PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING DAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK Siti Zulaiha, Zubaidah, Bistari Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan, Pontianak Email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: (1) Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan problem based learning (PBL) dan pembelajaran langsung, (2) Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik dikaji dari motivasi belajar, (3) Interksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar, (4) Pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model PBL. Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan factorial design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 7 Pontianak dengan sampel penelitian yaitu VIIIF dan VIIIC. Analisis yang digunakan adalah anava dua jalan. Hasil analisis menunjukan: (1) kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diberi pengajaran dengan model PBL lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajran Langsung; (2) kemampuan pemecahan masalah siswa dengan motivasi belajar tinggi lebih baik daripada siswa dengan motivasi belajar rendah; (3) terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar; (4) Pengguruh model PBL terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik tergolong tinggi dengan nilai effect size 0,837. Kata Kunci: Problem Based Learning, kemampuan pemecahan masalah matematik, motivasi belajar matematika Abstract: This research have purpose to know and analysis about (1) differences the ability of students to solve the problem of mathematic use Problem based learning (PBL) and direct instruction, (2) Differences the ability of students to solve the problem of math looked from student motivation in math, (3) The interaction between learning method and learning motivation, (4) the influence of learning process by using PBL. The method used in this research is experimental with factorial design. The population in this research are students in grade VIII MPN 7 Pontianak. The sample is students in grade VIIIF and VIIIC. The analysis used two way anova. The result shows: (1) the ability of students to solve the math problem with PBL model is high rather than students studying by used direct instruction; (2) The ability of students to solve the problem with high motivation is good rather than students with low motivation; (3) there are interaction between learning method and learning motivation; (4) The influence of PBL model to solve problem mathematics is high with score effect size 0,837. Key words: Problem Based Learning, Mathematics Problem Solving, Student Motivation in Math
1
M
atematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan diseluruh jenjang pendidikan. Matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang sangat penting. Tujuan yang paling utama dalam pembelajaran matematika adalah mengatur jalan pikiran untuk memecahkan masalah bukan hanya menguasai konsep dan perhitungan walaupun sebagian besar belajar matematika adalah belajar konsep, struktur, keterampilan menghitung dan menghubungkan konsep – konsep tersebut. Menghubungkan konsep – konsep yang dimaksud adalah menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan pada situasi baru (Trianto, 2009: 90). Pemecahan masalah merupakan salah satu kompenen penting untuk belajar matematika. Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk mengemukakan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru (Made Wena, 2012: 52). Peserta didik harus memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesikan model dan menafsirkan (BSNP, 2006). Menurut Polya (dalam Suherman, 2003: 91) ada empat langkah yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah matematika yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahan masalah; (3) menyelesaikan masalah dengan rencana yang telah direncanakan; (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh. Satu diantara materi pelajaran matematika adalah persamaan garis lurus. Dengan mempelajari persamaan garis lurus diharapkan siswa dapat menentukan gradien garis lurus dalam berbagai bentuk, siswa dapat menentukan persamaan garis lurus yang melalui dua titik dan melalui satu titik dengan gradien tertentu, serta siswa dapat menggambar grafik garis lurus. Namun kenyataannya, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi persamaan garis lurus rendah. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 1 September 2015 dengan guru yang mengajar matematika di kelas VIII SMP Negeri 7 Pontianak, pada materi persamaan garis lurus siswa mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru yang bersangkutan, pada saat mengerjakan soal cerita hampir seluruh siswa tidak menuliskan apa yang diketahui dan yang ditanyakan dari soal tersebut. Fakta lain yang menunjukan bahwa pemecahan masalah siswa rendah ialah berdasarkan hasil tes prariset pemecahan masalah yang diberikan peneliti kepada siswa pada tanggal 1 September 2015. Hasil prariset menunjukan bahwa 15% siswa tidak menuliskan apapun di lembar jawabannya, 20% siswa menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal, 0% siswa menuliskan rencana penyelesaian soal, 30% siswa menjawab benar tanpa melakukan perhitungan, 25% siswa melakukan perhitungan dan jawaban benar, 30% melakukan perhitungan walaupun jawaban salah, dan 40% siswa membuat kesimpulan yang diinginkan dari soal pemecahahan masalah. Penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa salah satunya adalah kegitan belajar mengajar yang masih belum bisa membuat siswa terlibat aktif karena pembelajaran masih berpusat pada guru dan siswa hanya mencatat 2
apa yang guru tuliskan di papan tulis. Pemilihan model pembelajaran yang kurang tepat dapat membuat peserta didik kurang paham terhadap materi yang disampaikan dan juga dapat menurunkan motivasi peserta didik. Berdasarkan pengamatan peneliti di SMP Negeri 7 Pontianak, model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran langsung yang didominasi dengan metode ceramah dan latihan soal, kemudian memberikan pekerjaan rumah. Menurut Arends (dalam Trianto, 2009: 42) “Model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selagkah”. Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009: 43) menjelaskan sintaks model pengajaran langsung sebagai berikut: Tabel 1.Sintaks Model Pembelajaran Langsung Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa Fase2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan Fase 3 Membimbing pelatihan Fase 4 Mengecek pemahan dan memberikan umpan balik
Peran Guru Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentignya pelajaran, mempersiapkan siswa untuk belajar Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap. Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal. Mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik
Fase 5 Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan pelatihan khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pengamatan tersebut, terlihat bahwa kegiatan belajar mengajar matematika masih kurang maksimal. Akibatnya, kemampuan pemecahan masalah siswa rendah sehingga siswa kurang termotivasi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalahnya. Good dan Brophy (dalam Made Wena, 2012: 32) mendefinisikan motivasi sebagai suatu energi penggerak, pengarah, dan memperkuat tingkah laku. Tinggi rendahnya motivasi siswa akan mempengaruhi hasil belajar. Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat dari sebagai salah satu proses dan hasil belajar, sehingga motivasi juga akan mempenggaruhi kemampuan pemecahan masalah siswa. Oleh sebab itu perlu adanya faktor pendorong dari dalam diri siswa maupun dari luar untuk mendorong motivasi. Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana 3
menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk mengahadapi situasi yang baru atau memecahkan masalah. Maka dari itu pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan materi sangatlah penting, sehingga guru harus memilih model yang mampu memotivasi siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan adalah Problem Based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah (PBM). Menurut Tan (dalam Rusman, 2013: 229) dalam PBL kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan. Dalam PBL pembelajaran dimulai dengan pemberian “masalah” biasanya masalah memiliki konteks dunia nyata (Amir, 2010: 12). Ibrahim, dkk (dalam Trianto, 2009: 98) menjelaskan hal-hal yang dilakukan guru selama PBL adalah sebagai berikut: Tabel 2. Sintaks Model Problem Based Learning Tahap Tingkah Laku Guru Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, Tahap-1 menjelaskan logistic yang dibutuhkan, Orientasi siswa pada masalah mengajukan fenomen atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih Guru membantu siswa untuk Tahap-2 mendefinisikan dan mengorganisasikan Mengorganisasi siswa untuk tugas belajar yang berhubungan dengan belajar masalah tersebut Guru mendorong siswa untuk Tahap-3 mengumpulkan informasi yang sesuai, Membimbing penyelidikan melaksanakan eksperimen untuk individual maupun kelompok mendapatkan penjelsan dan pemecahan masalah Guru membantu siswa dalam Tahap-4 merencanakan dan menyiapkan karya Mengembangkan dan yang sesuai seperti laporan serta menyajikan hasil karya membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya Tahap-5 Guru membantu siswa untuk melakukan Menganalisis dan refleksi atau evaluasi terhadap mengevaluasi proses penyelidikan mereka dan proses yang pemecahan masalah mereka gunakan Berdasarkan uraian diatas peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelas VIII SMPN 7 Pontianak pada Materi Persamaan Garis Lurus” 4
METODE Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan rancangan penelitian factorial design. Rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 3. Desain Eksperimen Motivasi Belajar Model Pembelajaran (A) Matematika (B) Problem Based Pembelajaran Langsung (A2 ) (𝐴2 B1 ) (𝐴1 B2 ) (Sugiyono, 2013: 116) Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Pontianak dengan materi persamaan garis lurus dengan materi pokok yaitu gradien garis. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Pontianak. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas kelas VIII F dan VIII C yang sama-sama berjumlah 36 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster sampling yaitu pengambilan sampel dengan dengan melakukan randomisasi terhadap kelompok bukan subjek secara individual (Azwar, 2003: 87). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik tes dan teknik komunikasi tidak langsung. Alat pengumpul data yang digunakan yaitu soal essay pretest dan posttest dan angket motivasi belajar matematika siswa. Penulisan soal disesuaikan dengan indikator kemampuan pemecahan masalah menurut polya dan buku pelajaran yang digunakan. Angket motivasi belajar matematika siswa menggunakan angket yang dibuat peneliti namun telah dilavidasi dan diuji cobakan terlebih daluhu hingga valid. Instrumen yang divalidasi dalam penelitian ini yaitu RPP, soal pre-test dan post-test beserta pedoman penskorannya, angket motivasi belajar matematika siswa dan perangkat pembelajaran yang akan dikonsultasikan kepada 3 orang validator, yaitu 1 orang dosen pendidikan matematika FKIP UNTAN dan 2 orang guru bidang studi matematika di SMP Negeri 7 Pontianak. Setelah dilakukan validasi, dilakukan ujicoba intrumen, yaitu angket motivasi belajar matematika, soal pretest dan posttest. Uji coba soal ini bertujuan untuk untuk menentukan koefisien validitas, tingkat reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda, yang dirangkum dalam Tabel 3. Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Tinggi (B1 ) Rendah(B2 )
Learning (𝐴1 ) (𝐴1 B1 ) (𝐴1 B2 )
No Koefisien Koefisien Indeks Daya Kriteri Kriteria kriteria Soal Validitas Reabilitas Kesukaran Pembeda a 1 Tinggi 0,796 Sedang Baik 0,7145 0,464 0.424 2
0,7561
Tinggi
0,309
Sedang
0.372
Cukup
3
0,8907
Sangat Tinggi
0,229
Sukar
0.445
Baik
4
0,7978
TInggi
0,231
Sukar
0.454
Baik
5
Data yang diperoleh dari hasil posttest dan pretest kemudian diolah menggunakan bantuan SPSS 17 dan Microsoft Excel, analisis data menggunakan anava dua jalan dan rumus effect size, namun sebelumya terlebih dahulu ditetapkan sampel dengan teknik persentase mengacu pada Dali S. Naga. Menetapkan 27% kelompok Atas (siswa dengan motivasi belajar matematika tinggi) dan 27% kelompok bawah (motivasi belajar matematika rendah). Menurut Dali S. Naga (dalam Zubaidah, 2015: 119) alasan pengambilan 27% kelompok Atas dan 27% kelompok bawah adalah untuk menghindari skor maksimal kelompok bawah akan bersisisan dengan skor miniminal dari kelompok atas . Anget motivasi belajar matematika siswa yang digunakan terdiri dari 15 pernyataan favorable dan 15 pernyataan unfavorable. Angket motivasi belajar siswa yang digunakan memuat lima alternative jawaban menggunakan skala Likert yaitu: (a) sangat setuju; (b) setuju; (c) ragu - ragu; (d) tidak setuju; (e) sangat tidak setuju. Prosedur penelitian terbagi atas tiga tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan dan tahap analisis data yang akan dijelaskan sebagai berikut: Tahap perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain : 1) Melakukan wawancara dengan guru matematika kelas VIII. 2) Menyusun desain penelitian. 3) Membuat instrumen penelitian berupa kisi-kisi tes, angket motivasi belajar matematika, soal pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah matematik, kunci jawaban dan RPP untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol dan rubrik penilaian. 4) Melakukan validasi instrumen penelitian. 5) Merivisi instrumen penelitian berdasarkan hasil validasi. 6) Mengadakan uji coba tes. 7) Menganalisis data hasil uji coba tes. 8) Merivisi instrumen penelitian berdasarkan hasil uji coba tes. 9) Menentukan waktu penelitian Tahap pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain: 1) Kelas Eksperimen: a) Memberikan angket motivasi belajar matematika siswa dan pretest kemampuan pemecahan masalah matematik pada materi gradien garis lurus. b) Menganalisis jawaban siswa. c) Memberikan pembelajaran menggunakan model problem based learning. d) Memberikan post-test kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi gradien garis lurus. e) Menganalisis jawaban siswa. 2) Kelas Kontrol: a) Memberikan angket motivasi belajar matematika siswa dan pretest kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi gradien garis lurus. b) Menganalisis jawaban siswa. c) Melakukan pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung. d) Memberikan posttest kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi gradient garis lurus. e) Menganalisis jawaban siswa Tahap analisis data Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, antara lain: 1) Mengumpulkan hasil data kuantitatif berupa angket, skor pretest dan skor posttest. 2) Melakukan
6
analisis data kuantitatif hasil pretest dan posttest. 3) Melakukan analisis data terhadap hasil angket. 4) Menyusun hasil penelitian yang dilakukan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Data yang telah diperoleh berupa angket motivasi belajar matematika siswa dari kedua kelas yang diteliti, dianalisis menggunakan skala likert dengan menggunakan rumus persentase, kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori yang telah ditentukam. Berikut adalah perolehan secara singkat persentase motivasi belajar matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran langsung dan model problem based learning. Tabel 5. Kriteria Motivasi Belajar Matematika Siswa Motivasi Belajar Jumlah Siswa Matematika Persentase Kelas dengan Kelas dengan Model Model Problem Pembelajaran Based Learning Langsung Motivasi Belajar 27% 10 10 Tingi Sedang 46% 16 16 Motivasi Belajar Rendah Jumlah
27%
10
10
100%
36
36
Selanjutnya, data hasil penelitian berupa nilai pretest kedua kelas sebelum diterapkan model pembelajaran yang berbeda di analisis dan berikut adalah tabel ringkasan hasil pretest kedua kelas: Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Pretest Kelas Menggunakan Model PBL dan Kelas Menggunakan Pembelajaran Langsung Kelas Kelas Menggunakan Menggunakan Model Pembelajaran Model PBL Langsung Jumlah Sampel 36 36 Nilai Minimum 0 0 Nilai Maksimum 27 22 Rata-rata 9,225 8,16 Standar Deviasi 5,63 7,759 Data pretest yang telah diperoleh akan diuji homogenitasnya dengan Uji F, untuk uji F data pretest, peneliti menggunakan bantuan Microsoft Excel. Analisis uji F dengan menggunakan Microsoft Excel. Hasil pengujian homogenitas varians dirangkum dalam tabel berikut:
7
Tabel 7.Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Nilai Pretest Kelas Kontrol Kelas Experimen Rata-rata 8.16 9,225 Varian 31,697 60,211 Df 35 35 0,526 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 0,569 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 0,526 dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 0,569 dengan demikian 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 artinya data memiliki varian yang sama (homogen). Hal tersebut menunjukan bahwa sebelum diberi perlakuan yang berbeda kedua kelompok memiliki kemampuan awal yang sama. Setelah kedua kelas diberi perlakuan dengan menggunakan model problem based learning dan menggunakan model pembelajaran langsung, masing- masing kelas diberikan tes akhir yaitu posstest kemampuan pemecahan masalah. Data ringkasan hasil posstest dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 8. Rekapitulasi Hasil Posttest Kelas dengan Model PBL dan dengan Menggunakan Model Pembelajaran Langsung Kelas dengan Kelas dengan perlakuan menggunakan Model menggunakan Model Pembelajaran PBL Langsung Jumlah Sampel 36 36 Nilai Minimum 31 22 Nilai Maksimum 89 70 Rata-rata 63.05555556 41,0556 Standar Deviasi 18.2958925 14,0837 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata nilai posttest kelas dengan perlakuan menggunakan model problem based learning sebesar 63.05555556 atau dibulatkan menjadi 63 sedangkan rata-rata kelas dengan perlakuan menggunakan model pembelajaran langsung sebesar 41,0556 atau dibulatkan menjadi 41, selisih rata-rata kedua kelas sebesar 22. Nilai posttest kedua kelas tersebut akan dikelompokkan kembali berdasarkan 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah dari hasil motivasi belajar matematika siswa, sehingga diperoleh 10 siswa dari kelompok atas dan 10 siswa dari kelompok bawah. Hasil Postest yang telah dikelompokkan berdasarkan motivasi dan model pembelajaran yang digunakan akan dianalisis dengan uji anava dua jalan menggunakan bantuan SPSS 17. Sebelum dianalisis dengan uji anava dua jalan data harus memenuhi syarat yaitu, data harus homogen dan berdistribusi normal. Uji homogenitas kedua sampel dianalisis dengan menggunakan uji F dengan bantuan Microsoft Excel. Ringkasan hasil uji homogenitas data posttest dapat dilihat pada tabel berikut:
8
Tabel 9. Rekapitulasi Uji Homogenitas Nilai Posttest Kelas menggunakan Kelas menggunakan Model PL Model PBL Rata-rata 47,75 58,15 Variance 154,3026 520,3447 Df 19 19 0,2965 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 0.461201 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Berdasarkan tabel diatas, didapat 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 0,2965 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar 0.461201 dengan taraf kepercayaan 95%. 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dari tabel diatas menunjukan bahwa 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,2965 < 0.461201 ), karena 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka dapat disimpulkan bahwa kedua data tersebut berasal dari varians yang sama atau data tersebut homogen. Setelah pengujian homogenitas maka selanjutnya dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji lilifors. Uji lilifors dianalisis secara manual berbantun Microsoft Excel. Berikut adalah tabel rangkuman hasil uji normalitas data menggunakan uji liliefors: Tabel 10. Rekapitulasi Uji Normalitas Nilai Posttest Kelas Kelas Menggunakan Menggunakan Model PL Model PBL Rata-rata 58.15 47.75 Standar Deviasi 22.811 12.421 Df 19 19 L hitung 0.184 0,187 L tabel 0.195 0,195 Bersadarkan tabel ditas dapat dilihat bahwa 𝐿ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐿𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,184 < 1,95) 𝑑𝑎𝑛 (0,187 < 0,195) degan taraf kepercayaan 95%, atau dengan kata lain kedua data tersebut berdistribusi normal. Setelah kedua data posttest diuji normalitas dan homogenitasnya dan hasilnya bahwa datanya berdistribusi normal, serta mempunyai varians yang homogen maka data posttest akan dianalisis menggunakan anava dua jalan, namun terlebih dahulu dibuat tabel anava dua jalan untuk masing-masing variabel. Berikut adalah tabel data siswa yang telah dikelompokkan berdasarkan motivasi dan model pembelajaran: Tabel 11. Anava Dua Jalan Motivasi Model Pembelajaran Pembelajaran Problem Based Langsung Learning Rendah 34, 34, 34, 36, 31, 31, 31, 31, 34, 38, 40, 40, 43, 34, 36, 43, 43, 57 45, 57
9
Tinggi
31, 43, 45, 57, 57, 59, 64, 64, 64, 70
70, 73, 73, 73, 80, 80, 84, 84, 86, 89
Analisis anava dua jalan dengan mengguakan SPSS 17. Berikut adalah tabel hasil analisis anava dua jalan: Tabel 12. Hasil Analisis Anava Dua Jalan dengan SPSS 17 Source Corrected Model Intercept Motivasi Model Pembelajaran Motivasi * Model Pembelajaran Error Total Corrected Total a.
Type III Sum of Squares 11114.100a 112148.100 8236.900 1081.600 1795.600
Df
Mean Square 3 1 1 1 1
3704.700 112148.100 8236.900 1081.600 1795.600 77.383
2785.800
36
126048.000
40
13899.900
39
F 47.875 1449.254 106.443 13.977 23.204
Sig. .000 .000 .000 .001 .000
R Squared = .800 (Adjusted R Squared = .783)
Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa nilai sig untuk model pembelajaran, motivasi, model pembelajaran* motivasi berturut-turut yaitu 0.001, 0,000 dan 0,000. Adapun kriteria pengujian: Jika nilai sig > α maka Ho diterima, jika nilai sig < α maka Ho ditolak. Ketiga nilai sig < 0.05 maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan: (1) ada perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah matematik siswa antara siswa yang diberi pengajaran menggunakan model Problem Based Learning dan model Pembelajran Langsung; (2) Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang memiliki motivasi tinggi dan siswa yang memiliki motivasi rendah; dan (3) Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar matematika siswa. Gambar dibawah ini merupakan gambar interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar matematika. Pada gambar tersebut terlihat dua garis yang saling berpotongan. Dua garis yang saling berpotongan pada grafik terrsebut menngambarkan adanya interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar matematika siswa.
10
Gambar 1. Hasil Analisis Interaksi Anava Dua Jalan Hasil perhitungan effect size menunjukan nilai sebesar 0,837 , sehingga pengguruh penggunaan model problem based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa tergolong tinggi. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis statistik secara manual, dengan bantuan Microsoft Excel dan juga SPSS 17 menunjukan bahwa hasil pretest antara kelas yang diberi perlakuan menggunakan model problem based learnig dan kelas yang diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran langsung memiliki varian yang sama atau tidak terdapat perbedaan kemampuan awal antara kelas yang diberi perlakuan menggunakan model problem based learnig dan kelas yang diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran langsung. Setelah proses pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan perlakuan kepada kedua kelas, hasil posstest menunjukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah dilihat dari rata-rata nilai posttest. Pada kelas yang diberi perlakuan dengan model problem based learning rata – rata nilai posttest nya sebeasar 63, dan kelas dengan menerapkan model pembelajaran langsung rata – rata nilai posttesnya sebesar 41. Berdasarkan hasil tersebut terdapat perbedaan nilai sebesar 22, perbedaan tersebut terlampau jauh dikarenakan adanya perbedaan LKS yang diberikan peneliti pada saat mengajar. Pada kelas dengan menggunakan model problem based learning peneliti memberikan LKS dengan soal-soal pemecahan masalah sedangkan untuk kelas dengan menggunakan model pembelajaran langsug, peneliti memberikan LKS yang berisi soal-soal rutin. Selain LKS yang berbeda, jam pelajaran matematika pada kelas dengan model pembelajaran langsung hanya satu jam dan satu jam disambung untuk keesokan harinya, hal tersebut membuat proses belajar mengajar kurang efektif.
11
Apabila dilihat dari nilai posttest, kedua kela memiliki perbedaan kemampuan pemecaan masalah namun, jika ditinjau berdasarkan KKM maka kemampuan pemecahan masalah masing–masing kelas masih tergolong rendah, hal tersebut terjadi mungkin dikarnakan kondisi yang terjadi pada saat dilapangan, pada saat mengajar masih ada sintaks dari model pembelajaran yang terlewatkan oleh peneliti yaitu memberikan motivasi kepada siswa dan juga peneliti hanya menuliskan tujuan pembelajaran tetapi tidak menjelaskan. Pemberian motivasi kepada siswa sangat penting karena, tujuan pemberian motivasi adalah untuk menggerakkan seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu. Penyampaian tujuan pembelajaran juga merupakan salah satu fase yang penting dalam pembelajaran, sehingga sebaiknya tujuan pembelajaran tidak hanya dituliskan melainkan guru harus membuat siswa memahami tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan. Tidak hanya pemberian motivasi dan tujuan pemebeljaran, pada saat proses pembelajaran berlangsung, diskusi kelompok masih kurang maksimal. Terdapat dua dari enam kelompok siswa yang masih kurang aktif dalam melaksanakan diskusi kelompok, dilihat dari LKS yang dikerjakan, dua kelompok tersebut tidak selesai mengerjakan soal-soal LKS yang diberikan. Pada saat salah satu kelompok memaparkan hasil diskusinya masih ada siswa yang tidak memperhatikan temannya, ada yang sibuk mencatat jawaban dari LKS yang sedang dipaparkan. Hal tersebut terjadi karena peneliti yang tidak tegas terhadap siswa sehingga hanya beberapa siswa yang ikut melaksanakan diskusi dengan aktif. Berdasrkan hasil uji anva dua jalan dengan SPSS 17. Hasil uji hipotesis yang pertama menunjukan bahwa ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diberi pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning dengan siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung, dimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diberi pembelajaran dengan model problem based learning lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran lagsung. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Tan (dalam Rusman, 2013: 229) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan inovasi dalam pembelajaran karena dalam problem based learning kemampuan berpikir siswa betul – betul dioptimalisasikan melalui kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya. Hasil tersebut juga sesuai dengan kerucut pengalaman yang dipaparkan Sheal (dalam Kokom Komalasari, 2011: 114) bahwa “dengan beracuan kerucut pengalaman tersebut dapat dikatakan model problem based learning dapat membuat siswa mengingat materi pelajaran dengan cukup baik, karena dalam problem based learning siswa berdiskusi untuk bekerja sama memecahkan suatu permasalahan nyata dan setelah itu mempresentasikan hasil diskusi mereka”. Penelitian ini membuktikan bahwa model problem based learning lebih unggul dibandingkan dengan model pembelajaran langsung dalam meningkatkan pemecahan masalah matematik.
12
Model pembelajaran langsung merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah (Sofan Amri & Iif Khoiru Ahmadi, 2010: 39). Model pembelajaran langsung menekankan pada aktivitas mendengarkan ceramah, guru menjadi pusat pembelajaran sehingga siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran sehingga hal tersebut membuat model pembelajaran langsung kurang efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hasil analisis uji hipotesis yang kedua menunjukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan motivasi belajar tinggi dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Motivasi diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat (Hamzah, B.Uno, 2008: 3). Motivasi dapat mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, akan tetapi motivasi tidak hanya berasal dari dalam diri individu melainkan ada faktor luar yang dapat mempengaruhi motivasi belajar. Kondisi belajar mengajar juga dapat menentukan tinggi rendahnya motivasi belajar siswa. Hamzah B. Uno (2011) berpendapat bahwa seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun. Hal tersebut berarti bawa motivasi belajar yang tinggi memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah, siswa dengan motivasi belajar tinggi akan berusaha memecahkan permasalahan yang diberikan. Penelitian ini membuktikan bahwa siswa dengan motivasi belajar tinggi kemampuan pemecahan masalahnya lebih baik daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Hasil analisis uji hipotesis yang ketiga menunjukan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar matematika. Hasil tersebut menunjukan bahwa siswa dengan pembelajaran menggunakan model problem based learning dan memiliki motivasi belajar rendah kemampuan pemecahan masalahnya lebih rendah daripada siswa dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung dan memiliki motivasi rendah. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah kurang siap untuk terlibat dalam proses pembelajaran meggunakan model problem based learing, didalam proses pembelajaran menggunakan problem based learning terdapat tahap diskusi kelompok, siswa dengan motivasi rendah cenderung kurang aktif dalam proses diskusi, siswa cenderung hanya mengamati siswa lainnya saat berdiskusi kelompok, siswa juga enggan untuk memberikan pendapatnya saat diskusi berlangsung. Siswa yang memiliki motivasi belajar rendah cenderung menutup diri sehingga terkadang dalam proses belajar lebih suka mempertahankan kebiasaan belajar yang lama daripada adanya pembaharuan dalam belajar. Namun sebaliknya, kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pembelajaran menggunakan model problem based learning dan memiliki motivasi belajar tinggi lebih tinggi daripada siswa dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung dan memiliki motivasi tinggi. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi cenderung lebih siap untuk terlibat dalam proses
13
pembelajaran menggunakan model problem based learning, sehingga pada saat proses pembelajaran siswa terlihat lebih aktif. Hasil Effect size menunjukan nilai sebesar 0,837, artinya model problem based learning memberikan pengaruh yang tinggi untuk kemampuan pemecahan masalah matematik siswa atau dapat pula dikatakan bahwa model problem based learning lebih baik daripada model pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model problem based learning dengan siswa yang diberi pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung pada materi persamaan garis lurus. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan menggunakan model problem based learning lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada materi persamaan garis lurus dikaji dari motivasi belajar siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi kemampuan pemecahan masalahnya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah. Ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan menggunakan model problem based learning lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi dengan menggunakan model pembelajaran langsung, sedangkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang memiliki motivasi belajar rendah degan menggunakan model pembelajaran langsung lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motivasi belajar rendah dengan menggunakan model problem based learning. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus effect size, pengaruh pembelajaran menggunakan model problem based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah, menghasilkan nilai effect size sebesar 0,837, berdasarkan kriteria effect size dari Cohen hasil effect size yang diperoleh tergolong tinggi, artinya penggunaan model problem based learning memberikan pengaruh tinggi terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Saran Berdasar penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran bagi pembaca yang tertarik untuk menerapkan atau melakukan penelitian serupa maka peneliti sebaiknya: 1) menyesuaikan waktu penelitian dengan pembelajaran yang efektif di sekolah, agar pembelajaran dirancang untuk penelitian dapat berlangsung dengan baik. 2) variabel kontrolnya harus sama, seperti penggunaan media maupun LKS, guru yang mengajar, alokasi waktu, dsb. 3) Pada saat membuat soal tes terutama untuk soal tes berbentuk essay, hendaknya lebih teliti dan lebih disesuaikan dengan indikator soal yang telah dibuat. 4) Saat
14
menerapkan model problem based learning dalam pembelajaran, hendaknya langkah-langkah atau sintak dari model problem based larning lebih dipahami, sehingga penerapan dalam pembelajaran lebih optimal terutama untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik. 5) Lembar observasi untuk menilai keterlaksanaan model pembelajaran yang akan digunakan sebaiknya penilaiannya menggunakan rentang nilai tidak hanya ceklis saja, supaya peneliti bisa merefleksi proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan. DAFTAR RUJUKAN Amir,M.taufiq. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui problem Based Laerning Bagaimana Pendidik memberdayakan Pelajar di Era pengetahuan. Jakarta: Kencana Amri, Sofan dan Iif Khoiru Ahmadi. 2010. Proses Pembelajaran kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Erman Suherman,dkk. 2003.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : UPI JICA Hamzah.B.Uno. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: BumiAksara Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT. Refika Aditama Rusman. 2013. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Saifuddin, Azwar. 2003. Metode Penelitian.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Surabaya: Prestasi Pustaka Wena, Made. 2012. Strategi pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional.Jakarta: Bumi Aksara Zubaidah,R. 2015. Pengaruh Corrective Feedback Penilaian Formatif dan SelfEsteem Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama dengan Mengontrol Pengetahuan Awal Matematika. Disertasi
15