik masih kurang memahami penggunaan software tersebut. Sehingga pertemuan pertama banyak waktu yang dipergunakan untuk mengenalkan geogebra. Selain itu, waktu penelitian yang berbarengan dengan kegiatan praktikum komputer, tidak memungkinkan peneliti menggunakan laboratorium komputer. Sehingga pembelajaran di laboratorium komputer dilaksanakan pada pertemuan pertama dan pada saat tes saja sedangkan untuk pertemuan kedua sampai pertemuan keenam dilaksanakan di ruang multimedia dan di ruang kelas. Di akhir pertemuan, dilaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematik di laboratorium komputer dengan alokasi waktu 60 menit. Peserta didik dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan absen. Kelompok pertama dari absen 1 sampai 17 melaksanakan tes terlebih dahulu. Sedangkan sisanya menunggu diluar. 60 menit selanjutnya barulah tes kelompok kedua dari absen 18 sampai absen terakhir. Tes berisikan tiga butir soal pemecahan masalah. Langkah memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan masalah, dan melaksankan perhitungan dijawab tertulis. Sedangkan langkah memeriksa kembali kebenaran hasil dilakukan dengan bantuan software geogebra. Hasil kerja peserta didik dalam komputer di simpan, kemudian dicopy oleh peneliti untuk penilaian. KKM untuk pelajaran matematika kelas X di SMAN 1 Rancah adalah 67. Hasil tes pemecahan masalah matematik peserta didik kelas eksperimen diperoleh rata-rata skor 20,43 dari skor ideal 30. Berarti untuk KKM 67, peserta didik dinyatakan mencapai KKM apabila skor yang diperoleh
. 22 orang peserta didik telah
mencapai KKM sedangkan 13 peserta didik masih di bawah KKM. Jika dilihat dari rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen, daya serap kelas eksperimen terhadap materi trigonometri berada di atas KKM. Sedangkan perolehan nilai peserta didik kelas kontrol terdapat 7 orang telah mencapai KKM dan 27 orang di bawah KKM dengan rata-rata kelas skor hasil tes pemecahan masalah adalah 12,53. Hasil rata-rata skor tes pemecahan masalah kelas eksperimen dan kelas kontrol, disajikan pada diagram batang berikut.
11
25 20 15 10 5 0
20.43 12.53
Kelas Eksperimen
Kelas Kontrol
Gambar 2 Rata – Rata Skor Tes Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pada diagram terlihat jelas bahwa skor rata-rata tes pemecahan masalah matematik peserta didik kelas eksperimen lebih tinggi daripada skor rata-rata kelas kontrol. Maka dapat disimpulkan bahwa model problem based learning berbantuan software geogebra berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam memecahkan soal pemecahan masalah tersebut, peneliti bermaksud menganalisis skor tiap butir soal dan analisis tiap indikator kelas eksperimen dan kelas kontrol yang disajikam pada tabel berikut. Tabel 1 Skor Rata-Rata Berdasarkan Tiap Langkah Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen No. Butir Soal Indikator Rata-Rata 1 2 3 1,91 1,74 1,46 1,70 Memahami Masalah (2) 2,77 2,69 2,11 2,52 Merencanakan Strategi (4) 1,09 1,20 0,83 1,04 Melaksanakan Perhitungan (2) 1,46 1,66 1,51 1,54 Memeriksa Kembali (2) 7,23 7,29 5,91 Jumlah Tabel 2 Skor Rata-Rata Berdasarkan Tiap Langkah Pemecahan Masalah Kelas Kontrol No. Butir Soal Indikator Rata-Rata 1 2 3 1,82 1,94 1,68 1,48 Memahami Masalah (2) 1,62 1,82 1,03 1,49 Merencanakan Strategi (4) 0,56 0,97 0,53 0,69 Melaksanakan Perhitungan (2) 0,06 0,26 0,24 0,18 Memeriksa Kembali (2) 4,06 4,99 3,48 Jumlah
12
Analisis tiap langkah pemecahan masalah berdasarkan pedoman Schoen dan Ochmke dengan skor maksimal tiap butir soal adalah 10.
penskoran Berdasarkan
tabel 4.10, rata-rata perolehan skor peserta didik terbesar kelas eksperimen adalah butir soal nomor 2 dengan jumlah skor sebesar 7,29. Sedangkan perolehan rata-rata skor terkecil adalah butir soal no. 3 dengan perolehan rata-rata sebesar 5,91. Butir soal nomor 1 merupakan soal tes yang mengukur aspek pemecahan masalah pada aspek konsep perbandingan trigonometri dari beberapa segitiga siku-siku sebangun. Butir soal nomor 2 merupakan soal tes yang mengukur pemecahan masalah pada aspek perbandingan trigonometri segitiga siku-siku. Sedangkan butir soal nomor 3 merupakan soal tes yang mengukur aspek pemecahan masalah pada aspek perbandingan trigonometri dikuadran I dan II. Berdasarkan rata-rata perolehan skor tiap butir soal kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat disimpulkan bahwa peserta didik mengalami kesulitan dalam memecahkan permasalahan perbandingan trigonometri dikuadran I dan II. Jika dianalisis dari tiap indikator pemecahan masalah untuk butir soal nomor 3, peserta didik memiliki kendala dalam melakukan perhitungan dengan perolehan ratarata skor 0,83 jika dibulatkan diperoleh rata-rata skor 1 dari skor maksimal indikator sebesar 2. Artinya umumnya peserta didik dapat melakukan prosedur yang benar dan mungkin menghasilkan jawaban yang benar tetapi salah perhitungan. Sehingga bagi peneliti
selanjutnya
yang
akan
meneliti
mengenai
trigonometri
KD
3.16
“Mendeskripsikan dan menentukan hubungan perbandingan Trigonometri dari sudut di setiap kuadran, memilih dan menerapkan dalam penyelesaian masalah nyata dan matematika” harus adanya perbaikan misalnya dengan menambah alokasi waktu untuk KD 3.16 lebih banyak daripada alokasi waktu yang lain maupun menggunakan model pembelajaran matematika lain selain PBL contohnya discoveri learning agar peserta didik dapat lebih faham dan konsep pembelajaran trigonometri KD 3.16 dapat peserta didik temukan sendiri sehingga pembelajaran trigonometri menjadi lebih bermakna dengan penemuan yang telah peserta didik peroleh sendiri. Jika dianalisis kesulitan tiap indikator pemecahan masalah kelas eksperimen, rata-rata skor terkecil adalah pada indikator melaksanakan perhitungan dengan skor rata-rata perolehan 1,04 dari skor ideal indikator sebesar 2. Umumnya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang sulit dan membingungkan peserta didik terutama indikator keempat pemecahan masalah polya yaitu memeriksa kembali
13
kebenaran hasil merupakan langkah paling sulit dari indikator pemecahan masalah yang lain. Hanya saja, dengan berbantuan software geogebra, peserta didik sudah ada usaha untuk memeriksa kembali kebenaran hasil. Malahan, hasil temuan yang peneliti peroleh, ada beberapa peserta didik yang mampu memeriksa kembali dan diperoleh jawaban yang benar tanpa mengetahui cara memperoleh jawaban tersebut dengan perhitungan sistematis sesuai dengan langkah pemecahan masalah. Temuan yang berbeda diperoleh dari analisis indikator rata-rata skor kelas kontrol. Rata-rata skor terkecil adalah pada indikator keempat memeriksa kembali kebenaran hasil dengan rata-rata skor sebesar 0,18. Berarti peserta didik kelas kontrol mengalami kesulitan dalam memeriksa kembali kebenaran hasil. Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran dengan berbantuan software geogebra berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Selain itu, berdasarkan uji hipotesis diperoleh
maka
ditolak dan
diterima artinya parameter
rerata kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih baik dari parameter rerata kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning berbantuan software geogebra berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik. Observasi interaksi pembelajaran dilaksanakan saat berlangsungnya proses pembelajaran. Lembar observasi berisikan 14 item pernyataan dengan indikator interaksi yang diamati meliputi indikator pada kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup dengan jumlah masing-masing item pernyataan adalah 3, 8 dan 3. Aspek yang diamati pada indikator pendahuluan meliputi aspek interaksi pada tahap apersepsi dan tahap motivasi. Aspekyang diamati pada indikator kegiatan inti meliputi aspek interaksi peserta didik dalam kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba dan membuat jejaring. Aspek interaksi pada Indikator kegiatan penutup meliputi aspek interaksi pada tahap refleksi, kesimpulan dan penugasan. Rata-rata skor interaksi peserta didik dengan menggunakan model PBL berbantuan software geogebra adalah 42,92 artinya proses interaksinya baik.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
14
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, maka peneliti menyimpulkan model problem based learning berbantuan software geogebra berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik dan proses interaksi pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning berbantuan software geogebra menunjukkan hasil dengan proses interaksi baik Saran Berdasarkan simpulan tersebut, peneliti menyarankan model Problem Based Learning berbantuan software geogebra dapat menjadi alternatif solusi bagi guru matematika dalam menanamkan konsep dasar trigonometri, karena trigonometri merupakan materi dengan tingkat kesulitan yang paling tinggi dibandingkan dengan materi pembelajaran matematika lainnya, kepala sekolah perlu memperhatikan sarana dan prasarana bagi pembelajaran matematika, terutama laboratorium komputer, karena pembelajaran model PBL berbantuan software geogebra menuntut adanya komputer yang memadai, bagi peneliti yang akan melaksanakan penelitian dengan model PBL berbantuan software geogebra, bagi peneliti selanjutnya yang akan menggunakan software geogebra, sebelum melaksanakan penelitian hendaknya peneliti memberikan arahan untuk beberapa pertemuan kepada peserta didik kelas eksperimen di luar jam pelajaran mengenai software geogebra. Sehingga saat pembelajaran pertama dimulai peserta didik sudah siap dan memiliki pengetahuan dasar mengenai software geogebra yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA Abdurozak, Dedi. (2013). Pembelajaran Berbantuan Software Geogebra untukMeningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. [online]. Tersedia:http://repository.upi.edu.[10 November 2013]. Amir, Taufiq. (2010). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Husamah, Setyaningrum dan Yanur Setyaningrum. (2013). Desain pembelajaran Berbasis Pencapaian Kompetensi Panduan Merancang Pembelajaran untuk Mendukung Implementasi Kurikulum 2013. Malang: Prestasi Pustaka. Judith dan Markus Hohenwarter. (2013). Introduction to geogebra. [Online]. Tersedia: www.geogebra.org. [12 Desember 2013].
15
Kemendikbud. (2013). Problem Based Learning. Jakarta: Kemendikbud. Kemendikbud. (2013). Salinan Lampiran Permendikbud No. 69 th 2013 ttg Kurikulum SMA-MA. Jakarta: Kemendikbud. Krismanto. (2008). Pembelajaran Trigonometri SMA. [online]. Tersedia: http:// amrinmath. files.wordpress.com/2008/11/pembelajaran-trigonometri.pdf. [26 januari 2013] Muspiyatin, Linda. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Sripsi UNSIL. Tidak diterbitkan. Pramadya, Wisnu. (2012). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) Berbantu Power Point Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Peserta Didik. Sripsi UNSIL. Tidak Diterbitkan. Ratnaningsih, Nani. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak diterbitkan. . [online]. Tersedia:http://repository.upi.edu.[13 Januari 2014]. Sumarmo, Utari. (2013). Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. Bandung: UPI. Suryadi, Didi dan Tatang Herman. Tanpa Tahun. Pembelajaran Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana. Wardani, Sri. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan. Wena, Made. (2011). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Yulianingsih, Rini. (2013). Penerapan model Problem Based Learning Teknik Scaffolding terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA. Skripsi: Tidak Diterbitkan